Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR ANTEBRACHII

Disusun guna memenuhi tugas praktik profesi keperawatan bedah

Oleh :

Mufida Noor Habiba Iswara

NIM 202311101079

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
A. Konsep Teori Penyakit
1. Anatomi Fisiologi

Ulna atau tulang hasta adalah sebuah tulang berbentuk pipa yang mempunyai sebuah
batang dan dua ujung. Tulang ulna memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan
dengan tulang radius. Ujung atas ulna kuat dan tebal. Semakin mendekati ujung bawah
ukuran batang ulna semakin mengecil. Hal ini ada kaitannya dengan otot-otot yang
mengendalikan gerakan pada pergelangan tangan dan jari. Otot-otot flexor datang dari
permukaan anterior dan otot-otot extensor datang dari permukaan posterior (Pearce,
2008).

Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah. Radius merupakan sebuah tulang
berbentuk pipa dengan sebuah tulang dan dua ujung yang ukurannya lebih pendek
daripada tulang ulna. Batang radius di sebelah atas lebih sempit dan lebih bundar dan
semakin melebar mendekati ujung bawah (Pearce, 2008).

Pada bagian radius dan ulna terdapat dua sendi yang dapat bergerak yakni sendi
radio-ulnaris superior dan anterior. Membrane interosa (antar tulang) membentuk sendi
ketiga yakni sendi radio-ulnaris tengah. Membrane ini juga memisahkan otot-otot
bagian depan dan bagian belakang lengan bawah (Pearce, 2008).
Pada bagian radius da ulna juga terdapat dua arteri yakni arteri radialis dan arteri
ulnaris. Arteri radialis berjalan kebawah di sebelah radial dan arteri ulnaris berjalan ke
bawah di sebelah ulna. Arteri ini memberikan pasokan darah pada strutur tangan dan
akhirnya membentuk lengkung arteri palmaris dalam dan lengkung palmaris tepi pada
tangan dan kemudian terdapat cabang-cabang arteri palmaris untuk telapak tangan dan
digitalis untuk semua jari-jari (Pearce, 2008).

2. Definisi Fraktur Antebrachii

Fraktur adalah terputusnya konstinuitas jaringan tulang yang disebabkan karena


trauma maupun karena suatu proses penyakit (Hamarno, 2016). Fraktur antebrachii
adalah suatu jenis patah tulang yang terjadi pada lengan bagian bawah yang meliputi
tulang radius dan ulna. Selain itu, kejadian faktur antebrachii juga bisa disebabkan
karena aktivitas fisik yang berat (Stattin dkk. 2018)

3. Epidemiologi Fraktur Antebrachii

Berdarkan penelitian yang dilakukan oleh Stattin dkk (2018), fraktur


antebrachii adalah salah satu fraktur yang paling banyak terjadi pada orang dewasa dan
anak-anak. Selain itu, berdasarkan penelitian Black dkk (2009) yang dilakukan di
Amerika menunjukkan bahwa kejadian fraktur antebrachii pada orang dewasa di
Amerika mencapai mencapai 31 % dari jumlah total 2 juta kasus kejadian fraktur
ekstermitas. Sebesar 8 % kejadian fraktur antebrachii terjadi di sepertiga media, 7 %
terjadi di sepertiga proksimal, dan 75 % terjadi di sepertiga distal.
4. Etiologi Fraktur Antebrachii

Fraktur antebrachii disebabkan karena trauma baik secara langsung maupun


tidak langsung serta bisa disebabkan karena adanya tarikan otot yang terlalu keras.
Akan tetapi, fraktur antebrachii yang disebabkan karena tarikan otot jarang terjadi.
Selain itu, factor patologis juga dapat menyebabkan terjadinya fraktur antebrachii
karena adanya proses pelemahan pada tulang akibat suatu proses penyakit seperti
kanker atau osteoporosis.

5. Manifestasi Fraktur Antebrachii

Menurut Tyas (2016) manifestasi klinis pada fraktur antebrachii adalah sebagai
berikut:

a. Nyeri
b. Pembengkakan
c. Perubahan warna local
d. Deformitas
e. Gangguan atau bakhan hilangnya fungsi gerak
f. Krepitasi

6. Patofisiologi Fraktur Antebrachii

Fraktur terjadi jika tulang mendapatkan tekanan yang berlebihan secara tiba-tiba
baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga jaringan tidak mampu menahan
kekuatan atau tekanan yang terjadi dan mengakibatkan tulang menjadi patah,
perubahan posisi tulang dan kerusakan jaringan disekitarnya seperti ligament, otot,
tendon, pembuluh darah dan saraf. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan tergantung
seberapa berat trauma yang dialami.

Fraktur menyebabkan fragmen-fragmen bergeser. Fraktur yang tertarik dan terpisah


dapat tumpang tindih dan menyebabkan spasme otot sehingga terjadi pemendekan
tulang dan juga akan menimbulkan krepitasi karena adanya gesekan antar fragmen
tulang yang patah. Setelah fraktue biasanya terjadi pendarahan dan jaringab lunak
disekitar cidera juga akan mengalami kerusakan. Setelah itu akan terjadi reaksi
inflamasi. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga terjadi peningkatan
aliran darah di area tersebut.

7. Klasifikasi Fraktur Antebrachii

Menurut Mansjoer (2008), fraktur antebrachii di klasifikasikan sebagai berikut :

a. Fraktur Colles

Frakktur colles adalah patah tulang transvers di ujung tulang radius kira-kira sekitar
2,5 cm diatas pergelangan tangan dan fraktur distal mengalami angulasi kearah dorsal
sehingga menyebabkan deformitas seperti berbentuk sendok makan.

b. Fraktur Smith

Fraktur smith adalah kebalikan dari fraktur colles yakni angulasi terjadi ke arah anterior
dari fraktur radius. Fraktur ini biasanya terjadi jika pasien terjatuh dan menahan
tubuhnya dengan posisi pergelangan tangan fleksi dan pronasi. Garis patahan yang
terjadi biasanya transversal atau intraartikular.
c. Fraktur Galeazzi

Fraktur galeazzi adalah fraktur yang terjadi pada radius distal dan disertai dengan
dislokasi pada sendi radius ulna distal. Pada fraktur ini pergelangan tangan akan teraba
adanya tonjolan pada ujung ulna distal.

d. Fraktur montegia

Fraktur montegia adalah fraktur yang terjadi pada sepertiga proksimal ulna dan disertai
dengan adanya dislokasi pada sendi radius ulna proksimal.
8. Komplikasi Fraktur Antebrachii

Menurut Hamarno (2016), komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur antebrachii
antara lain :

a. Pendarahan

Tulang banyak mengandung pembuluh darah didalamnya maupun di daerah


sekitarnya. Fraktur dapat menyebabkan putusnya pembuluh darah sehingga terjadi
pendarahan pada area fraktur. Pada fraktur terbuka kehilangan darah akan lebih banyak
jika dibandingkan dengan fraktur tertutup. Pendarahan yang terjadi dapat
menyebabkan syok bahkan kematian jika tidak segera dilakukan penanganan.

b. Sindrom kompartemen

Sindroma kompartemen adalah suatu kondiri dimana terjadi penurunan perfusi


jaringan otot. Kondisi ini disebabkan karena pembidaian dan pembalutan yang terlalu
kencang. Selain itu juga bisa disebabkan karena adanya pendaraan dalam jaringan atau
edema. Apabila anoreksia terjadi lebih dari 6 jam maka dapat mengakibatkan kemaian
jaringan sehingga harus dilakukan amputasi. Untuk memastikan terjadinya sindrom
kompartemen perlu dilakukan pemeriksaan 5 P yakni pain (nyeri), paresthesia
(penurunan sensasi raba), paralisis (kelumpuhan), pale (pucat) dan pulseness (nadi
tidak teraba).
9. Penatalaksanaan Fraktur Antebrachii

Menurut Hardianto Wibowo (1995) dalam Zulman dkk (2019), penanganan pertama
yang dilakukan pada fraktur antara lain :

a. R (Rest) : diistirahatkan bagian yang cidera


b. I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit dengan kompres dingin
c. C (Compress) : dibalut tekan di bagian yang cidera dengan bahan yang elastis,
baut tekan digunakan apabila terdapat pendarahan atau pembengkakan.
d. E (Elevasi) : ditinggikan atau dinaikkan bagian yang cidera

Menurut Rohmah (2014), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami fraktur antebrachii adalah sebagai berikut :

a. Reduksi
Reduksi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomisnya. Jenis-jenis reduksi yang dapat
dilakukan antara lain :
1) Reduksi tertutup : dilakukan manipulasi dan traksi manual
2) Traksi : reduksi dan immobilisasi
3) Reduksi terbuka : menggunakan alat fiksasi interna seperti kawat, sekrup, plat,
batangan logam ataupun paku.
b. Immobilisasi
Immobilisasi dilakukan untuk mempertahankan tulang tetap dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai dilakukan penyatuan. Jenis-jenis immobilisasi yang
dapat dilakukan antara lain :
1) Fiksasi eksterna dengan menggunakan gipsi, bidai ataupun traksi
2) Fiksasi internal sengan menggunakan implant logam.
c. Rehabilitasi
Rehabiltasi dilakukan untuk mempertahankan reduksi dan immonilisasi yang telah
dilakukan, kemudian memantau status neurovaskuler pasien serta melakukan latihan
isometric untuk meminimalkan terjadinya kanatrofi disuse dan juga meningkatkan
peredaran darah.

Pentalaksanaan keperawatan pada pasien operatif fraktur antebrachii adalah sebagai


berikut :

a. Perioperative

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada fase perioperative adalah


mempersiapkan pasien sebelum dilakukan tindakan pembedahan untuk menjamin
keselamatan pasien saat dilakukan tindakan operasi. Tindakan keperawatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Fase pengkajian dan persiapan pasien, fase ini meliputi riwayat pasien,
manajemen pengobatan pasien, manajemen alergi pasien, riwayat keluarga,
pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium, informed consent dan pendidikan
kesehatan untuk mengurangi kecemasan pada pasien. Perawat juga memberikan
pendidikan kesehatan mengenai persiapan operasi yang perlu dilakukan oleh
pasien yaitu pasien diminta melakukan puasa 6-8 jam,menghindari makan
makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan meminta pasien
untuk berhenti merokok. Perawatn juga melakukan persiapan pada pasien dengan
membantu pasien membersihkan bagian tubuh yang kan dilakukan operasi,
membantu pasien mengenakan baju operasi, memindahkan pasien ke ruang
operasi, dan memasang kateter jika diperlukan.
2) Fase presurgical clearance, yakni memastikan identitas pasien, prosedur operasi
yang akan dilakukan, bagian tubuh yang akan dilakukan operasi serta melakukan
checklist persiapan pasein untuk dilakukan tindakan operasi.
b. Intaoperatif

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada fase intraoperative adalah sebagai berikut:

1) Memastikan identitas pasien


2) Memastikan prosedur operasi yang akan dilakukan, bagian tubuh yang akan di
operasi, dan jenis operasi yang dilakukan
3) Memastikan apakah pasien memiiki riwayat alergi terhadap obat-obatan
tertentu, makanan ataupun latex
4) Mengatur posisi pasien sesuai dengan prosedur operasi yang dilakukan
5) Pempertahankan posisi sepanjang pelaksanaan operasi
6) Memastikan jumla jarum, spongs dan instrument yang digunakan dengan tepat
7) Memperhitungkan dampak hilang atau masuknya cairan yang berlebihan pada
pasien
8) Membedakan data kardiopulmonal yang normal dan abnormal
9) Segera melaporkan jika terjadi perubahan pada nadi, pernapasan, suhu tubuh
dan tekanan darah pada pasien
10) Mempertahankan lingkungan aspetik dan terkontrol
11) Mempertahankan keselamatan pasien
c. Post operative
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan pada saat setela prosedur
pembedahan adalah sebagai berikut :
1) Pengkajian : kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital, keseimbangan cairan,
status kesadaran, kekuatan otot, kepatenan IV line dan kateter, kondisi luka
meliputi dressing dan drainase, warna kulit dan membrane mukosa serta
kenyamanan pasien
2) Manajemen jalan napas
3) Regulasi suhu tubuh
4) Manajemen cairan dan elektrolit
5) Manajemen nyeri
6) Perawatan post operasi
Perawatan post operasi dapat dilakukan dengan pemberian latihan fisik pada
pasien yang bertunuan untuk mengembalikan fuksi, kinerja otot serta daya tahan
otot ke tingkat sebelum terjadinya trauma.
10. Pemeriksaan penunjang Fraktur Antebrachii
a. X-Ray dilakukan untuk melihat dan mengetahui bentuk patahan atau keadaan
tulang yang cidera
b. Bone scans, tomogram atau MRI
c. Anteriogram dilakukan apabila terdapat kerusakan vaskuler
d. CCT dilakukan jika terjadi banyak kerusakan otot
e. Pemeriksaan darah lengkap, pada pemeriksaan darah akan ditemukan teukosit
turun/ meningkat, eritrosit dan albumin menurun, Hb, hematocrit menurun
akibat pendarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat apabila terjadi
kerusakan yang sangat luas pada jaringan lunak dan kreatinin ginjal meningkat
akbiat trauma otot serta pada masa penyembuhan akan terjadi peningkatan
kadar Ca dalam darah.
(Rohmah, 2014)

11. Fase Penyembuhan Tulang

Menurut Solomon dkk (2010) dalam Nugroo (2019), proses penyembuhan tulang
dibagi menjadi lima fase yakni antara lain :

a. Fase hematom
Fase hematom terjadi pada tifga hari pertama setelah fraktur. Pada fase ini
terjadi pembekuan daraha atau hematom disekitar fraktur, pada 1-2 mm ujung
fragmen tulang akan mati karena tidak mendapatkan suplai darah.
b. Fase proliferasi
Fase ini terjadi reaksi inflamasi akut dan proliferasi dari mesenchymal stem cell
(MSC) di bawah periosteum dan di dalam medulla. Ujung fragmen akan
dikelilingi jaringan seluler yang akan menjembatani patahan tulang. Kemudian
hematom akan diserap dan tumbuh kapiler baru.
c. Fase pembentukan kalus
Pada fase ini sel berproliferasi dan bersifat osteogenic dan kordogenik. Selian
itu juga terdapat osteoblast yang akan meresorbsi jaringan tulang yang mati.
Pada fase ini terbentuk woven bone atau immature fibre bone pada permukaan
periosteal dan endosteal. Fase ini berlangsung selama 4 minggu.
d. Fase konsolidasi
Pada fase ini bahan kalus yang teridiri dari immature fibrin bone akan berubah
menjadi imellar bone karena pengaruh dari aktivitas osteoklastik dan
osteoblastik. Kalus yang menetap akan menjad tulang yang kaku karena adanya
penumpukan garam kalsium. Pada fase ini tulang belum terbentuk secara
sempurna.
e. Fase remodeling
Fase remodeling adalah fase penyempurnaan untuk mendapatkan bentuk tulang
seperti semula sebelum fraktur. Fase ini akan berlangsung seama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun.
B. Pathway

Trauma

Fraktur antebrachii

Dekontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Gangguan
integritas kulit Kerusakan jaringan sekitar Krepitasi Deformitas

Spasme otot Rupture pembuluh darah Fungsi ekstermitas


menurun

Pelepasan substandi Pendarahan


mediator nyeri Gangguan
mobilitas fisik
Resiko
Nyeri akut
hipovolemia
Kerusakan
integritas kulit
Post operasi Tindakan pembedahan Ansietas

Efek anastesi hilang Luka insisi

Pendarahan Ketidakadequatan pertahanan


Pelepasan mediator nyeri primer

Kehilangan cairan tubuh Rsiko infeksi


Nyeri akut

Gangguan mobilitas fisik Resiko hipovolemia

Deficit perawatan diri


C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien : nama, jenis kelamin, umur dan status perkawinan
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Keluahan utama, penyebab teradinya fraktur, kapan terjadinya dan sudah
berapa jam/ menit yang lalu, apa yang dirasakan pasien (nyeri, bengkak dll),
perubahan bentuk, terbatasnya gerakan dan kehilangan fungsi.
2) Riwayat penyakit terdahulu
Riawayat penggunaan obat kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama,
riwayat penggunaan obat-obatan hormonal terutama pada wanita, berapa lama
pasien mendapatkan pengobatan tersebut, kapan terakhir kali klien
mendapatkan pengobatan tersebut.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada otot, sendi dan tulang dengan menggunakan
metode Look, Feel dan Move.
1) Otot
a) Look (inspeksi)
Ukuran otot dengan membandingkan dengan sisi yang lain untuk
mengkaji adanya hipertropi atau atropi, kaji posisi abnormal pada tubuh,
kaji adanya tremor dan spastik.
b) Feel (palpasi_
Kaji suhu kulit panas atau dingin dari biasanya, kaji denyutan arteria
teraba atau tidak, kaji jaringan lunak untuk mengetahui adanya spasme
otot dan atrofi otot serta kaji adanya nyeri tekan dan dimana lokasi
nyerinya.
c) Move (pergerakan)
Kaji nilai kekuatan otot dengan 6 level dan nilai luas rentang gerak
(ROM).
2) Sendi
a) Look (inspeksi)
Kaji adanya pembengkakan, panas dan nyeri.
b) Feel (palpasi)
Kaji adanya edema, nyeri, krepitasi dan adanya nodul.
c) Move (pergerakan)
Kaji rentang gerak sendi (ROM)
3) Tulang
a) Look (inspeksi)
Kaji bentuk tulang dan adanya deformitas.
b) Feel (palpasi)
Kaji adanya benjolan, nyeri dan krepitasi
c) Move (pergerakan)
2. Diagnose Keperawatan
a. Diagnose keperawatan pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakedequatan
pertahanan tubuh primer
3) Gangguan mobilitas fisik berhubunagan dengan gangguan muskuloskeletal
4) Ansietas berhubungan dengan kurang terppar informasi
b. Diagnose keperawatan inta operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
c. Diagnose keperawatan post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pembedahan)
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
5) Resiko infeksi berubungan dengan ketidakaquatan pertahanan primer
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Luaran Intervensi


1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Manajemen nyeri (1.08238)n
berhubungan x 24 jam nyeri yang dirasakan klien berkurang Obervasi
dengan agen dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisik Tingkat nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Tujuan nyeri
Indikator awal
1 2 3 4 5 2. Identifikasi skala nyeri
Keluhan 2 √ 3. Monitor efek samping penggunaan
nyeri analgesik
Meringis 2 √ Terapeutik
Sikap 2 √ 4. Berikan teknik nonfarmakologis
protektif
untuk mengurangi nyeri
Gelisak 2 √
5. Fasilitasi instirahat dan tidur
Keterangan :
Edukasi
1 = meningkat
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2 = cukup meninhkat
7. Anjurkan menggunakan analgetik
3 = sedang
secara tepat
4 = cukup menurun
5 = menurun 8. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Perawatan luka (1.14564)
integritas kulit x 24 jam kerusakan integritas kulit klien Observasi
membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor karakteristik luka
Integritas kulit dan jaringan (L.14125) 2. Monitor tanda-tanda infeksi
Tujuan Terapeutik
Indikator awal
1 2 3 4 5 3. Lepaskan balutan dan plaster secara
Kerusakan 2 √ perlahan
jaringan 4. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
Kerusakan 2 √ pembersih nontoksik
lapisan kulit 5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi
Pendarahan 2 √ 6. Pertahankan teknik steril saat
Kemerahan 2 √ melakukan perawatan luka

Hematoma 2 √ 7. Pasang balutan sesuai jenis luka

Pigmentasi 2 √ 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat

Nekrosis 2 √ dan drainase


Keterangan : Edukasi
1 = meningkat 9. Ajarkan prosedur perawatan luka
2 = cukup meninhkat secara mandiri
3 = sedang Kolaborasi
4 = cukup menurun Kolaborasi pemberian antibiotik
5 = menurun
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Pencegahan infeksi (1.14539)
x 24 jam resiko infeksi pada klien berkurang Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
Tingkat infeksi dan sistemik
Tujuan Terapeutik
Indikator awal
1 2 3 4 5 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Demam 3 √ kontak dengan pasien dan lingkungan
Kemerahan 2 √ 3. Pertahankan teknik aseptic pada
Nyeri 2 √ pasien beresiko tinggi
Bengkak 2 √ Edukasi

Cairan 3 √ 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

berbau busuk 5. Anjurkan meningkatkan asuhan


nutrisi
Drainase 2 √ 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
purulen 7. Ajurkan cara memeriksa kondisi luka
Kadar sel 3 √ atauluka operasi
darah putih
Keterangan :
1 = meningkat
2 = cukup meninhkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun
4 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Dukunagn mobilisasi (1.05173)
mobilitas fisik x 24 jam mobilita fisik klien meningkat dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
Mobilitas fisik (L.05042) fisik lainnya
Tujuan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
Indikator awal
1 2 3 4 5 pergerakan
Pergerakan 2 √ 3. Monitor kondisi umum selama
ekstermitas melakukan mobilisasi
Terapeutik
Kekuatan 2 √ 4. fasilitasi melakukan pergerakan
otot 5. Libatkan keluarga untuk membantu
Rentag gerak 2 √ pasien meningkatkan pergerakan
(ROM) Edukasi
Keterangan : 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
1 = menurun mobilisasi
2 = cukup menurun 7. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3 = sedang 8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
4 = cukup meningkat arus dilakukan
5 = meningkat
5 Resiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Pemantauan cairan (1.03121)
hypovolemia x 24 jam resiko hipovolemi berkurang dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Staus cairan (L.03028) 2. Monitor frekuensi napas
Tujuan 3. Monitor tekanan darah
Indikator awal
1 2 3 4 5 4. Monitor elastisitas atau turgor kulit
Turgor kulit 3 √ 5. Monitor jumlah, warna dan berat jenis
Output urine 3 √ urine
6. Monitor intake dan output cairan
Frekuensi 3 √ 7. Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
nadi 8. Identifikasi factor resiko
Tekanan 3 √ ketidakseimbangan cairan
darah Terapeutik
Membrane 3 √ 9. Dokumentasikan hasil pemantauan
mukosa
Kadar Hb 3 √
Kadar Ht 3 √
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
6 Deficit perawatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Dukungan perawatan diri (1.11348)
diri x 24 jam perawatan diri klien membaik dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Monitor tingkat kemandirian
Perawatan diri (L.11103) Terapeutik
Indikator awal Tujuan 2. Siapkan keperluan pribadi
1 2 3 4 5 3. Damping dalam melakukan perawatan
Kemampuan 2 √ diri sampai mandiri
mandi 4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
Kemampuan 2 √ tidak mampu melakukan perawatan
makan diri
Kemampuan 2 √ 5. Jadwalkan rutininitas perawatan diri
mengenakan Edukasi
pakaian 6. Anjurkan melakukan perawatan diri
Kemampuan ke 3 √ secara konsisten sesuai kemampuan
tolilet
Mempertahankan 2 √
kebersihan diri
Keterangan :
1 = menurun
2 = cukup menurun
3 = sedang
4 = cukup meningkat
5 = meningkat
7 Ansietas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Reduksi ansietas (1.09314)
x 24 jam ansietas pada klien berkurang dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda ansietas
Tingkat nyeri (L.08066) Terapeutik
Tujuan 2. Cipatakan suasana terapeutik untuk
Indikator awal
1 2 3 4 5 menumbuhkan kepercayaan
Verbalisasi 2 √ 3. Temani pasien untuk mengurangi
khawatir kesemasan
akibat 4. Gunakan pendekatan yang tenang dan
kondisi yang meyakinkan
diadapi Edukasi
Perilaku 2 √ 5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
gelisah yang akan dialami
Perilaku 2 √ 6. Informasikan secara factual mengenai
tegang diagnosis, prognosis dan pengobatan
Frekuensi 2 √ 7. Anjurkan mengunkapkan perasaan
pernapasan dan persepsi

Frekuensi 2 √ 8. Latih kegiatan pengalihan untuk

nadi menguangi ketegangan


Tekanan 2 √ 9. Latih teknik relaksasi
darah
Tremor 2 √
Keterangan :
1 = meningkat
2 = cukup meninhkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun
Daftar Pustaka

Alaydrus, M.M. 2017. Fraktur Monteggia : Tantangan Kinis dalam Menghadapi


Fraktur Dislokasi yang Sering Mendiagnosis. Jurnal Kedokteran Unram. 2017.
6 (2) : 25-28

Black S. 2009. Common Forearm Fractures in Adults. American Family Physician . 80


(10) :1096-102

Budiman, J., Sudharmadji., Hariatmoko., dan R.T.Pinzon. 2020. Tingkat Keberhasilan


Reposisi Tertutup pada Fraktur Antebrachii di RS Bethesda Yogyakarta Tahun
2007-2013. Medicinus. 33 (1) : 11-16

Hamarno, Rudi. 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana.


Jakarta : Pusat Pendidikan SDM Kesehatan Kementerian Keseatan Republik
Indonesia

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Nugroho, F., A. Prasetyo dan M. Hasan. 2019. Analisis Jumlah Sel Osteoblas pada
Femur Tikus Wistar Jantan yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Bayam Merah
(Amaranthus tricolor L.). Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 5 (1) :
45-49

Pearce, Evelyn. 2008. Anatomi dan Fisiologi Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama

Rohmah, Nikmatur. 2014. Diagnosis dan Tindakan Keperawatan pada Kasus Ortopedi
dan Traumatologi. Jember : LPPM Universitas Muhammadiyah Jember

Statin K. 2018. Decreased Hip, lower leg, and Humeral Fractures but increased forearm
fractures in Highly active individual. J Bone Miner . 33 :1842.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 2019. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indoensia. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Zulman., S.Abas dan D. Wandi. 2019. Pelatihan Pencegahan dan Pertolongan Pertama
Cedera Olahraga bagi Pelatih PPLP Sumatera Utara. Jurnal Berkarya
Pengabdian Pada Masyarakat. 1(1) : 27-40

Anda mungkin juga menyukai