Anda di halaman 1dari 128

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY


SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE BOBATH CONCEPT
DI YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY SURABAYA

DZIRWA
NIM. 1902040069

PROGRAM STUDI D3 FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2022

1
PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY
SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE BOBATH CONCEPT
DI YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY SURABAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi D3 Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Lamongan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Fisioterapi

DZIRWA
NIM. 1902040069

PROGRAM STUDI D III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2022

i
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : DZIRWA

NIM : 19.02.04.0069

TEMPAT, TANGGAL LAHIR : LAMONGAN, 23 DESEMBER 2000

INSTITUSI : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

LAMONGAN

Menyatakan bahwa Proposal yang berjudul: “Penatalaksanaan Fisioterapi

Pada Kasus cerebral palsy Quadriplegi Dengan Metode bobath konsep Di

Yayasan peduli cerebral palsy surabaya”. Adalah bukan proposal orang lain baik

sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah

disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila di kemudian hari ditemukan penyimpangan dan ketidakbenaran dalam

pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar

yang telah diperoleh dan sanksi lain dengan peraturan yang berlaku di Universitas

Muhmmadiyah Lamongan.

Lamongan, February2022

DZIRWA
NIM. 1902040069

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

NAMA : DZIRWA

NIM : 19.02.04.0062

JUDUL : PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS

CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN

METODE BOBATH CONCEPT DI YAYASAN PEDULI

CEREBRAL PALSY SURABAYA

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Laporan Tugas

Akhir pada tanggal

Mengetahui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dimas Arya Nugraha,S.Tr.Kes,M.Kes Aulia Kurnianing Putri, S.ST., M.Kes


NIK. 19930419 202001 133 NIK. 19870831 201805 086

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diuji dan disetujui Oleh Tim Penguji Pada Sidang Laporan Tugas Akhir

Prodi Studi D3 Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Lamongan

Tanggal : April 2021

PANITIA PENGUJI

Tanda Tangan

Penguji I : Okky Zubairi A, S. Fis M.KKK .........................

Pengiji II : Dimas Arya Nugraha, S.Tr.Kes., ........................

Penguji III : Aulia Kurnianing Putri, S.ST., M. Kes: .........................

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Lamongan

ARIFAL ARIS, S.Kep., Ns., M.KES


NIK.19780821200610015

iv
v


CURRICULUM VITAE

Nama : DZIRWA

Tempat Tgl Lahir : Lamongan, 23 Desember 2000

Alamat : Jl,Mawar No 97 RT02/RW02 Sedayulawas

Riwayat Pendidikan

1. TK ABA 02 SEDAYULAWAS : Lulus tahun 2007

2. MIM 02 SEDAYULAWAS : Lulus tahun 2013

3. SMPM12 SENDANG AGUNG PACIRAN : Lulus tahun 2016

4. MA AL-ISHLAH SENDANG AGUNG PACIRAN : Lulus tahun 2019

5. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN : Tahun 2019 sampai

Sekarang

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut

oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri”

Ibu Kartini

Aku persembahkan proposal Laporan Tugas Akhir ini untuk :

1. Ayah, ibu serta saudaraku yang selalu mendoakanku dalam setiap waktu

serta kasih sayang dan dukungan yang selalu mereka berikan tidak akan

pernah bisa tergantikan dan terbalaskan oleh apapun itu .

2. Seluruh teman-temanku khususnya mahasiswa jurusan DIII Fisioterapi

Universitas Muhammadiyah Lamongan Angkatan 2019 terimakasih atas

semangat dan motivasi yang selalu kalian berikan kepadaku dan yang

selalu ada saat suka maupun dukaku.

3. Untuk sahabat-sahabatku saya ucapkan banyak terimakasih.

vii
ABSTRAK

PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY

SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE BOBATH CONCEPT

DI YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY SURABAYA

Latar belakang : Masalah tumbuh kembang anak yang sering dijumpai salah

satunya adalah , Cerebral Palsy (CP) yang merupakan kelainan atau kerusakan

pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang,

kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di dalam kandungan

(prenatal), selama proses melahirkan (perinatal), atau setelah proses kelahiran

(postnatal). Cerebral Palsy dapat menyebabkan gangguan sikap (postur), kontrol

gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neurologis berupa

kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum, dan kelainan mental.

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam meningkatkan head

dan trunk control, meningkatkan kekuatan otot anggota gerak bawah serta gerak

atas dan meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus cerebral palsy

quadriplegi spastik dengan metode bobath di YPCP Surabaya

Metode : Dalam kasus cerebral palsy quadriplegi spastik ini menggunakan

metode bobath

Hasil: Setelah dilakukan 4 kali terapi pada kasus CP Spastik Quadriplegi yang

meliputi: Inhibisi spatisitas didapatkan nilai spastisitas dengan skala asworth tidak

viii
ix

ada perubahan nilai. Kemampuan fungsional dengan GMFM didapatkan hasil

pada pemeriksaan awal antara lain: T1 Dimensi A berbaring dan berguling dengan

skor 17,6%, Dimensi B duduk dengan skor 0%, Dimensi C merangkak dan berdiri

dengan lutut dengan skor 0%, Dimensi D berdiri dengan skor 0% dan Dimensi E

berjalan, lari, dan melompat dengan skor 0%. Pada akhir evaluasi T4 Dimensi A

berbaring dan berguling dengan skor 0%, Dimensi B duduk dengan skor 0%,

Dimensi C merangkak dan berdiri dengan skor 0%, Dimensi D berdiri dengan

skor 0%, dan Dimensi E berjalan, lari, dan melompat dengan skor 0%. Dari awal

sampai akhir pada kemampuan fungsional tidak mengalami peningkatan

Kesimpulan : Metode Bobath dapat mengurangi reflek, meningkatkan

kemampuan fungsional, dan pengurangan spastisitas namun membutuhkan waktu

yang lama dan intensitas yang banyak untuk melihat adanya banyak perubahan

Saran : Diharapkan kepada peneliti studi kasus selanjutnya, untuk dapat

melakukan program terapi dengan waktu yang lebih lama agar hasil yang

didapatkan bisa lebih maksimal.

Kata kunci :Cerebral palsy quadriplegi spastik, bobath metodh , GMFM,

ashworth scale
x

ABSTRACT

MANAGEMENT OF PHYSOTHERAPY IN CASE OF CEREBRAL PALSY

SPASTIC QUADRIPLEGY WITH BOBATH CONCEPT METHOD AT THE

CEREBRAL PALSY CARE FOUNDATION SURABAYA

Background: Child development problems that are often encountered are

Cerebral Palsy (CP) which is a non-progressive abnormality or damage to the

brain that occurs in the process of growth and development, the abnormality or

damage can occur while in the womb. (prenatal), during childbirth (perinatal), or

after birth (postnatal). Cerebral Palsy can cause disturbances in attitude (posture),

movement control, strength disorders which are usually accompanied by

neurological disorders in the form of paralysis, spastic, basal ganglia disorders,

cerebellum, and mental disorders.

Objective: To determine the implementation of physiotherapy in increasing head

and trunk control, increasing muscle strength of the lower limbs and upper limbs

and improving functional abilities in cases of spastic quadriplegious cerebral palsy

with the bobath method at YPCP Surabaya.

Methods: In this case of spastic quadriplegious cerebral palsy using the bobath

method Results: After 4 times of therapy in the case of Spastic Quadriplegious CP

include: Inhibition of spasticity, the value of spasticity is obtained with an asworth

scale not there is a change in value. Functional ability with GMFM results

obtained at the initial examination include: T1 Dimension A lying down and


xi

rolling over with a score of 17.6%, Dimension B sitting with a score of 0%,

Dimension C crawling and standing on knees with a score of 0%, Dimension D

standing with a score 0% and Dimension E walking, running, and jumping with a

score of 0%. At the end of the T4 evaluation, Dimension A lay down and rolled

over with a score of 0%, Dimension B sat with a score of 0%, Dimension C

crawled and stood with a score of 0%, Dimension D stood with a score of 0%, and

Dimension E walked, ran, and jumped with 0% score. From beginning to end in

functional ability does not increase

Conclusion: Bobath method can reduce reflexes, improve functional ability, and

reduce spasticity but it takes a long time and a lot of intensity to see any changes

Suggestion: It is hoped that further case study researchers will be able to carry out

a therapy program with a longer time so that the results obtained can be

maximized.

Key words : Spastic quadriplegious cerebral palsy, bobath method, GMFM,

ashworth scale
xii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus

(LSK) yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus cerebral palsy

spastic quadriplegi di YPCP Surabaya ” sesuai waktu yang ditentukan. Laporan

Studi Kasus (LSK) ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan komprehensif.

Dalam penyusunan, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan

dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada

yang terhormat Bapak/Ibu :

1. Drs. H. Budi Utomo, M. Kes selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Lamongan.

2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Lamongan.

3. Kristian Wardhana Musa selaku pembimbing klinik saya yang telah

memberikan sarana dan fasilitas demi terselesaikannya Laporan Studi Kasus

(LSK) ini.

4. Okky Zubairi A, S.Fis., M.KKK selaku Ketua Prodi D3 Fisioterapi

Universitas Muhammadiyah Lamongan yang telah banyak memberikan

petunjuk, saran, dan dorongan moril selama penyusunan Laporan Studi Kasus

(LSK) ini.

5. Ayah, Ibu dan semua keluarga tercinta yang telah memberkan dukungan baik

secara material maupun spiritual selama menempuh pendidikan di Universitas

Muhammadiyah Lamongan hingga penyelesaian Laporan Studi Kasus (LSK)

ini.
6. Teman-teman mahasiswa jurusan D3 Fisioterapi Universitas Muhammadiyah

Lamongan Angkatan 2019.

7. Semua pihak yang secara tidak langsung telah memberikan dukungan moril

dan material demi terselesaikannya Laporan Studi Kasus (LSK) ini.

8. Teruntuk pasien saya An.T saya juga mengucapkan terimakasih atas kerja

samanya serta dukungan dan doanya untuk saya.

9. Teruntuk pasien saya juga mengucapkan terimakasih atas kerja samanya.

Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal

kebaikan yang diberikan. Penulis menyadari Laporan Studi Kasus (LSK)

ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap

semoga Laporan Studi Kasus (LSK) ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Lamongan, February 2021

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN.................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iv
CURRICULUM VITAE..................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3
1.3 Tujuan LTA................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................. 6
2.1 Defenisi ........................................................................................................ 6
2.2 Anatomi dan Fisiologi................................................................................... 6
2.3 Etiologi ......................................................................................................... 11
2.4 Klasifikasi..................................................................................................... 12
2.5 Tanda dan Gejala .......................................................................................... 17
2.6 Patofisiologi ................................................................................................ 18
2.7 Problematika Fisioterapi .............................................................................. 20
2.8 Intervensi Fisioterapi ................................................................................... 21
2.9 Manajemen Fisioterapi.................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34
LAMPIRAN....................................................................................................... 36

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 ...Lobus Cerebri dilihat dari sisi ........................................... 9


Gambar 2.2 Lobus Cerebri dilihat sisi kiri dari dalam.......................... 9
Gambar 2.3 Ilustrasi Cerebral palsy Spastic ........................................14
Gambar 2.3 inhibisi pada fleksor knee dan ekstensor hip............................... 27
Gambar 2.4 fasilitasi dari duduk keberdiri...................................................... 28
Gambar 2.5 fasilitasi keseimbangan duduk ................................................... 28

xv
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Status Klinis

Lampiran 2 : Blangko Pengukuran

Lampiran 3 : Inform Consent

Lampiran 4 : Standar Operational Prosedure

Lampiran 5 : Dokumentasi

Lampiran 6 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Pembimbing 2


xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkembangan Motoric Anak..............................................................................

36

Tabel 3.2 Kognitif ......................................................................................................….37

Tabel 3.3 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah di terapi......................

38

Tabel.3.4 Refleks Patologis.................................................................................................

40

Tabel 3.5 Skala Ashworth...................................................................................................

40

Tabel 3.6 Dimensi Terlentang Dan Tengkurap...................................................................

50

Tabel 3.7 Refleks Patologis ................................................................................................

51

Tabel 3.8 Skala Ashwort ....................................................................................................

51

Tabel 3.9 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi .........................

59

Tabel 3.10 Refleks patologis ..............................................................................................

60

Tabel 3.11 Skala Ashworth ................................................................................................

61
xviii

Tabel 3.12 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi .......................

69

Tabel 3.13 Refleks patologis...............................................................................................

70

Tabel 3.14 Skala Ashwort...................................................................................................

70

Tabel 3.15 Dimensi terlentang dan tengkurap Sesudah dan Sebelum Terapi ....................

78

Tabel 3.16 Refleks patologis ..............................................................................................

79

Tabel 3.17 Skala Ashworth ................................................................................................

80

Tabel 4.1 Hasil Akhir Pemilaian Reflex .............................................................................

81

Tabel 4.2 Evaluasi Pemeriksaan GMFM pada pasien dengan Cerebral Palsy Spastik

Quadriplegi ......................................................................................................................... 81

Tabel 4.3 Akhir Penilaian Ashwort.....................................................................................

82

DAFTAR SINGKATAN

AGA : Anggota Gerak Atas

AGB : Anggota Gerak Bawah

SN : Sinistra
xix

DX : Dextra

ROM : Range Of Motion

GMFM : Gross Motor Function Measure


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cerebral Palsy (CP) adalah cacat perkembangan saraf yang ditandai dengan

gangguan dalam gerakan, tonus otot dan postur yang dihasilkan dari kerusakan

nonprogresif pada jaringan otak yang belum matang. Motor sukarela gangguan

aktivitas dan disfungsi sensorik berkembang sebagai konsekuensi .Kecuali dari

gangguan kontrol neuromotor, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,

masalah komunikasi, masalah makan, kejang dan gangguan kognitif juga dapat

diamati pada CP .Kerusakan otak yang menyebabkan CP dapat berkembang baik

pada periode prenatal, perinatal atau postnatal. Faktor etiologi yang paling umum

adalah prematuritas, iskemia, hipoksemia, hiperbilirubinemia dan trauma. Risiko

CP meningkat karena peningkatan Kelahiran Bayi prematur berisiko tinggi dan

berat badan lahir rendah bayi baru lahir (Fidan, Dkk., 2014).

Minimnya pemahaman para orang tua maupun keluarga pasien seputar alur

pemeriksaan cerebral palsy, hal ini membuat penanganan cerebral palsy semakin

menjadi tidak maksimal. Di sisi lain penderita cerebral palsy diakui banyak pihak

sebagai penyakit lama tetapi tidak banyak ditekuni para ahli antara lain karena

kesulitan penanganannya yang cukup tinggi.Sedangkan di negara barat sudah

terdiagnosis 2-3 bayi pada 1000 kelahiran bayi dan pada 988 anak (1,8:1000)

terdiagnosis cerebral palsy dengan menggunakan skor apgar <3, sedangkan bayi

dengan skor apgar <4 lebih berisiko terkena cerebral palsy dan skor apgar >8

kurang berisiko terkena cerebral palsy. Pada umur 7 tahun ada 2242 anak

1
2

didiagnosis cerebral palsy. Bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR),

kurang dari 1500 gram dan prematur lebih berisiko terkena cerebral palsy.

Insidensi premature untuk cerebral palsy adalah 8,7%, sedangkan untuk moderat

palsy 0,6%, dan late palsy 0,1% (Iroth, 2017).

Kasus Cerebral Palsy mengalami peningkatan cukup signifikan dan

bervariasi di berbagai negara. Asosiasi Cerebral palsy dunia memperkirakan

terdapat lebih dari 500.000 penderita di Amerika. 13 bayi dari 1000 kelahiran di

Denmark, 5 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat. Di Indonesia, data penderita

Cerebral Palsy belum diketahui secara pasti. Seribu kelahiran hidup di Indonesia,

sekitar 2-2,5 persennya beresiko Cerebral Palsy. Di YPAC Surakarta, tercatat

anak yang mengalami Cerebral Palsy terus meningkat. Pada tahun 2007 sebanyak

198 anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 sebanyak 313 anak, tahun

2010 sebanyak 330 anak, dan 2011 sebanyak 343 anak (Wulandari,Dkk, 2016).

Di Indonesia, angka kejadian Cerebral palsy belum dapat dikaji secara

pasti. prevalensi penderita Cerebral palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000

kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Seringkali terdapat

pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih sering

mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat

badan lebih rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40

tahun, terlebih lagi pada multipara (Maimunah, 2013).

Di Indonesia, angka disabilitas untuk anak 1,03% dengan 0,26% untuk umur

0-4 tahun dan 0,77% untuk umur 5-17 tahun. Untuk angka cerebral palsy adalah

0,09% pada tahun 2010 (Kementrian Kesehatan RI., 2014).Dari pernyataan diatas
3

menunjukan gejala klinik pada cerebral palsy berdasarkan tubuh yang terkena

paling banyak adalah tipe spastic quadriplegi dengan presentase 80% (Iroth,

2017).

Berbagai metode terapi fisioterapi yang dapat diberikan untuk mengatasi

permasalahan keseimbangan berdiri dan spastisitas tungkai pasien cerebral palsy

adalah mobilisasi trunk, massage, core stability dan lain-lain (Fatih Tekin &

Erdogan Kavlak 2018).

Dari data dan keterangan diatas, permasalahan yang dialami oleh anak

dengan cerebral palsy merupakan suatu masalah yang mendunia. Dalam hal ini

peran fisioterapi sangat bermanfaat, oleh karena itu penulis tertarik mengambil

judul Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Cerebral palsy spastic Quadriplegi

dengan metode bobath.

Oleh karena itu Penulis tertarik untuk mengambil judul, “Penatalaksanaan

Fisoterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi Dengan Metode

Bobath Concept Di Yayasan Peduli Cerebral Palsy Surabaya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan teori-teori yang ada didalam latar belakang diatas, maka

rumusan masalah dalam Makalah ini adalah Bagaimana Penatalaksanaan

Fisioterapi Pada Cerebral palsy spastic quadriplegi dengan Metode Bobath

Concept ?
4

1.3 Tujuan LTA

Tujuan penulisan ini terdiri dari 2 hal, tujuan umum dan tujuan khusus,

yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui manfaat Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Cerebral

palsy Spastic quadriplegi Dengan Metode Bobath Concept.

1.3.2 Tujuan Khusus

1 ) Untuk Mengetahui Manfaat pemberian metode bobath terhadap penurunan

spastisitas pada anak cerebral palsy Quadriplegi

2) Untuk mengetahui Manfaat pemberian metode bobath terhadap peningkatan

fungsi motoric pada anak cerebral palsy spastik quadriplegi

3) Untuk Mengetahui Manfaat pemberian metode bobath terhadap perbaikan

refleks Primitif pada anak cerebral palsy spastik quadriplegi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Ilmu Pengetahuan Fisioterapi

Memberikan informasi bahwa dapat diterapkan pada pasien anak-anak

dengan kondisi Cerebral palsy Spastic Quaderiplegi Dengan Metode Bobath

Concept.

1.4.2 Bagi Penulis

Menambah dan memperluas wawasan maupun pengetahuan penulis tentang

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Cerebral palsy Spastic Quadrplegi Dengan

Metode Bobath Concept.

1.4.3 Bagi Pasien


5

Untuk membantu mengatasi masalah yang timbul pada penderita Cerebral

palsy Spastic Quadriplegi Dengan Metode Bobath Concept.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Menyebarluaskan informasi kepada pembaca maupun masyarakat tentang

pentingnya peran fisioterapi untuk penderita Cerebral palsy Spastic Quadrplegi

Dengan Metode Bobath Concept.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi/ Pengertian

Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu penyakit kronis yang ditandai dengan

gangguan postur dan gerak nonprogresif. Spatisitas menyebabkan gangguan

postur tubuh,gerak control, keseimbangan dan koordinasi sehingga akan

mengganggu aktivitas fungsional anak dengan CP(deformitas) (Rahma, 2017).

Sedangkan Istilah Menurut (Kharisma, 2016) Cerebral Palsy yang

berhubungan dengan otak palsy adalah ketidakmampuan fungsi otot. Dimana anak

yang menderita Cerebral Palsy dapat mengalami gangguan syaraf permanen yang

mengakibatkan anak terganggu fungsi motorik kasar, motoric halus, juga

kemampuan bicara dan gangguan lainnya. Karena Cerebral palsy berpengaruh

pada fungsi koordinasi. (Kharisma,2016)

Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak

progresif, karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel - sel motorik di susunan

saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya

(Soetjiningsih, 2012).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Otak terletak di dalam cavum crania dan bersambung dengan medulla

spinalis melalui foramen magnum. Otak dibungkus oleh tiga meningen : dura

meter, arachnoidea meter, dan pia meter pada ketiganya berlanjut ke medulla

spinalis (Snell, 2011).

6
7

Bagian-bagian otak terdiri dari lima bagian : Otak besar (cerebrum), otak

kecil (cerebellum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan

jembatan varol (pons varoli) (Ida, 2012).

Otak terbagi menjadi sistem Traktus pyramidalis yang terdiri dari cortex

cerebri dan Traktus ekstrapyramidal yang terdiri dari basal gaglia serta

cerebellum, dan Berikut bagian susunan saraf otak yang berhubungan dengan

gangguan pada Cerebral palsy:

1) Cortex Cerebri

Cortex cerebri merupakan tingkat susunan saraf pusat yang paling tinggi

dan fungsinya selalu berhubungan dengan pusat-pusat yang lebih rendah. Cortex

cerebri menutup total hemispherium cerebri. Struktur ini terdiri dari substantia

grisea dan diperkirakan mengandung sekitar 10 milyar neuron. Daerah permukaan

cortex luas akibat adanya penonjolan-penonjolan atau girus, yang dipisahkan oleh

fisura atau sulcus. Bagian tersebut terdiri dari campuran sel saraf, serabut saraf,

neuroglia dan pembuluh darah. Cortex cerebri terbagi atas : lobus frontalis, lobus

parietalis, lobus temporalis, lobus occipitalis (Snell, 2011).

Lobus Frontalis Terletak di bagian depan otak mulai dari area dahi hingga

ke arah tengah otakKemampuan perencanaan, emosi, kreativitas, penilaian dan

pemecahan masalah. Lobus frontalis dibagi lagi menjadi korteks prefrontal, area

premotor, area motor (untuk pergerakan).(Muhlisin,A.2019)

Lobus parietalis merupakan lobus yang berada dibagian tengah serebrum.

Lobus parietalis bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang

oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus
8

lateralis. Daerah ini berfungsi untuk menerima implus dari serabut saraf sensorik

thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis

rangsangan somatik (Price.2017).

Lobus occipitalis berada dibelakang lobus parietalis dan lobus temporalis.

Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia

mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata

(Corwin, 2015).

Lobus temporal terlihat pada permukaan lateral, medial dan basal hemisfer

serebri. Pada permukaan lateral, batas superior dibatasi oleh sulkus lateral (atau

fisura Sylvian) dan meluas secara ventral ke permukaan inferior serebrum. Di

posterior, lobus temporal meluas ke garis sewenang-wenang berjalan antara

bagian atas sulkus parietooccipital dan takik preoccipital. Pada permukaan

inferior/medial, batas posterior lobus temporal adalah garis khayal yang

terbentang dari takik preoksipital hingga splenium corpus callosum. Secara

medial, lobus temporal dipisahkan dari lobus limbik (khususnya girus

parahippocampal) oleh sulkus kolateral (Mardjono, 2018)


9

Gambar 2.1 Lobus Cerebri dilihat dari sisi kiri (Paulsen and Waschke, 2013)

Gambar 2.1 Lobus Cerebri sisi kiri dari dalam (Paulsen and Waschke, 2013)
10

2) Ganglia Basalis

Nukleus basalis atau yang biasa disebut ganglia basalis adalah sekelompok

massa substantia grisea yang terletak di dalam hemispherium cerebri. Massa-

massa tersebut adalah corpus striatum, nukleus amygdaloideus, dan claustrum

(Snell, 2011).

3) Cerebellum

Cerebellum berkembang dari neuroepithelium di persimpangan otak tengah-

otak belakang. Itu menutupi batang otak inferior dari lobus oksipital serebral

belahan otak. Pada vertebrata nonmamalia, tipikal Cerebellum terdiri dari dua

bagian yaitu corpus cerebelli dan auricula lateral. ada perbedaan antara daerah

garis tengah otak kecil, vermis, yang berasal dari corpus cerebelli, sebagian besar

flokulus lateral, berasal dari daun telinga, dan belahan .dengan satu interpretasi

menyarankan bahwa belahan adalah perpanjangan lateral yang sama lobulus

ditemukan di vermis, yang lain menunjukkan bahwa lobulus hemisfer adalah

struktur yang terpisah, kontinu secara longitudinal.(Koziol,2013)

2.3 Etiologic

Cerebral palsy merupakan hasil dari kerusakan yang terjadi pada otak,

biasanya terjadi pada area motorik pada otak khususnya Ganglia Basalis dan

Cerebellum. Kerusakan yang terjadi pada otak tersebut dapat disebabkan oleh

beberapa hal sebagai berikut (Allen, 2012) :

1) Faktor Pre Natal

Kebanyakan kasus cerebral palsy dapat disebabkan oleh gangguan-

gangguan pada saat kehamilan biasanya karena penyakit bawaan dari ibu. Adapun
11

faktor-faktor pencetus berupa infeksi virus Herpes, adanya toxoplasmosis,

hyperthyroidism, diabetes, Rhsenzitization, malnutrisi selama masa kehamilan,

serta kejadian trauma yang menimpa sang ibu dan bayinya .

2) Faktor Natal

Cerebral palsy dapat terjadi akibat kekurangan oksigen yang dialami oleh

bayi pada saat kelahiran dikarenakan adanya mechanical blockage yang

menghambat proses kelahiran. Gangguan pernapasan dan trauma kepala juga

dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan pada otak, prematur, BBLR

3) Faktor Post Natal

Cerebral palsy juga dapat terjadi setelah bayi tersebut lahir dengan selamat

namun dalam masa awal perkembangan dan pertumbuhannya, anak tersebut

mengalami trauma kepala (biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil atau suatu

bentuk kekerasan pada anak shaken baby syndrome, infeksi (meningitis atau

Encephalitis), gangguan pembuluh darah, serta perdarahan otak .

2.4 Klasifikasi

Sistem klasifikasi pada anak dengan CP berdasarkan distribusi ekstremitas

yang terkena. Pada sistem ini, distribusi pada ekstremitas atas dan bawah

unilateral dinamakan CP hemiplegia, yang biasanya terjadi pada bayi cukup bulan

dan berhubungan dengan kelainan otak fokal (stroke unilateral, periventrikular

leukomalacia/PVL asimetris, atau malformasi kongenital). CP quadriplegia atau

tetraplegia menandakan distribusi pada ekstremitas atas dan bawah bilateral, serta

berhubungan dengan kelainan otak yang difus (lesi kortikal, subkortikal, dan
12

intraventricular). CP diplegia menunjukkan distribusi pada ekstremitas bawah

bilateral dan sering terjadi pada bayi prematur.(Analaouw.2018)

1. Berdasarkan fisiologi gangguan klinis

1) Cerebral palsy Spastic

Merupakan bentukan CP Anatomi yang mengalami kerusakan pada kortex

cerebellum yang menyebabkan hiperaktive reflex dan stretch reflex terjadi

terbanyak (70-80%). Otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan

menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas pada saat seseorang

berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.(Kemala.2014)

Berdasarkan persebaran tubuh yang terkena :

(1) Monoplegi

hanya mengenai salah satu bagian ekstremitas saja. Monoplegia ini dapat

mengenai Extremitas Atas atau Extremitas Bawah. (Beukelman, 2016).

(2) Diplegi

Diplegi menyerang keempat ekstremitas, tetapi kedua kaki lebih berat

daripada kedua lengan. Kecerdasan biasanya normal, dan epilepsi umumnya

berkurang. Prematuritas dan Berat bayi lahir rendah biasanya menjadi penyebab

terjadinya (Berker ,Dkk, 2014).

(3) Triplegi

Spastic pada triplegi menyerang tiga ekstremitas. Umumnya menyerang

lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah satu sisi tubuh atau

kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan satu sisi ekstremitas atas (Karina,

2012).
13

(4) Quadriplegi

Quadriplegi mengenai keempat ekstremitas dengan derajat yang sama.

Keterlibatan ekstremitas bawah yang lebih serius sering terjadi pada bayi

prematur. Beberapa anak memiliki faktor penyebab masa perinatal dan hipoksia.

Refleks primitif tetap ada, tanda ekstrapiramidal seperti athetoid biasa terjadi.

Kejang, retardasi mental, defisit visual, strabismus, disfungsi bulbar yang

dimanifestasikan oleh air liur, disfagia, disartria dan komplikasi medis sering

terjadi. Kebanyakan dari mereka membutuhkan perawatan seumur hidup oleh

keluarga . 34,6% anak cerebral palsy spastic adalah quadriplegi (Fidan, Dkk,

2014).

(5) Hemiplegi

Bila mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat, Serangan

epilepsi fokal tidak begitu umum, tetapi secara banding lebih sering dijumpai pada

anak hemiplegia spastik daripada anak non-spastik (Kemala,2014).

1 3
2

4 5

Gambar 2.2 Ilustrasi Cerebral palsy Spastic (Plioplys et al, 1998)


14

2) Cerebral palsy Athetoid

Anak-anak dengan cerebral palsy athetoid akan memiliki masalah gerakan

yang disebut dyskinesias, berarti gerakan abnormal yang terjadi ketika anak

memulai gerakan. Yaitu gerakan yang disertai dengan disartria (gangguan bicara

bermotor), disfagia (kesulitan menelan) dan air liur. merumitkan disartria

komunikasi yang sering salah diduga terkait dengan cacat intelektual, tetapi

kemungkinan besar perkembangan intelektual adalah normal. Masalah

Komunikasi merupakan lebih lanjut rumit oleh disfungsi sensori neural

(pendengaran). Cerebral palsy athetoid sering disebabkan oleh salah

hiperbilirubinemia (tingkat tinggi dari bilirubin dalam darah) atau berat anoksia

(Total deplesi oksigen misalnya saat kelahiran anak). Gejala yang normal

termasuk postur abnormal, gerakan tak terkendali, dan tidak terkendali dari tubuh

bagian yang terpengaruh. Cerebral palsy athetoid selanjutnya dikategorikan

menjadi dua subkategori: cerebral palsy dystonic dan cerebral palsy koreo-

athetotic. Cerebral palsy dystonic didominasi oleh hipokinesia (Gerakan menurun

tubuh) dan hypertonia (peningkatan tonus otot). Aspek-aspek utama di cerebral

palsy koreo-athetotic yang hiperkinesia (peningkatan gerakan tubuh) dan

hipotonia (Tonus otot menurun) (D Strauss, Dkk 2018.)

Atetoid dibagi menjadi 2 yaitu;

(1) Distonik

Kondisi ini sangat jarang sehingga penderita yang mengalami distonik dapat

mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan

oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah
15

proksimal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang, terutama pada

leher dan kepala (Dewar, 2016)

(2) Diskinetik

Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan-gerakan involunter tidak

terkontrol, berulang-ulang dan kadang melakukan gerakan stereotipe. (AAP,2015)

3) Cerebral palsy Ataxic

Anak-anak dengan cerebral palsy ataxic mengalami masalah koordinasi

gerakan, kehilangan keseimbangan, dan kontrol motorik halus. Ataxic dapat

dilihat pada awal masa anak-anak sebagai nada hipotonik otot, atau anggota badan

floppy, selama dua tahun pertama kehidupan. otot menjadi normal pada usia 2-3

tahun, dimana ataxic dapat dideteksi jika ada yang dapat dilihat adanya tremor

ringan, ketangkasan, dan kontrol motorik halus. Ataxic sering dapat

dikombinasikan dengan spastic diplegi. Kemungkinan banyak anak ataxic dapat

ambulasi secara mandiri. gejala khas meliputi postur abnormal atau pola gerakan

dan hilangnya koordinasi gerakan sehingga gerakan sering dilakukan dengan tidak

normal yang meliputi kekuatan, ritme dan akurasi (Grecco, Dkk 2017).

4) Cerebral palsy Flaccid

Flaccid atau hipotonus adalah kondisi dimana kualitas otot lebih rendah

dari normal (tonus terlihat lemah) dan biasanya gerakan cenderung lebih lambat

(Lidya, 2013).
16

2.5 Tanda dan Gejala

Adapun tanda-tandanya sebagai berikut (a) Tonggak tertunda seperti

mengontrol kepala, berguling, mencapai dengan satu tangan, duduk tanpa

dukungan, merangkak, atau berjalan. (b) Otot yang abnormal, otot mungkin

sangat kaku (spastik) atau biasa santai “floppy”. Tungkai dapat diadakan dalam

posisi yang tidak biasa atau canggung. (c) Gerakan abnormal, gerakan mungkin

biasa dendeng atau tiba-tiba atau lambat dan menggeliat. Mereka mungkin muncul

tidak terkendali atau tanpa tujuan. (d) Kontraktur sendi, orang dengan cerebral

palsy spastic dapat mengembangkan kaku parah sendi karena tekanan yang tidak

sama pada sendi yang diberikan oleh otot-otot yang berbeda nada atau kekuatan.

(e) Kejang, sekitar sepertiga dari orang-orang dengan cerebral palsy memiliki

kejang. Kejang dapat muncul pada awal kehidupan atau tahun setelah kerusakan

otak yang menyebabkan cerebral palsy. (f) Masalah berbicara. Berbicara sebagian

dikendalikan oleh gerakan otot-otot lidah, mulut, dan tenggorokan. Beberapa

individu dengan cerebral palsy tidak dapat mengontrol otot-otot ini dan dengan

demikian tidak bisa berbicara normal. (g) Masalah menelan. Menelan adalah

fungsi sangat kompleks yang membutuhkan tepat interaksi dari banyak kelompok

otot (Kumari & Yadav, 2012).

Kelainan pada Cerebral Palsy disebabkan terjadinya lesi pada kortek

cerebri yang mengakibatkan paralisis dan spastisitas tetapi tidak pada semua otot.

Spastisitas adalah suatu keadaan dimana tonus otot lebih tinggi dari normal akibat

adanya kerusakan pada premotor area. Bentuk spastik Cerebral palsy yang umum

adalah tonus otot dan reflex yang berlebihan (Condliffe et al. 2016).
17

Gangguan kronik gerak dan postur tubuh pada anak dengan CP akan

menyebabkan penurunan fungsi dan ketidakmampuan untuk menjalankan

aktivitas sehari-hari. Berbagai kelainan komorbid dan rasa nyeri yang sering

menyertai anak CP akan berdampak negative terhadap kulitas hidup anak. Anak

CP juga mengalami berbagai macam masalah sosial dan emosional, seperti

penolakan oleh teman, depresi, frustasi, cemas dan marah. Selain itu orang tua

dari anak CP beresiko tinggi mengalami stress, kondisi keluarga yang labil, dan

rendahnya kemampuan untuk bertahan dari masalah. Pengobatan dan perawatan

anak CP memberatkan dalam hal biaya, waktu dan stress dapat menjadi ancaman

potensial bagi kualitas hidup anak dengan CP (Pupitasari et al, 2013).

2.6 Patofisiologi

Cerebral palsy spastic quadriplegi merupakan keadaan kelumpuhan otak

yang menghambat tahapan tumbuh kembang anak atau sekumpulan gangguan

otak yang bersifat non progresif dengan manifestasi berupa abnormalitas tonus

postural yang akan mengakibatkan gangguan postur dan kontrol gerak pada

keempat ekstremitas karena gangguan susunan saraf pusat otak yang dapat terjadi

sebelum otak mencapai kematangan dari proses konsepsi hingga berumur 5 atau 6

tahun (Soedjiningsih, 2014).

Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan

terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri terjadi

kontraksi otak yang terus menerus dimana disebabkan karena tidak terdapatnya

inhibisi langsung pada lengkung reflex. Bila terdapat cidera berat pada system

ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotonic,
18

termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan

gross motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan

motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan. Gangguan proses sensorik primer

terjadi di sereblum yang mengakibatkan terjadinya ataxia. Pada keterbatasan

gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik

(Herdiman, 2013).

Mikrosevali

Microcephaly, dari kata Yunani oκεϕαλι´α (mikrokephalia), yang berarti

kecil kepala, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tengkorak

dengan pengurangan lingkar kepala oksipitofrontal sama, atau lebih dari standar

deviasi di bawah rata-rata untuk usia, jenis kelamin, dan etnis. Mikrosefali

biasanya mencerminkan volume otak yang kecil; itu disajikan baik sebagai

temuan terisolasi (non-sindrom) atau dengan fitur tambahan, seperti disostosis dan

perawakan pendek (misalnya sindrom Seckel, sindrom Meier-Gorlin),

radiosensitivitas, dan kerusakan kromosom (misalnya, sindrom Bloom), atau

diabetes (misalnya, Wolcott sindrom Rallison) Etiologi yang mendasari

mikrosefali bervariasi; bisa jadi lingkungan, yang dihasilkan, misalnya, dari

paparan zat beracun, atau genetik .Saat ini, lebih dari 900 entri fenotipe Online

Mendelian Inheritance in Man (OMIM), dan sekitar 800 gen dengan ekspresivitas

variabel terkait dengan mikrosefali telah dilaporkan .Menurut waktu diagnosis,

mikrosefali diklasifikasikan: menjadi primer (bawaan) jika ada saat lahir, atau

sekunder, jika berkembang setelah lahir, seperti: atrofi progresif dari otak yang

awalnya normal (N.Siskos Dkk.2021).


19

Mikrosefali termasuk kasus malformasi congenital otak yang paling sering

dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatife amat kecil, dank arena

pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak sebagai wadahnya pun juga

kecil (sebenarnya nama yang lebih tepat adalah mikroensefalus).Perbandingan

berat otak terhadap badan yang normal adalah 1:30, sedangkan pada kasus

mikrosefalus, perbandingannya dapat menjadi 1: 100. Bila kasus bisa hidup

sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram (bahkan

ada yang hanya 300 gram (Gandhi, Indira.2015).

Lesi yang terbatas pada area motorik primer mengakibatkan sedikit

perubahan tonus otot. akan tetapi, lesi yang lebih besar mengenai area motorik

primer dan sekunder, yang lebih sering terjadi, menimbulkan spasme otot.

Penjelasanya adalah area motorik primer yang merupakan tempat berasalnya

tractus corticospinalis dan corticonuclearis, serta korteks motorik sekunder yang

merupakan tempat munculnya traktus extrapyramidales yang berjalan menuju

ganglia basal dan formation reticularis. Adapun tractus corticospinalis dan

tractus corticonuclearis cenderung meningkatkan pada tonus otot, sedangkan

pada serabut-serabut extrapyramidal menghantarkan implus inhibitor yang

menurunkan tonus otot. Kerusakan area motorik sekunder menghilangkan

pengaruh inhibitor. Hal ini mengakibatkan otot menjadi spastic (Snell, 2011).

2.7 Problematika Kasus

Permasalahan umum pada kondisi Cerebral palsy Spastik Quadriplegia

(Janshen,2019). adalah :
20

1. Impairment

Adanya spatisitas pada ekstermitas atas dan bawah, jika kekakuan tidak di

control dengan benar masalah lain seperti skoliosis akan muncul.

2. Functional Limitation

Keterbatasan dalam control kepala sehingga menyebabkan keterlambatan

untuk kemampuan fungsional duduk, merangkak, jongkok, dan berdiri.

3. Disabilty

Belum memiliki kemampuan duduk, merangkak, jongkok, berdiri, berjalan di

usia 5 tahun. Sehingga aktifitas pasien terganggu.

2.8 Intervensi Fisioterapi

Latihan bobath merupakan pendekatan yang paling luas dan secara klinis

dapat diterima untuk menargetkan pada sistem saraf pusat dan system

neuromuskuler. Lesi spesifik di sistem saraf pusat itu mengajarkan otak untuk

meningkatkan keterampilan kinerja motorik dan mencapai fungsi sedekat

mungkin. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah memperbaiki postural

abnormal dan memfasilitasi pola gerakan normal sehingga mencapai

keterampilan motorik yang lebih baik (Labaf ,Dkk. 2015).

Metode bobath merupakan suatu metode latihan untuk merangsang respon

mekanisme neuromuskuler melalui stimulasi propioseptor. Dengan teknik-teknik

inhibisi spastisitas, stimulasi dan fasilitasi pada metode bobath akan mengatasi

pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitas gerak yang normal (Saputri.

2013).
21

Prinsip utama yang mendasari metode ini adalah : (1) Normalisasi tonus

otot, (2) Fasilitasi pola gerak normal dalam aktivitas keseharian. Adapun hal-hal

yang harus diperhatikan sebelum penanganan antara lain abnormalisasi pola

gerakan yang disebabkan pola patologis dan postur yang abnormal serta tonus

yang berubah-ubah. Tetapi harus bersifat fungsional dan berhubungan dengan

aktifitas keseharian, serta terapi harus bersifat multidisipliner (pendekatan tim)

dan harus menyatu dengan keseharian anak dengan kondisi Cerebral palsy (Pitari,

2015)

2.8.1 Konsep metode bobath

metode bobath menekankan pada hubungan antara normal postur reflek

mechanism (meknisme reflek postural normal), yang merupakan suatu mekanisme

reflek untuk menjaga postural normal sebagai dasar untuk melakukan gerak.

Mekanisme reflek postural normal memiliki kemampuan yang terdiri dari

1) Normal postural tone

2) Normal reciprocal innervation

3) Variasi gerak yang mengarah pada fungsional

2.8.2 Tujuan metode bobath secara umum yaitu :

1) Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerak abnormal

2) Mengajarkan postur dan pola gerak yang normal.

Pada kondisi cerebral palsy quadriplegi spastik ini metode bobath bertujuan

untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja yang diperlukan dalam

aktivitas sehari-hari.

2.8.3 Prinsip Teknik metode bobath


22

Prinsip dasar teknik metode bobath meliputi 3 hal : (Lulu, 2020)

1) Patterns of Movement

Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola tertentu

dan pola tersebut merupakan representasi dari control level cortical bukan

kelompok otot tertentu. Pada anak kelainan system saraf pusat, pola gerak yang

terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa dominasi reflek primitif,

berkembangnya pola gerak abnormal karena terbatasnya kemampuan gerak, dan

adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau

penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan pergerakan yang

minim.

2) Use of Handling

Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus,

membangkitkan koordinasi gerak dan postur, pengembangan, keterampilan, dan

adaptasi respon. Dengan demikian anak atau penderita dituntun untuk

memperbaiki kualitas gerak dan tidak dibiarkan bergerak pada pola abnormal

yang dimilikinya.

3) Prerequisites for movement

Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat tiga faktor yang mendasari

atau prerequisites yaitu (1) Normal postural tone mutlak diperlukan agar dapat

digunakan untuk melawan gravitasi, (2) Normal reciprocal innervations pada

kelompok otot memungkinkan terjadinya kelompok agonis, antagonis, dan

sinergis yang terkoordinir dan seimbang, dan (3) Postural fixation mutlak
23

diperlukan sehingga kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota

gerak saat terjadi gerakan atau aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak.

2.8.4 Kelebihan dan Kekurangan metode bobath

Kelebihan metode bobath yaitu dapat mengembangkan reaksi sikap normal

dan reaksi sikap tonus normal untuk menyangga gravitasi dan kontrol gerak serta

untuk memberikan pengertian anak maksut memegang dan bermain, pola-pola

fungsional yang akan digunakan untuk makan dan berpakaian untuk membantu

dirinya sendiri.

Kekurangan metode bobath yaitu pada ketiga teknik metode bobath yaitu

Inhibisi, Fasilitasi dan Stimulasi.

1) Inhibisi yaitu penurunan reflex sikap abnormal untuk memperoleh tonus otot

yang lebih normal.

2) Fasilitasi yaitu sikap normal untuk memelihara tonus otot setelah diinhibisi.

3) Stimulasi yaitu upaya memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui

proprioseptif dan taktil.

Tetapi tidak semuanya bisa digunakan untuk kondisi cerebral palsy

quadriplegi spastik. Pada teknik inhibisi tidak bisa diterapkan pada anak yang

mengalami hipotonus, karena pada teknik inhibisi prinsipnya yaitu untuk

menghambat dan menurunkan tonus otot. (Susanti ,dkk.2018)

2.8.5 Tujuan Konsep Bobath

Tujuan konsep Bobath menurut International Bobath Instructor Training

Association (IBITA, 2013) adalah optomalisasi fungsi dengan peningkatan


24

kontrol postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi .Tujuan yang akan dicapai

dengan konsep Bobath yaitu :

1. Melakukan identifikasi pada area-area spesifik otot-otot antigravitasi yang

mengalami penurunan tonus.

2. Meningkatkan kemampuan input proprioceptive

3. Melakukan identifikasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan mampu

melakukan aktivitas fungsi yang efisien “Normal”

4. Fasilitasi specific motor activity

5. Minimalisasi gerakan kompensasi sebagai reaksi dari gangguan gerak

6. Mengidentifikasi kapan dan bagaimana gerakan menjadi lebih efektif Analisa

tentang gerak normal (normal movement) menjadi dasar utama penerapan aplikasi

metode ini.

2.8.6 Efek Terapeutik

Pendekatan pengobatan khusus pasien memerlukan sensorik dan fasilitasi

proprioseptif untuk mendapatkan stabilitas dan kontrol postural. Berta Bobath

meringkas konsep tersebut sebagai “memberi kehidupan bukan latihan". Urutan

berjenjang (memegang leher, berguling, duduk, berkaki empat, berlutut dan

berdiri) aktivitas motorik dikombinasikan dengan program latihan untuk mencapai

yang tertunda perkembangan. Anggota badan kejang ditempatkan dalam postur

penghambatan refleks untuk mengurangi nada. Latihan dirancang untuk mencapai

tujuan fungsional pasien.

Postur penghambat refleks digunakan untuk menghambat nada abnormal

dan pola gerakan yang tidak teratur. Aktivitas motorik yang tidak berkembang
25

atau tertutup dicapai dengan fasilitasi sensorik yang benar atau normal pola

gerakan dalam urutan perkembangan. Urutan atau hierarki normal dari tonggak

perkembangan diperoleh dengan "set postural" atau reaksi postural persiapan yang

membantu anak untuk mencapai proses perkembangan yang normal.

Anak secara bertahap berkembang dari terlentang ke sisi berbaring,

bersandar pada siku kemudian di atas lengan bawah, berlutut dan akhirnya berdiri

untuk mendapatkan kontrol motorik kasar dalam perkembangan urutan

menggunakan pendekatan Bobath. Refleks Moro dan rooting refleks yang

menetap membentuk pola gerakan abnormal yang ditekan oleh pengobatan

dengan terapi perkembangan saraf pada usia yang dikoreksi dua sampai tiga

bulan.

2.8.7 Tekhnik Bobath

1) Inhibisi

Inhibisi adalah penghambatan atau penurunan pola-pola sikap dan geraka

abnormal dengan menggunakan sikaphambat refleks atau reflex inhibitory

postures(RIP). Dengan menggunakan posisi RIP yang benar dan arah geraka yang

benar maka sekuensis dari abnormalitas tonus otot postural akan terjadi sekuensis

secara terus menerus di ikut sertakan pada terapi. Pada kondisi CP Spastic

Quadriplegi terdapat pola spastisitas pada lengan dan tungkai . pola spastisitas

yang terdapat pada lengan dan tungkai. Pola spastisitas yang terdapat pada lengan

dengan pola adduksi dan internal rotasi shoulder, elbow pronasi lengan bawah

fleksi dan ulnar deviasi wrist dan fleksi jari-jari. Sedangkan pola spastisitas yang

terdapat pada kedua tungkai dengan pola adduksi dan internal rotasi hip , fleksi
26

knee, plantar fleksi dan inversi ankle serta fleksi jari-jari. Maka di perlukan

inhibisi kea rah kebalikan dari poila spastic tersebut. ( sidarta, 2016)

(1) Untuk menurunkan tonus postural dan mengembangkan rotasi trunk.

Posisi anak: miring ke salah satu sisi di atas matras

Posisi terapis: di samping anak

Penatalaksanaan: Handling tangan terapis di pelvic anak dan tangan lainnya

memfiksasi pada bahu anak pada posisi shoulder protraksi. Gerakkan pelvic ke

arah posterior dan anterior secara bergantian dengan gentle sehingga terjadi

gerakan rotasi pada trunk, ulangi beberapa kali sampai mulai terasa tonus anak

menurun. Kemudian fasilitasikan anak ke arah telungkup atau berguling shoulder,

ulangi beberapa kali. Untuk mengajarkan anak cara berguling.

(2)Mengembangkan head control, trunk control, dan hand support

Posisi anak: duduk di pangkuan terapis

Posisi terapis: duduk bersila

Penatalaksanaan: Anak memakai back slap pada ke dua lengan. Terapis

memposisikan anak duduk di pangkuannya. Terapis meletakkan tangan anak

dalam posisi pronasi dan ekstensi wrist kemudian letakkan ke dua tangan anak di

samping tubuhnya dan diatas paha terapis. Fiksasi terapis pada pelvic. Biarkan

dalam beberapa menit.

(3) Untuk mengembangkan head control, rotasi trunk, forearm support, dan

handsupport

Posisi anak: terlentang di atas matras

Posisi terapis: di depan anak


27

Penatalaksanaan: Lepaskan back slap pada ke dua lengan anak. Terapis

memposisikan anak terlentang di atas matras. Handling terapis pada hip terapis

fasilitasikan anak ke telungkup atau berguling via tungkai lalu kembalikan anak

ke terlentang dan lakukan secara berulang-ulang. Sesekali saat anak berguling ke

arah terlentang anak di posisikan duduk agar anak secara tidak langsung

mengangkat dan mempertahankan kepalanya tegak beberapa saat.

Gambar 2.3 inhibisi pada fleksor knee dan ekstensor hip

(bobath, 2017)

2) Fasilitasi

Fasilitasi adalah upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatic dan

gerak motoric yang sempurna pada tonus normal. Tekniknya di sebut “key point

of control “tujuannya untuk memperbaiki tonus postural yang normal. Untuk

memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal, untuk memudahkan

Gerakan-gerakan yang di sengaja di perlukan dalam aktivitas sehari hari

(tromboly,2015)
28

Tekhnik-tekhnik fasilitasi Gerakan yang di berikan pada anak dengan

kondisi CP spastic quadriplegi disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.

Adapun tekhnik-tekhnik fasilitasi yang di lakukan meliputi fasilitasi Gerakan : (1)

fasilitasi keseimbangan duduk, (2) fasilitasi dari duduk ke berdiri , (3) fasilitasi

keseimbangan berdiri (4) fasilitasi berjalan.

Gambar 2.4 fasilitasi dari duduk keberdiri

(bobath, 2017)

Gambar 2.5 fasilitasi keseimbangan duduk

(bobath, 2017)

2.9 Manajemen Fisioterapi


29

Berdasarkan PERMENKES 65 tahun 2015 pasal 1, fisioterapi adalah bentuk

pelayanan kesehatan yang ditunjukkan kepada individu dan atau kelompok untuk

mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang

rentan kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan

komunikasi. Proses pelayanan fisioterapi meliputi:

2.9.1 Assesment

Merupakan tahap awal dalam penatalaksanaan fisioterapi bertujuan untuk

mendapatkan data yang akan dijadikan dasar untuk tindakan fisioterapi yang akan

diberikan. Terdiri dari :

1) Identitas

Identitas merupakan data yang mengenai diri pasien yang berisikan No.RM,

nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, agama, pekerjaan, hobi, tanggal

masuk, tanggal pemeriksaan, diagnose medis, tanggal serangan penyakit, dan

medika metosa.

2) Anamnesis

(1) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang paling sering dirasakan dan sering

mengganggu pasien pada saat itu.

(2) Keluhan Penyerta

Keluhan yang menyertai keluhan utama yang dirasakan pasien di area

tubuh lain.

(3) Riwayat Penyakit Sekarang


30

Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan utama yang

berisi tentang riwayat perjalanan pasien selama mengalami keluhan secara

lengkap.

(4) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu adalah rincian dari keluhan utama yang berisi

tentang riwayat perjalanan pasien selama mengalami keluhan secara

lengkap.

(5) Riwayat Sosial

Memberikan gambaran tentang keadaan social atau keluarga dari pasien,

serta perilaku dan beberapa aktivitas pasien yang berhubungan dengan

dengan kegiatan lingkungan pasien.

(6) Kemampuan Sebelumnya

Gambaran kemampuan yang dapat dilakukan pasien sebelum terjadinya

penyakit.

3) Pemeriksaan umum

(1) Kesadaran

Proses dimana seseorang memahami dan mengerti akan suatu keadaan

yang menjadikan individu itu sendiri sadar dan faham betul apa yang akan

terjadi.

(2) Tekanan Darah

Tekanan yang dialami pada pembulu darah arteri ketika darah di pompa

oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.

(3) Denyut Nadi


31

Denyut arteri dari gelombang darah yang mengalir melalui pembuluh

darah sebagai akibat dari denyutan jantung.

(4) Pernafasan

Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O 2 ke dalam tubuh

serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO 2 sebagai sisa

dari oksidasi yang keluar dari tubuh.

(5) Kognisi dan Persepsi

Kognisi merupakan proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran,

perasaan, dan sebagainya). Sedangkan persepsi merupakan proses

memahami dan menginterprentasikan informasi sensori (berhubungan

dengan panca indra). Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menilai respon

dan tanggapan dari proses interaksi dengan terapis atau lingkungan sekitar.

4) Pemeriksaan Khusus

(1) Observasi

Observasi merupakan proses pengamatan untuk menilai kondisi tubuh

pasien secara keseluruhan.

(2) Kemampuan Sensorik

Kemampuan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan taktil dengan two

point discrimination, soft palpation, dan tajam tumpul, apabila

kemampuan sensoris pasien baik maka pasien dapat merasakan input yang

diberikan oleh fisioterapis.

(3) Tes Spesifik


32

a) Alat ukur

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi

perubahan fungsi gross motor. Terdiri dari 88 item pemeriksaan, aktifitas

pada posisi berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item),

merangkak dan kneeling (14 item), berjalan (12 item), berlari dan

melompat (12 item). (Trisnowiyanto, 2012). Penilaian GMFM ada 4 skor

yaitu 0, 1, 2 dan 3 serta yang masing-masing mempunyai arti :

• Nilai 0 tidak dapat melakukan

• Nilai 1 dapat melakukan tetapi awalnya saja

• Nilai 2 dapat melakukan sebagian

• Nilai 3 dapat melakukan semuanya

(4) Tes Reflek Primitif

Refleks merupakan respon sterotip terhadap rangsangan tertentu dan

dilakuan tanpa keterlibatan otak yang mengendalikan kesadaran. Refleks

pertama, yang dikenal sebagai primitive reflex (reflek janin), seperti

memegang benda-benda yang tersentuh oleh bayi dan reflek menghisap,

secara bertahap diambil alih oleh otak, berkembang dalam enam bulan

pertama kehidupan akan terintegrasi menjadi postural reflex. memberi

rangsangan agar bayi dapat menggerakkan kepala dari kiri ke tengah, dari

dari tengah ke kanan atau sebaliknnya untuk menekan reflek primitif

ATNR (Asimetrical Tonic Neck Reflex) agar anak di kemudian hari tidak

memiliki hambatan untuk menulis dan membaca, mendapatkan

fleksibilitas gerakkan leher yang akan menekan kekuatan otot dari reflek
33

ATNR (Asimetrical Tonic Neck Reflex) dan STNR (Simetrical Tonic Neck

Reflex) untuk menjadi TLR (Tonic Labirin Reflex) (Puspita, 2014).

5) Skala Ashworth

Skala Ashworth yang dimodifikasi adalah alat klinis yang paling diterima

secara universal yang digunakan untuk mengukur peningkatan tonus otot.

Spastisitas didefinisikan oleh Jim Lance pada tahun 1980, sebagai peningkatan

kecepatan yang bergantung pada refleks regangan otot yang terkait dengan

peningkatan tonus otot sebagai komponen sindrom neuron motorik atas.

Spastisitas memiliki berbagai etiologi, termasuk cedera otak, stroke, cerebral

palsy, multiple sclerosis, trauma, dan cedera tulang belakang. Dalam sebuah

penelitian yang mengamati prevalensi spastisitas pada populasi stroke, 42,6%

pasien stroke mengalami spastisitas, dan spastisitas parah terjadi pada 15,6%

pasien. Studi lain melihat prevalensi kelenturan pada cerebral palsy menemukan

subtipe spastik pada 90% pasien yang diteliti. Dampak kelenturan parah pada

kehidupan pasien sangat luas, mempengaruhi segala sesuatu mulai dari aktivitas

hidup sehari-hari hingga kesehatan mental dan bahkan pendapatan. Di sisi lain,

spastisitas dapat membantu pada pasien dengan anggota tubuh yang lemah,

terutama pada ekstremitas bawah, dengan memungkinkan pasien untuk berpindah

atau ambulasi dengan sedikit bantuan. Untuk alasan ini, penilaian kelenturan

penting agar praktisi dapat menentukan apakah terapi pengobatan mereka efektif.

(Zurawski, 2019)

2.9.2 Diagnosa Fisioterapi


34

Diagnosa fisioterapi ditulis berdasarkan International Classification of

Functioning, Disability and Health (ICF) (Madden, Dkk 2014). Diagnosis

fisioterapi terdiri atas:

1) Body Function and Structure Impairment

Body Function and Structure Impairment adalah bagian diagnosa untuk

menggambarkan struktur dan fungsi anatomi yang terganggu. Dalam kasus ini

impairment yang dirasakan adalah kelemahan otot-otot cervical, trunk dan adanya

joint laxity pada ankle dan kaki flatfoot.

2) Activity Limitation

Activity Limitation adalah keterbatasan aktivitas fungsional yang dialami

oleh individu yang diakibatkan dari kerusakan atau gangguan yang terjadi pada

struktur anatomi yang terkait. Activity Limitation dalam kasus CP Spastik

Quadriplegi ini yaitu terbatas aktivitas seperti duduk mandiri, merangkak, berdiri

dan berjalan.

3) Participation Restriction

Participation Restriction adalah keterbatasan yang dialami individu disertai

dengan hubungan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non-fisik dalam

kehidupan sehari-hari. Participation Restriction dalam kasus CP Spastik

Quadriplegi ini yang dirasakan pasien adalah terbatasnya aktivitasnya seperti :

bermain, membuka baju, menggunakan sendok garpu, dll

2.9.3 Perencanaan Fisioterapi

Program intervensi yang diberikan fisioterapis untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Tujuan dibedakan menjadi 2, yaitu :


35

1) Tujuan jangka pendek merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam waktu

dekat, bisa dicapai dengan 1 kali intervensi.

2) Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai. Biasanya

dapat dicapai dengan lebih dari 1 kali intervensi.

2.9.4 Intervensi Fisioterapi

Intervensi fisioterapi berbasis bukti mengutamakan keselamatan pasien,

dilakukan berdasarkan program perencanaan intervensi dan dapat dimodifikasi

setelah dilakukan evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan

pasien atau keluarganya terlebih dahulu. Semua bentuk intervensi termasuk dan

tidak terbatas pada teknologi fisioterapi dibuatkan kebijakan dalam bentuk

prosedur baku yang ditanda tangani dan disahkan oleh pimpinan fasilitas

pelayanan kesehatan atau fisioterapis sendiri untuk praktik mandiri. Intervensi

khusus berupa manipulasi atau massage mempertimbangkan hak dan kenyamanan

pasien dan keluarganya dilakukan secara etik dengan fasilitas dan ruangan yang

emmadai. Ukuran keberhasilan intervensi fisioterapi memiliki bahasa yang sama

sehingga memberikan dasar untuk membandingkan hasil yang berkaitan dengan

pendekatan intervensi yang berbeda. Komponen ukuran keberhasilan intervensi

berupa kemampuan fungsi termasuk fungsi tubuh dan struktur, aktivitas dan

partisipasi, mengacu pada diagnosis fisioterapi. Intervensi fisioterapi dicatat

dalam formulir intervensi dan monitoring fisioterapi sebagaimana tercantum

dalam formulir 5 terlampir (Menteri Kesehatan, 2015).

2.9.5 Evaluasi
36

Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi, dapat

berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana penghentian

program atau merujuk pada dokter/ profesional lain terkait. Kewenangan

melakukan evaluasi/ re-evaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial fisioterapi

yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapis (Menteri Kesehatan, 2015).

2.9.6 Komunikasi dan Edukasi

Fisioterapi menjadikan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan

keluarganya, tenaga kesehatan lain terkait. Serta masyarakat sebagai bagian dari

proses pelayanan fisioterapi berkualitas yang berfokus pada pasien. Fisioterapi

memiliki dan menggunakan identitas resmi yang mudah dilihat dan dipahami oleh

pasien atau keluarganya serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari

identitas profesi. Fisioterapis memperkenalkan diri dan memberikan informasi

mengenai kondisi pasien serta rencana tindakan/ intervensi termasuk komunikasi

terapeutik pada pasien dan keluarganya. Bila ditemukan hal-hal diluar

kompetensi, pengetahuan, pengalaman atau keahlian fisioterapi merujuk pasien

kepada tenaga kesehatan lain yang tepat dengan disertai resume fisioterapi.

Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi difasilitas pelayanan kesehatan didukung

meia komunikasi dan edukasi agar proses pelayanan berlangsung sesuai dengan

tujuan, termasuk media edukasi berupa leaflet yag diperlukan (Menteri Kesehatan,

2015).

2.9.7 Dokumentasi
37

Penyelenggara pelayanan fisioterapi memperhatikan pentingnya

dokumentasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan fisioterapi

yang bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan (Menteri Kesehatan, 2015).


BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Fisioterapi

(T0 Tanggal 07 Januari 2022)

3.1.1 Keterangan Umum Pasien

Nama : An.Ch

Umur : 5 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Kristen

Pekerjaan :-

Alamat : Gresik

No. RM :

Tempat perawatan : YPCP Surabaya

Diagnosa Medis : cerebral palsy spastik Quadriplegi Mikrosevalus cranios

tonosis,progtosis mata bagian kiri

Medika mentosa :-

3.1.2 SEGI FISIOTERAPI

Tanggal: 07 Januari 2022

1. ANAMNESIS (AUTO/HETERO*)

1) KELUHAN UTAMA

Pasien belum bisa merayap ,merangkak duduk, jongkok , berlutut berdiri

dan berjalan .

38
39

2) KELUHAN PENYERTA

Tidak ada

3) RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien sekarang Masih dalam posisi terlentang untuk berpindah tempat

masih dibantu oleh orangtua. Anak belum bisa berguling, tengkurap, duduk,

merangkak, berdiri dan jalan.

4) RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Dahulu pasien lahir premature (8 bulan) secara sesar bayi lahir dengan berat

1,8 kg lalu dirawat di NICU selama 2 minggu. Karena microcepali cranios

tonosis dan progtosis mata bagian kiri 6 bulan kemudian melakukan terapi RSUD

dr,Soetomo

5) RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA

Tidak ada data

6) RIWAYAT KELUARGA

Tidak ada

7) RIWAYAT PRIBADI DAN STATUS SOSIAL

Pasien Belum sekolah saat dirumah pasien bermain dengan posisi tidur

telentang

(1) PRENATAL

a) Pre eklamsia

b) Microcepali

c) Premature 8 bulan dengan berat badan lahir rendah 1,8 kg


40

(2) NATAL

Lahir secara sesar Di rawat di NICU sekitar 2 minggu karena microcepali

(3) POST NATAL

Tidak ada kejang selama kurang lebih 3thn ada usia 4 tahun mulai ada

kejang

8) ANAMNESIS SISTEM

(1) Kepala dan leher

Necknya cenderung fleksi . sudah ada sedikit head control tetapi tidak lama

(2) Kardiovaskuler

Terdapat bunyi grok-grok ada Lobus apical sinistra ada Pemeriksaan

auskultasi

a) Respirasi

Tidak ada sesak napas ,pola napas sedikit lambat , 17X/menit

b) Gastrointestinalis

BAB Agak Keras 1hari sekali kadang 2X

Makanan masih makan nasi tim

c) Urogenitalis

BAK Normal 2 Hari sekali masih dengan bantuan Memakai Popok

d) Muskuloskeletal

AGA (sinistra & destra) ; Spastic ; biceps Brachii, Deltoid

AGB (Sinistra & destra ) ; spastic ; Gluteus Maximux,Gluteus medius ,

Gluteus Minimux , Gastrocnemeus,Hamstring.

Kelemahan ; Quadriceps , Tibialis Anterior


41

e) Nervorum

Hasil CT Scan pasien mengalami Microsevalus cranios tonosis, progtosis

mata bagian kiri dan mengalami kerusakan otak bagian cortex cerebri.

3.1.3. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital

- Kesadaran : Normal

- Tekanan darah : normal

- Denyut nadi : 68x/mnt

- Pernapasan : (17x/mnt)

- Temperatur : Normal

- Tinggi badan : 100 cm

- Berat badan : 17 Kg

- Kooperatif : Cukup Baik

2) Inspeksi

Pasien datang dengan keadaan Diam dan tidak Rewel

Pasien datang dengan di gendong ibunya

- Statis

- Kepala kecil

- Matanya menutup bagian kiri

- Bentuk Ankle cenderung ke arah inversi dan Plantar fleksi

- Bentuk knee sedikit fleksi

- Kepala kearah fleksi


42

- Trunk kea rah fleksi

Dinamis

Saat ke tidur ke duduk posisi neck kearah Hyperextension

3) Palpasi

Kekakuan ada fleksor elbow, shoulder hip ,knee,ankle

4) Perkusi

(tidak di lakukan)

5) Auskultasi

Terdapat Bunyi grok-grok di paru-paru bagian Lobus Apical Sinistra

6) Perkembangan Motorik Anak

Tabel 3.1 Perkembangan Motorik Anak


No Perkembangan Motoric Anak Keterangan
1 Control kepala Mampu dengan Durasi 10 detik pada
Posisi duduk
2 Miring Mampu lebih dominan ke kanan
daripada kiri
3 Tengkurap Belum mampu
4 Berguling Belum mampu
5 Merayap Mampu hanya tangan yang jadi
Penggerak
6 Merangkak Belum mampu
7 Duduk Mampu dengan mandiri selama 2
Detik
8 Berdiri Belum mampu
9 Berjalan Belum mampu
43

3.1.4. KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL

1) Kognitif :

Tabel 3.2 Kognitif

Hasil
No Macam Keterangan
T0 T1 T2 T3
1 Body Image Pasien Belum Mengetahui Bagian- - - - -
Bagian Tubuh
2 Body Pasien belum Mengetahui Situasi - - - -
Awareness Kondisi Dia Berada
3 Space Pasien bisa mengambil mainan di + + + +
Awareness depan nya dengan Posisi Tidur
terlentang dan Posisi duduk dengan
Bantuan Terapis.
4 Distance Pasien belum mampu mengambil - - - -
Awareness mainan jarak jauh.
5 Body control Sudah sedikit muncul head control + + + +
terkadang head control muncul saat
Pasien didudukan oleh fisioterapis
6 Direction Terkadang Pasien memahami + + + +
Perintah
7 Lateralization Belum mampu mengambil sesuatu - - - -
dengan tangan silang atau Rotasi
Trunk

2) IntraPersonal :

Pasien semangat Ketika melakukan Latihan dan tidak Rewel juga mau

melakukan berbagai Latihan yang di berikan terapis

3) Interpersonal :

Hubungan pasien dengan orang tua, saat pasien lapar dengan menjulurkan

lidah.
44

3.1.5 KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIFITAS


1). GMFM

Tabel 3.3 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah di terapi

No Item yang dinilai Tgl Tgl Tgl Tgl


1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh,Rotasi 3 3 3 3
kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan 0 0 0 0
dibawa pada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º. 1 1 1 1
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM 1 1 1 1
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM 1 1 1 1
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan 2 2 2 2
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan,tangan 0 0 0 0
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
9 Terlentang, bereguling ke tengkurap melalui sisi 0 0 0 0
kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas. 1 1 1 1
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat 0 0 0 0
kepala dengan lengan lurus
12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badan pada kaki kiri, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
13 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuanberat 0 0 0 0
badan pada kaki kanan, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan 0 0 0 0
tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan 0 0 0 0
ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan 0 0 0 0
ekstremitas
Total dimensi A 9 9 9 9
45

2). Aktivitas Fungsional

Hasil dari pemeriksaan GMFM

Dimensi A : 9/51×100% = 17,6%

Dinamis B : 0 %

Dinamis C : 0%

Dinamis D : 0%

Dinamis E : 0%

Total : (17,6%+0%+0%+0%+0%)/5 = 3,52%

3.1.6 Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas

1). Kemampuan fungsional dasar

Anak hanya mampu tidur terlentang dan duduk sekitar 10 detik dengan

hand supporting. Anak belum bisa melakukan aktivitasnya seperti berguling,

merangkak, berjalan dan berlari.

2) Aktivitas fungsional

Pasien mengalami kesulitan aktivitas fungsional nya secara mandiri dan

dibantu setiap melakukan aktivitas seperti makan dan minum disuapi dan di

gendong waktu beraktivitas luar rumah.

3) Lingkungan aktivitas

Lingkungan aktivitas, terdapat ruangan fisioterapi dan dilengkapi dengan

alat-alat yang digunakan sebagai fasilitasi latihan. Dengan keadaan yang demikian

lingkungan aktifitas pasien cukup mendukung untuk mempercepat kesembuhan


46

pasien dan lingkungan tempat tinggal, orang tua pasien menjalani home program

yang di intruksikan oleh terapis.dan memotivasi anaknya untuk sembuh.

3.1.7 PEMERIKSAAN SPESIFIK

1) Refleks Patologis

Tabel.3.4 Refleks Patologis

No Refleks patologis Hasil Keterangan


1 Rooting + patologi
2 Grasp Refleks + patologi
3 Galant + Patologi
4 Moro Refleks + patologi
5 Walking Refleks - Patologi

2) Spastisitas

Tabel 3.5 Skala Ashworth

No Ashworth scale Dextra Sinistra


1 Ekstensor elbow 1 1
2 Fleksor elbow 1 1
3 Ekstensor hip 1 1
4 Fleksor hip 1 1
5 Ekstensor knee 1 1
6 Fleksor knee 1 1
7 Dorso Fleksor ankle 3 3
8 Plantar Fleksor ankle 4 4

3.1.8 DIAGNOSA FISIOTERAPI

1. Problematika Fisioterapi

1) Activity Function And Structure Impairment

(1) Adanya Spastisitas pada otot Fleksor elbow,Fleksor hip ,Ekstensor

Hip,Ekstensor knee,Fleksor knee ,Dorso Fleksor ankle ,Plantar Fleksor ankle

(2) Adanya Kelemahan Neck (Head Control)

(3) Adanya Kelemahan Core Stability dan ekstrimitas bawah


47

2) Activity Limitation

(1) Belum Bisa on Hand

(2) Belum Bisa Duduk

(3) Belum Bisa Head Lifting

(4) Pasien Belum mampu Tengkurap berguling merayap merangkak duduk

Jongkok Berlutut,Berdiri dan Berjalan

3) Participation Restriction

Pasien Belum Bisa Bermain dan Aktif Bergerak seperti Anak-Anak pada

umur sebayanya

2. Program /Rencana Fisioterapi

1) Tujuan

(1) Jangka pendek

a) Penguatan ekstrimitas bawah dan neck

b) Stretching Shoulder , Elbow dan Wrist

c) Stretching Hip , Knee dan Ankle

(2) Jangka panjang

a) Bisa Berguling

b) Mampu Head Control

c) Pasien mampu dalam posisi tengkurap

3. Rencana Tindakan Fisioterapi

1) Teknologi Fisioterapi
48

Terapi Latihan dengan konsep Bobath

2). Edukasi/ Home Program

Orang tua Pasien Melatih Anaknya Duduk Berguling secara mandiri

4. Rencana Evaluasi

1) Aktivitad fungsional =GMFM

2) Mengukur Spastisitas dengan Skala Ashworth

3) Menggunakan Pemeriksaan Refleks dengan Refleks Spinal

5. Prognosis

Quo ad vitam : Baik

Quo ad sanam : Kurang Baik

Quo ad functionam : Kurang Baik

Quo ad cosmeticam : Kurang Baik

3.2 Pelaksanaan Fisioterapi tanggal 07 Januari 2021 pukul 09.00-10.00 (T1)

3.2.1 Intervensi

1) Keluhan Utama

Pasien belum bisa merayap, merangkak duduk, jongkok, berlutut berdiri dan

berjalan

2) Pemeriksaaan Tanda-tanda vital

(1) Kesadaran : Normal

(2) Tekanan darah : normal

(3) Denyut nadi : 68x/mnt

(4) Pernapasan : (17x/mnt)


49

(5) Temperatur : Normal

(6) Tinggi badan : 100 cm

(7) Berat badan : 17 Kg

(8) Kooperatif : Cukup Baik

3) Inspeksi

Pasien datang dengan keadaan Diam dan tidak Rewel

Pasien datang dengan di gendong ibunya

(1) Statis

a) Kepala kecil

b) Matanya menutup bagian kiri

c) Bentuk Ankle cenderung ke arah inversi dan Plantar fleksi

d) Bentuk knee sedikit fleksi

e) Kepala kearah fleksi

f) Trunk kea rah fleksi

(2) Dinamis

Saat ke tidur ke duduk posisi neck kearah Hyperextension

(3) Palpasi

Kekakuan ada fleksor elbow, shoulder hip ,knee,ankle

(4) Perkusi

(tidak di lakukan)

(5) Auskultasi

Terdapat Bunyi grok-grok di paru-paru bagian Lobus Apical Sinistra

3.2.2 Intervensi
50

Metode Bobath

Penatalaksanaan fisioterapi dengan metode Bobath

1). Stimulasi head control dan trunk control

(1) Persiapan Pasien

a) Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

b) Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

c) Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

d) Menyiapkan pasien dalam keadaan nyaman saat berbaring atau tidur

terlentang.

(2) Persiapan Terapis

a) Posisi terapis ergonomis

b) Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

(3) Prosedur Pelaksanaan

Cara I =pasien posisi Duduk dengan hand supporting dengan kepala menghadap

depan di bantu oleh terapis

Cara II = dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi

pasien dengan suara terapis di depan pasien

2) Fasilitas

(1) Trunk control dan Latihan Duduk Dengan Hand Supporting

a) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.
51

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis.

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

b) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

c) Prosedur pelaksanaan

Cara =Pasien tidur Terlentang terlebih dahulu. Lalu terapis memberikan

Stimulasi agar tangan pasien ke arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu

tangan terapis memegang antara trunk dan cervical agar terdorong ke arah

fleksi

(2) Capital Fleksi

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepalaasien

b) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedur pelaksanaan

Cara; pasien bersandar di fisioterapi posisi pasien Neck Fleksi Cervical,

Adduksi Shoulder, Fleksi elbow ,almar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi
52

ankle fleksi posisi tersebut dipertahankan 10 menit. Bertujuan untuk

menurunkan spastisitas mengenalkan midline pada Anak.

(3) Latihan Sit up

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedur pelaksanaan

Cara ; memposisikan pasien dengan terlentang sementara punggung

menempel di lantai dan terapis menarik shoulder kemudian trunk pasien

kea rah fleksi

(4) Mobilisasi Neck

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.
53

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedure pelaksanaan

Cara ; menggerakkan secara pasif neck kea rah ekstensi-Fleksi

(5) Mobilisasi Shoulder

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedur pelaksanaan

Cara;posisi pasien tidur terlentang dan terapis menggerakan pasien dengan

Gerakan pasif yaitu dengan Gerakan fleksi-ekstensi

(6) Mobilisasi Hip

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b) Persiapan pasien
54

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedur pelaksanaan

Cara I

Pasien terlentang dengan posisi kedua tungkai rileks, fisioterapis

meletakkan kedua tangan diatas kedua SIAS pasien. Fisioterapis

selanjutnya mengaplikasikan tekanan pada SIAS pasien kearah luar dan

bawah.

Cara II

Posisi pasien terlentang, fisioterapis meletakkan satu tangan ada

sisi anterior knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan

satunya ada tumit pasien untuk menyiapkan gerakan. Fisioterapis

selanjutnya secara pasif menggerakkan tungkai pasien kearah fleksi hip

dan knee sekitar 90°.

(7) Mobilisasi Ankle

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.
55

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedur pelaksanaan

Cara; posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada

sisi anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk

menyiapkan gerakan. . Fisioterapis selanjutnya secara pasif menggerakkan

sendi kaki (ankle) pasien keArah dorso-plantar dan eversi-inversi Ankle.

3.2.3 Evaluasi

1. GMFM

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi

perubahan fungsi gross motor ada penderita cerebral palsy.

Penilaian GMFM ada 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 serta yang masing-masing

mempunyai arti

Nilai 0 tidak dapat melakukan.

Nilai 1 dapat melakukan tapi awalnya saja.

Nilai 2 dapat melakukan sebagian.

Nilai 3 dapat melakukan semuanya.


56

1) Dimensi terlentang dan tengkurap

Tabel 3.6 Dimensi Terlentang Dan Tengkurap

No Item yang dinilai Tgl Tgl Tgl Tgl


1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi 3 3 3 3
kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan 0 0 0 0
dibawa ada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º. 1 1 1 1
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM 1 1 1 1
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM 1 1 1 1
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan 2 2 2 2
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan 0 0 0 0
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
9 Terlentang, bereguling ke tengkurap melalui sisi 0 0 0 0
kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas. 1 1 1 1
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat 0 0 0 0
kepala dengan lengan lurus
12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badanada kaki kiri, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
13 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badan ada kaki kanan, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan 0 0 0 0
tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan 0 0 0 0
Ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan 0 0 0 0
ekstremitas
57

Total dimensi A 9 9 9 9

2) Penilaian GMFM

Hasil dari pemeriksaan GMFM

Dimensi A : 9/51×100% = 17,6%

Dinamis B : 0 %

Dinamis C : 0%

Dinamis D : 0%

Dinamis E : 0%

Total : (17,6%+0%+0%+0%+0%)/5 = 3,52%

2. Refleks patologis

Tabel 3.8 Refleks Patologis

No Refleks Patologis Hasil Keterangan


1 Rooting + patologi
2 Grasp Refleks + patologi
3 Galant + patologi
4 Moro Refleks + patologi
5 Walking Refleks - Patologi

3. Spastisitas

Tabel 3.9 Skala Ashwort

No Ashworth scale Dextra Sinistra


1 Ekstensor elbow 1 1
2 Fleksor elbow 1 1
3 Fleksor hip 1 1
4 Ekstensor knee 1 1
58

5 Fleksor knee 1 1
6 Dorso Fleksor ankle 3 3
7 Plantar Fleksor ankle 4 4

3.2.4 Penjelasan

Setelah dilakukan terapi Pertama Belum Didapatkan Adanya Perubahan

3.3 Pelaksanaan Fisioterapi tanggal 21 januari 2021 Pukul 10.00-11.00 (T2)

3.3.1 Intervensi

1) Keluhan Utama

Pasien belum bisa merayap ,merangkak duduk, jongkok , berlutut berdiri dan

berjalan

2) Pemeriksaaan Tanda-tanda vital

(1) Kesadaran : Normal

(2) Tekanan darah : normal

(3) Denyut nadi : 68x/mnt

(4) Pernapasan : (17x/mnt)

(5) Temperatur : Normal

(6) Tinggi badan : 100 cm

(7) Berat badan : 17 Kg

(8) Kooperatif : Cukup Baik

3) Inspeksi

(1) Pasien datang dengan keadaan Diam dan tidak Rewel

(2) Pasien datang dengan di gendong ibunya

4) Statis

(1) Kepala kecil


59

(2) Matanya menutup bagian kiri

(3) Bentuk Ankle cenderung ke arah inversi dan Plantar fleksi

(4) Bentuk knee sedikit fleksi

(5) Kepala kearah fleksi

(6) Trunk kea rah fleksi

5) Dinamis

Saat ke tidur ke duduk posisi neck kearah Hyperextension

6) Palpasi

Kekakuan ada fleksor elbow, shoulder hip ,knee,ankle

7) Perkusi

(tidak di lakukan)

8) Auskultasi

Terdapat Bunyi grok-grok di paru-paru bagian Lobus Apical Sinistra

3.3.2. Intervensi

Metode Bobath

Penatalaksanaan fisioterapi dengan metode Bobath

1) Stimulasi head control dan trunk control

(1) Persiapan Pasien

a) Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

b) Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

c) Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis


60

d) Menyiapkan pasien dalam keadaan nyaman saat berbaring atau tidur

terlentang.

(2) Persiapan terapis

a) Posisi terapis ergonomis

b) Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

(3) Prosedur Pelaksanaan

Cara I

Pasien posisi Duduk dengan hand supporting dengan kepala menghadap

depan di bantu oleh terapis

Cara II

Dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi pasien

dengan suara terapis di depan pasien

2) Fasilitas

(1) Trunk control dan Latihan Duduk Dengan Hand Supporting

a. Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis.

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

b. Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien


61

c. Prosedur pelaksanaan

Cara

Pasien tidur Terlentang terlebih dahulu. Lalu terapis memberikan

Stimulasi agar tangan pasien ke arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu

tangan terapis memegang Antara trunk dan cervical agar terdorong ke

Arah fleksi

(2) Capital Fleksi

a. Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b. Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c. Prosedur pelaksanaan

Cara; pasien bersandar di fisioterapi posisi pasien Neck Fleksi Cervical,

Adduksi Shoulder, Fleksi elbow ,palmar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi

ankle fleksi posisi tersebut di pertahankan 10 menit . bertujuan untuk

menurunkan spastisitas mengenalkan midline pada Anak.

(3) Latihan Sit up

a. Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis


62

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b. Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c. Prosedur pelaksanaan

Cara

Memposisikan pasien dengan terlentang sementara punggung

menempel di lantai dan terapis menarik shoulder kemudian trunk pasien

kea rah fleksi

(4) Mobilisasi Neck

a. Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b. Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c. Prosedure pelaksanaan

Cara

Menggerakkan secara pasif neck kea rah ekstensi-Fleksi


63

(5) Mobilisasi Shoulder

a) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c) Prosedur pelaksanaan

Cara

Posisi pasien tidur terlentang dan terapis menggerakan pasien dengan

Gerakan pasif yaitu dengan Gerakan fleksi-ekstensi

(6) Mobilisasi Hip

a. Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b. Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis


64

c. Prosedur pelaksanaan

Cara I

Pasien terlentang dengan posisi kedua tungkai rileks, fisioterapis

meletakkan kedua tangan diatas kedua SIAS pasien. Fisioterapis

selanjutnya mengaplikasikan tekanan pada SIAS pasien kearah luar dan

bawah.

Cara II

Posisi pasien terlentang, fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi

anterior knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan satunya

ada tumit pasien untuk menyiapkan gerakan. Fisioterapis selanjutnya

secara pasif menggerakkan tungkai pasien kearah fleksi hip dan knee

sekitar 90°.

(7) Mobilisasi Ankle

a. Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

b. Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

c. Prosedur pelaksanaan

Cara
65

Posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada

sisi anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk

menyiapkan gerakan. . Fisioterapis selanjutnya secara pasif menggerakkan

sendi kaki (ankle) pasien keArah dorso-plantar dan eversi-inversi Ankle.

3.3.3 Evaluasi

1) GMFM

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi

perubahan fungsi gross motor ada penderita cerebral palsy.

Penilaian GMFM ada 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 serta yang masing-masing

mempunyai arti

Nilai 0 tidak dapat melakukan.

Nilai 1 dapat melakukan tapi awalnya saja.

Nilai 2 dapat melakukan sebagian.

Nilai 3 dapat melakukan semuanya.

(1). Dimensi terlentang dan tengkurap

Tabel 3.9 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi

No Item yang dinilai Tgl Tgl Tgl Tgl


1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi 3 3 3 3
kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan dibawa 0 0 0 0
ada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º. 1 1 1 1
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM 1 1 1 1
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM 1 1 1 1
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan 2 2 2 2
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan 0 0 0 0
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
66

8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri 0 0 0 0


9 Terlentang, bereguling ke tengkurap melalui sisi 0 0 0 0
kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas. 1 1 1 1
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat kepala 0 0 0 0
dengan lengan lurus
12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badanada kaki kiri, lengan yang berlawanan diangkat
ke depan
13 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badan ada kaki kanan, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan 0 0 0 0
tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan 0 0 0 0
Ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan 0 0 0 0
ekstremitas
Total dimensi A 9 9 9 9

(2) Penilaian GMFM

Hasil dari pemeriksaan GMFM

Dimensi A : 9/51×100% = 17,6%

Dinamis B : 0 %

Dinamis C : 0%

Dinamis D : 0%

Dinamis E : 0%

Total : (17,6%+0%+0%+0%+0%)/5 = 3,52%

2). Refleks patologis

Tabel 3.10 Refleks patologis

No Refleksatologis Hasil Keterangan


1 Rooting + patologi
2 Grasp Refleks + patologi
67

3 Galant + patologi
4 Moro Refleks + Patologi
5 Walking Refleks - Patologi

3). Spastisitas

Tabel 3.11 Skala Ashworth

No Ashworth scale Dextra Sinistra


1 Ekstensor elbow 1 1
2 Fleksor elbow 1 1
3 Fleksor hip 1 1
4 Ekstensor knee 1 1
5 Fleksor knee 1 1
6 Dorso Fleksor ankle 3 3
7 Plantar Fleksor ankle 4 4

3.3.4 Penjelasan

Setelah dilakukan terapi kedua Belum Didapatkan Adanya Perubahan

3.4 Pelaksanaan Fisioterapi tanggal 26 Januari 2021 pukul 10.00-11.00 (T3)

3.4.1 Intervensi

1) Keluhan Utama

Pasien belum bisa merayap ,merangkak duduk, jongkok , berlutut berdiri

dan berjalan

2) Pemeriksaaan Tanda-tanda vital

(1) Kesadaran : Normal

(2) Tekanan darah : normal


68

(3) Denyut nadi : 68x/mnt

(4) Pernapasan : (17x/mnt)

(5) Temperatur : Normal

(6) Tinggi badan : 100 cm

(7) Berat badan : 17 Kg

(8) Kooperatif : Cukup Baik

3) Inspeksi

Pasien datang dengan keadaan Diam dan tidak Rewel

Pasien datang dengan di gendong ibunya

(1) Statis

- Kepala kecil

- Matanya menutup bagian kiri

- Bentuk Ankle cenderung ke arah inversi dan Plantar fleksi

- Bentuk knee sedikit fleksi

- Kepala kearah fleksi

- Trunk kea rah fleksi

(2) Dinamis

Saat ke tidur ke duduk posisi neck kearah Hyperextension

(3) Palpasi

Kekakuan ada fleksor elbow, shoulder hip ,knee,ankle

(4) Perkusi

(tidak di lakukan)

(5) Auskultasi
69

Terdapat Bunyi grok-grok di paru-paru bagian Lobus Apical Sinistra

3.4.2. Intervensi

Metode Bobath

Penatalaksanaan fisioterapi dengan metode Bobath

1). Stimulasi head control dan trunk control

(1) Persiapan Pasien

- Menginformasikan ke orang tuaasien tindakan yang akan dilakukan terapis.

- Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

- Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

- Menyiapkan pasien dalam keadaan nyaman saat berbaring atau tidur

terlentang.

(2) Persiapan terapis

- Posisi terapis ergonomis

- Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

(3) Prosedur pelaksanaan

Cara I

pasien posisi Duduk dengan hand supporting dengan kepala menghadap

depan di bantu oleh terapis

Cara II

dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi Pasien

dengan suara terapis di depan pasien

2) Fasilitas

(1) Trunk control dan Latihan Duduk Dengan Hand Supporting


70

1) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis.

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

2) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala Pasien

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Pasien tidur Terlentang terlebih dahulu. Lalu terapis memberikan Stimulasi

Agar tangan pasien ke Arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu tangan terapis

memegang Antara trunk dan cervical agar terdorong ke Arah fleksi

(2) Capital Fleksi

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis


71

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Pasien bersandar di fisioterapi posisi pasien Neck Fleksi Cervical, Adduksi

Shoulder, Fleksi elbow ,palmar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi ankle fleksi

posisi tersebut di pertahankan 10 menit . bertujuan untuk menurunkan spastisitas

mengenalkan midline pada Anak.

(3) Latihan Sit up

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Memposisikan pasien dengan terlentang sementara punggung menempel di

lantai dan terapis menarik shoulder kemudian trunk pasien kea rah fleksi

(4) Mobilisasi Neck

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien


72

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedure pelaksanaan

Cara ; menggerakkan secara pasif neck kea rah ekstensi-Fleksi

(5) Mobilisasi Shoulder

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Posisi pasien tidur terlentang dan terapis menggerakan pasien dengan

Gerakan pasif yaitu dengan Gerakan fleksi-ekstensi

(6) Mobilisasi Hip

1) Persiapan terapis
73

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepalaasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara I

Pasien terlentang dengan posisi kedua tungkai rileks, fisioterapis

meletakkan kedua tangan diatas kedua SIAS pasien. Fisioterapis selanjutnya

mengaplikasikan tekanan pada SIAS pasien kearah luar dan bawah.

Cara II

Posisi pasien terlentang, fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi anterior

knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan satunya ada tumit pasien

untuk menyiapkan gerakan. Fisioterapis selanjutnya secara pasif menggerakkan

tungkai pasien kearah fleksi hip dan knee sekitar 90°.

(7) Mobilisasi Ankle

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien
74

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi

anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk

menyiapkan gerakan. . Fisioterapis selanjutnya secara pasif menggerakkan sendi

kaki (ankle) pasien keArah dorso-plantar dan eversi-inversi Ankle.

3.4.3 Evaluasi

1) GMFM

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi

perubahan fungsi gross motor ada penderita cerebral palsy.

Penilaian GMFM ada 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 serta yang masing-masing

mempunyai arti

Nilai 0 tidak dapat melakukan.

Nilai 1 dapat melakukan tapi awalnya saja.

Nilai 2 dapat melakukan sebagian.

Nilai 3 dapat melakukan semuanya.


75

(1). Dimensi terlentang dan tengkurap

Tabel 3.12 Dimensi terlentang dan tengkurap sebelum dan sesudah terapi

No Item yang dinilai Tgl Tgl Tgl Tgl


1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi 3 3 3 3
kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan 0 0 0 0
dibawaada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º. 1 1 1 1
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM 1 1 1 1
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM 1 1 1 1
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan 2 2 2 2
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan 0 0 0 0
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri 0 0 0 0
9 Terlentang, bereguling ke tengkurap melalui sisi 0 0 0 0
kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas. 1 1 1 1
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat kepala 0 0 0 0
dengan lengan lurus
12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badanada kaki kiri, lengan yang berlawanan diangkat
ke depan
13 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0
badan ada kaki kanan, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri 0 0 0 0
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan 0 0 0 0
tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan 0 0 0 0
Ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan 0 0 0 0
ekstremitas
Total dimensi A 9 9 9 9

(2) Penilaian GMFM

Hasil dari pemeriksaan GMFM

Dimensi A : 9/51×100% = 17,6%

Dinamis B : 0 %
76

Dinamis C : 0%

Dinamis D : 0%

Dinamis E : 0%

Total : (17,6%+0%+0%+0%+0%)/5 = 3,52%

2). Refleks patologis

Tabel 3.13 Refleks patologis

No Refleks patologis Hasil Keterangan


1 Rooting + patologi
2 Grasp Refleks + patologi
3 Galant + patologi
4 Moro Refleks + Patologi
5 Walking Refleks - patologi

3). Spastisitas

Tabel 3.14 Skala Ashwort

No Ashworth scale Dextra Sinistra


1 Ekstensor elbow 1 1
2 Fleksor elbow 1 1
3 Fleksor hip 1 1
4 Ekstensor knee 1 1
5 Fleksor knee 1 1
6 Dorso Fleksor ankle 3 3
7 Plantar Fleksor ankle 4 4

3.4.4 Penjelasan

Setelah dilakukan terapi ketiga Belum Didapatkan Adanya Perubahan

3.5 Pelaksanaan Fisioterapi tanggal 31 Januari 2021 pukul 10.00-11.00 (T4)


77

3.5.1 Intervensi

1) Keluhan Utama

Pasien belum bisa merayap ,merangkak duduk, jongkok, berlutut berdiri dan

berjalan.

2) Pemeriksaaan Tanda-tanda vital

(1) Kesadaran : Normal

(2) Tekanan darah : normal

(3) Denyut nadi : 68x/mnt

(4) Pernapasan : (17x/mnt)

(5) Temperatur : Normal

(6) Tinggi badan : 100 cm

(7) Berat badan : 17 Kg

(8) Kooperatif : Cukup Baik

3) Inspeksi

Pasien datang dengan keadaan Diam dan tidak Rewel

Pasien datang dengan di gendong ibunya

(1) Statis

- Kepala kecil

- Matanya menutup bagian kiri

- Bentuk Ankle cenderung ke arah inversi dan Plantar fleksi

- Bentuk knee sedikit fleksi

- Kepala kearah fleksi

- Trunk kea rah fleksi


78

(2) Dinamis

Saat ke tidur ke duduk posisi neck kearah Hyperextension

(3) Palpasi

Kekakuan ada fleksor elbow, shoulder hip ,knee,ankle

(4) Perkusi

(tidak dilakukan)

(5) Auskultasi

Terdapat Bunyi grok-grok di paru-paru bagian Lobus Apical Sinistra

3.5.2. Intervensi

Metode Bobath

Penatalaksanaan fisioterapi dengan metode Bobath

1). Stimulasi head control dan trunk control

(1) Persiapan Pasien

a) Menginformasikan ke orang tuaasien tindakan yang akan dilakukan terapis.

b) Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

c) Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

d) Menyiapkan pasien dalam keadaan nyaman saat berbaring atau tidur

terlentang.

(2) Persiapan Terapis

a) Posisi terapis ergonomis

b) Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

(3) Prosedur pelaksanaan


79

Cara I

Pasien posisi Duduk dengan hand supporting dengan kepala menghadap

depan di bantu oleh terapis.

Cara II

Dari posisi pasien tidur di dudukkan fiksasi ke knee lalu Stimulasi Pasien

dengan suara terapis di depan pasien.

2) Fasilitas

(1) Trunk control dan Latihan Duduk Dengan Hand Supporting

1) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis.

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

2) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepalaasien

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Pasien tidur Terlentang terlebih dahulu. Lalu terapis memberikan Stimulasi

Agar tangan pasien ke Arah Ekstensi dan menggapai mainan lalu tangan terapis

memegang Antara trunk dan cervical agar terdorong ke Arah fleksi

(2) Capital Fleksi


80

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepalaasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Pasien bersandar di fisioterapi posisi pasien Neck Fleksi Cervical, Adduksi

Shoulder, Fleksi elbow ,palmar fleksi wrist, Hip fleksi knee fleksi ankle fleksi

posisi tersebut di pertahankan 10 menit . bertujuan untuk menurunkan spastisitas

mengenalkan midline pada Anak.

(3) Latihan Sit up

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis


81

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Memposisikan pasien dengan terlentang sementara punggung menempel di

lantai dan terapis menarik shoulder kemudian trunk pasien kea rah fleksi

(4) Mobilisasi Neck

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedure pelaksanaan

Cara ; menggerakkan secara pasif neck kea rah ekstensi-Fleksi

(5) Mobilisasi Shoulder

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepalaasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis


82

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Posisi pasien tidur terlentang dan terapis menggerakan pasien dengan

Gerakan pasif yaitu dengan Gerakan fleksi-ekstensi

(6) Mobilisasi Hip

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara I

Pasien terlentang dengan posisi kedua tungkai rileks, fisioterapis

meletakkan kedua tangan diatas kedua SIAS pasien. Fisioterapis selanjutnya

mengaplikasikan tekanan pada SIAS pasien kearah luar dan bawah.

Cara II
83

Posisi pasien terlentang, fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi anterior

knee pasien dengan ibu jari mempalpasi knee dan tangan satunya ada tumit pasien

untuk menyiapkan gerakan. Fisioterapis selanjutnya secara pasif menggerakkan

tungkai pasien kearah fleksi hip dan knee sekitar 90°.

(7) Mobilisasi Ankle

1) Persiapan terapis

• Posisi terapis ergonomis

• Terapis tidak boleh berada diatas kepala pasien

2) Persiapan pasien

• Menginformasikan ke orang tua pasien tindakan yang akan dilakukan

terapis.

• Memberikan tujuan yang akan dilakukan oleh terapis

• Pastikan anak tidak dalam keadaan menangis

3) Prosedur pelaksanaan

Cara

Posisi pasien tidur terlentang fisioterapis meletakkan satu tangan ada sisi

anterior knee pasien dan tangan satunya ada telapak kaki pasien untuk

menyiapkan gerakan. . Fisioterapis selanjutnya secara pasif menggerakkan sendi

kaki (ankle) pasien keArah dorso-plantar dan eversi-inversi Ankle.

3.5.3 Evaluasi

1) GMFM

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi

perubahan fungsi gross motor ada penderita cerebral palsy.


84

Penilaian GMFM ada 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 serta yang masing-masing

mempunyai arti

Nilai 0 tidak dapat melakukan.

Nilai 1 dapat melakukan tapi awalnya saja.

Nilai 2 dapat melakukan sebagian.

Nilai 3 dapat melakukan semuanya.

(1). Dimensi terlentang dan tengkurap

Tabel 3.15 Dimensi terlentang dan tengkurap Sesudah dan Sebelum Terapi

No Item yang dinilai Tgl Tgl Tgl Tgl


1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi 3 3 3 3
kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan 0 0 0 0
dibawaada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º. 1 1 1 1
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM 1 1 1 1
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM 1 1 1 1
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan 2 2 2 2
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan 0 0 0 0
menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
9 Terlentang, bereguling ke tengkurap melalui sisi 0 0 0 0
kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas. 1 1 1 1
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat 0 0 0 0
kepala dengan lengan lurus

12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0


badanada kaki kiri, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
85

13 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat 0 0 0 0


badan ada kaki kanan, lengan yang berlawanan
diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri 0 0 0 0
tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan 0 0 0 0
tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan 0 0 0 0
Ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan 0 0 0 0
ekstremitas
Total dimensi A 9 9 9 9

(2) Penilaian GMFM

Hasil dari pemeriksaan GMFM

Dimensi A : 9/51×100% = 17,6%

Dinamis B : 0 %

Dinamis C : 0%

Dinamis D : 0%

Dinamis E : 0%

Total : (17,6%+0%+0%+0%+0%)/5 = 3,52%

2). Refleks patologis

Tabel 3.16 Refleks patologis

No Refleks Patologis Hasil Keterangan


1 Rooting + patologi
2 Grasp Refleks + patologi
3 Galant + patologi
4 Moro Refleks + patologi
5 Walking Refleks - patologi
86

3). Spastisitas

Tabel 3.17 Skala Ashworth

N Ashworth scale Dextra Sinistra


o
1 Ekstensor elbow 1 1
2 Fleksor elbow 1 1
3 Fleksor hip 1 1
4 Ekstensor knee 1 1
5 Fleksor knee 1 1
6 Dorso Fleksor ankle 3 3
7 Plantar Fleksor ankle 4 4

3.5.4 Penjelasan

Setelah dilakukan terapi keempat belum didapatkan adanya perubahan.


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus

Setelah dilakukan terapi sebanyak 4 kali pada pasien atas nama Ch usia 5

tahun dengan diagnosa Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dengan menggunakan

metode Bobath didapatkan hasil :

4.1.1 Evaluasi Pemeriksaan Refleks Pada Pasien Dengan Cerebral Palsy


Spastik Quadriplegi
Tabel 4.1 Hasil Akhir Pemilaian Reflex
Hasil
NO REFLEKS
T0 T1 T2 T3 T4
1 Rooting - - - - -
2 Grasping reflex + + + + +
3 Galant - - - - -
4 Moro reflex + + + + +
5 Walking reflex - - - - -

Hasil studi kasus dilakukan kepada pasien dengan diagnosa cerebral palsy

spastik quadriplegi yang di lakukan sebanyak 4 kali terapi mulai 07 Januari 2021

dan 31 Januari 2021 dengan metode bobath belum didapatkan penurunan gerak

refleks di bandingkan dari sebelum terapi.

4.1.2 Evaluasi Pmeriksaan GMFM Pada Pasien Dengan Cerebral Palsy


Spastik Quadriplegi

Tabel 4.2 Evaluasi Pemeriksaan GMFM pada pasien dengan Cerebral Palsy
Spastik Quadriplegi
Dimensi T0 T1 T2 T3 T4
Dimensi A 17,6% 17,6% 17,6% 17,6% 17,6%
Dimensi B 0% 0% 0% 0% 0%
Dimensi C 0% 0% 0% 0% 0%
Dimensi D 0% 0% 0% 0% 0%
Dimensi E 0% 0% 0% 0% 0%
TOTAL 3,52% 3,52% 3,52% 3,52% 3,52%

87
88

Keterangan GMFM :

Dimensi A : Berbaring dan Berguling

Dimensi B : Duduk

Dimensi C : Merangkak dan berlutut

Dimensi D : Berdiri

Dimensi E : Berjalan dan Melompat

Penilaian GMFM terdiri dari 4 skor yaitu 0, 1, 2, dan 3 yang masing

masing memiliki arti yang sama meskipun deskripsinya berbeda tergantung item

kemampuan yang dinilai, keterangan nilai GMFM, sebagai Berikut : 0: tidak

memiliki inisiatif; 1: ada inisiatif; 2:sebagian di lengkapi; 3: dilengkapi; NT: Not

Tested(tidak di tes)

Hasil studi kasus dilakukan kepada pasien dengan diagnosa cerebral palsy

spastik quadriplegi yang dilakukan sebanyak 4 kali terapi mulai 07 Januari 2021

dan 31 Januari 2021 dengan metode bobath belum terjadi peningkatan terhadap

kemampuan motorik yang diukur dengan gross motor function measure

(GMFM88) di semua dimensi (A sampai E) dari T1 sampai T4 ( Hasil 35,2%)

4.1.3 Evaluasi Pemeriksaan Spastisitas Pada Pasien dengan Cerebral Palsy


Spastik Quadriplegi

Tabel 4.3 Akhir Penilaian Ashwort


T0 T1 T2 T3 T4
No Spastisitas
S D S D S D S D S D
1 Ekstensor elbow 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Fleksor elbow 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Fleksor hip 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 Fleksor knee 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Ekstensor knee 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Dorso Fleksi Ankle 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7 Plantar Fleksi Ankle 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
89

Hasil studi kasus dilakukan kepada pasien dengan diagnosa cerebral palsy

spastik quadriplegi yang di lakukan sebanyak 4 kali terapi mulai 07 januari 2021

dan 31 januari 2021 dengan metode bobath tidak di dapatkan penurunan

peningkatan spastisitas dari sebelum terapi. Pada anggota gerak atas di peroleh

nilai 1 ( peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian ROM tetapi secara

umum sendi masih mudah di gerakkan ) dan anggota gerak bawah di peroleh

( peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian ROM tetapi secara umum

sendi masih mudah di gerakkan )

4.2 Pembahasan

Dari hasil terapi yang di lakukan pada seorang pasien dengan kondisi cerebral

palsy spastik quadriplegi berusia 5 tahun yang menggunakan metode bobath.

Setelah di lakukan pemeriksaan yang menjadi keluhan utrama adalah pasien anak

belum bisa duduk mandiri, merangkak, berdiri dan berjalan. Berdasarkan hasil

pemeriksaan subjektif dan objectif yang sudah di lakukan penelitian diperoleh

masalah fisioterapi, (1) spastik pada kedua anggota gerak atas dan bawah (2)

pasien belum mampu tengkurap, (3) pasien belum mampu berguling (4) pasien

belum mampu merayap (5) pasien mampu merangkak, (6) pasien belum mampu

duduk.(7) pasien belum mampu jongkok, (8) pasien belum mampu Berlutut (9)

pasien belum mampu berdiri dan berjalan

4.2.1 pemberian metode bobath terhadap penurunan spastisitas pada


anak cerebral palsy spastik Quadriplegi
90

Berdasarkan hasil evaluasi diatas metode bobath terhadap peningkatan

kekuatan otot anggota gerak bawah bilateral pasien An.Ch, belum ada

peningkatan setelah dilakukan tindakan fisioterapi sebanyak 4 kali terapi. Menurut

Park and Kim ( 2017) menemukan bahwa bobath exercises pada cerebral palsy

selama 1 tahun dengan dosis selama 35 menit per hari, 2-3 kali per minggu secara

signifikan efektif mengurangi spastisitas tetapi tidak meningkatkan fungsi motorik

kasar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roy (2019) dalam judul

penelitiannya “The Effect of Neuromuscular Taping in Improving Upper

Extremity Functions in Children with Cerebral Palsy.” Journal of Medical

Science And clinical Research ”. tersebut bahwa menunjukkan peningkatan yang

bermakna terhadap kemampuan berdiri dan merangkak anak cerebral palsy

spastik quadriplegi dapat memberikan efek positif terhadap mekanoreseptor.

Stimulus terhadap mekanoreseptor pada kulit terjadi saat memberikan tarikan

dan tekanan terhadap kulit sehingga dimungkinkan terjadinya perubahan

fisiologis. Sedangkan menurut . Besios dkk. ( 2018) menyatakan bobath dapat

meningkatkan secara bermakna eksitabilitas alpha motor neuron pada gangguan

sistem saraf pusat. Dengan peningkatan tersebut, proses pembelajaran motorik

dapat terbentuk serta proses adaptasi dan plastisitas pada saraf yang dapat

membantu pemulihan aktivitas gerak pada pasien cerebral palsy. Namun terdapat

faktor lain yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak, yaitu status

gizi, sehingga untuk mendapatkan perkembangan motorik yang sesuai

memerlukan kecukupan gizi yang optimal .


91

metode terapi latihan yang memiliki tiga prinsip yaitu pattern of movement

use of handling dan prerequisites of movement. Hal ini bertujuan untuk mencegah

pola Gerakan Abnormal, normalisasi tonus untuk melancarkan Gerakan normal

yaitu, melalui inhibisi, key point of control, facilitation dan proprioceptive

stimulation untuk memperoleh tonus otot yang lebih normal.

a) inhibisi adalah mencegah atau mengurangi reflex sikap abnormal tonus

otot untuk memperoleh tonus otot yang lebih normal

b) key point of control adalah bagian tubuh ( biasanya terletak di bagian

proksimal di gunakan untuk handling normalisasi tonus maupun

memandu gerak aktif yang normal

c) facilitation adalah reaksi sikap dan Gerakan normal dari potensi sikap

normal dan pola-pola Gerakan dasar tonus otot yang lebih normal

untuk menjaga kualitas tonus normal yang diperoleh dengan inhibisi

d) proprioceptive stimulation adalah upaya peningkatan tonus otot dan

pengaturan fungsi otot dengan batas-batas tertentu sehingga

memudahkan pasien melakukan aktivitasnya (WHO,2014).

4.2.2 pemberian metode bobath terhadap peningkatan fungsi motoric

pada anak cerebral palsy spastik quadriplegi

Hasil evaluasi dari pemberian Bobath terhadap penurunan spastisitas yang

sudah dijelaskan diatas menggunakan GMFM, pada item penilaian penulis tidak

mendapat adanya peningkatan tiap 4 kali terapi. Berdasarkan penelitian oleh 'Arı

and Kerem Günel (2017) menyimpulkan bahwa penambahan latihan trunk dengan
92

pendekatan bobath pada anak-anak dengan cerebral palsy mempengaruhi fungsi

motorik secara positif. Disarankan penanganan dengan bobath pada penyandang

cerebral palsy dilakukan sesuai durasi yang tepat dan sedini mungkin untuk

pemulihan yang lebih baik.

Menurut penelitian Arshad,(2018). Tekhnik bobath pada pembelajaran

motorik kasar sangat efektif dan memang memainkan peran penting dalam CP. Ini

peningkatan tonus otot, Refleks dan pola reaksi dan gerakan Adapun teknik-

teknik yang akan digunakan pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegi pada

metode Bobath ini yaitu (1) inhibisi yaitu penurunan refleks sikap abnormal untuk

memperoleh tonus otot yang lebih normal, (2) fasilitasi sikap normal untuk

memelihara tonus otot setelah diinhibisi, (3) stimulasi yaitu upaya meningkatkan

tonus dan pengaturan fungsi otot sehingga memudahkan pasien melakukan

aktivitasnya sedangkan Menurut Trisnowiyanto, (2012). Gross Motor Function

Measure merupakan salah satu sarana atau instrument pemeriksaan yang sudah

distandarisasi untuk mengukur perubahan fungsi motoric kasar pada anak-anak

Cerebral Palsy. Spectrum/dimensi penilaian nya meliputi Lying & rolling, sitting,

crawling & kneeling, standing, walking, running, jumping

Pendapat – pendapat ini di dukung oleh hasil latihan bahwa

penatalaksanaan dengan terapi latihan dengan pasien cerebral palsy. Belum dapat

memberikan penanaman motoric yang baik. Pada kasus kelainan pada syaraf pusat

seperti cerebral palsy, keberhasilan terapi tidak selalu di perlihatkan dengan

adanya peningkatan yang signifikan. Akan tetapi keadaan pasien yang tidak

semakin memburuk diakibatkan oleh adanya masalah utama yang ada sudah
93

menunjukkan keberhasilan terapi. Hasil positif dari pemberian latihan yang lain

yang bermanfaat bagi pasien yaitu bisa berupa peningkatan kesehatan umum dan

interaksi pasien dengan orang lain yang akan memberikan rangsangan terhadap

kemampuan personal social pasien. (Miller,2017)

4.2.3 pemberian metode bobath terhadap perbaikan refleks Primitif pada

anak cerebral palsy spastik quadriplegi

Belum ada peningkatan refleks karena anak datang ke terapis sebulan

lebih 4 kali pertemuan dan membutuhkan waktu yang sangat lama dan rutin, serta

anak perlu memberi terapi latihan yang di intruksikan oleh terapis. fisioterapis

juga telah memberikan edukasi berupa melakukan fasilitasi merangkak, berdiri,

dan berguling. Hasil penanganan yang belum terdapat perubahan ini antara lain

disebabkan karena (1) waktu. penanganan, yang mana hanya dilakukan 4x latihan

dalam waktu 1 bulan dimana penanaman pengalaman motoris dan sensoris dari

gerakan-gerakan dasar fungsional atau gerakan sikap normal, serta penanaman

kemampuan fungsional membutuhkan waktu yang lama, dan bisa sampai

bertahun-tahun.(Tuty.2016) Seperti Proses Merangkak dari Primitive Reflex yaitu

spesifikasinya pada Grasp Reflex and Moro Reflex sangatlah penting. Seiring

berkembangnya rentang usia dan tumbuh kembang anak munculah Primitive

Reflex yaitu salah satunya adalah Reflex menggenggam atau Grasp Reflex, Grasp

Reflex harus habis diusia 6 bulan, Reflex ini nantinya akan berpengaruh terhadap

kemampuan baik motor pada anak, Moro Reflex juga dinyatakan positif jika anak

secara simetris dan secara bersamaan mengarah ke abduksi dan melebarkan

ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah. Selanjutnya, secara spontan ekstremitas


94

atas akan adduksi. Maka dominan dari Grasp Reflex and Moro Reflex tidaklah

berfungsi jika anak tidak bisa abduksi dan tidak bisa ekstensi serta tidak bisa

menggerakkan tangan dan kaki (Naufal Adnan Faris,2019)

Berdasarkan penelitian Yang di lakukan Myrhaug et all,(2014). dengan

penelitian yang berjudul Intensive training of motor function and functional skills

among young children with cerebral palsy: A systematic review and meta-

analysis. BMC Pediatrics menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan

fungsional secara signifikan dengan berlatih dirumah lagi secara berulang dan

terukur agar mengarah pada perbaikan gross motor functional dilatih dirumah

oleh orang tuanya karena dengan latihan yang teratur dan terukur sehingga pola

yang tertanam diotaknya mulai didukung oleh kognitif anak yang sudah mulai

merespon .Sedangkan Butchon & Liabsuetrakul, (2017). Setiap anak akan

melewati proses tumbuh kembang sesuai dengan tahapan usianya, pemantauan

perkembangan anak terdiri dari perkembangan kognitif, social emotional, dan

komunikasi, perkembangan motorik.

ggg
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
95

Tindakan fisioterapi yang berikan penulis berikan selama 4 kali terapi

kepada pasien dengan usia 5 tahun dengan diagnosa cerebral palsy spastik

quadriplegi menggunakan metode bobath.

5.1.1 pemberian metode bobath selama 4 kali terapi belum adanya penurunan

spastisitas pada kedua lengan tangan dan tungkai yang di ukur

menggunakan ashworth

5.1.2 pemberian metode bobath selam 4 kali terapi belum di dapatkan adanya

peningkatan kemampuan fungsional nya yang di ukur menggunakan

GMFM

5.2 Saran

5.2.1 Bagi fisioterapis

Pada saat melakukan terapi fisioterapis dapat memperhatikan jenis dan tipe

dan cerebral palsy tersebut agar tekhnik bobath yang diberikan tepat untuk

membongkar pola yang sesuai dengan kondisi pasien serta menambah

durasi terapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

5.2.2 Bagi institusi

Memberikan informasi tentang penatalaksanaan fisioterapi pada

kasus cerebral palsy quadriplegi dengan menggunakan metode bobath.

5.2.3 Bagi Masyarakat


96

Hasil studi kasus ini di harapkan memberikan informasi kepada

masyarakat tentang kasus cerebral palsy spastik quadriplegi sebagai sarana

untuk kewaspadaan terjadi dalam diri dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

AAP. (2015). Definition of a Pediatrician. America: American Academy of and


Disability. 33(3). 349-363. 10.1007/s11195-01409373-5
Analauw, Isabella.(2017). Pembimbing : Dr. dr. Joudy Gessal, SpKFR (K).
GANGGUAN GAIT PADA CEREBRAL PALSY.Artikel. UNIVERSITAS
SAM RATULANGI. Manado.
Arı, Gonca, and Mintaze Kerem Günel. (2017). “A Randomised Controlled Study
to Investigate Effects of Bobath Based Trunk Control Training on Motor
Function of Children with Spastic Bilateral Cerebral Palsy.” International
Journal of Clinical Medicine 08(04): 205–15.
97

Berker N, Yal cın S. The HELP guide to cerebral palsy. Global-HELP


publication. Istanbul (Turkey): Avrupa Medical Bookshop & Publishing;
(2014).
Besios, Thomas et al.(2018). “Effects of the Neurodevelopmental Treatment
(NDT) on the Mobility of Children with Cerebral Palsy.” Open Journal of
Therapy and Rehabilitation 06(04): 95–103.
Beukelman, R David, Mirenda, Pat,(2016). Augmentative and Alternative
Communication: Management of severe communication disorders in
children and adults (2nd ed.). Baltimore: Paul H Brookes Publishing Co. pp.
246–249.
Bobath. 1994. The Motor Defisit in Patient with Cerebral Palsy. The Bobath

Centre of London.

Butchon, R., & Liabsuetrakul, T. (2017). Journal of Child &


Adolescent Behavior The Development and Growth of Children
Aged under 5 years in Northeastern Thailand : a Cross-Sectional
Study. 5(1), 1–6.
Cole, T. J. (2012). The development of growth references and growth
charts. Annals of Human Biology, 39(5), 382–394.
Condliffe, E. G., D. T. Jeffery, D. J. Emery, and M. A.Gorassini. (2016). “Spinal
Inhibition and Motor Function in Adults with Spastic Cerebral Palsy.”
Journal of Physiology 594(10): 2691–2705
Corwin, EJ (2015). Buku Saku Patofisiologi. Ed/3. Jakarta: EGC;. BAB 8,
D Strauss, J Brooks, R Rosenbloom, R Shavelle, (2018). "Life Expectancy in
cerebral palsy: an update". Developmental Medicine & Child Neurology 50
(7): 487–493.
Dewar, R., Claus, A.P, Tucker, K., dan Johnston, L.M. (2016). Perspective on
Postural Control Dysfunction to Inform Future Research: A Delphi Study
for Children With Cerebral Palsy. Archives of Physical Medicine and
Rehabilitation. 98(3). 463-379. doi: 10.1016/j.apmr.2016.07.021.
Ed/2. Yulianti D, editor. Jakarta: EGC; 2017. BAB 19, Stroke; hal.143.
98

Ezema, C., Lamina, S., Nkama, R., Ezugwu, U., Amaeze, A., & Nwankwo, M.
(2014). Effect of neuro-developmental therapy (NDT) on disability level of
subjects with cerebral palsy receiving physiotherapy at the University of
Nigeria Teaching Hospital, Enugu, Nigeria. Nigerian Journal of Paediatrics,
41(2), 116.
Faradina, N. (2016). Penerimaan diri pada orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus. Jurnal Psikologi. Vol 4 (4) 386-389.
Fatih Tekin, Erdogan Kavlak, Ugur Cavlak and Filiz Altug. (2018).
“Effectiveness of Neuro-Developmental Treatment (Bobath Concept) on
Postural Control and Balance in Cerebral Palsied Children.” Journal of Back
Fidan, F., & Baysal, O. (2014). Epidemiologic Characteristics of Patients with
Cerebral palsy. Journal of Therapy and Rehabilitation, 2(August), 126–132.
Fungsional Jalan Pada Cerebral palsy Di Griya Fisioterapi Bunda Novy oleh:
Roro Ayu Budi Pitari, Raden Terbitan: (2015) Gandhi, Indira. (2015).
Clinical Features of Cerebral Palsy.
Gandhi,Indira (2015) Clinical Features of Cerebral Palsy.Chapter-8. Institute of
Child Health (Near NIMHANS), Bengaluru, Karnataka, India
Harvey, A. R. (2017). The Gross Motor Function Measure (GMFM).
Journal of physiotherapy. JPHYS-334; No. of Pages 1. Australian
Physiotheraphy Association. Published by Elsevier B.V
Herdiman, B. (2013). Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Cerebral palsy
Quadripelgi dengan Metode NDT di Yayasan Sayap Ibu Kota Jakarta.
Dikutipi Quarti Indrayani Hafifa Arif (pp.1-16).
Ida.(2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian asi eksklusif
6bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok.
(Tesis).Depok: Fakultas kesehatan masyarakat UI.
Iroth, dkk. (2017). Profil Cerebral palsy di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado Priode 2011-2015. Jurnal Kedokteran
Klinik (JKK), 1:3.Jakarta: EGC; 2017. BAB 53, Penyakit Serebrovaskular;
hal. 1106-1129.
99

Karina Eka Ratnasari, N. S. (2012) ‘Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi


Cerebral Palsy Spastik Athetoid Triplegi’, Pp. 59–68.
Kemala, I. B. (2014). PENYESUAIAN PSIKOLOGIS ORANGTUA DENGAN
ANAK CEREBRAL PALSY. Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikolgis ,
Vol.9, No.2, hal. 57-64.
Kementerian Kesehatan. (2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan.
Khalaji, Masoud, Kalantari, Minoo, Shafiee, Zahra, Hossein, Mohammad Ali.
(2017). The Effect of Hydrotherapy on Health of Cerebral palsy Patients:An
Integrative Review. Iranian Rehabilitation Journal June 2017, Volume 15
No. 2
Kharisma, A. &. (2016). Desain Kursi Roda dengan Sistem Kemudi Tuas sebagai
Sarana Mobilitas Anak Penderita Cerebral Palsy . JURNAL SAINS DAN
SENI ITS Vol. 5, No.2 , 1-5.
Koziol LF, Budding D, Andreasen N, D'Arrigo S, Bulgheroni S, Imamizu H.
(2013). Consensus paper: the cerebellum's role in movement and cognition.
Cerebellum. Feb;13(1):151-77. doi: 10.1007/s12311-013-0511-x
Kumari, A. & Yadav, S. (2012). Cerebral Palsy: ulasan mini. Jurnal Internasional
Aplikasi Terapi, 3, 15 24.
Kurniadi, Adi. (2012). Cerebral palsy. Makalah tidak diterbitkan. Departemen
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kurtuncu, M., Akhan, L. U., Yildiz, H., dan Demirbag, B.C. (2014). Through the
Interviews from Fifteen Mothers of Children wirh Cerebral Palsy. Sexuality
and Disability. 33(3). 349-363. doi: 10.1007/s11195-01409373-5
Labaf, S., Shamsoddini, A., Taghi Hollisaz, M., Sobhani, V., &
Shakibaee, A. (2015). Effects of neuro developmental therapy on
gross motor function in children with cerebral palsy. Iranian
Journal of Child Neurology.
100

Labaf, Sina et al. (2015). “Effects of Neurodevelopmental Therapy on Gross


Motor Function in Children with Cerebral palsy.” Iranian Journal of Child
Neurology 9(2): 36–41.
Lidya P. (2013). Fisioterapi Pada Cerebral Palsy. Artikel . Surakarta: Poltekkes
Surakarta
Lulu, Fitrotul A (2020) PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DENGAN METODE NEURO
DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) DI RSI JEMURSARI. Diploma
thesis, STIKes Ngudia Husada Madura.
Madden, R. and Dimitropoulous, V. (2014). The International Classification of
Functioning, Disability and Health ICF: What it is and what it can be used
for. Interchange Journal of the Health Information Management Association
of Australia, 4(1), pp.27-29.
Maimunah, S.(2013). Studi Eksploratif Perilaku Koping Pada Individu Dengan
Cerebral palsy. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol.1 No.01 Hal153-168.
Manfaat Metode Neuro Development Treatment Untuk Menurukan
Spastisitas Dan Kemampuan
Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; (2018).
BAB 9, Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf; hal. 291.
Mardjono, M., & Sidharta, P. (2014). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.
Miller, Freeman M.D danSteven J M.D Bachrach. (2017). Cerebral
palsy a complete guide for caregiving second edition. United
States of America: The Johns Hopkins University Press
Muhlisin,Ahmad (2019). Fungsi Otak Besar Besar. Jakarta: Republik
Penerbit ,Cerebrum Berdasarkan bagiannya : hal 54
Myrhaug, H. T., ØstensjØ, S., Larun, L., Odgaard-Jensen, J., & Jahnsen, R.
(2014). Intensive training of motor function and functional skills among
young children with cerebral palsy: A systematic review and meta-analysis.
BMC Pediatrics, 14(1).
101

Naufal Adnan Faris. (2019). MENGENAL DAN MEMAHAMI


FISIOTERAPI ANAK (cetakan 1)
Nikistratos Siskos,; dkk (2021). Molecular Genetics of Microcephaly Primary
Hereditary:An Overview .Department of Molecular Biology & Genetics,
Democritus University of Thrace, 68100 Alexandroupolis, Greece.
Paulsen F. & J. Waschke. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta :
EGC.Pediatrics. 135. doi: 10.1542/peds.2015-0056.
Peraturan Menteri Kesehatan No 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi)
PERMENKES No. 80 Tahun (2013) tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Fisioterapi.
Pitari. (2015) Manfaat Metode Neuro Development Treatment Terhadap
Penurunan Spastisitas dan Kemampuan Fungsional Jalan, Jurusan
Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Price, SA, Wilson, LM. (2017) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2 Ed/6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA,
editor.
Pupitasari,dkk. Gurnida,(2013), Hubungan fungsi motorik kasar dnegan kualitas
Hidup anak Palsy Serebral
Purnomo, D., Kuswardani, K., & Novitasari, R. (2018). PENGARUH
TERAPI LATIHAN TERHADAP PENINGKATAN
KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA KASUS CEREBRAL
PALSY SPASTIK DIPLEGIA. Jurnal Fisioterapi Dan
Rehabilitasi, 2(1), 1-8.
Rahma, A. &. (2017). Studi Pengaruh Desain Peralatan Postural Pada Efisiensi
Aktivitas dan Kestabilan Postur Pada Anak dengan Cerebral Palsy.
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No. 2, 1-5. Dikutip dari Academic
Research Library Database
102

Roy, Sujoy. 2019. “The Effect of Neuromuscular Taping in Improving Upper


Extremity Functions in Children with Cerebral Palsy.” Journal of Medical
Science And clinical Research 7(2): 562–68
Saputri, Marjuliana, , Dwi Rosella K, S.St FT., M.Fis, , Agus Widodo, S.Fis,
M.Kes,(2013). Pengaruh Neuro Development Treatment (NDT) Dan
Mobilisasi Trunk Terhadap Penurunan Spastisitas Pada Cerebral Palsy
Spastic Diplegi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sari, J. D & Reza M. (2013). Hubungan antara dukungan sosial dengan
penerimaan diri pada remaja penderita HIV di Surabaya. Universitas Negeri
Surabaya.
Sheresta N, P. S. (2017). Children With Cerebral palsy an Their Quality of life in
Nepal. Nepal: Nepal Paediatri. Sistem Saraf; hal. 251-252.
Snell, S. R. (2011). Neuroanatomi Klinik. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Soetjiningsih, dr. (2014): Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Soetjiningsih. (2012). Palsi serebral. Dalam: Tumbuh Kembang Anak Edisi
2.Jakarta: EGC;
Stavsky, M., Mor, O., Mastrolia, S. A., Greenbaum, S., Than, N. G., & Erez, O.
(2017). Cerebral palsy— Trends in Epidemiology and Recent Development
in Prenatal Mechanisms of Disease, Treatment, and Prevention. Frontiers in
Pediatrics, 5, 21.
Sugeng. (2013). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI KASUS
ATELEKTASIS PADA ANAK CEREBAL PALSY DENGAN
MODALITAS IR, CHEST THERAPI DAN METODE NDT DI YPAC
SURAKARTA : Universitas Pekalongan
Sujarwo, & Widi, C. P. (2015). Kemampuan Motorik Kasar dan Halus Anak Usia
4-6 Tahun. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 11(2), 96–100.
Susanti Nur [et al.]. (2018) Peran Tenaga Fisioterapi Pada Kasus Anak Delayed
Development (DD) Dengan Modalitas Neuro Senso Motor Reflek
Development and Synchronization (NSMRD & S) Dan Neuro Development
103

Treatment (NDT) di RSUD Bendan Kota Pekalongan [Book]. Jurnal PENA


Vol.35 No.1 Edisi Maret 2021
Tessier, D. W., Hefner, J. L., & Newmeyer, A. (2014). FactorsRelated to
Psychosocial Quality of Life for Children with Cerebral palsy. International
Journal of Pediatrics, 2014, 16.
Trisnowiyanto, dkk. (2020). “Correction Posture Tapping Meningkatkan
Kemampuan Gerak Fungsional Anak Cerebral Palsy.” Jurnal Keterapian
Fisik 5(2): 132–38
Trisnowiyanto,Bambang.(2012).Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian
Kesehatan.Nuha Medika.Yogyakarta
Trombly, C.A;(2015). Occupational Therapi For Phisical Dysfungtion, USA
Tuty Swarni Sinaga,(2016) Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral
Palsy Spastik Qudriplegi Tipe Ekstensi di Rumah Sakit Efarina Pangkalan
Kerinci, 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan, Volume 6 Nomor Khusus
Hari Kesehatan Nasional, p-ISSN 2089-4686 e-ISSN 2548-5970
Valentina, LB (2017). Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan
Manajemen. Ed/2. Yulianti D, editor. Jakarta: EGC;. BAB 19, Stroke;
hal.273
Wahyuni, Prisnia Dwi. (2017). Penerimaan Ibu Terhadap Anak Cerebral Palsy
(CP). Jurnal Psikologi.
WHO. (2013). Birth Defects In South-east Asia A Public Health.World Health
Organization : Regional Office For South-East-Asia,SEACAH-13,63-70
WHO. (2014). Meningkatkan Perkembangan Anak
Penderitaelumpuhan Otak. Bandung: ITB Press.
World Health Organization. (2011). World Report on Disability. Geneva: World
Health Organization.
Wulandari, Rizky, I Weta, and Moh. Ali Imron. (2016).“Penambahan Latihan
Hidroterapi Pada Terapi Bobath Lebih Meningkatkan Kecepatan Berjalan
Pada Cerebral Palsy Spastik Diplegi.” Sport and Fitness Journal 4(1): 25–
36.
104

Zurawski E, Behm K, Dunlap C, Koo J, Ismail F, Boulias C, Reid S, Phadke CP.


(2019)Interrater Reliability of the Modified Ashworth Scale with
Standardized Movement Speeds: A Pilot Study. Physiother Can.
Fall;71(4):348-354.Janshen, W. (2017, May 01). Referat Palsy Cerebral
pada Anak. Cerebral Palsy, pp.15-16.

Lampiran 16
FORMULIR INFORMED CONSENT
PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY
SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE BOBATH CONCEPT DI
YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY SURABAYA

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Ny.
Usia : 34 tahun
Alamat : Gresik ( bagian selatan )
Dengan ini menyatakan bahwa,
1. Saya telah menerima informasi yang jelas dan dapat dimengerti mengenai
penelitian dengan judul Penatalaksanaan Fisoterapi Pada Kasus Cerebral
Palsy Spastic Quadriplegi Dengan Metode Bobath Concept Di Yayasan
Peduli Cerebral Palsy Surabaya
2. Saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian tersebut dalam
keadaan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun dengan ketentuan:
a. Data yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya
dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.
b. Saya boleh memutuskan untuk keluar atau tidak berpartisipasi lagi dalam
penelitian tanpa harus menyampaikan alasan apapun.

Lamongan, 2022
105

Saksi Pembuat Pernyataan

( ) ( )

Lampiran 15

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI D3 FISIOTERAPI
Terakreditasi LAM PT-Kes
Jl. Raya Plalangan - Plosowahyu Km 02 Lamongan Telp /Fax : 0322 - 322356
Email : um.lamongan@yahoo.co.id

LEMBAR KONSULTASI

NAMA MAHASISWA : DZIRWA


NIM : 19.02.04.0062
PROGRAM STUDI : D3 Fisioterapi
JUDUL : PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA
KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI
DENGAN METODE BOBATH CONCEPT DI
YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY
SURABAYA
PEMBIMBING 1 : Dimas Arya Nugraha,S.Tr.Kes,M.Kes
Tanggal Pembahasan Saran Pembimbing Tanda Tangan
106

07/02/21 Konsul judul ACC judul


06/02/21 konsul Bab I  Penulisan Bab I
pendahuluan di bold
 Referensi minimal tahun
2011
 Revisi penulisan daftar
pustaka
 Cara penulisan sessuai
Konsul Bab II
16/03/21 LTA
- Perbaikan Tata cara
Penulisan
- Perbaikan ukuran gambar
- Tulisan miring pada
istilah khusus/asing
- Pemberian kurung pada
tahun di daftar pustaka
- Pemberian Gambar pada
Konsul BAB
bab II Metode Bobath
09/06/22 III
 Pemberian nilai akhir
Konsul BAB
pada GMFM
12/06/22 IV
 Pemberian narasi pada
salah satu bagian bab III
- Mengoreksi pada bagian
pembahasan terdiri dari
1. Fakta
2. Teori penguat
3. Kesimpulan
penulis
4. Penelitian
penunjang
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
107

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI D3 FISIOTERAPI
Terakreditasi LAM PT-Kes
Jl. Raya Plalangan - Plosowahyu Km 02

Lamongan Telp /Fax : 0322 - 322356


Email : um.lamongan@yahoo.co.id

LEMBAR KONSULTASI

NAMA MAHASISWA : DZIRWA


NIM : 19.02.04.0062
PROGRAM STUDI : D3 Fisioterapi
JUDUL : PENATALAKSANAAN FISOTERAPI PADA
KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI
DENGAN METODE BOBATH CONCEPT DI
YAYASAN PEDULI CEREBRAL PALSY
SURABAYA
PEMBIMBING 2 : Aulia Kurnianing Putri, S.ST., M.Kes
Tanggal Pembahasan Saran Pembimbing Tanda Tangan
108

Anda mungkin juga menyukai