Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS JURNAL

PELAKSANAAN TINDAKAN ORAL HYGIENE PADA PASIEN DI


RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

OLEH
Fathan Amay (841720096)
Ni Kadek Oka Piyadayanti (841720083)
Nanda Amalia Darwin (841720097)
Ayu Tirta Lestari (841720090)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Analisis Jurnal dengan judul PELAKSANAAN TINDAKAN ORAL HYGIENE
PADA PASIEN DI RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Analisis Jurnal ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan analisis jurnal
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan Analisis Jurnal ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki Analisis Jurnal ini.
Akhir kata kami berharap semoga Analisis Jurnal ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak.

Gorontalo, Oktober 2021


   

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Tujuan....................................................................................................... 3
1.3 Manfaat..................................................................................................... 3
BAB II METODE DAN TINJAUAN TEORITIS.......................................... 5
2.1 Metode Pencarian..................................................................................... 5
2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis............................................................ 5
A. Intensive Care Unit (ICU).................................................................. 5
B. Cedera Otak berat (COB)................................................................... 6
C. Oral Hygiene....................................................................................... 13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 15
3.1 Hasil........................................................................................................ 15
3.2 Pembahasan............................................................................................. 18
3.3 Implikasi Keperawatan............................................................................ 20
BAB IV PENUTUP............................................................................................ 21
4.1 Kesimpulan............................................................................................ 21
4.2 Saran....................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 22

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri

(instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf dan perlengkapan khusus yang

ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit,

cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa (Kepmenkes, 2010). Salah

satu peralatan standar di ICU adalah ventilasi mekanik yang digunakan untuk

menunjang kebutuhan napas pasien melalui Endotracheal Tube (ETT) atau

trakheostomi (Elliot et al., 2007).

Terpasangnya ETT akan menjadi jalan masuknya bakteri secara langsung

menuju saluran pernapasan bagian bawah yang menyebabkan terjadinya penurunan

kemampuan tubuh untuk menyaring dan menghangatkan udara.Selain itu, refleks

batuk sering ditekan atau dikurangi dengan adanya pemasangan ETT, dan gangguan

pada pertahanan silia mukosa pada saat intubasi dilakukan, sehingga akan menjadi

tempat bakteri untuk berkolonisasi di trakea. Keadaan tersebut akan mengakibatkan

peningkatan produksi dan sekresi sekret yang kemudian akan tergenang dan menjadi

media untuk pertumbuhan bakteri maka di perlkan tindakan oral hygiene. (Agustyn,

2007 dalam Rahman et al., 2011)

Oral hygiene merupakan salah satu bentuk dari kebersihan diri. Oral hygiene

dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan gigi

dapat terjadi karena kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Secara ilmiah

i
mulut akan melakukan pembersihan yang dilakukan oleh lidah dan air liur, tetapi

apabila lidah dan air liur tidak dapat bekerja dengan semestinya akan menimbulkan

terjadinya infeksi pada rongga mulut (Bouwhuizen, 2006). Oral hygiene merupakan

salah satu bentuk dari kebersihan diri. Oral hygiene dalam kesehatan gigi dan mulut

sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan gigi dapat terjadi karena kurangnya

menjaga kebersihan gigi dan mulut. Secara ilmiah mulut akan melakukan

pembersihan yang dilakukan oleh lidah dan air liur, tetapi apabila lidah dan air liur

tidak dapat bekerja dengan semestinya akan menimbulkan terjadinya infeksi pada

rongga mulut (Bouwhuizen, 2006).

Oral hygiene merupakan tindakan yang mutlak dilakukan oleh perawat untuk

menjaga mulut agar terhindar dari infeksi, membersihkan, dan menyegarkan mulut.

Dampak jika tidak dilakukan oral hygiene akan muncul infeksi akut berupa

peningkatan panas tubuh, pembengkakan pada daerah infeksi, kelemahan, sakit

menelan, kemerahan dan tidak dapat membuka mulut. Infeksi pada rongga mulut

dapat disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk, ulkus pada mulut, kerusakan

gigi, gingivitis (Roeslan, 2012). Selain itu oral hygiene juga mampu mengurangi

jumlah mikroorganisme dan pengumpulan organisme yang mengalami translokasi

serta kolonisasi di dalam mulut (Grap et al, 2005).

Pemilihan alat dalam oral hygiene ada beberapa yaitu bisa menggunakan

kapas, cairan chlorhexidine dan madu sebagai pelmbab bibir serta bisa menggunakan

antimikroba hexadol gargle (hexetidine) merupakan pendekatan alternatif untuk

dekontaminasi orofaring. Sifat antibakteri hexetidine memilikispektrum luas terhadap

i
aktivitas mikroorganisme bakteri gram positif, bakteri gram negative dan jamur

seperti Candida albicans, Aspergillus niger, Baciillus subtilis, Escherichia coli,

termasuk jenis kuman patogen multiresisten seperti Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermitis dan Pseudomonasaeruginosa (Rowe, 2009). Penelitian

yang dilakukan oleh Aoun (2015) menghasilkan bahwa larutan hexetidine efektif

untuk mengurangi jumlah koloni candida albicans didalam mulut sebesar 80% setelah

digunakan sebagai oral hygiene selama 8 jam sekali dalam 4 hari berturut-turut.

Sebelumnya, penelitian oleh Aznita (2009) juga membuktikan bahwa larutan

hexetidine yang digunakan untuk oral hygiene sangat bermanfaat untuk mengurangi

koloni bakteri dalam mulut.

1.2 Tujuan

Untuk menganalisis jurnal tentang “Pelaksanaan tindakan oral hygiene pada


pasien di ruangan intensive care unit (ICU)’’

1.3 Manfaat

A. Manfaat Praktis

1. Bagi program Studi Ners

Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi, teori

dan bahan bacaan tentang “Pelaksanaan tindakan oral hygiene pada

pasien di ruangan intensive care unit (ICU)’’

2. Bagi Perawat

i
Dapat memberikan suatu alternatif untuk dapat dijadikan sebagai

bahan masukan bagi perawat dalam melakukan intervensi. “Pelaksanaan

tindakan oral hygiene pada pasien di ruangan intensive care unit (ICU)’’

3. Bagi rumah sakit

Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi

rumah sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai intervensi

“Pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien di ruangan intensive care

unit (ICU)’’.

B. Manfaat Teoritis

1. Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikan suatu pengetahuan

tentang “Pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien di ruangan

intensive care unit (ICU).

2. Diharapkan bisa menjadi konstribusi yang baik bagi dunia ilmu

pengetahuan pada umumnya dan juga bisa memberikan ilmu khusus bagi

keperawatan.

i
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi

ilmiah tahun 2017 – 2021 dengan penelusuran menggunakan data based Google

cendekia/scholar.

2.2 Konsep Tentang Tinjauan Teoritis

A. Definisi Intensive Care Unit (ICU)

1) Definisi

Definisi Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit

yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang

khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,

perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau

penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam

nyawa dengan prognosis dubia (Kemenkes, 2010).

Intensive Care Unit adalah ruang perawatan dan pengobatan pasien

dengan tingkat kekritisan tertentu (Kemenkes, 2012).

i
1) Fasilitas ini menyediakan keahlian pengobatan klinis lebih intensif,

dengan sumber daya teknologi dan pengobatan yang lebih

terkordinasi terhadap pasien.

2) Profil Infrastruktur, peralatan, staf yang klinis dapat memberikan

perhatian dan intervensi pengobatan secara kompleks termasuk

dukungan secara fisiologi dan psikososial terhadap pasien.

ICU menyediakan kemampuan sarana dan prasarana serta peralatan khusus

untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik,

perawat, dan staf yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

ICU juga dikenal sebagai Intensive Therapy Unit (I.T.U), dalam menangani beragam

tipe penyakit (Stahmeyer, 2017).

2) Zonasi

Zonasi fungsi pada Intensive Care Unit dibagi menjadi (Kemenkes, 2012):

a. Daerah steril yang terdiri dari ruang perawatan ICU / ICCU, nurse station

terutama bagian yang langsung berkaitan dengan keperawatan.

b. Daerah non steril / ruangan umum yang tidak berkaitan langsung dengan

perawatan intensif, terdiri dari fungsi-fungsi penunjang baik medik

maupun non medik.

3) Fungsi

Fungsi utama ruang ICU (Kemenkes, 2012):

i
a. Melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan potensi

reversible life thretening organ dysfunction.

b. Mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi

yang kompleks atau prosedur intervensi dan resiko tinggi. Komponen

spesifik ICU (Kemenkes, 2012):

a) Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis

b) Desain ruangan dan sarana yang khusus

c) Peralatan berteknologi tinggi

d) Pelayanan dilakukan oleh staf yang profesional dan

berpengalaman

4) Ruang Lingkup Pelayanan ICU

Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut

(Kemenkes, 2012):

a) DiagnosisAdan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang

mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit

sampai beberapa hari.

b) Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan

pelaksanaan spesifik problema dasar.

c) Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi

yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik.

i
d) Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat

tergantung pada alat mesin dan orang lain.

B. Cedera Kepala Berat

1) Definisi

Cedera kepala atau trauma kapitisadalah suatu gangguan trauma dari

otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2015). Cedera kepala adalah

suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak

yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada

kepala (Suriadi dan Yuliani, 2013).

Menurut Brain Injury Assosiation of America (2012), cedera kepala

adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang

dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan

kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

i
2) Klasifikasi

Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai

berikut:

a. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi

kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut

kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio

atau temotom (sekitar 55% ).

b. Cedera kepala kepala sedang (CKS) jika GCS antara 9-12, hilang

kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami

fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

c. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari

24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina

atau edema.

Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala

sebagai berikut

a) Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada

merusak tulang tengkorak.

b) Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan

disertai edema cerebra.

3) Etiologi

i
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala

meliputi trauma olehbenda/ serpihan tulang yang menembus jaringan

otak, efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek

percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu

dapat disebabkan oleh Keceakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan

(NINDS,2013).

4) Tanda dan Gejala

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis

dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat ringan,

dan morfologi.

a. Mekanisme cedera kepala

Cedera kepala secara luas dapat dibagi atas cedera kepala

tertutup dan cedera kepala terbuka. Cedera kepala tertutup biasanya

berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena

pukulan benda tumpul. Sedangkan cedera tembus disebabkan oleh

luka tembak atau tusukan.

b. Beratnya cedera kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan suatu komponen

untuk mengukur secara klinisberatnya cedera otak. Glasgow Coma

Scale meliputi 3 kategori yaitu respon membuka mata, respon verbal,

i
dan respon motorik. Skor ditentukan oleh jumlah skor dimasing

-masing 3 kategori, dengan skor maksimum 15 dan skor minimum 3

ialah sebagai berikut:

a) Nilai GCS kurang dari 8 didefinisikan sebagai cedera kepala berat.

Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia > 24 jam, juga meliputi

kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

b) Nilai GCS 9 – 12 didefinisikan sebagai cedera kepala sedang.

Kehilangan kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi kurang dari

24 jam dan dapat mengalami fraktur tengkorak.

c) Nilai GCS 13 – 15 didefinisikan sebagai cedera kepala ringan (D.

Jong, 2010).

C. Oral Hygien

Oral hygiene merupakan salah satu bentuk dari kebersihan diri. Oral hygiene

dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan

gigi dapat terjadi karena kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Secara

ilmiah mulut akan melakukan pembersihan yang dilakukan oleh lidah dan air

liur, tetapi apabila lidah dan air liur tidak dapat bekerja dengan semestinya akan

menimbulkan terjadinya infeksi pada rongga mulut (Bouwhuizen, 2006). Oral

hygiene merupakan salah satu bentuk dari kebersihan diri. Oral hygiene dalam

kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan gigi

i
dapat terjadi karena kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Secara ilmiah

mulut akan melakukan pembersihan yang dilakukan oleh lidah dan air liur, tetapi

apabila lidah dan air liur tidak dapat bekerja dengan semestinya akan

menimbulkan terjadinya infeksi pada rongga mulut (Bouwhuizen, 2006).

Oral hygiene merupakan tindakan yang mutlak dilakukan oleh perawat untuk

menjaga mulut agar terhindar dari infeksi, membersihkan, dan menyegarkan

mulut. Dampak jika tidak dilakukan oral hygiene akan muncul infeksi akut

berupa peningkatan panas tubuh, pembengkakan pada daerah infeksi, kelemahan,

sakit menelan, kemerahan dan tidak dapat membuka mulut. Infeksi pada rongga

mulut dapat disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk, ulkus pada mulut,

kerusakan gigi, gingivitis (Roeslan, 2012). Selain itu oral hygiene juga mampu

mengurangi jumlah mikroorganisme dan pengumpulan organisme yang

mengalami translokasi serta kolonisasi di dalam mulut (Grap et al, 2005).

Pemilihan alat dalam oral hygiene ada beberapa yaitu bisa menggunakan

kapas, cairan chlorhexidine dan madu sebagai pelmbab bibir serta bisa

menggunakan antimikroba hexadol gargle (hexetidine) merupakan pendekatan

alternatif untuk dekontaminasi orofaring. Sifat antibakteri hexetidine

memilikispektrum luas terhadap aktivitas mikroorganisme bakteri gram positif,

bakteri gram negative dan jamur seperti Candida albicans, Aspergillus niger,

Baciillus subtilis, Escherichia coli, termasuk jenis kuman patogen multiresisten

seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermitis dan

Pseudomonasaeruginosa (Rowe, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Aoun

i
(2015) menghasilkan bahwa larutan hexetidine efektif untuk mengurangi jumlah

koloni candida albicans didalam mulut sebesar 80% setelah digunakan sebagai

oral hygiene selama 8 jam sekali dalam 4 hari berturut-turut. Sebelumnya,

penelitian oleh Aznita (2009) juga membuktikan bahwa larutan hexetidine yang

digunakan untuk oral hygiene sangat bermanfaat untuk mengurangi koloni

bakteri dalam mulut.

i
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil

Author/Tahu Judul Metode Hasil Penelitian


n
Setianingsih, Gambaran pelaksanaan tindakan Desain penelitian ini menggunakan Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh,
Febi oral hygiene pada pasien di deskr iptif sejumlah 35 responden bahwa, setelah dilakukan pelaksanaan tindakan
Riandhyanita, ruangan intensive care (ICU) yaitu perawat yang bekerja diruang perawatan oral hygiene dalam kategori kurang
Ahmad Intensive Care Unit (ICU) RSUD dr. sebanyak 21 responden (60,0%). Hal tersebut
Asyrofi, 2017 M. Asharidan RSUD Dr. H. dipengaruhi oleh ketidak seimbangan antara rasio
Soewondo Kendal menggunakan perawat dengan pasien, fasilitas dalam
teknik total sampling. Alat yang pelaksanaan oral hygiene masih belum memadai,
digunakan adala hkuesioner dan perawat juga belum memahami sepenuhnya
pelaksanaan tinda kan oral hygiene bagaimana pelaksanaan oral hygiene yang sesuai
dengan 12 item pernyatan dengan standar operasional prosedur.
menggunakan skalalikert.

Amat Pengaruh oral hygiene Penelitian menggunakan rancangan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan rata-rata
Tohirin ,Mona menggunakan Hexadol gargle Pre-Eksperimental dengan desain skor CPIS sebelum pelaksanaan oral hygiene
Saparwati, Siti dalam meminimalkan kejadian One Group Pretest–posttest Design. dengan menggunakan hexadol gargle adalah 3,2
Haryani 2019 ventilator associated pneumonia Penelitian dilakukan di ICU RSUD kemudian rata-rata skor CPIS sesudah
(VAP) di ruangan ICU RSUD Tugurejo Semarang. Pengambilan pelaksanaan oral hygiene dengan menggunakan
Tugurejo Semarang sampel dilakukan secara consecutive hexadol gargle adalah 1,6. Hasil penelitian
sampling sejumlah 15 responden. menunjukkan Ada pengaruh yang barmakna
Kriteria inklusi sampel adalah antara kejadian Ventilator Associated Pneumonia
pasien usia 25 tahun sampai 60 (VAP) sebelum dan sesudah oral hygiene
tahun. menggunakan hexadol gargle di ICU RSUD
Tugurejo Semarang, dengan nilai p value adalah

i
0,003 (p < 0,05).
Agus Purnama, Perbandingan efektivitas oral Pada penelitian ini, peneliti Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Raushan Fikri, hygiene menggunakan Enzim menggunakan rancangan Control berdasarkan karakteristik usia responden yang
2020 Lactoperoxidase dengan Group Pretest-Posttest.Jenis mengalami kejadian VAP paling banyak pada
Chlorhexidine dalam pencegahan penelitian adalah quasi eksperimen. usia lansia awal (45-55) tahun .Berdasarkan
VAP di ICU RS X Sedangkan data yang digunakan karakteristik jenis kelamin, responden yang
berupa data primer dengan teknik mengalami kejadian VAP seimbang antara laki-
pengumpulan data menggunakan laki (50%) dan perempuan (50%).Oral hygiene
lembar observasi CPIS. Populasi tidak ada perbedaan yang signifikan antara oral
pada penelitian ini adalah Pasien Hygiene dengan menggunakan Enzym
ICU RS X yang terpasang Ventilator Lactoperoxide dan Chlorhexidine dalam
selama 3 bulan mulai dari 15 pencegahan VAP.
Nopember 2018 sampaidengan 15
Januari 2019.
Nur Rizki Implementasi Oral Care Hygiene Implementasi dilakukan dengan Berdasarkan hasil analisis data dan tujuan dalam
Amalia Shidiq, untuk Mengurangi Risiko menggunakan metode case study. penelitian ini, didapatkan bahwa oral care
Sidik Ventilator Associated Pneumonia Implementasi dibagi menjadi dua hygiene dengan panduan Beck Oral Assessment
Awaludin, Aji (VAP) di Ruang Intensive Care kelompok, yaitu kelompok kontrol Scale (BOAS) dapat digunakan untuk
Kurniawan, Unit (ICU) Rumah Sakit Prof. dan intervensi. Masing-masing mengurangi risiko terjadinya Ventilator
2021 Dr. Margono Soekarjo: Case kelompok dilakukan kepada lima Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang
Study pasien. Waktu pelaksanaan terintubasi.
implementasi dimulai dari tanggal
15-20 Juli 2019 di Ruang ICU
RumaSakit Prof. Dr. Margono
Soekarjo. Kriteria pasien yang
dijadikan responden memiliki usia
lebih dari 17 tahun, terintubasi
secara oral dengan penggunaan
ventilasi mekanik, tanda-tanda vital

i
stabil serta tidak memiliki edentulos.

i
3.2 Pembahasan

Oral hygiene merupakan salah satu bentuk dari kebersihan diri. Oral hygiene dalam

kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan gigi dapat terjadi

karena kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Secara ilmiah mulut akan melakukan

pembersihan yang dilakukan oleh lidah dan air liur, tetapi apabila lidah dan air liur tidak

dapat bekerja dengan semestinya akan menimbulkan terjadinya infeksi pada rongga mulut

(Bouwhuizen, 2006 dalam satianingsih dkk, 2017) Oral hygiene merupakan salah satu

tindakan keperawatan yang diperlukan agar kondisi rongga mulut tetap bersih dan segar

sehingga terhindar dari infeksi. Tindakan perawatan oral hygiene merupakan salah satu

tindakan yang tepat dilakukan oleh seorang perawat untuk mencegah kejadian VAP. Hal ini

dikarenakan oral hygiene dapat menyegarkan, membersihkan dan menjaga mulut tetap

terhindar dari infeksi kuman. (Perry & Potter, 2009 dalam Satianingsih dkk, 2017).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Setianingsih, Febi Riandhyanita, Ahmad

Asyrofi, 2017 yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pelaksanaan Tindakan Oral

Hygiene Pada Pasien Di Ruangan Intensive Care (ICU) di RSUD dr. M. Asharidan RSUD

Dr. H. Soewondo dengan sampel penelitian sebanyak 21 responden. Adanya

ketidakseimbangan antara rasio perawat dengan pasien, fasilitas dalam pelaksanaan oral

hygiene masih belum memadai, dan perawat juga belum memahami sepenuhnya bagaimana

pelaksanaan oral hygiene yang sesuai dengan standar operasional prosedur.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Amat Tohirin ,Mona Saparwati, Siti Haryani

2019 yang bertujuan untuk mengetahui Implementasi Oral Care Hygiene Untuk Mengurangi

Risiko Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah

Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo: Case Study di ICU RSUD Tugurejo Semarang dengan

i
sampel penelitian sebanyak 15 responden. Hasil penelitian menunjukkan Ada pengaruh yang

barmakna antara kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) sebelum dan sesudah

oral hygiene menggunakan hexadol gargle di ICU RSUD Tugurejo Semarang Larutan

hexetidine yang digunakan untuk oral hygiene sangat bermanfaat untuk mengurangi koloni

bakteri dalam mulut. Hexetidine mengikat protein mukosa mulut sehingga dapat

menguntungkan bila digunakan sebagai antibakteri. Hexetidine juga dapat memperpanjang

efek antibakteri karena adanya ikatan dengan protein mukosa. Ikatan protein tersebut

menghambatmetabolisme mikroorganisme yang berada pada permukaan mukosa dan plak.

Ikatan dengan mukosa dan plak ini terjadi selama 7 jam setelah kumur (Rowe, 2009 dalam

Amat Tohirin, 2019).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Agus Purnama, Raushan Fikri, 2020 yang

bertujuan untuk mengetahui Perbandingan Efektivitas Oral Hygiene Menggunakan Enzim

Lactoperoxidase Dengan Chlorhexidine Dalam Pencegahan VAP di ICU RS X dengan

sampel penelitian yaitu Populasi pada penelitian ini adalah Pasien ICU RS X yang terpasang

Ventilator selama 3 bulan mulai dari 15 Nopember 2018 sampaidengan 15 Januari 2019.

Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara oral Hygiene dengan

menggunakan Enzym Lactoperoxide dan Chlorhexidine dalam pencegahan VAP di RS X.

Penggunaan zat enzim seperti Lactoperoxidase memproduksi oksidan kuat dari mekanisme

pertahanan nonimmune terhadap bakteri patogen, jamur, atau parasit yang membuat

penggunaan enzim-enzim tersebut lebih praktis. Reaksi enzimatik yang melibatkan

peroksidase bersifat kompleks dan berbagai molekul dapat menambah atau mengurangi

secara drastis aktivitas bakteri

i
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nur Rizki Amalia Shidiq, Sidik Awaludin, Aji

Kurniawan, 2021 yang bertujuan untuk mengetahui Implementasi Oral Care Hygiene untuk

Mengurangi Risiko Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di Ruang Intensive Care Unit

(ICU) Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo: Case Study dengan sampel penelitian yaitu

sebanyak 10 orang. Hasil penelitian menunjukan oral care hygiene dengan panduan Beck

Oral Assessment Scale (BOAS) dapat digunakan untuk mengurangi risiko terjadinya

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terintubasi. Pemantauan terkait

kebersihan keadaan mukosa oral masih jarang dilakukan di Ruang ICU. Penggunaan cairan

chlorhexidine dalam proses perawatan mulut efektif untuk menghilangkan plak gigi secara

berkala. Penurunan nilai BOAS menunjukkan bahwa kondisi kelima area dalam masing

masin penilaian BOAS pasien membaik dan mengurangi kolonisasi bakteria pada mulut

pasien perawatan mulut efektif untuk mengurangi kolonisasi bakteri dalam plak gigi serta

mencegah dan mengobati peradangan yang apabila terjadi pada gusi pasien.

3.3 Implikasi Keperawatan


Provesi Keperawatan : menyajikan suatu lingkup praktik keperawatan yang profesional
Klien : menjaga kebersihan dan kesehatan mulut klien serta mengedukasi
keluarga untuk berpartisipasi secara aktif dalam perawatan kebersihan
mulut klien
Perawat :
1. meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan
meningkatkan perkembangan profesionalisme.
2. meningkatkan hubungan antara perawat dengan
klien
3. meningkatkan suatu pengembangan dan kreatifitas
dalam penyelesaian masalah klien

i
DAFTAR PUSTAKA

Setianingsih, F. R. (2017). GAMBARAN PELAKSANAAN TINDAKAN ORAL


HYGIENE PADA PASIEN DI. JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 2, Hal 48-53,
November 2017 , 48-53

Diah Tika Anggraeni, M. D. (2020). STUDI LITERATUR: UPDATE


PELAKSANAAN ORAL CARE PADA PASIEN YANG. Jurnal Keperawatan
Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020 , 4, 9-20

Nur Rizki Amalia Shidiq, S. A. (2021). Implementasi Oral Care Hygiene untuk
Mengurangi Risiko Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di Ruang Intensive Care
Unit (ICU) Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo: Case Study. Jurnal of
Bionursing , 3, 113-121

Amat Tohirin, M. S. (2019). PENGARUH ORAL HYGIENE MENGGUNAKAN


HEXADOL GARGLE DALAM MEMINIMALKAN KEJADIAN
VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI RUANG ICU
RSUD TUGUREJO SEMARANG. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus , 3, 9-103.

Agus Purnama, R. F. (2020). PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ORAL HYGIENE


MENGGUNAKAN ENZYM LACTOPEROXIDASE DENGAN
CHLORHEXIDINE DALAM PENCEGAHAN VAP DI ICU RS X.
JURNAL SURYA MUDA, 2(1), 2020 , 2, 54-64.

Anda mungkin juga menyukai