Disusun Oleh :
YUNITA PUTRI
2016 51 022
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL
ROOT SYNDROME DENGAN METODE
CONTRACT RELAX STRETCHING
Disusun Oleh :
YUNITA PUTRI
2016 51 022
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun Oleh:
YUNITA PUTRI
2016 51 022
3
LEMBAR
Disusun Oleh:
YUNITA PUTRI
2016 51 022
Mengetahui Menyetujui
Pembimbing I PembimbingII
Mengetahui Mengetahui
Ketua STIKBA Ka. Prodi DIII Fisioterapi
4
SURAT
Yunita Putri
5
KATA
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Karunia–Nya sehingga dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini saya
diberikan kemudahan, kelancaran dan tidak mengalami kendala yang berarti sehingga
dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya Karya Tulis Ilmiah yang saya beri
judul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL
ROOT SYNDROME DENGAN MODALITAS CONTRACT RELAX
STRETCHING”
Karya Tulis Ilmiah ini saya mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, oleh karenanya dari lubuk hati yang paling dalam saya ingin
mengucapkan terima kasih saya kepada :
1. Bapak Dr. Filius Chandra, SE.,MM selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Baiturrahim Jambi.
2. Bapak Ariyanto,SKM., M.Kes, selaku wakil ketua 1 Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi.
3. Ibu Salvita Fitriani SKM, M.KM selaku wakil ketua II Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Baiturrahim Jambi
4. Bapak Ucu Suherman, SSt,FT.,S,Pd selaku ketua program studi DIII Fisioterapi
STIKBA Jambi, dan selaku pembimbing I yang bersedia memberikan masukan
dan saran untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Bapak Adi saputra junaidi,S.Fis.,M.Fis selaku sekretaris program studi DIII
Fisioterapi STIKBA Jambi
6. Ibu NurFitriani, M.Kes, selaku pembimbing II yang bersedia memberikan
masukan dan saran untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2016 yang selalu memberikan
motivasi dan berjuang bersama baik dalam perkuliahan maupun dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah ini.
6
Saya sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna begitupun saya sendiri
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, saya selaku penulis sangat mengharap
kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan juga saran seperlunya.
penulis
7
Motto
(YUNITA PUTRI)
8
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
Program Studi DIII Fisioterapi
KTI, 23 Agustus 2019
ABSTRAK
Latar Belakang : Cervical root syndrome (CRS) atau sindroma akar saraf cervical
suatu keadaan yang disebabkan adanya iritasi pada akar saraf cervical yang
menyebabkan adanya nyeri radikular yang ditandai dengan nyeri pada cervical.
Cervical Root Syndrome merupakan kumpulan gejala yang sangat mengganggu
aktivitas pasien sehingga penanganan yang tepat dapat diberikan bisa berupa
penanganan non opratif dan apabila keluhan sangat berat dapat dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki kondisi pasien.
Tujuan : untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam menurunkan derajat nyeri
dan meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) dengan menggunakan modalitas
Contract Relax Stretching (CRS).
Hasil : setelah dilakukan terapi enam kali didapatan hasil adanya penurunan nyeri
gerak. T1 nyeri gerak 7 dan T6 nyeri gerak 3 dan adanya peningkatan lingkup gerak
sendi (LGS) pada T1 T1 S : 35º-0º-50 F : 20º-0º-30º R : 50º- 0º- 30º dan T6 S: 40º-0º-
40º F : 40º-0º-45º R : 50º- 0º- 45º.
kesimpulan : Contract Relax Stretching (CRS) dapat mengurangi nyeri dan
meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) pada kondisi Cervical Root Syndrome
kata kunci : Cervical Root Syndrome, dan Contract Relax Stretching (CRS).
*) pembimbing I
**) pembimbing II
9
The College Of Health Sciences Baiturrahim Jambi
DIII Physiotherapy Study Program
KTI, 23 Agustus 2019
ABSTRACT
1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama : Yunita Putri
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 19 Tahun
Tempat, tanggal lahir : Tanah Tumbuh, 29 september 1999
Tinggi, berat badan : 168 cm, 60 kg
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Kawin
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Desa teluk kayu putih Kec, VII Koto
kab, Tebo provinsi Jambi
2. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 57 teluk kayu putih
2. SMPN 18 KOTA JAMBI
3. PONPES Aliyyah diniyyah muara bungo
4. STIKBA Jambi program studi DIII Fisioterapi
1
DAFTAR ISI
1
2.1.5 Patofisiologi.....................................................................................16
2.1.6 Tanda dan Gejala.............................................................................16
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang…...............................................................19
2.1.8 Objek yang dibahas..........................................................................19
2.1.9 Problematika fisioterapi...................................................................23
2.1.10 Teknologi intervensi........................................................................23
1
DAFRTAR
1
DAFTAR
1
DAFTAR
xvi
DAFTAR
PERMENKES (Peraturan Menteri Kesehatan)
CRS (Cervical Root Syndrome)
CRS (Contract Relax Stretching)
LGS (Lingkup Gerak Sendi)
Os (Osteo)
VAS (Visual Analoge Scale)
IASP (The Internasional Association for the Study of Pain)
ROM (Range Of Motion)
M (Muscle)
xii
Kata Persembahan
Terima kasih kepada allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya hingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini, serta tak lupa sholawat serta salam kita sampaikan kepada
junjungan nabi besar SAW.
Duka, suka, canda, dan tawa yang menghiasi disetiap
perjalanan berangsur terlewati. Pengorbanan, kesabaran,
semangat, dan do’a yang tak henti-henti akan cinta, cita dan
masa depan dari orang-orang tersayang.
x
yang tidak pernah terlupakan seumur hidup. Karena
bimbinganmu kami mampu menyelasaikan karya ini.
Teman-teman
Terima kasih untuk teman-teman angkatan 2016 dan
semua teman–teman terdekatku terutama Tuan Guru
(Mr.Holl), Bang Daus dan Bang Gading (GB). Yang telah
banyak membantu proses dokumentasi karya tulis ilmiah ini
tanpa kalian aku juga bukan apa-apa, banyak hal tidak dapat
kupahami sendiri. Dengan kalian aku mampu melewati ini.
Dan terima kasih buat temanku yang telah berperan dalam
hidupku.
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
dalam waktu yang lama dan hal tersebut adalah salah karena dapat
menyebabkan otot yang bekerja pada saat itu mengalami pembebanan yang
berlebihan dan diperparah pula dengan sikap tubuh yang tidak tepat seperti
kepala cenderung lebih condong ke depan serta leher menunduk yang biasa
dikenal dengan forward head posture. Dalam jangka panjang abnormalitas
postur leher ini akan menimbulkan ketegangan otot, strain otot, bahkan
discogenic problem (protusi atau hernia nucleus pulposus). Protusi diskus
dapat juga terjadi karena trauma (whiplas injury) dan degenerasi diskus.
Discogenic problem inilah yang oleh McKenzie disebut sebagai cervical root
syndrome (CRS).
Cervical Root Syndrom merupakan suatu keadaan yang ditimbulkan oleh
adanya rasa nyeri pada sepanjang ruas-ruas tulang belakang pada leher yang
menjalar hingga lengan (radikulopati), ada juga nyeri sendi facet hanya
terbatas di leher dan bahu (zygopophiseal). Permasalahan umum yang
timbul pada kondisi cervical root syndrom adalah nyeri pada leher dan
bahu yang dipengaruhi penggunaan yang berlebihan (overused) ,
abnormalitas lingkup gerak sendi akan mengakibatkan keterbatasan lingkup
gerak sendi, ketegangan yang terjadi pada leher dan bahu akan
menyebabkan spasme otot dan terganggunya aktifitas fungsional sehari-
hari. Pada cervical root syndrome akan menyebabkan banyak permasalahan
pada sendi cervical seperti spondilosis cervical, hernia nucleus pulposus
cervical, kesalahan postur, migraine cervical dll. Spondylosis Cervical
merupakan penyakit degenerasi yang terjadi pada diskus intervertebralis C1-
C7 (Sulistyowati dan Aulia, 2014). Terdapat 2 gejala utama cervical root
syndrome, yaitu: 1)Nyeri cervical tanpa adanya nyeri radikuler dan defisit
neurologis, 2)Nyeri cervical yang diikuti dengan nyeri radikuler dan defisit
neurologis. Untuk gejala utama dan kedua sangatlah besar kemungkinan
ditemukan adanya kelainan organik di cervical. Pada nyeri cervical tanpa
adanya nyeri radikuler atau defisit neurologis kadang tidak jelas adanya
keterlibatan radiks cervical dan tidak jelas batasan kriteria diagnostik yang
akan dilakukan. Mengingat gejala tersebut juga dapat merupakan gejala
awal proses organik atau dapat pula akibat nyeri
2
radikuler yang tidak terlokalisasi dengan baik. Dari data diketahui pula 80
sampai 100 % pasien radikulopati menunjukkan adanya nyeri cervical dan
lengan tanpa adanya kelumpuhan maupun parestesi (Nugraha, 2015).
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi orang dewasa
mengeluhkan rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak
enak di leher menjadi nyeri leher yang berat. Insidensi nyeri leher meningkat
dengan bertambahnya usia, dimana lebih sering mengenai wanita dari pada
laki-laki dengan perbandingan 1,67:1 (Sari, 2017).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu danatau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektro terapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi (Kemenkes
Pelayanan Fisioterapi, 2015).
Peran fisioterapi pada kondisi cervical root syndrome yang problemnya
diidentifikasi berdasarkan hasil-hasil kajian fisioterapi yang meliputi :
assessment, diagnosis, planning, intervention dan evaluasi. Intervensi
fisioterapi berupa aspek : promotes preventif, kuratif dan rehabilitative,
dengan modalitas fisioterapi (Sulistyowati dan Aulia, 2014).
Terapi Latihan adalah gerakan tubuh, postur, atau aktivitas fisik yang
dilakukan secara sistematis dan terencana guna memberikan manfaat bagi
pasien untuk memperbaiki atau mencegah gangguan, meningkatkan,
mengembalikan atau menambah fungsi fisik, mencegah atau mengurangi
faktor risiko terkait kesehatan dan mengoptimalkan kondisi kesehatan,
kebugaran, atau rasa sejahtera secara keseluruhan (Kisner dan Colby, 2017).
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka penulis
mempunyai keinginan untuk mengambil judul Karya Tulis Ilmiah
“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CERVICAL
ROOT SYNDROME DENGAN MODALITAS CONTRACT RELAX
STRETCHING”
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah Contract Relax Streching dapat mengurangi nyeri pada
kondisi Cervical Root Syndrome?
1.2.2 Bagaimanakah Contract Relax Stretching dapat menambah lingkup
gerak sendi pada kondisi Cervical Root Syndrome?
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam rumusan masalah yang telah ada, maka ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai oleh penulis antara lain:
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Untuk Mengetahui Gambaran Penatalaksanaan Fisioterapi pada
Kondisi Cervical root Syndrome
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran contract relax stretching dapat
megurangi nyeri dalam kondisi Cervical Root Syndrome
1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran contract relax stretching dapat
meningkatkan lingkup gerak sendi pada kondisi Cervical Root
Syndrome
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan yang ingin di capai oleh penulis pada kondisi Cervical
Root Syndrome dengan pemberian modalitas Contract Relax Streching adalah
sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Penulis
Memperdalam dan memperluas pengetahuan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Cervical
Root Syndrome.
1.4.2 Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat di manfaatkan sebagai sarana
pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik dilingkungan
pendidikan fisioterapi.
4
1.4.3 Bagi Pasien
Untuk membantu mengatasi masalah yang timbul pada penderita
Cervical Root Syndrome.
1.4.4 Bagi Masyarakat Umum
Memberikan informasi bagi masyarakat tentang Cervical Root
Syndrome sehingga masyarakat dapat mengadakan upaya
pencegahannya dan peran fisioterapi terhadap kondisi tersebut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
kepala. Vertebra C1 terbentuk seperti cincin dan tidak memiliki
prosesus spinosus. Vertebra C2 disebut juga axis, mempunyai
ukuran yang besar dan bagian badan yang memanjang terbentuk
dari sisa-sisa tubuh dari C1. Vertebra C3 sampai C6 mempunyai
tubuh kecil yang berbentuk seperti persegi panjang, badan
bagian atas dan bawah tidak sekedar tulang belakang bagian lain
tetapi bentuknya melengkung atau berlekuk. Bagian atas
vertebra cervical berbentuk 4 cekung pada setiap sisi dengan
bagian tepi yang menonjol disebut prosesus uncinate. Pada
bagian bawah menunjukkan perbedaan yaitu cekung pada sisi
depan dan belakang dengan tepi yang memanjang. Vertebra C7
memiliki ukuran yang lebih besar daripada vertebra cervical
lainnya, mempunyai banyak kesamaan dengan vertebra thoracic.
Vertebra C7 memiliki prosesus tranvesus yang besar (Amaliza,
2017).
Anatomi vertebra Cervical berbeda dengan vertebra
thoracal dan juga lumbal. Ini semua berkaitan dengan
fungsinya yang memang berbeda. Vertebra cervical relatif
lebih kecil bila dibandingkan dengan vertebra lumbal, begitu
juga dengan discus intervertebra nya yang memiliki ukuran
lebih kecil. Vertebra Cervical yang pertama dan kedua (C1 dan
C2) memilki susunan anatomi yang berbeda dengan yang
lainnya.
1. Vertebra cervical 1 (Atlas)
a) Tidak mempunyai corpus, hanya berupa arcus anterior.
b) Processus transversus tanpa foramina dan tidak ada
processus spinosus.
c) Di sisi atas mempunyai 2 facet konkaf untuk menopang
condylus occipitalis.
7
2. Vertebra cervical 2 (Axis)
a) Mempunyai processus odontoid atau dens yang
menonjol ke atas dari corpusnya, bersendi dengan
arcus dari atlas anterior dan diikat kuat oleh ligament.
b) Di bawah C2 terdapat discus di antara tiap vertebra.
3. Vertebra Cervical 3, 4, 5
Mempunyai processus spinosus yang bercabang.
4. Vertebra Cervical 6 dan 7 :
a) Processus spinosus tidak bercabang dan lebih panjang.
b) Merupakan transisional vertebra, mirip dengan
vertebrae thoracal.
c) Permukaan superior konkaf, terdapat processus
uncinatus pada tiap sisi, sendinya disebut
uncovertebral von Luschka (Wahyu, 2010).
8
2.1.2.2 Sistem Otot
9
M. obliqus Atlas massa Linea N. suboksipitalis Meregang
kapitis lateralis nukhealis cabang nervus dan
superior bertendon servicalis memutar
pendek kepala
M. obliqus Prosesus Sebagai otot N. suboksipitalis Meregang
kapitis spinosus yang kuat ke cabang nervus dan
inferior aksis massa servicalis memutar
lateralis atlas kepala
M. Pars Tuberositas N. aksilaris pars Pars
deltoideus klavikular, deltoidea klavikularis, klavikularis
akromion tuberkulum akromialis dan adduksi,
pars spinalis, mayus spinalis rotasi ke
dan spina dalam,
scapula dengan
gerakan
mengayun
M. Fosa Faset N.supraskapular Abduksi
supraspinat supraspinatus proksimal is dari fleksus pada bidang
us dari brakialis scapular,
tuberkulum rotasi sendi
mayus bahu
bertendon
M. Sisi kaudal Faset tengah, N. supraskapula Sendi bahu
infrapinatus dari spina dari rotasi
scapula fosa tuberkulum keluar, dan
infrapinatus mayus adduksi
(bertendon) scapula
M. teres Bagian Faset distal N. aksilaris Rotasi
minor kaudal fosa dari keluar
infraspinatus tuberkulum abduksi
dan lateralis mayus skapural
scapula (bertendon) sendi bahu
M. teres Lateralis dari Krista Pleksus brakialis Rotasi
mayor angulus tuberkulis dari N. kedalam,
inferior minor, dorsal torakodorsalis adduksi
dari M. pada bidang
latisimus scapular
dorsi sendi bahu
1
M. Fasies Tuberkulum N. subskapularis Rotasi
subskapular kostalis, fosa minus dari pleksus kedalam,
is skapularis sekeliling brakialis dan abduksi
Krista, M. scapular
subskapularis
M. Processus Costa 1 C4, 5 dan 6 Elevasio
scalenius tranversus costa 1;
anterior vertebrae laterofleksio
cervicalis 3-6 dan rotasio
pars
cervicalis
columnar
vertebralis
M. scalenus Processus Costa 1 Rami anteriores Elevasio
medius tranverses nervorum costa 1;
vertebrae cervicalium laterofleksio
cervicalis 1-6 dan rotasio
pars
cervicalis
columnar
vertebralis
M. scalenus Processus Costa II Rami anteriores Elevasio
posterior transverses nervorum costa 1;
vertebrae cervicalium laterofleksio
cervicalis dan rotasio
bagian bawah pars
cervicalis
(Sobotta,2012)
2.1.2.3 Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi
untuk memantau dan merespon perubahan yang terjadi didalam
dan diluar tubuh atau lingkungan. Sistem saraf juga bertanggung
jawab sebagai sistem persepsi, perilaku dan daya ingat, serta
merangsang pergerakan tubuh (Farley dkk, 2014).
1
Sistem persarafan yang terletak pada plexus brachialis
merupakan system saraf perifer yang mana terdapat beberapa
persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n.
radialis.
1
Gambar 2.4 plexus brachialis (kisner dan Colby 2017).
1
seperti fenomena kursi putar, dengan stabilisasi dan kontrol
oleh ligamentum yang membentuk kapsul persendian
atlantoaxial yang bersifat diarthrosis. Bentuk corpus dari
C3- C7 yang seperti pelana memungkinkan untuk gerakan
miring dan rotasi. Posisi dari persendian posterior hampir
tegak lurus pada bidang sagital sehingga memungkinkan
rotasi pada bidang horizontal dan lateral bending. Pada
spatium intervertebral C5-C6 terjadi range of motion yang
besar pada gerak fleksi-ekstensi (Wahyu, 2010).
2.1.3 Etiologi
Hal yang dapat menyebabkan Cervical Root Syndrome antar lain:
a. Radikulopati : penjepitan saraf pada daerah leher.
b. Hernia nucleus pulposus (HNP): kelainan di dalam discus
intervertebralis yang dikarenakan adanya tanda-tanda compresion
akar saraf
c. Spondylosis cervicalis: akibat proses degenerasi dan sesudah
terbentuknya osteofit kerusakan softissue disekitar sendi vertebra,
juga berperan dan berakibat unkylosis, tetapi juga dapat terjadi
karena menyempitnya terusan spinal dan mengenai foramen
inteructebia, jalur saraf dan artei vertebra tertekan.
1
d. Kesalahan postural: kebiasaan seseorang menggerakan leher secara
spontan dan penggunaan bantal yang terlalu tinggi saat tidur dan
dalam waktu yang lama bisa menimbulkan nyeri (Esta,2016).
e. Penyakit degeneratif
Penyakit degeneratif merupakan salah satu kondisi yang sering
mengenai leher pada orang setelah usia pertengahan dan meningkat
seiring bertambahnya usia yang menyebabkan nyeri pada leher.
Kondisi ini disebut dengan spondylosis cervicalis yang tampak dari
hasil radiologis, yaitu: perubahan discus intervertebralis,
pembentukan osteofit pada paravertebral dan facet joint, serta
perubahan arcus lamina posterior. Pada kasus sindroma nyeri
cervical ini disebabkan oleh kesalahan postural yang
berkepanjangan.
2.1.4 Patologi
Patologi sindroma nyeri cervical disini dengan tanpa adanya kondisi
traumatik seperti fraktur, dislokasi maupun subluksasi bisa disebabkan
karena spondylosis cervical. Hal ini merupakan suatu keadaan yang
menimbulkan kaku kuduk (neck stiffness) atau rasa nyeri, yang timbul
akibat kapsul sendi yang mengandung serabut saraf sangat sensitif
terhadap peregangan dan distorsi, selain itu ligamentum dan tendon di
leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh gerakan yang keras
atau overuse leher atau bagian atas punggung, juga osteofit dapat
menekan akar saraf atau medulla spinalis karena foramen intervertebra
menyempit akibat membesarnya osteofit paravetebral dan facet joint.
Bila ukuran lubang foramen perlahan-lahan mengecil, hanya butuh
strain cervical yang ringan saja sudah dapat membangkitkan gejala
radikuler berupa nyeri atau rasa kesemutan, yang menjalar dari lateral
leher, turun menuju bahu, lengan dan pergelangan tangan. Tergantung
akar saraf mana yang mengalami kompresi (Rio, 2014).
1
2.1.5 Patofisiologi
Diskus intervertebralis mengalami perubahan struktur anatomi,
dimana terjadi pengurangan kadar air di dalam nucleus pulposus, yang
disebabkan salah satunya karena proses degenerasi. Pada proses ini
diskus akan mengalami penipisan, jarak antar vertebra menjadi tipis
sehingga vertebra menjadi semakin dekat dan ruang antar diskus
menjadi sempit, selanjutnya anulus fibrosus mengalami penekanan dan
menonjol keluar. Saraf yang mengalami penekanan mulanya akan
membengkok, saraf akan terikat pada dinding foramina intervertebralis,
sehingga mengganggu peredaran darah. Saraf yang mengalami
penekanaan akan mengalami peningkatan kepekaan saraf dan terjadi
perubahan fisiologis. Penekanan saraf akan mengalami nyeri bila terjadi
penekanan pada dorsal root ganglion, penyebaran nyeri sesuai dengan
dermatom saraf tersebut (Esta, 2016).
2.1.6 Tanda dan Gejala
a. Nyeri
Nyeri tersebut berupa nyeri tekan pada otot-otot sekitar leher,
scapula, dan pundak seperti m. sternocleidomastoideus, m. levator
scapulae, m. ekstensor cervical, m. upper trapezius, m. rhomboideus
major, dan m. rhomboideus minor. Nyeri gerak pada gerakan leher
yang meliputi gerak fleksi, ekstensi, rotasi kanan, rotasi kiri, lateral
fleksi kanan, dan lateral fleksi kiri baik gerak pasif maupun aktif
(Rio,2014).
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun
potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.
The Internasional association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai berikut, nyeri merupakan pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan (Wiarto, 2017).
1
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjek
terdapat empat proses tersendiri, antara lain sebagai berikut :
1. Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsangan nyeri (noksius)
diubah menjadi depolarisasi membrane reseptor yang
kemudian menjadi implus saraf reseptor nyeri.
Rangsangan ini dapat berupa rangsangan fisik (tekanan),
suhu (panas), atau kimia
2. Proses Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan implus nyeri dari
nosiseptor saraf perifer melewati koru dorsalis menuju
korteks serbri. Saraf sensoris perifer yang melanjutkan
rangsangan ke terminal di medulla spinalis disebut neuron
eferen primer. Jaringan saraf yang naik dari medulla
spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron
penerima ketiga
3. Proses modulasi
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi
interaksi antara sistem analgesi endogen yang dihasilkan
oleh tubuh dengan implus nyeri yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis. Sistem analgesi endogen ini
meliputi enkefalin, endrofin, serotonin, dan noradrenalin
memiliki efek yang dapat menekan implus nyeri pada
kornu posterior medulla spinalis. Proses modulasi ini
dapat dihambat oleh golongan opioid
4. Proses presepsi
Proses presepsi merupakan hasil akhir proses interaksi
yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses
transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subjek yang dikenal
sebagai presepsi nyeri (Wiarto, 2017).
1
Nyeri dapat di klasifikasikan menjadi beberapa bagian di antaranya
yaitu :
1. Nyeri nociceptive, tipe nyeri “normal” yang mana muncul
dari jaringan yang benar-benar atau berkemungkinan rusak
dan hasil dari aktivitasi nociceptor dan proses yang
berikutnya di sistem saraf yang utuh
2. Nyeri somatic adalah variasi dari nyeri nociceptor yang
diperantarai oleh serabut affren somatosensoris ionnya
lebih mudah dilokalisir dengan kualitas tajam, sakit dan
berdenyut. Variasi dari nyeri biasanya seperti nyeri pasca
operasi, traumatis, dan inflamasi local
3. Nyeri visceral lebih sulit untuk dilokalisasi dan
diperantarai diperifer oeh serabut C dan disentral oleh
jaras korda spinalis dan terutamanya berakhir di sistem
limbic. Ini mnjelasan tentang perasaan tidak enak dan
kesulitan emosional yang disebabkan oleh nyeri visceral.
Dapat dirasakan pada tempat asal dari rangsangan nyeri
atau bisa juga mengarah (refer) ke tempat lain contohnya
dari diagfragma ke bahu
4. Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan pada jaringan
saraf. Selalu diarahkan ke distribusi sensoris dari struktur
saraf yang terkena. Nyeri neuropatik tidak harus
disebabkan oleh neuropati (Wiarto, 2017).
Pain atau nyeri merupakan suatu proses dimana
individu menjadi sadar dari sensai berbahaya yang
progresif. Nyeri mungkin hadir dengan atau tanpa trauma
dan disfungsi fisik, atau dari disfungsi sistematik lainnya,
dan pasien mengeluhkan nyeri yang kemungkianan atau
tidak berkolerasi dengan temuan klinis. Nyeri juga dapat
berkembang dari pengalaman fisik ke kondisi multifactor
1
mempengaruhi fungsional, emosi, dan presepsi (Aras dkk.,
2016).
b. Keterbatasan Gerak
Keterbatasan gerak penurunan mobilitas, proses patologi yang
luas dapat membatasi gerak dan mengganggu mobilitas. Ada banyak
faktor yang dapat berperan terhadap mobilitas dan kekakuan jaringan
lunak, potensi hilangnya ROM dan terjadinya kontraktur (Kisner dan
Colby, 2017).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang Magnetic Resonance Imaging (MRI) bisa
memberikan gambaran yang jelas untuk mengetahui cedera jaringan
lunak (ligamen, tendon dan discus) (Zein, 2013).
2.1.8 Objek yang Dibahas
a. Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik actual maupun
potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.
The internasional association for thestudy of pain (IASP)
mendefinisikan sebagai berikut nyeri merupakan pengalaman tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan
jaringan.
Nyeri digolongkan sebagai gangguan sensorik positif. Pada
hakikatnya nyeri tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat diukur,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa nyeri merupakan perasaan tidak
menyenangkan bahkan menyakitkan adalah sensasi yang unik.
Kenaikannya derajat berat dan ringan nyeri yang dirasakan tidak di
tentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh perasaan dan
emosi pada saat itu.
Patofisiologi nyeri suatu proses rangsangan yang menimbulkan
nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan
serabut saraf penghantar implus nyeri. serabut saraf ini di sebut juga
1
dengan serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut disebut jaringan
peka-nyeri. Seseorang merasakan nyeri tergantung pada jenis
jaringan yang dirangsang, jenis serta sifat rangsangan, serta pada
kondisi mental dan fisiknya. Reseptor untuk stimulus disebut
nosiceptor. Nosiceptor adalah ujung saraf tidak bermielin A delta
dan ujung saraf C bermielin. Destribusi nosiceptor bervariasi di
seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat dikulit. Nosiseptor
terletak di jaringan subkutis, otot rangka,dan sendi. Nosiceptor yang
terangsang oleh stimulus yang potensial dapat menimbulkan
kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius
(Wiarto, 2017).
Visual Analog Scale (VAS) digunakan dalam epidemiologi dan
studi klinis untuk mengevaluasi fenomena subjektif, seperti tingkat
rasa sakit, kelelahan, penderitaan psikologis. VAS adalah instrumen
evaluasi satu dimensi itu terdiri dari garis 100 milimeter horizontal
atau vertikal, yang ekstremitas yang dinilai oleh garis tegak lurus
dengan deskripsi. Subjek diminta untuk menggambar tanda hubung
tegak lurus terhadap garis untuk mewakili persepsi mereka tentang
fenomena yang sedang dipelajari. Ini dijalankan dengan sekali
pakailembaran kertas, pena dan penggaris, yang semuanya harus
segera tersedia untuk memastikan alat ini bermanfaat secara klinis.
Nilai yang diperoleh menyediakan variabel kuantitatif,yang diukur
dengan seperseratus milimeter (Rosas dkk, 2017)
2
Gambar 2.6 Pengkuran nyeri dengan VAS (Alkes Fisioterapi).
b. LGS (Lingkup Gerak Sendi
Range of motion (ROM) adalah parameter klinis umum
digunakan untuk diagnosis, pengukuran keparahan penyakit,
menentukan kebugaran untuk kembali bekerja, dan penilaian hasil
setelah intervensi terapeutik atau bedah. Itu dapat diukur dengan
menggunakan berbagai teknik. tetapi tidak termasuk terbatas pada
estimasi visual langsung dan visual tidak langsung. (mis.,
pengukuran berdasarkan gambar, seperti fotografi digital),
pengukuran goniometrik (mis., konvensional, gravitasi, atau digital),
inclinometer, terkomputerisasi analisis gerak, atau kinematika.
Keakuratan pengukuran ini penting karena dapat mewakili penentu
utama perawatan (termasuk operasi) dan tingkat penurunan nilai
keduanya menghasilkan jangka panjang, kadang-kadang permanen,
berpengaruh pada kehidupan pasien (Russo dkk, 2017).
Istilah goneometer dari dua kata yunani, gonio berarti sudut dan
metron yang berarti mengukur. Dengan demikian, goneometer
adalah sebuah alat instrument yang digunakan mengukur sudut.
Dalam fisioterapi, goneometer digunakan untuk mengukur jumlah
total gerak yang terdapat pada sendi tertentu dan goneometer dapat
digunakan baik untuk mengukur ROM aktif maupun pasif (Aras dkk,
2016).
Goneometer terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Body goneometer di desain seperti busur derajat dan dapat
membentuk lingkaran penuh atau tengah, skala pengukuran
terletak disekitar body. Skala terbentang dari 0 sampai 180 derajat
2
dan 180 derajat untuk model setengah lingkaran, atau dari 0
sampai 360 derajat dan dari 360 derajat ke 0 derajat pada model
lingkaran penuh. Interval lingkaran pada skala dapat bervariasi
dari 1 sampai 10 derajat.
2. Sebuah lengan stasioner secara struktural merupakan bagian dari
body dan karena itu tidak dapat bergerak secara independen dari
body.
3. Sebuah lengan bergerak melekat pada titik tumpu ditengah body
melalui sebuah keeling atau serkup yang memungkinkan lengan
bergerak unntuk bergerak bebas pada body.
2
rehabilitasi, termasuk kelayakan pendanaan, seringkali diukur
oleh kemampuan individu untuk melakukan berbagai aktivitas
fungsional. Khususnya pada orang tua, pengukuran kemampuan
fungsional umumnya dilakukan dengan menilai kemampuan
untuk melakukan "kegiatan sehari-hari" (ADL) atau dengan
mengukur kemampuan untuk melakukan "kegiatan instrumental
dari kehidupan sehari-hari" (IADLs) (Kirch, 2008).
2.2 Problematika Fisioterapi
2.2.1 Impairment
Impairment merupakan gangguan yang ada pada tingkat jaringan atau
organ itu sendiri.
2.2.2 Fungsional Limitation
Fungsional limination merupakan suatu problem berupa penurunan
atau keterbatasan saat melakukan aktivitas-aktivitas fungsional sebagai
akibat dari adanya impairment.
2.2.3 Disability
Disability adalah ketidak mampuan atau kekurangan untuk
melakukan suatu aktivitas fungsional.
2.3 Teknologi Intervensi
Contract relax stretching adalah metode peregangan di mana subjek pada
awalnya mengkontraksi otot untuk meregangkan agonist terhadap tahanan dari
asisten atau terapis dan selanjutnya diikuti dengan passive stretching. Teknik
contract relax stretching yang dilakukan memberikan kontraksi isometrik pada
otot yang memendek dan kemudian dilanjutkan dengan relaksasi dan
stretching pasif pada otot tersebut. Adanya komponen stretching pada contract
relax stretching maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktivasi
golgi tendonorgan sehingga relaksasi dapat dicapai dan ketegangan otot dapat
diturunkan (Wulandari dkk, 2015).
Contract relax stretching melibatkan kontraksi isotonik melawan tahanan
pada otot yang mengalami ketegangan yang kemudian diikuti dengan
pemberian fase relaksasi. Tujuan dari pemberian Contract relax stretching
2
adalah untuk memanjangkan struktur softtissue seperti otot, fasia, tendon dan
ligamen sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan LGS akibat
pemendekan otot (Wiguna dkk, 2015).
Kontraksi isometrik pada contract relax stretching akan meningkatkan
rileksasi otot melalui pelepasan analgesik endogenus opiat sehingga nyeri
regang dapat diturunkan atau dihilangkan. Adanya komponen stretching pada
contract relax stretching maka panjang otot dapat dikembalikan dengan
mengaktifasi golgi tendon organ sehingga rileksasi dapat dicapai dan nyeri
akibat ketegangan otot dapat diturunkan dan mata rantai viscous circle dapat
diputuskan. Pemberian intervensi contract relax stretching dapat megurangi
iritasi yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal crosslinks dapat
diturunkan. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan intervensi contract
relax stretching serabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh.
Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa
kekacauan serabut atau akibat abnormal cross links pada ketegangan akibat
pemendekan otot. Adanya kontraksi isometrik pada intervensi contract relax
stretching akan membantu menggerakkan stretch reseptor dari spindel otot
untuk segera menyesuaikan panjang otot maksimal (Wismanto, 2011).
Langkah-langkah pada terapi latihan contract relax stretching :
1. Gerakan fleksi-ekstensi
Persiapan Pasien : Pasien duduk dengan posisi di atas bed dan senyaman
mungkin, beritahu pasien tentang tujuan terapi, manfaat terapi dan efek
yang akan dirasakan pasien.
Pelaksanaan Fisioterapi : Terapis menunduk atau menengadahkan leher
pasien serta Menginstruksikan pasien untuk melawan tahanan yang
dilakukan terapis kemudian instruksikan lagi untuk melemaskan ototnya
lalu terapis lakukan stretch atau penguluran pada bagian leher pasien.
2
Gambar 2.8 fleksi-ekstensi cervical
https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-3-642-34988-1_9
2. Gerakan side fleksi dextra-sinistra
Persiapan Pasien : Pasien duduk dengan posisi di atas Bed dan senyaman
mungkin, beritahu pasien tentang tujuan terapi, manfaat terapi dan efek
yang akan dirasakan pasien.
Pelaksanaan Fisioterapi : Terapis memiringkan kepala pasien hingga
bagian leher pasien terulur serta Menginstruksikan pasien untuk melawan
tahanan yang dilakukan terapis kemudian instruksikan lagi untuk
melemaskan ototnya lalu terapis lakukan stretch atau penguluran pada
bagian leher pasien.
2
3. Gerakan rotasi dextra-sinistra
Persiapan Pasien : Pasien duduk dengan posisi di atas Bed dan senyaman
mungkin, beritahu pasien tentang tujuan terapi, manfaat terapi dan efek
yang akan dirasakan pasien.
Pelaksanaan Fisioterapi : Terapis menolehkan kepala pasien hingga bagian
leher pasien terulur serta Menginstruksikan pasien untuk melawan tahanan
yang dilakukan terapis kemudian instruksikan lagi untuk melemaskan
ototnya lalu terapis lakukan stretch atau penguluran pada bagian leher
pasien.
2
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
2
D. Rujukan Fisioterapi dari Dokter
Mohon dilakukan tindakan fisioterapi pada pasien Ny. a umur 35
tahun dengan diagnosa Cervical Root Syndrome.
3.3 Anamnesis Khusus
3.3.1 Anamnesis (Auto/Hetero)
1. Keluhan Utama
Sakit pada leher, bahu yang menjalar ke punggung, kesemutan
pada ujung jari, jempol dan telunjuk dan nyeri pada saat bergerak.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sakit pada leher dari tahun 2018
dikarenakan adanya permasalahan posisi dalam beraktivitas,
sehingga menimbulkan nyeri dan kesemutan yang menjalar
sepanjang anggota gerak atas. Lalu, pasien pergi ke dokter saraf pada
tahun 2019 untuk melakukan pemeriksaan atas keluhan tersebut,
kemudian pasien di rujuk dari dokter saraf untuk melakukan
tindakan fisioterapi hingga saat ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami trauma sebelumnya
4. Riwayat Penyakit
Penyerta Diabetes Melitus
: (-) Penyakit Jantung : (-)
Hipertensi : (-)
Kolesterol : (-)
5. Riwayat Pribadi
Pasien adalah seorang dosen dan ibu rumah tangga.
6. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
7. Anamnesis Sistem
a. Kepala dan leher
Pusing (-)
Kaku leher (+)
4
4
b. Kardiovaskular
Tidak ada keluhan nyeri dada dan jantung berdebar.
c. Respirasi
Tidak ada keluhan sesak napas dan batuk.
d. Urogenitalis
Lancar dan terkontrol
e. Gastrokintestinalis
Lancar dan terkontrol
f. Muskuloskeletal
Adanya nyeri pada leher
g. Nervorum
Adanya nyeri menjalar sepanjang N. plexus brachialis
3.3.2 Pemeriksaan
3.3.3.1 Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/100 mmHg
b. Denyut nadi : 65x/permenit
c. Pernapasan : 19x/menit
d. Temperatur : 36’ C
e. Tinggi badan : 156 cm
f. Berat badan : 62 Kg
3.3.3.2 Inspeksi
a. Statis : Bahu simetris dan tampak normal
b. Dinamis : Simetris dan tampak menahan sakit pada leher dan
agak sedikit menunduk
3.3.3.3 Palpasi
a. Suhu lokal normal
b. Adanya nyeri tekan pada M. levator scapula
3.3.3.4 Perkusi
Tidak dilakukan
4
3.3.3.5 Auskultasi
Tidak dilakukan
3.3.3.6 Gerakan Dasar
a. Gerak aktif
Tabel 3.1 gerakan aktif Cervical
Regio Gerakan Nyeri ROM
Cervical Flexi + Tidak full
Ekstensi - Full
Lateral flexi dextra + Tidak Full
Lateral flexi sinistra + Tidak Full
Rotasi dextra - Full
Rotasi sinistra - Full
b. Gerak pasif
Tabel 3.2 Gerakan pasif Cervical
Regio Gerakan Nyeri ROM Endfeel
Cervical Fleksi + Tidak Full firm endfeel
Ekstensi - Full Hard endfeel
Lateral flexi + Tidak Full firm endfeel
dextra
Lateral flexi + Tidak Full firm endfeel
sinistra
Rotasi dextra - Full Firm endfeel
Rotasi sinistra - Full Firm endfeel
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cervical F=30º-0º-45º
3.6 Prognosis
1. Quo Ad Vitam : Bonam
2. Quo Ad Sanam : Bonam
3. Quo Ad Fungsionam : Bonam
4. Quo Ad Cosmeticam : Bonam
3.7 Pelaksanaan Fisioterapi
3.7.1 Hari Selasa, 26 Maret 2019
a. Contract Relax Stretching
Persiapan Pasien : Pasien duduk dengan posisi di atas Bed dan
senyaman mungkin, beritahu pasien tentang tujuan terapi, manfaat
terapi dan efek yang akan dirasakan pasien.
Pelaksanaan Fisioterapi : Terapis Menginstruksikan pasien untuk
mengkontraksikan bagian leher serta memberikan tahanan dan di
ujung gerakan di berikan stretching.
4
Regio T1 T2 T3 T4 T5 T6
BAB IV
4.1 Hasil
Dalam Study kasus ini, seorang pasien bernama Ny.A Umur 35 tahun
agama islam dengan diagnosa Cervical Root Syndrome pada awal pemeriksaan
di dapat problematika adanya nyeri berupa nyeri gerak, dan keterbatasan LGS,
serta gangguan aktifitas fungsional.
Setelah dilakukan 6 kali terapi dengan modalitas manual terapi Contract
Relax Stretching (CRS). Di dapatkan hasil adanya pengurangan derajat nyeri,
peningkatan (LGS), Hasil dari terapi awal (T1) sampai terakhir (T6) dapat di
lihat pada tabel di bawah ini :
Nyeri T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri Diam 0 0 0 0 0 0
Nyeri Tekan 0 0 0 0 0 0
Nyeri Gerak 7 6 6 4 3 3
Gerakan
Fleksi 5 5 4 3 3 2
Ekstensi 0 0 0 0 0 0
Lateral Fleksi 7 6 6 4 3 3
Rotasi 5 5 4 3 3 2
Regio T1 T2 T3 T4 T5 T6
Cervical S=40º - S=40º- S=40º- S=40º- S=40º- S=40º-
0º-30º 0º-30º 0º-35º 0º-35º 0º-35º 0º-40º
F=30º- F=30º- F=35º- F=35º- F=40º- F=40º-
0º-45º 0º-45º 0º-45º 0º-45º 0º-45º 0º-45º
R=50º- R=50º- R=50º- R=50º- R=50º- R=50º-
0º- 30º 0º- 30º 0º- 35º 0º- 35º 0º- 40º 0º- 45º
4
4.2 Pembahasan
4.2.1 Nyeri
Pengukuran tingkat nyeri dapat dilihat dengan menggunakan
Visual Analogues Scales (VAS) yaitu terlebih dahulu dijelaskan
kepada pasien keteragan nilai VAS dari 0 smpai 10. Kemudian pasien
mengeser skala Visual Analogues Scales (VAS) sesuai dengan yang
dirasakan pasien pada saat diam, tekan, dan bergerak. Perubahan
tingkat nyeri dari evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir (T6) yang
hasilnya dapat dilihat pada grafik berikut :
Evaluasi Nyeri
Nyeri GerakNyeri DiamNyeri Tekan
8
7
6
5
4
3
Derajat
2
1
0
T1 T1 T3 T4 T5 T6
Waktu Terapi
Dari grafik di atas dapat di lihat pada nyeri gerak (T1) bernilai 7
sedangkan pada (T6) nyeri gerak bernilai 3 Setelah di lakukan terapi
dengan modalitas Contract Relax Stretching sebanyak 6x diperoleh
hasil penurunan derajat nyeri. Salah satu fungsi Contract Relax
Stretching digunakan karena Kontraksi isometrik pada contract relax
4
2
1
0
T1T2T3T4T5T6
50
40 ekstensi
fleksi
Sk
30
lateral Fleksi dextra
20lateral fleksi sinistra
rotasi dextra
10
rotasi sinistra
0
T1T2T3T4T5T6
Waktu Terapi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Nyeri pada cervical ini sering disebut dengan Cervical root sydrome.
Cervical root sydrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau
penekanan akar saraf cervikal oleh penonjolan diskus intervertebralis
.Cervical Root Syndrome merupakan kumpulan gejala yang sangat
mengganggu aktivitas pasien sehingga penanganan yang tepat dapat diberikan
bisa berupa penanganan non opratif dan apabila keluhan sangat berat dapat
dilakukan pembedahan untuk memeperbaiki kondisi pasien. Gejala tersebut
berupa nyeri dan mengakibatkan keterbatasan gerak pada cervical. Nyeri
tersebut berupa nyeri tekan pada otot-otot sekitar leher, scapula, dan pundak
seperti m. sternocleidomastoideus, m. levator scapulae, m. ekstensor leher, m.
upper trapezius, m. rhomboideus major, dan m. rhomboideus minor. Nyeri
gerak pada gerakan leher yang meliputi gerak fleksi, ekstensi, rotasi kanan,
rotasi kiri, lateral fleksi kanan, dan lateral fleksi kiri baik gerak pasif maupun
aktif
Pasien bernama Ny.A Umur 35 tahun dengan diagnosa Cervical Root
Syndrome, dengan keluhan adanya nyeri berupa nyeri gerak, keterbatasan
Lingkup Gerak Sendi, gangguan aktivitas fungsional. Berdasarkan pada
permasalahan tersebut penulis memberikan program fisioterapi dengan
modalitas contract relax streching dengan tujuan untuk mengatasi
problematik yang muncul pada pasien dengan program enam kali terapi.
Setelah diberikan program fisioterapi selama enam kali terapi diperoleh hasil
yang cukup baik, yaitu adanya penurunan nyeri dilihat dari evaluasi Visual
Analogue Scale (VAS), peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dilihat dari
evaluasi dengan goneometer.
4
5.2 Saran
Dengan terapi yang di berikan selama 6x pada kondisi Cervical Root
Syndrome, hasil yang didapat belum maksimal. Untuk itu perlu adanya
perhatian dari fisioterapi agar permasalahan – permasalahan yang muncul
dapat diselesaikan dengan modalitas fisioterapi yang ada. Pada kasus ini
dalam permsalahannya untuk memperoleh hasil yang optimal dan
meningkatkan fungsional diperlukan fisioterapi dan kerjasama dari pasien
serta tim medis lainnya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu
hal – hal lain yang harus diperhatikan antara lain :
1. Saran Pasien
Disarankan kepada pasien untuk mengulangi latihan yang telah
diajarkan terapis setiap harinya.
2. Saran Fisioterapi
Disarankan hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta
pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian baru
yang lebih efektif terhadap kasus Cervical Root Syndrome
3. Bagi Masyarakat
Hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaran melalui aktivitas
yang seimbang dan apabila merasakan nyeri berkelanjutan pada sendi dan
apabila juga mengalami kecelakaan dalam berkerja hendaknya segera
periksa ke dokter atau ke tim medis lain.
DAFTAR PUSTAKA
Kisner, C. dan Colby, A. (2017).Terapi latihan dasar dan teknik. Cetakan 2017.
Jakarta : EGC. diakses pada tanggal 10 maret 2019
Novisa, Karizki, (2016). Penatalaksanaan Fisioterapipada Kasus Cervical Root
Syndrome Di Rsu Aisyiyah Ponorogo.
http://eprints.ums.ac.id/45270/22/NASKAH%20PUBLIKASI%20e.pdf diakses
pada tanggal 02 juli 2019
1
2
Rosas, S., Paço, M., Lemos, C., & Pinho, T. (2017). Comparison between the
Visual Analog Scale and the Numerical Rating Scale in the perception
of esthetics and pain. International Orthodontics, 15(4), 543–560.
https://europepmc.org/abstract/med/29146313 diakses pada tanggal 14
juni 2019
Russo, R. R., Burn, M. B., Ismaily, S. K., Gerrie, B. J., Han, S., Alexander, J., …
McCulloch, P. C. (2018). How Does Level and Type of Experience
Affect Measurement of Joint Range of Motion? Journal of Surgical
Education, 75(3), 739–748.
https://europepmc.org/abstract/med/29037822 diakses pada tanggal 14
juni 2019
Sari, Purnama, Dewi, (2015). Perbedaan Pengaruh Cervical Spine
Mobilization Dan Cervical Traction Terhadap Peningkatan Aktivitas
Fungsional Leher Pada Pasien Cervical Root Syndrome. Fakultas Ilmu
Kesehatan UNISA Yogyakarta.
http://digilib.unisayogya.ac.id/2795/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20DEWI%20B
ARU.pdf diakses pada tanggal 14 juni 2019
Sobotta. (2012). Atlas Anatomi Manusia Edisi 23. Jakarta : EGC diakses pda
tanggal 21 juli 2019
Sulistyowati, Dyah, Aulia, Rendra, Gita, (2014). Fisioterapi Pada Kondisi
Cervical Root Syndrom Et Causa Spondylosis Cervical Dengan
Menggunakan Modalitas TraksiCervical,Infra Red Dan Terapi Latihan.
Di Rsud Bendan Kota Pekalongan.
3
Wiarto, (2017). Nyeri tulang dan sendi. Cetakan pertama, 2014 yogyakarta. www.
Gosyen publishing.web.id. 8-11 page. https://www.google.com/search?
q=Wiarto%2C+(2017).+Nyeri+tulang+dan+s endi.+Cetakan+pertama
%2C+2014+yogyakarta.+www.+Gosyen+publishing.w eb.id.+8-
11+page.&oq=Wiarto%2C+(2017).+Nyeri+tulang+dan+sendi.+Cetakan+perta
ma%2C+2014+yogyakarta.+www.+Gosyen+publishing.web.id.+8-
11+page.&aqs=chrome..69i57.1557j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8 diakses
pda tanggal 21 juli 2019
Wiguna, Asta. (2015). Intervensi Contract Relax Stretching Direct Lebih Baik
dalam Meningkatkan Flesibilitas Otot Hamtring di Bandingkan dengan
Intervensi Contract Relax Stretching Indirect pada Mahasiswa
Program Studi Fisioterapi Fakultas
Kedokteran Udayana.
https://docplayer.info/amp/70824143-Intervensi-contract-relax-stretching-
direct-lebih-baik-dalam-meningkatkan-fleksibilitas-otot-hamstring.html
diakses pada tanggal 21 juli 2019