Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TN. U DENGAN FRAKTUR ANTEBRACHII


DI RSUD dr. ABDOER RAHEM - SITUBONDO

OLEH :
NAMA: DINNAR ANANDA
NIM : 22101059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ANTEBRACHII
DI RSUD dr. ABDOER RAHEM - SITUBONDO

OLEH :
Amilia Dwi Indrawati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
TAHUN 2022/2023
1. Definisi Fraktur Antebrachii
Fraktur adalah terputusnya konstinuitas jaringan tulang yang
disebabkan karena trauma maupun karena suatu proses penyakit (Hamarno,
2016). Fraktur antebrachii adalah suatu jenis patah tulang yang terjadi pada
lengan bagian bawah yang meliputi tulang radius dan ulna. Selain itu,
kejadian faktur antebrachii juga bisa disebabkan karena aktivitas fisik yang
berat (Stattin dkk. 2018)
2. Anatomi Fisiologi
Ulna atau tulang hasta adalah sebuah tulang berbentuk pipa yang
mempunyai sebuah batang dan dua ujung. Tulang ulna memiliki ukuran yang
lebih panjang dibandingkan dengan tulang radius. Ujung atas ulna kuat dan
tebal. Semakin mendekati ujung bawah ukuran batang ulna semakin mengecil.
Hal ini ada kaitannya dengan otot-otot yang mengendalikan gerakan pada
pergelangan tangan dan jari. Otot-otot flexor datang dari permukaan anterior
dan otot-otot extensor datang dari permukaan posterior (Pearce, 2008).

Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah. Radius merupakan


sebuah tulang berbentuk pipa dengan sebuah tulang dan dua ujung yang
ukurannya lebih pendek daripada tulang ulna. Batang radius di sebelah atas
lebih sempit dan lebih bundar dan semakin melebar mendekati ujung bawah
(Pearce, 2008). Pada bagian radius dan ulna terdapat dua sendi yang dapat
bergerak yakni sendi radio-ulnaris superior dan anterior. Membrane interosa
(antar tulang) membentuk sendi ketiga yakni sendi radio-ulnaris tengah.
Membrane ini juga memisahkan otot-otot bagian depan dan bagian belakang
lengan bawah (Pearce, 2008).
Pada bagian radius da ulna juga terdapat dua arteri yakni arteri radialis
dan arteri ulnaris. Arteri radialis berjalan kebawah di sebelah radial dan arteri
ulnaris berjalan ke bawah di sebelah ulna. Arteri ini memberikan pasokan
darah pada strutur tangan dan akhirnya membentuk lengkung arteri palmaris
dalam dan lengkung palmaris tepi pada tangan dan kemudian terdapat cabang-
cabang arteri palmaris untuk telapak tangan dan digitalis untuk semua jari-jari
(Pearce, 2008)

3. Etiologi
Fraktur antebrachii disebabkan karena trauma baik secara langsung
maupun tidak langsung serta bisa disebabkan karena adanya tarikan otot yang
terlalu keras. Akan tetapi, fraktur antebrachii yang disebabkan karena tarikan
otot jarang terjadi. Selain itu, factor patologis juga dapat menyebabkan
terjadinya fraktur antebrachii karena adanya proses pelemahan pada tulang
akibat suatu proses penyakit seperti kanker atau osteoporosis.

4. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2008), fraktur antebrachii di klasifikasikan sebagai berikut
:
a. Fraktur Colles
Frakktur colles adalah patah tulang transvers di ujung tulang radius
kira-kira sekitar 2,5 cm diatas pergelangan tangan dan fraktur distal
mengalami angulasi kearah dorsal sehingga menyebabkan deformitas seperti
berbentuk sendok makan.
b. Fraktur Smith
Fraktur smith adalah kebalikan dari fraktur colles yakni angulasi
terjadi ke arah anterior dari fraktur radius. Fraktur ini biasanya terjadi jika
pasien terjatuh dan menahan tubuhnya dengan posisi pergelangan tangan
fleksi dan pronasi. Garis patahan yang terjadi biasanya transversal atau
intraartikular.

c. Fraktur Galeazzi
Fraktur galeazzi adalah fraktur yang terjadi pada radius distal dan
disertai dengan dislokasi pada sendi radius ulna distal. Pada fraktur ini
pergelangan tangan akan teraba adanya tonjolan pada ujung ulna distal

. d. Fraktur montegia
Fraktur montegia adalah fraktur yang terjadi pada sepertiga proksimal
ulna dan disertai dengan adanya dislokasi pada sendi radius ulna proksimal
5. Patofisiologi
6. Pathway
7. Manifestasi klinis
Menurut Tyas (2016) manifestasi klinis pada fraktur antebrachii
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
b. Pembengkakan
c. Perubahan warna local
d. Deformitas
e. Gangguan atau bakhan hilangnya fungsi gerak
f. Krepitas

8. Pemeriksaan penunjang
a. X-Ray dilakukan untuk melihat dan mengetahui bentuk patahan atau
keadaan tulang yang cidera
b. Bone scans, tomogram atau MRI
c. Anteriogram dilakukan apabila terdapat kerusakan vaskuler
d. CCT dilakukan jika terjadi banyak kerusakan otot
e. Pemeriksaan darah lengkap, pada pemeriksaan darah akan ditemukan
teukosit turun/ meningkat, eritrosit dan albumin menurun, Hb, hematocrit
menurun akibat pendarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat apabila
terjadi kerusakan yang sangat luas pada jaringan lunak dan kreatinin ginjal
meningkat akbiat trauma otot serta pada masa penyembuhan akan terjadi
peningkatan kadar Ca dalam darah. (Rohmah, 2014)

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hardianto Wibowo (2006) dalam Zulman dkk (2019),
penanganan pertama yang dilakukan pada fraktur antara lain :
a. R (Rest) : diistirahatkan bagian yang cidera
b. I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit dengan kompres dingin
c. C (Compress) : dibalut tekan di bagian yang cidera dengan bahan yang
elastis, baut tekan digunakan apabila terdapat pendarahan atau
pembengkakan.
d. E (Elevasi) : ditinggikan atau dinaikkan bagian yang cidera Menurut
Rohmah (2014), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami fraktur antebrachii adalah sebagai berikut :
a. Reduksi
Reduksi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomisnya. Jenis-jenis
reduksi yang dapat dilakukan antara lain :
1) Reduksi tertutup : dilakukan manipulasi dan traksi manual
2) Traksi : reduksi dan immobilisasi
3) Reduksi terbuka : menggunakan alat fiksasi interna seperti kawat, sekrup,
plat, batangan logam ataupun paku.
b. Immobilisasi
Immobilisasi dilakukan untuk mempertahankan tulang tetap dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai dilakukan penyatuan. Jenis-jenis
immobilisasi yang dapat dilakukan antara lain :
1) Fiksasi eksterna dengan menggunakan gipsi, bidai ataupun traksi
2) Fiksasi internal sengan menggunakan implant logam.
c. Rehabilitasi
Rehabiltasi dilakukan untuk mempertahankan reduksi dan
immonilisasi yang telah dilakukan, kemudian memantau status neurovaskuler
pasien serta melakukan latihan sometric untuk meminimalkan terjadinya
kanatrofi disuse dan juga meningkatkan peredaran darah.
10. Komplikasi
Menurut Hamarno (2016), komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur
antebrachii antara lain :
a. Pendarahan Tulang banyak mengandung pembuluh darah didalamnya
maupun di daerah sekitarnya. Fraktur dapat menyebabkan putusnya pembuluh
darah sehingga terjadi pendarahan pada area fraktur. Pada fraktur terbuka
kehilangan darah akan lebih banyak jika dibandingkan dengan fraktur
tertutup. Pendarahan yang terjadi dapat menyebabkan syok bahkan kematian
jika tidak segera dilakukan penanganan.
b. Sindrom kompartemen Sindroma kompartemen adalah suatu kondiri
dimana terjadi penurunan perfusi jaringan otot. Kondisi ini disebabkan karena
pembidaian dan pembalutan yang terlalu kencang. Selain itu juga bisa
disebabkan karena adanya pendaraan dalam jaringan atau edema. Apabila
anoreksia terjadi lebih dari 6 jam maka dapat mengakibatkan kemaian
jaringan sehingga harus dilakukan amputasi. Untuk memastikan terjadinya
sindrom kompartemen perlu dilakukan pemeriksaan
5P yakni pain (nyeri), paresthesia (penurunan sensasi raba), paralisis
(kelumpuhan), pale (pucat) dan pulseness (nadi tidak teraba).

11. Konsep dasar asuhan keperawatan


1) Pengkajian Primare
Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Firdha , 2019 ) :
a. Primary survey
menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera
terhadap komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang mengancam
kehidupan. Tujuan primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan.
b. Airway
Airway Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya
benda asing pada jalan napas (bekas muntahan, darah, dan secret yang
tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor,
gurgling, atau wheezing yang mendadak adanya masalah jalan napas.
c. Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan, pola
napas bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan
cuping hidung dan saturasi oksigen.
d. Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time, akral,
suhu tubuh, warna kulit, kelembabab kulit, dan perdarahan eksternal jika
ada.
e. Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale), respon nyeri,
respon verbal dan reaksi pupil.
f. Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lainnya, serta
kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien.
2 .Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe dari depan hingga belakang. Pengkajian
sekunder hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai membaik, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok mulai membaik. Halhal
yang perlu dikaji pada pasien fraktur antebrachii antara lain :
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita fraktur antebrachii sangat penting, berguna
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. fraktur antebrachii sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada nyeri yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya yang dialami.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang disa didapatkan dai
pasien dan keluarga ( Djoko,2018) :
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
A : Alergi (alergi makanan, obat-obatan, cuaca)
M : Medicine (obat-obatan yang dikonsumsi)
P : Past Medical History (riwayat penyakit pasien)
L : Last Oral Intake (makanan yang dikonsumsi terakhir sebelum ke rumah
sakit)
E : Event prior to the illnessor injury (kejadian sebelum sakit)

3. Pemeriksaan fisik head to toe


a. Keadaan umum: tampak lemah
b. Tanda- tanda vital : (tekanan darah menurun, nafas sesak, nadi lemah
dan cepat, suhu meningkat, distress pernafasan sianosis)
c. TB/ BB : Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kulit (Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek)
e. Kepala : Kepala Lakukan inspeksi dan palpasi secara keseluruhan
apakah trdapat laserasi, kontusio, ruam, nyeri tekan serta adanya nyeri
kepala( Simetris , tidak ada lesi , benjolan )
f. Mata : Inspeksi ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana refleks terhadap cahaya, apakah 22 konjungtiva anemis,
adanya kemerahan, nyeri serta adanya perdarahan subconjungtival
g. Hidung : Hidung Inspeksi apakah ada penggunaan pernapasan cuping
hidung, penumpukan mucus dan palpasi apakah terdapat nyeri tekan
atau tidak. (Nafas cuping hidung, sianosis)
h. Mulut : Inspeksi mukosa bibir, warna, kelembaban, posisi lidah, dan
apakah ada nyeri tekan (Pucat sianosis, membran mukosa kering, bibir
kering, bibir kuning, dan pucat)
i. Telinga : Periksa adanya nyeri tekan, menurunnya atau hilangnya
fungsi pendengaran. (Lihat sekret, kebersihan, ,tidak ada nyeri tekan )
j. Leher : Kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan), deviasi
trakea, dan palpasi adanya nyeri. (Tidak terdapat pembesaran KGB
dan kelenjar tiroid , tidak ada nyeritelan )
k. Jantung : bunyi jantung
l. Paru- paru (Infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup), wheezing
(-), sesak istirahat dan bertambah saat beraktivitas)
m. Punggung (Tidak ada spesifik)
n. Abdomen : Kaji apakah ada distensi abdomen,auskultasi bising usus,
perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri tekan lepas. Palpasi untuk
mengetahui apakah ada kekauan dan nyeri tekan pada abdomen
(Bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya tidak ada)
o. Genetalia (Tidak ada gangguan)
p. Ektremitas : Kaji apakah ada edema pada ekstremitas, apakah ada
nyeri tekan(+) (Kelemahan, penurunan aktivitas, sianosis ujung jari
dan kaki) apakah ada oedem (+), lesi (+)pendarahan(+)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakedequatan
pertahanan tubuh primer
3) Gangguan mobilitas fisik berhubunagan dengan gangguan muskuloskeletal
4) Ansietas berhubungan dengan kurang terppar informasi
b. Diagnosa keperawatan inta operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
c. Diagnosa keperawatan post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pembedahan)
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
5) Resiko infeksi berubungan dengan ketidakaquatan pertahanan primer

Anda mungkin juga menyukai