Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. W DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN


ABSES PEDIS SINISTRA DI RUANG
PENYAKIT BEDAH (RPU 4) RUMAH SAKIT UMUM
KUNINGAN MEDIKAL CENTER

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medical Bedah
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Oleh
Kelompok 4 :

1. Adie Mulyadi JNR0200123 8. Mega Amalinda JNR0200045


2. Asep Maulana H JNR0200002 9. Nopi Mardiatul F JNR0200056
3. Cucu Winarsih JNR0200007 10. Risma Diana JNR0200070
4. Euis Suanti JNR0200019 11. Siti Aminah JNR0200079
5. Ian Andriana JNR0200026 12. Virna Fransisca D JNR0200088
6. Ika Sri Kartika JNR0200029 13. Wasiq Fahmi A JNR0200090
7. Linda Karlinda JNR0200084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena berkat rahmat dan kasih-Nya Penyusun dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Klinik Profesi Ners Stase Keperawatan Medical Bedah di
Rumah Sakit Umum Kuningan Medikal Center tepat pada waktunya.
Tujuan dari Praktik ini adalah diharapkan agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan konsep dan teori yang telah didapatkannya di akademik
untuk mencapai kompetensi pada aspek keterampilan dan psikomotor mata
kuliah Departemen Keperawatan Medical Bedah.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini dapat disusun dan
diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak dr. Ode Aman Suhati, MMRS selaku Direktur Rumah Sakit
Umum Kuningan Medikal Center
2. Ibu Sintiani Sara Nurmesta, S.Kep.,Ners selaku Kepala Bidang
Keperawatan Rumah Sakit Umum Kuningan Medikal Center
3. Ibu Aat Sukanah, Amd. Kep selaku Kepala Seksi Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Kuningan Medikal Center
4. Ibu Uung, Amd. Kep selaku CI Ruang Perawatan Umum 4 Rumah
Sakit Umum Kuningan Medikal Center
5. Ibu Lia Mulyati, S. Kep., Ners., M. Kep selaku Koordinator Stase
Keperawatan Medical Bedah Profesi Ners STIKes Kuningan.

Semoga kegiatan Praktek ini dapat menjadi pengalaman yang paling


berharga bagi mahasiswa dan dapat dijadikan bahan evaluasi apabila
terdapat kekurangan didalamnya.

Kuningan, Juni 2021

Penyusun
Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan Praktik ............................................................................................. 2
C. Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit Abses .................................................................... 4
1. Pengertian Abses.................................................................................... 4
2. Anatomi Fisiologi Sistem Integumen.................................................... 5
3. Etiologi Abses........................................................................................ 7
4. Manifestasi Klinis Abses....................................................................... 7
5. Patofisiologi dan Pathway Abses........................................................... 8
6. Pemeriksaan Penunjang Abses............................................................... 11
7. Penatalaksanaan Abses.......................................................................... 11
8. Komplikasi Abses.................................................................................. 11
B. Konsep Asuhan Keperawatan Abses........................................................... 12
1. Pengkajian ............................................................................................. 12
2. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 14
3. Intervensi Keperawatan ......................................................................... 15
4. Implementasi Keperawatan ................................................................... 24
5. Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 24
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
A. Pengkajian ................................................................................................... 25
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 36
C. Intervensi Keperawatan ............................................................................... 38
D. Implementasi Keperawatan ......................................................................... 46
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................................. 52
BAB VI PENUTUP ................................................................................................. 58
A. Kesimpulan.................................................................................................. 58
B. Saran ............................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 60
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi. Tingkat prevalensi
penyakit infeksi di Indonesia masih tergolong tinggi dan menjadi suatu
masalah kesehatan di Indonesia (Adila et al., 2013). Penyakit infeksi ini
dapat terjadi dan berkembang di bagian tubuh mana saja. yang sebagian
besar dapat menghasilkan nanah serta dapat berlanjut menjadi penyakit
saluran pencernaan (diare) yang kerap kali mengganggu masyarakat
(Jawetz et al., 2012).
Abses adalah pengumpulan nanah (nefrotik yang telah mati) yang
terkumulasi disebuah kapitas jaringan karena adanya proses infeksi
(Ardianto, 2014). Abses adalah penumpukan di dalam rongga di bagian
tubuh setelah terinfeksi bakteri. Nanah adalah cairan yang mengandung
banyak protein dan sel darah putih yang telah mati. Nanah berwarna
putih kekuningan (Craft, 2012; James et al, 2016).
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang
kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena
fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil (Harrison, 2015).
Abses terjadi karena adanya proses infeksi atau biasanya oleh bakteri
atau parasit atau karena adanya benda asing, misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik (Siregar, 2014). Penyebab abses biasanya
kokus pyogen, yaitu Staphylococcu aureus, walaupun bisa disebabkan
oleh bakteri lain, parasite, atau benda asing (Craft, 2012).
Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk kokus dan bersifat
gram positif, tersebar luas di alam da nada yang hidup sebagai flora
normal pada manusia yang terdapat di aksila, daerah inguinal dan
perineal, dan lubang hidung bagian anterior. Sekitar 25-30% manusia
membawa Staphylococcus aureus didalam rongga hidung dan kulitnya
(Soedarto, 2014).

1
Tanda dan gejala suatu abses berupa nyeri , nyeri tekan, teraba hangat ,
pembengkakan, kemerahan, demam dan hilangnya fungsi (Smaltzer &
Bare, 2015. Sedangkan Lewis, S.M et al (2014) mengemukakan bahwa
menifestasi klinis pada abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan
kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses.
Abses luka biasanya membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah, debridement dan kuratase (Marison, 2003 dalam
Nurarif & Kusuma, 2013). Apabila menimbulkan resiko tinggi,
tindakan pembedahan dapat ditunda. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses.
Pada tahun 2005, di Amerika Serikat, 3,2 juta orang pergi ke
depertemen darurat dengan abses. Sedangkan di Australia sekitar
13.000 orang dirawat di rumah sakit pada tahun 2008 dengan kondisi
ini (Vaska & Taira, 2009). Di Indonesia abes kulit termasuk dalam
kategori pioderma, yang menempati urutan empat besar jumlah
kunjungan rawat jalan menurut data dari Departemen Kesehatan pada
tahun 2018. Berdasarkan hasil observasi di RSU Kuningan Medical
Center tepatnya di Ruangan Perawatan Umum 4 didapatkan kasus
terbanyak yaitu Abses. Maka disini kelompok tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan Abses.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem integumen akibat abses pedis.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian Abses
2. Untuk mengetahui anatomi Fisiologi Sistem Integumen
3. Untuk mengetahui etiologi Abses
4. Untuk mengetahui manifestasi Klinis Abses

2
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan Pathway Abses
6. Untuk mengetahui pemeriksaan Penunjang Abses
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Abses
8. Untuk mengetahui komplikasi Abses
9. Untuk mengetahui bagaimana konsep Asuhan Keperawatan
Abses
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Laporan ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan Keperawatan khususnya di
bidang Keperawatan Medical Bedah yang berkaitan dengan
gangguan sistem integumen.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pelayanan kesehatan
Laporan ini dapat memberikan informasi bagi tenaga
kesehatan yang ada di RSU Kuningan Medikal Center mengenai
penyakit Abses Pedis Sinistra.
b. Bagi pasien dan keluarga
Laporan ini dapat dijadikan sebagai panduan informasi
tambahan mengenai penyakit Abses Pedis Sinistra.
c. Bagi institusi pendidikan
Laporan ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan di
perpustakaan dan dapat menjadi data awal untuk
mengembangkan informasi tentang penyakit gangguan sistem
endokrin khususnya Abses Pedis Sinistra.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Abses Pedis


1. Pengertian Abses
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan
pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik). Sedangkan menurut
(Dongoes, 2010).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai
akibat dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah
merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel
darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik
(Morison, 2003 dalam Nurarif & Kusuma, 2013).
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah
(netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas
jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau
parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan
infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar,
2014).
Pedis adalah anggota badan yang menopang tubuh dan
dipakai untuk berjalan (dari pangkal paha ke bawah)
(Mansjoer,2017).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan abses pedis adalah
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena
adanya benda asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik)
dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh enzim autolitik yang timbul di kaki.

4
2. Anatomi Fisiologi Sistem Integumen
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, dan menginformasikan kita dari lingkungan sekitar.
Sistem ini seringkali merupakan bagian dari sistem organ terbesar
yang mencakup kulit, rambut, kuku, kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan kelenjar susu. Sistem integumen mampu memperbaiki
dirinya sendiri apabila terjadi kerusakan yang tidak terlalu parah
(self-repairing) dan mekanisme pertahanan tubuh pertama
(pembatas antara lingkungan luar tubuh dengan dalam tubuh).
Lapisan kulit dibagi menjadi 3 lapisan yakni epidermis, dermis dan
subkutis (hipodermis) (Andriyani, Triana & Juliarti, 2015).

a. Struktur Anatomi Kulit


Kulit terdiri dari 3 lapisan utama yakni:
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada setiap bagian tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 mm misalnya pada telapak
tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1
mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel
epidermis disebut keratinosit, epidermis melekat erat pada
dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-
zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes

5
melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis
(Andriyani, Triana & Juliarti, 2015).
Epidermis tersusun dari beberapa lapisan seperti
keratinocytes, melanocytes, sel langerhans, lymphocytes dan
sel merkel (Standring, et al. 2016).

2. Dermis
Dibawah epidermis terdapat lapisan dermis dimana
merupakan jaringan iregular yang menghubungkan serat-
serat kolagen dan terdiri dari lapisan elastis yang terbentuk
dari glycosaminoglycans, glicoprotein dan cairan. Dermis
juga mengandung saraf, pembuluh darah, jaringan
lymphatics dan epidermal. Manfaat dari dermis yakni
mempertahankan keelastisan kulit dengan mengatur jaringan
kolagen dan lapisan elastisnya. Dermis tersusun dari 2
lapisan yakni lapisan papilari (membuat mekanisme
anchorage, mendukung metabolisme dan mempertahankan
kerusakan pada epidermis, juga menjaga sistem saraf dan
pembuluh darah), dan lapisan retikular (menentukan bentuk
dari kulit) (Standring, et al. 2016).

6
3. Hipodermis
Lapisan terakhir yakni hipodermis yang merupakan
lapisan penghubung beberapa jaringan yang tebal yang
berhubungan dengan lapisan terakhir dari dermis. Jaringan
adiposa yang biasannya terletak antara dermis dan otot-otot
pada tubuh (Standring, et al. 2016).
3. Etiologi Abses
Menurut Siregar (2014) abses dapat disebabkan karena adanya:
a. Infeksi mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses
radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel
dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan
eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara
spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin
yang ada hubungannya dengan dinding sel.
b. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons
imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya
reaksi imun yang akan merusak jaringan.
c. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat
melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau
dingin yang berlebih (frosbite).
d. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan,
asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan
memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen
penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang
mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
4. Manifestasi Klinis Abses
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk di kaki.

7
Menurut Smeltzer & Bare (2015), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya
bisa berupa:
a. Nyeri akut
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengakakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan
akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam
tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih
besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan
massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses , dan
lembut.
a. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses
sehingga Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara
spontan akan terbuka (pecah).
b. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan.
Infeksi dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke
aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda
mungkin mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam
mungkin lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
5. Patofisiologi dan Pathway Abses
a. Patofisiologi
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian
lain tubuh. Organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal
yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin
tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang

8
menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih
(leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah
setempat. Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya
dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses
sebagai upaya untuk mencegah pus menginfeksi struktur lain di
sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses enkapsulasi
tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk
menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda
asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat dalam
pus.Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema
mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah ada
sebelumnya secara normal, sedangkan abses mengacu pada
akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui
proses terjadinya abses tersebut.
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi
akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam
jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati
dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-
sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih
akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk
nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah
ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses
pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh
maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi
abses ( Price, 2015 ).

9
b. Pathway

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus streptococus mutans)

mengeluarkan enzim hyaluronidase dn enzim koagilase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

jaringan rusak/ mati/ nekrosis

media bakteri yang baik

jaringan infeksi

Peradangan sel darah putih mati

Demam jaringan menjadi abses dan berisi PUS Pembedahan

Hipertermia Pecah Luka insisi


(pre operasi)
Reaksi peradangan Kerusakan Integritas kulit Nyeri (Post operasi)
(Rubor, kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesa)
Risiko Penyebaran Infeksi
Nyeri (Pre Operasi) (pre dan post operasi)

(Sumber: Hardjatmo Tjokro Negoro, PDH dan Hendra Utama, 2001)

10
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan
peningkatan sel darah putih (leukosit) yang diakibatkan oleh
terjadinnya inflamasi atau infeksi pada skrotum.
b. Selain itu dapat dilakukan Kultur urin dan pewarnaan gram
untuk mengetahui kuman penyebab infeksi.
c. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
d. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada
penderita
e. Pemeriksaan pencitraan USG, CT, Scan, atau MRI dan rongsen
dilakukan untuk menentukan lokasi dan ukuran abes
7. Penatalaksanaan Medik
Perawatan yang paling penting dari abses adalah insisi dan
drainase. Penggunaan antibiotik setelah insisi dan drainase hanya
dianjurkan jika lesi parah atau berhubungan dengan selulitis, ada
tanda – tanda penyakit sistemik, ada faktor komorbiditas atau
penurunan kekebalan, pasien sangat muda atau sangat tua, abses
berada di lokasi tubuh yang sulit untuk dikeringkan, ada kaitan
dengan septic phlebitis, atau tidak ada respon terhadap insisi dan
drainase (Holtzman et al., 2013 dalam Afif Nurul, dkk 2019).
Antibiotik yang bisa digunakan untuk terapi abses adalah :
a. Dicloxacillin 250 – 500 sehari
b. Clindamycin 300 – 450 mg 3 kali sehari
c. Doxycyline 100mg 2 kali sehari
d. Minocycline 50 – 100mg 2 kali sehari dan
e. Trimethroprim-sulfamethoxazole (TMX-SMX) 160/800mg dua
kali
8. Komplikasi
Jika infeksi bisa terlokalisir oleh dinding abses, biasanya
infeksi tidak menyebar. Dalam beberapa kasus, infeksi yang dimulai
di dalam abses kulit dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya dan

11
diseluruh tubuh, yang menyebabkan komplikasi serius. Beberapa
abses baru dapat mati akibat infeksi, yang menyebabkan gangrene.
Ketika infeksi menyebar secara internal di dalam tubuh dapat
menyebabkan endokarditis yang berakibat fatal jika tidak ditangani
sejak dini. Infeksi juga bisa menyebar ke tulang menyebabkan
osteomielitis. Dalam beberapa kasus, bakteri penyebab abses dapat
menyebabkan sepsis (Caft, 2012 dalam Afif Nurul, dkk 2019 ).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Abses Pedis


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2009).
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2001), pada pengkajian
keperawatan, khususnya sistem integumen, kulit bisa memberikan
sejumlah informasi mengenai status kesehatan seseorang. Pada
pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki, kulit
merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh pemeriksaan bila
bagian tubuh yang spesifik diperiksa. Pemeriksaan spesifik mencakup
warna, turgor, suhu, kelembapan dan lesi atau parut. Hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Data awal:
Identitas klien: nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan dan
alamat.
1) Data Subjektif:
a) Keluhan utama: Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan
pada area abses.
b) Riwayat keluhan utama
Hal-hal yang perlu dikaji diantaranya adalah:
(a) Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah
dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit
ditemukan.

12
(b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak
steril atau terkena peluru.
(c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang
secara cepat menunjukkan rasa sakit diikuti adanya
eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan
diabetes mellitus.
d) Aktivitas atau istirahat
Gejala: Malaise
e) Sirkulasi
Tanda: tekanan darah normal atau sedikit dibawah
jangkauan normal. Denyut perifer kuat, cepat (perifer
hiperdinamik): lemah atau lembut atau mudah hilang,
takikardia ekstrem (syok). Kulit hangat, vasodilatasi,
pucat, lembab, burik (vasokontriksi) .
f) Makanan/cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah
Tanda: penurunan berat badan, penurunan lemak
subkutan atau masa otot (malnutrisi). Penurunan
haluaran konsentrasi urin.
g) Neurosensori
Gejala: sakit kepala dan pusing
Tanda: gelisah, kacau mental, ketakutan
h) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: lokalisasi rasa sakit atau ketidanyamanan
i) Pernapasan
Tanda: takipnea dengan penurunan kedalaman
pernapasan
j) Keamanan
Tanda: suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih)
tetapi mungkin normal, kadang subnormal (dibawah
36,63°C), menggigil, lokalisasi nyeri.

13
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik klien dengan abses ditemukan:
1) Luka terbuka atau tertutup
2) Organ atau jaringan terinfeksi
3) Massa eksudat dengan bermata
4) Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
5) Abses superficial dengan ukuran berfariasi
6) Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuatif
c. Pemeriksaan laboraturium dan diagnostik
1) Hasil pemeriksaan leukosit menunjukkan peningkatan jumlah
sel darah putih
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan, atau MRI
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan abses menurut Hardjatmo Tjokro Negoro,
PDH dan Hendra Utama, (2001) adalah sebagai berikut :
Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.
0077
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit D.0130
c. Risiko infeksi berhubungn dengan penyakit kronis D.0142
Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik D. 0077
b. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan
neuropati perifer D.0192
c. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
D.0142

14
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian
asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi
(Nurarif, & Kusuma, 2016).
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut SLKI: SIKI : Manajemen nyeri
D.0077 Tingkat Nyeri Manajemen nyeri I.08238
L.08066 I.08238
Penyebab:  Observasi
1. Agen pencedera Setelah dilakukan  Observasi 1. Untuk mengetahui identifikasi
fisiologis (mis. asuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, lokasi, karakteristik, durasi,
Inflamasi, iskemia, selama 3 x 24 jam karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
neoplasma) diharapkan nyeri frekuensi, kualitas, nyeri pasien
2. Agen pencedera menurun dengan intensitas nyeri 2. Untuk mengetahui skala nyeri
kimiawi (mis. kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri pasien
Terbakar, bahan 1. Kemampuan 3. Identifikasi respon nyeri 3. Untuk mengetahui respon nyeri
kimia iritan) menuntaskan nonverbal nonverbal pasien
3. Agen pencedera aktifitas 4. Identifikasi factor yang 4. Untuk mengetahui faktor yang
fisik (mis. Abses, meningkat memperingan dan memperingan dan memperberat
trauma, prosedur 2. Keluhan nyeri memperberat nyeri nyeri pasien
operasi, dll) menurun 5. Identifikasi pengetahuan 5. Untuk mengetahui pengetahuan
3. Meringis dan keyakinan tentang dan keyakinan tentang nyeri
Gejala dan tanda menurun nyeri 6. Untuk mengetahui budaya
mayor 4. Sikap protektif 6. Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
Subjektif: mengeluh menurun terhadap respon nyeri 7. Untuk mengetahui pengaruh nyeri
nyeri 5. Gelisah menurun 7. Identifikasi pengaruh terhadap kualitas hidup pasien
Objektif : 6. Kesulitan tidur nyeri terhadap kualitas 8. Untuk mengetahui keberhasilan
1. Tampak menurun hidup pasien terapi komplementer yang sudah
meringis 7. Menarik diri 8. Monitor keberhasilan diberikan
2. Bersikap menurun terapi komplementer 9. Untuk mengetahui efek samping

15
protektif (mis. 8. Berfokus pada yang sudah diberikan penggunaan analgetik
Waspada, posisi diri sendiri 9. Monitor efek samping  Terapeutik
menghindar menurun penggunaan analgetik 1. Untuk meredakan rasa nyeri
nyeri) 9. Diaforesis  Terapeutik 2. Untuk mengetahui lingkungan
3. Gelisah menurun 1. Beri teknik non yang memperberat rasa nyeri
4. Frekuensi nadi 10. Perasaan depresi farmakologis untuk (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
meningkat (tertekan) mengurangi nyeri (mis. kebisingan)
5. Sulit tidur menurun TENS, hipnosis, 3. Untuk memenuhi kebutuhan
11. Perasaan takut akupresur, trapi musik, pasien
Gejala dan tanda minor mengalami biofeedback, terapi 4. Untuk menegtahui jenis dan
Subjektif :- cidera tulang pijat, aromaterapi, sumber nyeri dalam pemilihan
Objektif : menurun teknik imajinasi strategi meredakan nyeri.
1. Tekanan darah 12. Anoreksia terbimbimbing,  Edukasi
meningkat menurun kompres hangat/ dingin 1. Untuk mengetahui penyebab,
2. Pola nafas berubah 13. Perineum terasa dan terapi bermain) periode dan pemicu nyeri
3. Nafsu makan tertekan 2. Kontrol lingkungan 2. Untuk mengetahui strategi
berubah menurun yang memperberat rasa meredakan nyeri
4. Proses berpikir 14. Uterus teraba nyeri (mis. Suhu 3. Dapat mengontrol nyeri secara
terganggu membulat ruangan, pencahayaan, mandiri
5. Menarik diri menurun kebisingan) 4. Untuk mengurangi rasa nyeri
6. Berfokus pada diri 15. Ketegangan otot 3. Fasilitasi istirahat dan 5. Agar nyeri yang dirasakan pasien
sendiri menurun tidur berkurang.
7. Diaforesis 16. Pupil dilatasi 4. Pertimbangkan jenis  Kolaborasi
menurun dan sumber nyeri dalam 1. Untuk meredakan nyeri
17. Muntah menurun pemilihan strategi
18. Mual menurun meredakan nyeri.
19. Frekuensi nadi  Edukasi
membaik 1. Jelaskan penyebab,
20. Pola napas periode dan pemicu
membaik nyeri
21. Tekanan darah 2. Jelaskan strategi
membaik meredakan nyeri
22. Proses berpikir 3. Anjurkan memonitor
membaik nyeri secara mandiri

16
23. Fokus membaik 4. Anjurkan menggunakan
24. Fungsi berkemih analgetik secara tepat
membaik 5. Anjurkan teknik
25. Perilaku nonfarmakologis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri.
26. Nafsu makan  Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi pemberian
27. Pola tidur analgetik, jika perlu
membaik.
2. Hipertermia SLKI : SIKI SIKI
D.0130 Termoregulasi Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
Penyebab L.14134 I.15506 I.15506
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan Setelah dilakukan  Observasi  Observasi
panas intervensi selama 3x24 1. Identifikasi penyebab 1. untuk mengetahui penyebab
3. Proses penyakit (mis. jam, maka hipertermia hipertermia (mis. hipertermia
Infeksi dan kanker) menurun dengan Dehidrasi, terpapar 2. untuk mengetahui perkembangan
4. Ketidaksesuaian keriteria hasil : lingkungan panas, suhu tubuh klien
pakaian dengan suhu 1. Menggigil menurun penggunaan inkubator) 3. untuk memenuhi elektrolit klien
lingkungan 2. Kulit merah 2. Monitor suhu tubuh 4. untuk mengetahui haluaran urine
5. Peningkatan laju menurun 3. Monitor kadar elektrolit klien
metabolissme 3. Kejang menurun 4. Monitor haluaran urine 5. untuk mengetahui komplikasi
6. Respon trauma 4. Akrosianosis 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
7. Aktivitas berlebih menurun akibat hipertermia  Terapeutik
8. Penggunaan 5. Konsumsi oksigen  Terapeutik 1. Agar suhu tubuh klien menurun
incubator menurun 1. Sediakan lingkungan 2. Agar klien tidak kepanasan
Gejala Tanda Mayor 6. Piloereksi menurun yang dingin 3. Untyk menurunkan suhu tubuh
 Subyektif : - 7. Vasokonstriksi 2. Longgarkan atau lepas klien
 Obyektif perifer menurun pakaian 4. Agar cairan klien terpenuhi
Suhu tubuh diatas 8. Kutis memorata 3. Basahi dan kipasi 5. Untuk menjaga kebersihan klien
nilai normal menurun permukaan tubuh 6. Untuk menurunkan suhu tubuh
Gejala Tanda Minor 9. Pucat menurn 4. Berikan cairan oral klien menjadi normal
 Subyektif : - 10. Takikardia 5. Ganti linen setiap hari 7. Untuk memenuhi kebutuhan klien
 Obyektif : menurun atau lebih sering jika 8. Agar kebutuhan oksigen klien

17
1. Kulit merah 11. Takipnea menurun mengalami hiperhidrosis terpenuhi
2. Kejang 12. Bradikardia (keringat berlebih)  Edukasi
3. Takardi meningkat 6. Lakukan pendinginan 1. Untuk memenuhi kebutuhan klien
4. Tachipnea 13. Dasar kuku eksternal (mis. Selimut  Kolaborasi
5. Kulit terasa sianolik menurun hipotermia atau kompres 1. Untuk memenuhi kebutuhan
hangat 14. Tidak ada hipoksia dingin pada dahi, leher, cairan dan elektrolit klien
15. Suhu tubuh dada, abdomen dan
membaik aksila)
16. Suhu kulit 7. Hindari pemberian
membaik antipiretik atau aspirin
17. Kadar glukosa 8. Berikan oksigen, jika
membaik perlu
18. Pengisian kapiler
membaik  Edukasi
19. Ventilasi membaik 1. Anjurkan tirah baring
20. Tekanan darah
membaik  Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

3. Gangguan integritas SLKI : SIKI : Observasi


kulit/jaringan Integritas Perawatan Integritas Kulit 1. Untuk menjaga keutuhan kulit
D.0192 kulit/jaringan I.11353 klien
Penyebab L.14125 Terapeutik
1. Perubahan sirkulasi.  Observasi: 1. Untuk memenuhi mobilitas klien
2. Perubahan status Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab dan 2. Untuk meminimalisir penonjolan
nutrisi (kelebihan asuhan keperawatan merawat kulit untuk tulang
atau kekurangan). selama 3 x 24 jam menjaga keutuhan, 3. Agar parineal tetap bersih
3. Kekruangan/ diharapkan nyeri kelembaban dan 4. Agar kulit tetap lembab
kelebihan volume menurun dengan mencegah perkembangan 5. Agar kulit terhidar dari alergi
cairan. kriteria hasil : mikroorganisme. 6. Agar kulit tidak kering
4. Penurunan 1. Elastisitas Edukasi

18
mobilitas. meningkat.  Terapetik : 1. Untuk melembabkan kulit
5. Bahan kimia iritatif. 2. Hidrasi 1. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Untuk memenuhi kebutuhan
6. Suhu lingkungan meningkat. jika tirah baring. cairan klien
yang ekstrem. 3. Perfusi jaringan 2. Lakukan pemijatan pada 3. Untuk memenuhi kebutuhan
7. Faktor mekanisme meingkat. area penonjolan tulang, nutrisi klien
(mis. Penekanan 4. Kerusakan jika pelu. 4. Untuk mencegah adanya
pada tonjolan jaringan menurun. 3. Bersihkan perineal konstipasi
tulang,gesekan) 5. Kerusakan lapisan dengan air hangat, 5. Untuk menjaga kelembapan kulit
atau faktor elektis kulit menurun. terutama selama periode klien
(elektrodiatem,ener 6. Nyeri menurun. diare. 6. Agar kulit tidak terbakar
gi listrik 7. Pendarahan 4. Gunakan produk 7. Agar kulit tetap tergaa bersih
bertegangan tinggi). menurun. berbahan petrolium atau
8. Efek samping 8. Kemerahan minyak pada kulit kering.
radiasi radiasi. menurun. 5. Gunakan produk
9. Neuropati perifer. 9. Hematoma berbahan ringan/alami
10. Proses penuaan. menurun. dan hipoalergik pada kulit
11. Neuropati perifer 10. Pigmentasi sensitif.
12. Perubahan abdomen 6. Hindari produk berbahan
pigmentasi. menurun. dasar alkohol pada kulit
13. Perubahan 11. Jaringan parut kering.
hormonal. menurun.
14. Kurang terpapar 12. Nekrosis  Edukasi :
informasi tentang menurun. 1. Anjurkan menggunakan
upaya 13. Abrasi korena pelembab (mis, lotion,
mempertahankan/m menurun. serum).
elindungi integritas 14. Suhu kulit 2. Anjurkan minum air yang
jaringan. membaik cukup.
Gejala Tanda Mayor 15. Sansai membaik. 3. Anjurkan meningkatkan
 Sebjek:- 16. Tekstur membaik. asupan nutrisi.
 Objek : 17. Pertumbuhan 4. Anjurkan meningkatkan
Kerusakan jaringan rambut asupan buah dan sayur.
dan/atau lapisan memebaik. 5. Anjurkan menghindari
kulit terpapar suhu ekstrem.
Gejala Tanda Minor 6. Anjurkan menggunakan

19
 Subjek:- tabir surya SPF minimal
 Objek : 30 saat berada di luar
1. Nyeri. rumah.
2. Pendarahan. 7. Anjurkan mandi dan
3. Kemerahan. menggunakan sabun
4. Hematoma. secukupnya.

Perawatan Luka
I.14564

 Observasi :
1. Monitori karakter luka
(mis. Drainase, warna,
ukuran, bau).
2. Monitori tanda-tanda
infeksi.

 Terapetik :
1. Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan.
2. Cukur rambut di sekitar
daerah luka , jika perlu.
3. Bersihkan dengan cairan
NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan.
4. Bersihkan jaringan
nekrotik.
5. Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lest, jika perlu.
6. Pasang balutan sesuai
jenis luka.
7. Pertahankan teknik steril

20
saat melakukan perawatan
luka.
8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase.
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kodisi pasien.
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari.
11. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis. Vitamin
A, vitamin C, zinc, asam
amino) sesuai indikasi.
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutaneous), jika
perlu.

 Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein.
3. Anjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri.

 Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur

21
debridement (mis.
Enzimatik, biologis,
menakis, autolitik), jika
perlu.
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.

4. Resiko SLKI SIKI SIKI


Infeksi Tingkat Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi I.14539
D.0142 Infeksi I.14539 Observasi
L.14137 Observasi
Faktor Resiko 1 Untuk mengetahi tanda dan gejala
1. Penyakit Kronis Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan istemik
(mis. DM ) asuhan keperawatan infeksi lokal dan istemik Teurapeutik
2. Efek prosedur 3 x 24 jam Teurapeutik
invasif diharapkan tingkat 1. Untuk mencegah infeksi
3. Malnutrisi infeksi menurun 1. Batasi jumlah 2. Agar kulit terawat
4. Peningkatan Dengan Kriteri : pengunjung 3. Untuk mencegah infeksi
paparan organisme 1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit 4. Untuk mencegah infeksi
patogen 2. Kemerahan pada area edema Edukasi
lingkungan menurun 3. Cuci tang sebelum dan 1. Agar klien mengetahui
5. Ketidakadekuatan 3. Nyri menurun sesudah kontak dengan tanda dan gejala infeksi
pertahanan 4. Bengkak menurun pasien dan lingkungan 2. Agar klien mengetahui
tubuh primer : 5. Cairan berbau pasien cara cuci tangan denan benar
a. Gangg busuk menuru 4. Pertahankan teknik aseptic 3. Agar klien mengetahui
uan 6. Kadar sel darah pada pasien beresiko tinggi etika batuk
peristal putih menbaik Edukasi
tik
b. Kerusakan 1. Jelaskan tanda dan gejala
integritas infeksi

22
kulit 2. Ajarkan cuci tangan denan
c. Peruba benar
han 3. Ajarkan etika batuk
sekresi
pH
d. Penurunan
kerja siliaris
e. Ketuban
pecah lam
f. Ketuban
pecah
sebelum
waktunya
g. Merokok
h. Sitatis
cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan
pertahanan
tubuh sekunder :
a. Penurunan

23
4. Impelementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien (Riyadi, 2010).
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
5. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus
dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. W
Umur : 57 Tahun (05 April 1964)
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Marital : Menikah
Tanggal Masuk : 05 Mei 2021
Tanggal Pengkajian : 05 Mei 2021
Diagnosa Medis : Abses Pedis Sinistra + DM type 2
No Medrec : 126170
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.E
Umur : 31 Tahun (20 September 1989)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami dari Ny.SR
Alamat : Desa Sindang Rt. 07 Rw. 02 Kec.
Lebakwangi
B. Keluhan Utama
Nyeri.

25
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 05 Mei 2021, klien
mengatakan nyeri kaki kiri bekas tertusuk paku sejak ± 1 minggu yang
lalu, nyeri seperti ditusuk – tusuk, klien mengatakan skala nyeri 6 (0-10),
klien mengatakan nyeri bertambah jika beraktivitas dan nyeri berkurang
ketika beristirahat. Klien tampak meringis sakit. Klien mengatakan sulit
untuk menggerakan kaki kirinya dan terasa nyeri saat digerakan, gerakan
klien tampak terbatas. Klien mengatakan kadang sering lapar merasa haus
terus dan sering BAK. Kaki klien tampak bengkak dan ada luka bekas
tertusuk paku. GDS : 370gr/dl, leukosit 11.200/mm3.
D. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Klien mengatakan sebelumnya pernah masuk RS karena sakit
lambung.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan klien (DM) yaitu ibu klien.
F. Kebutuhan Dasar
1. Oksigenasi
Oksigen klien terpenuhi, klien mengatakan tidak ada sesak dan
tidak terpasang O2 . Respirasi klien normal yaitu 20X/ Menit.
2. Cairan dan elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit klien terpenuhi dan klien terpasang
selang infus di bagian tangan kanan dengan cairan infus asering
dengan dosis 20tpm/8 jam
3. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mengatakan makan 3x hari
selama di RS. Klien mengatakan tidak ada mual dan muntah. Klien
merasa sering lapar terus.
4. Eliminasi
Klien mengatakan tidak ada masalah untuk BAB tetapi sering BAK

26
5. Rasa nyaman dan kebersihan diri
Klien merasa tidak nyaman karena nyeri dikakinya yang dirasakan.
Klien selama di RS hanya membasuh muka dan membersihkan diri
dengan cara dilap.
6. Aktivitas dan istirahat
Klien mengatakan selama di RS aktivitas menjadi berkurang karena
nyeri yang dirasakan.
7. Keselamatan dan keamanan
Keselamatan klien terpenuhi dengan adanya penghalang disetiap
sisi tempat tidurnya dan membuat klien aman terhindar dari jatuh.
8. Peran seksual
Peran seksual klien terpenuhi karena tinggal satu rumah dengan
suaminya.
9. Psikososial
Klien merasa sedikit stress dengan penyakitnya yang sekarang
dialami tetapi mekanisme koping klien bagus dengan dukungan
motivasi dari anak dan keluarganya agar selalu bersabar, ikhlas
akan penyakitnya dan yakin pasti akan sembuh serta sehat kembali.
G. Pemeriksaan Fisik
No. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan umum : Sedang
Composmentis GCS (E ; 4, M ; 6, V ; 5)
2. TTV :
TD = 120/90 mmHg
Nadi = 89 x/m
Resfirasi = 20 x/m
Suhu = 36,2o C.
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
3. Kepala dan Kepala, wajah Tidak ada nyeri - -
Wajah berbentuk tekan di area
simetris oval kepala dan
wajah
4. Mata Mata simetris kiri Tidak ada nyeri - -
dan kanan, tekan
konjungtiva

27
ananemis, sklera
anikterik, pupil
isokor
5. Telinga Telinga simetris, Tidak ada nyeri - -
pendengaran baik, tekan
Tidak ada
serumen, tidak
ada
pembengkakan di
area telinga
6. Hidung Tidak ada Tidak ada nyeri - -
pembengkakan, tekan
tidak terdapat
kotoran hidung
yang berlebih
7. Mulut dan Mulut bersih, Tidak ada nyeri - -
Kerongkongan Kerongkongan tekan dia area
tidak ada keluhan mulut dan
kerongkongan
8. Leher Tidak ada Tidak ada - -
pembengkakan pembengkakan
kelenjar tyroid, kelenjar tyroid
tidak ada lesi dan tidak ada
nyeri tekan
9. Dada Pergerakan dada Tidak ada nyeri - -
simetris kiri dan tekan
kanan
10. Jantung - Tidak ada nyeri Terdengar Suara
redup ketika jantung
diketuk. Lup-Dup.
Paru-Paru - Tidak ada nyeri Terdengar
bunyi sonor Suara
ketika pernafasan
diketuk Vesikuler
11. Abdomen Tidak ada lesi Tidak ada nyeri Timpani Bising
tekan ketika usus
diketuk 15x/m
12. Ginjal Tidak ada Tidak ada nyeri - -
kelainan
13. Ekstremitas Tangan tidak ada Tidak ada - -
Ekstremitas lesi. Terpasang edema, tidak ada
atas infus asering di nhyeri tekan
bagian tangan
kanan.
Kekuatan -

28
Ekstremitas Ada luka Ada nyeri tekan otot lemah
bawah ditelapak kaki kiri di kaki kiri
14. Punggung Punggung Tidak - -
simetris bentk adabenjolan dan
normal, tidak ada tidak ada nyeri
lesi
15. Rektum Tidak ada - - -
hemoroid
16. Genetalia Tidak ada - - -
masalah

H. Masalah Gangguan System


1. System Pernafasan
Tidak ada masalah pada sistem pernafasan ditandai dengan respirasi
normal yaitu 20x/menit dan klien tidak ada keluhan sesak.
2. System cardiovaskuler
Tidak ada masalah pada sistem kardiovaskuler ditandai dengan
klien tidak ada pembengkakan diarea dada dan klien tidak memiliki
tekanan darah tinggi. TD= 120/90.
3. System pencernaan
Tidak ada masalah pada sistem pencernaan ditandai dengan makan
3 kali sehari, tetapi klien mengatakan sering merasa lapar terus.
4. System persyarafan
Ada masalah pada sistem persyarafan ditandai dengan ada jaringan
saraf yang terputus.
5. System perkemihan
Ada masalah pada sistem perkemihan ditandai dengan klien sering
BAK.
6. System musculoskeletal
Ada keluhan pada sistem muskuloskeletal ditandai dengan klien
mengatakn nyeri bila menggerakan kaki kirinya.

29
7. System endokrin
Adanya masalah pada sistem endokrin ditandai dengan gula darah
klien tinggi yaitu 370 gr/dl dan klien mempunyai penyakit DM.
8. System integumen
Ada kelainan pada sistem integumen ditandai dengan kulit klien
terdapat luka pada telapak kaki kiri dan terputusnya jaringan.
9. System pengindera
Tidak ada kelainan pada sistem pengindraan ditandai dengan klien
dapat melihat, mendengar, mencium dan merasa dengan baik.
I. Pemeriksaan penunjang
No. RM : 126170
Nama : Ny. W
Tanggal Lahir : 05 April 1964
Jenis Kelamin : Perempuan
05 April 2021

HEMATOLOGI
Parameter Hasil Satuan Normal
 Hb 9,8 G% 12-16
 Leukosit 11.200 /mm3 4.000 –
10.000
 Hitung Jenis
- Basophil 0 % 0–1
- Eosinophil 0 % 1–4
- N. Staf 1 % 3–5
- N. Segmen 80 35 – 70
- Lymphosit 15 % 20 – 40
- monosit 4 % 2 – 10
 Hematokrit 28 % 37 – 48
 Trombosit 308.000 /mm3 150rb –
300rb
 Ms. Pembekuan 47 menit 3–6
 Ms. Perdarahan 21 menit 1–3

30
J. Terapi dan Penatalaksanaan Medis
No Nama Obat Dosisi Cara Pemberian Manfaat Obat
1. Asering 20 tpm/ IV Digunakan untuk terapi
8 jam pengganti cairan
selama dehidrasi secara
akut
2. Ranitidine 2x1 IV Untuk menangani
penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam
lambung berlebih
3. Ondansetron 2x1 IV Digunakan untuk
mencegah mual dan
muntah
4. Metronidazole 3x500 IV Obat antibiotik untuk
menangani infeksi
5. Ceftriaxone 2x1gr IV Untuk mengobati
infeksi bakteri gram
negatif maupun gram
positif atau antibiotik.
6. Keterolac 2x1 IV Untuk meredakan nyeri
dan peradangan
7. Sansulin 0-0-20 IV Untuk mengobati
pasien dengan diabetes
melitus yang
membutuhkan insulin
8. Glimepirid 1x2mg oral Mengembalikan kadar
gula darah pada DM 2
9. Irbesartan 1x200mg oral Untuk mengatasi TD
tinggi dan nefropati
diabetik

31
K. Analisa Data
PRE OPERASI
No Data Etiologi Masalah
.
1. Ds: Bakteri Gram Positif Nyeri akut
 Klien mengatakan
(Staphylococcus aureus
nyeri kaki kiri bekas
tertusuk paku ± 1 streptococus mutans)
minggu yang lalu
 Klien mengatakan
nyeri seperti ditusuk mengeluarkan enzim
– tusuk, nyeri terasa hyaluronidase dn enzim
hilang timbul
 Klien mengatakan koagilase
skala nyeri 6 (0-10)
 Klien mengatakan
nyeri bertambah jika merusak jembatan antar sel
beraktivitas dan nyeri
berkurang jika klien
beristirahat transpor nutrisi antar sel
Do: terganggu
 Klien tampak
meringis sakit
 TTV : jaringan rusak/ mati/
TD : 120/90 mmHg
nekrosis
N : 89 x/m
S : 36,2 0C
RR : 20 x/m media bakteri yang baik

jaringan infeksi

Peradangan

Reaksi peradangan

Nyeri akut
2. Ds: Bakteri Gram Positif Gangguan
 Klien mengatakan mobilitas fisik
(Staphylococcus aureus
sulit untuk
menggerakan kaki

32
kirinya streptococus mutans)
 Klien mengatakan
nyeri saat digerakan
Do: mengeluarkan enzim
 Gerakan klien hyaluronidase dn enzim
tampak terbatas
koagilase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel


terganggu

jaringan rusak/ mati/


nekrosis

media bakteri yang baik

jaringan infeksi

sel darah putih mati

jaringan menjadi abses dan


berisi PUS

Nyeri

Gangguan mobilitas fisik

3. Ds: DM Tipe II Ketidakstabilan


 Klien mengatakan kadar glukosa
sering lapar Hiperglikemia darah
 Klien mengatakan
merasa haus terus Polipaghia, polidipsia,
 Klien mengatakan poliuria
sering BAK

33
Do: Ketidakstabilan kadar
 GDS : 370 gr/dl glukosa darah
 Klien tampak lelah
 Klien tampak sering
minum
4. Do: Jaringan infeksi Resiko infeksi
 Jumlah leukosit
meningkat yaitu
11.200/mm3 sel darah putih mati
 Kaki klien tampak
bengkak dan ada luka
bekas tertusuk paku jaringan menjadi abses dan
berisi PUS

Pecah

Risiko infeksi

POST OPERASI

No Data Etiologi Masalah


.
1. Ds: Jaringan menjadi abses dan Nyeri akut
 Klien mengatakan berisi PUS
nyeri setelah operasi
pada kaki kiri, nyeri pembedahan
seperti disayat –
sayat luka insisi
 Klien mengatakan
nyeri terus menerus
tapi nyeri berkurang Nyeri akut
ketika beristirahat
dan bertambah ketika
beraktivitas
 Klien mengatakan
skala nyeri 6 (0-10)
Do:
 Klien tampak
meringis sakit
 Terdapat luka post

34
operasi ditelapak kaki
kiri
 TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/m
S : 36 0C
RR : 21 x/m
2. Ds: Jaringan menjadi abses dan Gangguan
 Klien mengatakan berisi PUS integritas kulit/
dikaki kiri ada luka jaringan
bekas operasi pembedahan
Do:
 Tampak ada luka luka insisi
dibagian telapak kaki
klien Jaringan terbuka
 Luka dikaki kiri
tampak kemerahan Gangguan integritas kulit/
dan keluar nanah jaringan

3. Ds: Tindakan operasi Gangguan


 Klien mengatakan mobilitas fisik
kaki masih terasa Prosedur anastesi
kaku susah untuk
digerakan Sub arachnoid block
 Klien mengtakan
nyeri saat bergerak Penurunan motorik
Do:
 Klien tampak Kelemahan anggota gerak
berbaring ditempat dan penurunan kekuatan
tidur saja otot
 Kaki klien tampak
kaku Gangguan mobilitas fisik

4. Do: Jaringan menjadi abses dan Resiko infeksi


 Terdapat luka post berisi PUS
operasi di telapak
kaki kiri klien pembedahan

luka insisi

Risiko infeksi

35
Prioritas Diagnosis Kepera

L. Prioritas Diagnosis Keperawatan


Pre Operasi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin ditandai dengan sering lapar, merasa haus terus, sering BAK.
GDS : 370gr/dl, klien tampak lelah dan klien tampak sering minum.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan Klien mengatakan nyeri kaki kiri bekas tertusuk paku ± 1
minggu yang lalu, nyeri seperti ditusuk – tusuk, nyeri terasa hilang
timbul, skala nyeri 6 (0-10), nyeri bertambah jika beraktivitas dan
nyeri berkurang jika klien beristirahat. Klien tampak meringis TTV
TD: 120/90 mmHg N: 89x/m, S:36,2x/m RR:20x/m.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
klien mengatakan sulit untuk menggerakan kaki kirinya dan nyeri
saat digerakan. Gerakan klien tampak terbatas.
4. Risiko infeksi berhubungn dengan penyakit kronis ditandai dengan
jumlah leukosit meningkat 11.200/mm3, kaki klien tampak bengkak
dan ada bekas luka tertsuk paku.

Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
klien mengatakan nyeri setelah operasi pada kaki kiri, nyeri seperti
disayat- sayat, nyeri terus menerus tetapi nyeri berkurang apabila
beristirahat dan bertambah ketika beraktivitas. Klien mengatakan
skala nyeri 6 (0-10). Terdapat luka post operasi ditelapak kaki kiri
TTV TD: 120/80 mmHg N: 82x/m, S:360C, RR:21x/m.
2. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan neuropati
perifer ditandai dengan Klien mengatakan dikaki kiti ada luka bekas

36
operasi, Tampak ada luka dibagian telapak kaki klien Luka dikaki
kiri tampak kemerahan dan keluar nanah.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
Klien mengatakan kaki masih terasa kaku susah untuk digerakan,
nyeri saat bergerak, dan Klien tampak berbaring ditempat tidur saja
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai
dengan Terdapat luka post operasi di telapak kaki kiri klien.

37
M. Nursing Care Plan

38
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakstabilan kadar glukosa SLKI: Manajemen Hiperglikemia I.03115 Manajemen Hiperglikemia I.03115
darah Kestabilan Kadar  Observasi :
D.0027 Glukosa Darah L.05022  Observasi : 1. Untuk mengetahui penyebab
1. Identifikasi kemungkinan hiperglikemi
Penyebab: Setelah dilakukan asuhan penyebab hiperglikemia 2. Untuk mengetahui situasi yang
Hiperglikemia keperawatan selama 3 x 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
24 jam diharapkan menyebabkan kebutuhan meningkat
1. disfungsi pankreas kestabilan kadar glukosa insulin meningkat (mis, 3. Untuk mengetahui kadar
2. Resistensi insulin darah membaik penyakit kambuhan) glukosa
3. Gangguan toleransi glukosa dengan kriteria hasil : 3. Monitor kadar gulkosa darah, 4. Untuk mengetahui tanda dan
darah 1. Koordinasi jika perlu gejala hiperglikemia
4. Gangguan glukosa darah meningkat 4. Monitor tanda dan gejala 5. Untuk mengetahui intake dan
puasa 2. Kesadaran hipergikemia output cairan
meningkat (poliuria,polidipsia,polifagia,kel 6. Untuk mengetahui keton urine,
Hipoglikemia 3. Mengantuk emahan,malaise,pandangan kadar analisa gas darah,
1. penggunaan insulin atau obat menurun kabur,sakit kepala) elektrolit, tekanan darah
glikemik oral 4. Pusing menurun 5. Monitor intek dan output ortostatik dan frekuensi nadi.
2. Hiperinsulinemia (mis, 5. Lelah/lesu menurun cairan. Terapeutik
insulinoma) 6. Keluhan lapar 6. Monitor keton urin,kadar 1. Untuk memenuhi cairan oral
3. Endrokrinopati (misl, menurun analisa gas darah, 2. Untuk mengatasi tanda dan
kerusakan adrenal atau 7. Gemetar menurun elektrolit,tekanan darah gejala hiperglikemia agar tidak
pituitari) 8. Berkeringat ortostatik dan frekuensi nadi. memburuk
4. disfungsi hati menurun Terapetik 3. Untuk memenuhi ambulasi
5. disfungsi ginjal kronis 9. Mulut kering 1. Berikan asupan cairan oral klien
6. efek agen farmakologis menurun 2. Konsultasi dengan medis jika Edukasi
7. tindakan pembedahan 10. Rasa haus menurun tanda dan gejala hiperglikemia 1. Agar tidak terjadi hiperglikemia
neoplasma 11. Perilaku aneh tetap ada atau memburuk. 2. Untuk mengontrol kadar
8. gangguan metabolik bawaan menurn 3. Fasilitasi ambulasi jika ada glukosa darah secara mandiri
(mis, gangguan penyimpanan 12. Kesulitan bicara hipotensi ortostatik. 3. Untuk memenuhi kebutuhan
lisosomal, galaktosemia, menurun Edukasi klien
gangguan penyimpanan 13. Kadar glukosa 1. Anjurkan menghindari 4. Untuk mengetahu hasil keton
glikogen) dalam darah olahraga saat kadar glukosa urine
membaik darah lebih dari 250 mg/dL 5. Untuk mengetahui pengelolaan
Gejala Dan Tanda Mayor 14. Palpitasi membaik 2. Anjurkan monitor kadar DM
15. Perilaku membaik glukosa darah secara mandiri Kolaborasi
16. Jumlah urine 3. Anjurkan kepatuhan terhadap 1. Untuk menormalkan kadar gula
Subjektif :
membaik diet dan olahraga darah
Hipoglikemia
4. Ajarkan indikasi dan 2. Untuk memenuhi cairan klien
1. mengantuk
pentingnya pengujian keton 3. Untuk memenuhi kalium klien
2. pusing
urin,jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes
Hiperglikemia
(misal,penggunaan
1. lelah atau lesu
insulin,obat oral,monitor
asupan cairan,penggantian
Objektif : karbohidrat,dan bantuan
Hipoglikemia profesional kesehatan)
1. Gangguan koordinasi Kolaborasi
2. Kadar glukosa dalam darah/urin
rendah 391. Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan
Hiperglikemia iv, jika perlu
1. Kadar glukosa dalam darah/urin
7. Implementasi
No Diagnosa
Tanggal Implementasi
. Keperawatan
Pre Operasi
1. 05 Mei 2021 Ketidakstabilan Observasi
kadar glukosa 1. Mengidentifikasi kemungkinan
darah penyebab hiperglikemia
H : klien mengatakan penyebabnya karena
keturunan dari keluarganya
2. Memonitor kadar gulkosa darah
H: GDS 370gr/dl
3. Monitor tanda dan gejala
hipergikemia
H: klien mengalami poliuria, polidipsia,
polifagia dan kelemahan
Terapetik
1. Melakukan pemeriksaan GDS secara
rutin
H: GDS 370gr/dl
Edukasi
1. Menganjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
H: klien mengatakan jika nanti dirumah
akan memeriksa kadar glukosanya secara
mandiri
2. Menganjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
H: klien mengatkan paham bahwa
makanan nya harus dijaga
Kolaborasi
1. Memberikan terapi farmakologi
H: klien diberikan obat sansulin (0-0-20),
glimepirid 1x2mg (oral), irbesartan
1x200mg (oral)
Nyeri akut Observasi
1. Mengientifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
H : Klien mengatakan nyeri kaki kiri
bekas tertusuk paku ± 1 minggu yang lalu,
nyeri seperti ditusuk – tusuk, nyeri terasa
hilang timbul
2. Mengidentifikasi skala nyeri
H: Skala nyeri 6 (0-10)
3. Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal
H : klien tampak meringis kesakitan
4. Mengidentifikasi faktor yang

40
memperingan dan memperberat nyeri
H : nyeri bertambah apabila klien
beraktivitas dan nyeri berkurang ketika
beraktivitas
Terapeutik
1. Memberi teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri (teknik napas
dalam, dan teknik genggam jari)
H : Klien dapat melakukan teknik napas
dalam dan teknik genggam jari, skala
nyeri 4 (0-10)
Edukasi
1. Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
H: klien dapat memahami bahwa nyeri
yang dirasakan karena infeksi yang
tertusuk paku di kakinya
2. Menganjurkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
H: klien mampu melakukan teknik napas
dalam dan genggam jari ketika nyeri
terasa
Kolaborasi
1. Memberikan obat analgetik
H: klien diberikan obat analgetik
(ketorolac 2x1 intravena)
1.
Gangguan Observasi
mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
H: klien mengatakan nyeri pada kaki
kirinya
2. Mengidentifikasi fisik melakukan
pergerakan
H: pergerakan klien tampak terbatas
3. Memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
H: keadaan umum klien sedang
Terapeutik
1. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
H: klien dapat duduk dan menjuntaikan
kakinya kebawah
2. Memfasilitasi melakukan pergerakan
H: klien belajar sedikit – sedikit untuk
menggerakan kaki kirinya
3. Melibatkan keluarga untuk

41
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
H: keluarga klien ikut membantu ketika
klien ingin duduk

Edukasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
H: klien memahami bahwa mobilisasi
sangat penting untuk proses
penyembuhan lukanya
2. Mengajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur)
H: klien mau melakukan untuk duduk di
sisi tempat tidur
Risiko infeksi Observasi
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan istemik
H : ada tanda infeksi yaitu luka nya
kemerahan, bengkak, nyeri, penurunan
fungsi

Teurapeutik
1. Membatasi jumlah pengunjung
H : pengunjung klien hanya 2 orang
secara bergantian
2. Mencuci tangang sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
H : perawat dan klien mencuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan
3. Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
H : slalu cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
Edukasi
1. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
H : klien paham bahwa tanda dan gejala
infeksi yaitu, kemerahan, bengkak,
panas,nyeri, dan penurunan fungsi
2. Mengajarkan cuci tangan dengan
benar
H: klien memahami cara cuci tangan
yang baik dan benar
3. Mengajarkan etika batuk
H: klien memahami bahwa ketika batuk

42
harus ditutup dengan tisu atau dengan
lengan atas dalam
Post Operasi
2. 06 Mei 2021 Nyeri akut Observasi
1. Mengientifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
H : Klien mengatakan nyeri setelah
operasi pada kaki kiri, nyeri seperti
disayat – sayat, nyeri terus menerus.
2. Mengidentifikasi skala nyeri
H: Skala nyeri 6 (0-10)
3. Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal
H : klien tampak meringis kesakitan
4. Mengidentifikasi faktor yang
memperingan dan memperberat nyeri
H : nyeri bertambah apabila klien
beraktivitas dan nyeri berkurang ketika
beraktivitas
Terapeutik
1. Memberi teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri (teknik napas
dalam, dan teknik genggam jari)
H : Klien dapat melakukan teknik napas
dalam dan teknik genggam jari, skala
nyeri 4 (0-10)
Edukasi
1. Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
H: klien dapat memahami bahwa nyeri
yang dirasakan karena luka operasi
2. Menganjurkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri.
H: klien mampu melakukan teknik napas
dalam dan genggam jari ketika nyeri
terasa
Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan pemberian obat
analgetik
H: klien diberikan obat analgetik
(ketorolac 2x1 intravena)

Gangguan Observasi
integritas kulit/ 1. Mengidentifikasi penyebab dan
jaringan merawat kulit untuk menjaga
keutuhan, kelembaban dan mencegah

43
perkembangan mikroorganisme.
H : penyebab karena tertusuk paku
merawatnya dengan cara melakukan
perawatan luka sehari 2 kali
Terapetik
1. Mengubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring.
H : klien belajar untuk duduk setiap 2 jam
sekali
Edukasi
1. Menganjurkan minum air yang cukup.
H: klien tampak minum air putih
2. Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi.
H: klien makan 3xsehari dan habis 1 porsi
3. Menganjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur.
H: klien memakan buah dan sayuran
Gangguan Observasi
mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
H: klien mengatakan nyeri bekas operasi
pada kaki kirinya
2. Mengidentifikasi fisik melakukan
pergerakan
H: pergerakan klien tampak terbatas
3. Memonitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
H: keadaan umum klien sedang
Terapeutik
1. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
H: klien dapat duduk dan menjuntaikan
kakinya kebawah
2. Memfasilitasi melakukan pergerakan
H: klien belajar sedikit – sedikit untuk
menggerakan kaki kirinya
3. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
H: keluarga klien ikut membantu ketika
klien ingin duduk

Edukasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
H: klien memahami bahwa mobilisasi

44
sangat penting untuk proses
penyembuhan lukanya
2. Mengajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur)
H: klien mau melakukan untuk duduk di
sisi tempat tidur
Risiko infeksi Observasi
1. Memonitori karakter luka (mis.
Drainase, warna, ukuran, bau).
H : Warna kemerahan, ukuran diameter
±3cm, ada pus/nanah tidak bau
2. Memonitori tanda-tanda infeksi.
H: ada pus/ nanah

Terapetik
1. Melepaskan balutan dan plester secara
perlahan.
H : Luka terbuka
2. Membersihkan dengan cairan NaCl
H : luka dibersihkan
3. Membersihkan jaringan nekrotik
H : ada jaringan yang mati dan di gunting,
dipijat – pijat untuk mengeluarkan
pus/nanah
4. Memasang balutan sesuai jenis luka.
H : luka ditutup dengan kasa lembab-
kering
5. Mempertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka.
H : perawatan luka menggunakan alat
yang sudah di sterilkan dan menggunakan
sarung tangan steril
6. Menjadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kodisi pasien.
H : klien belajar duduk
Edukasi
1. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi.
H : klien memahami tanda dan gejala
infeksi yaitu adanya nyeri, bengkak,
kemerahan perubahan fungsi
2. Menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein.
H : klien mau makan telur ayam/ telur
puyuh
3. Menganjurkan prosedur perawatan
luka secara mandiri.

45
H : klien akan melaksanakan home care
dirumahnya dengan cara memanggil
perawat kerumahnya
Kolaborasi
1. Memberikan pemberian antibiotik
H : klien mendapatkan obat antibiotik
yaitu metronidazole intravena (3x500)
dan ceftriaxone intravena (2x1)

4. Catatatan Perkembangan
Nama Klien : Ny. W
Diagnosa Medis : Abses Pedis Sinistra + DM tipe 2
Ruangan : RPU 4

No Diagnosa
Tanggal Catatan Perkembangan Paraf
. Keperawatan
1 07 Mei 2021 Nyeri akut S:
- Klien mengatakan nyeri
berkurang
- Klien mengatakan skala
nyeri 5 (0-10)
O:
- Klien tampak sedikit
meringis tidak nyaman
dengan rasa nyerinya
- TTV :
TD = 120/70 mmHg, Nadi
= 85 x/menit, respirasi =
21 x/menit, suhu = 36o C.
A:
Nyeri akut
P:
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri
nonverbal
- Berikan teknik non
farmakologi (teknik napas
dalam dan genggam jari)
- Observasi TTV
I:
- Mengidentifikasi skala
nyeri
- Mengidentifikasi respon
nyeri nonverbal
- Memberikan teknik non
farmakologi (teknik napas

46
dalam dan genggam jari)
- Mengobservasi TTV
E:
Masalah teratasi sebagian
R:
Lanjutkan intervensi
Gangguan S:
integritas kulit/ - Klien mengatakan dikaki
jaringan kiri ada luka bekas operasi
O:
- Tampak ada luka dibagian
telapak kaki klien
- Luka dikaki kiri tampak
keluar nanah/pus
A:
Gangguan integritas kulit/
jaringan
P:
- Ubah posisi tiap 2 jam
- Anjurkan minum air yang
cukup.
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
- Lakukan perwatan luka
2xsehari

I:
- Mengubah posisi tiap 2
jam
- Menganjurkan minum air
yang cukup.
- Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi.
- Menganjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Melakukan perwatan luka
2xsehari

E:
Masalah teratasi sebagian
R:
Lanjutkan intervensi
Gangguan S:
mobilitas fisik - Klien mengatakan kaki

47
mulai bisa digerakin
sedikit - sedikit
- Klien mengtakan masih
terasa nyeri saat bergerak
O:
- Klien tampak mulai duduk
di tempat tidur
- Kaki klien tampak masih
sedikit kaku
A:
Gangguan mobilitas fisik
P:
- Identifikasi fisik
melakukan pergerakan
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur)

I:
- Mengidentifikasi fisik
melakukan pergerakan
- Memfasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
- Memfasilitasi melakukan
pergerakan
- Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
- Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur)

E:

48
Masalah teratasi sebagian
R:
Lanjutkan intervensi
Risiko infeksi O:
- Terdapat luka dibagian
telapak kaki kiri
A:
Risiko infeksi
P:
- Monitori karakter luka
- Monitori tanda-tanda
infeksi.
- Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan.
- Bersihkan dengan cairan
NaCl
- Bersihkan jaringan
nekrotik
- Pasang balutan sesuai
jenis luka.
- Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka.
- Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein.
- Anjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri.
- Kolaborasi pemberian
antibiotik

I:
- Memonitori karakter luka
- Memonitori tanda-tanda
infeksi.
- Melepaskan balutan dan
plester secara perlahan.
- Mmembersihkan dengan
cairan NaCl
- Membersihkan jaringan
nekrotik
- Memasang balutan sesuai
jenis luka.
- Mempertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka.
- Menganjurkan

49
mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein.
- Menganjurkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri.
- Mengkolaborasikan
pemberian antibiotik

E:
Masalah teratasi sebagian
R:
Lanjutkan intervensi
2 08 Mei 2021 Nyeri akut S:
Klien mengatakan sudah tidak
begitu nyeri
O:
- Klien tampak membaik
- TTV :
TD = 110/70 mmHg,
N = 84x/m,
RR = 2x/m,
S = 36oC.
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
(klien pulang setelah visit
Dokter jam 11:00 WIB)
Gangguan S:
integritas kulit klien mengatakan masih ada
luka pada telapak kaki kiri
O:
- Klien tampak membaik
Terdapat luka kemerahan
dan ada pus/nanah
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan dirumah
dengan home care
(klien pulang setelah visit
Dokter jam 11:00 WIB)
Gangguan S:
mobilitas fisik - Klien mengatakan sudah
bis jalan sedikit sedikit
O:
klien tampak membaik
A:

50
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
(klien pulang setelah visit
Dokter jam 11:00 WIB)
Risiko infeksi O:
- Tampak ada luka
dintelapsk kaki kiri
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan dirumah
dengan cara home care
(klien pulang setelah visit
Dokter jam 11:00 WIB)

51
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan asuhan keperawatan pada pasien
dengan abses pedis sinistra dengan riwayat DM tipe 2 di ruang
perawatan bedah (RPU 4) RSU Kuningan Medical Center didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada pengkajian pasien dengan abses pedis sinistra dengan
riwayat DM tipe 2 ditemukan data berupa terdapat nyeri pada
kaki sebelah kiri bekas tertusuk paku dan terdapat peningkatan
kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi).
2. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus abses pedis sinistra dengan riwayat DM tipe 2
ditemukan diagnosa pre operasi dan post operasi. Pada diagnosa
pre operasi ditemukan 4 diagnosa yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa darah nyeri akut, gangguan mobilitas fisik dan risiko
infeksi. Sedangkan pada diagnosa post operasi juga ditemukan 4
diagnosa yaitu nyeri akut, gangguan integritas kulit/jaringan,
ggangguan mobilitas fisik dan risiko infeksi.
3. Perencanaan
Penulis menyusun rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun berdasarkan specific, measurable, achievable,
reasonable dan time. Dengan menggunakan standar luaran dan
kriteria hasil, serta standar intervensi keperawatan sesuai dengan
teori.
4. Pelaksanaan
Penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien yang telah dilakukan penyusunan rencana asuhan

52
keperawatan. Penulis melakukan tindakan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi
Penulis melakukan evaluasi pada pasien sesuai dengan
kriteria hasil yang telah dibuat oleh penulis untuk target yang
akan dicapai oleh pasien.
B. Saran
1. Bagi pelayanan kesehatan
Bagi pelayanan kesehatan RSU Kuningan Medical Center
diharapkan dapat mempertahankan pelayanan yang baik yang
sudah diberikan kepada pasien dan untuk mendukung kesehatan
dan kesembuhan pasien dengan memberi pelayanan yang
maksimal pada pasien Diabetes Melitus.
2. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan kerjasama dari kelyarga untuk memberikan
motivasi untuk kesembuhan pasien.
3. Bagi instirusi pendidikan
Diharapkan bagi institusi pendidikan menyediakan
fasilitas berupa sumber buku - buku terbaru.

53
DAFTAR PUSTAKA

Adila, R., et al. 2013. Uji Antimikroba Curcuma spp. Terhadap Pertumbuhan
Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal
Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). Vol : 3 No :1
Afif Nurul, dkk. 2019. Infeksi Bakteri di Kulit. Surabaya: Airlangga
University Press
Andriyani, R., Triana, A. & Juliarti, W., 2015. Buku Ajar Biologi
Reproduksi dan Perkembangan. Edisi 1. Yogyakarta: Deepublish
Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Craft N. 2012. Superficial Cutaneous Infectious and Pyderma. In:
fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed. Goldsmith
LA, Katz SI, Gichrest BA, et al., editors. New York: McGraw Hill
Medical.
Doengoes. M. E, Et. Editor Monica, E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines
for Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa:
Kariasa IM. Jakarta: EGC
James WD, Berger TG, Eltson DM, et al. 2016. Bacterial Infections. In:
Andrews’Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 12th Ed.
Philadelphia: Elsevier.
Jawetz, E., Metrick, J. L., Adelberg, E. A., 2012. Mikrobiologi Kedokteran:
Edisi 23. Jakarta: EGC
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. 2014. Medical surgical nursing.
Assessment and management of clinical problems (9th edition). St.
Louis: Mosby.
Mansjoer, Arif. 2017. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan

54
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dan Praktik
Keperawatan Profesional, Edisi Kedua. Salemba Medika, Jakarta.
PPNI, T.P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T.P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T.P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP
PPNI.
Price, S.A., Wilson, L.M. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Siregar, E. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia
Smeltzer, S.C, (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Soedarto. 2014. Mikrobiologi Kedokteran: Medical Microbiology. Jakarta;
Sagung Seto.
Standring, S. 2016. Gray's anatomy. 41st ed. Philadelphia: Elsevier Limited.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tjokronegoro, Arjatmo., Prof.Dr dan Utama, Hendra., Dr.SpFK 2001. Buku
Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

55
Lampiran 1
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai