Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2020

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HIP DISLOCATION

OLEH :

Adi Daradi

111 209 0046

PEMBIMBING:

Dr. Syarif Hidayatullah, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

A. DEFINISI

1
Dislokasi sendi (luksasio) adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk

persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana

kaput femur keluar dari socketnya pada tulang panggul (pelvis). islokasi sendi panggul

adalah bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas

acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput

femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).

B. ETIOLOGI

Penyebab dislokasi sendi panggul adalah trauma dengan gaya atau tekanan yang

besar seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau

jatuh dari ketinggian.

Dislokasi pinggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma berenergi

tinggi. Adanya cedera dislokasi menandakan bahwa ada gaya yang mencapai 90 pound atau

bahkan lebih pada mekanisme traumatik atau adanya patologi yang mendasari yang

menyebabkan ketidakstabilan sendi. Penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman lebih

memiliki resiko mengalaminya. Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera

dashboard, yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular rim saat

lutut yang terfleksi dan pinggul terhantam dashboard pada kecelakaan. Selain oleh

dashboard,dikatakan juga bahwa cedera ini bisa terjadi saat mekanisme mengerem.Dislokasi

anterior dihasilkan dari rotasi eksternal dan abduksi panggul. Kasus dislokasi posterior

mendekati 90% kasus, sementara dislokasi anterior hanya 10%. 2,3 Cedera nervus sciatic mungkin

terjadi pada 10-20% kasus dan lebih dari setengah pasien juga mengalami fraktur lain.

C. EPIDEMIOLOGI

Dislokasi pinggul posterior lebih sering ditemukan dibanding dislokasi pinggul

anterior yaotu sekitar 90 % dari semua jenis dislokasi hips. Frekuensi menurun dengan

2
dipakainya sabuk pengaman ketika berkendaraan. Anterior dan central dislokasi terjadi

sekitar 10% dari seluruh dislokasi hips.

D. ANATOMI

a. Articulatio

Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang berbentuk hemisphere

dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball and socket”.

Permukaan sendi acetabulum berbentuk tapal kuda dan dibagian bawah membentuk

takik disebut incisura acetabuli. Rongga acetabulum diperdalam dengan adanya

fibrocartilago dibagian pinggrinya yang disebut sebagai labrum acetabuli. Labrum ini

menghubungkan incisura acetabuli dan disini dikenal sebagai ligamentum

transversum acetabuli. Persendian ini dibungkus oleh capsula dan melekat di medial

pada labrum acetabuli.

b. Ligamentum

Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah ligamentum yang

kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang melekat pada SIAI dan

pinggiran acetabulum serta pada linea intertrochanterica di sebelah distal.

Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu berdiri .

Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang berbentuk

segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis dan apex melekat

dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini membatasi

gerakan ekstensi dan abduksi.

Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang berbentuk

spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli. Ligamentum ini

mencegah terjadinya hieprekstensi dengan cara memutar caput femoris ke arah medial

3
ke dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi pada articulatio coxae.

Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini melekat

melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui dasarnya pada

ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak pada

sendi dan dan dibungkus membrana sinovial

Gambar X: anatomi sendi panggul

c. Batas batas articulatio coxae

o Anterior M. Iliopsoas, m.pectineus, m. rectus femoris. M. Iliopsoas dan

m.pectineus memisahkan a.v. femoralis dari sendi.

o Posterior : m.obturatorius internus, mm.gemelli, dan m.quadratus femoris

4
memisahkan sendi dari n.ischiadicus.

o Superior : musculus piriformis dan musculus gluteus minimus

o Inferior : tendo m.obturatorius externus

d. Perdarahan

Cabang cabang arteria circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexia femoris

medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang arteria obturatoria.

e. Persyarafan

Nervus femoralis (cabang ke m.rectus femoris, nervus obturatorius (bagian anterior)

nervus ischiadicus (saraf ke musculus quadratus femoris), dan nervus gluteus

superior.

f. Gerakan

o Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius, mdan juga

mm. Adductores.

o Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring

o Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh m.

Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis

o Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus adductor brevis

serta serabut serabut adductor dari m adductor magnus. Otot otot ini dibantu oleh

musculus pectineus dan m.gracilis.

o Rotasi lateral

o Rotasi medial

o Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas.

E. KLASIFIKASI

a. Dislokasi posterior

Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan adduksi. Arah

5
trauma dan lutut ditransmisikan sepanjang batang femur dan mendorong caput femur

ke belakang (Dashboard injury) atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut

tertumpu.

Gambar X: internal rotasi

b. Dislokasi anterior

Dislokasi anterior ter adi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus,

punggung bongkok arah ke depan dan ada puntiran ke balakang

Gambar X: eksternal rotasi

c. Dislokasi sentral

Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping sehingga trauma

ditransmisikan lewat trokanter mayor mendesak terjadi fraktur acetabulum sehingga

6
caput femors masuk ke rongga pelvis.

F. MANIFESTASI KLINIS

a. Dislokasi posterior

1) Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi

2) Tungkai tampak lebih pendek

3) Teraba caput femur pada panggul

Klasifikasi Thompson-Epstein pada dislokasi posterior:

Type Radiography

Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall

fragment

Type II Dislocation associated with a single large posterior wall fragment

Type III Dislocation with a comminuted posterior wall fragment

Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor

Type V Dislocation with fracture of the femoral head

Gambar X: Klasifikasi Thompson-Epstein pada dislokasi posterior

b. Dislokasi anterior

1) Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi

2) Tak ada pemendekan tungkai

7
3) Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan

mudah

4) Sendi panggul sulit digerakkan

Klasifikasi Epstein pada dislokasi Anterior:

Type Radiography

Type II IA No associated fractures

Superior dislocations, IB Associated fracture or impaction of the femoral


including pubic and head
subspinous
IC Associated fracture of the acetabulum

Type II IIA No associated fractures

Inferior dislocations, IIB Associated fracture or impaction of the femoral

including obturator, and head

perineal IIC Associated fracture of the acetabulum

Klasifikasi ini menetukan prognostic dimana yang berkaitan dengan acetabulum atau

caput femoris memliki prognostic lebih buruk dibanding yang lainnya.

c. Dislokasi Sentral

1) Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral

2) Gerakan sendi panggul terbatas

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Radiografi

o Dislokasi posterior

Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi dan internal

rotasi.

8
Gambar X: Dislokasi Posterior

o Dislokasi anterior

Caput femur terlihat di depan acetabulum

o Dislokasi sentral

Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul

Gambar X: Dislokasi sentral

b. CT-Scan

o Dislokasi posterior

9
Gambar X: dislokasi posterior

o Dislokasi anterior

Gambar X: dislokasi anterior

H. TATALAKSANA

Berdasarkan posisi anatomi:

a. Dislokasi posterior

 Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum dengan disertai

relaksasi yang cukup.

10
 Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul

difleksikan 90° dan kemudian dilakukan tarikan pada pada secara vertikal.

 Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise Weight

bearing dilakukan minimal sesudah 12 minggu.

 Pengobatan pada tipe ini dengan reduksi tertutup dan dapat dilakukan dengan

beberapa metode Bigelow, Stimson, dan Allis.

 Metode stimson

 Penderita dalam posisi terlentang

 Melakukan immobilisasi pada panggul

 Melakukan fleksi pada lutut sebesar 90º dan tungkai diadduksi ringan dan

rotasi medial

 Melakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari bagian posterior

asetabulum

 Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati

Gambar X: Metode stimson

 Metode bigelow

11
 Penderita dalam posisi terlentang dilantai

 Melakukan traksi berlawanan pada daerah spina iliaka anterior superior

dan ilium

 Tungkai difleksikan 90º atau lebih pada daerah abdomen dan dilakukan

traksi longitudinal

Gambar X: Metode bigelow

 Metode allis

Gambar X: Metode allis

b. Dislokasi anterior

 Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat fleksi dan tarikan

12
pada dislokasi posterior dilakukan adduksi pada dislokasi anterior

c. Dislokasi sentral

 Dilakukan reposisi dengan skietal traksi sehingga self reposisi pada fraktur

acetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam panggul dilakukan terapi

konservatif dengan traksi tulang 4-6 minggu.

Berdasarkan type:

Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Padasebagian

besar kasus dilakukan reduksi reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli

bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik

paha keatas secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi

panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi

panggul.

Secara umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan

mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah nyeri

mereda.

Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi anatomis pada

fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak

tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan

dipertahankan selama 6 minggu diperlukan.

Pada cedera tipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika

ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi

terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan selama 6 minggu.

Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput

femoris dapat tepat berada ditempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau ct scan

13
pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka

dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan

sekrup countersunk pasca operasi traksi dipertahankan selama 4 minggu, dan

pembebatan ditunda selama 12 minggu.

I. KOMPLIKASI

a. Komplikasi dini

1) Cedera nervus skiatikus

Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama awal

trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan sebagai verifikasi

sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika

ditemukan adanya dysfungsi atau lesi pada nervus ini setelah reposisi maka

surgical explorasi untuk mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan

sering membutuhkan waktu lama beberapa bulan dan untuk sementara itu

tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk

menghindari kaki terkulai “foot drop”

2) Kerusakan pada Caput Femur

Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum hingga

pecah.

3) Kerusakan pada pembuluh darah

Biasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea

superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu dilakukan arteriogram. Pembuluh

darah yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.

4) Fraktur diafisis femur

Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan. Kecurigaan

14
adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur ditemukan posisi fraktur

proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan

di atas dan dibawah daerah fraktur.

b. Komplikasi lanjut

1) Nekrosis avaskular

Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang kurangnya 10% pada

dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi beberapa jam maka

angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat dalam pemeriksaan

sinar x sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak

ditemukan sekurang kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang 2 tahun dan pada

pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fragmentasi ataupun sklerosis.

2) Miositis ossifikans

Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera.


Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat masa istirahat
dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang
3) Dislokasi yang tidak dapat direduksi

Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi dengan

reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini insidensi

kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat dan dikemudian hari pembedahan

reksontruktif diperlukan.

4) Osteoarthritis

Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago saat

dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis iskemik pada

caput femoris.

J. PROGNOSIS

o Prognosis dari dislokasi sendi panggul tergantung dari adanya kerusakan jaringan

15
yang lain, manajemen awal dari dislokasi dan keparahan dislokasi.

o Pada keseluruhan, dislokasi anterior memiliki prognosis yang lebih baik daripada

dislokasi posterior. Penelitian menunjukkan prognosis buruk terjadi pada 25% pasien

dengan dislokasi anterior dan 53% pada dislokasi posterior.

o Prognosis juga dapat dilihat dari klasifikasi Stewart dan Milford.

 Pada grade I, komplikasi jangka panjang sering terjadi. Avascular osteonecrosis

terjadi sekitar 4% dari pasien dan osteoatritis sekunder juga dapat terjadi.

 Grade III dan IV memiliki resiko tinggi untuk terjadinya avaskular osteonekrosis

DAFTAR PUSTAKA

16
Apley, Graham dan Louis Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Appley. Jakarta : Widya Medika.

Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.

Pate, Deborah. 1991. Congenital Hip. Dislocation. Mei 1991.


http://emedicine.medscape.com

Rasjad, Chairrudin. 2002. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone

Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.

Steelei, Joseph R dan John R. Edwards. 1997. Traumatic Anterior Dislocation of the
Hip : Spectrum of Plain Film and CT Findings. Jurnal 1997.
http://www.ajronline.org

17

Anda mungkin juga menyukai