Oleh :
Ahmad Kurnia Wagianto, S. Kep
NPM : 719.6.3.0533
Oleh :
Pembimbing
Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Ners
Karya Ilmiah Keperawatan ini telah diuji dan dinilai Oleh Dewan PengujiKarya
Ilmiah Keperawatan Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Wiraraja
Pada tanggal....
DEWAN PENGUJI
Ketua Penguji : Mujib Hannan, S.K.M.,S.Kep.,Ns.,M.Kes. (...........................)
Mengetahui
KetuaProgramStudiKeperawatan
Disetujuioleh
DekanFakultasIlmuKesehatan
PERSETUJUANPUBLIKASIKARYAILMIAHUNTUK
KEPENTINGANAKADEMIS
SebagaisivitasakademikUniversitasWiraraja,sayayangbertanda
tangandibawahini:
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas Wiraraja berhak menyimpan, mengalih media
/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan skripsi saya maupun artikel ilmiah yang ada di dalamnya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis /pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuatdi : Sumenep
Padatanggal : 11 Mei 2020
Yang menyatakan
Kesimpulan :Aktivitas fisik yang dilakukan pada penderita diabetes melitus tipe
2 dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh karena sel-sel otot
rangka tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, hal ini terbukti
dengan penurunan kadar glukosa darah dan konsentrasi HbA1c.
Methods :The strategy for searching research articles is to use english language
research articles that are in accordance with the desired topic using an easily
accessible data base. This literature review took four articles between 2000 and
2017. The keywords used is the effect of physical exercise on people with
diabetes mellitus.
Result :The result of the study also showed that after exercising physical activity
the average blood suger level was 210.4 mg% with a standart deviation of 15.93
mg% and after treatment the blood suger level was reduced by 30.14 mg%. In
exercise I there was a decrease of 13.40 mg%, in exercise II there was a decrease
of 14.73 mg% and exercise III a decrease of 17.30 mg%.
Conclusion : Physical activity carried out in patiens with type 2 diabetes mellitus
can improve glucose control as a whole because skeletal muscle cells do not
depend on insulin to absorb glucose, this is evidenced by a decrease in blood
glucose levels and HbA1c concentration.
Latar Belakang
Hidup yang aktif adalah kehidupan yang hampir semua orang jalani
meningkatkan konsumsi lemak. U.S. Centers for Disease Control and Prevention
250.000 jiwa meninggal setiap tahun karena gaya hidup yang tidak aktif
(Sharkley, 2011). Salah satu dampak dari gaya hidup yang tidak aktif adalah
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya resistensi insulin. Sharkley (2011),
obesitas dan kadar lipid yang tinggi mendorong perlawanan terhadap insulin
sehingga sel tidak bisa menerima glukosa dan menyebabkan kadar glukosa naik.
Kondisi yang dicirikan dengan kenaikan glukosa darah atau kadar gula disebut
Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas untuk mengatur
jumlah gula di dalam darah (Guyton & Hill, 2008). Pankreas adalah suatu organ
yang terletak di belakang lambung. Organ ini memiliki kelompok-kelompok kecil
kumpulan sel ini terdapat sel-sel khusus yang disebut sel-sel beta. Sel-sel beta ini
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 Badan Federasi Diabetes Internasional
(IDF) tahun 2009, memperkirakan kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta
tahun 2009 menjadi 12,0 juta tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Di dunia Indonesia
Ada 2 tipe penyakit diabetes mellitus yaitu tipe DM tipe I dan DM tipe II
dan masing- masing tipe memiliki penyebab yang berbeda, diabetes tipe I adalah
bila tubuh perlu pasokan insulin dari luar, karena sel-sel beta dari pulau-pulau
insulin. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah
yang berbahaya dari penyakit ini, yakni dua komplikasi yang erat berhubungan
dengan perubahan kadar gula darah, yaitu terlalu banyak gula (hiperglikemia)
atau kekurangan gula darah (hipoglikemia). Risiko lain penderita DM I ini adalah
keracunan senyawa keton yang berbahaya dari hasil samping metabolisme tubuh
II terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot
tubuh menjadi kebal terhadap insulin ,sehingga terjadilah gangguan pengiriman
gula darah dalam tubuh pada penyakit DM ada terapi lain yang murah serta
mudah untuk dilakukan salah satunya adalah olahraga atau latihan fisik. Selain
dapat mengotrol gula darah (karena membuat insulin bekerja lebih efektif),
kolesterol, dan resiko terkena penyakit jantung. Selain itu, olahraga juga dapat
memacu pengaktifan produksi insulin dan membuat kerja insulin menjadi lebih
efisen. Ivy (1988) dalam Sustrani (2006) mengatakan bahwa Olahraga dapat
pengangkutan glukosa.
Metode
penelitian berbahasa Inggris yang sesuai dengan topik yang diinginkan dengan
menggunakan data base yang mudah diakses. Literature review ini mengambil
empat artikel antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2017. Penentuan pertanyaan
kritis dan keyword menggunakan teknik PICO framework. Keyword yang dipakai
adalah aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2. Selama pencarian, artikel yang
23 artikel yang mendekati topik yang dibahas. Selanjutnya, artikel dipilih kembali
pengaruh aktifitas fisik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM
tipe2. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian ini
aktivitas fisik, rata-rata kadar gula darah responden adalah 240,27 mg% dengan
standar deviasi 11,56 mg%. Kadar gula darah yang tinggi tersebut dikarenakan
dan gangguan pada sekresi insulin. Peningkatan kadar gula darah ini juga
gula darahnya agar tetap stabil. Faktor pencetus peningkatan kadar gula darah
tersebut akibat dari gaya hidup yang salah dan kurangnya aktivitas. Selain itu
sedikit dari mereka yang mengetahui dan mempunyai motivasi untuk melakukan
latihan fisik pada penderita DM seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana
Tri Lesatari (2003) menyatakan bahwa motivasi yang mendasari responden untuk
melakukan aktivitas fisik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi harapan agar normal kadar gula darahnya, sikap yang ditunjukan
dengan niat untuk melakukan olah raga dan faktor eksternal meliputi pengetahuan
yang ditunjang dari banyaknya informasi melalui media dan dukungan dari
keluarga.
fisik rata–rata kadar gula darahnya menjadi 210,14 mg% dengan standar deviasi
15,93 mg% dan setelah dilakukan perlakuan terjadi penurunan kadar gula darah
sebesar 30,14 mg%. Berdasarkan uji t, penelitian ini menunjukkan ada pengaruh
latihan fisik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2
(p=0,0001). Hal ini serupa dengan hasil penelitian M. Zuhal Purnomo (2004)
bahwa ada pengaruh olah raga terhadap penurunan gula darah pada pasien DM
jenis NIDDM di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD kabupaten Kudus. Olah raga
yang dilakukan adalah senam pagi yang dilaksanakan di halaman RSUD Kudus
dimana waktu latihan olah raga dibagi menjadi III periode latihan yaitu latihan I
dilakukan 20 menit, latihan II 30 menit dan Latihan III 45 menit dan tidak
%, pada latihan II terjadi penurunan 14,73 mg% dan pada latihan III terjadi
berdasarkan pemakaian OHO, batasan kadar gula darah penderita dan kewajiban
darah ini disebabkan karena latihan aktivitas fisik merupakan suatu proses yang
kualitas daya tahan paru-jantung, kekuatan dan daya tahan otot, kelenturan dan
komposisi tubuh (Irianto, 2000), sehingga pada pelaksanaannya menggunakan
seluruh otot-otot besar, dengan gerakan yang terus menerus, berirama, progresif
dan berkelanjutan yang diiringi dengan musik yang antara lain berguna untuk
(Abe, 1996). Mengingat usia responden diatas 35 tahun keatas, maka program
mengiringinya.
desain potong lintang (Cross Sectional). Data yang di dapat pada saat turun ke
jalan Ahmad Yani, Sario, Manado. Populasi penelitian adalah Semua pria yang
berjenis kelamin laki-laki yang berumur 18-25 tahun, tidak diabetes melitus dan
dilakukan pada 30 orang subjek didapati 25 orang yang gula darahnya menurun
setelah melakukan aktivitas dalam kata lain berlari dengan kecepatan ringan
dalam waktu 15 menit, ada yang kadar gulanya menurun hanya 1 mg/dL dan ada
juga yang menurun sebanyak 60 mg/dL, sedangkan lima orang subjek memiliki
kenaikan gula darah, dimana terdapat subjek yang mengalami kenaikan yang
dapat dikatakan cukup tinggi yaitu dari 130 mg/dL menjadi 245 mg/dL. Tabel 1
berumur 18-19 tahun (6,6%), 25 subjek yang berumur 20-22 tahun (83,5%), 3
subjek yang berumur 23-25 tahun (9,9%). Berdasarkan data pada Tabel 2,
(83,3%), subjek dengan berat badan rendah berjumlah 3 subjek (10,0%) dan
subjek dengan berat badan lebih berjumlah 2 subjek (6,6%). Tabel 3 menunjukan
karakteristik glukosa darah sampel sebelum dan setelah berlari, dapat dilihat
terjadi penurunan glukosa darah pada nilai rata-rata glukosa darah sebelum dan
sesudah berlari dengan nilai rata-rata sebelum berjumah 111,40 mm/Hg dan nilai
rata-rata setelah berlari 96,90 mm/Hg. Nilai minimum glukosa darah sebelum
berlari adalah 76 mm/Hg dan setelah berlari 50 mm/Hg. Glukosa darah sebelum
berlari dengan nilai tertinggi adalah 166 mm/Hg dan glukosa darah setelah berlari
dengan nilai tertinggi adalah 245 mm/Hg. pengaruh berlari terhadap gula darah
seorang pria dewasa normal dimana nilai P=0,001 < 0,05 sehingga dapat
dinyatakan sesuai uji wilcoxon dimana nilai α = 0,05, data tersebut dinyatakan
terjadi perubahan yang signifikan antara gula darah sebelum berlari dengan gula
melakukan high intensity interval training memberikan manfaat yang baik dalam
menurunkan kadar glikemik dan peningkatan fungsi sel beta pankreas dalam
pengambilan insulin perifer serta mengurangi masa lemak perut. Pada 1 tahun
sebelumnya juga dilakukan penelitian oleh Tabari dan rekan yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh latihan fisik dalam menurunkan kadar glukosa darah
pada pasien DM tipe2 dengan cara melakukan peregangan dan latihan fleksibilitas
selama 10 menit, lalu berjalan kaki selama 30 menit dengan kenaikan intensitas
maksimum denyut jantung 60%, kemudian peregangan dalam posisi duduk
selama 10 menit, yang semua itu dilakukan 3 kali seminggu selama 8 minggu.
hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dangan kadar HbA1c. Kesimpulan
hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan bila
ingin mendapatkan hasil yang baik harus memenuhi syarat yaitu dilaksanakan
minimal 3 sampai 4 kali dalam seminggu serta dalam kurun waktu minimal 30
menit dalam sekali beraktivitas. Aktivitas fisik tidak harus aktivitas yang berat
cukup dengan berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati pemandangan selama
30 menit atau lebih sudah termasuk dalam kriteria aktivitas fisik yang baik.
Aktivitas fisik ini harus dilakukan secara rutin agar HbA1c juga tetap dalam batas
beristirahat dalam jangka waktu yang cukup lama maka aktivitas fisik yang
dilakukan tidak akan banyak mempengaruhi pada kadar HbA1c-nya karena pasien
melakukan aktivitas fisik, yaitu seperti kondisi klien, hasil pemeriksaan klinis
maupun penunjang, serta kemauan dan kemampuan yang relatif berbeda pada
masing masing klien dalam melakukan aktivitas fisik. Rentang usia, pemeriksaan
penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan
latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga
secara langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu, latihan
mengurangi risiko, aktivitas fisik akan memberikan pengaruh yang baik pada
denyut jantung dan tekanan darah (baik saat istirahat maupun aktif),
plasma sel otot yang aktif selama latihan fisik, peningkatan terkoordinasi di aliran
untuk penyerapan glukosa otot rangka dan termasuk pengambilan GLUT-4 dari
durasi latihan.
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang merupakan latihan yang bersifat
aerobic. Frekuensi latihan dilakukan minimal 3-4 kali per minggu. Latihan fisik
secara teratur dapat menurunkan kadar HbA1c. Anjuran dokter kepada pasien
dengan pre diabetes dan dengan kadar glukosa normal untuk meningkatkan
pasien DM yang melakukan aktivitas fisik sedang memiliki kadar glukosa darah
bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah. Penyerapan glukosa
untuk pembentukan otot lebih baik dibanding lemak. Pembentukan otot dapat
dilakukan dengan aktivitas fisik. Aktivitas fisik dan kadar glukosa darah memiliki
korelasi negatif, yang artinya semakin tinggi aktivitas fisik semakin rendah kadar
glukosa darah.
Kesimpulan
aaktivitas fisik dapat menurunkan kadar glukosa darah. Aktivitas fisik yang
glukosa secara menyeluruh karena sel-sel otot rangka tidak bergantung pada
insulin untuk menyerap glukosa, hal ini terbukti dengan penurunan kadar glukosa
dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan
fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara
langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan
jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur.
Anjuran olahraga atau latihan fisik sebetulnya bukan merupakan hal yang baru
sebelum ditemukannya insulin pada tahun 1921, namun pada waktu itu belum
jelas batasan latihan fisik yang harus dilakukan seperti jenis latihan, dosis,
Saran
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadiakan data dasar dan acuan
Abe,T. Sakarai. 1996. Subcutaneous and visceral fat distribution ang daily
physical activity:comparison between young and middle age
women.Br.J. sport.
Hariyanto F. [Skripsi] Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon Tahun 2013. Pogram Studi Pendidikan Dokter. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2013.
Indryani Puji Dkk. 2007. Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Penurunan Kadar
Gula Darah Pada Penderita DM Tipe2. di Wilayah Puskesmas Buka
Teja Purbalingga.
Larasati TA. Aktivitas fisik, diet serat, dan kadar hba1c pasien diabetes melitus
tipe 2 di RSUD Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Jurnal Kedokteran
UNILA. 2013; 1(3):4-5.
Madsen SM, Thorup AC, Overgaard K, Jeppesen PB. High intensity interval
training improvesglycaemiccontrol and pancreatic β cell function of
type 2 diabetes patients. Plos One. 2015; 10(8): 1-24.