Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS TRAUMA

PASIEN AN.A DENGAN DISLOKASI SENDI PANGGUL DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RST dr. SOEPRAOEN KOTA MALANG

DISUSUN OLEH :

HANIK PURNOMOWATI

NIM. 180070300111037

PROGRAM PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
DISLOKASI SENDI PANGGUL

1. Definisi
Kata dislokasi merupakan gabungan dari kata dis dan lokasi yang berarti kedudukan
yang salah. Dislokasi sendi adalah keadaan dimana terjadi pergeseran total permukaan
tulang yang membentuk persendian. Dislokasi sendi merupakan keadaan gawat darurat
di bidang ortopedi yang memerlukan penanganan segera.
Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan permukaan
caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput femoris keluar dari
acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat (acquired). Dari kedua dislokasi
ini, dislokasi yang paling sering ditemukan adalah dislokasi panggul yang didapat akibat
trauma (dislokasi panggul traumatika). Dislokasi panggul traumatika ini dapat terjadi
pada semua kelompok usia dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan
meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas dan dislokasi panggul ini merupakan suatu
kegawatdaruratan ortopedi yang membutuhkan tatalaksana segera.

2. Epidemiologi
Dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, dislokasi panggul traumatik
makin sering ditemukan. Dislokasi panggul ini dapat terjadi pada semua kelompok usia.
Dislokasi panggul posterior merupakan dislokasi yang paling sering terjadi. Dislokasi
panggul posterior terjadi sebanyak 90% dari kasus, sedangkan dislokasi panggul
anterior terjadi sebanyak 10% dari seluruh kasus dislokasi panggul traumatik.

3. Etiologi
a. Cedera Olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam, volley,
pemain basket dan pemain sepak bola sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-
jari secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
d. Patologis
Terjadi ‘tear’ ligament dan capsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
4. Klasifikasi
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu dislokasi
posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).

a. Dislokasi Posterior
1) Mekanisme Cedera
Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan
pada diaphisis femur dimana sendi panggul dalam posisi flexi atau semiflexi.
Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang
dalam keadaan flexi dan menabrak dengan keras benda yang ada di depan lutut.
Mekanisme khas untuk dislokasi posterior adalah perlambatan dimana lutut
penderita mengenai dashboard dengan menekuk lutut dan panggul. Dislokasi
posterior sendi panggul biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis
longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan flexi 90 derajat dan sedikit
adduksi.

Mekanisme cedera pada dislokasi panggul posterior

2) Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Penderita biasanya datang setelah trauma yang hebat disertai nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul juga tidak bisa menggerakan anggota gerak
bawah. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, flexi, dan
rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah dan teraba caput femur
pada panggul. rasa nyeri diakibatkan spasme otot disekitar panggul.
Caput femoris dapat berada di posisi yang tinggi (iliac) atau rendah (ischiatic),
tergantung dari posisi flexi paha ketika terjadi dislokasi.
 Dislokasi tipe iliac:
- Panggul flexi, adduksi, endorotasi
- Extremitas yang terkena tampak memendek
- Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi terlihat
menonjol
- Lutut extremitas yang mengalami dislokasi tampak menumpang di paha
sebelahnya
 Dislokasi tipe ischiatic:
- Panggul flexi
- Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di extremitas yang mengalami
dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya
- Extremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang ekstrim
- Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi terlihat
menonjol

Posisi sendi pada dislokasi pinggul posterior

Jika salah satu tulang panjang mengalami fraktur (biasanya femur), dislokasi
panggul seringkali tidak terdiagnosis. Pedoman yang baik adalah dengan
pemeriksaan pelvis dengan pemeriksaan radiologis. Tungkai bawah juga harus
diperiksa untuk mencari apakah terjadi cedera syaraf ischiadicus.
Cedera neurovaskular pada dislokasi panggul posterior dapat memberikan
gambaran sebagai berikut:
 Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior
 Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki
 Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau plantarflexi
(cabang tibial)
 Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki
 Hematoma lokal
3) Klasifikasi
Epstein dan Thompson menganjurkan suatu klasifikasi yang dapat membantu
perencanaan tatalaksana. Klasifikasi ini dibuat sebelum ditemukannya CT-scan.

Berikut ini adalah klasifikasi dislokasi panggul posterior menurut Epstein dan
Thompson:

- Tipe I : Dislokasi sederhana, dengan atau tanpa fragmen di dinding posterior


acetabulum
- Tipe II : Dislokasi dengan fragmen besar di dinding posterior acetabulum
- Tipe III : Dislokasi dengan kominusi dinding posterior acetabulum
- Tipe IV : Dislokasi dengan fraktur dasar (lantai) acetabulum
- Tipe V : Dislokasi dengan fraktur caput femoris, yang diklasifikasikan menurut
Pipkin

Klasifikasi FractureCaput Femoris Menurut Pipkin


A) Tipe I: Garis fracture berada di bawah fovea, B) Fragmen fracture meliputi fovea,
C) Sama seperti tipe I dan II, namun disertai dengan fracture collum femoris, D) Fracture
caput femoris dan acetabulum dalam bentuk apapun.

b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislokasi posterior.
Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan kejadian dislokasi panggul
traumatik. Penyebab yang lazim adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan
penerbangan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan
berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
1. Mekanisme Cedera
Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur
dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu atau bahkan
kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya
saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung ke depan.
Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior acetabuli dan
berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.

2. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit flexi. Kaki tidak
memendek karena perlekatan rektus femoris mencegah caput femoris bergeser ke
atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput yang mengalami
dislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir membentuk sudut
siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan panggul tidak dapat
dilakukan.
Posisi sendi pada dislokasi panggul anterior

Cedera neurovaskular dapat terjadi. Berikut ini adalah tanda-tanda terjadinya


cedera neurovaskular pada dislokasi panggul anterior:
a) Paresis di extremitas bawah
b) Rasa nyeri tumpul di extremitas bawah
c) Refleks patella melemah atau hilang
d) Extremitas bawah tampak pucat dan dingin
e) Parestesia di extremitas bawah

Dislokasi panggul anterior dideskripsikan oleh klasifikasi Epstein:


Type I – Dislokasi superior (lokasi pubis dan subspinous)
a) Tidak ada fraktur yang terkait
b) Fraktur terkait atau impact caput femur
c) Fraktur terkait acetabuli

Type II – Dislokasi inferior (lokasi obturator dan perineal)


a) Tidak ada fraktur terkait
b) Fraktur terkait atau impact caput femur
c) Fraktur terkait acetabuli

c. Dislokasi Sentral (Pusat)


1) Mekanisme Cedera
Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial acetabulum pada
rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan
yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang
melalui femur dimana panggul dalam kedaan abduksi.
2) Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki terletak pada posisi
normal. Trochanter dan daerah panggul terasa nyeri. Gerakan minimal masih dapat
dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya cedera
pelvis dan abdomen.
5. Patofisiologi

Patologis Cedera olahraga, trauma, terjatuh

Terlepasnya jar. Tulang Merusak struktur Merobek


Dislokasi
sendi, ligamen kapsul/menyebabkan
sendi rahang dari kesatuan sendi
tepi glenoid teravulsi

Dislokasi sendi jari Dislokasi

Dislokasi sendi bahu Dislokasi sendi panggul Dislokasi sendi patella

Dislokasi Dislokasi Anterior Dislokasi Sentral


Posterior
Caput femoris didorong Kaput femur terdorong ke Panggul
Caput femoris keluar dengan paksa ke arah medial acetabulum terasa nyeri
dari acetabulum anteroinferior
Lecet dan memar pada
Ekstremitas Deformitas Caput femoris berpindah bagian paha
mengalami sendi panggul ke foramen obturatorium
pemendekan Kerusakan pada kulit Resiko
Spasme otot Kaki berabduksi hampir (luka terbuka) infeksi
Hambatan membentuk sudut siku
mobilitas fisik Kerusakan integritas
Nyeri akut
Panggul sulit digerakkan kulit
Cedera
neurovaskuler Cedera
neurovaskuler
Resiko disfungsi
Hilangnya sensasi Ketidakefektifan
neurovaskuler Ekstremitas pucat dan dingin
ditungkai bawah kaki perfusi jar. perifer
perifer
6. Manifestasi klinis
a) Nyeri akut
b) Perubahan kontur sendi
c) Perubahan panjang ekstremitas
d) Kehilangan mobilitas normal
e) Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
f) Gangguan gerakan
g) Kekakuan
h) Pembengkakan
i) Deformitas pada persendian

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Dengan cara pemeriksaan Sinar–X ( pemeriksaan X-Rays )
Pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih
antarakaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah danmedial
terhadap terhadap mangkuk sendi.

b. Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi.

c. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menilai apakah ada infeksi dengan peningkatan leukosit.

d. CT Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3
dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada
pada tempatnya.

e. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi
radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh
gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan,
pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

8. Penatalaksanaan
a) Tatalaksana Dislokasi Posterior
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus
dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Pada sebagian besar kasus
dilakukan reduksi tertutup, namun jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka
harus dilakukan reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut.
Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
 Indikasi reduksi tertutup:
- Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fraktur
- Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit neurologis
 Kontraindikasi reduksi tertutup:
- Dislokasi panggul terbuka

Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi dislokasi
panggul posterior sederhana.
 Manuver Allis

Manuver Allis

1.Pasien 2. Seorang 3. Operator 4. Lengan 5. Paha dalam 6.Setelah traksi


berbaring asisten memegang bawah operator posisi adduksi dipertahankan,
dalam posisi menekan spina tungkai yang diletakkan di dan endorotasi , caput femoris
supine. iliaca anterior mengalami bawah lutut, lalu lalu difleksikan diungkit ke dalam
superior. dislokasi pada lakukan traksi 900. Tindakan ini acetabulum
pergelangan kaki longitudinal merelaksasikan dengan abduksi,
menggunakan sejajar ligamen rotasi eksternal,
satu tangan. deformitas. iliofemoral. dan ekstensi
pinggul.

Manuver Stimson
Menggunakan berat tungkai bawah dan gravitasi untuk mengurangi dislokasi

Manuver stimson

1. Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup


2. Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan
3. Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal
4. Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi
5. Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke
acetabulum

 Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi


Kadang-kadang dislokasi panggul posterior tanpa fraktur acetabulum atau caput
femoris tidak dapat direduksi dengan metode reduksi tertutup.
Pada dislokasi posterior, caput femoris keluar ke arah posteroinferior dari kapsul dan
dapat menembus otot-otot exorotasi. Jaringan lunak yang mengelilingi collum femoris
dapat mencegah relokasi dari caput femoris. Tata laksana untuk dislokasi yang tidak
tereduksi ini adalah dengan reduksi operatif (terbuka).

b) Tatalaksana Dislokasi Anterior


Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus
dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Sebelum melakukan reduksi,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan untuk mereduksi
dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika paha yang berflexi ditarik ke atas, paha harus
diadduksi. Tata laksana berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior.
Manuver Reduksi Tertutup Dislocasi Panggul Anterior

Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan skin traction selama tiga
minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat
dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk
penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislokasi. Selama periode ini dapat
dilakukan latihan aktif terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan
tonus dan kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan
aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.
Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap pemeriksaan rekam
perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap
4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya nekrosis avaskular dari caput femoris.

 Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi


Pada kasus yang jarang, manuver reduksi tertutup dapat gagal dalam mereduksi
dislokasi panggul anterior. Jika hal ini terjadi, maka reduksi tertutup tidak boleh
dipaksakan dan hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya reduksi terbuka.
Kegagalan reduksi tertutup ini dapat disebabkan oleh :
a. Penetrasi caput femoris ke dalam otot iliopsoas
b. Ekstrusi caput femoris ke dalam lubang (buttonhole) di kapsul anterior

c) Tatalaksana Dislokasi Sentral


Pada kasus dislokasi panggul sentral tetap harus diusahakan untuk melakukan
reduksi dan memulihkan bentuk lazim panggul. Meskipun osteoartritis sekunder tidak
dapat dielakkan, paling tidak anatomi yang normal akan memudahkan pembedahan
rekonstruktif.
Dislokasi sentral yang disertai dengan fraktur kominusi pada lantai acetabulum
kadang-kadang dapat direduksi dengan manipulasi di bawah anestesi umum. Ahli bedah
menarik paha dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit keluar caput dengan
mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras sebagai titik tumpu. Jika cara ini
berhasil, traksi longitudinal dipertahankan selama 4-6 minggu dengan pemeriksaan X-
ray untuk memastikan bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian acetabulum
yang menahan beban.
Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi longitudinal dan lateral dapat mereduksi
dislokasi selama 2-3 minggu. Pada semua metode ini, gerakan perlu dimulai secepat
mungkin. Bila traksi dilepas, pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.
Penahanan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap fungsi lebih baik
daripada yang ditunjukkan pada penampilan X-ray, tetapi semua gerakan kecuali flexi
dan extensi tetap sangat terbatas, dan pada akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali
jika pergeseran hanya terjadi sedikit.

Indikasi Operasi
1) Fraktur acetabulum dengan pergeseran > 2 mm di dalam kubah acetabulum
2) Fraktur dinding posterior dengan > 50% keterlibatan permukaan artikulasi sendi pada
dinding posterior
3) Ketidakstabilan klinis pada flexi 900
4) Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi tertutup

Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3 hari setelah cedera untuk
menunggu kondisi pasien agar stabil. Idealnya reduksi terbuka dan fiksasi internal
fraktur acetabulum seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari setelah cedera. Reduksi
anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati waktu tersebut karena pembentukan
hematoma, kontraktur jaringan lunak, dan pembentukan callus awal.

Setelah dilakukan reduksi terbuka, dilakukan pemasangan skeletal traction.


Pemasangan ini dilakukan dengan cara:
1. Masukkan threaded wire di bawah tibial tubercle.
2. Pasang bebat Thomas dengan Pearson attachment balanced dari rangka di atas
kepala.
3. Panggul dan lutut sedikit diflexikan
4. Berikan beban seberat 20-25 lbs

Skeletal Traction

9. Komplikasi
b. Komplikasi Dislokasi Posterior
1) Dini
a. Cedera nervus ischiadicus
Saraf ini kadang-kadang mengalami cedera, namun biasanya membaik lagi. Jika
setelah mereduksi dislokasi, lesi nervus ischiadicus dan fraktur acetabulum yang
tidak tereduksi terdiagnosis, maka nervus harus dieksplorasi dan fragmennya
dikoreksi ke tempat asalnya (disekrupkan pada posisinya). Penyembuhan sering
membutuhkan waktu beberapa bulan, dan sementara itu tungkai harus dihindarkan
dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai (foot
drop).

b. Cedera pembuluh darah


Kadang-kadang arteri gluteus superior robek dan mungkin terdapat banyak
perdarahan. Jika keadaan ini dicurigai, maka harus dilakukan arteriogram. Pembuluh
darah yang robek mungkin perlu diligasi.

c. Fraktur corpus femoris


Bila ini terjadi bersamaan dengan dislokasi panggul, dislokasi biasanya
terlewatkan. Maka harus digunakan pedoman bahwa pada setiap fraktur corpus
femoris, bokong dan trochanter per palpasi, dan panggul harus dilakukan
pemeriksaan X-ray.

2) Lambat
a. Nekrosis avaskular
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-kurangnya
pada 10% dislokasi panggul traumatik. Jika reduksi ditunda lebih dari beberapa jam,
angkanya meningkat menjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat pada pemeriksaan X-
Ray sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak
ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-kadang jauh lebih
lama (sampai 2 tahun), tergantung pada kecepatan perbaikan tulang. Jika caput
femoris menunjukkan tanda-tanda fragmentasi, mungkin diperlukan operasi. Jika
terdapat segmen nekrotik yang kecil, osteotomi penjajaran tulang (realigment)
merupakan metode terpilih. Sebaliknya, pada pasien yang lebih muda, pilihannya
adalah antara penggantian caput femoris dengan prostesis bipolar atau artrodesis
panggul. Pada pasien berusia di atas 50 tahun, penggantian panggul keseluruhan
adalah pilihan yang lebih baik.

b. Myositis Ossificans
Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera.
Karena sulit diramalkan, komplikasi ini sulit di cegah. Gerakan tidak boleh dipaksa
dan pada cedera yang berat, masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu di
perpanjang.

3) Dislokasi yang tak tereduksi


Setelah beberapa minggu, dislokasi yang tak diterapi jarang dapat direduksi
dengan manipulasi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Insidensi kekakuan atau
nekrosis avaskular sangat meningkat dan di kemudian hari pasien dapat
memerlukan pembedahan rekonstruktif.
a) Osteoartritis
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh:
1) Kerusakan cartilago pada saat dislokasi
2) Adanya fragmen yang bertahan dalam sendi, atau
3) Nekrosis iskemik pada caput femoris.

Gambaran radiologi Osteoporosis

b. Komplikasi Dislokasi Anterior


Necrosis avaskular adalah komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi panggul
anterior dan terjadi pada 10% kasus. Persediaan darah pada caput femoris sangat
terganggu sekurang-kurangnya pada 10% dislokasi panggul traumatik. Jika reduksi
ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya meningkat menjadi 40%. Nekrosis avaskular
terlihat pada pemeriksaan X-ray sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi
perubahan ini tidak ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-
kadang jauh lebih lama (sampai 2 tahun), tergantung pada kecepatan perbaikan tulang.

c. Komplikasi Dislokasi Sentral


1) Dini
Seperti halnya pada fraktur pelvis lain, dapat terjadi cedera viseral dan syok
hebat.
Cedera nervus ischiadicus dapat terjadi ketika terjadinya fraktur atau pada saat
operasi. Meskipun pada saat operasi, syaraf ini dilindungi, namun tidak ada
kepastian mengenai prognosisnya.
Trombosis vena iliofemoral dapat terjadi dan bersifat serius dan beberapa klinik
menggunakan profilaksis antikoagulan.
2) Lambat
Kekakuan sendi, dengan atau tanpa osteoartritis sering terjadi. Jika penggantian
panggul keseluruhan dipertimbangkan, perlu dipastikan bahwa fraktur acetabulum
telah menyatu, jika tidak maka mangkuk dapat terlepas Pada pasien muda, lebih
baik dilakukan artrodesis.
Necrosis avaskular pada caput femoris dapat terjadi meskipun caput femoris
tidak benar-benar mengalami dislokasi.
Formasi tulang heterotropik. Osifikasi periarticular biasa terjadi pada cedera
jaringan lunak yang berat. Antisipasi dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis
indometasin.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2007. Hip Dislocation. Diunduh dari:


http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00352 [accesed on 11 Sept 2018]
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Daventport, M D. Joint Reduction, Hip Dislocation, Posterior. 2012 Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/109225-overview [accesed on 11 Sept 2018]
De Jong, Wim. 2005. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta.
865; 876-878
Gammons, Matthew. Hip Dislocation. 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/86930-clinical#showall [accesed on 11 Sept
2018]
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. 6th Ed (Vol. 2). Jakarta : EGC
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yasrif Watampone: Jakarta. 10;346-
347; 391-442

Anda mungkin juga menyukai