Anda di halaman 1dari 101

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS EFUSI

PLEURA POST WATER SEAL DRAINAGE DENGAN


MODALITAS INFRA RED DAN SEGMENTAL
BREATHING EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
AILSA SHABRINA TRIXIE
NIM. 30617004

PROGRAM STUDI D3 FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2020
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS EFUSI
PLEURA POST WATER SEAL DRAINAGE DENGAN
MODALITAS INFRA RED DAN SEGMENTAL
BREATHING EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
AILSA SHABRINA TRIXIE
NIM. 30617004

PROGRAM STUDI D3 FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2020

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS EFUSI PLEURA


POST WATER SEAL DRAINAGE DENGAN MODALITAS INFRA
RED DAN SEGMENTAL BREATHING EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

AILSA SHABRINA TRIXIE


NIM. 30617004

Telah disetujui pada:


08 Juni 2020

Pembimbing I

Aisyah Lifsantin Na’ima S. Fis., M. Kes

Mengetahui:
Program Studi D3 Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Indra Cahyadinata, SST. FT., M. Kes


Ketua Program Studi

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS EFUSI PLEURA


POST OP WATER SEAL DRAINAGE DENGAN MODALITAS INFRA
RED DAN SEGMENTAL BREATHING EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

AILSA SHABRINA TRIXIE


NIM. 30617004

Telah diuji pada:


15 Juni 2020

Oleh Tim Penguji:

1. Penguji I : Aisyah Lifsantin Na’ima, S. Fis., M. Kes (

2. Penguji II : dr. Agus Sulistiawan. M.M.R.S (

3. Penguji III : Wahyu Nur Pratiwi, S. Kep., N.S., M. Kes (

Mengetahui:
Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Ika Rahmawati S.Kep. Ns, M.Kep


Dekan

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ailsa Shabrina Trixie

NIM : 30617004

Prodi : D3 Fisioterapi

Judul KTI : PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

EFUSI PLEURA POST WATER SEAL DRAINAGE DENGAN

MODALITAS INFRA RED DAN SEGMENTAL BREATHING

EXERCISE

Kediri, 29 April 2020


Yang membuat pernyataan

Ailsa Shabrina Trixie


NIM. 30617004

iv
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

rahmat dan hidayah- Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Efusi Pleura Post

Water Seal Drainage dengan Modalitas Infra Red dan Segmental Breathing

Exercise” dengan lancar.

Bersama dengan ini, saya juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dra. EC Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Bhakti Wiyata.

2. Prof. Dr. Muhammad Zainuddin, Apt, selaku Rektor Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

3. Ibu Ika Rahmawati, S.Kep. Ns, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

4. Bapak Indra Cahyadinata, SSt.FT., M.Kes selaku Ketua Program Studi

D3 Fisioterapi yang telah memberikan pengarahan serta motivasi dalam

penulisan Karya Tulis Ilmiah .

5. Ibu Aisyah Lifsantin Na’ima S.Fis., M.Kes selaku pembimbing I yang

telah membagi ilmu, membimbing dan meluangkan waktu sehingga

penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan baik.

6. dr. Agus Sulistiawan. M.M.R.S dan ibu Wahyu Nur Pratiwi, S.Kep., N.S.,

M.Kes selaku penguji I dan II yang telah memberikan pengarahan dan

saran kepada penulis.

7. Seluruh dosen D3 Fisioterapi yang telah memberikan motivasi serta saran

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan baik.

v
8. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan do’a serta motivasi

9. Teman teman dan kakak tingkat yang telah berkenan membagikan

informasi dan ilmu sehingga penulis dengan mudah dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah

Semoga Tuhan senantiasa membalas kebaikan semua pihak yang

telah memberikan dukungan, kesempatan, bantuan serta do’a dalam

terselesaikannya Karya Tulis ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis ini jauh dari kata sempurna,

untuk hal tersebut kritik dan saran penulis harapkan, serta penulis berharap

bahwa Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kediri, 29 April 2020

Penulis

vi
ABSTRAK

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS EFUSI PLEURA


POST WATER SEAL DRAINAGE DENGAN MODALITAS INFRA RED
DAN SEGMENTAL BREATHING EXERCISE

Ailsa Shabrina Trixie, Aisyah Lifsatin Na’imaᴵ

Indonesia mendapati kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya, dimana efusi pleura termasuk dalam penyakit sekunder. Di
kota Metro terdapat 537 insidensi efusi pleura, efusi pleura dapat disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, sirosis hati, malignant, dan pneumonia bakteri, sementara
di Indonesia, mayoritas diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura dapat
ditangani menggunakan metode Water Seal Drainage (WSD) dimana tabung
plastik fleksibel yang dimasukkan melalui dinding dada dan masuk ke ruang
pleura, pemasangan WSD dapat menimbulkan probelmatik nyeri, sesak,
penurunan ekspansi sangkar thorax dan penurunan aktifitas fungsional pasien,
infra red telah terbukti meningkatkan ekstensibilitas jaringan, mengurangi rasa
sakit dan meningkatkan penyembuhan lesi jaringan lunak, sedangkan segmental
breathing exercise merupakan latihan pernafasan dengan cara memberikan
tekanan pada segmen costal secara lembut dan terbukti mendorong atau
meningkatkan ekspansi paru-paru. Penelitian ini bertujuan mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada efusi pleura post water seal drainage dengan
modalitas (IR) dan segmental breathing exercise. Karya Tulis ini menggunakan
metode studi kasus yang dilaksanakan di RSP Dungus Madiun pada tanggal 25-28
Februari 2020 sebanyak 4 kali terapi selama 4 hari menggunakan modalitas infra
red dan segmental breathing exercise. Hasil yang didapat sebanyak 4 kali terapi
yaitu penurunan derajat sesak nafas, penurunan nyeri, peningkatan ekspansi
sangkar thorax dan peningkatan aktifitas fungsional. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa infra red dan segmental breathing exercise dapat mengatasi
problematika fisioterapi pada kasus efusi pleura post water seal drainage.

Kata Kunci : Efusi Pleura, Water Seal Drainage, Infra Red, Segmental
Breathing Exercise

vii
ABSTRACT

MANAGEMENT PHYSIOTHERAPY OF PLUERAL EFFUSION POST


WATER SEAL DRAINAGE WITH INFRA
RED AND SEGMENTAL BREATHING EXERCISE

Ailsa Shabrina Trixie, Aisyah Lifsatin Na’imaᴵ

Indonesia found pleural effusion cases accounted for 2.7% of other respiratory
tract infections, where pleural effusion was included as a secondary disease. In
Metro City there are 537 incidence of pleural effusion, pleural effusion can be
caused by congestive heart failure, liver cirrhosis, malignant, and bacterial
pneumonia, while in Indonesia, the majority is caused by tuberculosis infection.
Pleural effusion can be treated using the Water Seal Drainage (WSD) method
where a flexible plastic tube is inserted through the chest wall and into the pleural
space, WSD installation can cause probelmatic pain, tightness, decreased thorax
cage expansion and decreased patient functional activity, infra red has been
proven increase tissue extensibility, reduce pain and improve healing of soft tissue
lesions, while segmental breathing exercise is a breathing exercise by gently
applying pressure to the costal segment and proven to encourage or increase lung
expansion. This study aims to determine the management of physiotherapy in post
water seal drainage pleural effusion with modality (IR) and segmental breathing
exercise. This paper uses the case study method which was carried out at Dungus
Madiun General Hospital in 25 until 28 February 2020 for 4 times therapy using
infra red modality and segmental breathing exercise. The results obtained as much
as 4 times with 4 days the therapy are decreased degree of shortness of breath,
decreased pain, increased thorax cage expansion and increased functional activity.
From these results it can be concluded that infra red and segmental breathing
exercise can overcome physiotherapy problems in the case of post water seal
drainage pleural effusion.

Key Word : Pleural Effusion, Water Seal Drainage, Infra Red, Segmental
Breathing Exercise

viii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................i
Halaman Persetujuan ..............................................................................ii
Halaman Pengesahan...............................................................................iii
Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan....................................................iv
Kata Pengantar........................................................................................v
Abstak......................................................................................................vii
Abstract...................................................................................................viii
Daftar Isi..................................................................................................ix
Daftar Tabel.............................................................................................xi
Daftar Gambar.........................................................................................xii
Daftar Arti Lambang, Singkatan dan Istilah...........................................xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................4
C. Tujuan Penulisan .............................................................................4
D. Manfaat Penulisan............................................................................4
E. Batasan Masalah...............................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Deskripsi Kasus................................................................................6
1. Definisi......................................................................................6
2. Anatomi Fisiologi......................................................................8
3. Etiology.....................................................................................19
4. Patofisiology.............................................................................20
5. Tanda dan Gejala.......................................................................21
6. Prognosis...................................................................................22
7. Diagnosa Banding.....................................................................23
B. Problematika Fisioterapi...................................................................23
1. Impairment................................................................................24
2. Functional Limitation................................................................24
3. Participation Restriction...........................................................24
C. Tekhnologi Intervensi Fisioterapi.....................................................24
1. Infra Red....................................................................................25
2. Segmental Breathing Exercise..................................................26

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Konsep..............................................................................32
B. Deskripsi Kerangka Konsep.............................................................33

BAB IV RENCANA METODOLOGI PENELITAN


PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
A. Penelitian .........................................................................................34
B. Pengkajian.........................................................................................34

ix
1. Pemeriksaan Subyektif..............................................................34
2. Pemeriksaan Obyektif...............................................................37
3. Pemeriksaan Spesifik................................................................40
C. Problematika Fisioterapi...................................................................45
1. Impairment................................................................................45
2. Functional Limitation................................................................45
3. Participation Restriction...........................................................45
D. Tujuan Fisioterapi.............................................................................45
E. Teknologi Alternatif Fisioterapi ......................................................46
F. Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi....................................................46
1. Infra Red....................................................................................46
2. Segmental Breathing Exercise..................................................47
G. Rencana Evaluasi..............................................................................53
H. Edukasi.............................................................................................54

BAB V PEMBAHASAN.......................................................................55
A. Pelaksanaan Terapi...........................................................................55

BAB VI PENUTUP...............................................................................61
A. Kesimpulan.......................................................................................61
B. Saran.................................................................................................62

Daftar Pustaka ......................................................................................63


I.

x
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Diagnosa Banding.................................................................23
Tabel IV.1. Hasil Pemeriksaan Gerak Aktif...........................................32
Tabel IV.2. Hasil Pemeriksaan Nyeri (VAS)..........................................41
Tabel IV.3. Hasil Pemeriksaan Ekspansi Sangkar Thorax......................41
Tabel IV.4. Hasil Pemeriksaan Skala Borg.............................................43
Tabel IV.5 Hasil mMRC.........................................................................44
Tabel IV. 6. Evaluasi Nyeri.....................................................................53
Tabel IV.7. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax......................................53
Tabel IV.8. Evaluasi Skala Borg.............................................................54
Tabel IV.9. Evaluasi mMRC...................................................................54
Tabel V.1. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax Axila..............................59
Tabel V.2. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax ICS 4.............................59
Tabel V.3. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax Xipoideus......................59
Tabel V.4 Evaluasi Derajat Sesak Nafas.................................................61

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1. Sistem Pernafasan.............................................................8


Gambar II. 2. Lobus Paru........................................................................12
Gambar II. 3. Segmen Bronkopulmonal.................................................14
Gambar II. 4. Otot Otot Pernafasan.........................................................15
Gambar II. 5. Rangka Thorax..................................................................16
Gambar II. 6. Infra Red...........................................................................26
Gambar II. 7. Lateral Costal Expansion.................................................28
Gambar II. 8. Lateral Costal Expansion Sitting......................................29
Gambar II. 9. LAteral Costal Expansion Active with Hand....................30
Gambar II. 10. Lateral Costal Expansion Active with Belt.....................30
Gambar II. 11. Posterior Costal Expansion............................................31
Gambar IV.1. Pengukuran VAS..............................................................41
Gambar IV.2. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax Axila...................42
Gambar IV.3. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax ICS 4...................42
Gambar IV.4. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax Xipoideus............42
Gambar IV.5. Penatalaksanaan Infra Red..............................................48
Gambar IV.6. Lateral Costal Expansion Supine Lying...........................50
Gambar IV.7. Lateral Costal Expansion Sitting.....................................51
Gambar IV.8 Lateral Costal Expansion Active.......................................52
Gambar IV.9. Posterior Basal Expansion................................................52

xii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

Daftar Arti Lambang:


% : Persen

& : Dan

> : Lebih Dari

< : Kurang Dari

() : Kurung Buka Tutup


O
: Derajat

Daftar Singkatan:

6MWT = Six Minute Walking Test

Cm = Centimeter

CO2 = KarbonDioksida

Et. al = Dan kawan kawa

ICS = Intercostal space of sternum

IgE = Imunogloblin E

IR = Infra Red

KVP = Kapasitas Volume Paru

O2 = Oksigen

RPD = Riwayat penyakit dahulu

TLC = Total lung capacity

WSD = Water Seal Drainage

xiii
Daftar Istilah:

Alveolus = Akhir dari saluran pernafasan

Antapex = Lobus paru paling bawah

Anterior = Depan

Apical/Apex = Lobus paru paling atas

Atopi = Kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi

Bronkeolus = Merupakan cabang dari bronkus

Bronkus = Merupakan cabang batang tenggorokan

Ekstrinsik = Faktor luar

Faring = Merupakan ruang di belakang rongga hidung

Inferior = Bawah

Instrinsik = Faktor dalam

Laring = Pangkal batang tenggorokan / kotak suara

Lateral = Sisi luar

Lower = Bawah

Medial = Sisi dalam

Middle = Tengah

Posterior = Belakang

Revesible = Dapat kembali lagi

Superior = Atas

Trachea = Batang tenggorokan

Upper = Atas

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga

pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru

dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal (IFI, 2017).

Penyebab efusi pleura dalam berbagai kasus tergantung pada wilayah

geografis, usia pasien, dan kemajuan dalam metode diagnostik dan

pengobatan penyebab yang mendasarinya (Maikap et al, 2018).

Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.

Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta

orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Di negara-negara barat, efusi

pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati,

malignant, dan pneumonia bakteri, sementara di negara negara yang sedang

berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.

Di Indonesia, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran

napas lainnya, dimana efusi pleura termasuk dalam penyakit sekunder. Di

kota Metro terdapat 537 insidensi efusi pleura. Studi menemukan bahwa

penyebab efusi terbanyak adalah keganasan yaitu sebanyak 33%, diikuti

dengan efusi cardiac sebanyak 27%. Tuberkulosis menempati posisi ketiga

sebagai penyebab efusi (22,9%) dilanjutkan dengan pneumoni (14,3%),

sirosis hepatis (1,1%), uremia (0,9%), dan penyebab yang paling sedikit
2

adalah SLE (0,7%). (Puspita, et al., 2017). Efusi pleura sendiri dapat

ditangani menggunakan metode Water Seal Drainage (WSD) dimana tabung

plastik fleksibel yang dimasukkan melalui dinding dada dan masuk ke ruang

pleura. Metode ini digunakan untuk menghilangkan udara dalam kasus

pneumotoraks atau cairan seperti dalam kasus efusi pleura, darah, pus atau

nanah ketika empiema terjadi dari ruang intrathoracic (Zisis et al., 2015).

Pemasangan WSD akan menimbulkan problematika fisioterapi, yaitu adanya

perubahan pada mekanika pernafasan, alat-alat gerak pernafasan, dan juga

akan menyebabkan penurunan toleransi aktivitas.

Dari hasil tersebut, pada kasus efusi pleura muncul beberapa

problematika pada penderitanya. Nyeri dada yang terkait dengan efusi pleura

disebabkan oleh radang pleura dari parietal pleura yang dihasilkan dari

gesekan terkait gerakan antara dua permukaan pleura. Nyeri dada pleuritik

dapat dilokalisasi. Nyeri yang dirasakan biasanya tajam dan diperburuk oleh

pergerakan permukaan pleura (Priece, 2005). Dysapnea adalah gejala

pernapasan utama, meskipun tidak spesifik, yang menyertai efusi pleura,

umumnya dengan perburukan progresif. Efusi pleura menyebabkan

penurunan ekspansi thorax dan menyebabkan atelektasis paru. Hipoventilasi

terjadi di area paru-paru karena rasa sakit dan respon otot setelah operasi,

atelektasis dan efusi pleura (Gunjal et al., 2015)

Dalam mengatasi problematika pada kasus efusi pleura post WSD,

modalitas yang dapat digunakan adalah Infra Red (IR). IR adalah terapi

radiasi inframerah (terapi panas) yang merupakan modalitas intervensi terapi


3

fisik yang diklasifikasikan dalam thermoteraphy atau disebut juga terapi

panas. Panas yang dipancarkan dari IR telah terbukti meningkatkan

ekstensibilitas jaringan, meningkatkan jangkauan gerak sendi, mengurangi

rasa sakit dan meningkatkan penyembuhan lesi jaringan lunak, efek fisiologis

dari pemanasan yang menghasilkan peningkatan umum dalam aktivitas sel

dan aliran darah dan pengurangan tingkat rasa sakit dan penurunan metabolit

seperti bradykinin dan histamin (Ojeniweh et al., 2018). Hasil penelitan oleh

Ojeniweh didapatkan hasil yang mengatakan bahwa pemberian IR efektif

untuk menurunkan nyeri.

Selain modalitas IR, terapi latihan juga diperlukan untuk meringankan

problematika pada kasus efusi pleura post WSD. Dalam sebuah studi oleh

Gunjal (2015) bila dibandingkan dengan Deep Breathing Exercise hasil

Segmental Breathing Exercise lebih efektif dibandingkan dengan Deep

Breathing ExerciseI. Deep Breathing Exercise adalah latihan nafas dalam

yang menekankan pada fase inspirasi, sedangkan Segmental Breathing

Exercise merupakan latihan pernafasan dengan cara memberikan tekanan

pada segmen costal secara lembut, segmental breathing exercise terbukti

efektif untuk mendorong atau meningkatkan ekspansi paru-paru yang terkena

pada pasien efusi pleura.

Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dan mendalami kasus Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Efusi Pleura

Post WSD dengan modalitas IR dan Segmental Breathing Exercise.


4

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus efusi pleura post

water seal drainage dengan modalitas infra red dan segmental breathing

exercise?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui

bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada efusi pleura post water seal

drainage dengan modalitas (IR) dan segmental breathing exercise.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui penatalaksanan fisioterapi pada kasus efusi pleura

post water seal drainage dengan modalitas infra red terhadap gangguan

nyeri dan Activity Daily Living.

b. Untuk mengetahui penatalaksanan fisioterapi pada kasus efusi pleura

post water seal drainage dengan modalitas segmental breathing

exercise terhadap ekspansi sangkar thorax dan derajat sesak.

D. Manfaat Penulisan

1. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk institusi

pendidikan sebagai sarana pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik

dilingkungan pendidikan fisioterapi untuk memahami serta melaksanakan


5

proses fisioterapi dengan modalitas yang ada khususnya Infra Red (IR) dan

Segmental Breathing Exercise.

2. Bagi Fisioterapi

Memberikan pemahaman dan wawasan terhadap fisioterapis

mengenai modalitas Infra Red (IR) dan Segmental Breathing Exercise pada

kasus efusi pleura post water seal drainage.

3. Bagi Pasien

Memberikan efek teraputik berkurangnya problematika pada pasien

serta pemahaman dan wawasan mengenai kasus yang dialaminya

khususnya pada kasus Efusi Pleura.

4. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada pembaca atau masyarakat tentang

pentingnya terapi menggunakan IR dan segmental breathing exercise pada

kondisi efusi pleura.

E. Batasan Masalah

Pada penelitian ini penulis menerapkan penatalaksanaan fisioterapi

pada kasus efusi pleura post water seal drainage menggunakan modalitas

Infra Red dan segmental breathing exercise dengan kondisi selang WSD telah

terlepas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

a. Efusi Pleura

Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah

gangguan yang dapat menghambat pengembangan paru atau

alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan oleh penekanan

pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah, atau puss dala

rongga pleura. Nyeri akibat peradangan atau fibrosis pleura juga

dapat menyebabkan pembatasan pengembangan dada (Price et al,

2003). Efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam ruang pleura,

umumnya merupakan penyakit penyerta seperti komplikasi dari

gagal jantung, tuberkulosis, pneumonia, infeksi paru, nephrotik

syndrome, connective tissue disease, embolus paru - paru, dan

neoplastic tumor (IFI, 2017). Efusi pleura adalah cairan berlebih

yang terakumulasi di antara dua lapisan pleura. Ini bukan entitas

penyakit tetapi merupakan manifestasi atau komplikasi penyakit

paru atau non pulmoner dan dapat menyebabkan konsekuensi serius

jika tidak dikelola tepat waktu. Efusi Pleura diklasifikasikan secara

luas menjadi efusi eksudatif dan transudatif (Maikap et al, 2018).

Trasudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis,

misalnya pada penderita gagal jantung kongestif. Pada kasus ini


7

keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari

pembuluh darah, penimbunan transudat dalam rongga pleura

hidrothorax, cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru

akibat gaya gravitasi (Price et al, 2012). Penimbunan eksudat

disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat

peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah

bening (Price et al, 2012) Gagal jantung kongestif (CCF) adalah

penyebab paling umum efusi pleura transudatif di seluruh dunia.

Diantara efusi pleura eksudatif, di barat penyebab paling umum

adalah keganasan dan pneumonia, tetapi di India, itu adalah efusi

tuberkular diikuti oleh efusi maligna dan sangat sedikit karena efusi

parapneumonic (APD) (Maikap et al., 2018).

b. Water Seal Drainage (WSD)

Water Seal Drainage (WSD) merupakan suatu sistem yang

digunakan untuk mengalirkan cairan atau udara dari thorax dengan

tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif yang normal pada

cavum pleura, sehingga akan dapat mengembalikan dan atau

mempertahankan pengembangan paru (Basuki, 2007). Water Seal

Drainage (WSD) dimana tabung plastik fleksibel yang dimasukkan

melalui dinding dada dan masuk ke ruang pleura. Metode ini

digunakan untuk menghilangkan udara dalam kasus pneumotoraks

atau cairan seperti dalam kasus efusi pleura, darah, puss atau nanah

ketika empiema terjadi dari ruang intrathoracic (Zisis et al., 2015)


8

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Saluran Pernafasan

Gambar II.1. Sistem Pernafasan (Stanley, 2007)

Keterangan:

1) Rongga Hidung 6) Cabang Utama

2) Faring Bronkus Kiri

3) Epiglotis 7) Cabang Utama

4) Laring Bronkus Kanan

5) Trakea 8) Segmen Bronkus


9

9) Karina 14) Pori – pori Khon

10) Bronkiolius terminal, 15) Silia

Respiratorius, Duktus 16) Partikel debu

Alveolaris 17) Sel gobet

11) Sakus alveolaris 18) mukus

12) Alveoli

13) Septa

1) Rongga Hidung

Rongga hidung merupakan saluan udara pertama,

mempunyai 2 lubang (cavu nasi), dipisahkan oleh sekat hidung

(septum nasi). hidung berfungsi sebagai saluran udara

pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh

bulu-bulu hindung, pembunuh kuman kuman yang masuk

bersamaan udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam

selaput lendir (mukosa) hidung. (Soemarno dan Astuti, 2005).

2) Faring

Faring adalah pipa berotot sepanjang dasar

tengkorak sampai persambunganya dengan esofagus pada

ketinggian tulang rawan krikoid. Faring terletak di belakang

nasofaring dan dibelakang orofaring (Mashudi, 2011)

3) Epiglotis
10

Epiglostis berperan sebagai pintu yang berbentuk

seperti daun berperan mengrahkan makanan dan cairan masuk

ke dalam esofagus (Price et al., 2012).

4) Laring

Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan

yang dihubungkan oleh otot – otot dan mengandung pita suara

(Price et al., 2012)

5) Trakea

Disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti

sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci).

Struktur trachea dan bronchus dianalogikan dengan sebuah

pohon (Price et al., 2012).

6) Karina

Karina merupakan tempat trakea bercabang menjadi

cabang bronkus utama kiri dan cabang bronkus utama kanan

(Price et al., 2012)

7) Bronkus

Merupakan saluran yang menuju masing-masing paru.

Bronchus utama yang terbentuk dari perca-bangan trachea

mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh

jenis yang sama. Cabang-cabang saluran nafas yang makin

mengecil menjadi bronchus yang terus bercabang menjadi

broncheolus (Soemarno dan Astuti, 2005). Cabang utama


11

bronkus kanan dan kiri merupakan percabangan dari bronkus

utama, cabang utama bronkus kanaan dan kiri akan bercabang

menjadi segmen bronkus lobaris, lalu bercabang lagi menjadi

bronkus segmentalis (Price et al, 2012)

8) Bronkiolus

Merupakan cabang dari bronchus. Bronchiolus

membentuk percabangan menjadi bronchiolus terminalis yang

tidak mempunyai kelenjar dan silia. Bronchiolus terminalis

kemudian menjadi bronchiolus respiratorius kemudian

mengarah ke dalam duktus alveolaris kemudian masuk ke

alveolus (Price dan Wilson, 2012).

9) Alveolus

Bronchiolus bermuara pada alveolus, struktur berbentuk

bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah.

Epitel pipih yang melapisi alveoli yang memudahkan darah di

dalam kapiler-kapiler darah mengikat oksigen dan udara dalam

rongga alveolus (Kurniawan, 2014).

b. Paru – paru

Paru – paru merupakan organ yang elastik berbentuk kerucut

dan terletak dalam rongga dada atau thorax. Setiap paru memiliki

apeks dasar. Dalam paru kanan dan kiri dibagi menjadi beberapa

lobus, lobus lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen

bronkusnya (Price and Wilson, 2012)


12

Gambar II. 2. Lobus Paru (Price & Wilson, 2012)

Keterangan:

1) Lobus atas kanan 6) Pleura parietalis

2) Lobus tengah kanan 7) Rongga pleura

3) Lobus atas kiri 8) Pleura viseralis

4) Lobus bawah kanan 9) Mediastinum

5) Lobus bawah kiri 10) Diafragma

1) Lobus

Lobus dalam paru paru dibagi menjadi 5 lobus. Pada

paru – paru dextra dibagi menjadi tiga lobus yaitu lobus

superior, lobus medius dan lobus inferior. Sedangkan pada

paru – paru sinistra dibagi menjadi dua lobus yaitu inferior dan

superior (Mashudi, 2011)


13

2) Pleura

Pleura adalah suatu lapisan tipis kontinu yang

mengandung kolagen dan jaringan elastis Ada dua jenis pleura

yaitu pleura parietalis yang melapisi rongga dada, dan

viseralis menyelubungi setiap paru. (Price & Wilson, 2012).

Pleura parietalis sebagian besar terdiri dari serabut kolagen

dan sedikit selabut elastis, dan relatif lebih tebal. Pleura

parietalis akan bertemu pleura viseralis sehingga akan

terbentuk kavitas pleuralis atau rongga pleura. Sedangkan

untuk pleura viseralis, lapisan ini akan bertemu langsung

meliputi permukaan paru (Mashudi, 2011)

3) Kavitas Pleuralistik (Rongga Pleura)

Kavitas pleuralistik merupakan pertemuan antara

pleura parietalis dengan pleura viseralis. Dalam rongga pleura,

ruangan ini dalam keadaan normal hanya berisi cairan setipis

kapiler untuk memudahkan pergeseran permukaan pleura

ketika berlangsungnya pernafasan. (Mashudi, 2011)

4) Mediastinum

Mediastinum merupakan rongga yang berisi jantung

dan beberapa pembuluh darah (Price & Wilson, 2012)


14

5) Diafragma

Diafragma merupakan otot berbentuk kubah yang

membentuk dasar rongga thorax dan memisahkan rongga

tersebut dari abdomen (Price & Wilson, 2011).

b. Segmen Bronkopulmonal

Anterior Medial

Gambar II.3. Segmen bronkopulmonal (Paulsen & Waschke, 2015.)

1) Segmentum apical 7) Segmentum basale

2) Segmen posterior medial

3) Segmentum anterior 8) Segmentum basale

4) Segmentum lateral anterior

5) Segmentum medial 9) Segmentum basale

6) Segmentum superior lateral


15

10) Segmentum basale

posterior

c. Otot – Otot Pernafasan

Gambar II.4 Otot – otot pernafsan (Paulsen & Waschke, 2013)

Keterangan:

1) M. Sternocledomastoideus 8) M. Trapezius

2) M. pectoralis minor 9) M. Deltoid

3) M. Internal antercostal 10) M. Pectoralis mayor

4) M. Seratus anterior 11) Linea Alba

5) M. Rectus abdominis 12) M. External oblique

6) M. Internal Oblique 13) M. Aponeorosi ext. obliqu

7) M. Transfersus Abdominis
16

Otot skelet selain berfungsi sebagai pembentuk dinding dada juga

berfungsi sebagai otot pernapasan. Menurut fungsinya, otot pernapasan dibedakan

menjadi otot inspirasi, yang terdiri dari otot inspirasi utama dan tambahan, serta

otot ekspirasi (Jeremy et al., 2007). Yang termasuk dalam otot inspirasi utama

yaitu m. intercostalis externus dan m. diafragma, sedangkan yang termasuk dalam

otot inspirasi tambahan yaitu m. sternocleidomastoideus berfungsi mengangkat

sternum ke superior, m. serratus anterior berfungsi mengangkat sebagian besar

costa, dan m. scalenus berfungsi mengangkat dua costa pertama. Selama

pernapasan normal dan tenang (quiet breathing), tidak ada otot pernapasan yang

bekerja selama ekspirasi, hal ini akibat dari daya lenting elastis paru dan dada.

Namun pada keadaan tertentu, di mana terjadi peningkatan resistensi jalan nafas

dan resistensi jaringan, misalnya saat serangan asma, otot ekspirasi dibutuhkan

kontribusinya. Dalam keadaan ini, otot ekspirasi yaitu m. rectus abdominis

memberikan efek tarikan ke arah inferior yang sangat kuat terhadap costa bagian

bawah, pada saat yang bersamaan otot ini dan otot abdominal lain menekan isi

abdomen ke arah diafragma, serta m. intercostalis internus juga berfungsi menarik

rongga toraks ke bawah (Alsagaff & Mukty, 2005).

d. Rangka Thorax
17

Gambar II. 5. Rangka Thorax (Jardins, 2008)

1) Sternal notch 8) 1st Thoracic vertebrae

2) Manubrium sterni 9) 12th Thoracic

3) Body of sternum vertebrae

4) Processus xipoideus 10) 1st lumbal vertebrae

5) Costal margin 11) Os. Scapula

6) Costa angle 12) Angulus inferior

7) Os. Clavicula scapula

Rongga thorak terdiri dari sternum, iga, ruang interkosta, dan

kolumna vertebra torakalis, dengan diafragma yang membatasi

thorak dengan abdomen. Sternum yang berbentuk pisau belati

memiliki tiga bagian. Manubrium, tempat artikulasi bagian pertama

dan atas kartilago kosta kedua dengan klavikula, terletak setinggi

vertebra torakalis ketiga dan keempat, bagian bawah iga kedua dan

ketiga sampai ketujuh berartikulasi dengan korpus sterni (setinggu

T5-T8). Tujuh pasang pertama (sejati atau vertebrosternal) dari 12

pasang iga di hubungkan ke sternumm oleh kartilago kosta. Ruang

interkosta terdiri dari muskulus interkostalis eksterna yang serat

seratnya berjalan ke bawah dan ke depan di antara iga, muskulus

interkostalis interna yang serat seratnya berjalan ke bawah dan

belakang serta suatu lapisan intercostalis paling dalam. Otot-otot

tersebut diinervasi oleh nervus torasikus. Vena, arteri, dan nervus

intercostals terletak pada sulkus di bawah iga yang berhubungan


18

dengan vena di atas, arteri di tengah dan nervus di bawah (Jeremy et

al., 2007).

e. Vaskularisasi Sistem Pernafasan

Paru – paru memiliki dua suplai darah dari arteri bronkialis

dan arteri pulmonalis, sistem bronkial berfungsi memenuhi

metabolisme jaringan paru. Arteri pulmonalis yang berasal dari

ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru, yaitu

darah yang mengambil bagian dalam pertukaran gas dalam

alveoulus, jaringan kapiler paru diperlukan untuk pertukaran gas

antara alveolus dan darah. Darah teroksigenisasi dikembalikan ke

ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya kepada sel – sel

melalui sirkulasi sistemik. (Price & Wilson, 2012). Sifat dari

sirkulasi paru adalah suatu sistem tekanan rendah dan resistensi

rendah dibandingkan dengan sirkulasi sistemik.

f. Fisiologi Pernapasan

1) Ventilasi pulmoner

Ventilasi Paru merupakan istilah volume udara yang

bergerak masuk dan keluar dari hidung atau mulut ketika

bernafas (Djodjodibroto, 2017). Siklus inspirasi dan ekpirasi

yang berfungsi untuk mempertahankan kadar oksigen dan

karbondioksida dalam alveoli dan darah arteri dalam keadaan

optimal (Pearce, 2013).

2) Difusi
19

Difusi adalah perpindahan molekul dari suatu daerah

yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang molekulnya

rendah. Peristiwa difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak

memerlukan energi ekstra (Djodjodibroto, 2017).

3) Perfusi

Perfusi adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh

kapiler paru. (Price & Wilson., 2012)

3. Etiologi Efusi Pleura

Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis

cairan transudat. Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, emboli paru, sirosis hati, dialisis peritoneal, hipoalbuminemia,

sindrome nefrotik, glomerulofretis akut, retensi garam atau pasca by pass

koroner (Djodjodibroto, 2017). Efusi pleura yang jenis cairannya

merupakan suatu eksudat dinamakan efusi pleura eksudatif. Eksudatif

terjadi akibat peradangan atau infiltrasi pada dinding kapiler darah

menyebabkan terbentuknya cairan cairan kaya protein yang keluar dari

pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura (Djodjodibroto,2017)

Penyebab efusi pleura antara lain adalah:

a. Neoplasma

Neoplasma penyebab efusi pleura meliputi karsinoma

bronkogenik (Djodjodibroto, 2017).

b. Infeksi
20

Infeksi merupakan penyebab efusi pleura eksudatif.

Mikroorganisme penyebabnya dapat berupa bakteri, virus,

mikoplasma, atau mikobakterium. Bakteri yang dapat menyebabkan

efusi pleura salah satunya pneumokokus pnemonia, jumlah

cairannya sedikit dan sifatnya sesaat. Efusi seperti ini disebut

parapnemonik karena bakterinya sendiri tidak perlu masuk ke dalam

rongga pleura untuk untuk menyebabkan efusi pleura

(Djodjodibroto, 2017).

Efusi pleura juga dapat disebabkan oleh tuberkolosis. Efusi

pleura karena tuberkolosis (pasca primer) merupakan suatu reaksi

hipersensitivitas yang terjadi kemudian (delayed hipersensitivity

reaction) (Djodjodibroto, 2017).

c. Imunologik

Efusi pleura yang penyebabnya imunologik meliputi efusi

reumatoid, efusi lupus, efusi sarkodosis, pasca cedera jantung,

emboli paru, paru uremik. Gambaran cairan efusi yaitu keruh,

kuning hingga kehijauan dan kadar protein tinggi.

4. Patofisiologi

Patofisiologi efusi pleura didasari ketidakseimbangan antara

produksi dan absorpsi cairan di kavum pleura, sehingga menyebabkan

akumulasi cairan pleura, baik berupa transudat maupun eksudat.

Keduanya terbentuk melalui mekanisme yang berbeda, meskipun tidak

jarang cairan pleura ditemukan memiliki karakteristik transudat dan


21

eksudat bersamaan. Pada dasarnya, kavum pleura sudah mengandung

cairan sekitar 0.1 ml/kg sampai 0.3 ml/kg yang berfungsi sebagai

pelumas antara permukaan pleura viseral dan parietal. Cairan pleura ini

terus diproduksi oleh sistem vaskular di permukaan pleura parietal dan

diabsorpsi oleh sistem limfatik di permukaan diafragma dan

mediastinum dari pleura parietal secara kontinu sehingga volumenya

tetap dalam batas normal tersebut. Walau demikian, pada efusi pleura,

terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan ini

sehingga terjadi akumulasi cairan pleura. (Karkhanis & Joshi, 2012)

Cairan pleura transudat terjadi akibat ketidakseimbangan

tekanan hidrostatik dan onkotik. Tekanan hidrostatik sistem vaskular

pleura parietal akan mendorong cairan interstisial ke kavum pleura

sehingga terjadi akumulasi cairan transudat yang kadar proteinnya lebih

rendah dari serum. Cairan pleura eksudat terjadi akibat inflamasi

pleura. Inflamasi parenkim/pleura akan meningkatkan permeabilitas sel

mesotel dan kapiler sehingga terjadi akumulasi cairan di kavum pleura.

Selain itu, terganggunya drainase limfatik juga merupakan proses yang

dapat menyebabkan terjadinya cairan pleura eksudat ini. Akibat

peningkatan permeabilitas membran pleura, cairan yang terakumulasi

akan memiliki kadar protein yang lebih tinggi dari serum (Boka, 2018).

5. Tanda dan Gejala

Presentasi klinis efusi pleura tergantung pada jumlah cairan yang

dihasilkan dan penyebab yang mendasarinya. Banyak pasien tidak


22

memiliki gejala pada saat efusi pleura ditemukan. Gejala yang mungkin

terjadi antara lain nyeri dada pleuritik, dispnea, dan batuk kering yang

tidak produktif. Nyeri dada yang terkait dengan efusi pleura disebabkan

oleh radang pleura dari parietal pleura yang dihasilkan dari gesekan

terkait gerakan antara dua permukaan pleura. Nyeri dada pleuritik dapat

dilokalisasi. Nyeri yang dirasakan biasanya tajam dan diperburuk oleh

pergerakan permukaan pleura, seperti inspirasi yang dalam, batuk, dan

bersin. Rasa sakit dapat berkurang dengan strapping on the chest atau

akumulasi cairan. Karena dispnea dan nyeri dada adalah gejala yang

tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat penting

untuk mempersempit diagnosis banding. Demam juga menunjukan dapat

terjadi pada efusi pleura (Kharkanis & Joshi, 2012). Terdapat gejala –

gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, nyeri pleuritik yang

disebabkan pnemonia, keringat berlebih dan batuk (Priece, 2005)

6. Prognosis

Prognosis adalah prediksi perkembangan keadaan diagnostik

pasien di masa mendatang setelah mendapatkan intervensi fisioterapi.

Prognosis dibagi menjadi 4 komponen, yaitu:

a. Quo ad sanam

Mengarah pada penyakit yang dapat hilang 100% sehingga

pasien dapat kembali seperti semula atau penyakit mengakibatkan

kecacatan yang menetap. Pada efusi pleura, prognosisnya dubia ad

bonam.
23

b. Quo ad vitam

Mengarah pada pengaruh penyakit pada proses kehidupan,

apakah penyakit ini menuju pada kematian atau sehat seperti

semula. Pada efusi pleura prognosis nya dubia ad bonam.

c. Quo ad fungsionam

Mengarah pada pengaruh penyakit pada fungsi organ dan

fungsi manusia dalam melaksanakan tugasnya. Pada efusi pleura,

prognosisnya dubia ad bonam.

d. Quo ad cosmeticam

Mengarah pada penampilan pasien dan kemampuan

merawat diri, dalam kasus efusi pleura dubia ad bonam.

7. Diagnosa Banding

Tabel II. 1. Diagnosa Banding (Priece, 2005)


DIAGNOSA DEFINISI GAMBARAN KLINIS
Efusi pleura Penumpukan cairan Nyeri tajam, sesak nafas,
pada rongga pleura batuk kering yang tidak
produktif, nyeri bertambah
inspirasi dalam, batuk dan
bersin.
Pnemothorax Adanya udara pada Sesak nafas hebat, nyeri
rongga pleura dada hebat saat bernafas
dan batuk, mudah lelah
saat aktifitas, warna kulit
kebiruan.
Fibrosis paru Terdapatnya Sesak nafas, batuk kering,
jaringan ikat dalam mudah lelah, penurunan
paru dengan jumlah berat badan idiopatik
berlebih
24

B. Problematika Fisioterapi

Dalam problematika fisioterapi dibagi menjadi 3 yaitu

impairment, functional limitation, participation restriction. Problematika

pada kasus efusi pleura post water seal drainage yaitu:

1. Impairment

Impairment merupakan suatu gangguan atau bisa keluhan yang

dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit yang diderita.

Pada kasus Efusi Pleura Post Water Seal Drainage terdapat nyeri, adanya

sesak nafas, adanya penurunan ekspansi sangkar thorax.

2. Functional Limitation

Merupakan suatu masalah yang berhubungan dengan penurunan

atau keterbatasan pasien saat melakukan aktivitas-aktifitas fungsional

karena adanya impairment. Dalam hal ini pasien efusi pleura post WSD

mengalami keterbatasan dalam aktifitas sehari hari terutama pada

aktifitas mengangkat lengan seperti aktivitas hair care.

3. Participation Restriction

Participant restriction merupakan masalah berupa ketidak

mampuan pasien dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan

dengan proses sosialisasi dalam masyarakat dan pekerjaan, baik

pekerjaan yang dilakukan sehari-hari di rumah maupun yang pekerjaan

berhubungan dengan kegiatan kepegawaian seperti di kantor.

C. Tekhnologi Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red (IR)


25

a. Definisi

Infra Red (IR) adalah pancaran gelombang elektromanetik

dengan panjang gelombang 7.700 – 4 juta A. (Sujatno, 1993).

Terapi Infra Red (heat therapy) adalah modalitas intervensi terapi

fisik yang diklasifikasikan dalam thermotherapy. Infra Red (IR)

adalah radiasi elektromagnetik dengan sinar lebih panjang dari pada

sinar tampak, lebih pendek dari gelombang mikro tetapi dalam

spektrum elektromagnetik. Sinar IR memunculkan panas ketika

diserap oleh materi, antara panjang gelombang 4x10 Hz dan 7,5x10.

Panas yang dipancarkan dari IR telah terbukti meningkatkan

penyembuhan lesi jaringan lunak (Lehman et al, 1999).

Infra Red dibedakan menjadi 2 jenis yaitu luminous dan

nonluminous, jenis IR nonluminous hanya mengandung infra red

saja sehingga biasa disebut dengan Infra Red Radiation (IRR).

Sedangkan infra red dengan generator lumonius disamping sinar

infrared juga terdapat sinar visible dan ultra violet.

b. Cara Kerja

Sinar Infra Red menghasilkan efek panas terhadap kulit.

Kenaikan temperature pada IR akan diabsobsi oleh kulit, akan

menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh darah, dengan demikian

efek ini akan sangat membantu meningkatkan suplai darah jaringan.

Serta rasa panas yang dihasilkan juga akan membantu terjadinya

relaksasi otot, spasme yang terjadi pada otot dapat dihilangkan


26

melalui proses pemberian pemanasan, hal ini terjadi karena

pemanasan akan mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa – sisa

hasil metabolisme.

c. Indikasi

1) Kondisi peradangan setelah fase sub – acute seperti kontusio,

strain, sprain, trauma sinovitis.

2) Arthritis seperti reumathoid arthritis, osteoarthritis, myalgia,

neuralgia, neuritis.

3) Gangguan sirkulasi darah

4) Penyakit kulit

5) Persiapan exercise atau massage

d. Kontraindikasi

1) Daerah dengan infufiensi darah

2) Gangguan sensibilitas kulit

3) Adanya kecenderungan terjadinya pendarahan.

Gambar II. 6. Infra Red (Sudjatno, 1993)


27

2. Segmental Breathing Exercise

a. Definisi

Segmental Breathing exercise adalah terapi latihan yang

digunakan untuk mendorong atau meningkatkan ekspansi dari efek

paru – paru dalam kondisi efusi pleura. Terapi ini memberikan efek

peregangan refleks. Peregangan cepat pada intercostal eksternal

mengarah pada fasilitasi kontraksi. (Gunjal et al., 2015)

b. Teknik Segmental Breathing Exercise

Segmental Breathing Exercise diberikan untuk mendorong

atau meningkatkan ekspansi paru. Latihan ini bekerja dengan

mekanisme peregangan, Peregangan pada intercostal eksterna

mengarah pada fasilitasi kontraksi (Gunjal et al., 2015). Terdapat

dua cara pelaksanaan Segmental Breathing Exercise yaitu lateral

costal expansion dan posterior basal expansion.

1) Lateral Costal Expansion

Lateral Costal Expansion juga biasa disebut lateral

basal expansion, dapat dilakukan secara unilateral maupun

bilateral. Deep breathing dengan fokus pada gerakan bagian

lower rib dapat memfasilitasi pergerakan diafragma

2) Posterior Costal Expansion

Deep breathing diperlukan dalam posterior basal

expansion untuk menekankan ekspansi basal bagian posterior.

c. Pelaksanaan Segmental Breathing Exercise


28

1) Lateral Costal Expansion Supine Lying

Posisi pasien : Supine Lying

Posisi terapis : Disamping pasien

Pelaksanaan : Letakkan tangan terapis pada lateral aspect

lower rib untuk mengarahkan perhatian

pasien area mana yang akan digerakan. Minta

pasien untuk bernafas dan berikan tekanan

pada lower rib dengan tangan terapis. Tepat

sebelum inspirasi, lakukan peregangan cepat

ke bawah dan ke dalam ke dada. Ini

menempatkan peregangan cepat pada

intercostals eksternal untuk memfasilitasi

kontraksi. Berikan resisten manual ringan

pada lowe rib, instruksikan pasien untuk

bernafas dalam, kemudian beri bantuan

tekanan pada lower rib ke arah dalam dengan

lembut.
29

Gambar II. 7. Bilateral lateral costal expansion (Kinser and Colby, 2007).

2) Lateral Costal Expansion Sitting

Posisi pasien : Sitting

Posisi Terapis : Dibelakang Pasien

Pelaksanaan : Letakkan tangan terapis pada lateral aspect

lower rib untuk mengarahkan perhatian

pasien area mana yang akan digerakan. Minta

pasien untuk bernafas dan berikan tekanan

pada lower rib dengan tangan terapis. Tepat

sebelum inspirasi, lakukan peregangan cepat

ke bawah dan ke dalam ke dada. Ini

menempatkan peregangan cepat pada

intercostals eksternal untuk memfasilitasi

kontraksi. Berikan resisten manual ringan

pada lowe rib, instruksikan pasien untuk

bernafas dalam, kemudian beri bantuan


30

tekanan pada lower rib ke arah dalam dengan

lembut.

Gambar II. 8. Bilateral lateral costal expansion sitting (Kinser

and Colby, 2007)

3) Lateral Costal Expansion Active

Posisi pasien : Supine lying atau sitting

Posisi terapis : Di samping pasien

Pelaksanaan : Ajarkan pasien untuk melakukan prosedur

mandiri dengan meletakkan tangannya di

lower rib atau dapat menggunakan handuk

atau sabuk.
31

Gambar II.9. Lateral costal expansion active with hand

(Kinser and Colby, 2007)

Gambar II.10. Lateral costal basal expansion active with belt

(Kinser and Colby., 2007)

4) Posterior Basal Expansion

Posisi pasien : Duduk dikursi

Posisi terapis : Di belakang pasien

Pelaksanaan : Posisikan pasien duduk dikursi dengan kepala

menghadap ke lantai bersandar pada bantal.

Letakkan tangan terapis pada posterior aspect

lower rib, dan iktuti prosedur yang sama seperti

lateral costal expansion.


32

Gambar II. 11. Posterior basal expansion (Kinser and Colby, 2007)
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Gagal Jantung kongestive dan


Infeksi
sirosis hati

Eksudat Transudat

Efusi Pleura

Water Seal Drainage

Impairment: Functional Limitation: Participation Restriction:


Sesak Nafas Keterbatasan dalam aktifitas Keterbatasan dalam
toileting dan berjalan mandiri sosialisasi di luar lingkungan
Gangguan pola nafas
Nyeri rumah sakit.

Modalitas Terpilih Modalitas Alternatif


Infra Red (IR) Deep Breathing
Segmental Breathing Exercise Exercise
Pulse Lip Breathing
Exercise

Hasil Evaluasi
Penurunan derajat sesak nafas
Peningkatan ekspansi sangkar thorax
Penurunan derajat nyeri
Peningkatan Activity Daily Living (ADL)

: Dilakukan
: Tidak Dilakukan
34

B. Deskripsi Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep tersebut penyebab efusi di kelompokan

menjadi dua yaitu transudat dan eksudat. Transudat adalah efusi yang

disebabkan oleh gagal jantung kongestive dan sirosis hati, sedangkan eksudat

disebabkan oleh malignancy, infeksi bakteri. Penanganan untuk mengurangi

kadar cairan dalam pleura menggunakan metode Water Seal Drainage (WSD)

dimana tabung plastik fleksibel yang dimasukkan melalui dinding dada dan

masuk ke ruang pleura atau mediastinum. Metode ini digunakan untuk

menghilangkan udara dalam cairan seperti dalam kasus efusi pleura. Sehingga

pada kasus efusi pleura post water seal drainge muncul problematika

impairment sesak nafas, gangguan pola nafas, penurunan ekspansi sangkar

thorax dan nyeri. Dalam activity daily living pasien juga mengalami

penurunan berupa terganggunya aktifitas toileting serta pasien tidak mamp

berjalan jauh. Dari problematika terebut dilakukan intervensi fisioterapi

menggunakan metode elektroterapi infra Red (IR) dan terapi latihan

Segmental Breathing Exercise, dari intervensi tersebut diharapkan adanya

perubahan baik berupa penurunan nyeri, peningkatan ekspansi sangkar thorax,

penurunan sesak nafas, peningkatan ADL.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN DAN PENATALAKSANAAN

FISIOTERAPI

A. Penelitian

Penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus dimana

penulis hanya melaporkan suatu penatalaksanaan fisioterapi pada kasus efusi

pleura post water seal drainage dengan modalitas infra red dan segmental

breathing exercise dari assesment sampai evaluasi selama 4 hari pada tanggal

25 sampai 28 Februari 2020 di RS Paru Dungus Madiun yang dilakukan 1

hari 1 kali terapi dengan waktu 30 menit.

B. Pengkajian

Pengambilan data serta tindakan yang dilakukan fisioterapi pada

pasien dengan kasus efusi pleura post water seal drainage dengan modalitas

infra red dan segmental breathing exercise.

Assesment atau pemeriksaan merupakan hal penting dalam

pelaksanaan fisioterapi, tindakan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis

dan sebagai pedoman dalam pelaksanaan terapi terhadap keluhan pasien.

Proses pemeriksaan fisioterapi pada kasus Efusi Pleura Post Water Seal

Drainage meliputi:

1. Pemeriksaan Subjektif

a. Anamnesis Umum

Anamnesis yang digunakan oleh penulis adalah auto anamnesis

informasi yang didapat yaitu (1) Nama: Ny S (2) Umur: 54 tahun (3)
36

Jenis Kelamin: Perempuan (4) Alamat: Karangan, Ponorogo (5)

Agama: Islam (6) Pekerjaan Pasien: Guru.

b. Anamnesis Khusus

Informasi yang diperoleh dari anamnesis khusus yaitu:

1) Keluhan utama

Pasien mengeluhkan sesak dan nyeri pada area bekas

incisi

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan pada hari sabtu tanggal 22 Februari

2020 pasien merasakan sesak nafas karena kecapekan, karena

sesak tidak kunjung reda akhirnya pasien dilarikan ke Rumah

Sakit Paru Dungus Madiun, dan dilakukan foto rontgen dan

didapatkan hasil terdapat cairan pada paru sebelah kiri,

sehingga pada saat itu juga pasien diberikan tindakan

penyedotan cairan paru. Hari senin selang pasien sudah

terlepas. Ketika terlepas pasien merasa sesak apabila digunakan

untuk berjalan, aktifitas berat dan pada malam hari, sesak akan

sedikit reda apabila digunakan istirahat.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa

dan dirawat inap selama 1 minggu serta pernah melakukan

penyedotan cairan 2 bulan lalu di Rumah Sakit Ponorogo.


37

4) Riwayat penyakit penyerta

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit

penyerta.

5) Riwayat pribadi

Pasien seorang perokok pasif yang sekesehariaanya

bekerja sebagai guru, serta pasien memiliki peternakan sapi

dimana letak kandang sapi berada di satu halaman rumah.

6) Riwayat keluarga

Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki keluhan

atau penyakit serupa.

c. Anamnesis Sistem

Pada Anamnesis sistem didapatkan hasil:

1) Kepala dan Leher

Pasien mengeluhkan pusing ketika duduk lama

2) Kardiovaskuler

Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada atau rasa berdebar

debar

3) Repirasi

Pasien mengeluhkan sesak nafas

4) Gastrointestinal

Pasien mengeluhkan mual

5) Urogenital

Pasien tidak mengeluhkan kesulitan BAK


38

6) Muskuloskeletal

Pasien mengeluhkan nyeri pada area bekas incisi

7) Nervorum

Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa baal atau

kesemutan

2. Pemeriksaan Obyektif

a. Pemeriksaan Vital Sign

Hasil pemeriksaan yang didapat yaitu:

1) Tekanan Darah : 110/60 mm/hg

2) Denyut Nadi : 74x/ mnt

3) Pernafasan : 28x/ mnt

4) Temperature : 36,8° C

5) Tinggi Badan : 153 cm

6) Berat Badan : 43 kg

b. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

a) Statis

Pasien nampak terpasang alat medis selang oksigen

dan infus, postur dada pasien nampak funnel chest, nampak

terdapat bekas incisi pada ICS 5 sinistra


39

b) Dinamis

Pola nafas pasien nampak cepat dan dangkal,

nampak pergerakan otot bantu nafas, irama nafas pasien

1:2, pergerakan sangkar thorax pasien asimetris, gerakan

pada bagian sinistra lebih rendah.

2) Palpasi

Terdapat nyeri tekan pada area bekas incisi, terdapat

spasme pada otot bantu nafas sternocledomastoideus, vocal

fermitus lobus paru upper sinistra menurun, vocal fermitus

lobus paru lower sinistra menurun.

3) Perkusi

Lobus paru upper sinistra redup, lobus paru lower

sinistra redup

4) Auskultasi

Vasikuler pada seluruh lapang paru

c. Pemeriksaan Gerak Dasar

1) Pemeriksaan Gerak Aktif

Tabel IV.1 Hasil Pemeriksaan Gerak Aktif (Sumber data primer,


2020)
GERAKAN HASIL NYERI
Flexi Shoulder Mampu Tanpa nyeri
Ekstensi Shoulder Mampu Tanpa nyeri
Elevasi Mampu Tanpa nyeri
Depresi Mampu Tanpa nyeri
Protraksi Mampu Tanpa nyeri
Retraksi Mampu Tanpa nyeri
40

2) Pemeriksaan Gerak Pasif

Pada pemeriksaan gerak pasif, pemeriksaan tidak

dilakukan

3) Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Pada pemeriksaan gerak isometik melawan tahanan

pemeriksaan tidak dilakukan.

d. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal

Kognitif: Pasien mampu menceritakan kejadian keluhan

yang dirasakan secara baik dengan sedikit bantuan

dari keluarga.

Intrapersonal: Pasien memiliki motivasi untuk sembuh.

Interpersonal: Pasien bersikap kooperatif dan berkomunikasi secara

baik dengan terapis.

e. Pemeriksaan Fungsi dan Lingkungan Aktifitas

1) Fungsional Dasar

Pasien mampu miring kanan dan kiri dari posisi

terlentang, pasien mampu duduk dengan sandaran dari posisi

tidur, pasien belum mampu berdiri

2) Fungsional aktifitas

Pasien mampu makan dan minum secara mandiri,

aktifitas toileting pasien menggunakan alat bantu pispot, pasien

belum mampu berdiri.


41

3) Lingkungan Aktifitas

Lingkungan rumah sakit mendukung kesembuhan

pasien dengan fasilitas medis yang sesuai dengan kondisi rumah

sakit.

3. Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan Spesifik pada kasus Efusi Pleura Post Water Seal

Drainage dilakukan untuk mengetahui informasi sebagai penegak

diagnosa fisioterapi ataupun dasar penyusunan problematik, tujuan dan

tindakan fisioterapi. Untuk kasus efusi pleura post water seal drainage

dilakukan pemeriksaan:

a. Pemeriksaan Nyeri

Visual Analogue Scale merupakan metode pengukuran skala

linier yang menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang

mungkin dialami seorang pasien. Metode ini menilai nyeri dengan

skala kontinu terdiri dari gasir horisontal atau vertikal. Tanda pada

kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif,

biasanya panjangnya 10 cm (100 mm), skor nol menunjukan tidak

nyeri dan skor 10 cm nyeri hebat (Marandina et al., 2016)

Pengukuran nyeri dilakukan dengan posisi pasien duduk dan

pasien diinstruksikan untuk menggeser tanda merah pada penggaris

VAS pada garis lurus yang telah disediakan dan memberikan tanda

dimana skala nyeri pasien dirasakan. Selanjutnya di interprestasikan


42

dengan menggunakan penggaris, lalu lihat dimana skala nyeri pasien

berada.

Gambar IV.1. PemeriksaanVAS (Sumber data primer, 2020)

Tabel IV.2. Hasil Pemeriksaan Nyeri (VAS) (Sumber pribadi 2020)


Jenis Nyeri Hasil
Nyeri diam 3 cm
Nyeri gerak 3,9 cm
Nyeri tekan 4,5 cm

b. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax

Ekspansi thorax diukur dengan pita ukur pada 2 tingkat

tulang rusuk yang berbeda. Tanda anatomi untuk ekspansi toraks

atas adalah interkostal ketiga ruang, tengah garis klavikula, dan

proses spinosus vertebra thorax kelima. Untuk ekspansi toraks yang

lebih rendah adalah proses xiphoid dan proses spinosus vertebra

toraks ke-10. Prosedur pemeriksaan dengan posisi pasien duduk dan

pita ukur diletakkan pada axis yang telah ditentukan, kemudian

setelah pita ukur sudah melingkar dengan tepat, instruksikan pasien


43

untuk tarik nafas dalam melalui hidung dan di hembuskan hingga

maksimal

Gambar IV.2. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax Axila (Sumber data

primer, 2020)
Gambar IV.3. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax ICS 4 (Sumber data
primer, 2020)
Gambar IV.4. Pengukuran Ekspansi Sangkar Thorax Xipoideus (Sumber
data primer, 2020)
44

Tabel IV.3. Hasil Pemeriksaan Sangkar Thorax (Sumber data primer, 2020)

Axis Insprasi Ekspirasi Selisih Batas


Normal
Axila 70 69 1 3-5 Cm
Ics 4 69 68,5 0,5 3-5 Cm
c. Xiphoideus 67 66 1 3-5 Cm

Skala Borg

Pemeriksaan Skala Borg dilakukan dengan cara pasien

diminta untuk menyelesaikan skala dengan menandai dua respons

untuk dispnea pada versi kertas skala: satu untuk menunjukkan

tingkat dispnea yang dialami sebelum latihan, dan yang kedua untuk

menunjukkan dispnea paling parah yang dialami selama latihan

(Hareendran et al., 2012)

Prosedur pemeriksaan dengan cara terapis menjelaskan

mengenai skala yang dipilih, skala terendah adalah 0 yang berarti

tidak sesak sama sekali, skala tertinggi adalah 10 atau maksimal

yang berarti sesak nafas yang paling berat anda alami, ketika terapis

menginstruksikan untuk memilih skala, pasien dapat menunjukan

jari di nomor skala.

Tabel IV.4. Hasil Pemeriksaan Skala Borg (Sumber pribadi, 2020)


Nilai Interpretasi
0 Tidak ada sesak sama sekali
0.5 Sangat sangat ringan (hanya nampak)
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Terkadang sesak berat
5 Berat
6
45

7 Sangat berat
8
9 Sangat sangat sesak berat (hampir maksimal)
10 Maksimal

Hasil pemeriksaan didapatkan nilai 4 yang

berartiterkadang sesak berat, pasien merasakan sesak berat apabila

digunakan untuk berjalan dan terkadang terjadi tiba tiba saat malam

hari.

d. Modified Medical Research Council (mMRC)

Modified medical research council (mMRC) merupakan

instrumen pengukuran sesak napas berupa kuesioner yang mengandung

5 pertanyaan dengan jawaban yang harus dipilih pada pasien yang

mengalami sesak napas, skala dyspnea mMRC paling baik digunakan

untuk menentukan gangguan fungsional dasar akibat dispnea yang

disebabkan oleh penyakit pernapasan. Prosedur pemeriksaan pada

kuesioner ini dengan cara terapis memberikan pertanyaan yang terdapat

pada quesioner, lalu terapis meninterpretasikan hasil dari pemeriksaan

dimana derajat pengukuran terdiri dari 0 sampai 4, dimana derajat 0

menunjukkan tidak ada gejala dan derajat 4 menunjukkan adanya gejala

berat.

Tabel IV.5. Hasil mMRC (Sumber pribadi, 2020)


Nilai Interpretasi
0 Tidak ada sesak kecuali aktivitas berat
1 Sedikit sesak ketika cemas atau berjalan mendaki
2 Berjalan lambat dari orang seusinya karena sesak dan
atau berhenti sejenak untuk bernafas ketika berjalan
3 Berhenti untuk bernafas setelah berjalan beberapa meter
46

atau berhenti setelah berjalan beberapa menit


4 Terlalu sesak untuk keluar dari rumah atau merasa
sesak ketika beraktifitas ringan
Hasil dari pemeriksaan didapatkan nilai 4 yang berarti pasien

merasa sesak ketika beraktifitas ringan, pasien bertambah sesak ketika

berpakaian, aktifitas toileting dan ketika terlalu lama dilakukan

pemeriksaan.

C. Problematika Fisioterapi

Dalam problematika fisioterapi pada kasus efusi pleura, maka

didapatkan problematik berupa:

1. Impairment

Terdapat sesak nafas, terdapat penurunan ekspansi sangkar

thorax, terdapat nyeri pada bekas incisi.

2. Functional limitation

Pasien duduk dengan bantuan sandaran, pasien belum mampu

melakukan aktivitas toileting secara mandiri

3. Participation restriction

Pasien belum mampu bersosialisasi di luar lingkungan rumah

sakit
47

D. Tujuan Fisioterapi

1. Tujuan jangka pendek

a. Mengurangi derajat sesak nafas

b. Meningkatkan ekspansi sangkar thorax

c. Mengurangi nyeri

2. Tujuan Jangka Panjang

Melanjutkan tujuan jangka pendek dan meningkatkan kemampuan

fungsional.

E. Teknologi alternatif fisioterapi

1. Deep Breathing exercise

Deep breathing exercise adalah metode latihan yang digunakan

untuk meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki kadar oksigen dan

volume paru (Gunjal et al., 2015)

2. Pursed Lip Breathing

Pursed Lip Breathing exercise adalah teknik pernafasan yang

dilakukan pada program rehabilitasi paru dan dapat dilakukan ketika

beraktivitas sehari hari pada pasien (Ealias et al., 2016)

F. Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi


48

Pelaksanaan tindakan fisioterapi yang dilaksanakan yaitu Infra Red

(IR) dan Segmental Breathing Exercise diharapkan dapat mengurangi keluhan

Efusi Pleura Post WSD.

1. Infra Red (IR)

Infra Red adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan

panjang gelombang 7.700-4 juta A. pengaruh efek fisologis dari IR apabila

sinar diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat dimana

sinar tersebut diabsorbsi, sehingga akan menimbulak efek tarapeutik. Efek

tarapeutik dari IR relief pain atau mengurangi nyeri, muscle relaxation atau

relaksasi otot dan increase blood suplay yaitu meningkatkan suplai darah

(Sujatno et al., 1993)

a. Tujuan

Untuk mengurangi nyeri

b. Persiapan Tempat

Tempat di persiapkan senyaman mungkin.

c. Persiapan Pasien

Pasien side lying senyaman mungkin agar proses terapi dapat

berjalan dengan baik.

d. Persiapan Alat

Sebelum melakukan tindakan, pastikan bahwa kabel sudah

terpasang dan tidak ada yang terlilit, jenis IR yang digunakan juga tepat

yaitu non – luminous, sehingga perlu dilakukan pemansan selama 5

menit.
49

e. Persiapan Terapis

Terapis mengenakan pakaian yang bisa memudahkan terapi.

f. Penatalaksaan

Atur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pasien side

lying, bebaskan area yang akan diterapi dari pakaian serta logam.

Pastikan pasien tidak memiliki gangguan sensibiltas. Atur dosis Infra

Red dengan waktu 15 menit dengan jarak 60 cm. Setelah terapi selesai

lakukan monitoring apakah terdapat eritema dan luka bakar. Terapi ini

dilakukan 1 kali dalam 1 hari.

Gambar IV.5. Penatalaksanaan Infra Red (Sumber data primer,

2019)

2. Segmental Breathing Exercise

Segmental Breathing exercise adalah terapi latihan yang digunakan

untuk mendorong atau meningkatkan ekspansi dari efek paru – paru dalam
50

kaondisi efusi pleura. Terapi ini memberikan efek peregangan refleks.

Peregangan cepat pada intercostal eksternal mengarah pada fasilitasi

kontraksi. (Gunjal., et al., 2015)

a. Tujuan

1) Meningkatkan sangkar sangkar thorax

2) Mengurangi sesak nafas

3) Stretching otot bantu pernafasan

b. Persiapan Tempat

Tempat di persiapkan senyaman mungkin.

c. Persiapan Pasien

Pasien diposisikan senyaman mungkin menyesuaikan

pelaksaan terapi agar proses terapi dapat berjalan dengan baik.

d. Persiapan Terapis

Terapis mengenakan pakaian yang bisa memudahkan terapi.

e. Dosis

1) Durasi : 1x sehari

2) waktu : 10-15 menit

3) Dosis : 4 sesi latihan, 1 sesi latihan 1 menit (6x

nafas/menit) dengan istirahat 3 menit/sesi.

f. Penatalaksanaan

1) Lateral Costal Expansion Supine Lying


51

Posisikan pasien half lying dengan tangan terapis pada

lateral aspect lower rib untuk mengarahkan perhatian pasien

area mana yang akan digerakan. Terapis memerikan resisten

manual ringan pada lowe rib, pasien di instruksikan untuk

bernafas dalam dan mengembangkan dadanya dan melawan

tahanan terapis. Teknik ini dilakukan selama 1 menit dengan 6

kali nafas.

Gambar IV.6. Lateral Costal Expansion Supine Lying

2) Lateral Costal Expansion Sitting


52

Posisikan pasien supine dengan tangan terapis pada

lateral aspect lower rib untuk mengarahkan perhatian pasien

area mana yang akan digerakan. Terapis memerikan resisten

manual ringan pada lowe rib, pasien di instruksikan untuk

bernafas dalam dan mengembangkan dadanya dan melawan

tahanan terapis. Teknik ini dilakukan selama 1 menit dengan 6

kali nafas.
53

Gambar IV.7. Lateral Costal Expansion Sitting (Sumber data


primer, 2020)

3) Lateral Costal Expansion Active

Posisikan pasien half lying dengan posisi tangan pasien

pada dada lateral costal. Terapis mengajarkan pasien untuk

memberikan resisten manual ringan pada lowe rib, pasien di

instruksikan untuk bernafas dalam dan mengembangkan

dadanya

dan melawan tangannya sendiri. Teknik ini dilakukan selama 1

menit dengan 6 kali nafas.


54

Gambar IV.8 Lateral Costal Expansion Active (Sumber


data primer,2020)
4) Posterior Basal Expansion

Posisikan pasien sitting, terapis meletakkan tangan

terapis pada posterior aspect pasien di instruksikan untuk

bernafas dalam dan mengembangkan dadanya dan melawan

tangannya sendiri. Teknik ini dilakukan selama 1 menit dengan

6 kali nafas.
55

Gambar IV.9. Posterior Basal Expansion (Sumber data


primer, 2019)
G. Evaluasi

Setelah tindakan fisioterapi diberikan pada kasus efusi pleura post

water seal drainage, tahap selanjutnya adalah evaluasi hasil terapi yang telah

diberikan.

1. Evaluasi Visual Analogue Tes (VAS)

Tabel IV.6. Evaluasi nyeri (Sumber data primer, 2020)


Jenis Nyeri T0 T1 T2 T3
Nyeri Diam 3 2,7 2,1 1,7
Nyeri Gerak 3,9 3 2,8 2
Nyeri Tekan 4,5 3,5 3,3 2,5
Dari evaluasi nyeri diatas dengan menggunakan VAS,

diperoleh perubahan dari T0 sampai T3 yaitu terdapat penurunan pada

nyeri diam yang awalnya 3 cm menjadi 2,7 cm, nyeri tekan yang awalnya

3,9 cm menjadi 2 cm, dan nyeri gerak yang awalnya 4,5 cm menjadi 2,5

cm.

2. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax

Tabel IV.7. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax (Sumber data primer,


2020)
Axis T0 T1 T2 T3
Axila 1 1 1,5 1,5
Ics 4 0,5 0,5 1 1,5
Xipoideus 1 1 1 1
Dari evaluasi ekspansi sangkar thorax diatas dengan

menggunakan pita ukur, diperoleh hasil pada T0 sampai T1 tidak terjadi

peningkatan ekspansi sangkar thorax, namun pada T2 terjadi peningkatan

ekspansi sangkar trorax pada axis axila sebesar 1,5 cm, ICS 4 1 cm, pada
56

T3 pada axis axila tetap pada nilai 1,5 cm ICS 4 meningkat menjadi 1,5

cm, namun pada axis xipoideus belum terjadi perubahan.

3. Evaluasi Skala Borg

Tabel IV.8. Evaluasi Skala Borg (Sumber data primer, 2020)


Pemeriksaan T0 T1 T2 T3
Skala borg 4 4 3 2
Hasil evaluasi dari skala borg dari T1 – T3 didapatkan

penurunan derajat sesak nafas yaitu, T0 yang semula pada nilai 4 pada T3

menurun menjadi 2 yang berarti sesak yang dialami pasien adalah sesak

ringan.

4. Modified Medical Research Council (mMRC)

Tabel IV.9. Evaluasi mMRC (Sumber data primer, 2020)


Pemeriksaan T0 T1 T2 T3
mMRC 4 4 3 3
Hasil evaluasi dari skala mMRC dari T0 – T3 didapatkan

peningkatan aktivitas fungsional pasien yaitu, T0 yang semula pada nilai

4 pada T3 menjadi 3 yang berarti pasien mampu berjalan ringan namun

dengan berhenti untuk bernafas setelah berjalan beberapa meter atau

berhenti setelah berjalan beberapa menit.

H. Edukasi

1. Pasien diedukasi untuk tidak melakukan aktifitas yang terlalu berat.

2. Pasien diedukasi untuk berlatih berjalan ringan sambil mengatur pola

nafas dengan pantauan keluarga.

3. Pasien diedukasi untuk menghindari lingkungan dengan asap rokok.


57

4. Pasien diedukasi untuk menggunakan masker setiap beraktifitas

dilingkungan luar rumah.


BAB V

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Terapi

Penatalaksanaan fisioterapi pada Ny. S yang berusia 54 tahun dengan

diagnosa efusi pleura, terdapat beberapa problematika yang ditemukan setelah

dilakukannya proses post water seal drainage yaitu, terdapat sesak nafas,

terdapat gangguan pola nafas, terdapat penurunan ekspansi sangkar thorax,

terdapat nyeri pada bekas incisi. Munculnya problematika tersebut maka

dilakukan terapi sebanyak 4 kali terapi dalam 4 hari menggunakan modalitas

infra red dan segmental breathing exercise yang dilakukan pada tanggal 25 –

28 Februari 2019.

1. Terapi 0 (T0)

Terapi nol merupakan awal pertemuan dengan pasien yang

dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2020 pada kondisi efusi pleura

post water seal drainage, dengan kondisi H+1 pelepasam WSD. Sebelum

dilakukan intervensi, proses pertama yaitu anamnesis, meliputi

anamnesis umum dan dan khusus. Setelah didapatkan informasi

dilanjutkan pemeriksaan objektif meliputi vital sign, pemeriksaan

saturasi oksigen, pemeriksaan fisik, pemeriksaan gerak dasar,

pemeriksaan kognitif serta pemeriksaan aktifitas fungsional pasein dan

dilanjutkan pemeriksaan spesifik. Hasil dari pemeriksaan didapatkan

nilai derajat sesak pasien 4, nilai SPO2 96% pasien menggunakan

oksigen, nilai ekspansi sangkar thorax pasien pada semua axis 1 cm, ICS
59

4 0,5 cm, xipoideus 1 cm dan nilai skala nyeri diam pada pasien 3.

Intervensi fisioterapi. Intervensi yang pertama yaitu pemberian infra red.

Tujuan pemberian infra red mengurangi rasa sakit dan meningkatkan

penyembuhan lesi jaringan lunak (Ojeniweh et al., 2018). letak

penyinaran diberikan pada bekas incisi pasien dengan waktu 15 menit

dan jarak penyinaran 60 cm, lalu intervensi selanjutnya adalah segmental

breathing exercise, intervensi ini diberikan dengan tujuan untuk

mendorong atau meningkatkan ekspansi paru-paru yang terkena pada

pasien efusi pleura. (Gunjal, et al, 2015). Awal pertemuan kondisi umum

pasien masih belum stabil, dengan hasil pemeriksaan nilai derajat sesak

pasien 4, SPO2 96% dengan bantuan selang oksigen, nilai ekspansi

sangkar thorax pasien pada semua axis axila 1 cm, ICS 4 0,5 cm,

xipoideus 1 cm dan nilai skala nyeri diam pada pasien 3, nyeri gerak 3,9,

nyeri tekan 4,5 dan heart rate pasien meningkat, sehingga sebelum

exercise pasien diberi waktu istirahat terlebih dahulu selama 30 menitt.

Setelah pasien cukup istirahat, intervensi diberikan 4 sesi latihan, 1 sesi

latihan 4x nafas dengan 3 detik inspirasi 3 detik ekspirasi dengan istirahat

3 menit/sesi.

2. Terapi 1 (T1)

Terapi satu dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 2020 pada

kondisi efusi pleura post water seal drainage, dengan konsisi H+2

pelepasan WSD. Pemeriksaan yang dilakukan pada terapi kedua berupa

pemeriksaan anamnesis khusus, pemeriksaan obyektif, saturasi oksigen


60

dan spesifik, pada terapi kedua anamnesis umum tidak dilakukan karena

pada terapi pertama informasi mengenai data diri pasien telah didapat.

Pertemuan pasien yang kedua dari pemeriksaan TTV kondisi umum

pasien sedikit lebih baik dari kondisi terapi pertama, serta mulai adanya

penurunan derajat nyeri diam menjadi 2,7, nyeri gerak 3, nyeri tekan 3,5,

namun nilai SPO2, sesak nafas, ekspansi sangkar thorax, belum terjadi

perubahan dari terapi pertama, dikarenakan terapi yang diberikan tidak

maksimal dan sesuai dengan dosis yang diberikan, mengingat pada

pertemuan awal kondisi pasien tidak begitu baik. Intervensi yang

dilakukan pada terapi kedua, yang pertama adalah pemberian infra red

dengan dosis dan waktu yang sama yaitu 15 mnt, dengan jarak 60 cm,

serta segmental breathing exercise dilakukan 4 sesi latihan, pada latihan

ini dilakukan peningkatan intensitas yaitu 4x nafas, 4 detik inspirai dan 4

detik ekspirasi, dengan istirahat 3 menit/sesi.

3. Terapi 2 (T2)

Terapi dua dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2019 pada

kondisi efusi pleura post water seal drainage, dengan kondisi H+3

pelepasan WSD. Pemeriksaan yang dilakukan pada terapi ketiga berupa

pemeriksaan anamnesis khusus, pemeriksaan obyektif dan spesifik.

Pertemuan ketiga dengan pasien kondisi umum pasien mulai membaik,

derajat sesak pasien menurun menjadi 3, saturasi oksigen pasien 99%

dengan bantuan selang oksigen, ekspansi sangkar thorax pasien terjadi

peningkatan pada axis axila sebanyak 1,5 cm ICS 4 1 cm, nyeri diam
61

pasien menurun menjadi 2,1 nyeri gerak 2,8 nyeri gerak 3,3, serta

activity daily living pasien meningkat dengan nilai mMRC 3, sehingga

pasien dapat berjalan ringan sebatas diruangan (kurang lebih dengan

jarak 5m). Intervensi yang dilaksankan yaitu pemberian infra red dengan

waktu 15 mnt dan jarak 60 cm, setelah itu dilanjutkan intervensi

segmental breathing exercise, dengan intensitas yang ditingkatkan yaitu,

4 sesi latihan, dengan 6x nafas, 5 detik insprasi dan 5 detik ekspirasi dan

istirahat 3 menit/sesi. Setelah dilakukan exercise pasien dibantu untuk

meningkatkan activity daily living nya, dengan membantunya dan

mengajarkan untuk duduk dan berdiri serta mengedukasi pasien untuk

melepas selang oksigen apabila tidak sesak dengan tujuan untuk

membiasakan pasien tanpa oksigen.

4. Terapi 3 (T3)

Terapi tiga dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2019 pada

kondisi efusi pleura post water seal drainage, dengan kondisi H+4

Pemeriksaan yang dilakukan pada terapi keempat berupa pemeriksaan

anamnesis khusus, pemeriksaan obyektif dan spesifik. Pertemuan

keempat dari hasil pemeriksaan berupa derajat sesak pasien menjadi 2,

saturasi oksigen pasien tanpa selang oksigen 97%, ekpansi sangkar

thorax pasien meningkat pada axis ICS4 sebanyak 1,5cm, namun ada

axis axila tetap pada nilai 1,5 cm, nyeri pasien menurun menjadi 1,7 pada

nyeri diam, 2 pada nyeri gerak, 2,5 pada nyeri tekan, namun activity

daily living pasien belum mengalami perubahan dari terapi sebelumnya,


62

dengan hasil tersebut disimpulkan kondisi umum mulai membaik.

Intervensi yang dilaksankan yaitu pemberian infra red dengan waktu 15

mnt dan jarak 60 cm, setelah itu dilanjutkan intervensi segmental

breathing exercise, dengan intensitas yang ditingkatkan yaitu, 4 sesi

latihan, dengan 6x nafas, 5 detik insprasi dan 5 detik ekspirasi dan

istirahat 3 menit/sesi, setelah itu pasien diberi edukasi untuk tidak

beraktifitas berat, berlatih berjalan ringan dengan pantauan keluarga

pasien, menghindari asap rokok serta menggunakan masker ketika

beraktifitas di luar, serta keluarga pasien diedukasi untuk memantau serta

membantu aktifitas pasien.

Hasil akhir terapi yang dilakukan selama 4 hari dengan 3x terapi

pada pasien efusi pleura post water seal drainage dengan modalitas infra

red dan segmental breathing exercise penurunan sesak nafas, perbaikan

pola nafas, peningkatan ekspansi sangkar thorax, penurunan derajat nyeri,

peningkatan activity daily living. Penelitian ini sejalan dengan studi yang

dilakukan oleh Ojeniweh (2015) pemberian infra red dengan waktu 10-30

menit dengan jarak 65 cm, mengurangi rasa sakit dan meningkatkan

penyembuhan lesi jaringan lunak, pada kasus ini peneliti memberikan

waktu terapi selama 15 mnt, dikarenakan fisioterapi memiliki waktu

terbatas untuk memberikan intervensi, serta penyesuaian SOP rumah sakit.

Selain infra red, pada pemberian segmental breathing exercise penerapan

yang dilakukan belum sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Gunjal

(2015) pada pelaksanaannya peniliti memberikan latihan dengan dosis


63

secara bertahap dengan dosis 10 – 15 menit, 4 sesi latihan dengan 4 kali

nafas, dikarenakan menyesuaikan kondisi umum pasien, yang seharusnya

dilaksanakan dengan dosis 10-15 menit, 4 sesi latihan dengan 6 kali nafas.

Hasil yang didapat dari intervensi segmental breathing exercise mampu

mendorong atau meningkatkan ekspansi dari efek paru – paru,

memberikan efek peregangan refleks dalam kondisi efusi pleura (Gunjal.,

et al., 2015)
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Efusi Pleura merupakan suatu kondisi dimana terdapat pengumpulan

cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan

dari permukaan pleura, Efusi pleura sendiri dapat ditangani menggunakan

metode Water Seal Drainage (WSD) dimana tabung plastik fleksibel yang

dimasukkan melalui dinding dada dan masuk ke ruang pleura, dari tindakan

tersebut muncul beberapa problematika fisioterapi. Dalam penatalaksanaan

fisioterapi pada kasus efusi pleura post water seal drainage, intervensi yang

digunakan adalah pemberian infra red dengan waktu 15 menit dengan jarak

60 cm dan dilakukan 1 hari 1x terapi, tujuan pemberian intervensi ini

mengurangi nyeri, dan intervensi selanjutnya segmental breathing exercise

dengan 4x sesi latihan, 6x nafas dalam 1 menit dan waku istirahat tiap sesi 3

mnt, total waktu yang dibutuhkan 10-15mnt, tujuan pemeberian intervensi ini

untuk mengurangi sesak, perbaikan pola nafas, peningkatan sangkar thorax

serta perbaikan activity daily living. Hasil evaluasi yang didapat dari kedua

intervensi tersebut pada T0 sampai T3 terjadi penurunan derajat sesak nafas,

peningkatan ekspansi sangkar thorax, penurunan derajat nyeri, serta

meningkatnya activity daily living pasien.


65

B. Saran

1. Saran untuk Terapis

Agar mendapatkan hasil terapi yang maksimal dalam kasus

fisioterapi seperti efusi pleura post water seal drainage, maka seorang

fisioterapis harus mampu melakukan proses terapi yang sesuai dengan

prosedur yang sudah ditentukan yang dimulai dari pemeriksaan sampai

pemberian terapi. Dengan pemeriksaan yang tepat dan sistematis maka

diagnosis dan problematika fisioterapi dapat ditegakkan dengan benar

sehingga terapi yang diberikan berdasarkan permasalahan yang diderita

oleh pasien.

2. Saran untuk Pasien

Pasien disarankan untuk tidak melakukan aktifitas yang

terlalu berat, Pasien disarankan untuk berlatih berjalan ringan sambil

mengatur pola nafas, pasien diharapkan dapat menghindari lingkungan

dengan asap rokok dan menggunakan masker apabila keluar rumah.

3. Saran untuk Keluarga Pasien

Keluarga pasien diharapkan untuk memberikan motivasi

kepada pasien agar pasien memiliki semangat untuk sembuh.

4. Saran untuk Masyarakat

Masyarakat disarankan jika merasakan sesak nafas yang

kambuh secara tiba-tiba, dianjurkan untuk segera memeriksakan

kondisinya ke dokter untuk mendeteksi penyakit sejak dini dan

menghindari kondisi yang semakin buruk.


DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 2002. Guidelines for Six Minute Walking Test.
Amercia: America Journal of Respiratory and Critical Care Medicine Vol
166. pp 111-117.

Basuki, N. 2007. Hand Out FT Kardiopulmonal. Surakarta: Politeknik Kesehatan


Surakarta.

Boka, Kamran. 2018. Pleural Effusion. India: Medscape

Debhouche, Shopie., Laurent Pitance, Annie Robert, Giuseppe Liiistro, Gregory


Reychler. 2016. Reliability and Reproducibility of Chest Wall Expansion
Measurent in Young Healthy Adults. Jurnal of Manipulative and
Physiological Therapeutics.

Djojodibroto, Darmanto. 2017. Respiratologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Ealias, Jincy., Babu, Binu. 2016. Effectiveness of Pursed Lips Breathing Exercise
on Selected Physiological Parameter among COPD. International Journal
of Science and Research(IJSR), 5.

Gunjal, Sambhaji B, Nisha K. Shinde, Atharuddin H Kazi, Aashirwad A Mahajan.


2015. Effectiveness of Deep Breathing Versus Segmental Breathing
Exercise on Chest Expansion in Plueral Effusion. Jurnal Research. Pravara
Deemed University: IJHSR Vol 5.

Hareendran et al. 2012. Proposing A Standardized Method For Evaluating


Patient Report Of The Intensity Of Dyspnea During Exercise Testing In
COPD. International Journal of COPD Vol 7 hlm 345-355. United
Kingdom: Dovepress.

Ikatan Fisioterapi Indonesia. 2017. Panduan Praktis Klinis Fisioterapi.

Jardins, Terry. 2008. Cardiopulmonary Anatomy & Physiology : Essentials of


Respiratory Care, Chapter 1, The Anatomy and Physiology of the
Respiratory System. Boston : Thompson Delmar Learning.

Jeremy, P.T., 2007, At Glance Sistem Respirasi, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga
Medical Series.

Kharkhanis, Vinaya S and Jyotsna M Joshi. 2012. Pleural Effusion Diagnosis,


Treatment, and Management. Journal Open Access Emergency Medicine,
vol 4 hlm. 31-54. India: Dove.

Krishna, Rachana and Mohan Rudrappa. 2019. Pleural Effusion. India: NCBI.
67

Kinser, Carolyn and Lynn Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise Foundation
and Technique. Edisi 5. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Kurniawan, R. F. (2014). Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Depok: Vicosta


Publishing.

Maikap, Malay Kumar, Apraup Dhua, Malay Kumar Maitra. 2018. Etiology and
Clinical Profile of Plueral Effusion. Jurnal Research Article. India:
IJMSPH.

Marandina, Bambang Adi. 2014. Pengkajian Skala Nyeri Di Ruang Perawatan


Intensive Literatur Review. RSUD Kota Tasikmalaya.

Mashudi, Sugeng. 2011. Buku Ajar Anatomi Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba
Medika.

Milacic, Nena., Milacic Bojan, Dunjic Olivera, Maja Milockovic. 2015. Validity
Of Cat And Mmrc – Dyspnea Score In Evaluation Of Copd Severity.
Journal Review of Acta Medica Medianae Vol 54 (1). Serbia: Medfak

Ojeniweh, Ezema., Okoye. 2018. Efficacy of Infrared Radiation Therapy On


Chronic Low Back Pain A case Study Of National Orthopedic Hospital
Enugu South East Nigeria. International Journal of Basic Applied and
Innovative Research Vol 7 hlm 107-114. Nigeria: IJBAIR.

Paulsen, Fendrich and Jens Waschke. 2015. Sobotta Atlas Anatomi Manusia
Organ Dalam. Edisi 23, jilid 2. Jakarta: EGC.

Pearce, E. C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Pt Gramedia


Pustaka Umum.

Price, Silvia A and Lorraine M Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
– Proses Penyakit. Vol 2, edisi 6. Jakarta: EGC.

Priece, Sylvia A and Lorraine, M W. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses –


Proses Penyakit. Vol 2. Jakarta: EGC.

Puspita, Imelda., Tri Umiana Soleha, Gabriella Berta. 2017. Penyebab Efusi
Pleura di Kota Metro Pada Tahun 2015. Jurnal Penelitian. Lampung:
Agromedunila.

Soemarno, Slamet & Astuti, Dewi. (2005). Pengaruh penambahan MWD pada
terapi Inhalasi, Chest Fisioterapi (Postural Drainage, Huffing, Caughing,
Tapping dan Clapping) dalam meningkatkan volume pengeluaran sputum
pada penderita Asma Bronchiale. Jurnal Fisioterapi, vol. 5 no.1.
68

Sujatno, dkk. 1993. Sumber Fisis, Politeknik Surakarta Jurusan Fisioterapi.


Surakarta.

Trisnowiyanto, Bambang. 2012. Instrument Pemeriksaan Fisioterapi Dan


Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: NuhaMedika. Hlm 81-102

Wisman, A Beta., Radhiyatam Mardhiyah, Eric Daniel Tenda. 2015. Pendekatan


Diagnostik dan Tatalaksana Penyakit Paru Obstruktif Kronik GOLD D.
Indonesian Journal of Chest Critical and Emergency Medicine Vol 2 No.
4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Zisis et al. 2015. Chest Drainage System in Use. Greece: Atmjournal.


69

LAMPIRAN 1
70

LAMPIRAN 2
71

LAMPIRAN 3
72

LAMPIRAN 4
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82

LAMPIRAN 5
83

LAMPIRAN 6
84
85

LAMPIRAN 6

DAFTAR RIWAYAT PRIBADI

Nama : AILSA SHABRINA TRIXE

Tempat, Tanggal Lahir : Tulungagung, 28 April 1998

Alamat : Jln. I. G. Ngurah Rai Gang. Sayang no 63G,


Bago, Tulungagung

Email : shishitrixie91@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Kampung Dalem 1 lulus tahun 2011.

2. SMPN 1 Tulungagung lulus tahun 2014.

3. SMK Keperawatan Bhakti Wiyata Kediri lulus tahun 2017.

4. Masuk Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri jurusan


Fisioterapi Tahun 2017.

Organisasi :

1. Badan Ekskutif Mahasiswa Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata


(BEM Institut)
86

2. UKM Sport Physiotherapy

Anda mungkin juga menyukai