Disusun oleh:
NAMA : YUSNITA
NIM : PO714241161079
KELAS : IIIB D.IV FISIOTERAPI
BAB I
PATOLOGI KASUS
A. Definisi
B. Etiologi
Fraktur merupakan hasil dari terjadinya gerakan mekanis yang
keras pada tulang. Kekuatan yang terjadi menyebabkan fraktur yang besarnya
bervariasi tergantung pada bagian dan karakteristik tulang. Menurut
Reksoprodjo (2010) fraktur humerus disebabkan oleh trauma di mana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang.
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: (1)
peristiwa trauma tunggal; (2) tekanan yang berulang-ulang; (3) kelemahan
abnormal pada tulang (fraktur patologik) (Apley, A. Graham, 1995).
Penyebab Fraktur akibat peristiwa trauma adalah:
1) Trauma langsung
Trauma langsung yaitu fraktur mendapat ruda paksa (misalnya
benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan (Rasjad C, 2007). Pemukulan (pemukulan sementara)
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya. Pengahancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas (Apley, A.
Graham, 1995).
2) Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak masih utuh (Rasjad C, 2007). Trauma dapat
berupa :
a) Pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spiral
b) Penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang
c) Penekukan dan penekanan, yang menyebabkan fraktur yang
sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk
segitiga terpisah
d) Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan, yang
menyebabkan fraktur oblik pendek
e) Penarikan, dimana tendon atau ligamen benar-benar menarik
tulang sampai terpisah (Apley, A. Graham, 1995).
3) Fraktur kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperi halnya pada logam benda lain,
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada
tibia atau fibula atau metatarsak, terutama pada atlet, penari dan calon
tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh (Apley, A. Graham, 1995).
4) Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya
pada penyakit paget) (Apley, A. Graham, 1995). Trauma ringan pun dapat
menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ada
underlying desease dan disebut dengan fraktur patologis.
C. Patofisiologi
D. Gambaran Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika
fragmen tulang diimobilisasi (Rasjad C, 2007).
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melengketnya otot (Rasjad C, 2007).
3. Oedema terjadi secara terlokalisir, terjadi segera setelah cidera dan
dapat meluas sepanjang waktu. Hal ini mungkin diperlukan aplikasi
cast atau splint yang sementara, kemudian memasang kembali plaster
saat bengkak mulai menurun.
4. Spasme otot merupakan usaha tubuh untuk menghentikan sendi dari
gerakan. Spasme seringkali mempengaruhi group otot, seperti otot
quuadriceps, dan dapat menyebabkan pergeseran kedua ujung tulang.
Traksi mungkin dibutuhkan untuk memberikan counteract.
5. Gerakan abnormal/krepitasi dapat terjadi akibat adanya ketidakrataan
kedua ujung tulang yang patah. Jangan ada usaha untuk memunculkan
krepitasi, karena kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan yang
lebih besar.
6. Hilangnya fungsi, pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan
fatan nervus radialis dan arteri brachialis, apakah pasien dapat
melakukan ferakan dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-
jari.Fraktur yang berat dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang
komplit, jika frakturnya ringan seperti fraktur simple atau fraktur
oblique maka beberapa aktivitas fungsional mungkin tidak hilang.
7. Keterbatasan gerak sendi, mobilitas sendi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : formasi adhesion, muscle tight, nyeri,
spasme, rasa takut bergerak, obstruksi mekanikal atau pembengkakan.
Gerakan juga terbatas karena kelemahan otot. Jika fraktur melibatkan
permukaan sendi maka dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
degenerasi cartilago yang lebih jauh.
8. Atropi otot terjadi saat masa immobilisasi, dimana otot tidak pernah
digunakan (disuse atropi) menurunnya kekuatan otot.
BAB II
PEMERIKSAAN/PENGUKURAN FISIOTERAPI
PADA MASA REHABILITASI
A. Pemeriksaan Subyektif
1. Identitas Pasien
Nama : Suharti
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien merasakan nyeri
disepanjang lengan, . nyerinya bersifat dalam, perih, dan sangat
terlokalisir, nyerinya bertambah saat melakukan gerakan pada shoulder
kemudian pasien dibawa ke RS dan dilakukan foto rongten lalu pasien
opname selama 12 hari. Kemudian dilakukan operasi pemasangan plat and
screw pada bahu kirinya. Setelah keluar dari Rumah sakit pasien menjalani
terapi di poli fisioterapi.. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami
cedera atau mengalamai penyakit tertentu atau cedera.
B. Pemeriksaan Obyektif
1. Inspeksi
Inspeksi statis : kondisi umum pasien baik, terpasang perban yang
menutupi bekas jahitan pada humerus sinistra bagian proksimal, oedem
tidak terlalu nampak, pasien menggunakan arm sling.
Inspeksi dinamis : pasien nampak menahan nyeri saat digerakkan
lengan kirinya, dan ketika duduk bahu nampak asimetris.
2. Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi didapatkan hasil yaitu: Dari perbandingan antara
sehat dan yang sakit terdapat tonjolan tulang yang berbeda, atau kelainan
kontur tulang, otot di tangan yang sakit, terdapat nyeri tekan pada deltoid,
suhu lokal sama dengan suhu tubuh yang sehat, adanya kontraktur pada
otot M. Teres minor dan M. Pectoralis, terdapat spasme pada deltoid.
3. Move Test
Nama gerakan Aktif Pasif
Fleksi shoulder Terbatas Terbatas
Ekstensi shoulder Terbatas Terbatas
Abduksi shoulder Terbatas Terbatas
Adduksi shoulder Terbatas Terbatas
Abdukksi horizontal Terbatas Terbatas
Adduksi horizontal Terbatas Terbatas
Eksternal rotasi shoulder Terbatas Terbatas
Internal rotasi shoulder Terbatas Terbatas
Setelah dilakukan pemeriksaan diperoleh gerak aktif pada semua
gerakan shoulder terbatas dan terdapat nyeri, sedangkan gerak pasif pada
semua gerakan shoulder terbatas, terdapat nyeri dan end feel springy.
4. Tes Spesifik/Pengukuran Fisioterapi
a. Pemeriksaan nyeri
Hasil pemeriksaan nyeri dengan VAS
Nyeri Derajat nyeri
Diam 1,4 cm
Tekan 3,3 cm
Gerak 6,5 cm
3. Evaluasi.
Tidak ada lagi bengkak.
Efek immobilitas berkurang.
ROM sudah mengalami peningkatan dengan nyeri minimal sampai
sudah tudak ada nyeri.
Tidak ada nyeri pada saat fleksi-ekstensi isometrik elbow
Mampu melakukan sebagian besar aktivitas kehidupan sehari-hari
area gerakan lengan atas hingga lengan bawah tanpa nyeri.
d. Resisten exercise
1) Mobilissasi Fleksi Bahu
Pasien : Tidur terlentang dengan posisi comfortable.
Fisioterapis : Berdiri disamping badan pasien sisi yang
dilatih.
Tangan FT : satu tangan menggenggam aspek posterior distal
humerus diatas siku, tangan yang lainnya menstabilisasi
batas aksilari skapula untuk meregangkan teres mayor.
Teknik Pelaksanaan : Gerakkan lengan pasien ke arah fleksi
bahu penuh untuk memanjangkan ekstensor bahu
Dosis : 1-6 kali pengulangan, 2-5 kali dalam seminggu
Gambar
3. Evaluasi
ROM shoulder serta elbow penuh tanpa nyeri
Kekuatan otot mencapai nilai 4 dari5
Terdapat peningkatan pada fungsi dan kekuatan otot
1. Tujuan
Menurunkan nyeri akibat adhesion, meningkatkan ekstensibilitas
struktur lainnya, meningkatkan ambulasi, meningkatkan performa otot
secara progresif dan stabilitas, memperbaiki proprioception dan koordinasi
secara progresif.
2. Prosedur Intervensi
a. Fleksi dan Adduksi Horizontal
Pasien : Posisi pasien berdiri
Fisioterapi : Berdiri disamping badan pasien sisi yang dilatih.
Teknik Pelaksanaan : Ajarkan pasien untuk mengadduksikan bahu
yang kaku secara horizontal dengan meletakkan lengan menyilang dada
dan kemudian mengaplikasikan penekanan berlebih secara terus-menerus
pada lengan yang adduksi dengan menarik lengan kearah dada, hati-hati
agar jangan sampai merotasikan trunk.
Dosis : 1-6 kali pengulangan, 3-4 kali dalam seminggu.
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
3) Endorotasi-Eksorotasi Bahu
Lengan pasien di kedua sisi tubuh, dan siku fleksi 90o. Rotasi lengan
dicapai dengan menggerakkan tongkat dari satu sisi ke sisi lain trunk
sambil mempertahankan siku tetap di sisi tubuh. Rotasi harus terjadi pada
humerus.
Gambar
4) Wall Climbing
Lengan dapat digerakkan kea rah fleksi atau abduksi, pasien melangkah
mendekati dinding diikuti dengan elevasi lengan tanpa mengangkat.
Gambar
2) Ekstensi Siku
Pasien duduk di kursi, dengan bahu fleksi 90o, tangan memegang beban.
Minta pasien mulai dengan siku fleksi dan beban pada bahu ipsilateral
maupun kontralateral; lalu ekstensi dan fleksikan siku untuk
menguatkan ekstensor siku secara konsentrik dan eksentrik.
Gambar
Gambar
l. Chin-Up modifikasi rantai-tertutup
Gambar
Gambar
Posisi pasien dan prosedur : Duduk dengan siku fleksi 90o dan
ditopang di atas meja sehingga bahu berada dalam posisi istirahat
(pada bidang scapula). Pasien mengangkat beban dari meja dengan
merotasikan bahu.
Gambar
n. Internal Rotasi Bahu (Subskapularis)
Posisi pasien dan prosedur : Berbaring miring pada sisi yang
terganggu dengan lengan ke arah depan dalam posisi fleksi sebagian.
Minta pasien mengangkat beban ke arah atas mejauhi meja ke
internal rotasi.
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
3. Evaluasi
Tidak ada lagi nyeri yang timbul.
Peningkatan ektensibilitas struktur.
Ambulasi sudah mulai membaik.
Peningkatan performa otot secara progresif stabilitas.
Kembalinya proprioception dan koordinasi secara progresif.