PENDAHULUAN
1
harus dilakukan di bawah anestesi umum, dilakukan secara lembut, dan relaksasi
otot sangat diperlukan untuk mencapai reduksi atraumatik. Jika reduksi tertutup
tidak membuahkan hasil, maka dapat dilakukan reduksi terbuka (Citra Anggraeny,
2017). Berdasarkan yang telah dipaparkan diatas mengenai dislokasi dan yang
terkait, kami tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai dislokasi sendi
panggul atau Hip Dislocation dalam Student Project kali ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dislokasi panggul adalah suatu keadaan diamana terjadi suatu perpindahan
permukaan dari caput femoris terhadap acetabulum sehingga caput femoris keluar
dari acetabulum. Kondisi ini dapat terjadi secara congenital atau didapat (
acquired). Dislokasi ini dibagi menjadi beberapa jenis yang pertama adalah
dislokasi posterior yaitu bergesernya femoral head dari sendi panggul di posterior
acetabulum lalu dislokasi anterior yaitu bergesernya femoral head dari sendi
panggul di anterior acetabulum dan dislokasi sentral yaitu bergesernya femoral
head menembus acetabulum. Pada saat panggul mengalami dislokasi
perkembangan tulang femoral head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang
akan menyebabkan displasia.
2.2 Anatomi
Secara anatomi tulang femur proksimal terdiri dari caput femuris, collum
femur, regio trochanter dan subtrochanter. Pada regio trokhanter, terdapat tiga
bagian: Greater trokhanter, Linea intertrokhanter dan Lesser trokhanter. Seluruh
caput femur ditutupi oleh kartilago artikularis kecuali pada tempat dimana ada
perlekatan ligamentum capitis femoris (fovea capitis femoris). Tulang hip
(pinggul) tergolong tulang yang besar, pipih dan berbentuk irreguler. Pinggul
adalah gabungan bola dan socket sendi yang memenuhi empat karakteristik:
memiliki rongga sendi, permukaan sendi ditutupi dengan kartilago artikular,
memiliki membran sinovial yang memproduksi cairan sinovial, dan dikelilingi
oleh kapsul ligamen.
Hip adalah tulang sendi yang berongga dan berbentuk bola yang
memungkinkan kaki bagian atas dapat bergerak dari depan ke belakang dan ke
samping. Hip merupakan tulang sendi yang memikul beban paling besar di tubuh.
Oleh karena itu dikelilingi oleh ligamen dan otot yang kuat. Pada sendi coxae (hip
joint) terjadi artikulasi antara caput femur dengan acetabulum dari tulang coxae.
Sistem vaskularisasi regio femur proksimal berasal dari pembuluh darah cabang
dari vasa femoralis profunda dan vasa femoralis yang berasal dari vasa iliaka
3
eksterna. Sistem syaraf bagian femur proksimal berasal dari percabangan pleksus
lumbalis dan sakralis (Drake et al.,2007; Thompson, 2001).
2.3 Epidemiologi
Dislokasi pada sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat
trauma dan lebih sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Amerika, Eropa dan
Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering ditemukan adalah dislokasi
panggul bawaan. Dislokasi panggul bawaan 7 kali lebih banyak pada perempuan
dibandingkan laki-laki, sendi panggul kiri lebih sering terkena dan hanya 1-5%
yang bersifat bilateral. Ketidakstabilan panggul berkisar 5-20% dari 1.000
kelahiran hidup dan sebagian besar akan menjadi stabil dalam waktu 3 minggu
dan hanya 1-2% yang tetap tidak stabil.
2.4 Etiologi
Cedera olahraga, olahraga yang biasanya sebagai factor penyebab
dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko tinggi jatuh
misalnya: terperosok saat main ski, senam, volley. Trauma ,benturan keras pada
sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. Terjatuh, terjatuh
dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin. Dislokasi
4
berdasarkan arahnya dibaggi menjadi 3 dislokasi anterior, dislokasi posterior, dan
dislokasi sentral .
Dislokasi anterior dapat menyebabkan cedera arteri femoralis dan
femoralis. Lacerasi atau robekan arteri femoralis dapat menyebabkan perdarahan
dan hematoma dalam sendi pinggul. Hematoma dan tekanan besar pada saraf
femoral menyebabkan nyeri pinggul parah.Seperti contohnya pada kecelakaan
kendaraan bermotor yang terjadi karena kelalaian korban yang salah
menempatkan kaki, dislokasi ini terjadi pada kecelakaan ketika lutut atau platela
terbentur dengan kendaraan lain ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada
satu atau bahkan kedua panggul dapat terjadi apabila seseorang tertimpa benda
berat pada panggulnya saat posisi kaki merentang, lutut dan punggunng kedepan.
Caput femoris disorong dengan paksa kearah anterior inferior acetabuli dan
berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
Dislokasi posterior sering menyebabkan cedera saraf skiatik dan nyeri
pinggul parah. Dislokasi pinggul traumatic hamper selalu disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi. Seperti contohnya penumpang kendaraan roda empat yang tidak
menggunakan sabuk pengaman lebih memiliki resiko mengalami dislokasi
posterior. Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah cedera dashboard,
karena terjadinya gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular
rim saat lutut yang terfleksi dan pinggul terhantam dashboard pada kecelakaan.
Selain itu juga
Dislokasi sentral, dislokasi sentral jarang terjadi. Dislokasi sentral sering
dikaitkan dengan fraktur acetabulum dan mungkin memerlukan perbaikan bedah.
Dislokasi sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial acetabulum pada
rongga panggul. Pada dislokasi ini kapsul tetap utuh. Fraktur acetabulum terjadi
karena dorongan yang sangat kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu
sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam kondisi
abduksi.(Minhas, 2015)
5
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi dari hip dislocation dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
1. Tipe posterior:
Tipe ini paling banyak ditemukan (80-90%), head of femur berada di
posterior dan superior sepanjang aspek lateral ilium. Head of femur
bergeser ke postero-inferior dan berada di dekat greater sciatic notch.
2. Tipe anterior:
Head of femur berada di daerah obturator membrane. Head femur
bergeser ke antero-superior sepanjang ramus superior tulang pubis.
3. Tipe sentral:
Ditemukan fraktur komunitif bagian sentral acetabulum dimana terjadi
pergeseran head of femur dan fragmen acetabulum ke dalam panggul
(Rasjad,2007)
Gambar 2. Gambaran foto polos tipe-tipe hip dislocation. (kanan) posterior hip
dislocation. (tengah) anterior hip dislocation. (kiri) central hip dislocation
(Hacking dan Knipe, 2018).
2.6 Patofisiologi
Dislokasi panggul terjadi ketika head of femur berpindah tempat dari
socket-nya baik kearah depan, belakang atau ke arah sentral yang diikuti oleh
kejadian fraktur acetabulum (American A, 2014). Kejadian posterior dislocation
merupakan kejadian tersering (85%-90%) (Johnson, 2017; Hacking, 2018) diikuti
oleh kejadian anterior dislocation (10%) (Hacking, 2018) dan kejadian lainnya
dislokasi yang berasosiasi dengan kejadian fraktur acetabulum disebut dengan
central acetabular fracture dislocation (Bastian, 2014).
Dislokasi panggul terjadi ketika struktur panggul (femoral head,
acetabulum, komponen sendi, ligamen, otot) mengalami trauma atau stres
mekanik akibat energi yang tinggi sehingga terjadi perubahan struktur anatomis
panggul (Philips, 2000; Johnson, 2017). Mekanisme dislokasi yang tipikal adalah
akibat kejadian traumatis seperti tabrakan kendaraan bermotor, saat kecelakaan
posisi lutut menekuk dan terdorong oleh dashboard mobil (Johnson, 2017)
6
Posterior hip dislocation merupakan kondisi femoral head berpindah
kearah posterior yang terjadi karena tekanan energi yang besar yang umumnya
akibat kecelakaan kendaraan bermotor membuat femur dalam keadaan fleksi dan
lutut bersamaan dengan femur terdorong kearah posterior dan menimbulkan
keadaan adduksi dan internal rotasi (Johnson, 2017; Gailard, 2018). Dislokasi
panggul posterior umunya diikuti oleh fraktur acetabular labrum (Gailard, 2018).
Anterior hip dislocation umumnya terjadi akibat tekanan energi yang besar
yang bergantung posisi panggul saat terkena tekanan dimana posisi dislokasi
anterior-inferior yang tersering terjadi ketika panggul dalam keadaan fleksi dan
mendapat tekanan dari posterior atau pada greater trochanter yang dapat
menyebabkan perubahan posisi femur menjadi dalam posisi abduksi dan eksternal
rotasi (Radulescu, 2013). Dislokasi panggul anterior yang dapat terjadi tetapi lebih
jarang terjadi adalah kearah anterior-superior yang dapat terjadi saat tulang femur
mendapat tekanan energi yang tinggi pada saat posisi ekstensi (Radulescu, 2013).
Dislokasi panggul anterior umumnya diikuti oleh cedera (Sorrention, 2018).
Central hip dislocation merupakan dislokasi femoral head dimana terjadi
kombinasi fraktur acetabulum dan dislokasi panggul kearah sentral. Dislokasi
jenis ini jarang terjadi tetapi lebih sering diikuti oleh fraktur neck of femoral
(Bastian, 2014). Pada beberapa sumber, terminologi ini sudah jarang digunakan
(Philips, 2000; Bastian, 2014).
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari hip dislocation adalah sebagai berikut:
1. Posterior hip dislocation: tungkai atas terlihat dalam keadaan fleksi, rotasi
interna, dan adduksi.
2. Anterior hip dislocation: tungkai atas dalam keadaan abduksi, rotasi
eksterna, dan sedikit fleksi.
3. Central hip dislocation: tidak terlihat gambaran deformitas pada tungkai ,
hanya terdapat gangguan pergerakan pada sendi panggul karena adanya
spasme otot (Rasjad,2007).
2.8 Diagnosis
Secara umum semua penentuan diagnosis diawali dengan anamnesis
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan didukung oleh pemeriksaan
penunjang.
7
1. Anamnesis
Anamnesis dapat memberikan informasi mengenai riwayat trauma dan
mekanisme terjadinya trauma, sehingga dapat lebih membantu menegakkan
diagnosis dan mengetahui faktor-faktor penyulit yang telah ada maupun yang
muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat
penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya untuk mempertimbangkan
penanganan yang akan timbul (Gammons, 2018). Riwayat trauma dan mekanisme
trauma yang dapat menyebabkan hip dislocation adalah sebagai berikut:
- Sebagian besar, seorang atlet berlari dan kemudian mendarat dengan kaki
atau lutut yang ditekuk sementara panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan
internal rotation. Cidera dengan posisi seperti ini banyak terjadi pada
olahraga dengan kontak tubuh dan peserta yang ditackle dengan kecepatan
tinggi disertai dengan jatuh yang tidak terkontrol serta ditindih oleh
pemain lain, misalnya sepak bola dan rugby. Cidera serupa juga dapat
terjadi pada insiden jatuh pengemudi dengan kecepatan tinggi (Gammons,
2018).
- Mekanisme kedua adalah melibatkan atlet yang mendarat dengan split
sementara panggul dalam keadaan fleksi, abduksi dan rotasi eksternal.
Tipe trauma ini sering dijumpai pada olahraga yang meliatkan lompatan
dan pendaratan, contohnya basket, senam.
- Mekanisme cidera pada ski dan snowboarding juga dapat memunculkan
mekanisme seperti di atas akan tetapi tidak dijelaskan dengan baik dan
kompleks karena kecepatan dan adanya penggunaan peralatan tambahan
(Gammons, 2018).
Selain mekanisme trauma, dari anamnesis juga dapat diketahui keluhan lain yang
pasien alami, seperti pada umumnya pasien akan mengeluhkan ketidakmampuan
berjalan atau menggerakkan kaki utamanya yang berhubungan dengan sendi di
panggul. Selain itu pasien juga mungkin mengeluh mati rasa dana tau kesemutan
dalam kasus yang melibatkan kerusakan neurovascular (Gammons, 2018).
8
2. Pemeriksaan Fisik
Secara garis besar pemeriksaan fisik yang dilakukan pada trauma
musculoskeletal adalah look, feel dan move, termasuk juga pada panggul (Ghalli,
2016).
- Look
Nilai kelelahan otot (otot gluteal pada khususnya) ketika pasien
berdiri. Selain itu observasi juga pada ekstremitas bawah dengan
membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya, apakah terdapat kelainan
bentuk fleksi yang jelas pada hip dan ekstremitas saat pasien berbaring
datar dengan wajah menghadap ke atas. Setelah itu ukur juga panjang
anatomi ekstremitas bawah menggunakan meteran. Pengukuran
dilakukan dai anterior superior iliac crest hingga medial malleolus
pada ankle pada sisi yang diukur. Apabila terdapat dislokasi posterior
pada hip maka akan didapatkan pemendekan ekstremitas, fleksi,
adduksi, dan rotasi internal. Sementara apabila terdapat dislokasi
anterior maka ekstremitas bawah akan fleksi, abduksi dan rotasi
eksternal. Sementara dislokasi sentral pada hip umumnya disertai
fraktur pada acetabulum dengan gangguan pergerakan sendi panggul
karena adanya spasme otot, akan tetapi tidak disertai gambaran
deformitas pada ekstremitas bawah (Ghalli, 2016).
- Feel
Pemeriksaan dengan prinsip feel dapat dilakukan dengan melakukan
palpasi pada greater trochanter untuk mengetahui adanya tenderness
(nyeri tekan). Apabila tenderness ditemukan makan hal tersebut
mengindikasikan adanya trauma pada hip atau proksimal femur.
Umumnya pada dislokasi hip terdapat tenderness dan rasa nyeri pada
pelvis serta proksimal femur (Ghalli, 2016).
- Move
Move dapat dilakukan dengan melakukan fleksi pada lutut sebesar 900,
nilai pergerakan penuh panggul, kemudian bandingkan dengan sisi
lainnya dan amati wajah pasien untuk mengetahui tanda-tanda rasa
sakit. Kemudian, nilai kelainan pada deformitas fleksi tetap dengan
9
melakukan special test yaitu Thomas test. Selain itu nilai rotasi internal
dan eksternal dengan panggul dan lutut fleksi 900. Dan nilai juga
kekuatan otot panggul dan otot proksimal (gluteal) dengan melakukan
tredelenberg test (Ghalli, 2016).
Special Test
Thomas test : untuk menilai kelainan pada deformitas fleksi tetap. Thomas test
dapat dilakukan dengan cara letakkan salah satu tangan dibawah pinggang pasien
untuk memastikan lordosis lumbar disingkirkan. Kemudian lakukan fleksi penuh
salah satu panggul dan observasi ekstremitas lainnya. Jika ekstremitas lainnya
terangkat makan mengindikasikan adanya deformitas fleksi tetap (Ghalli, 2016).
Tredelenberg test : untuk menilai kekuatan otot panggul dan gluteal. Test ini
dilakukan dengan cara meminta pasien berjalan dan amati tredelenberg gait. Pada
keadaan normal pelvis berada pada level yang sama, akan tetapi pada keadaan
abnormal, pelvis akan turun kea rah sisi kolateral. Adanya tredelenerg gait
merupakan hasil dari otot proksimal yang lemah dan umumnya menimbulkan cara
berjalan seperti bergoyang-goyang (Ghalli, 2016).
10
Gambar 4. Tredelenberg test (Ghalli, 2016, hal. 19)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis hip
dislocation adalah imaging (Ghalli, 2016) Identifikasi dan pengelolaan hip
dislocation yang tepat waktu sangat bergantung pada imaging, baik saat
identifikasi maupun setelah dilakukan reduksi (Mandell, dkk, 2017). Imaging
dapat berupa foto polos x-ray (plain x-ray), perubahan yang terjadi pada foto
polos dapat mengkarakterisasi diagnosis musculoskeletal dengan spesifik. Pada
hip dislocation umumnya foto polos yang digunakan adalah Anterior Posterior
Pelvis atau Anterior Posterior Hip. (Ghalli, 2016)) Dari foto polos juga dapat
diketahui adanya Shenton line yang terbentuk oleh ramus superior tulang iliac dan
kepala femur. Pada hip dislocation, Shenton line akan terganggu (Ousema, 2015).
11
Gambar 5. Shenton line yang terganggu akibat adanya anterior hip dislocation (Ousema,
2015, hal 5)
Selain itu CT (Computerized Tomography) scan juga bisa digunakan apabila
dicurigai adanya fraktur yang tersembunyi. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
juga dapat digunakan untuk hip dislocation yang curiga disertai dengan adanya
perubahan vascular. (Ghalli, 2016).
Gambar 6. Shenton line terganggu pada kedia sisi, yang diakibatkan oleh adanya
posterior hip dislocation pada panggul kanan dan terjadi posterior hip dislocation pada
panggul kiri. (Ousema, 2015, hal 8)
12
Gambar 7. Terjadi posterior-superior hip dislocation pada panggul kanan (Rosenbaum,
dkk, 2014, hal 182)
Gambar 8. Central hip dislocation yang terjadi pada panggul kiri disertai dengan adanya
fraktur acetabulum (Radiology Department of St. Vincent’s University Hospital. 2018.)
13
2.9 Diagnosis Banding
1. Fracture (acetabulum, collum femur, femoral neck)
Jika terjadi fraktur maka akan terasa nyeri yang tajam dan juga terjadi
perubahan bentuk sertapanjang pada bagian ekstrimitas yang cedera (Louis dkk,
2013).
2. Hip subluxation
Hip subluxation merupakan dislokasi parsial atau sebagian dari panggul.
Pasien yang mengalami hip dislocation akan merasakakan panggul seperti keluar
masuk dari persendian, nyeri, kelemahan dan cedera. Diagnosis subluksasi
panggul didasarkan pada relokasi kepala femoral dengan radiografi abduction/
internal rotation (Tavares, 2014). Saat pemeriksaan dokter akan menemukan
kelonggaran pada panggul dan panggul akan tergelincir sebagian dari persendian
(Flanigan dkk, 2014).
14
2.10 Penatalaksanaan
Pada dislokasi sendi panggul harus dilakukan reposisi secepatnya dalam 6
jam, bila tidak akan menimbulkan kesulitan dan komplikasi berupa nekrosis
avaskuler dikemudian hari.
a. Metode Bigelow
Penderita berada dalam posisi terlentang, asisten melakukan traksi
berlawanan dan tahanan pada daerah spina iliaka anterior superior dan
ilium. Ahli bedah memegang tungkai yang terkena pada daerah
pergelangan kaki dengan satu tangan, serta tangan lain di belakang lutut.
Tungkai difleksi 90˚ atau lebih pada daerah abdomen dan dilakukan traksi
longitudinal. Dengan cara ini ligament Y akan mengalami relaksasi dan
caput femur berada di bagian posterior asetabulum. Caput femur
dibebaskan dari muskulus rotator dengan melakukan rotasi dan
menggerakkan tungkai ke depan dan ke belakang (rocking). Selanjutnya
dalam keadaan traksi, caput femur digerakkan ke dalam asetabulum
dengan manipulasi abduksi, rotasi eksterna serta ekstensi pada panggul.
b. Metode Stimson
Penderita berada dalam posisi tengkurap dan tungkai bawah yang
mengalami trauma dibiarkan tergantung pada pinggir meja. Panggul
dimobilisasi oleh asisten dengan cara menekan sacrum. Dengan tangan kiri
ahli bedah memegang pergelangan kaki dan melakukan fleksi pada lutut
sebesar 90˚ dengan tangan kanan menekan ke bawah pada daerah tungkai
bawah di bawah lutut. Reposisi dapat dilakukan dengan gerakan rocking
dan rotasi pada tungkai serta tekanan langsung pada daerah kaput femur.
c. Metode Allis
15
Penderita berada dalam posisi terlentang di lantai, asisten menahan
dan menekan panggul. Ahli bedah melakukan fleksi pada lutut sebesar
90˚dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial. Lengan bawah
ditempatkan di bawah lutut dan dilakukan traksi vertikal dan caput femur
diangkat dari bagian posterior asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan
secara hati-hati. Metode yang ketiga merupakan metode yang lebih
mudah. Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera
mungkin dan dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang
cukup.
16
mereka tidak mendapatkan hasil yang baik pada kasus dislokasi yang direduksi
lebih dari 24 jam. Mereka melaporkan necrosis avascular pada 15,5% kasus yang
diterapi dengan reduksi tertutup dan pada 40% kasus yang diterapi dengan reduksi
terbuka. Dalam laporannya mengenai 262 kasus dislocasi dan fracture-dislocasi,
Brav menemukan kejadian necrosis avascular sebesar 17,6% pada panggul yang
direduksi dalam waktu 12 jam setelah jam dan 56,9% pada panggul yang
direduksi setelah 12 jam. Hougard dan Thomsen melaporkan necrosis avascualar
sebesar 4% pada panggul yang direduksi dalam waktu 6 jam dan 58% pada
panggul yang tetap mengalami dislokasi selama lebih dari 6 jam. Penundaan
weight bearing memberikan dampak yang kecil dalam perkembangan necrosis
avascular. Brav, dalam laporan mengenai 523 pasien menemukan insiden necrosis
vascular sebesar 25,7% pada kelompok pasien yang memulai menopang berat
tubuh sebelum 12 minggu dan 26,6% pada kelompok pasien memulai menopang
berat tubuh stetelah 12 minggu.
Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi panggul dapat dibagi
menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut misalnya pada
cedera nervus skiatik dapat ditemukan pada 10%-13% kasus, cedera nervus
femoral, fraktur pada head atau neck femur, cedera pada arteri femoral terutama
pada dislokasi panggul anterior. Komplikasi yang kronis dapat terjadi misalnya
nekrosis avaskular, osteoartritis juga dapat terjadi pada kasus dislokasi panggul
posterior yaitu pada sekitar 20% kasus, kalsifikasi heterotopik, dislokasi yang
terjadi kembali setelah dilakukan penatalaksanaan, cedera ligamen pada lutut dan
komplikasi dari imobilisasi dari pasien seperti DVT, ulkus dekubitus, emboli paru
dan pneumonia.
17
BAB III
RINGKASAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Byrne, R.H., Mecking, S., Feely, R.A.,and Liu, X. 2010. Direct Observations of
basin-wide acidification of the North Pacific Ocean, Geophys.
Bastian, JD. & Giannoudis, PV. 2014. Central acetabular fracture dislocations:
Are existing classifications comprehensive?. International Journal of the
Care of the Injured: Elsevier. Tersedia di:
https://doi.or/10.1016/j.injury.2014.10.046 [diakses pada 12 Maret 2018].
Drake, R. E., McHugo, G. J., Becker, D.R.,et al. 2007. The New Hampsire study
of supposted emplyoment for people with severe mental illness: Vocational
outcones. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 75, 968-982.
19
Gailard, F. 2018. Posterior dislocation of the hip. Article. Tersedia di:
https://radiopaedia.org/articles/posterior-dislocation-of-the-hip [diakses
pada 12 Maret 2018].
Hamill, J. & Knutzen, K. 2000. Biochemical Basis of Human Movement : Third
Edition.
Minhas, M.S. (2015) Traumatic hip dislocation in children. JP MA. Tersedia di:
http://jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=2456
Ousema, PH, Westerbeek, R. 2015. Traumaic Hip Dislocation. European Society
of Radiology
Philips, AM. & Konchwalla, A. 2000. The Pathologic Features and Mechanism of
Traumatic Dislocation of the Hip. Clinical Orthopaedics and Related
Research. 377:7-10. Tersedia di: https://journals.lww.com/ [diakses pada 12
Maret 2018].
Primananda, M., Haqiqi R. dan Herman, R. (2015). Peranan Radiologi Dalam
Penegakan Diagnosis CDH (Congenital Dislocation of the Hip)
Radulescu, R., Badila, A., Japie, I., Papuc, A. & Manolescu, R. 2013. Anterior
dislocation of the hip associated with intertrochanteric fracture of the femur
–case presentation. J Med Life. 6(3):336-339.
Rosenbaum, A, Roberts, T, Flaherty, M, Phillips, N, Patel, N, Das, S. 2014.
Posterior Dislocation of the Hip Following Arthoscopy. Hospital for Joint
Disease, 72(2),181-184
20
Radiology Department of St. Vincent’s University Hospital. 2018. Hip
Dislocation Central. St. Vincent’s University Hospital, Ireland.
21