DZIRWA
NIM. 1902040069
1
PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY
SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE BOBATH CONCEPT
DI YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY SURABAYA
DZIRWA
NIM. 1902040069
i
SURAT PERNYATAAN
NAMA : DZIRWA
NIM : 19.02.04.0069
LAMONGAN
Yayasan peduli cerebral palsy surabaya”. Adalah bukan proposal orang lain baik
disebutkan sumbernya.
pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh dan sanksi lain dengan peraturan yang berlaku di Universitas
Muhmmadiyah Lamongan.
Lamongan, February2022
DZIRWA
NIM. 1902040069
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
NAMA : DZIRWA
NIM : 19.02.04.0062
Mengetahui:
Pembimbing I Pembimbing II
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diuji dan disetujui Oleh Tim Penguji Pada Sidang Laporan Tugas Akhir
PANITIA PENGUJI
Tanda Tangan
Mengetahui,
iv
v
CURRICULUM VITAE
Nama : DZIRWA
Riwayat Pendidikan
Sekarang
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Ibu Kartini
1. Ayah, ibu serta saudaraku yang selalu mendoakanku dalam setiap waktu
serta kasih sayang dan dukungan yang selalu mereka berikan tidak akan
semangat dan motivasi yang selalu kalian berikan kepadaku dan yang
vii
ABSTRAK
Latar belakang : Masalah tumbuh kembang anak yang sering dijumpai salah
satunya adalah , Cerebral Palsy (CP) yang merupakan kelainan atau kerusakan
pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang,
kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di dalam kandungan
gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neurologis berupa
dan trunk control, meningkatkan kekuatan otot anggota gerak bawah serta gerak
metode bobath
Hasil: Setelah dilakukan 4 kali terapi pada kasus CP Spastik Quadriplegi yang
meliputi: Inhibisi spatisitas didapatkan nilai spastisitas dengan skala asworth tidak
viii
ix
pada pemeriksaan awal antara lain: T1 Dimensi A berbaring dan berguling dengan
skor 17,6%, Dimensi B duduk dengan skor 0%, Dimensi C merangkak dan berdiri
dengan lutut dengan skor 0%, Dimensi D berdiri dengan skor 0% dan Dimensi E
berjalan, lari, dan melompat dengan skor 0%. Pada akhir evaluasi T4 Dimensi A
berbaring dan berguling dengan skor 0%, Dimensi B duduk dengan skor 0%,
Dimensi C merangkak dan berdiri dengan skor 0%, Dimensi D berdiri dengan
skor 0%, dan Dimensi E berjalan, lari, dan melompat dengan skor 0%. Dari awal
yang lama dan intensitas yang banyak untuk melihat adanya banyak perubahan
melakukan program terapi dengan waktu yang lebih lama agar hasil yang
ashworth scale
x
ABSTRACT
brain that occurs in the process of growth and development, the abnormality or
damage can occur while in the womb. (prenatal), during childbirth (perinatal), or
after birth (postnatal). Cerebral Palsy can cause disturbances in attitude (posture),
and trunk control, increasing muscle strength of the lower limbs and upper limbs
Methods: In this case of spastic quadriplegious cerebral palsy using the bobath
scale not there is a change in value. Functional ability with GMFM results
rolling over with a score of 17.6%, Dimension B sitting with a score of 0%,
standing with a score 0% and Dimension E walking, running, and jumping with a
score of 0%. At the end of the T4 evaluation, Dimension A lay down and rolled
over with a score of 0%, Dimension B sat with a score of 0%, Dimension C
crawled and stood with a score of 0%, Dimension D stood with a score of 0%, and
Dimension E walked, ran, and jumped with 0% score. From beginning to end in
Conclusion: Bobath method can reduce reflexes, improve functional ability, and
reduce spasticity but it takes a long time and a lot of intensity to see any changes
Suggestion: It is hoped that further case study researchers will be able to carry out
a therapy program with a longer time so that the results obtained can be
maximized.
ashworth scale
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
Studi Kasus (LSK) ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan komprehensif.
dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada
Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
(LSK) ini.
petunjuk, saran, dan dorongan moril selama penyusunan Laporan Studi Kasus
(LSK) ini.
5. Ayah, Ibu dan semua keluarga tercinta yang telah memberkan dukungan baik
ini.
6. Teman-teman mahasiswa jurusan D3 Fisioterapi Universitas Muhammadiyah
7. Semua pihak yang secara tidak langsung telah memberikan dukungan moril
8. Teruntuk pasien saya An.T saya juga mengucapkan terimakasih atas kerja
ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN.................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iv
CURRICULUM VITAE..................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3
1.3 Tujuan LTA................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................. 6
2.1 Defenisi ........................................................................................................ 6
2.2 Anatomi dan Fisiologi................................................................................... 6
2.3 Etiologi ......................................................................................................... 11
2.4 Klasifikasi..................................................................................................... 12
2.5 Tanda dan Gejala .......................................................................................... 17
2.6 Patofisiologi ................................................................................................ 18
2.7 Problematika Fisioterapi .............................................................................. 20
2.8 Intervensi Fisioterapi ................................................................................... 21
2.9 Manajemen Fisioterapi.................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34
LAMPIRAN....................................................................................................... 36
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 5 : Dokumentasi
DAFTAR TABEL
36
Tabel 3.3 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah di terapi......................
38
40
40
50
51
51
Tabel 3.9 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi .........................
59
60
61
xviii
Tabel 3.12 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi .......................
69
70
70
Tabel 3.15 Dimensi terlentang dan tengkurap Sesudah dan Sebelum Terapi ....................
78
79
80
81
Tabel 4.2 Evaluasi Pemeriksaan GMFM pada pasien dengan Cerebral Palsy Spastik
Quadriplegi ......................................................................................................................... 81
82
DAFTAR SINGKATAN
SN : Sinistra
xix
DX : Dextra
PENDAHULUAN
Cerebral Palsy (CP) adalah cacat perkembangan saraf yang ditandai dengan
gangguan dalam gerakan, tonus otot dan postur yang dihasilkan dari kerusakan
nonprogresif pada jaringan otak yang belum matang. Motor sukarela gangguan
masalah komunikasi, masalah makan, kejang dan gangguan kognitif juga dapat
pada periode prenatal, perinatal atau postnatal. Faktor etiologi yang paling umum
berat badan lahir rendah bayi baru lahir (Fidan, Dkk., 2014).
Minimnya pemahaman para orang tua maupun keluarga pasien seputar alur
pemeriksaan cerebral palsy, hal ini membuat penanganan cerebral palsy semakin
menjadi tidak maksimal. Di sisi lain penderita cerebral palsy diakui banyak pihak
sebagai penyakit lama tetapi tidak banyak ditekuni para ahli antara lain karena
terdiagnosis 2-3 bayi pada 1000 kelahiran bayi dan pada 988 anak (1,8:1000)
terdiagnosis cerebral palsy dengan menggunakan skor apgar <3, sedangkan bayi
dengan skor apgar <4 lebih berisiko terkena cerebral palsy dan skor apgar >8
kurang berisiko terkena cerebral palsy. Pada umur 7 tahun ada 2242 anak
1
2
didiagnosis cerebral palsy. Bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR),
kurang dari 1500 gram dan prematur lebih berisiko terkena cerebral palsy.
Insidensi premature untuk cerebral palsy adalah 8,7%, sedangkan untuk moderat
terdapat lebih dari 500.000 penderita di Amerika. 13 bayi dari 1000 kelahiran di
Cerebral Palsy belum diketahui secara pasti. Seribu kelahiran hidup di Indonesia,
anak yang mengalami Cerebral Palsy terus meningkat. Pada tahun 2007 sebanyak
198 anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 sebanyak 313 anak, tahun
2010 sebanyak 330 anak, dan 2011 sebanyak 343 anak (Wulandari,Dkk, 2016).
pasti. prevalensi penderita Cerebral palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000
kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Seringkali terdapat
pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih sering
mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat
badan lebih rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40
Di Indonesia, angka disabilitas untuk anak 1,03% dengan 0,26% untuk umur
0-4 tahun dan 0,77% untuk umur 5-17 tahun. Untuk angka cerebral palsy adalah
0,09% pada tahun 2010 (Kementrian Kesehatan RI., 2014).Dari pernyataan diatas
3
menunjukan gejala klinik pada cerebral palsy berdasarkan tubuh yang terkena
paling banyak adalah tipe spastic quadriplegi dengan presentase 80% (Iroth,
2017).
adalah mobilisasi trunk, massage, core stability dan lain-lain (Fatih Tekin &
Dari data dan keterangan diatas, permasalahan yang dialami oleh anak
dengan cerebral palsy merupakan suatu masalah yang mendunia. Dalam hal ini
peran fisioterapi sangat bermanfaat, oleh karena itu penulis tertarik mengambil
Concept ?
4
Tujuan penulisan ini terdiri dari 2 hal, tujuan umum dan tujuan khusus,
yaitu:
Concept.
TINJAUAN PUSTAKA
Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu penyakit kronis yang ditandai dengan
berhubungan dengan otak palsy adalah ketidakmampuan fungsi otot. Dimana anak
yang menderita Cerebral Palsy dapat mengalami gangguan syaraf permanen yang
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel - sel motorik di susunan
(Soetjiningsih, 2012).
spinalis melalui foramen magnum. Otak dibungkus oleh tiga meningen : dura
meter, arachnoidea meter, dan pia meter pada ketiganya berlanjut ke medulla
6
7
Bagian-bagian otak terdiri dari lima bagian : Otak besar (cerebrum), otak
Otak terbagi menjadi sistem Traktus pyramidalis yang terdiri dari cortex
cerebri dan Traktus ekstrapyramidal yang terdiri dari basal gaglia serta
cerebellum, dan Berikut bagian susunan saraf otak yang berhubungan dengan
1) Cortex Cerebri
Cortex cerebri merupakan tingkat susunan saraf pusat yang paling tinggi
dan fungsinya selalu berhubungan dengan pusat-pusat yang lebih rendah. Cortex
cerebri menutup total hemispherium cerebri. Struktur ini terdiri dari substantia
cortex luas akibat adanya penonjolan-penonjolan atau girus, yang dipisahkan oleh
fisura atau sulcus. Bagian tersebut terdiri dari campuran sel saraf, serabut saraf,
neuroglia dan pembuluh darah. Cortex cerebri terbagi atas : lobus frontalis, lobus
Lobus Frontalis Terletak di bagian depan otak mulai dari area dahi hingga
pemecahan masalah. Lobus frontalis dibagi lagi menjadi korteks prefrontal, area
Lobus parietalis bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang
oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus
8
lateralis. Daerah ini berfungsi untuk menerima implus dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata
(Corwin, 2015).
Lobus temporal terlihat pada permukaan lateral, medial dan basal hemisfer
serebri. Pada permukaan lateral, batas superior dibatasi oleh sulkus lateral (atau
Gambar 2.1 Lobus Cerebri dilihat dari sisi kiri (Paulsen and Waschke, 2013)
Gambar 2.1 Lobus Cerebri sisi kiri dari dalam (Paulsen and Waschke, 2013)
10
2) Ganglia Basalis
Nukleus basalis atau yang biasa disebut ganglia basalis adalah sekelompok
(Snell, 2011).
3) Cerebellum
otak belakang. Itu menutupi batang otak inferior dari lobus oksipital serebral
belahan otak. Pada vertebrata nonmamalia, tipikal Cerebellum terdiri dari dua
bagian yaitu corpus cerebelli dan auricula lateral. ada perbedaan antara daerah
garis tengah otak kecil, vermis, yang berasal dari corpus cerebelli, sebagian besar
flokulus lateral, berasal dari daun telinga, dan belahan .dengan satu interpretasi
2.3 Etiologic
Cerebral palsy merupakan hasil dari kerusakan yang terjadi pada otak,
biasanya terjadi pada area motorik pada otak khususnya Ganglia Basalis dan
Cerebellum. Kerusakan yang terjadi pada otak tersebut dapat disebabkan oleh
gangguan pada saat kehamilan biasanya karena penyakit bawaan dari ibu. Adapun
11
2) Faktor Natal
Cerebral palsy dapat terjadi akibat kekurangan oksigen yang dialami oleh
Cerebral palsy juga dapat terjadi setelah bayi tersebut lahir dengan selamat
mengalami trauma kepala (biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil atau suatu
bentuk kekerasan pada anak shaken baby syndrome, infeksi (meningitis atau
2.4 Klasifikasi
yang terkena. Pada sistem ini, distribusi pada ekstremitas atas dan bawah
unilateral dinamakan CP hemiplegia, yang biasanya terjadi pada bayi cukup bulan
tetraplegia menandakan distribusi pada ekstremitas atas dan bawah bilateral, serta
berhubungan dengan kelainan otak yang difus (lesi kortikal, subkortikal, dan
12
menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas pada saat seseorang
(1) Monoplegi
hanya mengenai salah satu bagian ekstremitas saja. Monoplegia ini dapat
(2) Diplegi
berkurang. Prematuritas dan Berat bayi lahir rendah biasanya menjadi penyebab
(3) Triplegi
lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah satu sisi tubuh atau
kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan satu sisi ekstremitas atas (Karina,
2012).
13
(4) Quadriplegi
Keterlibatan ekstremitas bawah yang lebih serius sering terjadi pada bayi
prematur. Beberapa anak memiliki faktor penyebab masa perinatal dan hipoksia.
Refleks primitif tetap ada, tanda ekstrapiramidal seperti athetoid biasa terjadi.
dimanifestasikan oleh air liur, disfagia, disartria dan komplikasi medis sering
keluarga . 34,6% anak cerebral palsy spastic adalah quadriplegi (Fidan, Dkk,
2014).
(5) Hemiplegi
Bila mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat, Serangan
epilepsi fokal tidak begitu umum, tetapi secara banding lebih sering dijumpai pada
1 3
2
4 5
yang disebut dyskinesias, berarti gerakan abnormal yang terjadi ketika anak
memulai gerakan. Yaitu gerakan yang disertai dengan disartria (gangguan bicara
komunikasi yang sering salah diduga terkait dengan cacat intelektual, tetapi
hiperbilirubinemia (tingkat tinggi dari bilirubin dalam darah) atau berat anoksia
(Total deplesi oksigen misalnya saat kelahiran anak). Gejala yang normal
termasuk postur abnormal, gerakan tak terkendali, dan tidak terkendali dari tubuh
menjadi dua subkategori: cerebral palsy dystonic dan cerebral palsy koreo-
(1) Distonik
Kondisi ini sangat jarang sehingga penderita yang mengalami distonik dapat
oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah
15
(2) Diskinetik
dilihat pada awal masa anak-anak sebagai nada hipotonik otot, atau anggota badan
floppy, selama dua tahun pertama kehidupan. otot menjadi normal pada usia 2-3
tahun, dimana ataxic dapat dideteksi jika ada yang dapat dilihat adanya tremor
ambulasi secara mandiri. gejala khas meliputi postur abnormal atau pola gerakan
dan hilangnya koordinasi gerakan sehingga gerakan sering dilakukan dengan tidak
normal yang meliputi kekuatan, ritme dan akurasi (Grecco, Dkk 2017).
Flaccid atau hipotonus adalah kondisi dimana kualitas otot lebih rendah
dari normal (tonus terlihat lemah) dan biasanya gerakan cenderung lebih lambat
(Lidya, 2013).
16
dukungan, merangkak, atau berjalan. (b) Otot yang abnormal, otot mungkin
sangat kaku (spastik) atau biasa santai “floppy”. Tungkai dapat diadakan dalam
posisi yang tidak biasa atau canggung. (c) Gerakan abnormal, gerakan mungkin
biasa dendeng atau tiba-tiba atau lambat dan menggeliat. Mereka mungkin muncul
tidak terkendali atau tanpa tujuan. (d) Kontraktur sendi, orang dengan cerebral
palsy spastic dapat mengembangkan kaku parah sendi karena tekanan yang tidak
sama pada sendi yang diberikan oleh otot-otot yang berbeda nada atau kekuatan.
(e) Kejang, sekitar sepertiga dari orang-orang dengan cerebral palsy memiliki
kejang. Kejang dapat muncul pada awal kehidupan atau tahun setelah kerusakan
otak yang menyebabkan cerebral palsy. (f) Masalah berbicara. Berbicara sebagian
individu dengan cerebral palsy tidak dapat mengontrol otot-otot ini dan dengan
demikian tidak bisa berbicara normal. (g) Masalah menelan. Menelan adalah
fungsi sangat kompleks yang membutuhkan tepat interaksi dari banyak kelompok
cerebri yang mengakibatkan paralisis dan spastisitas tetapi tidak pada semua otot.
Spastisitas adalah suatu keadaan dimana tonus otot lebih tinggi dari normal akibat
adanya kerusakan pada premotor area. Bentuk spastik Cerebral palsy yang umum
adalah tonus otot dan reflex yang berlebihan (Condliffe et al. 2016).
17
Gangguan kronik gerak dan postur tubuh pada anak dengan CP akan
aktivitas sehari-hari. Berbagai kelainan komorbid dan rasa nyeri yang sering
menyertai anak CP akan berdampak negative terhadap kulitas hidup anak. Anak
penolakan oleh teman, depresi, frustasi, cemas dan marah. Selain itu orang tua
dari anak CP beresiko tinggi mengalami stress, kondisi keluarga yang labil, dan
anak CP memberatkan dalam hal biaya, waktu dan stress dapat menjadi ancaman
2.6 Patofisiologi
otak yang bersifat non progresif dengan manifestasi berupa abnormalitas tonus
postural yang akan mengakibatkan gangguan postur dan kontrol gerak pada
keempat ekstremitas karena gangguan susunan saraf pusat otak yang dapat terjadi
sebelum otak mencapai kematangan dari proses konsepsi hingga berumur 5 atau 6
terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri terjadi
kontraksi otak yang terus menerus dimana disebabkan karena tidak terdapatnya
inhibisi langsung pada lengkung reflex. Bila terdapat cidera berat pada system
ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotonic,
18
termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan
gross motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan
motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan. Gangguan proses sensorik primer
gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik
(Herdiman, 2013).
Mikrosevali
dengan pengurangan lingkar kepala oksipitofrontal sama, atau lebih dari standar
deviasi di bawah rata-rata untuk usia, jenis kelamin, dan etnis. Mikrosefali
biasanya mencerminkan volume otak yang kecil; itu disajikan baik sebagai
temuan terisolasi (non-sindrom) atau dengan fitur tambahan, seperti disostosis dan
paparan zat beracun, atau genetik .Saat ini, lebih dari 900 entri fenotipe Online
Mendelian Inheritance in Man (OMIM), dan sekitar 800 gen dengan ekspresivitas
mikrosefali diklasifikasikan: menjadi primer (bawaan) jika ada saat lahir, atau
sekunder, jika berkembang setelah lahir, seperti: atrofi progresif dari otak yang
dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatife amat kecil, dank arena
berat otak terhadap badan yang normal adalah 1:30, sedangkan pada kasus
sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram (bahkan
perubahan tonus otot. akan tetapi, lesi yang lebih besar mengenai area motorik
primer dan sekunder, yang lebih sering terjadi, menimbulkan spasme otot.
pengaruh inhibitor. Hal ini mengakibatkan otot menjadi spastic (Snell, 2011).
(Janshen,2019). adalah :
20
1. Impairment
Adanya spatisitas pada ekstermitas atas dan bawah, jika kekakuan tidak di
2. Functional Limitation
3. Disabilty
Latihan bobath merupakan pendekatan yang paling luas dan secara klinis
dapat diterima untuk menargetkan pada sistem saraf pusat dan system
neuromuskuler. Lesi spesifik di sistem saraf pusat itu mengajarkan otak untuk
inhibisi spastisitas, stimulasi dan fasilitasi pada metode bobath akan mengatasi
pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitas gerak yang normal (Saputri.
2013).
21
Prinsip utama yang mendasari metode ini adalah : (1) Normalisasi tonus
otot, (2) Fasilitasi pola gerak normal dalam aktivitas keseharian. Adapun hal-hal
gerakan yang disebabkan pola patologis dan postur yang abnormal serta tonus
dan harus menyatu dengan keseharian anak dengan kondisi Cerebral palsy (Pitari,
2015)
reflek untuk menjaga postural normal sebagai dasar untuk melakukan gerak.
Pada kondisi cerebral palsy quadriplegi spastik ini metode bobath bertujuan
aktivitas sehari-hari.
1) Patterns of Movement
Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola tertentu
dan pola tersebut merupakan representasi dari control level cortical bukan
kelompok otot tertentu. Pada anak kelainan system saraf pusat, pola gerak yang
terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa dominasi reflek primitif,
adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau
penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan pergerakan yang
minim.
2) Use of Handling
memperbaiki kualitas gerak dan tidak dibiarkan bergerak pada pola abnormal
yang dimilikinya.
Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat tiga faktor yang mendasari
atau prerequisites yaitu (1) Normal postural tone mutlak diperlukan agar dapat
sinergis yang terkoordinir dan seimbang, dan (3) Postural fixation mutlak
23
gerak saat terjadi gerakan atau aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak.
dan reaksi sikap tonus normal untuk menyangga gravitasi dan kontrol gerak serta
fungsional yang akan digunakan untuk makan dan berpakaian untuk membantu
dirinya sendiri.
Kekurangan metode bobath yaitu pada ketiga teknik metode bobath yaitu
1) Inhibisi yaitu penurunan reflex sikap abnormal untuk memperoleh tonus otot
2) Fasilitasi yaitu sikap normal untuk memelihara tonus otot setelah diinhibisi.
quadriplegi spastik. Pada teknik inhibisi tidak bisa diterapkan pada anak yang
kontrol postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi .Tujuan yang akan dicapai
tentang gerak normal (normal movement) menjadi dasar utama penerapan aplikasi
metode ini.
dan pola gerakan yang tidak teratur. Aktivitas motorik yang tidak berkembang
25
atau tertutup dicapai dengan fasilitasi sensorik yang benar atau normal pola
gerakan dalam urutan perkembangan. Urutan atau hierarki normal dari tonggak
perkembangan diperoleh dengan "set postural" atau reaksi postural persiapan yang
bersandar pada siku kemudian di atas lengan bawah, berlutut dan akhirnya berdiri
dengan terapi perkembangan saraf pada usia yang dikoreksi dua sampai tiga
bulan.
1) Inhibisi
postures(RIP). Dengan menggunakan posisi RIP yang benar dan arah geraka yang
benar maka sekuensis dari abnormalitas tonus otot postural akan terjadi sekuensis
secara terus menerus di ikut sertakan pada terapi. Pada kondisi CP Spastic
Quadriplegi terdapat pola spastisitas pada lengan dan tungkai . pola spastisitas
yang terdapat pada lengan dan tungkai. Pola spastisitas yang terdapat pada lengan
dengan pola adduksi dan internal rotasi shoulder, elbow pronasi lengan bawah
fleksi dan ulnar deviasi wrist dan fleksi jari-jari. Sedangkan pola spastisitas yang
terdapat pada kedua tungkai dengan pola adduksi dan internal rotasi hip , fleksi
26
knee, plantar fleksi dan inversi ankle serta fleksi jari-jari. Maka di perlukan
inhibisi kea rah kebalikan dari poila spastic tersebut. ( sidarta, 2016)
memfiksasi pada bahu anak pada posisi shoulder protraksi. Gerakkan pelvic ke
arah posterior dan anterior secara bergantian dengan gentle sehingga terjadi
gerakan rotasi pada trunk, ulangi beberapa kali sampai mulai terasa tonus anak
dalam posisi pronasi dan ekstensi wrist kemudian letakkan ke dua tangan anak di
samping tubuhnya dan diatas paha terapis. Fiksasi terapis pada pelvic. Biarkan
(3) Untuk mengembangkan head control, rotasi trunk, forearm support, dan
handsupport
memposisikan anak terlentang di atas matras. Handling terapis pada hip terapis
fasilitasikan anak ke telungkup atau berguling via tungkai lalu kembalikan anak
arah terlentang anak di posisikan duduk agar anak secara tidak langsung
(bobath, 2017)
2) Fasilitasi
gerak motoric yang sempurna pada tonus normal. Tekniknya di sebut “key point
(tromboly,2015)
28
fasilitasi keseimbangan duduk, (2) fasilitasi dari duduk ke berdiri , (3) fasilitasi
(bobath, 2017)
(bobath, 2017)
pelayanan kesehatan yang ditunjukkan kepada individu dan atau kelompok untuk
2.9.1 Assesment
mendapatkan data yang akan dijadikan dasar untuk tindakan fisioterapi yang akan
1) Identitas
Identitas merupakan data yang mengenai diri pasien yang berisikan No.RM,
nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, agama, pekerjaan, hobi, tanggal
medika metosa.
2) Anamnesis
Keluhan utama adalah keluhan yang paling sering dirasakan dan sering
tubuh lain.
lengkap.
Riwayat penyakit dahulu adalah rincian dari keluhan utama yang berisi
lengkap.
penyakit.
3) Pemeriksaan umum
(1) Kesadaran
yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan faham betul apa yang akan
terjadi.
Tekanan yang dialami pada pembulu darah arteri ketika darah di pompa
(4) Pernafasan
dan tanggapan dari proses interaksi dengan terapis atau lingkungan sekitar.
4) Pemeriksaan Khusus
(1) Observasi
kemampuan sensoris pasien baik maka pasien dapat merasakan input yang
a) Alat ukur
pada posisi berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item),
merangkak dan kneeling (14 item), berjalan (12 item), berlari dan
secara bertahap diambil alih oleh otak, berkembang dalam enam bulan
rangsangan agar bayi dapat menggerakkan kepala dari kiri ke tengah, dari
ATNR (Asimetrical Tonic Neck Reflex) agar anak di kemudian hari tidak
fleksibilitas gerakkan leher yang akan menekan kekuatan otot dari reflek
33
ATNR (Asimetrical Tonic Neck Reflex) dan STNR (Simetrical Tonic Neck
5) Skala Ashworth
Skala Ashworth yang dimodifikasi adalah alat klinis yang paling diterima
Spastisitas didefinisikan oleh Jim Lance pada tahun 1980, sebagai peningkatan
kecepatan yang bergantung pada refleks regangan otot yang terkait dengan
palsy, multiple sclerosis, trauma, dan cedera tulang belakang. Dalam sebuah
pasien stroke mengalami spastisitas, dan spastisitas parah terjadi pada 15,6%
pasien. Studi lain melihat prevalensi kelenturan pada cerebral palsy menemukan
subtipe spastik pada 90% pasien yang diteliti. Dampak kelenturan parah pada
kehidupan pasien sangat luas, mempengaruhi segala sesuatu mulai dari aktivitas
hidup sehari-hari hingga kesehatan mental dan bahkan pendapatan. Di sisi lain,
spastisitas dapat membantu pada pasien dengan anggota tubuh yang lemah,
atau ambulasi dengan sedikit bantuan. Untuk alasan ini, penilaian kelenturan
penting agar praktisi dapat menentukan apakah terapi pengobatan mereka efektif.
(Zurawski, 2019)
menggambarkan struktur dan fungsi anatomi yang terganggu. Dalam kasus ini
impairment yang dirasakan adalah kelemahan otot-otot cervical, trunk dan adanya
2) Activity Limitation
oleh individu yang diakibatkan dari kerusakan atau gangguan yang terjadi pada
Quadriplegi ini yaitu terbatas aktivitas seperti duduk mandiri, merangkak, berdiri
dan berjalan.
3) Participation Restriction
1) Tujuan jangka pendek merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam waktu
2) Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai. Biasanya
pasien atau keluarganya terlebih dahulu. Semua bentuk intervensi termasuk dan
prosedur baku yang ditanda tangani dan disahkan oleh pimpinan fasilitas
pasien dan keluarganya dilakukan secara etik dengan fasilitas dan ruangan yang
berupa kemampuan fungsi termasuk fungsi tubuh dan struktur, aktivitas dan
2.9.5 Evaluasi
36
keluarganya, tenaga kesehatan lain terkait. Serta masyarakat sebagai bagian dari
memiliki dan menggunakan identitas resmi yang mudah dilihat dan dipahami oleh
pasien atau keluarganya serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari
kepada tenaga kesehatan lain yang tepat dengan disertai resume fisioterapi.
meia komunikasi dan edukasi agar proses pelayanan berlangsung sesuai dengan
tujuan, termasuk media edukasi berupa leaflet yag diperlukan (Menteri Kesehatan,
2015).
2.9.7 Dokumentasi
37
TINJAUAN KASUS
Nama : An.Ch
Umur : 5 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan :-
Alamat : Gresik
No. RM :
Medika mentosa :-
1. ANAMNESIS (AUTO/HETERO*)
1) KELUHAN UTAMA
dan berjalan .
38
39
2) KELUHAN PENYERTA
Tidak ada
masih dibantu oleh orangtua. Anak belum bisa berguling, tengkurap, duduk,
Dahulu pasien lahir premature (8 bulan) secara sesar bayi lahir dengan berat
tonosis dan progtosis mata bagian kiri 6 bulan kemudian melakukan terapi RSUD
dr,Soetomo
6) RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada
Pasien Belum sekolah saat dirumah pasien bermain dengan posisi tidur
telentang
(1) PRENATAL
a) Pre eklamsia
b) Microcepali
(2) NATAL
Tidak ada kejang selama kurang lebih 3thn ada usia 4 tahun mulai ada
kejang
8) ANAMNESIS SISTEM
Necknya cenderung fleksi . sudah ada sedikit head control tetapi tidak lama
(2) Kardiovaskuler
auskultasi
a) Respirasi
b) Gastrointestinalis
c) Urogenitalis
d) Muskuloskeletal
e) Nervorum
mata bagian kiri dan mengalami kerusakan otak bagian cortex cerebri.
3.1.3. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
- Kesadaran : Normal
- Pernapasan : (17x/mnt)
- Temperatur : Normal
- Berat badan : 17 Kg
2) Inspeksi
- Statis
- Kepala kecil
Dinamis
3) Palpasi
4) Perkusi
(tidak di lakukan)
5) Auskultasi
1) Kognitif :
Hasil
No Macam Keterangan
T0 T1 T2 T3
1 Body Image Pasien Belum Mengetahui Bagian- - - - -
Bagian Tubuh
2 Body Pasien belum Mengetahui Situasi - - - -
Awareness Kondisi Dia Berada
3 Space Pasien bisa mengambil mainan di + + + +
Awareness depan nya dengan Posisi Tidur
terlentang dan Posisi duduk dengan
Bantuan Terapis.
4 Distance Pasien belum mampu mengambil - - - -
Awareness mainan jarak jauh.
5 Body control Sudah sedikit muncul head control + + + +
terkadang head control muncul saat
Pasien didudukan oleh fisioterapis
6 Direction Terkadang Pasien memahami + + + +
Perintah
7 Lateralization Belum mampu mengambil sesuatu - - - -
dengan tangan silang atau Rotasi
Trunk
2) IntraPersonal :
Pasien semangat Ketika melakukan Latihan dan tidak Rewel juga mau
3) Interpersonal :
Hubungan pasien dengan orang tua, saat pasien lapar dengan menjulurkan
lidah.
44
Tabel 3.3 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah di terapi
Dinamis B : 0 %
Dinamis C : 0%
Dinamis D : 0%
Dinamis E : 0%
Anak hanya mampu tidur terlentang dan duduk sekitar 10 detik dengan
2) Aktivitas fungsional
dibantu setiap melakukan aktivitas seperti makan dan minum disuapi dan di
3) Lingkungan aktivitas
alat-alat yang digunakan sebagai fasilitasi latihan. Dengan keadaan yang demikian
pasien dan lingkungan tempat tinggal, orang tua pasien menjalani home program
1) Refleks Patologis
2) Spastisitas
1. Problematika Fisioterapi
2) Activity Limitation
3) Participation Restriction
Pasien Belum Bisa Bermain dan Aktif Bergerak seperti Anak-Anak pada
umur sebayanya
1) Tujuan
a) Bisa Berguling
1) Teknologi Fisioterapi
48
4. Rencana Evaluasi
5. Prognosis
3.2.1 Intervensi
1) Keluhan Utama
Pasien belum bisa merayap, merangkak duduk, jongkok, berlutut berdiri dan
berjalan
3) Inspeksi
(1) Statis
a) Kepala kecil
(2) Dinamis
(3) Palpasi
(4) Perkusi
(tidak di lakukan)
(5) Auskultasi
3.2.2 Intervensi
50
Metode Bobath
terapis.
terlentang.
Cara I =pasien posisi Duduk dengan hand supporting dengan kepala menghadap
Cara II = dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi
2) Fasilitas
a) Persiapan pasien
terapis.
51
b) Persiapan terapis
c) Prosedur pelaksanaan
Stimulasi agar tangan pasien ke arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu
tangan terapis memegang antara trunk dan cervical agar terdorong ke arah
fleksi
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
terapis.
c) Prosedur pelaksanaan
Adduksi Shoulder, Fleksi elbow ,almar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi
52
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
terapis.
c) Prosedur pelaksanaan
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
terapis.
53
c) Prosedure pelaksanaan
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
terapis.
c) Prosedur pelaksanaan
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
54
terapis.
c) Prosedur pelaksanaan
Cara I
bawah.
Cara II
sisi anterior knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
terapis.
55
c) Prosedur pelaksanaan
Cara; posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada
sisi anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk
3.2.3 Evaluasi
1. GMFM
mempunyai arti
Total dimensi A 9 9 9 9
2) Penilaian GMFM
Dinamis B : 0 %
Dinamis C : 0%
Dinamis D : 0%
Dinamis E : 0%
2. Refleks patologis
3. Spastisitas
5 Fleksor knee 1 1
6 Dorso Fleksor ankle 3 3
7 Plantar Fleksor ankle 4 4
3.2.4 Penjelasan
3.3.1 Intervensi
1) Keluhan Utama
Pasien belum bisa merayap ,merangkak duduk, jongkok , berlutut berdiri dan
berjalan
3) Inspeksi
4) Statis
5) Dinamis
6) Palpasi
7) Perkusi
(tidak di lakukan)
8) Auskultasi
3.3.2. Intervensi
Metode Bobath
terapis.
terlentang.
Cara I
Cara II
Dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi pasien
2) Fasilitas
a. Persiapan pasien
terapis.
b. Persiapan terapis
c. Prosedur pelaksanaan
Cara
Stimulasi agar tangan pasien ke arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu
Arah fleksi
a. Persiapan terapis
b. Persiapan pasien
terapis.
c. Prosedur pelaksanaan
Adduksi Shoulder, Fleksi elbow ,palmar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi
a. Persiapan terapis
b. Persiapan pasien
terapis.
c. Prosedur pelaksanaan
Cara
a. Persiapan terapis
b. Persiapan pasien
terapis.
c. Prosedure pelaksanaan
Cara
a) Persiapan terapis
b) Persiapan pasien
terapis.
c) Prosedur pelaksanaan
Cara
a. Persiapan terapis
b. Persiapan pasien
terapis.
c. Prosedur pelaksanaan
Cara I
bawah.
Cara II
anterior knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan satunya
secara pasif menggerakkan tungkai pasien kearah fleksi hip dan knee
sekitar 90°.
a. Persiapan terapis
b. Persiapan pasien
terapis.
c. Prosedur pelaksanaan
Cara
65
sisi anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk
3.3.3 Evaluasi
1) GMFM
mempunyai arti
Tabel 3.9 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi
Dinamis B : 0 %
Dinamis C : 0%
Dinamis D : 0%
Dinamis E : 0%
3 Galant + patologi
4 Moro Refleks + Patologi
5 Walking Refleks - Patologi
3). Spastisitas
3.3.4 Penjelasan
3.4.1 Intervensi
1) Keluhan Utama
dan berjalan
3) Inspeksi
(1) Statis
- Kepala kecil
(2) Dinamis
(3) Palpasi
(4) Perkusi
(tidak di lakukan)
(5) Auskultasi
69
3.4.2. Intervensi
Metode Bobath
terlentang.
Cara I
Cara II
dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi Pasien
2) Fasilitas
1) Persiapan pasien
terapis.
2) Persiapan terapis
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
Agar tangan pasien ke Arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu tangan terapis
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
Shoulder, Fleksi elbow ,palmar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi ankle fleksi
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
lantai dan terapis menarik shoulder kemudian trunk pasien kea rah fleksi
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedure pelaksanaan
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
1) Persiapan terapis
73
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara I
Cara II
Posisi pasien terlentang, fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi anterior
knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan satunya ada tumit pasien
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
74
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
Posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi
anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk
3.4.3 Evaluasi
1) GMFM
mempunyai arti
Tabel 3.12 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi
Dinamis B : 0 %
76
Dinamis C : 0%
Dinamis D : 0%
Dinamis E : 0%
3). Spastisitas
3.4.4 Penjelasan
3.5.1 Intervensi
1) Keluhan Utama
Pasien belum bisa merayap ,merangkak duduk, jongkok, berlutut berdiri dan
berjalan.
3) Inspeksi
(1) Statis
- Kepala kecil
(2) Dinamis
(3) Palpasi
(4) Perkusi
(tidak dilakukan)
(5) Auskultasi
3.5.2. Intervensi
Metode Bobath
terlentang.
Cara I
Cara II
Dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi Pasien
2) Fasilitas
1) Persiapan pasien
terapis.
2) Persiapan terapis
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
Agar tangan pasien ke Arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu tangan terapis
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
Shoulder, Fleksi elbow ,palmar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi ankle fleksi
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
lantai dan terapis menarik shoulder kemudian trunk pasien kea rah fleksi
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedure pelaksanaan
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara I
Cara II
83
Posisi pasien terlentang, fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi anterior
knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan satunya ada tumit pasien
1) Persiapan terapis
2) Persiapan pasien
terapis.
3) Prosedur pelaksanaan
Cara
Posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi
anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk
3.5.3 Evaluasi
1) GMFM
mempunyai arti
Tabel 3.15 Dimensi terlentang dan tengkurap Sesudah dan Sebelum Terapi
Dinamis B : 0 %
Dinamis C : 0%
Dinamis D : 0%
Dinamis E : 0%
3). Spastisitas
3.5.4 Penjelasan
Setelah dilakukan terapi sebanyak 4 kali pada pasien atas nama Ch usia 5
Hasil studi kasus dilakukan kepada pasien dengan diagnosa cerebral palsy
spastik quadriplegi yang di lakukan sebanyak 4 kali terapi mulai 07 Januari 2021
dan 31 Januari 2021 dengan metode bobath belum didapatkan penurunan gerak
Tabel 4.2 Evaluasi Pemeriksaan GMFM pada pasien dengan Cerebral Palsy
Spastik Quadriplegi
Dimensi T0 T1 T2 T3 T4
Dimensi A 17,6% 17,6% 17,6% 17,6% 17,6%
Dimensi B 0% 0% 0% 0% 0%
Dimensi C 0% 0% 0% 0% 0%
Dimensi D 0% 0% 0% 0% 0%
Dimensi E 0% 0% 0% 0% 0%
TOTAL 3,52% 3,52% 3,52% 3,52% 3,52%
87
88
Keterangan GMFM :
Dimensi B : Duduk
Dimensi D : Berdiri
masing memiliki arti yang sama meskipun deskripsinya berbeda tergantung item
Tested(tidak di tes)
Hasil studi kasus dilakukan kepada pasien dengan diagnosa cerebral palsy
spastik quadriplegi yang dilakukan sebanyak 4 kali terapi mulai 07 Januari 2021
dan 31 Januari 2021 dengan metode bobath belum terjadi peningkatan terhadap
Hasil studi kasus dilakukan kepada pasien dengan diagnosa cerebral palsy
spastik quadriplegi yang di lakukan sebanyak 4 kali terapi mulai 07 januari 2021
peningkatan spastisitas dari sebelum terapi. Pada anggota gerak atas di peroleh
nilai 1 ( peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian ROM tetapi secara
umum sendi masih mudah di gerakkan ) dan anggota gerak bawah di peroleh
( peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian ROM tetapi secara umum
4.2 Pembahasan
Dari hasil terapi yang di lakukan pada seorang pasien dengan kondisi cerebral
Setelah di lakukan pemeriksaan yang menjadi keluhan utrama adalah pasien anak
belum bisa duduk mandiri, merangkak, berdiri dan berjalan. Berdasarkan hasil
masalah fisioterapi, (1) spastik pada kedua anggota gerak atas dan bawah (2)
pasien belum mampu tengkurap, (3) pasien belum mampu berguling (4) pasien
belum mampu merayap (5) pasien mampu merangkak, (6) pasien belum mampu
duduk.(7) pasien belum mampu jongkok, (8) pasien belum mampu Berlutut (9)
kekuatan otot anggota gerak bawah bilateral pasien An.Ch, belum ada
Park and Kim ( 2017) menemukan bahwa bobath exercises pada cerebral palsy
selama 1 tahun dengan dosis selama 35 menit per hari, 2-3 kali per minggu secara
kasar.
dapat terbentuk serta proses adaptasi dan plastisitas pada saraf yang dapat
membantu pemulihan aktivitas gerak pada pasien cerebral palsy. Namun terdapat
faktor lain yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak, yaitu status
metode terapi latihan yang memiliki tiga prinsip yaitu pattern of movement
use of handling dan prerequisites of movement. Hal ini bertujuan untuk mencegah
c) facilitation adalah reaksi sikap dan Gerakan normal dari potensi sikap
normal dan pola-pola Gerakan dasar tonus otot yang lebih normal
sudah dijelaskan diatas menggunakan GMFM, pada item penilaian penulis tidak
mendapat adanya peningkatan tiap 4 kali terapi. Berdasarkan penelitian oleh 'Arı
and Kerem Günel (2017) menyimpulkan bahwa penambahan latihan trunk dengan
92
cerebral palsy dilakukan sesuai durasi yang tepat dan sedini mungkin untuk
motorik kasar sangat efektif dan memang memainkan peran penting dalam CP. Ini
peningkatan tonus otot, Refleks dan pola reaksi dan gerakan Adapun teknik-
teknik yang akan digunakan pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegi pada
metode Bobath ini yaitu (1) inhibisi yaitu penurunan refleks sikap abnormal untuk
memperoleh tonus otot yang lebih normal, (2) fasilitasi sikap normal untuk
memelihara tonus otot setelah diinhibisi, (3) stimulasi yaitu upaya meningkatkan
Measure merupakan salah satu sarana atau instrument pemeriksaan yang sudah
Cerebral Palsy. Spectrum/dimensi penilaian nya meliputi Lying & rolling, sitting,
penatalaksanaan dengan terapi latihan dengan pasien cerebral palsy. Belum dapat
memberikan penanaman motoric yang baik. Pada kasus kelainan pada syaraf pusat
adanya peningkatan yang signifikan. Akan tetapi keadaan pasien yang tidak
semakin memburuk diakibatkan oleh adanya masalah utama yang ada sudah
93
menunjukkan keberhasilan terapi. Hasil positif dari pemberian latihan yang lain
yang bermanfaat bagi pasien yaitu bisa berupa peningkatan kesehatan umum dan
interaksi pasien dengan orang lain yang akan memberikan rangsangan terhadap
lebih 4 kali pertemuan dan membutuhkan waktu yang sangat lama dan rutin, serta
anak perlu memberi terapi latihan yang di intruksikan oleh terapis. fisioterapis
dan berguling. Hasil penanganan yang belum terdapat perubahan ini antara lain
disebabkan karena (1) waktu. penanganan, yang mana hanya dilakukan 4x latihan
dalam waktu 1 bulan dimana penanaman pengalaman motoris dan sensoris dari
spesifikasinya pada Grasp Reflex and Moro Reflex sangatlah penting. Seiring
Reflex yaitu salah satunya adalah Reflex menggenggam atau Grasp Reflex, Grasp
Reflex harus habis diusia 6 bulan, Reflex ini nantinya akan berpengaruh terhadap
kemampuan baik motor pada anak, Moro Reflex juga dinyatakan positif jika anak
atas akan adduksi. Maka dominan dari Grasp Reflex and Moro Reflex tidaklah
berfungsi jika anak tidak bisa abduksi dan tidak bisa ekstensi serta tidak bisa
penelitian yang berjudul Intensive training of motor function and functional skills
among young children with cerebral palsy: A systematic review and meta-
fungsional secara signifikan dengan berlatih dirumah lagi secara berulang dan
terukur agar mengarah pada perbaikan gross motor functional dilatih dirumah
oleh orang tuanya karena dengan latihan yang teratur dan terukur sehingga pola
yang tertanam diotaknya mulai didukung oleh kognitif anak yang sudah mulai
ggg
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
95
kepada pasien dengan usia 5 tahun dengan diagnosa cerebral palsy spastik
5.1.1 pemberian metode bobath selama 4 kali terapi belum adanya penurunan
menggunakan ashworth
5.1.2 pemberian metode bobath selam 4 kali terapi belum di dapatkan adanya
GMFM
5.2 Saran
Pada saat melakukan terapi fisioterapis dapat memperhatikan jenis dan tipe
dan cerebral palsy tersebut agar tekhnik bobath yang diberikan tepat untuk
DAFTAR PUSTAKA
Centre of London.
Ezema, C., Lamina, S., Nkama, R., Ezugwu, U., Amaeze, A., & Nwankwo, M.
(2014). Effect of neuro-developmental therapy (NDT) on disability level of
subjects with cerebral palsy receiving physiotherapy at the University of
Nigeria Teaching Hospital, Enugu, Nigeria. Nigerian Journal of Paediatrics,
41(2), 116.
Faradina, N. (2016). Penerimaan diri pada orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus. Jurnal Psikologi. Vol 4 (4) 386-389.
Fatih Tekin, Erdogan Kavlak, Ugur Cavlak and Filiz Altug. (2018).
“Effectiveness of Neuro-Developmental Treatment (Bobath Concept) on
Postural Control and Balance in Cerebral Palsied Children.” Journal of Back
Fidan, F., & Baysal, O. (2014). Epidemiologic Characteristics of Patients with
Cerebral palsy. Journal of Therapy and Rehabilitation, 2(August), 126–132.
Fungsional Jalan Pada Cerebral palsy Di Griya Fisioterapi Bunda Novy oleh:
Roro Ayu Budi Pitari, Raden Terbitan: (2015) Gandhi, Indira. (2015).
Clinical Features of Cerebral Palsy.
Gandhi,Indira (2015) Clinical Features of Cerebral Palsy.Chapter-8. Institute of
Child Health (Near NIMHANS), Bengaluru, Karnataka, India
Harvey, A. R. (2017). The Gross Motor Function Measure (GMFM).
Journal of physiotherapy. JPHYS-334; No. of Pages 1. Australian
Physiotheraphy Association. Published by Elsevier B.V
Herdiman, B. (2013). Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Cerebral palsy
Quadripelgi dengan Metode NDT di Yayasan Sayap Ibu Kota Jakarta.
Dikutipi Quarti Indrayani Hafifa Arif (pp.1-16).
Ida.(2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian asi eksklusif
6bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok.
(Tesis).Depok: Fakultas kesehatan masyarakat UI.
Iroth, dkk. (2017). Profil Cerebral palsy di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado Priode 2011-2015. Jurnal Kedokteran
Klinik (JKK), 1:3.Jakarta: EGC; 2017. BAB 53, Penyakit Serebrovaskular;
hal. 1106-1129.
99
Lampiran 16
FORMULIR INFORMED CONSENT
PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY
SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE BOBATH CONCEPT DI
YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY SURABAYA
Lamongan, 2022
105
( ) ( )
Lampiran 15
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR KONSULTASI