Anda di halaman 1dari 73

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS

ADHESIVA SHOULDER SINISTRA DENGAN MENGGUNAKAN


MODALITAS TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE
STIMULATION DAN TERAPI MANIPULASI

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya


Pada Program Studi DIII Fisioterapi

Disusun Oleh :

RIA ISLAMIATI
2016 51 037

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI

2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul :

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS


ADHESIVA SHOULDER SINISTRA DENGAN MODALITAS
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE
STIMULATION DAN TERAPI MANIPULASI

Disusun Oleh:

RIA ISLAMIATI
2016 51 037

Disetujui dan Diuji Didepan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah


Hari :Rabu
Tanggal :04 September 2019
Dinyatakan Lulus dan Memenuhi Syarat

Dewan Penguji

1. Wanti Hasmar, S.Ftr,M,Or Ketua Sidang

2. Ucu Suherman, SST.Ft.,S.Pd Sekretaris

3. Edy Aswan, SKM.Ftr Peguji Utama

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS


ADHESIVA SHOULDER SINISTRA DENGAN MODALITAS
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE
STIMULATION DAN TERAPI MANIPULASI

Disusun Oleh :

RIA ISLAMIATI
2016 51 037
Telah Diuji Pada Hari Rabu, Tanggal 04 September 2019
dan Dinyatakan Lulus dengan Susunan Tim Penguji

Ketu Sidang : Wanti Hasmar, S.Ftr,M,Or


Sekretaris : Ucu Suherman, SST.Ft.,S.Pd
Penguji : Edy Aswan, SKM.Ftr

Menyetujui :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Wanti Hasmar, S.Ftr,M,Or Ucu Suherman, SST.Ft.,S.Pd


NPP : 63719 NPP : 34013
Tanggal : 04 September 2019 Tanggal : 04 September
2019
Mengetahui
Ketua STIKBA Kepala Program Studi DIII Fisioterapi

Dr. Filius Chandra,SE,MM Ucu Suherman, SST.Ft, S.Pd


NPP:03404 NPP.34013

iii
Tanggal : 04 September 2019 Tanggal : 04 September
2019

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ria Islamiati

Npm : 2016 51 037

Program Studi : DIII Fisioterapi

Judul KTI : PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


CAPSULITIS ADHESIVE SHOULDER SINISTRA DENGAN
MENGGUNAKAN MODALITAS TRANSCUTANEUS
ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DAN TERAPI
MANIPULASI
Menyatakan dengan sebenarnya adalah hasil saya sendiri dan saya susun
tanpa plagiat sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sesungguhnya, apabila dikemudian
hari apa yang saya nyatakan tidak benar, maka saya siap menerima sangsi akademik
yang dijatuhkan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi kepada saya.

Jambi, Agustus 2019


Yang membuat pernyataan

Ria Islamiati

iv
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
Program Studi DIII Fisioterapi
KTI, September 2019

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CAPSULITIS


ADHESIVA SINITRA DENGAN MENGGUNAKAN MODALITAS
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DAN
TERAPI MANIPULASI
(Ria Islamiati, 2019, 49 halaman)
Wanti Hasmar,S.Ftr,M.Or*) dan Ucu Suherman, SST.Ft, S.Pd **)
ABSTRAK
Latar Belakang : Capsulitis adhesive adalah kapsul sendi bahu mengalami
penebalan, dan inflamasi ringan infiltrasi kronis dan kemungkinan terjadi fibrosis.
Hal ini menyebabkan kekakuan pada coracohumeral ligament, yang membatasi
gerak passive movement pada sendi bahu, terutama pada gerakan eksternal rotasi.

Tujuan : Untuk mengetahui manfaat modalitas Transcutaneus Electrical Nerve


Stimulation (TENS) dan Terapi Manipulasi
Hasil : Setelah dilakukan terapi selama lima kali didapat hasil adanya
pengurangan nyeri tekan T1 6 menjadi T5 5, nyeri gerak T1 4 menjadi T5 2,
peningkatan LGS Ekstensi-Fleksi T1 S: 350-00-1500 menjadi T5 480-00-1600,
Abduksi-Adduksi T1 F: 1550-00-600 menjadi 1680-00-700, Eksorotasi-Endorotasi
T1 R: 500-00-600 menjadi T5 600-00-750, peningkatan aktifitas kemampuan
fungsional skala nyeri T1 24 menjadi T5 16, skala kesulitan T1 41 menjadi T5 30.

Kesimpulan : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan Terapi


Manipulasi dapat mengurangi nyeri, meningkatkan LGS, dan meningkatkan
aktivitas fungsional pada kondisi capsulitis adhesiva

Kata Kunci : Frozen Sholder Capsulitis Adhesiva


*) Pembimbing : 1
**) Pembimbing : 2

v
The college of Health Sciences Baiturrahim
DIII Physiotherapy Study Program
KTI, September 2019

MANAGEMENT OF PHYSIOTHERAPY IN CAPSULITIS ADHESIVA


SINITRA CASE USING MODALITY OF TRANSCUTANEUS
ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
AND MANIPULATION THERAPY

(Ria Islamiati, 2019, 49 pages)


Wanti Hasmar,S.Ftr,M.Or*) dan Ucu Suherman, SST.Ft, S.Pd **)
ABSTRACT
Background: Adhesive capsulitis is thickening of the shoulder joint capsule, and
mild inflammation of chronic infiltration and possible fibrosis. This causes
stiffness in the coracohumeral ligament, which limits passive movement in the
shoulder joint, especially in external rotational movements.

Objective: To determine the benefits of the Transcutaneus Electrical Nerve


Stimulation (TENS) modality and Manipulation Therapy.

Results: After five times of therapy, the results of reduction in tenderness T1 6 to


T5 5, motion pain T1 4 to T5 2, increased LGS Extension Flexion T1 S: 35 0-00-
1500 to T5 480-00-1600, Abduction -Adduction of T1 F: 1550-00-600 to 1680-00-700,
Eksorotasi-Endorotasi T1 R:500-00-600 to T5 600-00-750, Increased activity of the
functional ability of the pain scale T1 24 to T5 16, difficulty scale T1 41 becomes
T5 30.

Conclusion: Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) and


Manipulation Exercise Therapy can reduce pain, increase LGS, and increase
functional activity in the conditions of adhesive capsulitis.

Keywords: Frozen Shoulder Capsulitis Adhesiva


*) Adviser: 1
**) Adviser: 2

vi
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT
Tuhan Yang Maha Esa pengayom segenap alam yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini saya tidak
mengalami kendala yang berarti hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini
yang berjudul “Penatalaksaan Fisioterapi Pada Kondisi Capsulitis Adhesiva
Shoulder Sinistra Dengan Menggunakan Modalitas Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation (TENS) Dan Terapi Manipulasi.
Dalam pembuatan karya tulis Ilmia ini penulis mendapat bimbingan serta
petunjuk dari banyak pihak sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini. Selanjutnya melalui tulisan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Filius Chandra, SE, MM selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
2. Bapak Ariyanto, SKM, M,Kes, Selaku wakil Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
3. Ibu Salvita Fitrianti, SKM, MKM selaku wakil ketua II sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi
4. Bapak Ucu Suherman, SST.FT.,S.Pd Selaku Ketua Program Studi DIII
Fisioterapi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi.
5. Ibu Wanti Hasmar, S.Ftr.,M.Or selaku pembimbing I yang bersedia
memberikan masukan dan saran untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Ucu Suherman, SST. FT.,S.Pd Selaku pembimbing II yang bersedia
memberikan masukan dan saran untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Kedua Orang Tua yang Selalu Memberikan Dukungan kepada saya baik itu
Berupa Dukungan Moril Maupun Dukungan Material.
8. Semua Dosen Dan Staf Prodi Prodi DIII Fisioterapi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesahatan Baiturahim Jambi.

vii
9. Teman- Teman Seperjuangan yang telah memberikan motivasi baik berupa
sharing, pendapat dan hal- hal lainya dalam rangka pembuatan Karya Tulis
Ilmiah.
10. Pihak- pihak terkait lainya yang juga turut serta membantu saya dalam
pembuatan karya tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak.
Semogah tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu.

Jambi, 29 Agustus 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

viii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN.............................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................. v

ABSTRACK........................................................................................... vi

KATA PENGANTAR........................................................................... vii

DAFTAR ISI.......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR............................................................................. xi

DAFTAR TABEL.................................................................................. xii

DAFTAR GRAFIK............................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN....................................................................... xiv

HALAMAN MOTO.............................................................................. xv

RIWAYAT HIDUP............................................................................... xvi

HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 4

1.4 Manfaat Penulisan.................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 6

2.1 Deskripsi Kasus....................................................................... 6

2.1.1 Defenisi.......................................................................... 6

2.1.2 Anatomi Fisiologi.......................................................... 7

2.1.3 Biomekanik.................................................................... 11

2.1.4 Etiologi.......................................................................... 12

ix
2.1.5 Patofisiologi................................................................... 14

2.1.6 Tanda dan Gejala........................................................... 15

2.1.7 Diagnosa Banding.......................................................... 16

2.1.8 Komplikasi..................................................................... 17

2.1.9 Pemeriksaan Spesifik..................................................... 17

2.1.10 Objek yang di Bahas.................................................... 18

2.2 Problematika Fisioterapi.......................................................... 22

2.3 Teknologi intervensi Fisioterapi.............................................. 23

2.3.1 Transcutaneous electrical nerve stimulation.................. 23

2.3.2 Terapi Manipulasi.......................................................... 25

2.4 Kerangka Berpikir.................................................................... 27

BAB III PROSES FISIOTERAPI....................................................... 29

3.1 Pengkajian Fisioterapi.............................................................. 29

3.2 Pelaksanaan Fisioterapi............................................................ 38

3.3 Evaluasi ................................................................................... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................... 43

4.1 Hasil......................................................................................... 43

4.2 Pembahasan............................................................................. 43

BAB V PENUTUP................................................................................. 48

5.1 Kesimpulan.............................................................................. 48

5.2 Saran........................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tulang Humerus.................................................................. 8

x
Gambar 2.2 Tulang Clavicula................................................................. 8

Gambar 2.3 Visual Analoque Scale........................................................ 20

Gambar 2.4 Traksi Latero Ventro Cranial.............................................. 25

Gambar 2.5 Slide Kearah Postero Lateral............................................... 26

Gambar 2.6 Slide Kearah Caudal ........................................................... 27

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Myologi Otot Shoulder........................................................... 10

xi
Tabel 2.2 Lingkup Gerak Sendi.............................................................. 21

Tabel 2.2 Skala Kemampuan Fungsional................................................ 21

Tabel 3.1 Gerak Aktif.............................................................................. 33

Table 3.2 Gerak Pasif.............................................................................. 33

Tabel 3.3 Gerak Isometrik Melawan Tahanan ....................................... 33

Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Nyeri Bahu Kiri........................................ 35

Tabel 3.5 Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi......................................... 35

Tabel 3.6 Tes Kemampuan Fungsional Bahu Kiri.................................. 35

Tabel 3.7 Hasil Evaluasi Skala Nyeri...................................................... 41

Tabel 3.8 Hasil Evaluasi Lingkup Gerak Sendi...................................... 41

Tabel 3.9 Hasil Evaluasi Aktifitas Fungsional (Nyeri)........................... 41

Tabel 3.10 Hasil Evaluasi Aktifitas Fungsional (Kesulitan)................... 41

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Evaluasi Nyeri Dengan VAS................................................ 44

xii
Grafik 4.2 Evaluasi Lingkup Gerak Sendi.............................................. 45

Grafik 4.3 Evaluasi Kemampuan Fungsional (Skala Nyeri)................... 46

Grafik 4.4 Evakuasi Kemampuan Fungsional (Skala Kesulitan)............ 47

xiii
DAFTAR SINGKATAN

Renstra : Rencana Strategis

Kemenkes : Kementrian Kesehatan

UU : Undang-Undang

RI : Republik Indonesia

Nakes : Tenaga Kesehatan

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

TENS : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

SWD : Short Wave Diathermy

IR : Infra Red

US : Ultra Sound

MWD : Micro Wave Diathermy

LGS : Lingkup Gerak Sendi

IASP : Internasional Association For The Study of Pain

VAS : Visual Analog Scale

ISOM : Internasional Standart Orthopedi Measurement

SPADI : Shoulder Pain and Disability Index

OA : Osteoarthritis

ROM : Range Of Motion

ADL : Activity Of Daily Living

xiv
MOTTO

sesuatu yang belum pernah dikerjakan, kadang terasa mustahil,


tapi kita akan merasa yakin jika kita telah berhasil dan
melakukannya dengan baik
Jika kamu menginginkan pelangi, maka kamu harus siap dengan
datangnya hujan
Ingatlah bahwa kesuksesan selalu disertai dengan kegagalan dan
tidak ada usaha yang sia sia

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xv
1. Data Pribadi
Nama : Ria Islamiati
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 Tahun
Tempat Tanggal lahir : Jembatan Mas 25 Juli 1999
Tinggi, Berat Badan : 155 cm, 55 kg
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Rasau RT/RW 018/004 kel. Jembatan Mas
kec. Pemayung kab. Batang Hari
2. Riwayat Pendidikan
a. Tk Seroja Jembatan Mas
b. SD N 158/1 Ds Rasau
c. SMP N 17 Batang Hari
d. SMA N 8 Batang Hari
e. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
3. Pengalaman Magang
a. RS Stroke Nasional Bukit Tinggi
b. RS Jiwa Daerah Provinsi Jambi
c. RS Baiturrahim Jambi
d. RSUD Arifin Ahmad Pekan Baru

PERSEMBAHAN

xvi
Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk :

 Terimakasih kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya


penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, serta tak lupa
shalawat beriring salam kita sampaikan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW.
 Kepada kedua orang tuaku bapak Rismanto dan Ibu Sumaryani, semua ini
kupersembahkan sebagai tanda baktiku, hormatku, dan terimakasihku
yang tak terhingga atas segala curahan cinta kasih sayang dan dukungan
yang diberikan kepadaku selama ini, semoga inilah langkah awal yang
dapat aku lakukan untuk selalu membuat bapak dan ibu tersenyum dan
bangga akan kerja kerasku, terimakaih bapak, ibu. Aku sayang kalian.
 Kepada abang Andi Saputro dan istrinya yang terus memberi semangat
untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
 Kepada pembimbing I saya ibu Wanti Hasmar,S.Ftr,M,Or dan kepada
pembimbing II saya bapak Ucu Suherman,SST.Ft.,S.Pd yang selalu rela
membagi waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberi
arahan agar penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat berjalan lancer dan
selesai sebagaimana mestinya.
 Terimakasih penguji utama saya bapak Edy Aswan, SKM.Ftr
 Kepada seluruh dosen DIII Fisioterapi terimakasih atas jasa dalam
mendidik dan membekali dalam karya dan ilmu pengetahuan.
 Kepada teman-teman seperjuangan FT 16 terimakasih untuk 3 tahun ini,
terlalu banyak kenangan yang sudah kita lewati baik bahagia maupun
sedih, jangan pernah lupakan hari-hari dimana kita pernah menangis dan
tertawa bersama. Sukses selalu buat kita angkatan ke VIII
 Buat teman-teman kamar Al-Hasib Amalia Gustina, Ajeng Septiani, Sri
Wulandari, Lia Sulistiana, Rada Egri Vioni dan Qory Putri Rahmadhani
terimakasih untuk semuanya
 Buat sahabat-sahabatku Dian Safitri, Melisa Hidayati & Riski Cisnia
terima kasih sudah mau mendengarkan keluh kesahku

xvii
 Teman-teman komprehensif Ammigita Juniardini, Ajeng Septiani, Annisa
Amelia KH, Diky Ifvan Danu, Endah Sari, Ade Fitriah, Dana Tria Monica
S, Rachmi Aulia Chairunnisa & Andika Jaya Putra
 Kepada seseorang yang special terimakasih sudah mau menyemangati
ketika saya putus asa dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini
 Kepada semua pihak yang turut dalam membantu.

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pembangunan kesehatan pada hakekatnaya adalah upaya yang
dilaksanakna oleh semua komponen bangsa indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomi (Renstra Kemenkes, 2015).
Kesehatan adalah keadaan seimbang yang dinamis, dipengaruhi faktor
genetik, lingkungan hidup dan pola hidup sehari-hari seperti makan, minum,
seks, kerja, istirahat, hingga pengelolaan kehidupan emosional. Status
kesehatan tersebut menjadi rusak bila keadaan keseimbangan terganggu,
tetapi kebanyakan kerusakan pada periode-periode awal bukanlah kerusakan
yang serius jika orang mau menyadarinya (Santoso, 2012).
Sakit adalah persepsi seseorang bila merasakan kesehatannya
terganggu. Proses fisik dan patologis yang sedang berlangsung dan dapat
menyebabkan keadaan tubuh atau pikiran menjadi abnormal.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dibagi dalam beberapa
kelompok yaitu tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian,
tenaga kesehatan masyarakat, dan tenaga kesehatan lainnya dan salah satunya
adalah fisioterapi ( UU RI, No, 36, Nakes, 2014).
Terdapat hampir 2% penderita frozen shoulder yang terdiri dari orang
dewasa usia antara 40-65 tahum dan ditemukan 60% terjadi pada wanita serta
prevalensi lebih banyak pada pasien dengan penyakit jantung. Frozen
shoulder juga ditemukan dalam 10-20% penderita diabetes mellitus dan
peningkatan

1
2

perbandingan penderita frozen shoulder ditemukan pada pasien wanita yang


diketahui memiliki riwayat diabetes mellitus (Morgan, 2012)
Anggota gerak atas memiliki keterlibatan yang sangat tinggi dalam
semua aktifitas. Tangan dan lengan sebagai peran utama, sehingga bila ada
gangguan tentu akan menganggu mobilitas dan kegiatan manusia. Kegiatan
dasar berupa gerak adalah kebutuhan dan tuntutan manusia dalam era
globalisasi seperti sekarang. Seluruh aktifitas yang dilakukan sehrai-hari
banyak bergantung terutama pada fungsi anggota gerak atas. American
Shoulder dan Elbow Surgeons mendefinisikan Frozen Shoulder sebagai
kondisi etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang siginifikan dari gerak
aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam. (Varcin,
L:2013)
Frozen shoulder adalah suatu patologi yang ditandai dengan nyeri,
limitas gerak sendi glenohumeralis baik secara aktif maupun pasif tanpa
perubahan radiologis, kecuali adanya osteoponia atau klarifikasi tendinitis.
Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa kasus
ini merupakan patologi yang belum diketahui penyebabnya atau idiopatik
yang menyebabkan nyeri, penurunan lingkup gerak sendi dan mengakibatkan
aktifitas fungsional terganggu. (Salim, 2013)
Frozen shoulder disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah
capsulitis adhesive. Keadaan ini disebabkan karena kondisi umum dari nyeri
bahu dan kekakuan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi dan
dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi. Kriteria diagnostik dari
kondisi ini termasuk nyeri bahu terutama pada malam hari, kekakuan bahu
selama lebih dari 1 bulan dan tidak ada kelainan yang menjelaskan gejala
(Pedro, 2012).
Capsulitis adhesiva, kapsul sendi bahu mengalami penebalan, dan
inflamasi ringan infiltrasi kronis dan kemungkinan terjadi fibrosis. Hal ini
menyebabkan kekakuan pada coracohumeral ligament, yang membatasi gerak
passive movement pada sendi bahu, terutama pada gerakan eksternal rotasi.
3

Ini yang di sebut dengan Frozen Shoulder akibat Capsulitis Adhesiva


(Charlie, 2013).
Problematika fisioterapi pada kasus Capsulitis Adhesive yaitu pada
bagian impairment yang di jumpai pada kasus ini yaitu adanya rasa nyeri
yang dapat menganggu penderita dalam melakukan aktifitas seperti
mengankat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung
sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang
celana, mengambil atau menaruh sesuatu diatas dan kesulitan saat melepas
baju. Hal ini menyebabkan pasien tidak mau menggerakkan sendi bahunya
yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat
menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian.
Penanganan masalah tersebut dibutuhkan peran fisioterapi sebagai
tenaga medis. Berdasarkan PERMENKES RI No. 80 Tahun 2013 definisi
fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan pada individu
atau kelompokuntuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak
dan/atau fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
electroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi
Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi kasus
tersebut diantaranya TENS, Terapi Latihan, SWD, IR, US, MWD dan Terapi
Manipulasi.
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah nama
generic untuk metode stimulasi serabut saraf aferen yang dirancang untuk
mengendalikan nyeri. TENS mengaktifkan jaringan saraf asendens dan
desendens yang kompleks, pemancar neurokimiawi, dan reseptor opioid/non-
opioid yang akan mengurangi konduksi implus nyeri dan persepsi nyeri
(Karen W, 2015). Menurut Amalia 2018 disimpulkan bawhwa ada efek
penggunaan TENS untuk mengurangi nyeri.
Terapi manipulasi didefenisikan dalam Guide to Physical Therapy
Practice sebagai “ketrampilan gerakan tangan yang dimaksud untuk
memperbaiki ekstensibilitas jaringan, meningkatkan LGS, rileksasi,
4

mobilisasi atau manipulasi jaringan lunak dan sendi, memodulasi nyeri serta
mengurangi keterbatasan ( Donatelli, 2012).
Menurut Astuti 2018 TENS dan terapi manipulasi lebih baik
dibandingkan TENS dan hold relax dalam peningkatan LGS bahu pada
penderita frozen shoulder.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada
karya tulis ilimiah ini penulis tertarik untuk mengambil judul
“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS
ADHESIVE SHOULDER SINISTRA DENGAN MODALITAS
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATIOM (TENS)
DAN TERAPI MANIPULASI”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini antara lain:
1. Bagaimanakah Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat
membantu mengurangi nyeri pada kondisi Frozen Shoulder Capsulitis
Adhesive?
2. Bagaimanakah terapi manipulasi dapat meningkatkan lingkup gerak sendi
(LGS) pada kondisi Frozen Shoulder Capsulitis Adhesive?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam kasus ini adalah:
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
Capsulitis Adhesive dengan modalitas Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS) dan terapi manipulasi serta untuk menambah ilmu
pengetahuan.
1.3.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah:
5

1. Untuk mengetahui manfaat Transcutaneus Electrical Nerve


Stimulation (TENS) dapat mengurangi nyeri pada kondisi Frozen
Shoulder Capsulitis Adhesive.
2. Untuk mengetahui manfaat Terapi Manipulasi dapat
meningkatkan LGS pada kondisi Frozen Shoulder Capsulitis
Adhesive.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan karya tulis ini antara lain:
1.4.1 Bagi penulis
Dengan adanya karya tulis ilmiah ini akan menambah wawasan
dan manfaat serta ketrampilan dalam asuhan fisioterapi khususnya
pada kondisi Frozen Shoulder Capsulitis Adhesive.
1.4.2 Bagi Fisioterapi
Sebagai salah satu pelayanan agar dapat memilih metode efektif
dalam melakukan penanganan pada kondisi Frozen Shoulder
Capsulitis Adhesive.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia
pendidikan khusunya fisioterapi tentang penanganan pada kondisi
Frozen Shoulder Capsulitis Adhesive.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengamalan peran
fisioterapi pada kondisi frozen shoulder capsulitis adhesive sehingga
dapat mencegah masalah atau keluhan yang berhubungan dengan
kasus tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Kasus
2.1.1 Defenisi
Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan
keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul
karena adanya trauma, mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa
tanda-tanda atau riwayat trauma. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri
dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS
terjadi baik secara aktif atau pasif. Frozen shoulder di akibatkan oleh
penyusutan dan pembentukan jaringan perut pada sendi, melibatkan nyeri
bahu dan hilangnya pergerakan (Sandor & Brone 2000). Sumber jurnal
harus 5 tahun belakang
Frozen shoulder (capsulitis adhesive) adalah sindroma yang ditandai
dengan keterbatasan idiopatik pada bahu yang biasanya terasa nyeri pada
fase awal. Sebab-sebab sekunder meliputi perubahan struktur pendukung
dari dan sekitar bahu dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang
lain (Siegel et al., 2005). Tiga stadium yang dapat diidentifikasikan dari
kondisi ini adalah fase nyeri, fase lengket dan fase pemulihan. Pemulihan
LGS biasanya bersifat spontan, baik sebagian maupun keseluruhan gerak
setelah beberapa bulan atau tahun. Perawatan dengan corticosteroid intra
articuler dan fisioterapi ringan secara bertahap meningkat, mungkin akan
membantu mencapai hasil yang lebih baik, dan berakibat menurunnya
resiko fungsional (Siegel et al., 2005). Sumber jurnal harus 5 tahun
belakang
Frozen shoulder menyebabkan capsul yang membungkus sendi bahu
menjadi memendek/mengkerut dan terbentuk jaringan parut, kondisi ini
dikenal dengan capsulitis adhesive yang menyebabkan nyeri dan kekakuan
pada sendi bahu dan lama kelamaan bahu menjadi sangat sulit untuk
digerakkan(Mujianto,2013)

6
7

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Anatomi Bahu terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan
biomekanik. Tulang scapula tulang berbentuk pipih yang terletak pada
aspek dorsal thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang
belakang, akromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekat
beberapa otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Empat
otot rotator cuff yang berorigo pada skapula (S, Lynn, 2011). Otot-otot
tersebut adalah supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan
subskapularis (K, Stephen: 2015). Sumber jurnal harus 5 tahun belakang,
dan harus di sertain gambar ( tulang,sendi,ligamen,otot dll. Supaya
pembaca lebih memahami lagi mengenai anatomi)
2.1.2.1 Sistem Tulang
Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah
apabila mendapat tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri
atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras
oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan
mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-
serabut organik (Snell, 2012). Struktur sendi bahu yang akan di
bahas selanjutnya adalah tulang humerus dan clavicula.
1. Tulang Humerus
Humerus Terdiri dari caput humeri yang membuat
persendian dengan rongga glenoidalis scapula. Terdapat
tuberositas mayor dibagian luar dan tuberositas minor dibagian
dalam. Diantara tuberositas terdapat sulcus intertubercularis.
Pada tulang humerus juga terdapat tuberositas deltoid sebagi
tempat melekatnya insertio otot deltoid. Pada bagian distal
humerus terdapat epikondilus lateral dan medial.
8

Gambar 2.1 Tulang Humerus


(Sumber: S, Lynn, 2011)
2. Clavicula
Tulang berbentuk “S” yang terhubung dengan scapula
pada sisi lateral dan manubrium pada sisi medial. Menahan
scapula untuk mencegah tulang humerus bergeser berlebih.

Gambar 2.2 Tulang clavicula


(Sumber: Sumber: S, Lynn, 2011)
9

2.1.2.2 Sendi
Menurut S, Lynn, 2011 sendi pada shoulder terbagi menjadi:
1. Sendi Sternoclavicular
Sendi sternoclavicular merupakan sendi sinovial yang
menghubungkan ujung meidal clavicula dengan sternum dan
tulang rusuk pertama. Sendi ini memiliki fungsi dalam
membantu pergerakkan gelang bahu.
2. Sendi Cromioclavicular
Sendi Cromioclavicular merupakan menghubungkan
scapula dangan clavicula. Permukaan dari sendi clavicularis
merupakan cekung yang terletak di acromion.
3. Sendi Glenohumeral
jenis sendi ball and socket dimana caput humeri yang
berbentuk seperti bola bersendi dengan cavitas glenoidalis yang
merupakan bagian dari os scapula. Sendi ini merupakan sendi
paling mobile, namun salah satu sendi yang kurang stabil.
4. Scapulathoracic Articulation
Tidak bisa dikatakan murni salah satu persendian.
Scapula dan thorak tidak memiliki titik fiksasi. Scapulathoraci
articulation tidak bergerak namun fleksibel terhadap gerakan
tubuh .
2.1.2.3 Otot
Otot-otot di daerah gelang bahu berfungsi sebagai penggerak
juga berfungsi sebagai stabilisator dan pengontrol hubungan antara
tulang scapula dan humeri. Terdapat 15 otot yang menggerakkan
sendi glenohumeralis ini, secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian:
10

Tabel 2.1 Myologi otot shoulder


Sumber : Anatomi Berorientasi Klinis (Keith L, 2013: 267)

N
Otot Origo Insertio Fungsi
o
1 Deltoideus Pars clavicilaris: Tuberositas Adduksi,
sepertiga acromil deltoidea rotasi medial
clavicula Abduksi,
Pars acromialis: rotas lateral
acromion pinggir All part:
bawah spina menanggung
scapula berat lengan
2 Supraspinatus Fossa Permukaan Abduksi di
supraspinata, proximal bidan
Fascia tuberculum scapular
supraspinata majus sampai
horizontal,
rotasi lateral
3 Infraspinatus Tepi caudal spina Permukaan Rotas lateral,
scapulae, fossa tengah abduksi pada
infraspinata, fascia tuberculum bidang
infraspinata majus scapular
bagian
caudal: rotasi
lateral,
abduksi pada
bidang
scapular
4 Subscapularis Fossa Tuberculum Medial rotasi,
subscapularis minus bagian abduksi pada
crista bidang
tuberculi scapula
minoris di (bagian
dekatnya cranial),
abduksi pada
bidang
scapular
(bagian
caudal)
5 Teres minor Bagian caudal Permukaan Rotasi lateral,
fossa infraspinata, posterior adduksi pada
sepertiga medial distal bidang
margo radialis tuberculum scapular
majus
6 Latisimus dorsi Proc. Spinosus Dengan Adduksi,
11

pada enam sebuah rotasi medial,


vertebrae tendon pipih retroversi
thoracicae bawah yang menarik
dan lumbalaes, mengelilingi scapula dan
facies dorsalis m. teres lengan ke
assis sacrum, major pada medial dan
sepertiga dorsal crista kebawah
labium externum tuberculi
cristae iliacae, minoris
sering kali dengan
identasi tambahan
dari angulus
inferior scapulae
7 Teres major Margo lateralis, Crista Rotasi medial,
angulus inferior tuberculli adduksi pada
minoris bidang
sebelah scapular
medial m.
latisimus
dorsi
8 Coracobrachialis Ujung Facies Rotasi medial,
prox.coracoideus anterior adduksi,
di sebelah medial humeri anteversi
caput breve disebelah
musculi bicipitis mediodistal
brachii crista
tuberculi
minoris
9 Pectoralis major Pars clavicularis: Crista Adduksi,
setengah sterno tuberculi rotasi medial
clavicula pars majoris anterversi
sternocostalis: humeri depresi,
manubrium dan mengangkat
corpus sterni sternum dan
Pars abdominalis: iga bagian
lapisan anterior atas ketika
vagina musculli bahu
recti abdominis terfiksasi

2.1.3 Biomekanik
1. Gerakan arthokinematika
Pada sendi glenohumeral gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi
terjadi karena rolling dan sliding caput humerus pada fossa glenoid. Arah
slide berlawana arah dengan shaft humerus. Pada gerakkan fleksi shoulder
12

caput humerus slide ke arah posterior dan inferior, pada gerakan ekstensi
slide ke arah anterior dan superior. (A Charles, 2009). Sumber jurnal harus
5 tahun belakang

2. Gerakan osteokinematika
Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat caput
humeri. Otot penggerak utama adalah m.deltoid anterior dan m.
Supraspinatus rentang 00-900, untuk rentang 900-1800 dibantu oleh m.
Pectoralis mayor, m. Corachobracialis dan m. Biceps brachii. Gerakan
ekstensi yaitu gerakan pada bidang sagital menjahui posisi anatomis. Otot
penggerak utama adalah m. Latissimus dorsi dan m. teres mayor.
Sedangkan pada gerakan hiper ekstensi, fungsi m. Teres mayor digantikan
m. Deltoid posterior. Gerakan abduksi yaitu gerakan menjahui midline
tubuh. Bergerak pada bidang frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis
mayor dan m. Latissimus dorsi. Gerakkan adduksi yaitu gerakkan lengan
ke medial mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m. Pectoralis
mayor, m. Teres mayor, m. Latissimus dorsi. (A Charles, 2009). Sumber
jurnal harus 5 tahun belakang
3. Gerakan rotasi internal
Gerakan rotasi internal dengan arah gerakan searah axis longitudinal
yang mendekati midline tubuh. Oto penggerak utama m. Subscapularis, m.
pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m. Deltoid anterior.
Gerakkan rotasi ekternal adalah gerakan rotasi lengan searah axis
longitudinal yang menjahui midline tubuh. Otot penggerak utama m.
Infraspinatus, m. Teres minor, m. Deltoid posterior. (A, Charles, 2009).
Sumber jurnal harus 5 tahun belakang
2.1.4 Etiologi
Menurut Z, Viale, 2014 etiologi untuk shoulder yaitu:
1. Usia
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien dengan usia 40-60 tahun.
2. Diabetes melitus
13

Pasien denga riwayat diabtes melitus memiliki risiko lebih besar


mengalami keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada
sendi lainnya. Penggunaan insulin juga memperbesar risko kekakuan
sendi.
3. Operasi
Kekakuan juga dapat terjadi pasca operasi. Contoh umum termasuk
diseksi aksila dan diseksi leher, terutama diseksi aksila dengan
kombinasi terapi radiasi. Frozen shoulder digambarkan sebagai
penghalang untuk rehabilitasi setelah operasi kanker payudara.
4. Immobilisasi
Sejumlah besar rujukan untuk kekakuan bahu setelah masa istirahat
yang sering direkomendasikan oleh dokter.
5. Penyakit Diskus Cervical
Degeneratif pada C5-C6 dan C6-C7 menjadi faktor umum
kekakuan bahu. Pasien dengan radikulopati cervical dan sakit bahu
mengalami kecenderungan kekakuan bahu.
6. Gangguan Tyroid
Kondisi hipertiroid atau hipotiroid sering menyebabkan kondisi
frozen shoulder bilateral.
7. Gangguan Paru
Frozen shoulder juga sering terjadi pada pasien emfisema dan
bronkitis kronis, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi dengan keparahan
atau durasi penyakit.
8. Gangguan Neoplastik
Karsinoma bronkogenik dan tumor pada paru-paru dapat
menyebabkan frozen shoulder.
9. Kondisi Neurologis
Insiden frozen shoulder pada pasien parkinson secara signifikan
lebih tinggi. Pasien dengan hemiplegi mengeluhkan nyeri bahu dan
rentan mengalami kekakuan sendi bahu. Sindrom tangan dan bahu
banyak terjadi pada pasien stoke.
14

10. Reaksi Terhadap Obat


Obat yang dikaitkan dengan timbulnya frozen shoulder termasuk
barbirute, flouroquinolones, nelfinavir, dan isoniazid. Setelah
pengobatan HIV dengan proses inhibitor.
11. Genetika
Keturunan berpengaruh lebih dari 40% pada kasus frozen shoulder,
namun tidak ditemukan gen tertentu yang telah diidentifikasikan.
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologinya terjadi kekakuan pada capsul sendinya. Dimana bila
terjadi gangguan pada kapsul sendinya maka keterbatasan gerak yang
terjadi adalah pola kapsuler. Pola kapsuler pada bahu adalah external rotasi
lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi. Salah
satu gerakan yang terhambat adalah abduksi shoulder dimana pada
gerakan abduksi tersebut terjadi gerakan atrhrokinematik berupa tranlasi
ke kaudal (Christy, 2010).
Pola non-kapsular keterbatasan LGS tidak hanya terjadi pada gerakan-
gerakan tertentu pada sendi bahu. Besar kemungkinan keterbatasan sendi
dalam pola non-kapsular digambarkan dengan aktualitas, dimana aktualitas
merupakan derajat keluhan pada saat pemeriksaan dalam keadaan nyata
yang menunjukkan aktivitas dari proses patologis terjadi.
Pada kasus frozen shoulder kapsul artikularis glenohumeral
mengalami perubahan : mengalami synovitis atau peradangan maupun
degenerasi pada cairan synovium pada sekitar kapsul sendi dan
mengakibatkan reaksi fibrosus, kontraktur ligamen coracohumeral,
penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen superior
glenohumeral, penebalan ligamen inferior glenohumeral, peningkatakn
pada ressesus axilaris, dan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi
kontraktur sehingga yang khas pada kasus frozen shoulder adalah pola
kapsuler. Menurut Kelley et al, 2013 perubahan patologi tersebut
15

dikarenakan rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada membran


sinovial dan kapsul sendi glenohumeral yang

membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan pada


kapsul sendi glenohumeral. Capsulitis adhesiva memiliki 3 fase :
1. Fase Freezing
Terjadi selama 2-9 bulan yaitu rasa nyeri pada bahu yang
memburuk pada malam hari dan semakin bertambahnya kekakuan otot
sehingga menyebabkan kehilangan fungsi gerak bahu.
2. Fase Frozen
Selama 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan dalam
beraktifitas namun sakit mulai menurun walaupun masih terdapat
kekakuan otot.
3. Fase Thawing
Adalah masa pemulihan pada 2-24 bulan fungsi bahu kemabali
atau mendekati normal.
2.1.6 Tanda dan gejala
2.1.6.1 Nyeri
Nyeri adalah suatu gejala yang sangat subjektif, biasanya agak
sulit meliha tadanyanyeri kecuali dari keluhan penderita itu sendiri.
Rasa nyeri biasanya karena adanya penyakit pada tubuh. Rasa nyeri
merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul akibat
adanya jaringan yang rusak dan ini akan bereaksi dengan individu
untuk memindahkan stimulus nyeri tersebut (Putra, 2016).
1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya
berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini
umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
16

dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan
sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan.

2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di
luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak
dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Meski
nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa
sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis
biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
2.1.6.2 Keterbatasan lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan
luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif
maupun pasif.Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat
menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur
immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis (Kuntono, 2004).
2.1.7.3 Gangguan Aktivitas Fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yang
ditemukan pada pasien frozen shoulder seperti adanya nyeri,
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot maka secara
langsung akan memengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.
2.1.7 Diagnosa banding
Kondisi yang mempunyai gejala yang mirp dengan capsulitis
adhesive adalah :
2.1.8.1 Bursitis subacromialis, tidak dapat mengangkat lengan
kesamping (abduksi aktif) tetapi sebelumnya sudah pernah
meraskan pegal pegal di bahu. Lokasi nyeri yang dirasakan
yaitu pada lengan atas atau tepatnya pada insertio otot
deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini
17

merupakan rujukan dari nyeri bursitis subkromialis yang


khas sekali. Gerakan abduksi dan fleksi lengan atas akan
menyebabkan dua dinding bursa tersebut saling bergesekan.
2.1.8.2 Tendinitis supraspinatus, suatu keadaan dimana kondisi
sangat terbatas pada sendi bahu, sering disebabkan oleh
luka yang menyebabkan gangguan fungsi karena adanya
nyeri, ketidaknormalan jaringan tissue dan keterbatasan
gerak.
2.1.8.3 Tendinitis bicipitalis, tendon otot bicep dapat mengalami
kerusakan secara tersendiri, tendinitis ini merupakan reaksi
terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada
bahu, dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan
bawah supinasi (Z, Viale, 2014).
2.1.8 Komplikasi
  Komplikasi yang dapat timbul pada kasus capsulitis
adhesive yang berat dan tidak dapat mendapatkan penanganan yang
tepat dalam jangka waktu yang lama, maka timbul problematika
yang lebih berat antra lain: (1) kekakuan sendi bahu, (2)
kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu, (3)
potensial terjadinya deformitas sendi bahu, (4)atrofi otot-otot
sekitar sendi bahu, (5) adanya gangguan aktifitas keseharian
(Donatelli, 2012). (Sebaikanya di urutkan angka ke bawah supaya
tidak membingungkan )
2.1.9 Pemeriksaan spesifik
Tes spesifik pada kasus capsulitis adhesive adalah sebagai berikut:
2.1.10.1 Reverse Humeroscapular Rhythm
Adalah suatu penyimpangan ritme gerak
scapulohumeral berupa keterbalikan pola gerak
dimana scapula lebih besar dari humerus pada saat
abduksi-elevasi gerak shoulder. ( spasinya terlalu jauh,
seharusnya spasi 1 )
18

2.1.10.2 Joint play movement test


Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan
transalasi (traksi, kompresi, dan gliding) secara pasif
untuk menggambarkan apa yang terjadi di dalam sendi
ketika ( jarak spasi antara atas dan bawah seharusnya 1,5)

dilakukan gerakan translasi. Pada frozen shoulder


terjadi akibat capsulitis adhesiva, pola keterbatasan gerak
sendi bahu dapat menunjukkan pola yang spesifik, yaitu
pola kapsuler saat dilakukan pemeriksaan ini. Pola
kapsuler sendi bahu yaitu gerak eksorotasi paling nyeri
dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan
endorotasi, atau dengan kata lain gerak eksorotasi lebih
nyeri dan terbatas dibandingkan dengan gerak endorotasi.
Bila pada pemeriksaan gerak eksorotasi ditemukan paling
nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan
abduksi lebih terbatas daripada gerak endorotasi maka tes
positif adanya frozen shoulder dan terdapat pola kapsuler.
Pada kasus ini didapatkan hasil positif yaitu gerakan
eksorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih
terbatas dari gerakan endorotasi. Pada frozen shoulder
yang diakibatkan capsulitis adhesiva kualitas gerakan yang
terjadi pada saat menggerakkan bonggol sendi humerus
terasa adanya suatu tahanan dari dalam, yang dapat
menyebabkan munculnya rasa nyeri dan keterbatasan LGS
pada saat menggerakkan sendi bahu (Akraf, 2012).
19

2.1.10 Objek yang dibahas


2.1.10.1 Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik actual maupun potensial, atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. The
internasional association for thestudy of pain (IASP)
mendefinisikan sebagai berikut nyeri merupakan
pengalaman tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
atau ancaman kerusakan jaringan.
Patofisiologi nyeri suatu proses rangsangan yang
menimbulkan nyeribersifat destruktif terhadap jaringan
yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar impuls
nyeri. Serabut saraf ini di sebut juga dengan serabut nyeri,
sedangkan jaringan tersebut disebut jaringan peka-nyeri.
Seorang mersakan nyeri tergantung pada jenis jaringan
yang dirangsang, jenis serta sifat rangsangan, serta pada
kondisi mental dan fisiknya. Reseptor untuk stimulus
disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf tidak
bermialin A delta dan ujung saraf C bermielin. Destribusi
nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh dengan jumlah
terbesar terdapat dikulit. Nosiseptor terletak di jaringan
subkutis, otot rangka,dan sendi. Nosiseptor yang
terangsang oleh stimulus yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut
sebagai stimulus noksius (Wiarto, 2017).
20

(Sebelum membahas VAS, sebaikanya membahas


stimulus noksius, kemudian baru membahas VAS)
Visual Analog Scale (VAS) digunakan dalam
epidemiologi dan studi klinis untuk mengevaluasi
fenomena subjektif, sepertitingkat rasa sakit, kelelahan,
penderitaan psikologis. Visual Analog Scale adalah
instrumen evaluasi satu dimensi ituterdiri dari garis 100
milimeter horizontal atau vertikal, yangekstremitas yang
dinilai oleh garis tegak lurus dengan deskripsi. Subjek
diminta untuk menggambar tanda hubungtegak lurus
terhadap garis untuk mewakili persepsi mereka tentang
fenomena yang sedang dipelajari. Ini dijalankan dengan
sekali pakai lembaran kertas, pena dan penggaris, yang
semuanya harussegera tersedia untuk memastikan alat ini
bermanfaat secara klinis. Nilai yang diperoleh
menyediakan variabel kuantitatif, yang diukur dengan
seperseratus milimeter (Rosas dkk, 2017).

Gambar 2.3 Visual analoque scale

2.1.10.2 Keterbatasan lingkup gerak sendi


21

Parameter yang digunakan untuk mengukur LGS


yang bersangkutan dapat menggunakan alat goniometer
yang dinyatakan dalam derajat keterbatasan gerak
sendi. Hasil pengukuran LGS ditulis dengan
menggunakan standar ISOM (Internasional Standart
Orthopedi Measurement), penulisan dalam posisi netral
dan gerakan mendekati tubuh ditulis dibelakangnya.
Hasil LGS dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya keterbatasan lingkup gerak sendi. Goneometer
digunakan sebagai alat evaluasi yang paling sering
digunakan dalam praktek fisioterapi, yaitu untuk
membandingkan LGS yang terbatas dengan Lgs pada
sendi normal yang sama.
Istilah goneometer dari dua kata yunani, gonio
berarti sudut dan metron yang berarti mengukur.
Dengan demikian, goneometer adalah sebuah alat
instrument yang digunakan mengukur sudut. Dalam
fisioterapi, goneometer digunkan untuk mengukur
jumlah total gerak yang terdapat pada sendi tertentu dan
goneometer dapat digunakan baik untuk mengukur
ROM aktif maupun pasif (Djohan dkk, 2016).
Tabel 2.2 Lingkup gerak sendi

LGS Normal Posisi Pasien


S: 500-00-1700 Duduk atau berdiri
F: 1700-00-750 Duduk atau berdiri
R: 900-00-800 Duduk atau berdiri

Sumber: (Djohan dkk, 2016)


( Seharusnya di berikan gambar tentang pengukuran LGS)
2.1.10.3 Kemampuan Fungsional dengan Indeks SPADI
Pada kasus capsulitis adhesiva menggunakan
skala sholder pain and disability index (SPADI), adalah
22

kuersioner yang terdiri dari dua dimensi yaitu satu


untuk rasa sakit dan yang lainnya untuk kegiatan
fungsional. Dalam index spadi modified hanya
mengukur kemampuan fungsionalnya saja yakni
dimensi kemampuan fungsional yang dinilai dengan 8
pertanyaan yang dirancang untuk mengukur tingkat
kesulitan yang dimiliki individu dengan berbagai
aktifitas hidup sehari hari yang memerlukan
penggunaan ekstermitas atas (Habermeyer, 2006).
Tabel 2.3 Skala Kemampuan Fungsional :

SKALA NYERI
0= TIDAK NYERI------------------------------10 = SANGAT NYERI
No Aktifitas Hasil
1 Saat konisi paling buruk (paling nyeri)
2 Saat berbaring pada sisi lesi
3 Mengambil benda di atas atau di tempat
yang tinggi
4 Menyentuh bagian belakang leher
5 Saat mendorong dengan lengan sisi nyeri
JUMLAH
SKALA KESULITAN
0 = tidak ada kesulitan------------------10 = sangat sulit dan harus
dibantu
6 Mencuci rambut (keramas)
7 Menggosok punggung saat mandi
8 Memakai dan melepas kaos dalam
9 Memakai kemeja berkancing
10 Memakai celana
11 Saat menaruh benda di tempat yang tinggi
12 Mengangkat benda berat 5 kg ( lebih dari 10
pounds)
13 Mengambil benda di saku belakang celana
JUMLAH

2.2 Problematika fisioterapi


Problematika yang dihadapi oleh fisioterapi pada kondisi Capsulitis
Adhesive adalah kapasitas fisik (impairment), keterbatasan fungsi (fungsional
limitation), dan disabilitas (disability).
23

2.2.1 Impairment
Impairment adalah ketidakmampuan pasien dalam merawat dirinya
yang mengakibatkan oleh beberapa hal pada kondisi capsulitis adhesive
permasalahan yang ditimbulkan antara lain nyeri, adanya keterbatasan
lingkup gerak sendi dan penurunan aktivitas fungsional.
2.2.2 Fungsional Limitation
Fungsional limitation merupakan aktifitas seseorang dalam
melakukan aktifitas fungsional yang berhubungan dengan kemandirian
yang disebabkan adanya gangguan musculoskeletal sehingga seseorang
tersebut tidak dapat melakukan aktifitas fungsional secara mandiri.
Dilihat dari impairment maka penderita merasakan ketidaknyamanan
dan mengalami gangguan dalam aktifitas sehari-hari seperti
mengangkat barang, menyisir rambut dan lain-lain.
2.2.3 Disability
Disability adalah keterbatasan seseorang dalam melakukan aktifitas
fungsional yang berhubungan dengan individu lain atau suatu
komunikasi, hal tersebut dikarenakan gangguan dari impairment dan
fungsional limitation.
2.3 Teknologi intervrensi fisioterapi
( Setiap alat intervensi sebaiknya di berikan gambar)
2.3.1 Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
2.3.1.1 Defenisi
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik
untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Dalam
hubungannya dengan modulasi nyeri. Dalam kasus ini
menggunakan metode umum dengan pemasangan elektroda
pada atau sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling
mudah dan paling sering digunakan sebab metode ini dapat
langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan
karakter nyeri atau pun letak yang paling optimal yang
hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri (Agung, 2019).
24

TENS ini berfungsi untuk mengganggu sinyal nyeri yang


mempengaruhi saraf-saraf dan memutus sinyal nyeri tersebut
sehingga pasien merasakan nyerinya berkurang. TENS
memberikan arus listrik dengan amplitudo sampai dengan 50mA
dengan frekuensi 10-250Hz.

2.3.1.2 Manfaat TENS


Memelihara fisiologis otot dan mencegah atrofi otot, re-
edukasi fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik, spinal dan
supraspinal, menambah Range Of Motion (ROM)/mengulur
tendon, memperlancar peredaran darah dan memperlancar
resorbsi oedema.
2.3.1.3 Indikasi dan Kontra indikasi
1. Indikasi
a. Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik
b. Nyeri sendi
c. Nyeri akut
d. Nyeri otot
e. Nyeri spinal
f. Nyeri neoplastic
2. Kontra indikasi
TENS dikontraindikasikan pada pasien dengan alat
pacu jantung, baru mengalami pendarahan, gangguan
sirkulasi Karena gangguan vascular perifer, diatas aspek
anterior leher atau di sinus koratid, pasien yang memiliki
respons alergi terhadap gel, electrode atau plester, aplikasi
electrode di atas batang tubuh, abdomen atau pelvis selama
kehamilan, kecuali jika menggunakan TENS untuk nyeri
persalinan, kondisi dermatologis seperti eksem dan
dermatitis.
3. Prosedur TENS
25

Penempatan Elektroda :
1) Disekitar lokasi nyeri : cara ini paling mudah dan paling
sering digunakan, sebab metode ini dapat langsung
diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan
karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungan
nya dengan jaringan penyebab nyeri.
2) Dermatome : penempatan pada area dermatome yang
terlibat, penempatan pada lokasi spesifik dalam area
dermatome, penempatan pada dua tempat yaitu, dianterior
dan diposterior dari suatu area dermatome tertentu
3) Area trigger point dan motor point
Prosedur Tens :
1) Tingkat analgesia untuk rasa nyeri : frekuensi 150 Hz,
durasi pulsa >150 mikrodetik
2) Persiapan pasien (kulit harus bersih dan bebas dari lemak,
lotion, krim dll), periksa sensasi kulit, lepaskan semua
metal di area terapi, jangan menstimulasi pada area dekat
langsung di atas fraktur yang baru/non-union, diatas
jaringan parut baru,kulit baru.

Dosis Tens :
1) Intensitas : Amplitudo untuk TENS harus berupa
sensasi yang nyaman dibawah ambang batas motoric.
2) Durasi : Untuk sebagian besar kondisi nyeri, waktu
stimulasi berkisar dari 30 sampai 60 menit. Aturan
umum untuk waktu penggunaan jumlah waktu stimulasi
minimal untuk jumlah penurunan nyeri maksimal.
Beberapa pasien mungkin memerlukan stimulasi 24 jam
sehari (mis, pasien pascaoperasi).
3) Frekuensi : Umumnya TENS digunakan setiap hari, dua
kali sehari, atau sesering mungkin sesuai kebutuhan.
26

Sesuaikan frekuensi penggunaan untuk


mempertahankan pasien dalam status bebas nyeri
selama mungkin untuk mengurangi penguatan
nyeri/spasme otot/muscle guarding, respons
input/pemrosesan/outflow ( Karen W, 2015).

2.3.2 Terapi Manipulasi


2.3.2.1 Defenisi
Terapi manipulasi adalah suatu teknik manual terapi yang terdiri
atas sebuah rangkaian gerakan pasif yang terampil untuk sendi atau
jaringan lunak yang terkait (atau keduanya) yang diterapkan pada
gerakan terapi berbagai kecepatan dalam amplitude yang
kecil/kecepatan tinggi (Agung, 2019).
2.3.2.2 Indikasi dan Kontra indikasi
1. Indikasi
a. Joint disfungsi
b. Gangguan joint play movement, dalam klinis dapat berupa
gangguan gerak dan nyeri gerak
c. Gangguan ROM

2. Kontra indikasi
a. Tumor maligna
b. Osteoporosis
c. Penyakit infeksi pada spina
d. Fraktur pada daerah yang bersangkutan
e. Radang akut
f. Traksi latero ventro cranial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di
samping sisi yang akan diterapi. Pelaksanaannya kedua tangan
terapis memegang humerus sedekat mungkin dengan sendi
27

glenohumeral, kemudian melakukan traksi ke arah latero ventro


cranial. Lengan bawah pasien rilek disangga lengan terapis, lengan
bawah terapis yang berlainan mengarahkan gerakan. Traksi diawali
dengan grade I atau grade II, kemudian dilanjutkan dengan traksi
grade III. Traksi dilakukan secara perlahan. Traksi mobilisasi
dipertahankan selama ± 7 detik kemudian dilepaskan sampai grade
II kemudian dilakukan traksi grade III lagi. Prosedur tersebut
dilakukan 6x pengulangan.

Gambar 2.4 Traksi latero ventro cranial


(Sumber : Kisner, 2008)
g. Slide ke arah postero lateral
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi
menghadap pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis
memegang bagian proksimal lengan atas, siku pasien diletakkan
pada bahu terapis kemudian terapis mendorong ke arah postero
lateral. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki
gerak endorotasi sendi bahu.
28

Gambar 2.5 Slide ke arah postero lateral


(Sumber: Kisner, 2008)

h. Slide ke arah caudal


Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas
nyeri, posisi terapis berdiri di samping sendi bahu pasien.
Pelaksanaannya siku terapis ditekuk dan diposisikan menempel
pada tubuh terapis, sedangkan jari I dan II diletakkan pada daerah
caput humeri pasien, lengan terapis yang lain menyangga pada siku
pasien dengan fiksasi, terapis mendorong caput humeri ke arah
caudal dengan dorongan dari siku terapis yang menempel pada
tubuh terapis dan dorongan bisa ditambah dengan gaya berat badan.
Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak
abduksi sendi bahu.

Gambar 2.6 Slide ke arah caudal


(Sumber : Kisner, 2008)
29
29

BAB III
PROSES FISIOTERAPI
3.1 Pengkajian fisioterapi
Proses pemecahan masalah yang harus dihadapi oleh fisioterapi pada
kondisi Frozen Shoulder Capsulitis Adhesive yaitu meliputi pengkajian
fisioterapi, problema fisioterapi, tujuan/rencana fisioterapi, pelaksanaan
fisioterapi, dan evaluasi terhadap hasil terapi.
3.1.1 Anamnesis
Anamnesis umum adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
dengan tanya jawab kepada pasien untuk memperoleh keterangan
sebanyak-banyaknya mengenai keadaan penyakit pasien. Dalam
anamnesis diperoleh informasi yang penting untuk menentukan
diagnosa.Pada kondisi ini secara langsung pada pasien sendiri. Data-
data yang diperoleh dari auto anamnesis pada tanggal 21 Juni 2019
meliputi :
1) Nama : Ny. M
2) Umur : 53 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pekerjaan : Pensiun Guru
6) Alamat : Kasang Pudak
7) No. RM : 04.89.63
8) Tempat Perawatan : Poli Fisioterapi
3.1.2 Data-data rumah sakit
3.1.2.1 Diagnosa Medis : Frozen Shoulder capsulitis adhesive
sinistra
3.1.2.2 Terapi umum : Medika mentosa

29
30

3.1.2.3 Rujukan fisioterapi : Dari dokter saraf mohon diberikan tindakan


fisioterapi pada pasien Ny. M usia 53 tahun
dengan diagnosa Frozen Shoulder Capsulitis
Adhesive sinistra
3.1.3 Anamnesis khusus
Anamnesis ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kondisi yang diderita pasien. Dari anamnesis khusus didapatkan hasil
yang meliputi:
3.1.3.1 Keluhan utama
Keluhan utama merupakan gejala dominan yang
mendorong untuk mencari pertolongan atau pengobatan. Dari
hasil pemeriksaan didapatkan, pasien merasakan nyeri pada
bahu sebelah kiri.
3.1.3.2 Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang menggambarkan riwayat
penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap tentang
bagaimana masing-masing gejala tersebut timbul dan kejadian
apa yang berhubungan dengan kejadian penyakit yang di derita
pasien saat ini. Dari data yang didapatkan yaitu ± 3 bulan
yang lalu sewaktu pasien akan pergi ke pasar, pasien
mengalami kecelakaan namun tidak begitu parah kondisinya
hanya bahu nya yang terasa nyeri, lalu pasien ke tukang urut.
Setelah itu pasien membiarkannya tetapi tidak juga ada
merasakan perubahan lalu pasien pergi ke dokter saraf di
rumah sakit Baiturrahim jambi dan pasien dirujuk untuk
melakukan tindakan fisioterapi, dan sekarang pasien sedang
menjalankan terapi di rumah sakit Baiturrahim.
3.1.3.3 Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita pasien dahulu
31

dengan penyakit yang sekarang. Data yang diperoleh adalah


pasien pernah mengalami kecelakaan.
3.1.3.4 Riwayat penyakit penyerta
Berisi tentang berbagai macam penyakit yang di derita
saat itu. Pada kasus ini pasien mempunyai riwayat OA
(osteoarthritis) pada lututnya.
3.1.3.5 Riwayat penyakit pribadi
Berisi tentang pribadi pasien seperti aktifitas sehari-hari.
Pasien adalah seorang pensiunan guru dan sekarang pasien
hanya dirumah saja dan kegiatan sehari-hari pasien yaitu
memasak dan lain-lain.
3.1.3.6 Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang
sama.
3.1.4 Anamnesis sistem
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya keluhan atau gangguan
yang berhubungan dengan sistem yang lain di dalam tubuh. Pada
anamnesis ini meliputi :
1). Kepala dan leher
Tidak ada keluhan
2). Kardiovaskuler
Tidak ada keluhan
3). Respirasi
Tidak ada keluhan
4). Gastrointestinalis
BAB lancar dan terkontrol
5). Urogenital
BAK lancar dan terkontrol
32

6). Muscoloskeletal
a. Adanya nyeri tekan pada bahu sebelah kiri
b. Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada bahu sebelah
kiri
7). Nervorum
Tidak ada rasa kebas dan nyeri menjalar pada bahu sebelah kiri
3.1.5 Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan tanda-tanda vital (dilihat dari rekam medis: 04.89.63)
1) Tekanan darah : 130/80 mmHg
2) Denyut nadi : 80x/menit
3) Pernapasan : 19x/menit
4) Temperatur : 36ᵒ C
5) Tinggi badan : 152 cm
6) Berat badan :56 kg
b) Inspeksi
1) Statis
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat dan
mengamati pasien dalam keadaan diam. Dari pemeriksaan pada
saat posisi duduk di dapat kan hasil yaitu : postur tubuh pasien
baik, bahu terlihat asimetris ke sebelah kiri dan tidak terdapat
oedem.
2)Dinamis
Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat dan mengamati
pasien dalam keadaan bergerak. Dari pemeriksaan ini
didapatkan hasil pada saat mengangkat tangan dan memakai
baju pasien terlihat menahan nyeri.
c) Palpasi
1. Adanya nyeri tekan pada bahu sebelah kiri
d) Perkusi
Tidak dilakukan
33

e) Auskultasi
Tidak dilakukan
f) Pemeriksaan gerak dasar
1. Gerak aktif
Tabel 3.1 Gerak aktif
No Gerakan Nyeri ROM
1. Fleksi + Tidak full
2. Ekstensi + Tidak full
3. Abduksi + Tidak full
4. Adduksi + Tidak full
5. Eksorotasi + Tidak full
6. Endorotasi + Tidak full

2. Gerak Pasif
Tabel 3.2 Gerak pasif
No Gerakan Nyeri ROM End feel
1. Fleksi + Tidak full Firm
2. Ekstensi + Tidak full Firm
3. Abduksi + Tidak full Firm
4. Adduksi + Tidak full Firm
5. Eksorotasi + Tidak full Firm
6. Endorotasi + Tidak full Firm

3. Gerak isometrik melawan tahanan


Tabel 3.3 Gerakan Isometrik Melawan Tahanan
No Gerakan Nyeri Mampu/Tidak
1. Fleksi + Mampu
2. Ekstensi + Mampu
3 Abduksi + Mampu
4. Adduksi + Mampu
5. Eksorotasi + Mampu
6. Endorotasi + Mampu

3.1.6 Pemeriksaan Kognitif, Intra Personal & Inter Personal


Kognitif : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan
mampumenceritakan awal mula sakit dengan
terapis.
34

Intrapersonal : Pasien memiliki motivasi dan semangat untuk


sembuh.
Interpersonal : Pasien mampu mengikuti perintah yang diberikan
oleh terapis
3.1.7 Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktifitas
Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam
melakukan aktifitas dasar dan fungsional dalam aktifitas sehari-
hari.Sedangkan lingkungan aktifitas adalah keadaan lingkungan
sekitar yang berhubungan dengan kondisi pasien.
1) Kemampuan Fungsional Dasar
Pasien belum mampu untuk melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi, abduksi dan adduksi, eksorotasi dan endorotasi di
karenakan keterbatasan gerak dan nyeri pada bahu sebelah kiri.
2) Aktifitas Fungsional
Pasien mengalami kesulitan untuk melakukan aktifitas
menyisir rambut, menggosok punggung saat mandi, mengangkat
benda yang berat, mengambil/meletakkan barang diatas melewati
bahu dan mengambil benda di saku belakang.
3) Lingkungan Aktifitas
Lingkungan rumah pasien dan rumah sakit mendukung untuk
kesembuhan pasien
3.1.8 Pemeriksaan Spesifik
1. Tes Spesifik
1) Reverse humero scapular rhythm (+)
2) Joint play movement : traksi pada akhir ROM nyeri, terbatas
firm end feel
2. Pengukuran Derajat Nyeri
Disini penulis menggunakan visual analog scale (VAS),
dengan cara mengukur nyeri dengan 10 nilai
0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan
35

4-6 = Nyeri sedang


7-9 = Nyeri berat
10 = Nyeri sangat berat

Dari pemeriksaan nyeri dengan visual analog scale (VAS) di


dapatkan hasil:

Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Nyeri Bahu Kiri

Nyeri Nilai
Nyeri diam 0
Nyeri tekan 6
Nyeri gerak 4
( kotak kolom sehausnya sejajar dengan tulisan di atas)
3. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi ( seharusnya sejajar
dengan nomor yang di atas)
Tabel 3.5 Pemeriksaan lingkup Gerak Sendi
Gerakan LGS LGS Normal
Ekstensi-Fleksi S : 350- 00- 1500 S : 500- 00- 1700
Abduksi-Adduksi F : 1550- 00- 600 F : 1700- 00- 750
Eksorotasi-Endorotasi R : 500- 00- 600 R : 900- 00- 800
( kotak kolom sehausnya sejajar dengan tulisan di atas)
4. Tes Kemampuan Fungsional
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya penurunan kemampuan fungsional dan aktifitas
kesehariannya karena adanya nyeri. Test fungsional pada
penderita frozen sholder capsulitis adhesiva dengan
menggunakan modified spadi test.

Tabel 3.7 Tes Kemampuan Fungsional Bahu Kiri

SKALA NYERI
0= TIDAK NYERI------------------------------10 = SANGAT
NYERI

No Aktifitas Hasil
1 Saat konisi paling buruk (paling nyeri) 6
2 Saat berbaring pada sisi lesi 2
36

Mengambil benda di atas atau di tempat yang


3 5
tinggi
4 Menyentuh bagian belakang leher 6
5 Saat mendorong dengan lengan sisi nyeri 5
JUMLAH 24
SKALA KESULITAN
0 = tidak ada kesulitan------------------10 = sangat sulit dan harus
dibantu
6 Mencuci rambut (keramas) 5
7 Menggosok punggung saat mandi 7
8 Memakai dan melepas kaos dalam 4
9 Memakai kemeja berkancing 3
10 Memakai celana 3
11 Saat menaruh benda di tempat yang tinggi 8
Mengangkat benda berat 5 kg ( lebih dari 10
12 5
pounds)
13 Mengambil benda di saku belakang celana 6
JUMLAH 41

a. Jumlah skor nyeri : 24/ 50 x 100 = 48 %


b. Jumlah skor disabilitas : 41/ 80 x 100 = 51, 25%
c. Jumlah skor spadi : 65/130 x 100 = 50%
3.1.9 Problematika Fisioterapi
1) Impairment
a. Adanya nyeri tekan pada m. deltoid dan m trapezius
b. Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada
shoulder sinistra
c. Adanya gangguan kemampuan fungsional (ADL)
2) Fungsional Limitation
Pasien mengalami kesulitan untuk melakukan
aktivitas menyisir rambut, menggosok punggung saat
mandi, mengangkat benda yang berat,
mengambil/meletakkan barang diatas melewati bahu dan
mengambil benda di saku belakang.
3) Disability
Lingkungan aktifitas pasien terganggu seperti
gotong royong disekitar rumahnya.
37

3.10 Tujuan Fisioterapi


1) Jangka Pendek
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi spasme
c. Meningkatkan LGS
2) Jangka Panjang
a. Melanjutkan tujuan jangka pendek
b. Mengembalikan ADL pasien
3.1.1 Tindakan Fisioterapi
1) Teknologi Fisioterapi Alternative
a. Infrared
b. Short wave diathermi (SWD)
c. Ultrasound
d. Tens
e. Massage
f. Terapi latihan
g. Terapi Manipulasi
3.1.2 Teknologi Yang Terpilih
1) Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
Lewat efek stimulasi antidromik yang dapat
membloking nyeri sehingga rasa nyeri pasien
berkurang.
2) Terapi Manipulasi
a. untuk memperbaiki ekstensibilitas jaringan dan,
meningkatkan LGS
b. untuk memodulasi nyeri serta mengurangi
keterbatasan
3.1.3 Edukasi
38

Sebagai rencana tindak lanjut, pasien diberikan


beberapa edukasi untuk menunjang keberhasilan terapi
supaya pasien melakukan kembali setelah berada dirumah
secara mandiri, dengan cara yaitu:
1) Dianjurkan melakukan latihan seperti yang telah di
berikan dan diajarkan oleh terapis, untuk dilakukan
setiap hari tidak hanya pada waktu sakit saja supaya tetap
terjaga.
2) Melakukan kompres air hangat pada otot-otot yang
spasme dengan merendam handuk pada air hangat
tersebut.
3.1.4 Rencana Evaluasi
1. Pengukuran nyeri- skala VAS
2. Lingkup gerak sendi- goneometer
3. ADL skala spadi
3.1.5 Prognosis
1. Quo Ad Vitam : Baik
2. Quo Ad Sanam : Baik
3. Quo Ad Fungsionam : Baik
4. Quo Ad Cosmeticam : Baik

3.2 Pelaksanaan Fisioterapi

3.2.1 Hari : Jum’at 21 Juni 2019


1. Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation
Adalah penggunaan arus listrik yang dihasilkan oleh
perangkat ntuk merangsang saraf untuk mengurangi rasa
sakit/nyeri
a. Posisi pasien : tidur di atas bed
b. Posisi Terapis : disamping pasien untuk memberikan
instruksi sambil menaikkan intensitasnya
39

c. Pelaksanaan : pasang elektroda di area yang akan di


terapidan berikan penjelasan kepada pasien rasanya
akan seperti apa sambil menekan intensitas sesuai
toleransi pasien.
Dosis : Frekuensi=2x/minggu, Intensitas= 55 Hz,
waktu= 10 menit
2. Terapi Manipulasi
1) Traksi latero ventro cranial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis
berdiri disamping sisi yang akan diterapi.
Pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang
humerus sedekat mungkin dengan sendi
glenohumeral, kemudian melakukan traksi ke arah
latero ventro cranial.
2) Slide ke arah postero lateral
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis
duduk di kursi menghadap pasien. Pada
pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang
bagian proksimal lengan atas, siku pasien
diletakkan pada bahu terapis kemudian terapis
mendorong ke arah postero lateral. Tujuan
pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki
gerak endorotasi sendi bahu.
3) Slide ke arah caudal
Posisi pasien berbaring terlentang, lengan
abduksi sebatas nyeri, posisi terapis berdiri di
samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya siku
terapis ditekuk dan diposisikan menempel pada
tubuh terapis, sedangkan jari I dan II diletakkan
pada daerah caput humeri pasien, lengan terapis
yang lain menyangga pada siku pasien dengan
40

fiksasi, terapis mendorong caput humeri ke arah


caudal dengan dorongan dari siku terapis yang
menempel pada tubuh terapis dan dorongan bisa
ditambah dengan gaya berat badan. Tujuan
pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki
gerak abduksi sendi bahu.
3.2.2 Hari : Senin, 24 Juni 2019
Modalitas yang diberikan sama dengan terapi pertama, yaitu
TENS demgan dosis Dosis : F= 2x/minggu, I= 55, T= 10
menit dan terapi manipulasi
3.2.3 Hari : Jum’at, 28 Juni 2019
Modalitas yang diberikan sama dengan terapi pertama, yaitu
TENS dengan dosis : F= 2x/minggu, I= 50, T= 10 menit dan
terapi manipulasi
3.2.4 Hari : Senin 01 Juli 2019
Modalitas yang diberikan sama dengan terapi pertama, yaitu
TENS dosis : F= 2x/minggu, I= 45, T= 10 menit dan terapi
manipulasi
3.2.5 Hari : Jum’at 05 Juli 2019
Modalitas yang diberikan sama dengan terapi pertama,
yaitu TENS dosis : F= 2x/seminggu, I= 40,, 10 menit dan
terapi manipulasi.
3.3 Evaluasi
Seorang pasien yang bernama Ny. M dengan usia 53 tahun
dengan diagnose capsulitis adhesive sinistra. Berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa
masalah utama dari pasien tersebut. Adanya nyeri tekan dan nyeri
gerak, adanya penurunan kekuatan otot, adanya penurunan LGS dan
adanya gangguan ADL, setelah di lakukan tindakan fisioterapi T1-T5
dengan menggunakan modalitas Trancutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS) dan terapi manipulasi, di dapatkan hasil adanya
41

penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot, peningkatan LGS dan


peningkatan LGS pada shoulder.
Evaluasi yang telah di susun dengan kriteria dan parameternya.
Di antara tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan terapi dan tujuan yang diharapkan menetapkan perlu
tidaknya modifikasi atau merujuk ketenaga kesehatan lain. Evaluasi
di lakukan setelah intervensi di lakukan. Adapun komponen-
komponen yang perlu di lakukan evaluasi dalam kasus Capsulitis
Adhesive antara lain:
3.3.1 Skala nyeri menggunakan VAS
Tabel 3.7 Hasil evaluasi skala nyeri

T1 T2 T3 T4 T5
Nyeri
21-06-19 24-06-19 28-06-19 01-07-19 05-07-19
Nyeri diam 0 0 0 0 0
Nyeri tekan 6 6 6 5 5
Nyeri gerak 4 4 3 3 2

3.3.2 Lingkup gerak sendi


Tabel 3.8 Hasil evaluasi lingkup gerak sendi
LGS T1 T2 T3 T4 T5
Ekstensi-Fleksi 350- 00- 1500 350-00- 1500 400-00-1500 450-00-1550 480-00-1600
Abduksi- 1550- 00- 600 1550-00- 600 1570-00-620 1620-00-650 1680-00-700
Adduksi
Eksorotasi- 500- 00- 600 500- 00- 600 550- 00- 650 570-00-700 600-00-750
Endorotasi

3.3.3 Aktifitas fungsional skala nyeri


Tabel 3.9 Hasil evaluasi aktifitas fungsional (Nyeri)
ADL (Skala Nyeri) T1 T2 T3 T4 T5
Saat kondisi paling buruk (Nyeri) 6 6 6 5 4
Saat berbaring pada sisi lesi 2 2 2 2 2
Mengambil benda diatas paling
5 5 5 4 3
tinggi
Menyentuh bagian belakang leher 6 6 5 5 4
Saat mendorong dengan sisi nyeri 5 5 4 4 3
Jumlah 24 24 22 20 16
( kolom harus sejajar )
42

3.3.4 Aktifitas fungsional skala kesulitan


Tabel 3.10 Hasil evaluasi aktifitas fungsional (kesulitan)
ADL (Skala kesulitan) T1 T2 T3 T4 T5
Mencuci rambut (Keramas) 5 5 4 3 3
Menggosok punggung saat mandi 7 7 7 6 6
Memakai dan melepas kaos dalam 4 4 4 4 4
Memakai kemeja berkancing 3 3 2 2 2
Memakai celana 3 3 2 2 2
Menaruh benda ditempat yang tinggi 8 8 8 7 6
Mengangkat benda yang berat 5 kg 5 5 5 4 3
Mengambil benda di saku belakang
6 6 5 4 3
celana
Jumlah 41 41 37 32 30
( kolom harus sejajar dengan tulisan di judul )
43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dalam studi kasus ini, seorang pasien yang bernama Ny. M
dengan usia 53 tahun dengan diagnose capsulitis adhesive shoulder
sinistra. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, maka penulis
menyimpulkan bahwa masalah utama dari pasien tersebut. Adanya
nyeri tekan dan nyeri gerak, adanya penurunan kekuatan otot, adanya
penurunan LGS dan adanya gangguan ADL.
setelah di lakukan tindakan fisioterapi T1-T5 dengan menggunakan
modalitas Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan
terapi manipulasi, di dapatkan hasil adanya penurunan nyeri,
peningkatan kekuatan otot, peningkatan LGS dan peningkatan LGS
pada shoulder. Hasil peningkatan tersebut dapat di lihat dari hasil
sebagai berikut.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil evaluasi nyeri dengan skala VAS
Pengukuran tingkat nyeri dapat dilihat dengan
menggunakan VAS perubahan tingkat atau derajat nyeri dari
evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir (T5) yang hasilnya
dapat dilihat pada:

43
44

Grafik 4.1 Evaluasi Nyeri dengan VAS

Skala Nyeri
6

0
Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak

T1 T2 T3 T4 T5

Berdasarkan grafik di atas dimana terlihat terjadi penurunan


pada nyeri tekan dan nyeri gerak yang dilakukan selama lima kali
terapi dengan pemberian TENS. Pada nyeri tekan T1 6 menjadi
T5 2 dan nyeri gerak T1 4 menjadi T5 2. Hasil ini karena efek
terapeutik Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
yang dapat mengurangi rasa sakit karena penggunaan elektroda
yang diletakkan pada kulit dapat menghantarkan implus listrik.
Implus listrik tersebut berfungsi sebagai pemblok rasa nyeri yang
dirasakan oleh pasien, implus nyeri yang diblok akan
mengakibatkan nyeri berkurang. Pemberian TENS mampu
merangsang tubuh mengeluarkan endorphin yang akan
meningkatkan relaksasi kemudian diikuti penurunan nyeri.

4.2.2 Hasil evaluasi peningkatan LGS


Pengukuran tingkat lingkup gerak sendi dapat dilihat
dengan menggunakan Goneometer perubahan tingkat atau derajat
lingkup gerak sendi dari evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir
(T5) yang hasilnya dapat dilihat pada :
45

Grafik 4.2 Evaluasi Lingkup Gerak Sendi

LGS
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi Eksorotasi Endorotasi

T1 T2 T3 T4 T5

Berdasarkan grafik diatas dimana terlihat terjadi


peningkatan lingkup gerak sendi. Pada gerakan Ekstensi-Fleksi
T1 350-00-1500 menjadi T5 480-00-1600, pada gerakan Abduksi-
Adduksi T1 1550- 00- 600 menjadi T5 1680- 00- 700 dan pada
gerakan Eksorotasi-Endorotasi T1 500- 00- 600 menjadi T5 600-
00-750. Hasil ini karena efek fisiologis dari terapi manipulasi
yaitu memperlancar peredaran darah, mencetuskan hormone
endhorphin dan merileksasikan otot. Secara keseluruhan proses
tersebut kemudian dapat membantu mengurangi pembengkakan
pade fase kronis, mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme
penghambatan rangsang nyeri (gate control), meningkatkan
relaksasi otot sehingga mengurangi nyeri, meningkatkan
jangkauan gerak, kekuatan, koordinasi, keseimbangan dan
fungsi otot, menghilangkan ketegangan saraf dan mengurangi
rasa sakit, sehingga terapi manipulasi dapat meningkatkan
lingkup gerak sendi pada pasien.
46

4.2.3 Hasil evaluasi peningkatan kemampuan ADL (skala nyeri)


Pengukuran tingkat kemampuan fungsional (ADL) dapat
dilihat dengan menggunakan Indeks SPADI perubahan atau
tingkat derajat kemampuan fungsional deri evaluasi awal (T1)
sampai evaluasi terakhir (T5) yang hasilnya dapat dilihat pada:

Grafik 4.3 Evaluasi kemampuan fungsional


(Skala Nyeri)

Skala Nyeri
6
4
2
0
i i s g ri
er les ata an ye
ny is i di le ak i n
ng s d a sis
pali rin
g en d ib n
s i ba lb er ga
di r bi leh len
on Be g an uh an
K en ent ng
M y de
en ng
M ro
do
en
M
T1 T2 T3 T4 5

Berdasarkan grafik di atas dimana terlihat peningkatan


kemampuan fungsional (ADL) pada skala nyeri. Pada kondisi
paling nyeri T1 6 menjadi T5 4, mengambil benda diatas T1 5
menjadi T5 3, menyentuh leher dibelakang T1 6 menjadi T5 4
dan mendorong dengan lengan sisi nyeri T1 5 menjadi T5 4.
Dengan adanya penurunan nyeri dan peningkatan LGS pada
shoulder dengan menggunakan modalitas TENS dan terapi
manipulasi maka kemampuan aktifitas fungsional pasien
meningkat.

4.2.4 Hasil evaluasi peningkatan kemampuan ADL (skala kesulitan)


Pengukuran tingkat kemampuan fungsional (ADL) dapat
dilihat dengan menggunakan Indeks SPADI perubahan atau
47

tingkat derajat kemampuan fungsional deri evaluasi awal (T1)


sampai evaluasi terakhir (T5) yang hasilnya dapat dilihat pada:
Grafik 4.4 Evaluasi kemampuan fungsional
(skala kesulitan)

Skala Kesulitan
8
6
4
2
0
t di g na i
bu m
cin gg kg ng
a m m
an d ala n c ela tin t 5 aka
r a t ra l
ci at os rk ai pa be
e
cu sa ka be ak e m a nab
n g s a m t d a
e un pa ej M
e di en ce
l
M gg ele em da tb u
n m k n a k
pu ai be gk sa
ok i& ak u h an a di
s a m r g d
o ak e
en
a en en
gg em M M lb
en M M b i
M m
n ga
e
M
T1 T2 T3 T4 T5

Berdasarkan grafik di atas dimana terlihat peningkatan


kemampuan fungsional (ADL) pada skala nyeri. Pada mencuci
rambut T1 5 menjadi T5 3, menggosok punggung saat mandi T1
7 menjadi T5 6, memakai kemeja melepas kaos T1 3 menjadi
T5 2, memakai celana T1 3 menjadi T5 2, menaruh benda
ditempat yang paling tinggi T1 8 menjadi T5 6, mengangkat
benda berat 5 kg T1 5 menjadi T5 3 dan mengambil benda
disaku celana belakang T1 6 menjadi T5 3. Dengan adanya
penurunan nyeri dan peningkatan LGS pada shoulder dengan
menggunakan modalitas TENS dan terapi manipulasi maka
kemampuan aktifitas fungsional pasien meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pasien yang bernama Ny. M dengan usia 53 tahun dengan diagnose
capsulitis adhesive sinistra dan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan,
maka penulis menyimpulkan bahwa masalah utama dari pasien tersebut
adalah adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada bahu sebelah kiri, adanya
keterbatasan LGS dan adanya gangguan ADL pada bahu sebelah kiri.
Sesuai dengan problematika terebut, maka fisioterapi berperan
memberikan modalitas Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
dan terapi manipulasi. Setelah dilakukan 5 kali terapi di dapatkan hasil
adanya penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot, peningkatan LGS dan
peningkatan LGS pada shoulder. Hasil tersebut mengalami perubahan baik
aktif maupun pasif. Pasien yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam
mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan lengan yang sakit menjadi
tidak ada kesulitan.
5.2 Saran
Capsulitis adhesive ini pelaksanannya sangat dibutuhkan kerjasama
antara terapis dengan penderita dan bekerjasama dengan tim medis lainnya
agar tercapai hasil pengobatan yang maksimal. Selain itu hal-hal lain harus
diperhatikan antara lain:
5.2.1 Saran bagi penderita
Disarankan melakukan fisioterapi tiga kali seminggu, serta
melakukan latihan-latihan yang dianjurkan dengan fisioterapis dan
dilarang untuk mengangkat beban yang berat.
5.2.2 Saran bagi keluarga pasien
Disarankan agar terus memberikan motivasi agar pasien tetap
melakukan latihan-latihan walaupun keadaannya sudah baik.

48
49

5.2.3 Saran bagi fisioterapi


Hendaknya benar-benar melakukan tugasnya secara
professional, yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga
dapat menegakkan diagnosa, menentukan problematik, menentukan
tujuan terapi yang tepat, untuk menentukan jenis modalitas fisioterapi
yang tepat dan efektif buat penderita, selain itu fisioterapi hendaknya
meningkatkan ilmu pengetahuan serta pemahaman terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan penilitian baru yang lebih efektif terhadap
capsulitis adhesiva.
5.2.4 Saran bagi masyarakat
Disarankan jika merasakan gangguan pada bahu, segera
memeriksakan diri kedokter dan fisioterapi. Sehingga gangguan
tersebut mempermudah penyembuhan dan tidak terjadi komplikasi
terhadap penderita capsulitis adhesive.
DAFTAR PUSTAKA

Aras, D. 2016. The New of Physical Therapist Test and Measurement. Cetakan 1.
Makassar

Carolyn, K . 2008. Therapeutic Exercise Foundation and Technique,Third


Edition. F. A. Davis Company.Philadelphia.

Charlie P. 2013. Physical Therapist’s Guide to Frozen Shoulder (Adhesive


Capsulitis). http://www.progressiveptinc.com/physical-therapists-guideto-
frozen-shoulder-adhesive-capsulitis/. Diakses tanggal 28 April 2014.

Christy, C.2010.Functional anatomy: musculoskeletal anatomy, kinesiology, and


palpation for manual therapists. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Djohan, A. 2014. Tes Spesifik Muscoloskeletal Disorder (Edisi Revisi).

Donatelli, R.A. 2012. Physical Therapy of The Shoulder; Edisi 5, Elsevier


Churachiil Livingstone.

K, Stephnen . 2015. Shoulder joint anatomy http://emedicine.medscape.com/


article /1899211 overview#showall Diunduh tanggal 17 Mei 2016

Karen, W.2015. Agen Modalitas Untuk praktik Fisioterapi, Edisi 6 : Jakarta,


EGC.

Kelley, M. J. et al. 2013. Shoulder Pain and Mobility Deficits: Adhesive


Capsulitis. 43. 5: 2013.

Kuntono, H. P. 2004. Aspek Fisioterapi Syndroma nyeri Bahu. Disampaikan


dalam Kupas Tuntas Frozen Shoulder. Surabaya

Moore, K. L . 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Jilid 2, Edisi ke-5. Jakarta

Morgan, W.E . 2012. Managing the Frozen Shoulder: Self-Care Manual for Those
Suffering From Frozen Shoulder. e-book, diakses tanggal 16/05/2016,
Available from http://drmorgan.info/ data/documents/ frozenshoulder-
ebook.pdf.

Muhammad, A. 2012. Pemeriksaan Spesifik pada Regio Shoulder. http://www.


akrafpaduli. blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Maret 2012

Mujianto. 2013. Cara Cepat Mengatasi 10 Besar Kasus Muskuloskeletal dalam


Praktik Klinik Fisioterapi, cetakan ke-1, Penerbit buku Kesehatan. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis.

Permadi, A. W. 2019. Fisioterapi Manajemen Komprehensif Praklinik. Jakarta,


EGC.

Peter, H. 2006. Classification And Scores Of The Shoulder. Germany: Springer


Berlin.

Putra, Y. W. 2016. Perbedaan Efektivitas Jarak Aplikasi Inframerah Terhadap


Peningkatan Ambang

Renstra Kemenkes, 2015 rencana strategis kementrian kesehatan

Rockwood, A. C. 2009. The Shoulder Fourth Edition. China : Saunders.

Rosas, dkk. 2017. Comparison Between The Visual Analog Scale And The
Numerical Rating Scale In The Perception Of Esthetics And Pain

S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis Company ;


2011

Salim, JS. 2013. Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendulum
Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder. Dempasar. Universitas
udayana.

Sandor dan Brone. 2000. Pengaruh Terapi Manipulasi terhadap Peningkatan


Lingkup Gerak Sendi Bahu pada Frozen Shoulder di RST Dr. Soedjono
Magelang. Dari eprint.ums.ac.id/25701/13/NASKAH PUBLIKASI.pdf,
(diakses 15 desember 2015).

Santoso, 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Rineka Cipta.

Siegel, et al. 2005. The Shoulder in Hemiplegia. F. A. Davis Company:


Philadelphia.

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh


Sugarto L. Jakarta:EGC.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga


Kesehatan.

Varcin, L. 2013. Unlocking Frozen Shoulder New Paradigma of Treatment.


Balboa
Wiarto. 2017. Nyeri tulang dan sendi. Cetakan pertama, 2014 yogyakarta. www.
Gosyen publishing.web.id. 8-11 page.

Z, Viale, 2014. Frozen Shoulder Orthophedic EBM. Milan : Sics


Lampiran 1 Dokumentasi

1. Pemberian TENS

3. Slide ke arah postero lateral 2. Traksi latero ventro cranial

4. Slide ke arah caudal

Anda mungkin juga menyukai