Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N
DENGAN MASALAH SPONDILITIS TUBERKOLOSIS
DI RUANG RAWAT INAP GARDENIA RSUD ARIFIN ACHMAD

Diajukan untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah:

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah (PPKMB)

Preseptor Akademik:

Ns. Darwin Karim, S.Kep.,M.Biomed

Preseptor Klinik:

Ns. Emirdaliza, S.Kep

Oleh Kelompok 5:

Eina Latifahny (2311439123)

Meliza Ningsih (2311439115)

Annisa Rahman (2311439120)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya,


sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Ny. N dengan Spondilitis TB di Ruang Rawat Inap Gardenia
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa kelompok sampaikan terima kasih kepada
Pembimbing Akademik dan Preceptor Klinik yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktik
Profesi Keperawatan Medikal Bedah (PPKMB). Harapan dari kelompok semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, terutama dalam meningkatkan pemahaman
tentang asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura. Jika ada kekurangan dari
makalah ini dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang bersifat
membangun kelompok harapkan dari pembaca guna penyempurnaan dan
perbaikan pada pembuatan makalah mendatang.

Pekanbaru, April 2024

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2

1.1. Latar Belakang.......................................................................................2

1.2. Rumusan Masalah..................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2

2.1. Definisi.....................................................................................................2

2.2. Etiologi....................................................................................................2

2.3. Patofisiologi (web of caution).................................................................2

2.4. Pengkajian................................................................................................

2.5. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Penunjang.......................2

2.6. Diagnosa Keperawatan..........................................................................2

2.7. Intervensi Keperawatan........................................................................2

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................2

3.1. Pengkajian..............................................................................................2

3.2. Diagnosis Keperawatan.........................................................................2

3.3. Analisa Data............................................................................................2

3.4. Intervensi Keperawatan........................................................................2

3.5. Implementasi Keperawatan..................................................................2

3.6. Evaluasi Keperawatan...........................................................................2

BAB IV PENUTUP................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Sjamsuhidayat (2016), Tuberkulosis merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri TB mampu menyerang seluruh bagian tubuh manusia secara
hematogen dan limfogen salah satunya menyerang muskuloskeletal pada
bagian tulang belakang (Smeltzer, 2013). Spondilitis tuberkulosis (TB)
dikenal dengan Pottds Disease of The Spine atau tuberculousvertebral
osteomyelitis yang merupakan peradangan granulomatosa bersifat akut
dekstruktif yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Istianah,
2017).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat
berpengaruh pada kesehatan masyarakat dalam skala global. Penderita
tuberkulosis di daerah Asia Tenggara adalah sebanyak 44% dari kasus
keseluruhan TB di dunia, dan Indonesia masuk ke dalam 8 negara yang
berkonstribusi besar ketiga kasus TB secara keseluruhan setelah India dan
China (WHO, 2020). Insidensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2018
adalah 316 per 100.000 penduduk atau diperkirakan sekitar 845.000
penduduk menderita tuberkulosis pada tahun 2018 dan setiap jam
diperkirakan 11 orang meninggal akibat tuberkulosis (Infodatin
Tuberkulosis, 2018).
Infeksi pada sistem muskuloskeletal mencapai 35% dari seluruh
kasus tuberkulosis ekstra paru dan paling sering ditemukan pada tulang
belakang, yaitu sekitar 50% dari seluruh kasus tuberkulosis sistem
muskuloskeletal (Sahputra & Munandar, 2015). Tuberkulosis tulang
belakang atau Spondilitis Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit
infeksi akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis yang merupakan infeksi
ekstra paru yang terbanyak yang penularannya cepat, namun sayangnya
masih banyak masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai
penyakit ini. Gejala yang ditimbulkan dari Spondilitis Tuberkulosis
seringkali tidak khas sehingga kesadaran untuk segera mendapat perawatan
kurang, padahal penyakit ini tergolong berat karena berkaitan dengan risiko
destruksi tulang, deformitas, kelumpuhan, dan kecacatan. Pengobatan yang
ada sekarang dapat mengatasi penyakit ini secara efektif, namun hanya jika
deformitas dan defisit neurologis belum bermanifestasi. Keterlambatan
pengobatan dan perawatan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang sehingga dibutuhkan pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi
gejala dan tanda sedini mungkin.
Hal ini menuntut perawat untuk memberikan perawatan yang
holistik, mulai dari aspek biologi, psikologi, sosiologi, sampai spiritual.
Perawat juga dituntut untuk memberikan perawatan secara preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga dapat mencegah komplikasi
lebih lanjut, dan dapat mengembalikan fungsi klien ke arah yang lebih
optimal. Berdasarkan data dan fenomena yang telah dikemukakan di atas,
Penulis bermaksud membahas tentang asuhan keperawatan pada Nn.N
dengan spondilitis TB.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. N dengan masalah
Spondilitis Tuberkolosis?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada Ny. N
dengan masalah Spondilitis TB di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Pengkajian Keperawatan pada Ny.N yang mengalami
Spondilitis Tuberkulosis di Arifin Achmad Provinsi Riau
b. Penetapan diagnosis keperawatan pada Ny.N yang
mengalami Spondilitis Tuberkulosis di Arifin Achmad
Provinsi Riau
c. Perencanaan Keperawatan pada Ny.N yang mengalami
Spondilitis Tuberkulosis di Arifin Achmad Provinsi Riau
d. Implementasi keperawatan pada Ny.N yang mengalami
Spondilitis Tuberkulosis di Arifin Achmad Provinsi Riau
e. Evaluasi keperawatan pada Ny.N yang mengalami Spondilitis
Tuberkulosis di Arifin Achmad Provinsi Riau
1.4. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah informasi dan ilmu
pengetahuan kepada mahasiswa mengenai konsep dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Spondilitis TB, sehingga informasi ini
dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Spondilitis TB

2. Bagi Institusi
Makalah ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk mengembangkan
pelayanan keperawatan klien denganSpondilitis TB serta dapat
dijadikan dasar dalam memberikan materi dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien dengan Spondilitis TB

3. Bagi Tempat Praktik


Makalah ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak rumah sakit
dalam mengembangkan pelayanan asuhan keperawatan pada klien
dengan spondilitis TB
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1.5. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang vetebra sehingga
dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tndiyo,
2019). Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis
tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik
destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa (Mansjoer, 2018).

1.6. Etiologi
Penyakit_ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).
Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium
tuberculosis, Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh
mikrobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosis atipik. Walaupun
spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai
penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering
tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle accilus, ataupun non-
tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV).
Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi
pola resistensi obat.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang
yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik
melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Z iehl-Nielson untuk
memvisualisasikannya. Bakteri_ tubuh secara lambat dalam media egg-
enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan
karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk
membedakannnya dengan spesies lain. Lokasi spondilitis tuberkulosis
terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga di
duga adanya infeksi sekunder dari suatu teberkulosis traktus urinaris, yang
penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena peravertebralis.

1.7. Klasifikasi
Klasifikasi spondilitis TB menurut Gulhane Askeru Tip Akademisi (GATA)
dalam Zuwanda (2013) berdasarkan kriteria klinis radiologis, yaitu:
a. Tipe IA
Lesi vertebra dan degenerasi diskus 1 segmen, tanpa kolaps, abses,
ataupun defisit neurologis
b. Tipe IB
Adanya cold abscess, degenerasi diskus 1 atau lebih, tanpa kolaps
ataupun defisit neurologis
c. Tipe II
Kolaps vertebra, cold abscess, kifosis, deformitas stabil dengan/tanpa
defisit neurologis angulasi sagital <20°
d. Tipe III
Kolaps vertebra berat, cold abscess, kifosis berat, deformitas tidak stabil
dengan atau tanpa defisit neurologis angulasi sagital >20°

1.8. Manifestasi Klinis


Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien
mengalami keadaan sebagai berikut, berat badan menurun selama 3 bulan
berturut-turut tanpa sebab yang jelas, demam lama tanpa sebab yang jelas,
pembesaran kelenjar limfe superfisial yang tidak sakit, batuk lebih dari 30
hari, terjadi diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
disertai benjolan/masa di abdomen dan tanda-tanda cairan di abdomen.
Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada bayi di bawah 1
tahun. Penyakit ini baru muncul setelah anak belajar berjalan atau
melompat. Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang
belakang yang disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan
enggan menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien
akan menolak jika diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat
barang dari lantai. Nyeri tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat.
Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus
disertai oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang membungkuk dan
membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak stabil serta dapat berkembang
secara progresif.
Terdapat 2 tipe klinis kiposis yaitu mobile dan rigid. Pada 80% kasus,
terjadi kiposis 100 , 20% kasus memiliki kiposis lebih dari 100 dan hanya
4% kasus lebih dari 300. Kelainan yang sudah berlangsung lama dapat
disertai oleh paraplegia ataupun tanpa paraplegia. Abses dapat terjadi pada
tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga dada bagian bawah atau ke
bawah ligamen inguinal. Paraplegia pada pasien spondilitis TB dengan
penyakit aktif atau yang dikenal dengan istilah Pott’s paraplegi, terdapat 2
tipe defisit neurologi ditemukan pada stadium awal dari penyakit yaitu
dikenal dengan onset awal, dan paraplegia pada pasien yang telah sembuh
yang biasanya berkembang beberapa tahun setelah penyakit primer sembuh
yaitu dikenal dengan onset lambat (Paramarta, dkk. 2016).

1.9. Patofisiologi (web of caution)


Perjalanan infeksi Mycobacterium tuberculosis di dalam tubuh manusia
melalui saluran pernafasan dibagi menjadi 4 fase (Agus Rahim, 2012):
a. Fase Primer
Mycobacterium tuberculosis masuk melalui saluran pernafasan
menuju alveoli. Di jaringan alveoli timbul reaksi radang yang
melibatkan system pertahanan tubuh (limfoid hilus) membentuk fokus
primer. Mycobacterium tuberculosis kemudian dibawa ke kelenjar
limfoid hilus dan menimbulkan peradangan limfadenitis regional
yang membentuk granuloma sel epiteloid dan nekrosis perkejuan.
Fokus primer dan limfadenitis regional membentuk suatu komplek
primer, yang sebagian kecil dapat mengalami resolusi dan sembuh
tanpa meninggalkan bekas, atau sembuh melalui fibrosis dan klasifikasi.
b. Fase Miliar
Kompleks priner mengalami penyebaran miliar, yaitu suatu
penyebaran hematogen yang menimbulkan infeksi di seluruh jaringan
paru-paru dan organ lain. Penyebaran infeksi secara bronkogen ke
bagian paru lain berpotensi menimbulkan bronkopneumonia
tuberculosis. Fase ini dapat berlangsung terus menerus sampai
menimbulkan kematian, sembuh sempurna, atau menjadi laten maupun
dorman.
c. Fase Laten
Kompleks primer ataupun lokasi radang di tempat lain dapat
mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut, sehingga
Mycobacterium tuberculosis menjadi dorman. Fase ini berlangsung
pada semua organ yang terinfeksi selama bertahun-tahun. Perubahan
daya tahan tubuh dapat menyebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
semula dorman menjadi aktif kembali.
d. Fase reaktivasi
Fase ini dapat terjadi di dalam atau di luar paru-paru. Di dalam paru-
paru, reaktivasi penyakit dapat sembuh tanpa bekas, sembuh dengan
fibrosis dan kalsifikasi, atau membentuk kaverne dan menjadi
bronkiektasi. Reaktivasi infeksi dapat menyerang berbagai organ
selain paru-paru. Ginjal merupakan organ kedua yang paling sering
terinfeksi, selanjutnya limfe, tuba falopi, tulang, sendi, otak, adrenal,
saluran cerna, dan kelenjar mamae. Perjalanan infeksi pada vertebra
dimulai pasca reaktivasi Mycobacterium tuberculosis yang semula
dorman. Vertebra yang paling sering terinfeksi adalah torako lumbal
(T8-L3). Mycobacterium tuberculosis masuk ke korpus vertebra melalui
3 jalur utama, yaitu jalur arteri, vena, dan jalur tambahan. Penjelasan
jalur tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1) Penyebaran jalur utama/primer
Penyebaran infeksi Mycobacterium tuberculosis berlangsung
secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam
korpus vertebra melalui arteri segmetalis intercostal, atau
segmentalis lumbal yang memberi aliran separuh korpus yang
berdekatan, sehingga setiap korpus vertebra diberi nutrisi oleh 4
buah arteri nutrisia. Di dalam korpus, arteri ini berakhir sebagai
end artery tanpa anastomosis. Oleh karena itu, perluasan infeksi
korpus vertebra sering dimulai di daerah paradiksus.
2) Penyebaran jalur kedua/sekunder
Penyebaran infeksi Mycobacterium tuberculosis melalui pleksus
Batson, yaitu suatu anyaman vena epidural dan peridural. Vena
dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson di perivertebral.
Vena dari korpus ke luar melalui bagian posterior. Pleksus ini
beranatomosis dengan vena dasar otak, dinding dada, intercostal,
lumbal, dan vena pelvis. Suplai darah di pleksus Butson berasal
dari vena epidural dan peridural. Jika terjadi aliran retrograde
akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen, maka
Mycobacterium tuberculosis dapat ikut meyebar dari infeksi
tuberculosis yang berasa dari organ di daerah aliran vena vena
epidural danperidural.
3) Penyebaran jalur ketiga/tersier
Merupakan penyebaran perkontinuitatum dari abses paravertebral
yang telah terbentuk sebelumnya, lalu menyebar sepanjang
ligament longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan.
Pathway Spondilitis TB menurut Rahim (2012), Rasjad (2012), dan Muttaqin
(2008)
1.10. Komplikasi
Menurut Badrul Munir (2017) komplikasi dari spondilitis TB yaitu:
a. Potts paraplegia
Paraplegi dapat terjadi secara perlahan oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebra.
b. Ruptur abses paravertebra
Empiema tuberkulosa dapat terjadi karena rupturnya abses
paravertebral di torakal ke dalam pleura.
c. Cedera corda spinalis (spinal cord injury)
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus
intervertebralis atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda
spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa.

1.11. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien Spondilitis
TB yaitu :

1. Laboratorium
 Laju endap darah meningkat (namun tidak spesifik), dari 20
sampai lebih dari 100mm/jam.
 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein
Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada
kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh
mycobacterium.
 Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam untuk mendeteksi
bakteri Mycobaterium tuberculosis, namun hasil yang didapat
seringnya negatif pada kasus Spondilitis Tuberkulosis
2. Sinar X
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari
bukti adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen
yang abnormal). Hanya 50% pasien dengan tuberkulosis tulang dan
sendi didapatkan gambaran infeksi tuberkulosis pada foto sinar X, dan
foto ini juga dapat mengaburkan diagnosis. Foto polos seluruh tulang
belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di
tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8
minggu onset penyakit.

Gambar 2.1 Foto polos rontgen anteroposterior (a) dan lateral (b)
lumbal pasien 17 tahun spondilitis TB dengan keluhan low back
pain. Menunjukkan hilangnya tinggi corpus vertebra (tanda panah
pada gambar (a), sklerosis end plate dan terjadi skaloping anterior
(panah pada gambar b)

3. Computed Tomography – Scan (CT)


Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan
keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan
lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan
CT Scan

1.12. Penatalaksanaan Medis


Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:
a. Pemberian obat antituberkulosis
b. Dekompresi medulla spinalis
c. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
d. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:
1) Terapi konservatif berupa:
a) Tirah baring (bed rest)
b) Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak
vertebra
c) Memperbaiki keadaan umum penderita
d) Pengobatan antituberkulosa
(1) Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan
dalam 2 tahap:
- Tahap 1:
Rifampisin 450 mg + Etambuto! 750 mg + INH 300 mg +
Pirazinamid 1500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).
- Tahap 2:
Rifampisin 450 mg + INH 600 mg. Diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
(2) Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang
diberikan dalam 2 tahap yaitu:
- Tahap I
Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg
Pirazinamid 1500mg Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap
hari. Untuk Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan
obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
- Tahap 2
INH 600 mg Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg . Obat ini
diberikan kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, laju endap darah memurun dan menetap.
gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta
gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

2) Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
a) Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b) Adanya abses yang besar sehingga diperiukan drainase abses secara
terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
c) Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi
ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan
langsung pada meduila spinalis.Walaupun pengobatan kemoterapi
merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang
belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting
dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi
tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
(1) Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh
karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian
tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.
Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
(a) Debrideman fokal
(b) Kosto-transveresektomi
(c) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian
depan. Paraplegia
(2) Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
(a) Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
(b) Laminektomi
(c) Kosto-transveresektomi
(d) Operasi radikal
(e) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
(3) Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
(a) Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat.
Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama
pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior
atau melalui operasi radikal.
(b) Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan
pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total
treatment.Metode ini mengobati tbc tulang belakang
berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai infeksi tbc yang
dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan
TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil,
tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan
dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat
kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan
keluarganya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Spondilitis TB


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, alamat, tanggal pengkajian,
tanggal MRS, diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pasien dengan spondilitis TB yaitu nyeri punggung bagian
bawah sehingga mendorong pasien berobat kerumah sakit. Pada awal
dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri
dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama saat
pergerakan pada tulang belakang. Selain keluhan utama tersebut klien juga
bisa mengeluh nafsu makan menurun, badan terasa lemah, suhu tubuh
sedikit panas, keringat dingin, dan terjadi penurunan BB.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Terjadinya spondilitis TB biasanya didahului dengan adanya riwayat
pernah menderita penyakit Tb paru.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan spondilitis TB penyebab timbulnya yaitu klien pernah
atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit TB pada
keluarga maupun disekitarnya.
e. Riwayat psikososial
Klien akan cemas terhadap penyakit yang diderita sehingga klien akan
sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya, pengobatan
dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan
bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi
sosialisasi penderita dengan linkungannya.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di RS mempengaruhi
persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan tidak
semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga
menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga
kemungkinan terdapat nya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi
dan tingkat ekonomi klien akan mempengaruhi kesehatan klien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakit klien merasakan tubuhnya menjadi
lemah. Sedangkan kebutuhan metabolism tubuh semakin meningkat
sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
3) Pola eliminasi
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
semula bias ke kamar mandi, karena lemah, nyeri punggung dan
karena ada penatalaksanaan perawatan imobilisasi, sehingga jika klien
ingin BAB atau BAK harus diatas tempat tidur dengan alat dan
bantuan keluarga atau tenaga kesehatan. Dengan perubahan tersebut
klien tidak terbiasa dan akan terjadi gangguan eliminasi.
4) Pola aktifitas
Karena adanya kelemahan fisik, nyeri punggung dan karena ada
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada punggung, dan perubahan lingkungan atau
dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk RS klien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalankan perannya sebagaimana mestinya, baik
dalam keluarga maupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan spondilitis TB seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan terkadang sampai mengisolasi dirinya
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi indra klien tidak mengalami gangguan kecuali bila terjadi
komplikasi paraplegi.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan klien dalam hal melakukan hubungan seksual akan
terganggu bila klien dirawat di RS, namun dalam hal curahan kasih
sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya dalam hal merawat
sehari–hari tidak akan terganggu.
10) Pola penanggulangan stress
Klien yang kurang memahami kondisinya akan mengalami stress.
Dan klien akan lebih banyak bertanya tentang penyakitnya untuk
mengurangi stressnya.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Klien yang sebelum sakit rajin melakukan ibadah, maka saat sakit
dia juga akan giat beribadah sesuai dengan kemampuannya. Karena
dengan beribadah mereka akan merasa lebih tenang dan juga dapat
mengurangi stress yang dialaminya.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada klien dengan spondilitis TB, klien umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-tanda vital bradikardi,
dan hipotensi berhubungan dengan penurunan aktivitas secara umum
akibat adanya hambatan dalam melakukan mobilisasi ekstremitas
2) B1 (Breathing)
Terkadang didapatkan adanya bakteri tuberculosa pada paru-paru
3) B2 (Blood)
Terkadang didapatkan adanya bakteri tuberculosa pada aliran darah
4) B3 (Brain)
Pasien tampak lemah, terjadi peningkatan suhu tubuh (sub febris)
5) B4 (Bowel)
Terdapat penurunan nafsu makan sampai penurunan BB
6) B5 (Bladder)
Biasanya terjadi gangguan eliminasi karena klien harus bedrest
7) B6 (Bone)
Nyeri pada tulang belakang, deformitas tulang belakang dan tampak
kifosis, terdapat spasme otot paravertebralis

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosis keperawatan merupakan
dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti &
Mulyanti, 2017). Adapun diagnosis (SDKI, 2017) dari Spondilitis TB
sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/ bentuk
tubuh
4. Defisit nutisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Tujuan: Setelah Observasi
dilakukan tindakan a)Identifikasi lokasi, kararkteristik, durasi,
keperawatan 3x8
frekuensi, kualitas, intesistas nyeri
jam diharapkan
b)Identifikasi skala nyeri
tingkat nyeri
c)Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun :
d)Identifikasi faktor yang memperberat dan
1. frekuensi nadi
membaik
memperingan nyeri

2. Pola napas e)Monitor efek samping penggunaan


membaik analgetik
3. keluhan nyeri Terapeutik
menurun a)Berikan teknik nonfarmakologis untuk
4. meringis mengurangi rasa nyeri
menurun b)Kontrol lingkungan yang memperat rasa
5. gelisah menurun
nyeri
6. kesulitan tidur
c)Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun
Edukasi
a)Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
b)Jelaskan strategi meredakan nyeri
c)Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
mobilitas Tujuan: Setelah Observasi

fisik dilakukan tindakan a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik


keperawatan 3x8
lainnya
jam diharapkan
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan
mobilitas fisik
pergerakan
meningkat :
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan
1. pergerakan
ekstremitas
darah sebelum memulai mobilisasi

meningkat d) Monitor kondisi umum selama melakukan


2. kekuatan otot mobilisasi
meningkat Terapeutik
3. nyeri menurun a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
4. kaku sendi bantu
menurun b) Fasilitasi melakukan pergerakan
5. gerakan terbatas
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
menurun
dalam meningkatkan pergerakan
6. kelemahan fisik
Edukasi
menurun
a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c) Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan

3. Gangguan Citra Tubuh Promosi Koping


citra tubuh Tujuan: Setelah Observasi
dilakukan tindakan a) Identifikasi kegiatan jangka pendek dan
keperawatan 3x8 panjang sesuai tujuan
jam diharapkan
b) Identifikasi kemampuan yang dimiliki
citra tubuh
c) Identifikasi kebutuhan dan keinginan
meningkat :
terhadap dukungan sosial
1. Verbalisasi
d) Identifikasi dampak situasi terhadap peran
perasaan negatif
dan hubungan
tentang
perubahan tubuh Terapeutik
menurun a) Diskusikan peubahan peran yang dialami
2. Verbalisasi b) Gunakan pendekatan yang tenang dan
kekhawatiran menyakinkan
pada reaksi orang c) Berikan pilihan realitis mengenai aspek-
lain menurun aspek tertentu dalam perawatan
3. Melihat bagian d) Motivasi untuk menentukan harapan yang
tubuh realitis
4. Menyentuh e) Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
bagian tubuh f) Dampingi saat berduka
membaik Edukasi
a) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
b) Anjurkan keluarga terlibat
c) Anjurkan membuat tujuan yang lebih
spesifik
d) Latih penggunaan teknik relaksasi
e) Latih keterampilan sosial
4. Defisit nutisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Tujuan: Setelah Observasi
dilakukan a) Identifikasi status nutrisi
tindakan b) Identifikasi makanan yang disukai
keperawatan 3x8 c) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
jam diharapkan nutrien
nutrisi terpenuhi : d) Monitor asupan makanan
1. porsi makanan e) Monitor berat badan
yang dihabiskan Terapeutik
meningkat a) Lakukan oral hygine sebelum makan
2. berat badan b) Sajikan makanan secara menarik dan suhu
atai IMT yang sesuai
meningkat c) Berikan makanan tinggi serat untuk
3. frekuensi mencegah konstipasi
makan meningkat d) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
4. nafsu makan protein
meningkat Edukasi
5. perasaan cepat a) Anjurkan posisi duduk
kenyang b) Ajarkan diet yang di programkan
meningkat
5. Ansietas Tingkat Terapi Relaksasi
Ansietas Observasi
Setelah dilakukan a) Identifikasi penurunan tingkat energi,
asuhan ketidakmampuan berkosentrasi, atau gejala
keperawatan lain yang menganggu kemampuan kognitif
selama 3x24 jam, b) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
diharapkan efektif digunakan
ansietas teratasi c) Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
dengan kriteria penggunaan teknik sebelumnya
hasil: d) Monitor respon terhadap teknik relaksasi
1. Gelisah Terapeutik
menurun a) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
2. Perilaku gangguan dengan pencahayaan dan suhu
tegang ruang nyaman
menurun b) Gunakan nada suara lembut dengan irama
3. Verbalilasisi lambat dan berirama
kebingugan c) Gunakan relaksasi sebagai strategi
menurun penunjangn dengan analgetik atau tindakan
medis lain
Edukasi
a) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
b) Anjurkan mengambil posisi nyaman
c) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
d) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Adapun yang dapat dievaluasi setelah melakukan asuhan keperawatan dengan
individu yang mengalami Spondilitis TB menurut SLKI 2018 antara lain :
a. Mobilitas fisik meningkat
b. Tingkat nyeri menurun
c. Citra tubuh meningkat
d. Status nutrisi membaik
e. Tingkat ansietas menurun
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.1. Pengkajian
A. INFORMASI UMUM
Nama : Ny. N
Umur : 40th 6bln 11hr
Tanggal Lahir : 23-09-1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Melayu
Tanggal Masuk : 01 April 2024
Tanggal Pengkajian : 01 April 2024
Dari/Rujukan : IGD RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Diagnosa Medis : Spondilitis TB
Nomor Medical Record : 01142264

B. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan nyeri menjalar dari punggung ke kaki sejak 1 tahun
yang lalu. Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat dilakukan
pengkajian, klien mengatakan sesak nafas diakibatkan rasa nyeri, demam
pada malam hari. Klien terpasang infus Nacl 0,9 20 tpm di tangan kanan,
klien rencana operasi laminaktomy pada tanggal 2 april 2024.

C. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA


Klien mengatakan sebelumnya memiliki riwayat operasi histerektomi
pada tahun 2023, klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit diabetes
melitus, jantung, asma. Klien telah mengkonsumsi obat OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) selama 2 bulan terakhir.
D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA DAN GENOGRAM
Klien mengatakan bahwa keluarga inti dan keluarga sebelumnya tidak
ada yang memiliki penyakit apapun, termasuk penyakit yang serupa seperti
dirinya.

Genogram:

:Lk : Pasien
:Pr
c

E. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital:
TD : 125/92 mmHg
Suhu : 36,5C
Nadi : 105 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 50 kg
GCS : 15 (composmentis) E = 4, M = 6, V = 5

I. Kepala
1. Rambut : Panjang/pendek/tanpa rambut/kotor/mudah rontok/gatal-gatal
Lain-lain: Klien berambut panjang, berwarna hitam, rambut tidak mudah
rontok, dan rambut tampak bersih.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada rambut klien

2. Mata : Ikterik/midriasis/pakai kacamata/contact lens/gangguan


penglihatan
Lain-lain: Mata simetris, pupil isokor, reflek pupil terhadap cahaya normal,
dan konjungtiva ananemis
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada mata klien

3. Hidung : Perdarahan/sinusitis/gangguan
penciuman/malformasi/terpasang NGT
Lain-lain: Klien terpasang nasal kanul 4 liter/menit, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak terdapat fraktur, perdarahan, dan lesi
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

4. Mulut : Kotor/bau/terpasang ETT/Gudel/perdarahan/lidah


kotor/gangguan pengecapan
Lain-lain: Membran mukosa lembab, bibir pucat, dan tidak ada perdarahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

5. Gigi : Gigi palsu/kotor/kawat gigi/karies/tidak ada gigi


Lain-lain: gigi lengkap, dan tidak ada karies
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada gigi klien

6. Telinga : Perdarahan/terpasang alat bantu dengar/infeksi gangguan


Lain-lain: Telinga simetris, tidak ada serumen, tidak tampak penggunaan alat
bantu dengar, tidak ada lesi, dan perdarahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada telinga klien

II. Leher : Pembesaran KGB/kaku kuduk/terpasang trakeostomi/JVP


Lain-lain: Tidak ada pembesaran KGB dan JVP
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada leher klien

III. Dada
Inspeksi : dada simetris, pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan.

Palpasi : fremitus sama kanan dan kiri, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
dan nyeri lepas.

Perkusi : sonor kedua lapan paru (paru), pekak (jantung)

Auskultasi : vasikuler (paru), BJ 1 dan 2 reguler (jantung), tidak ada bunyi


napas tambahan

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan pada dada pasien


IV. Tangan: Utuh / luka / lecet / sianosis /capillary refill / clubbing finger /
dingin / fraktur / edema
Lain-lain: Tonus otot 5, CRT <2 detik, tidak terdapat fraktur, dan tidak
terdapat edema
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada tangan klien

V. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada luka dan tidak terdapat asites

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Terdengar timpani

Auskultasi : Bising usus 13 x/menit

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan pada abdomen klien

VI. Genitalia: Perdarahan/terpasang


kateter/trauma/malformasi/menstruasi/infeksi
Lain-lain: Klien terpasang kateter, tidak ada perdarahan, dan tidak ada tanda-
tanda infeksi
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada genitalia klien

VII.Kaki : Fraktur/edema/malformasi/luka/infeksi/keganasan/sianosis/dingin
Lain-lain: Tidak terdapat fraktur, edema, dan perdarahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan pada kaki klien

VIII. Punggung : Lordosis/kifosis/scoliosis/luka/decubitus/infeksi


Lain-lain: Tulang punggung normal, terdapat luka post operasi di bagian
punggung, nyeri pada bagian luka post operasi
Masalah keperawatan: Gangguan Integritas Kulit dan Nyeri Akut
Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik

Analisa Gas Darah (01-04-2024)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Analisa gas darah
pH 7.43 7.35-7.45
Pco2 36 mm Hg 34-35
pO2 91 mm Hg 80-100
HCO3 24 mmol/L 22-26
TCO2 25 mmol/L 24-30
BE -0 (-2)-(+2)
SO2C 97 % >95
Elektrolit
Na+ L 132 mmol/L 135-145
K+ L 3.2 mmol/L 3.5-5.5
Calsium 1.07 mmol/L 0.90-1.08
Lactat H 1.80 mmol/L 0.36-1.70

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


HEMATOLOGI (02-04-2024) pre op
Darah Lengkap
Hemoglobin L 10.4 g/dL 12.0-16.0
Leukosit 9.47 10^3uL 4.80-10.80
Trombosit 344 10^3uL 150-450
Eritrosit L 3.44 10^3uL 4.20-5.40
Hematokrit L 31.1 % 37.0-47.0
MCV 90.4 fL 79.0-99.0
MCH 30.2 pg 27.0-31.0
MCHC 33.4 g/dL 33.0-37.0
RDW-CV 12.0 % 11.5-14.5
RDW-SD 39.8 fL 35.0-47.0
PDW 9.3 fL 9.0-13.0
MPV 9.6 fL 7.2-11.1
P-LCR 20.5 % 15.0-25.0
Hitung Jenis
Basofil 0.1 % 0-1
Eosinofil L 0.0 % 1.0-3.0
Neutrofil H 83.2 % 40.0-70.0
Limfosit L 9.0 % 20.0-40.0
Monosit 7.7 % 2.0-8.0
Hasil Pemeriksaan Radiologi 30 Maret 2024
Lumboscral AP/Lat:
Curve dan alignment dalam batas normal
Lesi titik destruksi pada corpus V L 4-5
Discus intervertevralis L 4-5 meneympit
Pedikel dalam batas normal
Tidak tampak osteofit
Kesan :
Spondilitis L 4-5
Medikasi/obat-obatan yang diberikan saat ini
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x 1gr
- Tromadol 3x100mg
- Ketorolac 3x30 gr
- Asam traneksamat 3 x 500 mg
- Mecobalamin 3 x 500 mg
- OMZ 2x 40 mg
1.2. Diagnosis Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situsional ditandai dengan pasien
mengatakan cemas akan melakakan Operasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri, skala nyeri 5.
3. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (post op
laminaktomy) ditandai dengan tampak ada luka bekas operasi
laminaktomy
1.3. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS: Spondilitis TB L4-5 Ansietas
Pasien mengatakan ↓
cemas akan Pre Operasi laminaktomy
melakukkan op ↓
DO: Krisis situsional
- Pasien tampak ↓
tegang Ansietas
- Pasien tampak
gelisah
- Kes: Compos
Mentis
- GCS: 15
- TTV
TD:117/75 mmHg
N: 80x/mnt
S: 36,4 C
RR: 18x/mnt

2 DS:` General anastesi Nyeri Akut


- P:Pasien ↓
mengatakan Efek medikasi berkurang
nyeri di bagian ↓
pinggang Post op laminaktomy
menjalar hingga (Agen cidera fisik)
kaki dan nyeri ↓
pada bekas luka Nyeri akut
operasi
- Q:nyeri seperti
tertusuk tusuk
- R: nyeri terasa di
daerah pinggang
menjalar ke kaki
dan bekas luka
operasi
- S: skala nyeri 7
- T: nyeri terasa
hilang timbul
DO:
- Pasien tampak
meringis
kesakitan
- Pasien tampak
gelisah
- Terdapat luka
post operasi
ditutup verban
- Post op posterior
stabilisasi +
laminoktomi
dekompresi
- Kesadaran
composmentis
(15)E4M6V5
- Ttv: TD:
131/90mmHg,
S:36,7C,
HARI:110
x/menit
RR:25 x/menit
- SpO2:99%

3 DS: Post Op Laminactomy Gangguan Integritas


- Pasien ↓ Kulit
mengatakan Integritas kulit terputus
ada luka pada ↓
bagian Gangguan integritas kulit
punggung
belakang
bekas op
- Pasien
mengatakan
nyeri pada
luka post op
DO:
- Post op
laminectomy
decompresio
n
- Tampak luka
bekas operasi
tertutup kasa
steril
- Skala nyeri 5

1.4. Intervensi Keperawatan


Diagnosa Intervensi
No Tujuan/Sasaran
Keperawatan Keperawatan

1 Ansietas (D.0089) SLKI: Tingkat Ansietas SIKI: Reduksi Ansietas


(L.09093) ( I.09314)
Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama  Identifikasi saat
3x24 jam, diharapkan tingkat ansietas
ansietas teratasi dengan berubah (mis:
kriteria hasil: kondisi, waktu,
 Gelisah menurun stresor)
 Perilaku tegang  Identifikasi
menurun kemampuan
 Verbalilasisi mengambil
kebingugan keputusan
menurun  Monitor tanda-tanda
ansietas (verbal dan
nonverbal)
Terapetik
 Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang
membuat ansietas
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
 Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
 Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan
datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
 Latih Teknik
relaksasi
2 Nyeri Akut SLKI: Tingkat Nyeri SIKI : Manajemen Nyeri
(D. 0077) (L.08066) (I. 08228)
Setelah dilakukan asuhan Observasi :
keperawatan selama  Identifikasi lokasi,
3x24 jam, diharapkan karakteristik, durasi,
nyeri akut teratasi dengan frekuensi, kualitas
kriteria hasil: nyeri
 Keluhan nyeri  Identifikasi skala
menurun (5) nyeri
 Meringis menurun  Identifikasi respon
(5) nyeri non verbal
 Gelisah menurun  Identifikasi faktor
(5) yang memperberat
 Frekuensi nadi dan memperingan
membaik (5) nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
Terepeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
Terapi musik, terapi
pijat, aromaterapi,
kompres
hangat/kompres
dingin).
 Kontrol lingkungan
yang mempeberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingann)
 Fasilitasi istirahat
tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik, jika perlu
3 Gangguan integritas SLKI: Integritas kulit SIKI: Perawatan Luka (I.
kulit (D.0129) (L.14125) 14564)
Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama  Monitor
3x24 jam, diharapkan karakteristik luka
integritas kulit meningkat (mis: drainase,
teratasi dengan kriteria warna, ukuran , bau)
hasil:  Monitor tanda-tanda
 Kerusakan lapisan infeksi
kulit menurun Terapetik
 kerusakan jaringan  Lepaskan balutan
menurun dan plester secara
 elastisitas perlahan
meningkat  Cukur rambut di

 suhu kulit sekitar daerah luka,

membaik jika perlu

 tekstur membaik  Bersihkan dengan


cairan NaCl atau
pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu
 Pasang balutan
sesuai jenis luka
 Pertahankan Teknik
steril saat
melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan
perubahan posisi
setiap 2 jam atau
sesuai kondisi
pasien
 Berikan diet dengan
kalori 30 – 35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 – 1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis: vitamin A,
vitamin C, Zinc,
asam amino), sesuai
indikasi
 Berikan terapi
TENS (stimulasi
saraf
transcutaneous),
jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis:
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik),
jika perlu
 Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika perlu

1.5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Tgl Tanda
Dx Implementasi Evaluasi (SOAP)
/jam Tangan
1-4- Dx1  Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan
2024 tingkat ansietas cemas akan
berubah melaksanakan operasi
 Monitor tanda tanda
ansietas O:
 Menciptakan suasana - Tingkat
terapetik untuk ansietas:
menumbuhkan sedang
kepercayaan - TD: 110/79

 Menjelaskan prosedur, mmHg

sendasi yang mungkin - N: 84x/mnt

dialami - S: 36.4 C

 Menginformasikan - RR: 18x/mnt

secara factual - Pasien tampak

mengenai diagnosis, mengerti


pengobatan dan dengan
prognosis penjelasan
 Melatih Teknik prosedur yang
relasasi napas dalam akan dijalani
- Pasien tampak
lebih tenang
- Pasien dapat
melakukan
teknik napas
dalam
A: masalah
keperawatan teratasi
Sebagian
P: intervensi
dilanjutkan

Dx2  Mengidentifikasi S:
lokasi, karakteristik, - P:Pasien
durasi, frekuensi, mengatakan nyeri
kualitas nyeri di bagian
 Mengidentifikasi skala pinggang menjalar
nyeri hingga kaki

 Mengidentifikasi - Q:nyeri seperti

respon nyeri non tertusuk tusuk

verbal - R: nyeri terasa di

 Memberikan teknik daerah pinggang

nonfarmakologis menjalar ke kaki

untuk mengurangi rasa - S: skala nyeri 4

nyeri (mis. Terapi - T: nyeri terasa

musik, terapi pijat, hilang timbul

aromaterapi, kompres O:

hangat/kompres - Kesadaran
dingin). composmentis
 Mengkontrol (15)E4M6V5
lingkungan yang - Pasien terpasang
mempeberat rasa nyeri oksigen nasal
(mis. Suhu ruangan, canul 4lpm
pencahayaan, - Pasien tampak
kebisingann) meringis dan
 Memfasilitasi istirahat gelisah
tidur - Frekuensi nadi
 Mengajarkan teknik meningkat (HR:
nonfarmakologis 105x/menit)
untuk mengurangi rasa Ttv: TD: 125/92
nyeri mmHg, S:36,5C,
 Mengkolaborasi dalam HARI:105
pemberian analgetik, x/menit
jika perlu RR:23 x/menit
- SpO2:99%
A:
- Nyeri akut belum
teratasi
(Tingkat nyeri
mulai menurun
(3))
P: intervensi
dilanjutkan
- Mengajarkan
teknik
nonfarmakologis
(relaksasi napas
dalam)
- Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik

2-4- Dx2  Mengidentifikasi S:


2024 lokasi, karakteristik, - P:Pasien
durasi, frekuensi, mengatakan nyeri
kualitas nyeri di bagian bekas
 Mengidentifikasi skala luka operasi
nyeri - Q:nyeri seperti
 Mengidentifikasi tertusuk tusuk
respon nyeri non - R: nyeri terasa di
verbal bekas luka operasi

 Memberikan teknik - S: skala nyeri 5

nonfarmakologis - T: nyeri terasa

untuk mengurangi rasa hilang timbul

nyeri (mis. Terapi O:

musik, terapi pijat, - Kesadaran

aromaterapi, kompres composmentis

hangat/kompres (15) E4M6V5

dingin). - Pasien terpasang

 Mengkontrol oksigen nasal

lingkungan yang canul 4lpm

mempeberat rasa nyeri - Pasien tampak

(mis. Suhu ruangan, meringis dan

pencahayaan, gelisah

kebisingann) - Frekuensi nadi

 Memfasilitasi istirahat meningkat (HR:

tidur 110x/menit)
Ttv: TD: 110/70
 Mengajarkan teknik
nonfarmakologis mmHg, S:36,5C,
untuk mengurangi rasa HR:105 x/menit
nyeri RR:20 x/menit
 Mengkolaborasi dalam - SpO2:99%
pemberian analgetik, A:
jika perlu - Nyeri akut belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
- Mengajarkan
teknik
nonfarmakologis
(relaksasi napas
dalam)
- Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik:
ketorolac 3x1 mg
Dx3  Monitor karakteristik
luka S: -
 Monitor tanda-tanda
infeksi O:

 Memberikan ganti - Tampak luka

balutan sesaui jumlah post op

eksudat laminaktomy

 Mempertahankan pada

Teknik steril saat punggung

melakukan perawatan - Tampak luka

luka tertutup kasa

 Memasang balutas steril

sesuai jenis luka - Tidak ada


tampak tanda
 Menjadwalkan
tanda infeksi
perubahan posisi tiap 2
jam. (kemerahan,
 Menjelaskan tanda dan bengkak,
gejala infeksi demam (-))
 Mengkonsumsi - Pasien dan
makanan tinggi kalori keluarga
dan protein tampak
mengerti dg
penjelasan
tanda dan
gejala infeksi
- Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
makanan lunak
diet ML TKTP
2100 kjkal
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan

3-4- Dx2  Mengidentifikasi S:


2024 lokasi, karakteristik, - P:Pasien
durasi, frekuensi, mengatakan nyeri
kualitas nyeri di bagian bekas
 Mengidentifikasi skala luka operasi
nyeri - Q:nyeri seperti
 Mengidentifikasi tertusuk tusuk
respon nyeri non - R: nyeri terasa di
verbal bekas luka operasi

 Memberikan teknik - S: skala nyeri 4

nonfarmakologis - T: nyeri terasa


untuk mengurangi rasa hilang timbul
nyeri (mis. Terapi O:
musik, terapi pijat, - Kesadaran
aromaterapi, kompres composmentis
hangat/kompres (15) E4M6V5
dingin). - Pasien terpasang
 Mengkontrol oksigen nasal
lingkungan yang canul 4lpm
mempeberat rasa nyeri - Terpasang Drain
(mis. Suhu ruangan, dialirkan (+)
pencahayaan, - DC (+)
kebisingann) - Pasien tampak
 Memfasilitasi istirahat dapa melakukan
tidur relaksasi napas
 Mengajarkan teknik dalam
nonfarmakologis - Pasien tampak
untuk mengurangi rasa meringis dan
nyeri gelisah

 Mengkolaborasi dalam Ttv: TD: 129/72

pemberian analgetik, mmHg, S:36C,


jika perlu HR:89 x/menit
RR:20 x/menit
- SpO2:99%
- Kolaborasi
analgetic :
ketorolac 3x1 mg
A:
- Nyeri akut belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
- Mengajarkan
teknik
nonfarmakologis
(relaksasi napas
dalam)
- Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik

Dx3  Monitor karakteristik S: -


luka
 Monitor tanda-tanda O:
infeksi - Tampak luka
 Memberikan ganti post op
balutan sesaui jumlah laminaktomy
eksudat pada

 Mempertahankan punggung hari

Teknik steril saat ke 1

melakukan perawatan - Tampak luka

luka tertutup kasa

 Memasang balutas steril da

sesuai jenis luka hypafix

 Menjadwalkan - Luka tampak

perubahan posisi tiap 2 bersih

jam. - Tidak ada


tampak tanda
 Menjelaskan tanda dan
tanda infeksi
gejala infeksi
(kemerahan,
 Mengkonsumsi
bengkak,
makanan tinggi kalori
demam (-))
dan protein
- Pasien dan
keluarga
tampak
mengerti dg
penjelasan
tanda dan
gejala infeksi
- Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
makanan lunak
diet ML TKTP
2100 kjkal
A: masalah belumm
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN

1.1. Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada asuhan keperawatan pada pasien
spondilitis TB di ruang Gardenia RSUD Arifin Achmad. Pengkajian pada
pasien umur 40 tahun dilakukkan pada tanggal 01 april 2024. Hasil
pengkajian sebagai berikut:
Pada Riwayat sekarang ditemukan bahwa pasien memiliki Riwayat
histerektomi pada tahun 2023, pasien mengatakan tidak memiliki Riwayat
penyakit diabetes melitus, jantung, asam urat dan TB Paru. Pasien
mengatakan sudah megkonsumsi OAT selama 2 bulan.
Hasil pengkajian selanjutnya pada Ny. N tanggal 1 april 2024
didapatkan keluhan terasa nyeri dan cemas terhadap kondisinya sekarang
dikarenakan pertama kali mengali penyakit yang seperti ini. Keadaan umum
pasien baik, GCS 15 (E4V5M6), kesadaran composmentis,tekanan darah
136/89 mmHg, frekuensi nadi 121 x/m, frekuensi nafas 24 x/m,suhu tubuh
36,5°C dan SpO299%.
Pada data dari pengkajian nyeri, pasien mengatakan sudah merasakan
nyeri menjalar dari punggung ke kaki sejak 1 tahun yang lalu. Skala nyeri 5.
Pasien mengalami sesak nafas dengan RR: 23x/mnt.
Pada pengkajian, pasien mengatakan cemas akan melaksanakan operasi.
Pasien tampak tegang dan gelisah. Terjadi peningkatan HR: 105x/mnt.
1.2. Diagnosis
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan proses berfikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik
dan pemberian pelayanan kesehatan yang lain. Komponen-komponen dalam
pernyataan diagnosis keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab
(etiologi), tanda dan gejala (sign and symptom) (Amin, 2015).
Diagnosis keperawatan yang ditegakan pada pasien Ny.N terdapat tiga
diagnosis dengan patofisiologis. Diagnosis tersebut adalah:
1) Ansietas
Diagnosa yang ditemukan pada pasien yaitu ansietas berhubungan
dengan krisis situsional. Pada saat pengkajian pasien mengatakan
cemas akan melaksanakan operasi. Data objektif yang didapatkan
pasien tampak tegang dan gelisah, frekuensi nadi meningkat.
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan adanya peningkatan
perasaan negatif terhadap tubuh pada pasien yang ditandai dengan
verbalisasi kekhawatiran akibat kondisi yang dihadapi, prilaku
gelisah, sehingga peneliti mengangkat diagnosa kasus ansietas dengan
beberapa kriteria yang diisyaratkan pada diagnosa tersebut.
Peneliti memperioritaskan diagnosa Ansietas karena kebutuhan
dasar manusia yang harus segera dipenuhi, dimana keadaan psikologis
individu yang terganggu. Masalah Ansietas ini jika tidak ditangani
secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih berat seperti
pasien akan mengalami depresi yang akan menghambat proses
penyembuhan pada pasien.
2) Nyeri Akut
Diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan Agen
Pencedera Fisik ditandai dengan klien mengatakan nyeri dengan skala
7. Data yang didapatkan pada klien yaitu data subjektif P:Pasien
mengatakan nyeri di bagian pinggang menjalar hingga kaki dan nyeri
pada bekas luka operasi Q:nyeri seperti tertusuk tusuk R: nyeri terasa
di daerah pinggang menjalar ke kaki dan bekas luka operasi S: skala
nyeri 7 T: nyeri terasa hilang timbul. Data objektif Pasien tampak
meringis kesakitan, Pasien tampak gelisah, Terdapat luka post operasi
ditutup verban Post op posterior stabilisasi + laminoktomi
dekompresi, Kesadaran composmentis, Ttv: TD: 131/90mmHg,
S:36,7C, HARI:110 x/menit RR:25 x/menit, SpO2:99%
3) Gangguan Integritas Kulit
Diagnosa ketiga yaitu gangguan integritas kulit berhubungan
dengan factor mekanis (luka post op) ditandai dengan adanya luka
post op pada punggung pasien. Data yang didapatkan pada klien yaitu
data subjektif Pasien mengatakan ada luka pada bagian punggung
belakang bekas operasi, Pasien mengatakan nyeri pada luka post op.
Data subjektif : pasien mengatakan ada luka pada bagian punggung
belakang bekas luka operasi tertutup verban, pasien mengatakan nyeri
pada luka post op. Data objektif : Post op laminectomy
decompression, Tampak luka bekas operasi tertutup kasa steril, Skala
nyeri 5.

1.3. Intervensi
Berdasarkan tahap perencanaan penulis mengacu pada perencanaan
yang terdapat dilandasan teoritis dimana perencanaan dibagi menjadi 3
tahap yaitu menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan, menentukan
kriteria hasil dan merencanakan tindakan keperawatan. Dalam pembuatan
rencana penulis bekerja sama dengan keluarga klien dan perawat ruangan
sehingga ada kesempatan dalam memecahkan masalah yang dialami klien
sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi sesuai teori perencanaan
keperawatan dituliskan dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) prinsip secara umum rencana keperawatan
yang penulis lakukan pada Ny.N
1. Ansietas
Intervensi asuhan keperawatan pada klien yang mengacu pada
intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) yang telah dipilah sesuai kebutuhan
klien Ny. N dengan Spondilitis TB dengan masalah keperawatan
yaitu Ansietas b.d cemas terhadap tindakan operasi d.d pasien
tampak cemas dan gelisah dengan kriteria hasil : gelisah menurun,
perilaku tegang menurun, dan vertabililasi kebingungan menurun.
Rencanan tindakan dalam diagnosa ansietas meliputi observasi:
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu,
stresor), identifikasi kemampuan mengambil keputusan, monitor
tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal). Terapetik: Ciptakan
suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, temani
pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan pahami
situasi yang membuat ansietas, dengarkan dengan penuh perhatian,
gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, mempatkan
barang pribadi yang memberikan kenyamanan, motivasi
mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan, miskusikan
perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan dating. Edukasi :
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami,
informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis, anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu, anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan, anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi, latih
kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan, latih
penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat, latih Teknik
relaksasi
2. Nyeri Akut
Intervensi asuhan keperawatan pada klien yang mengacu pada
intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) yang telah dipilah sesuai kebutuhan
klien Ny. N dengan Spondilitis TB dengan masalah keperawatan
yaitu nyeri akut dengan kriteria hasil : keluhan nyeri mneurun,
meringis menurun, gelisah menurun, frekuensi nadi membaik.
Rencana tindakan keperawatan, observasi ;identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri, identifikasi skala
nyeri, identifikasi respon nyeri non verbal, identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri, identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri. Terepeutik : Berikan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat/kompres dingin), kontrol
lingkungan yang mempeberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingann), fasilitasi istirahat tidur. Edukasi :
jelaskan penyebab dan pemicu nyeri, jelaskan strategi meredakan
nyeri, ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri. Kolaborasi : Kolaborasi dalam pemberian analgetik, jika
perlu
3. Gangguan Integritas Kulit
Intervensi asuhan keperawatan pada klien yang mengacu pada
intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) yang telah dipilah sesuai kebutuhan
klien Ny. N dengan Spondilitis TB dengan masalah keperawatan
yaitu gangguan integritas kulit dengan kriteria hasil: kerusakan
jaringan menurun, kerusakan lapisan kulit menurun, elastisitas
meningkat, suhu kulit membaik, tekstur membaik.
Rencana tindakan keperawatan dengan diagnosa gangguan
integritas kulit. Obeservasi : Monitor karakteristik luka (mis:
drainase, warna, ukuran , bau), monitor tanda-tanda infeksi.
Terapetik: lepaskan balutan dan plester secara perlahan, cukur
rambut di sekitar daerah luka, jika perlu, bersihkan dengan cairan
NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan,bersihkan
jaringan nekrotik, berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu,
pasang balutan sesuai jenis luka, pertahankan Teknik steril saat
melakukan perawatan luka, ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase, jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien, berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari
dan protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari, berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi, berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika
perlu. Edukasi :jelaskan tanda dan gejala infeksi, anjurkan
mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein, ajarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri. Kolaborasi: kolaborasi prosedur
debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu, kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

1.4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteri hasil
yang diharapkan. Ukuran implementasi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan, pengobata, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien keluarga,atau mencegah masalah kesehatan
yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, faktor - faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, starategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi (Olfah & Ghofur, 2016). Implementasi pada klien dilakukan
pada tanggal 02 April 2024 – 04 April 2024. Implementasi dilakukan sesuai
dengan intevensi yang mengacu pada SIKI.
1. Pada masalah keperawatan ansietas peneliti telah melakukan
implementasi yaitu: Mengidentifikasi tingkat ansietas berubah, Monitor
tanda tanda ansietas , Menciptakan suasana terapetik untuk
menumbuhkan kepercayaan , Menjelaskan prosedur, sendasi yang
mungkin dialami , Menginformasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan dan prognosis , Melatih Teknik relasasi napas
dalam.
2. Pada masalah keperawatan nyeri akut peneliti telah melakukan
implementasi yaitu: mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri, engidentifikasi
respon nyeri non verbal, memberikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. Terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
kompres hangat/kompres dingin), mengkontrol lingkungan yang
mempeberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingann),
memfasilitasi istirahat tidur, mengajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri, mengkolaborasi dalam pemberian
analgetik, jika perlu.
3. Pada masalah keperawatan gangguan integritas kulit peneliti telah
melakukan implementasi yaitu: monitor karakteristik luka , monitor
tanda-tanda infeksi, memberikan ganti balutan sesaui jumlah eksudat ,
mempertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka ,
memasang balutas sesuai jenis luka , menjadwalkan perubahan posisi
tiap 2 jam, menjelaskan tanda dan gejala infeksi, mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein .

1.5. Evaluasi
1. Ansietas
Hasil yang diharapkan pada Ny. N diagnosa Spondilitis TB dengan
masalah keperawatan ansietas adalah: verbalisasi kebingungan
menurun, perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, pola
tidur membaik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan yaitu
didapatkan hasil tingkat ansietas menurun, verbilitasi kebingungan
menurun, perilaku gelisah telah menurun, dan perilaku tengang telah
menurun. Pasien lebih tenang setelah mengerti dengan penjelasan
prosedur yang akan dijalani.
2. Nyeri akut
Hasil yang diharapkan pada Ny. N diagnosa Spondilitis TB dengan
masalah keperawatan nyeri akut adalah: keluhan nyeri menurun,
meringis menurun, gelisah menurun, frekuensi nadi menuun. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil yaitu nyeri akut
menurun setelah dilakukan terapi relaksasi napas dalam, gelisah
menurun, frekuensi nadi menjadi 78x/menit. Didapatkan analisa
masalah nyeri akut teratasi sebagian. Dan intervensi tetap dilanjutkan
dengan memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
(mis. Relaksasi napas dalam), mengajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri, serta kaloborasi dalam pemberian analgetik.
3. Gangguan integritas kulit
Hasil yang diharapkan pada Ny. N diagnosa Spondilitis TB dengan
masalah keperawatan gangguan integritas kulit adalah: kerusakan
lapisan kulit menurun, kerusakan jaringan menurun, elastisitas
membaik dan tekstur membaik. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan didapatkan hasil yaitu: kerusakan lapisan kulit menurun
didapatkan hasil dari intervensi yang telah dilakukan yaitu penggantian
verban/ 1x perhari, kerusakan jaringan membaik dilihat saat melakukan
perawatan luka tidak ada tanda-tanda perburukan pada luka maka dari
itu disimpulkan pemulihan luka membaik, elastisitas kulit membaik
dilihat dari luka tidak ada tanda-tanda infeksi, tekstur membaik dilihat
dari luka tidak basah.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan diagnosis
spondilitis TB Post Op Laminaktomy maka didapatkan masalah yangada
pada kasus Ny.N yaitu:
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situsional ditandai dengan pasein
mengatakan cemas akan melakukkan operasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi
ditandai dengan adanya luka bekas post pada punggung pasien
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis (luka
post op) ditandai dengan adanya luka post op pada punggung pasien.
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Kelompok berharap agar mahasiswa dapat terus mempelajari teori – teori
yang sudah diajarkan oleh para dosen saat perkuliahan dan dapat
diaplikasikan langsung teori tersebut saat sedang praktik klinik di rumah
sakit.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Kelompok berharap bahwa institusi dapat meningkatkan pembelajaran
mengenai pemeriksaan fisik pada klien dan juga mengenai metode
anamnesa yang tepat pada klien dengan kasus -kasus tertentu. Khususnya
Spondilitis Tuberkulosis, serta memperbarui buku-buku ilmu penyakit
dalam seperti asuhan keperawatan pada system musculoskeletal yang
masih sangat minim di institusi.
3. Bagi Tempat Praktik
Kelompok berharap rumah sakit dapat mempertahankan/ meningkatkan
sarana dan prasarana yang selama ini sudah tersedia. Dan untuk perawat
khususnya di ruang rawat inap gardenia RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau untuk terus menerapkan dan meningkatkan proses keperawatan
sesuai dengan yang sudah dipelajari dan perawat dapat melakukan
asuhan keperawatan dengan prinsip peran perawat kepada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Tika, H. (2020). Karya tulis ilmiah asuhan keperawatan pasien dengan spondilitis
tb yang di rawat di rumah sakit. Poltekkes Kemenkes Kaltim. (Vol. 21,
Issue 1). http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/1083.
Rozak, F., & Clara, H. (2022). Studi kasus : asuhan keperawatan pasien dengan
efusi pleura. Ilmiah Bidang Kesehatan. (Vol. 6, Issue 1).
https://doi.org/10.36971/keperawatan.v6i1.114.
Kardiyudiani, N., & Susanti, B. (2019). Keperawatan medikal bedah I.
Yogyakarta: Pustaka Baru
Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gangguan Musculoskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kodim, Yulianingsih. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: TIM
Kusmiati, T., & Narendrani, H. P. (2016). POTT'S Disease. Jurnal Respirasi,
99-109.
Moore Keith L., Dalley Arthur F., Agur Anne M.R.. 2014. Clinically
Oriented Anatomy. 7thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Munir, Badrul. (2017). Neurologi Dasar. Sagung Seto: Jakarta.
Paramarta, I. G. E., Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. (2016).
Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri, 10(3), 177.
https://doi.org/10.14238/sp10.3.2008.177-83
Pearce, Evelyn C. 2006: Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis. Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama
Rahyussalim. (2018). Spondilitis Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan,
Dan Rehabilitasi. Depok: Media Aesculapius.
Rasjad, Chairuddin. (2012). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone.
Rasouli MR, Mirkoohi M, Vaccaro AR, Yarandi KK, Movaghar VR. Spinal
tuberculosis: Diagnosis and Management. Asian Spine J. 2012;6(4):294-
308.
Sjamsuhidayat (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 3. Jakarta: EGC.
Tarwoto, dkk (2009). Anatomi Fisologi Untuk Mahasiswa Keperwatan.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (I). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Vaughans, Bennita W. 2011. Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha
Publishing Nuha Medika
Watson, Charles dkk. 2008: The Spinal Cord: A Christopher and Dana Reeve
Foundation Text and Atlas. USA, Academic Press is an imprint of
Elesiver
Zuwanda. (2013). Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis
Tuberkulosis. CDK-208, Vol 40 no 9. Pp 661-673.
https://studylibid.com/doc/181505/-diagnosis-dan-penatalaksanaan-
spondilitis-tuberkulosisdiakses pada 05 Februari 2021.

Anda mungkin juga menyukai