Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraktur Suprakondiler Humeri Fraktur suprakondiler humeri adalah fraktur yang terjadi pada bagian distal tulang humerus setinggi kondilus humeri, yang melewati fossa olekrani. Fraktur ini sering terjadi pada anak, yaitu sekitar 65 % dari semua kasus patah tulang lengan atas (Priyatno, 1996).

B. Anatomi Os humerus merupakan satu-satunya tulang dalam rangka brachii. Sidfatnya termasuk panjang (os longum), sehingga dapat kita bedakan menjadi epiphysis proximalis, diaphysis dan epiphysis distalis (Budianto, 2004). Epiphysis distalis merupakan bagian yang gepeng dan kasar, pada ujungnya terdapat dua dataran sendi, yaitu: 1. Capitulum humeri (lateral) Akan bersendi dengan fossa capituli radii membentuk articulatio humeroradialis. Sebelah proximal dari capitulum humeri terdapat cekungan yang disebut fossa coronoidea, sedangkan disebelah lateralnya disebut fossa radialis (Budianto, 2004).

2. Trochlea humeri (medial) Akan bersendi dengan incisura semilunaris os ulnae membentuk articulatio humeroulnaris. Sebelah proximal dari trochlea humeri terdapat cekungan dalam yang disebut fossa olecrani, kadang sampai tembus sehinga terjadi lubang yang disebut foramen supratrochleare. Ephiphysis distalis pada tepi medial dan tepi lateral menonjol kuat yang disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis. Sulcus nervi ulnaris adalah alur yang ber,ula dari dataran dorsal epiphysis distalis os humerus yang berjalan melewati epicondylus medialis dibagian distal. Sulcus ini dilalui oleh nervus ulnaris (Budianto, 2004).

3. Regio Brachium Otot-otot di regio humeri terbagi menjadi kelompok anterior dan posterior. Otot-otot bagian anterior antara lain: 1) m. Biceps brachii, 2) m. Coracobrachialis, 3) m. Brachialis, 4) m. Brachioradialis, 5) m. Extensor carpi radialis. Sedangkan otot-otot dibagian posterior adalah kumpulan m. Triceps brachii. a. Musculi 1) M. Biceps brachii, otot ini memiliki dua caput yang melekat pada os scapula dan os radius

a) Origo, processus coracoideus dan tuberculum supraglenoidalis. b) Insertio, tuberositas radii, sebagian tendo dari otot ini membentuk apponeurosis bicipitalis yang melekat pada fascia antebrachii, berlanjut melekat pada os ulna. 2) M. Coracobrachialis, otot ini ditembus oleh n. Musculocutaneus a) Origo, processus coracoideus. b) Insertio, melekat pada sepertiga medial os humerus. 3) M. Brachialis a) Origo, pada dua pertiga distal facies anteromedial dan anterolateral os humeri b) Inserti, capsula articularis articulatio cubiti dan facies anterior processus coronoideus serta tuberositas ulnae Ketiga otot tersebut diinervasi oleh nervus musculocutaneus. Fungsi dari otot-otot tersebut adalah: Membantu flexi brachium M.brachialis dan m. Biceps merupakan otot gerak utama antebrachii M. Biceps merupakan otot supinasi antebrachii

Refleks biceps dapat ditimbulkan dengan mengetok tendo m. Biceps brachii. Centrum reflek ini terdapat pada medulla spinalis segmen cervical 5-6 4) M. Triceps brachii a) Origo Caput longum melekat pada tuberculum infra glenoidalis scapulae Caput laterale meekat pada permukaan posterior humeri diatas dari sulcus spiralis Caput mediale melekat dibawah dari alur tersebut. melekat pada facies superior dari olecranon

b) Insersio,

(apponeurosis tricipitalis0 dan fascia antebrachii serta pada capsula articularis articulatio cubiti.

Otot ini diinervasi oleh n. Radialis. Fungsi dari otot ini adalah: Caput mediale untuk ekstensi antebrachii Caput longum dan laterale untuk memperkuat gerakan tersebut. Reflek triceps dapat ditimbulkan dengan cara mengetok tendo m. Triceps brachii pada insersionya. Centrum dari reflek ini terletak pada medulla spinalis segmen 6-7. b. Vasa darah 1) A. Brachialis 2) V. Brachialis (Budianto, 2004).

C. Klasifikasi Fraktur Suprakondiler Humeri 1. Tipe ekstensi (99% kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai: fraktur transkondiler atau

interkondiler. Fraktur terjadi akibat cedera hiperekstensi (outstreched hand) gaya diteruskan melalui sendi siku, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana terdapat m. brachialis, ke arah a. brachialis dan n. medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur terbuka. Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement: Tipe I Tipe II Tipe III 2000) 2. Tipe fleksi (jarang terjadi). Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon triceps dan kulit. Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar derajat displacement: : Undisplaced (Gartland I) : Partially displaced (Gartland II) : Completely displaced (Gartland III) (Rajasoorya,

Tipe I Tipe II Tipe III

: Undisplaced (Gartland I) : Partially displaced (Gartland II) : Completely displaced (Gartland III) (Rajasoorya, 2000)

D. Etiologi Fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak disebabkan oleh trauma siku, sebagian besar sering karena jatuh dari ketinggian atau berkaitan dengan olahraga atau aktivitas diwaktu senggang (Howard, 2010).

E. Tanda dan Gejala Klinis 1. Gejala Tanpa mempedulikan dimana terdapat krusakan, gejala dari kerusakan elbow adalah serupa. a. Nyeri berat akut pada siku dan lengan. b. Kadang-kadang anak akan mengeluhkan kebas pada tangan, jika nervus terlibat. 2. Tanda

Disekitar siku, disana akan terdapat, Memar Bengkak (bisa ringan sampai berat) Keterbatasan gerak Tangan mungkin menghitam jika sirkulasi telah terganggu.

F. Diagnosis 1. Anamnesis Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadnya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut. 2. Pemeriksaan Umum Dicari kemungkinan komplikasi umumseperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka ; Tanda tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. 3. Pemeriksaan Fisik Pemerksaan Status Lokalis a. Look, cari apakah terdapat : Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa ( hilangnya fungsi) Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. c. Move, untuk mencari : Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan aktif maupun pasif Seberapa jauh gangguan gangguan fungsi, gerakan geraka

yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi ), dan kekuatan. 4. Pada pemeriksaan klinis, sangat penting diperiksa ada atau tidaknya gangguan peredaran darah dan lesi pada saraf tepi. Jika penderita mengeluh tentang keempat gejala setempat dengan tanda P, yaitu pain (nyeri), parestesia, pucat (pale), dan paralisis, harus dicurigai adanya sindrom kompartemen yang dapat mengakibatkan terjadinya kontraktur miogen iskemia Volkmann. Sindrom ini ditemukan di ekstremitas atas setelah cedera sekitar siku atau lengan bawah (Sjamsuhidajat, 2004). 5. Pemeriksaan Radiologik Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto Antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu sama lain (Ekayuda, 2011).

G. Penatalaksanaan 1. Medikamentosa 2. Tindakan Ortopedi Seperti halnya pada setiap fraktur, pengelolaan fraktur suprakondiler humeri adalah: reposisi, fiksasi dan mobilisasi (Priyatno, 1996): Reposisi terdiri dari: a. Reposisi Tertutup Reposisi dilakukan dalam narkosis umum, pasien tidur terlentang, asisten memegang lengan atas pada ketiak pasien, operator menarik lengan bawah dengan siku dalam posisi ekstensi. Bila telah dicapai reposisi, perlahan-lahan sambil menarik lengan bawah, siku difleksikan sambil diraba arteri radialais. Bila a.radialis masih teraba, fleksi siku ditambah. Fleksi maksimal akan menyebabkan tegangnya otot triseps, dan ini akan memfiksasi reposisi lengan baik, tetapi ada

bahaya gangguan peredaran darah. Kemudian dipasang bidai gipsdengan lenagn bawah dalam posisi pronasi bila fragmen distal dislokasi kearah medial, atau dalam posisi supinasi bila fragmen distal dislokasi ke arah lateral (Sjamsuhidajat, 2004).

b. Reposisi Terbuka Cara ini dikembangkan untuk mendapatkan kedudukan seanatomis mungkin dengan fiksasi yang stabil dan diindikasikan untuk fraktur tipe II-III yang tidak stabil. Dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan K-Wire, fiksasi dipertahankan selama 3 minggu kemudian K-wire dicabut dan dilanjutkan dengan mobilisasi (Priyatno, 1996). c. Reposisi dengan Traksi Dikerjakan pada fraktur suprakondiler humeri dengan pembengkakan atau fraktur yang gagal dilakukan manipulasi untuk kemudian disiapkan reposisi terbuka. Traksi diatur dengan beban sedemikian rupa sampai didapatkan kedudukan yang baik. Biasanya traksi dipertahankan 3-4 minggu kemudian dilanjutkan dengan bidai selama 2 minggu baru mobilisasi (Priyatno, 1996). Bila reposisi berhasil, biasanya dalam satu minggu perlu dibuat foto Rontgen kontrol karena dalam satu minggu bengkak akibat hematom dan

udem telah berkurang dan menyebabkan kendurnya gips, yang selanjutnya dapat menyebabkan terlepasnya reposisi yang sudah dicapai. Gips yang baik dipertahankan selama tiga minggu. Setelah tiga minggu, gips dibuka dan diganti mitela dengan maksud agar pasien bisa mulai melatih gerakan fleksi ekstensi dengan mitela (Sjamsuhidajat, 2004).
.

H. Rehabilitasi Medik Rehabilitasi Setelah Fraktur Mengalami Proses Healing. 1) Dasar Memelihara pergerakan normal dan fungsi dari struktur yang tidak terluka. Memulihkan pergerakan normal dan fungsi sesegera mngkin dari area fraktur. 2) Penilaian Penilaian yang dibutuhkan sebelum dan sesudah penatalaksanaan: Mencatat informasi yang relevan mengenai penyebab terjadinya fraktur, tempat terjadinya, durasi, bila terdapat komplikasi. 3) Uji Gerakan otot Lingkup gerak sendi menggunakan goniometer Uji sensasi mengunakan pin prick test cold dan hot test tube Aktivitas fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Tempat, tipe fraktur Tipe pembedahan yang telah dilakukan Penggunaan static splints untuk immobilisasi Penggunaan dynamic splints

4) Penjelasan dan instruksi kepada pasien Tujuan dari rehabilitasi setelah fraktur harus dijelaskan kepada pasien untuk hasil yang optimis, berikut adalah: Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, pasien diberitahukan untuk memelihara posisi istirahat selama fase penyembunhan adalah bagian

yang berpengaruh. Ujung tulang harus ditangani dengan immobilisasi dan didalam posisi yang konstan sampai terjadinya proses healing. Untuk menghilangkan edema yang disebabkan baik oleh luka langsung atau oleh faktor mekanikal yang mengikuti luka. Ekstravasasi darah dan cairan edema harus dihilangkan oleh aliran balik. Jaringan lunak harus dijaga pergerakannya untuk mencegah fibrosis dan nyeri pada pergerakan. 5) Sasaran Untuk memelihara sistem respirasi dan kondisi kesehatan umum. Untuk mengurangi nyeri-panas, meningkatkan suplai aliran darah arteri. Diatermi tidak dianjurkan pada tingkat awal fraktur dikarenakan sering menyebabkan peningkatan nyeri seiring

peningkatan edema. Memelihara kekuatan otot. Untuk memperbaiki pergerakan sendi. Mendorong pergerakan aktif untuk menghilangkan cairan edema ketika jaringan otot menekan pembuluh darah, pertahankan dengan proksimal. Elevasi- elevasi efektif adalah ketika bagian distal dari ekstremitas lebih tinggi dari bagian proksimal dan bagian proksimal lebih tinggi dari jantung. Pemijatan- pemijatan harus diberikan secara ringan sehingga nyeri dapat berkurang dan seharusnya cukup mantap untuk mengurangi edema. Kompres es Latihan dalam aktivitas sehari-hari Perbaikan pada cara berjalan yang normal

6) Fisioterapi- aspek umum Latihan bebas diberikan untuk sendi yang berbelit-belit Mobilisasi pasif Propriceptive neuromuscular facilitation

Pergerakan pasif yang berkesinambungan Terapi suspension Untuk memperkuat otot menggunakan secara manual atau pertahanan mekanikal seperti Pulleys dan latihan pertahanan yang progresif.

7) Tangan- fisioterapi Fleksi dan ekstensi dari jari-jari dan ibu jari Adduksi dan abduksi dari jari jemari dan ibu jari Memperkuat segala menggenggam seperti menghentak, kekuatan menggenggam telah dilakukan 1. Fisioterapi a. Latihan Fleksibilitas (Latihan ROM) Latihan fleksibilitas merupakan teknik dasar yang digunakan untuk meningkatkan jangkauan gerak (ROM) (Arovah, 2010). Aktivitas pemeliharaan ROM diperlukan untuk memelihara mobilitas sendi dan otot serta untuk meminimalkan kehilangan fleksibilitas jaringan dan pembentukan kontraktur. Jenis Latihan fleksibilitas: 1) Latihan fleksibilitas Pasif Merupakan gerakan yang sepenuhnya disebabkan oleh gerakan dari luar dengan sangat sedikit ataupun tidak ada gerakan sadar dari otot. Sumber gerakan dapat berasal dari gravitasi, mesin, individu yang lain maupun bagian tubuh individu itu sendiri. Indikasi Latihan fleksibilitas pasif : Pada area jaringan yang mengalami peradangan akut dimana gerakan aktif dapat memperburuk cedera dan menghambat proses penyembuhan. Peradangan akut biasanya terjadi 2 sampai 6 hari. Pada keadaan dimana penderita tidak bias melakukan gerakan aktif (Arovah, 2010). 2) Latihan fleksibilitas Aktif Latihan fleksibilitas aktif merupakan gerakan yang disebabkan oleh gerakan aktif dari otot itu sendiri. Latihan jenis ini dilakukan apabila penderita memiliki kemampuan kontraksi otot aktif.

Tujuan dari jenis latihan ini sama dengan Latihan fleksibilitas pasif dengan tujuan khusus: Memelihara elastisitas dan kontraktilitas otot Memberikan berkontraksi. Memberikan rangsangan pada tulang dan persendian Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah pembentukan jendalan darah (thrombus) Meningkatkan koordinasi gerakan umpan balik sensorik dari otot yang

Kontraindikasi Latihan fleksibilitas Latihan fleksibilitas tidak boleh dilakukan bila latihan tersebut mengganggu proses penyembuhan seperti pada keadaan patah tulang. Latihan fleksibilitas harus dilakukan dengan hati-hati pada area tumit dan kaki untuk meminimalkan stasis vena dan pembentukan thrombus. Tanda-tanda latihan yang tidak tepat adalah timbulnya rasa nyeri dan peradangan (Arovah, 2010). b. Latihan Statis (Latihan Isometrik) Latihan jenis isometrik adalah jenis latihan dimana tidak terdapat perubahan panjang otot. Contoh latihan ini misalnya dengan menarik maupun mendorong objek yang tidak dapat digerakkan dan mempertahankan posisi tubuh terhadap tekanan. Indikasi latihan isometrik : Mencegah dan meminimalkan atrofi otot ketika pergerakan sendi tidak memungkinkan misalnya penggunaan bidai atau gips. Meningkatkan stabilitas postur dan persendian. Meningkatkan kekuatan otot ketika latihan dinamis

dikhawatirkan dapat mengakibatkan cedera sendi Jenis Latihan Isometrik

Beberapa jenis latihan isometrik meliputi Muscle-setting exercises. (Arovah, 2010)

2. Okupasi Terapi a. ADL untuk lengan cidera (grip : denagn meremas bola, memegang telinga sisi berlawanan ). b. Activity Daily Living menggunakan tangan kiri Protokol Rehabilitasi pada Fraktir Suprakondiler Humerus 1 Minggu Lihat anak dikantor dan dapatkan hasil radiografi nya. Jika pada awalnya imobilisasi dengan splint digunakan untuk

pembengkakkan, pada waktu ini bisa diubah menjadi long arm cast. 3 Minggu Pin dapat diambil dalam kantor dan tempatkan lengan dalam posterior splint untuk 1 sampai 2 minggu. Bergantung dari healing pada petunjuk radiografi , lengan mungkin ditempatkan pada mitela dan anak mampu mulai mengikuti ROM ringan. Untuk anak yang berusia lebih tua dari 10 tahun, peningkatan panjang pada waktu imobilisasi dengan pin sampai 4 minggu mungkin diperlukan sampai terdapat pembentukan kalus pada petunjuk radiografi. 6 Minggu Anak seharusnya hampir mendapatkan kembali ROM yang sempurna. Jika tidak, dirikan senuah program latihan aktif dibawah pengarahan ahli terapi fisik, fokuskan pada

pengembalian fleksi, ekstensi, supinasi, dan pronasi. Mulai ROM pasif dan peregangan ringan untuk fleksi dan ekstensi. 16 Minggu (Dikutip dari: Brotzman, 1995)

I. Komplikasi

1. Tulang 2. Sendi 3. Nervus Neuropraxia Perlekatan Stiffness Delayed union Non-union Mal-union Nekrosis avaskuler Osteomyelitis

J. Prognosis Umumnya penyembuhan patah tulang suprakondiler berlangsung cepat dan tanpa gangguan (Sjamsuhidajat, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

Arovah, Novita Intan. 2010. Dasar-dasar Fisioterapi pada Cedera Olahraga. Yogyakarta: Penerbit Buku Pustaka Rihama. Brotzman, S. Brent. 1995. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missori USA: Mosby Publishing Budianto, Anang, M. Syahrir Azizi. 2004. Guidance to Anatomy I. Surakarta: Penerbit Keluarga Besar Asisten Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Cekanauskas, Emilis, et.al. Treatment of Supracondyler Humerus Fractures in Children, According to Gartland Classification. Medicina.

2003:39(4);379-83

Ekayuda, Iwan. 2011. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas indonesia. Garg, J, et.al. Treartment of Flexion-type Supracondylar Humeral Fracture in Children. Journal of Orthopaedic Surgery. 2007;15(2):174-6 Howard, Andrew et.al. 2010. The Treatment of Pediatric Supracodylar Humerus Fractures. AAOS. v1.0_092311 Priyatno, Jajang Edi. 1996. Fraktur Suprakondiler Humeri Pada Anak. Semarang: Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Rajasoorya. 2000. Supracondylar Fractures of The Humerus in Children. SMJ. 41(9) : 423 Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai