Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN (Fraktur)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Departemen Keperawatan Medikal Bedah 2
Di Ruang Seruni RST dr. Soepraoen

Oleh:
Nama: Fransisca Mareta D A
NIM : P17212225011

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat
mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang
(Brunner & Suddarth, 2013).
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh trauma atau
keadaan patologis. Fraktur dapat disebabkan oleh keadaan patologis selain dari factor
traumatik. Fraktur pada tulang lemah yang disebabkan oleh trauma minimal disebut dengan
fraktur patologis. Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah
osteoporosis. Jenis fraktur femur mempunyai insiden yang tinggi diantara fraktur tulang lain
dan fraktur femur paling sering terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih
sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Lukman & Nurna Ningsih, 2009).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer et al, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan fraktur femur adalah patah tulang yang
mengenai daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan, akibat dari
kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor, infeksi (pada penderita
penyakit) yang mengakibatkan kerusakan jaringan tulang paha.
B. Etiologi
Jenis fraktur dibedakan menjadi :
a. Cedera Traumatik

Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :


1.) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2.) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3.) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
1.) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali atau progresif.
2.) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3.) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D.
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

C. Klasifikasi
Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu :
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Fraktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya permukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahanya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga
3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleks yang mendorong
tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur Avulasi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen.
6. Berdasarkan posisi fraktur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
7. Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
8. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu tingkat 0 ; fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya, tingkat 1 ; fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan, tingkat 2 ; fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan, dan tingkat 3 ; cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement. (Wahid, 2013)
D. Tanda dan Gejala
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimmobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk menimimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fragmen lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pemendekan
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)
4. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.)
5. Pembengkakan
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
E. Pohon Masalah

Trauma pada Tekanan yang Kelemahan tulang


tulang berulang (kompresi) abnormal (ex.
(kecelakaan) Osteoporosis)

Fraktur femur

Pembedahan

Pre operasi Intra operasi Post operasi

Pengetahuan
yang kurang Ruang Anastesi Luka insisi Inflamasi
terhadap pembedahan pembedahan bakteri
operasi
luka lapisan
jaringan Resiko
Suhu ruangan Kelemahan
Ansietas otot infeksi
rendah
Merangsang
Risiko saraf perifer Gang.
Tubuh cedera Integritas
terpajan suhu jaringan
rendah Persepsi
nyeri
Kemampuan
Hipotermia pergerakan
Nyeri akut ototsendi
menurun
Tindakan
pembedahan
Gang.
Mobilitas
Pembuluh darah fisik
terpotng

Resiko
perdarahan
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/ luasnya trauma, scan tulang,
temogram,
2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi,
misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa
kedudukan baik.
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum
atau lokal.
c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.
2. Terapi Farmakologi
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal.
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.
Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur
terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan
komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti
tetanus serum (ATS) / tetanus hama globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif
dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar
luka fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001).
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, Pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no register, tanggal
MRS, diagnose medis
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bias
akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan. Untuk memeperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :
(1) Provoking incident: apakah ada pristiwa yang menjadi factor presipitasi nyeri. (2)
Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena (Ignatavicius, Dona D, 2006).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis, yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cendrung diturunkan secara genetik.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran pasien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari baik dalam keluarga ataupun masyaakat.
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, dan
apakah pasien berolahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan.
3) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan pasien
menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
4) Pola Hubungan dan Peran
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena pasien
harus menjalani rawat inap.

5) Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakuatan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan atau melakukan aktivitas
secara optimal dan pandangan terhadap dirinya salah.
6) Pola Sensori dan kognitif
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indra yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan.
7) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbataan gerak pasien.

2) Daftar diagnose keperawatan


Pre operasi:
1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi terkait prosedur pembedahan
Intra operasi:
1. Risiko cedera berhubungan dengan peralatan operasi yang tidak invasif
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka insisi)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri operasi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan operasi, paparan patogen

3) Intervensi keperawatan
No Dx Keperawatan SLKI SIKI

1. Pre Operasi Setelah dilakukan tindakan I.09314 Reduksi Ansietas


Ansietas keperawatan 1×24 jam Observasi
berhubungan diharapkan ansietas dapat 1. Identifikasi saat tingkat
dengan kurang menurun, dengan kriteria hasil: ansietas berubah (mis.
terpapar informasi L.09093 Tingkat Ansietas Kondisi, waktu, stressor)
terkait prosedur 1. Verbalisasi kebingungan 2. Identifikasi kemampuan
pembedahan menurun mengambil keputusan
2. Verbalisasi khawatir 3. Monitor tanda-tanda
akibat kondisi yang ansietas (verbal dan
dihadapi menurun nonverbal)
3. Perilaku gelisah Terapeutik
menurun 1. Ciptakan suasana
4. Perilaku tegang terapeutik untuk
menurun menumbuhkan kepercyaan
5. Konsentrasi membaik 2. Temani pasien untuk
6. Pola tidur membaik mengurangi kecemasan,
7. Orientasi membaik jika memungkinka
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
akan dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
1. Intra Operasi Setelah dilakukan tindakan I.14513 Manajemen
Risiko cedera keperawatan 1×24 jam Keselamatan Lingkungan
berhubungan diharapkan risiko cedera dapat Observasi
dengan peralatan menurun, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kebutuhan
operasi yang tidak keselamatan (mis. Kondisi
L.14136 Tingkat Cedera
invasif fisik, fungsi kognitif,
1. Kejadian cedera
riwayat perilaku)
menurun
2. Monitor perubahan status
2. Luka/lecet menurun
keselamatan lingkungan
Terapeutik
3. Ketegangan otot 1. Hilangkan bahaya
menurun keselamatan lingkungan
4. Perdarahan menurun (mis. Fisik, biologi, kimia.
5. Tanda-tanda vital Jika memungkinkan)
membaik 2. Modifikasi lingkungan
6. Pola istirahat/tidur untuk meminimalkan
membaik bahaya dan resiko
3. Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan (mis
pegangan tangan,
commode chair)
4. Gunakan perangkat
pelindung (mis. Pegangan
fisik, pagar)
5. Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah komunitas
(mis. Puskesmas, polisi,
damkar)
6. Fasilitasi relokasi
kelingkungan yang aman
7. Lakukan program skrining
bahaya lingkungan
(mis.timbal)
Edukasi
Ajarkan individu, kelompok
resiko bahaya lingkungan
I.14537 Pencegahan Cedera
Observasi
1. Identifikasi area
lingkungan yang
berpotensi menyebabkan
cedera
2. Identifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan
cedera
3. Identifikasi kesesuaian alas
kaki/stoking elastis pada
ekstermitas bawah
Terapeutik
1. Sediakan pencahayaan
yang memadai
2. Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
3. Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
(mis. Penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan
ruangan dan lokasi kamar
mandi)
4. Gunakan alas lantai jika
beresiko mengalami cedera
serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot/urinal
untuk eliminasi ditempat
tidur, jika perlu
7. Pastikan bel
panggilan/telepon mudah
dijangkau
8. Pertahankan posisi tempat
tidur diposisi terendah saat
digunakan
9. Pastikan roda tempat
tidur/kursi roda dalam
kondisi terkunci
10. Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
11. Diskusikan bersama
keluarga dapat
mendampingi pasien
Edukasi
Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh kepasien dan
keluarga
2. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan I.02067 Pencegahan
berhubungan keperawatan 1×24 jam Perdarahan
dengan tindakan diharapkan risiko perdarahan Observasi
pembedahan dapat menurun, dengan kriteria 1. Monitor tandadan gejala
hasil: perdarahan
2. Monitor nilai
L.02017 Tingkat Perdarahan
hematokrit/hemoglobin
1. Kelembapan membrane
sebelum dan setelah
mukosa meningkat
kehilangan darah
2. Kelembapan kulit
3. Monitor tanda-tanda vital
meningkat
ortostatik
3. Perdarahan pasca
4. Monitor koagulasi (mis.
operasi menurun
Protobin time (PT), partial
4. Hemoglobin membaik
trombisitetime (PTT),
5. Hematocrit membaik fibrinogen, degredasi fibrin
6. Ttv membaik atau platelet)
Terapeutik
1. Pertahankan bedrest
selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasive,
jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah
decubitus
4. Hindari pengukuran suhu
rectal
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan menggunakan
kaos kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
6. Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
produk darah, jika
perlukan
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
1. Post Operasi Setelah dilakukan tindakan I.08238 Manajemen Nyeri
Nyeri akut keperawatan 1×24 jam Observasi
berhubungan diharapkan nyeri akut dapat 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen cedera menurun, dengan kriteria hasil: karakteristik,
fisik (luka insisi) L.08066 Tingkat Nyeri durasi,frekuensi, kualitas,
1. Melaporkan bahwa intensitas nyeri
nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Gelisah dan merintih 3. Identifikasi respon nyeri
kesakitan menurun non verbal
3. Mampu mengontrol 4. Identifikasi factor yang
nyeri meningkat memperberat dan
4. Tanda-tanda vital memperingan nyeri
membaik 5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasiln terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgesic
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
5. Ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan I.05173 Dukungan Mobilisasi
fisik berhubungan keperawatan 1×24 jam Observasi
dengan nyeri diharapkan gangguan mobilitas 1. Identifikai adanya
operasi nyeri/keluhan fisik lain
fisik dapat meningkat, dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil: melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung
L.05042 Mobilitas Fisik
dan tekanan darah sebelum
1. Dapat menggerakkan
memulai mobilisasi pasien
semua estermitas
4. Monitor kondisi umum
meningkat
selama melakukan
2. Kekuatan otot
mobilisasi
meningkat
Terapeutik
3. Rentang gerak rom
1. Fasilitasi aktivitas
secara mandiri
mobilisasi dengan alat
meningkat
bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk disisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan I.14539 Pencegahan Infeksi
berhubungan keperawatan 1×24 jam Observasi
dengan prosedur diharapkan resiko infeksi dapat 1. Observasi kondisi luka
tindakan operasi, menurun, dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan gejala
paparan patogen L. 14137 Tingkat Infeksi infeksi local dan sistemik
1. Bebas dari gejala dan Terapeutik
tanda infeksi (demam, 1. Batasi jumlah pengunjung
kemerahan, nyeri, 2. Berikan perawatan kulit
bengkak menurun) pada area odema
2. Jumlah leukosit 3. Cuci tangan sebelum dan
membaik sesudah kontak dengan
3. Mampu untuk mencegah pasien dan lingkungan
timbul infeksi meningkat pasien
4. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara memcuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka/luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborai
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Nasir. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem muskuloskletal. Jakarta:


Erlangga
Brunner. Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Lukman, Ningsih Nurna. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
GangguanSistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Perioperatif, Konsep, Proses, dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika ECG
Sjamsuhidajat, R. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media EGC
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal.Jakarta: Sagung seto.
Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (definisi dan
indicator diagnostik keperawatan).. Edisi 1, cetakan 3. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia (definisi dan
kriteria hasil keperawatan). Edisi 1, cetakan 2. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (definisi dan
tindakan keperawatan). Edisi 1, cetakan 2. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai