Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN STUDI KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI TERHADAP GANGGUAN AKTIFITAS


FUNGSIONAL DRESSING DAN SELF CARE BERUPA NYERI DADA
DEKSTRA E.C. INTERCOSTAL NEURALGIA V-VII SEJAK 3 MINGGU
YANG LALU
DI KLINIK PHYSIOCENTER MAKASSAR

OLEH :
FEBRIANTY JABIR, S.FT
R024191047

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Studi Kasus Profesi Fisioterapi di Klinik Physiocenter dengan judul


Manajemen Fisioterapi Gangguan Aktifitas Fungsional Dressing Dan Self
Care Berupa Nyeri Dada Dekstra E.C. Intercostal Neuralgia V-VII Sejak 3
Minggu Yang Lalu
ada tanggal 17 Oktober 2019.

Mengetahui,

Clinical Instructur, Clinical Instructur

Mulyadi S.Ft, Physio, M,Kes Immanuel Maulang, S.Ft., Physio., M.Kes., Sp. K.OR

Clinical Instructur, Clinical Instructur,

Wahyu Iriandy, S.Ft, Physio Taufik Hidayat, S.Ft, Physio

Clinical Instructur, Clinical Instructur,

Yeri Mustari, S.Ft, Physio Desy Annisa Perdana, S.Ft, Physio

Clinical Educator,

Nurhikmawaty, S.Ft, Physio, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa

Ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Manajemen Fisioterapi Terhadap

Gangguan Aktifitas Fungsional Dressing dan Self Care berupa Nyeri Dada

Dekstra E.C. Intercostal Neuralgia V-VII sejak 3 Minggu yang Lalu di Klinik

Physiocenter Makassar”.

Sholawat dan taslim semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabat-sahabatnya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan

laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, namun berkat do’a,

bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak, kami mampu menyelesaikan

laporan kasus ini. Harapan kami semoga laporan kasus yang diajukan ini dapat

diterima dan diberi kritikan, masukan yang mendukung sehingga dapat

bermanfaat untuk pembuatan laporan kasus berikutnya.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kami dan semua

pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan kasus ini.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... vi

A. Latar Belakang ............................................................................................ vi

B. Anatomi Fisiologi Intercostalis ................................................................. viii

C. Biomekanik Intercostalis ........................................................................... xix

BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN .............................................................. xxiii

A. Kerangka Teori........................................................................................ xxiii

B. Definisi Intercostal Neuritis.................................................................... xxiii

C. Patofisiologi Intercostal Neuritis ............................................................ xxiv

D. Epidemiologi Intercostal Neuritis ............................................................ xxv

E. Manifestasi Klinik ................................................................................... xxvi

F. Penyebab Intercostal Neuritis ................................................................ xxvii

G. Diagnosis Banding ............................................................................. xxvii

H. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis Fisioterapi .............................. xxviii

I. Penatalaksanaan Fisioterapi .................................................................. xxxiv

BAB IIIMANAJEMEN FISIOTERAPI ............................................................. xl

A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi ........................................ xl

iv
B. Diagnosis Fisioterapi .............................................................................. xlviii

C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi ......................................... xlviii

D. Evaluasi dan Modifikasi ............................................................................... li

E. Home Program ............................................................................................. li

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... lii

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intercostal neuralgia adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri

sepanjang area persarafan intercostal nerves. Intercostal nerve ini terletak di

antara rib (ruang antar costa). Pada Area intercostal terdapat otot-otot

intercostal dan saraf intercostal. Intercostal nerve ini dapat mengalami

kerusakan atau inflamasi yang disebabkan oleh berbagai penyakit, gangguan

dan kondisi sehingga terjadi intercostal neuralgia (Essentials of Physical

Medicine and Rehabilitation, 2008).

Intercostal Neuritis mengacu pada kondisi neuropatik melibatkan saraf

intercostal dan bermanifestasi dengan nyeri yang intens, misalnya, tajam, rasa

tertembak, atau rasa terbakar Rasa sakit itu mungkin melibatkan salah satu

saraf interkostalis dan saraf sub kosta dari ke-12 tulang rusuk. Nyeri biasanya

dimulai pada garis aksila posterior dan memancarkan ke anterior dan

berdistribusi ke intercostal yang terkena. Inspirasi dalam atau gerakan

dinding dada dapat meningkatkan rasa sakit pada penderita intercostal

neuritis (Dureja, 2016)

Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk menentukan asal nyeri

(membedakan antara nyeri yang berasal dari dada atau dinding perut dan

nyeri dengan asal visceral), karena saraf interkostal mempersarafi hanya

struktur luar.

vi
Intercostal neuritis terjadi karena sejumlah alasan, seperti jebakan saraf,

neuroma traumatik atau iatrogenik, iritasi saraf persisten, atau herpes zoster

Rasa sakit karena Intercostal neuritis adalah hasil dari kerusakan atau

peradangan saraf interkostal dan dapat dilokalisasi pada satu atau lebih ruang

interkostal. Meskipun paling sering terlihat dan dikeluhkan pada pasien

dengan nyeri dinding dada kronis setelahnya torakotomi (Roger, 2000).

Gejala yang ditimbulkan akibat intercostal neuritis ini mengakibatkan

berbagai masalah, seperti gangguan fungsi pernapasan dan gangguan postur..

Masalah yang dihadapi tersebut kemudian menyebabkan penurunan kapasitas

fisik dan kemampuan fungsional pada penderita intercostal neuritis yang

pada akhirnya akan berdampak pada gerak dan fungsi gerak orang tersebut.

Dalam menghadapi masalah tersebut, fisioterapi sebagai salah satu penyedia

layanan kesehatan memiliki fungsi untuk mengembalikan gerak dan fungsi

gerak penderita intercostal neuritis. Upaya perbaikan kualitas gerak dan

fungsi dapat dicapai dengan rehabilitasi. Program rehabilitasi tidak hanya

terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi

yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas,

guna membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu

rehabilitasi medikal, sosial, dan vokasional. (Ibrahim, 2011).

Latihan fungsional dimaksudkan untuk melatih pasien agar dapat

kembali melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri tanpa bergantung

penuh kepada orang lain. Latihan fungsional berupa latihan yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jika latihan fungsional dilakukan

vii
berulang-ulang akan menjadikan pengalaman yang relatif permanen atau

menetap dan akhirnya akan menjadi sebuah pengalaman gerak yang otomatis.

B. Anatomi Fisiologi Intercostalis

1. Struktur Tulang

Struktur tulang pada intercostalis terdiri dari beberapa bagian penting

yakni; costae/rib, sternum, thorakal, dan clavicula.

Gambar 1.1 Anatomi Struktur Tulang Intercostalis


Sumber : RIB ; Atlas Anatomi Netler

a. Costae / Rib

Tulang rib atau os.costa jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan

kanan, bagian depan berhubungan dengan tulang dada dengan

perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan dengan ruas-

ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian. Perhubungan

ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembang kempis

menurut irama pernapasan.

Tulang rib/costa dibagi tiga macam:

viii
1) Kosta sejati (os costa vera), banyaknya tujuh pasang,

berhubungan langsung dengan tulang dada dengan perantaraan

persendian.

2) Kosta tak sejati (os costa spuria), banyaknya tiga pasang,

berhubungan dengan tulang dada dengan perantara tulang rawan

dari tulang kosta sejati ke-7.

3) Kosta melayang (os costa fluitantes), banyaknya dua pasang,

tidak mempunyai hubungan dengan tulang dada.

Gambar 1.2 Anatomi Struktur Tulang Costalis


Sumber : RIB ; Sobotta Atlas of Human Anatomy

Costae kesebelas dan keduabelas, rudimenter, pendek dan tajam.

Cartilage costalis menghubungkan costae 1-10 dengan sternum.

Cartilage costalis 7-10 dihibungkan dengan satu cartilage dengan

pertautan pada cartilage corpus sternalis dan xiphoideus. Cartilage

costalis costae 11-12 pendek tebal dan tajam, tidak mencapai

sternum,dan berujung pada otot dinding perut. Costa berfungsi dalam

ix
sistem pernapasan untuk melindungi organ paru-paru serta membantu

menggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas.

b. Sternum

Sternum adalah tulang pipih, berbentuk pedang, terletang dalam

sub kutan pada garis tengah di bagian depan dada. Permukaan

posterior sternum licin dan agak konkaf. Permukaan ini bersentuhan

dengan struktur mediastinum superior dan anterior; timus, jantung di

dalam pericardium, paru di dalam pleura.

Gambar 1.3 Anatomi Struktur Tulang Sternum


Sumber : RIB ; Sobotta Atlas of Human Anatomy

Sternum terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Manubrium terletak pada bagian atas, mempunyai panjang sekitar

5 cm dan berjalan kearah bawah dan agak ke depan untuk bersatu

dengan corpus dengan sudut yang mudah teraba yang disebut

angulus sternalis. Incisura suprasternalis adalah lekukan di garis

x
tengah pada batas atas. Clavicula berartikulasi dengan manubrium

pada tiap sisinya pada sudut laterosuperior. Cartilage costalis

costae pertama berartikulasi dengan batas lateral dan cartilage

costae kedua dengan angulus sternalis.

2) Corpus merupakan tulang panjang, pipih, agak bergerigi, dengan

artikulasio sepanjang batas lateralnya untuk cartilage costalis

ketiga sampai ketujuh.

3) Processus xiphoideus adalah lempeng kecil, kadang-kadang

ditembusi dengan sebuah lubang atau terbagi menjadi dua lubang.

Cartilage mulai mengalami osifikasi lebih lambat daripada tulang

lain, sendi diantaranya dan corpus tidak mengalami osifikasi

sampai usia baya.

2. Sistem Otot

Otot intercostal adalah beberapa kelompok otot yang berada di antara

Gambar 1.4 Anatomi Otot Intercostalis


Sumber : RIB ; Atlas Anatomi Netler

xi
tulang rusuk, membentuk dan bergerak pada dinding dada. Otot

intercostal terutama terlibat dalam mekanisme pernapasan. Otot-otot ini

membantu memuai dan menyusut ukuran rongga dada ketika bernapas.

Muscle Orign Insertion Action Nerve

Elevasi
External Superior
Inferior ribs ribs,
Intercostalis ribs
inspirasi

Depresi
Internal Superior
Inferior ribs ribs,
Intercostalis ribs
ekspirasi

Interior Interior
Depresi
Innermost inferior superior
ribs,

Intercostal nerve
Intercostalis border of border of
expirasi
ribs ribs

Internal
Internal Depression
surface
Subcostalis surface ribs ribs of 10-
of ribs 8-
10-12 12
10

1/3 inferior
Costal
Transversus sternum,
cartilage Depressses
thoracis xiphoideus
of ribs 2- upper ribs
(sternocostalis) dan
5
costosternal

xii
3. Sistem Ligamen

Costa/ribs terdiri dari 12 tulang costa berujung pada vertebra thorakal.

Vertebra thorakal memiliki jaringan ligamen yang kompleks juga

berfungsi untuk menjaga kestabilan tulang-tulang thorakal dan costa.

Adapun ligamen-ligamen yang terdapat pada tulang-tulang thorakal dan

costa yaitu:

Gambar 1.5 Anatomi Struktur Ligamen Intercostalis


Sumber : RIB ; Atlas Anatomi Netler

a. Costotransverse Ligament terdiri dari 3 bagian yakni superior, lateral,

dan medial. Dimana bagian superior melintang dari arah leher tulang

rusuk ke processus transversus, bagian lateral dimulai dari

costotranversus kemudian melingtang ke arah permukaan posterior

tulang rusuk, dan bagian medial dimana menghubungkan antara dorsal

costa dengan ventral costa ke processus transversus.

b. Capitis costae radiatum ligament adalah ligamentum yang

menghubungkan atana kepala costa diantara discus intervertebralis

dan corpus vertebra.

xiii
c. Costoclavicular ligament adalah ligamentum yang menghubungkan

tulang rusuk pertama klavikula dan berakhir di sternal juga disebut

rhomboid ligamen.

d. Sternoclavicular anterius ligament adalah ligamen yang

menghubungkan bagian anterior sternum dengan clavicula.

e. Sternocostale Radiatum Ligament adalah ligamen yang

menghubungkan antara sternum dengan cartilago costa.

4. Sistem Arteri / Nervus / Vena Intercostalis

Gambar 1.6 Anatomi Sistem Arteri/vena/nervus Intecostalis


Sumber : RIB; Atlas Anatomi Netler

a. Arteri Intercostalis

Arteri Intercostalis merupakan sekelompok arteri yang memasok

darah di daerah antar costae yang disebut dengan intercostalis.

xiv
1) Arteri intercostasis superior dimana terletak antara ruang

intercostal pertama dan kedua.

2) Cabang arteri intercostalis dari arteri internalthorakal dimana

terletak antara ruang intercostal lima atau enam.

3) Cabang arteri intercostalis dari arteri musculophrenic dimana

terletak dibawah ruang intercostalis ke tujuh dan sembilan.

4) Arteri intercostalis posterior

b. Vena Intercostalis

Vena Intercostalis merupakan sekumpulan vena yang melewati bagian

intercostalis. Vena intercostalis terdiri dari:

1) Anterior intercostal veins, terletak dibagian anterior intercostalis.

2) Posterior intercostalis

a) Supreme intercostalis vein, terletak dibagian intercostalis

pertama.

b) Superior intercostal vein, terletak dibagian intercostalis

kedua, ketiga, dan ke empat.

c) Tidak ada nama untuk vena intercostalis bagian kelima

sampai kesebelas.

d) Subcostal vena, terletak bagian bawah costa

c. Nervus Intercostalis

Nervus intercostalis adalah bagian dari sistem saraf somatik, dari

saraf tulang belakang dada dari T1 sampai T11. Saraf intercostalis

didistribusikan terutama ke pleura dada dan abdomen peritoneum dan

xv
berbeda dari divisi-divisi anterior saraf tulang belakang lainnya yang

masing-masing menjalar membentuk plexus.

Saraf pertama dan kedua memberi pasokan kepada ekstremitas atas

selain cabang toraks; empat yang berikutnya terbatas dalam distribusi

ke parietes thorax; lima lebih rendah pasokan parietes thorax dan

perut. Saraf intercostal 7 berakhir pada proses xyphoid, di ujung

bawah tulang dada. Saraf intercostal 10 berakhir di umbilikus. Kedua

belas (subcostal) toraks didistribusikan ke dinding perut dan pangkal

paha.

Tidak seperti saraf dari sistem saraf otonom yang innervate pleura

viseral rongga toraks, saraf intercostal muncul dari sistem saraf

somatik. Hal ini memungkinkan nervus ini untuk mengendalikan

kontraksi otot, serta memberikan informasi sensorik yang spesifik

mengenai kulit dan pleura parietalis. Ini menjelaskan mengapa

kerusakan pada dinding internal rongga toraks terasa seperti nyeri

lokal di wilayah terluka. Kerusakan pleura viseral berpengalaman

sebagai sakit un-lokal.

1) The 1st Thoracic Nerve

Divisi anterior dari saraf toraks pertama terbagi menjadi dua

cabang: salah satu, semakin besar, daun thorax di depan leher

tulang rusuk pertama, dan memasuki pleksus brakialis; cabang

yang lain dan lebih kecil, nervus intercostal pertama, berjalan

sepanjang intercostal ruang pertama, dan berakhir di bagian depan

xvi
dada sebagai cabang kulit pertama anterior thorax. Kadang-

kadang cabang anterior kulit hilang.

Saraf intercostal pertama jarang memberikan dari cabang

cornu lateral; tapi kadang-kadang mengirim cabang kecil untuk

berkomunikasi dengan intercostobrachial.

Dari saraf dada kedua sering menerima ranting

menghubungkan, yang naik lebih dari leher tulang rusuk kedua.

Saraf ini pertama kali dideskripsikan oleh Kuntz pada tahun 1927.

Ada variasi anatomi, tetapi Kuntz saraf mungkin hadir di 40-80%

dari populasi.

2) The Upper Thoracic Nerve - 2nd-6th

Divisi-divisi anterior kedua, ketiga, keempat, kelima, dan saraf

dada yang keenam, dan cabang kecil dari pertama toraks, terbatas

parietes thorax, dan diberi nama toraks intercostal saraf. Nervus

ini lurus ke depan di ruang intercostal dibawah intercostal. Bagian

belakang dada terletak antara pleura dan membran intercostal

posterior, tetapi segera menembus kedua dan menjalankan antara

dua m. Intercostal sampai tengah tulang rusuk.

Mereka selanjutnya memasukkan substansi Intercostales

interni, dan berjalan di tengah-tengah mereka serat sejauh

kartilago Kosta, mereka memperoleh permukaan batin otot dan

terletak di antara mereka dan pleura.

Dekat tulang dada, mereka menyeberang di depan arteri

payudara internal dan Transversus thoracis otot, menembus

xvii
Intercostales interni, membran intercostal anterior dan Pectoralis

utama, dan menyediakan integument depan thorax dan atas

mamma, membentuk cabang-cabang Cornu anterior thorax;

cabang dari saraf kedua menyatukan syaraf anterior

supraclavicular pleksus serviks.

3) The Lower Thoracic Nerve - 7th-11th

Nervus intercostalis 7 – 11 memberikan innervasi kepada

dinding thorax dan dinding abdomen. Serabut-serabut saraf ini

berjalan dalam ruang intercostalis, selanjutnya berjalan di antara

m.transversus abdominis dan m.obliquus internus abdominis, lalu

di antara m.rectus abdominis dan lamina posterior vagina musculi

recti.

Dari setiap nervus intercostalis dipercabangkan ramus cutaneus

anterior dan ramus cutaneus lateralis. Ramus cutaneus anterior

menembusi m.rectus abdominis dan mempersarafi kulit pada

dinding ventral abdomen. Ramus cutaneus lateralis menembusi

m.obliquus externus abdominis, kemudian bercabang dua menjadi

ramus anterior dan ramus posterior yang mempersarafi kulit di

bagian dorsal, lateral dan ventral dinding abdomen.

4) The Lower Thoracic Nerve – 12th

Divisi anterior dari saraf dada kedua belas (subcostal saraf)

lebih besar dari yang lain; membentang di sepanjang perbatasan

rendah tulang rusuk kedua belas, sering memberikan cabang

berkomunikasi ke saraf lumbalis pertama, dan lewat di bawah

xviii
lengkungan lateral lumbocostal. Itu kemudian berjalan di depan

Plantae lumborum, perforates Transversus, dan melewati maju

antara itu dan Obliquus internus untuk didistribusikan dengan

cara yang sama seperti saraf intercostal lebih rendah.

Berkomunikasi dengan saraf iliohypogastric dari pleksus

lumbal, dan memberikan cabang ke Pyramidalis. Hal ini juga

memberikan dari cabang Cornu lateral yang pasokan persarafan

sensorik ke kulit atas pinggul.

C. Biomekanik Intercostalis

1. Biomekanik Intercostalis

Ukuran rongga toraks membesar pada saat inspirasi dan mengecil

pada saat ekspirasi. Pada saat inspirasi otot diafragma berkontraksi dan

menarik central tendineum kearah bawah, sehingga meningkatkan

panjang rongga toraks.Kontraksi musculus intercostalis external memutar

costae ke arah luar dank e atas, sehingga memperlebar rongga toraks.

Pada ekspirasi terdapat recoil elastic dinding dada kembali pada posisi

istirahat dan elevasi centrum tendineum diafragma. Pada respirasi dalam

keadaan tenang, costae pertama tidak bergerak dan costae kedua hanya

bergerak sedikit, dan costae kesebelas dan keduabelas terfiksasi pada otot

perut. Ukuran rongga toraks bertambah dengan ekstensi columna

vertebralis dan berkurang dengan fleksi columna vertebralis (John

Gibson, 2002).

xix
Gambar 1.7 Biomekanik Costa
Sumber : wikipedia.org ; intercostalis nerve
Otot-otot yang membantu dalam respirasi:

a. Inspirasi : m. Diafragma, m. intercostalis eksterna, m.

sternocleidomastoideus, m. scalenus

b. Ekspirasi : m. intercostalis interna & otot abdominalis (m. rectus

transversus & m. obliqus).

2. Mekanisme Bernafas

Inspirasi dan ekspirasi terjadi karena adanya kontraksi dan relaksasi

otot-otot pernafasan. Selama inspirasi, difragma dan m. interkonta

ekterna berkontraksi dan volume thorax meningkat. Selama ekspirasi,

otot-otot tersebut relaksasi dan recoil elastis paru-paru dan thorak yang

menyebabkan penurunan volume thoraks. Kekuatan inspirasi dan

ekspirasi dibantu oleh kontraksi otot pernafasan asesoris.

Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama

yaitu kimiawi dan pengendalian oleh saraf. Beberapa faktor tertentu

merangsang pusat pernapasan yang terletak di dalam medula oblongata

dan apabila dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang

xx
disalurkan oleh saraf spinalis ke otot pernapasan- yaitu otot diafragma

dan otot interkostalis.

Pengendalian saraf merupakan pusat pernapasan dimana suatu pusat

otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan impuls eferen

ke otot pernapasan. Melalui beberapa radiks saraf servikalis impuls ini

diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus dan di bagian yang lebih

rendah pada sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah toraks

melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini

menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang

kecepatan kira-kira lima belas kali setiap menit. Impuls aferen yang

dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, diantarkan oleh saraf

vagus ke pusat pernapasan di dalam medula.

Pengendalian secara kimiawi ialah faktor utama dalam pengendalian

dan pengaturan frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan.

Pusat pernapasan di dalam sumsum sangat peka pada reaksi kadar alkali

darah harus dipertahankan. Karbondioksida adalah produk asam dari

metabolisme, dan bahan kimia yang asam ini merangsang pusat

pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot

pernapasan.

Pengendalian melalui saraf dan secara kimiawi sangat penting. Tanpa

salah satunya seseorang tidak dapat bernafas secara terus-menerus.

Dalam hal paralisa otot pernapasan (interkostal, dan diafragma),

digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan lainnya

xxi
untuk melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak sehingga

udara dapat dikeluar-masukkan ke paru-paru.

Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan

oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas

sampai bawah, yaitu vertikal. Penaikan costa dan sternum yang

ditimbulkan oleh kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada ke

dua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastik

mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik

masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna berperan sebagai

otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.

Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena

paru-paru mengecil kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu.

Gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan

dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik costa dan

sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa

bergerak dan alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang

kempis. (Feni Tiyar, 2012).

xxii
BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN

A. Kerangka Teori

Faktor Resiko
 Trauma (fraktur rib,luka tikam)
 Surgery (thoracotomy,mastectomy)
 Infeksi neuropatik (herpes zoster)
 Infeksi tulang rusuk
 Degenerasi saraf
 Tumor di dada dan perut

Peradangan pada Intercostal


saraf intercostalis Neuritis

Nyeri menjalar Gangguan Spasme Otot-otot


daerah intercostal Pernapasan pernapasan

Gangguan Postur Limitasi ROM

B. Definisi Intercostal Neuritis

Intercostal neuritis adalah nyeri di daerah thorax yang berasal dari saraf

intercostal. Nyeri tersebut disebabkan karena peradangan saraf antara rusuk

xxiii
sehingga menyebabkan nyeri menjalar sepanjang tulang rusuk ke depan dada

(Dureja, 2016).

Intercostal neuritis adalah suatu kondisi yang langka yang menyebabkan

rasa sakit sepanjang saraf intercostal. Saraf intercostal terletak diantara costa.

Saraf intercostal ini dapat rusak atau meradang karena berbagai penyakit,

atau trauma. Intercostal neuritis menghasilkan rasa sakit yang spasmodik dan

sering digambarkan seperti rasa sakit yang menusuk dan rasa sakit ini akan

bertambah saat batuk atau tertawa.

C. Patofisiologi Intercostal Neuritis

Intercostal neuralgia dapat disebabkan oleh suatu luka, kerusakan saraf

atau sebagai akibat dari penyakit degeneratif. Kondisi yang terkait dengan

intercostal neuritis termasuk trauma bedah, tumor dada, dan herpes zoster.

Rasa sakit intercostal neuralgia dapat konstan atau intermitten. Ini dapat

digambarkan dengan rasa menusuk, merobek, tajam, menggerogoti. Penderita

mungkin mengalami rasa sakit sementara bernapas, batuk, dan tertawa.

Intercostal neuralgia juga dapat merasakan kesemutan, mati rasa atau gatal.

Rasa sakit ini dapat dirasakan sakit membungkus seperti sebuah band di

sekitar dada bagian atas.

Penderita mungkin juga merasa sakit di bawah lengan atau sekitar hingga

ke belakang bahu. Bahkan jika rasa sakit intermiten, itu dapat membuat

sentuhan kain, tekanan pada kulit dan kegiatan sehari-hari yang normal

seperti duduk atau berbaring sulit dan menyakitkan.

Saraf menanggapi trauma ditentukan oleh tingkat keparahan cedera,

diklasifikasikan oleh Seddon's Clasification. Dalam klasifikasi Seddon's,

xxiv
cedera saraf digambarkan sebagai neurapraxia, axonotmesis, atau

neurotmesis. Sementara berlangsung hanya beberapa menit, kejadian ini telah

dikaitkan dengan timbulnya nyeri neuropatik.

Ketika ingin menilai neuralgia pemeriksaan eksperimental dan klinis

diperlukan untuk menemukan mekanisme yang mendasari, sejarah rasa sakit,

deskripsi sakit. Karena rasa sakit subyektif kepada pasien, sangat penting

untuk menggunakan skala penilaian sakit. Kualifikasi tingkat keparahan rasa

sakit penting dalam diagnosis dan dalam mengevaluasi efektivitas

pengobatan. Pemeriksaan klinis biasanya melibatkan pengujian tanggapan

terhadap rangsangan seperti sentuhan, suhu, dan getaran. Neuralgia dapat

digolongkan lebih lanjut oleh jenis rangsangan yang memunculkan respons:

mekanis, panas atau kimia. Respon untuk sesi pengobatan adalah alat akhir

yang diguna kan untuk menentukan mekanisme rasa sakit.

D. Epidemiologi Intercostal Neuritis

Menurut University Pain Centre Maastricht, nyeri dada relatif jarang

terjadi dan hanya terlihat pada sekitar 3-22% pasien yang dirujuk ke klinik.

Prevalensi nyeri dada pada populasi umum adalah sekitar 15%. Nyeri post-

torakotomi kronis dan post-torakoskopi kronis memiliki prevalensi 40%, dan

setengah dari kasus ini bersifat neuropatik. Neuralgia interkostal adalah

bentuk yang paling sering.

Prevalensi pasti dari nyeri dinding abdomen tidak diketahui. Nyeri dinding

perut telah didiagnosis pada 10 hingga 90 persen pasien dengan nyeri perut

yang tidak diketahui penyebabnya dalam berbagai seri berdasarkan kohort

pasien. Dalam satu penelitian, 5 hingga 10 persen pasien yang dirujuk ke

xxv
praktik spesialis dalam gastroenterologi memiliki diagnosis nyeri dinding

perut kronis. Dalam penelitian lain, 20 persen pasien yang dirawat di

departemen bedah karena sakit perut mengalami nyeri dinding perut.

Wanita empat kali lebih beresiko mengalami nyeri dinding abdomen

kronis daripada pria. Nyeri dinding abdomen lebih sering terjadi antara usia

30 hingga 50 tahun, meskipun beberapa kasus juga dijumpai terjadi pada

anak-anak dan orang tua.

E. Manifestasi Klinik

Gejala pertama dari neuralgia interkostal dapat dianggap nyeri pada tulang

rusuk, yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi saraf interkostal. Menurut

sifat rasa sakit itu bisa berbeda seperti: terbakar, tajam, sakit, atau tumpul.

Menurut periodisitas, nyeri dapat bersifat episodik dan konstan. Rasa sakit

dapat diintensifkan secara dramatis jika ada, bahkan aktivitas fisik kecil, atau

hanya gerakan yang tidak terduga, misalnya, tubuh yang bergerak secara

cepat, melompat, batuk atau bersin.

Gejala-gejala neuralgia interkostal dapat dikenali dengan pemeriksaan

sederhana. Selama palpasi bagian tubuh tertentu (di daerah antara tulang

rusuk di sepanjang tulang belakang dan rongga dada), pasien dapat merasakan

sakit yang tajam. Pasien juga sering mengeluh merasakan sakit selama

inhalasi aktif dan exhalasi. Ada juga "refleksi" rasa sakit, yang biasanya

terlokalisasi di bagian tubuh lain dan dapat terjadi di bawah tulang belikat, di

punggung dan pinggang. Neuralgia interkostal dapat disertai tidak hanya

dengan rasa sakit dan sesaknya ruang interkostal, tetapi juga kontraksi tak

disengaja dan kedutan pada masing-masing kelompok otot. Di daerah cedera

xxvi
saraf perifer kulit dapat berubah warna (menjadi merah atau pucat), juga di

tempat-tempat ini sensitivitasnya dapat hilang karena mati rasa.

Pada neuralgia interkostal, tidak ada tanda-tanda konstitusional, seperti

demam, dispnea, diaforesis, atau sesak napas. Pemeriksaan fisik umumnya

mengungkapkan temuan minimal kecuali pasien memiliki riwayat

pembedahan toraks atau subkostalis sebelumnya atau bukti kulit herpes zoster

yang melibatkan dermatoma toraks. Pasien dengan neuralgia interkostal tidak

berusaha untuk memelintir atau melindungi daerah yang terkena, tidak seperti

pasien dengan penyebab muskuloskeletal dari dinding dada dan nyeri sub

kosta. Pemeriksaan sensorik dari dermatom yang terkena dapat mengalami

penurunan sensasi atau semua odynia.

F. Penyebab Intercostal Neuritis

Intercostal neuritis adalah peradangan saraf antara tulang iga sehingga

menyebabkan nyeri menjalar sepanjang tulang rusuk ke depan dada.

Penyebab intercostal neuritis antara lain:

1. Lesi saraf akibat trauma (fraktur rib,luka tikam)

2. Surgery (thoracotomy,mastectomy)

3. Infeksi neuropatik (herpes zoster)

4. Infeksi tulang rusuk

5. Degenerasi saraf

6. Tumor di dada dan perut

G. Diagnosis Banding

Kondisi pembanding dari kasus intercostal neuritis yaitu thoracic

radiculopathy, malignant neoplasm (primer oatau metastasis), rib fracture,

xxvii
vertebral compression fracture, chest wall contusion, acute Herpes Zoster

dan postherpetic neuralgia.

Nyeri yang disebabkan oleh sistem jantung, paru, vaskular, atau GI seperti

angina, myocardial infarction, aortic dissection, esophageal disorders,

cholecystitis, peptic ulcer disease, pancreatitis, pleurisy, pulmonary

embolism, pneumothorax, costochondritis, tietze syndrome, nephrolithiasis,

pyelonephritis, costovertebral or costochondral arthritis, dan spondylitis

H. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis Fisioterapi

Proses pemeriksaan fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan

dilanjutkan dengan menentulkan diagnosis fisioterapi.

1. Anamnesis.

Anamnesis umum memuat tentang identitas pasien, dan disini hanya

memberikan informasi tentang siapakah pasien, memberikan gambaran

orang seperti apa yang kita ajak bicara, serta masalah apa yang mungkin

ada.

a. Anamnesis umum berisi identitas pasien yang lengkap.

b. Anamnesis khusus. Didalam anamnesis khusus ini, hal-hal atau

keterangan yang di dapat digali dari pasien meliputi : keluhan utama

yang dirasakan pasien ini adalah pasien merasakan nyeri pada daerah

dada sebelah kanan. Dengan pertimbagan riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, dan riwayat keluarga.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan

pada pasien meliputi: Pemeriksaan vital sign, inspeksi, palpasi,

xxviii
pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal, dan pemeriksaan

kemampuan fungsional dan lingkungan aktivias.

a. Pemeriksaan Kekuatan Otot

Kekuatan otot dapat diukur dengan manual muscle test (MMT). MMT

adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan

seseorang dalam mengontraksikan otot atau group otot secara

voluntary. Untuk pemeriksaan MMT ini dengan sistem manual, yaitu

dengan cara terapis memberikan tahanan kepada pasien dan pasien

disuruh melawan tahanan dan terapis dan saat itu terapis menilai

sesuai dengan kriteria nilai kekuatan otot (Sujatno, et al., 1993).

Tabel 1. Kriteria Kekuatan Otot


Loveit, Naniel dan Kendal dan Medical
Worthinghom McCreary
Normal : Subyek bergerak 100%: Subyek bergerak 5
dengan pasien mempertahankan
melawantahanan posisi dengan
maximal melawan gravitasi
dan tahanan
Maximal
Good : subyek bergerak 80% : Subyek 4
dengan penuh bergerak dan
melawan gravitasi empertahankan
tanpa melawan posisi dengan
tahanan melawan
gravitasi dan
tahanan
kurang maximal.
Fair : subyek bergerak 50% : Subyek bergerak 3
penuh LGS dan
melawan mempertahankan
gravitasi tanpa posisi dengan
melawan gravitasi melawan
Tahanan
Poor : subyek bergerak 20% : subyek bisa 2
dengan LGS bergerak sedikit
penuh tanpa dengan
melawan t
gravitasi anpa melawan

xxix
gravitasi

Fraze : kontraksi otot 5% : kontraksi otot bisa 1


bisa di palpasi dipalpasitetapi
tetapi tidak tidak ada
ada pergerakan pergerakan sendi
sendi
Zero : kontraksi otot 0% : kontraksi otot 0
tidak tidak
dapat dipalpasi. dapat dipalpasi

b. Inspeksi

Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan, dimana pemeriksaan tersebut

melihat pasien secara langsung dan mengidentifikasi tanda – tanda

dari keluhan yang pasien alami. Pemeriksaan inspeksi ada dua, yaitu

secara statis dan dinamis. Inspeksi statis merupakan inspeksi yang

dilakukan saat pasien tidak bergerak atau dalam keadaan diam,

sedangkan inspeksi dinamis merupakan inspeksi yang dilakukan saat

pasien bergerak. Inspeksi secara statis kondisi umum pasien ekspresi

wajah pasien meringis menahan rasa sakit dan bahu asimetris.

Inspeksi secara dinamis terlihat pasien kesulitan saat membuka baju.

c. Palpasi

Palpasi (nyeri, spasme, suhu lokal, tonus, bengkak, dll). Pemeriksaan

dengan cara meraba dan menekan pada bagian tubuh pasien untuk

mengetahui adanya spasme otot, perbedaan suhu lokal, adanya nyeri,

kelainan tonus otot, dan adanya bengkak dll.

d. Pemeriksaan Gerak Dasar

Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi:

1) Gerak aktif, dalam pemeriksaan gerak aktif, pasien diminta untuk

xxx
menggerakkan secara aktif bahunya kearah fleksi, ekstensi,

abduksi, adduksi, endorotasi, eksorotasi, elevasi, depresi,

protraksi dan retraksi. Dalam pemeriksaan ini diperoleh hasil (1)

adanya sedikit rasa nyeri pada bahu kiri pada gerakan fleksi,

ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu

kiri, (2) tidak adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua

arah gerak.

Pasien juga diminta untuk menggerakkan secara aktif sendi trunk

ke arah fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi. Dalam

pemeriksaan ini diperoleh hasil (1) ada nyeri yang dirasakan

pasien pada semua gerakan pada regio trunk, (2) adanya

keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak.

2) Gerak pasif, merupakan pemeriksaan gerak sendi bahu yang

dilakukan oleh fisioterapis pada regio shoulder kearah fleksi,

ekstensi, eksorotasi, endorotasi, abduksi dan adduksi sementara

pasien dalam keadaan rileks. Dari hasil pemeriksaan ini diperoleh

(1) adanya sedikit rasa nyeri pada gerakan pada fleksi, ekstensi,

endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu kiri, (2)

adanya keterbatasan lingkup gerak sendi bahu kiri pada gerakan

fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi, (3)

rasa pada akhir gerakan (end feel) sendi bahu ini adalah lunak

terulur.

Fisioterapis juga menggerakkan secara pasif sendi trunk ke arah

fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi. Dalam pemeriksaan ini

xxxi
diperoleh hasil (1) ada nyeri yang dirasakan pasien pada semua

gerakan pada regio trunk, (2) tidak adanya keterbatasan lingkup

gerak sendi ke semua arah gerak, (3) rasa pada akhir gerakan

(end feel) sendi bahu ini adalah lunak terulur.

3) Gerak isometris melawan tahanan, pada pemeriksaan gerak ini

prinsipnya masih sama seperti pada pemeriksaan gerak aktif pada

sendi bahu ke segala arah hanya saja pada pemeriksaan gerak ini

ditambah dengan tahanan secara isometrik oleh terapis dan hasil

yang diperoleh adalah (1) pasien mampu melakukan gerakan

isometris melawan tahanan terapis tanpa timbul adanya nyeri, (2)

adanya penurunan kekuatan otot penggerak bahu kiri baik fleksor,

ekstensor, endorotator, eksorotator, abduktor dan adduktor sendi

bahu.

3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang

diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan

problematik, tujuan dan tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut:

a. Pemeriksaan derajat nyeri, menggunakan verbale diskriptive scale

(VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu:

nilai 1 tidak nyeri, nilai 2 nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan,

nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri

berat, nilai 7 nyeri tak tertahankan.

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS). Pemeriksaan ini dilakukan

untuk mengetahui adanya keterbatasan lingkup gerak sendi

xxxii
menggunakan alat yang disebut dengan goneometer, dalam

pelaksanaannya banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan

pengukuran diantaranya letak goniometer yang merupakan aksis dari

sendi bahu. Berdasarkan International Standart of Measurement

(ISOM) bidang gerak sendi dibagi menjadi 4 yaitu sagital (S), frontal

(F), transfersal (T), rotasi (R). Penulisan diawali dengan bidang gerak

dilanjutkan dengan luas lingkup gerak sendi. Semua gerakan

dituliskan dalam tiga angka dengan urutan luas lingkup gerak sendi

yang menjahui tubuh, posisi awal sendi, dan gerakkan yang mendekati

tubuh. Penulisan diawali dengan menuliskan bidang gerak dimana

gerakan terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan menuliskan luas

lingkup gerak sendi. Semua gerakan ditulis 3 angka dengan urutan

ekstensi (dan semua gerakan menjauhi tubuh) kemudian posisi awal

(posisi netral) menyusul gerakan fleksi (dan semua gerakan mendekati

tubuh).

c. Valsalva mekanisme adalah koordinasi sekumpulan muscle

neurological yang bekerja bersamaan dan disebut valsalva maneuver.

Valsalva maneuver adalah usaha pernafasan secara paksa menutup

glottis, menghasilkan peningkatan tekanan intrathoracic,

meningkatkan tekanan intracranial, menghambat venous return dan

menurunkan heart rate. Valsava manuever digunakan sebagai alat

diagnostik untuk mengevaluasi kondisi jantung dan terkadang

dilakukan sebagai treatment untuk mengkoreksi abnormalitas ritme

jantung atau untuk gambaran nyeri dada.

xxxiii
I. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Infra Red

Terapi Infra merah adalah jenis terapi rendah energi yang

menggunakan cahaya dalam spektrum infra merah jauh untuk

pengobatan masalah kesehatan.Cahaya infra merah berbeda dengan sinar

ultraviolet yang menyebabkan kulit terbakar dan kerusakan pada kulit

pasien. Inframerah tiidak menyebabkan kulit terbakar atau kerusakan

kulit, sehingga merupakan alat untuk mengatasi nyeri yang efektif

seperti, nyeri artritis, fenomena Raynaud dan tendinitis atau radang

tendon.

Penggunaan terapi inframerah ini diyakini akan meningkatkan

temperatur kulit, memperbaiki aliran darah dan meningkatkan suhu inti

tubuh. Suhu darah yang meningkat akan merangsang neuron-neuron

hangat dari pusat pengatur panas di hipotalamus dan menghambat neuron

dingin. Selain itu, neuron yang hangat ini akan diproyeksikan ke neuron

pusat simpatis/parasimpatis di hipotalamus, yang mempengaruhi sistem

syaraf otonom.

Pada penggunaan lampu non luminous jarak lampu antara 45 - 60

cm, sinar diusahakan tegak lurus dengan daerah yang diobati serta waktu

antara 10-30 menit. Menurut Michlovits semua pemanasan super fisial

membutuhkan waktu antara 15 - 30 menit, sedangkan menurut

Tharimsyam menyatakan hal yang sama untuk lampu infra merah dengan

jarak penyinaran 45 - 60 cm (Juan Suseno Haryanto,2012).

xxxiv
Sinar infra merah merupakan gelombang elektromagnet dengan

panjang gelombang 7.700 – 4.000.000 Angstrom. Panjang gelombang

yang pendek yaitu 7.700 – 150.000 Angstrom dapat dipakai untuk

pengobatan. Sinar Infra merah memiliki sifat yang tidak nampak,

Panjang gelombang lebih panjang daripada sinar merah dan mempunyai

tenaga panas besar.

Kegunaan Infra merah dalam kesehatan :

a. Mengaktifkan molekul air dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena

inframerah mempunyai getaran yang sama dengan molekul air.

Sehingga, ketika molekul tersebut pecah maka akan terbentuk

molekul tunggal yang dapat meningkatkan cairan tubuh.

b. Meningkatkan sirkulasi mikro. Bergetarnya molekul air dan

pengaruh inframerah akan menghasilkan panas yang menyebabkan

pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan suhu kulit,

memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi tekanan jantung.

c. Meningkatkan metabolisme tubuh. jika sirkulasi mikro dalam tubuh

meningkat, racun dapat dibuang dari tubuh kita melalui metabolisme.

Hal ini dapat mengurangi beban liver dan ginjal.

d. Mengembangkan Ph dalam tubuh. Sinar inframerah dapat

membersihkan darah, memperbaiki tekstur kulit dan mencegah

rematik karena asam urat yang tinggi.

2. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Transcuteneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah suatu

cara pengurangan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui

xxxv
permukaan kulit dan terbukti efektif untuk mengurangi berbagai tipe

nyeri. Stimulasi listrik yang diberikan pada serabut saraf akan

menghasilkan implus saraf yang berjalan dengan dua arah di sepanjang

akson saraf yang bersangkutan. Peristiwa ini mengakibatkan terlepasnya

materi P dari neuron sensoris yang berujung terjadinya vasedilastasi

(Parjoto, 2006). Dalam hal ini TENS yang digunakan termasuk arus

direct current (DC) yaitu arus yang aliran elektronnya dari suatu titik

yang energy potensialnya tinggi ke titik lain yang energi potnsialnya

lebih rendah.Sumber arus listrik nya adalah baterai. Pada arus ini

termasuk arus interferensi. Macam-macam TENS: a. TENS

Konvensional b. AL-TENS (Acupuncture-like TENS) c. Intense TENS.

Efek fisiologis :

a. Pemblokiran nyeri, melalui mekanisme teori kontrol gerbang.

Serabut afferent terdiri dari neuron sensorik berdiameter besar

(large fibers/A) dan neuron berdiameter kecil (small fibers/C).

Small fibers merupakan serabut saraf halus tidak bermyelin yang

berfungsi membuka jembatan hantaran rangsang nyeri, sedang

large fibers berfungsi menutup jembatan hantaran. Stimulasi

serabut saraf berdiameter besar dengan arus Transcutaneus

Elektrical Nerve Stimulation dapat menutup gerbang sehingga

nyeri dapat terblokir.

b. Vasodilatasi arteriole, mengakibatkan kenaikan aliran darah yang

memperlancar pembuangan materi yang berpengaruh terhadap

nyeri yaitu Bradikin, Histamin dan Materi P. Implikasi klinis,

xxxvi
Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation merupakan metode

pengobatan yang tidak merusak jaringan tubuh (non infasif) tidak

mengandung racun, berkhasiat alami sehingga efektif untuk

pengobatan nyeri kronis (Parjoto, 2006).

3. Terapi Latihan

Pada kasus ini metode latihan yang dipilih adalah latihan free active dan

active ressisted.

a. Hold Relax

Hold relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi

isometrik yang optimal dari kelompok otot antagonis yang

memendek, dilanjutkan dengan relaksasi otot tersebut (prinsip

reciprocal inhibition) (Kisner, 2007). Pemberian Hold Relax

agonist contraction akan mengakibatkan penurunan spasme akibat

aktivasi golgi tendon organ, dimana terjadi pelepasan

perlengketan fasia intermio fibril dan pumping action pada sisa

cairan limfe dan venosus, sehingga venous return dan limph

drainage meningkat yang kemudian akan meningkatkan

vaskularisasi jaringan sehingga elastisitas jaringan meningkat

berpengaruh terhadap penurunan nyeri (Wahyono, 2002).

Tujuan pemberian hold relax adalah perbaikan relaksasi pola

antagonis, perbaikan mobilisasi dan untuk menurunkan nyeri lebih

baik menggunakan hold relax (Beckers & Buck, 2001).

Untuk pemberian tahanan pada hold relax, terapis meminta

kontraksi isometrik dari otot yang memendek atau pola (antagonis)

xxxvii
dengan penekanan pada rotasi,dimana kontraksi harus

dipertahankan setidaknya 5-8 detik (Adler, 2008).

b. Deep breathing exercise

Deep breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik

bernapas secara perlahan dan dalam menggunakan otot diagfragma,

sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada

mengembang penuh (Smeltzer, et al., 2008).

Tujuan deep breathing exercise yaitu untuk mencapai ventilasi

yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja

pernapasan; meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot

dan menghilangkan ansietas; mencegah pola aktivitas otot

pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi

pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi

kerja bernapas (Smeltzer, et al., 2008).

Latihan pernapasan dengan teknik deep breathing membantu

meningkatkan compliance paru untuk melatih kembali otot

pernapasan berfungsi dengan baik serta mencegah distress

pernapasan (Ignatavicius, et al, 2006).

Pemulihan kemampuan otot pernapasan akan meningkatkan

compliance paru sehingga membantu ventilasi lebih adequat

sehingga menunjang oksigenasi jaringan (Westerdahl, et al., 2005).

Tujuan deep breathing exercise adalah untuk meningkatkan

volume paru, meningkatkan dan redistribusi ventilasi,

xxxviii
mempertahankan alveolus tetap mengembang, meningkatkan

oksigenasi, membantu membersihkan sekresi, mobilisasi torak dan

meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta efisiensi dari otot-

otot pernapasan (Nurbasuki, 2008).

xxxix
BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi

Anamnesis umum :

Nama : Tn. F

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Perumahan Bukit Khatulistiwa 2

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Hobby : Main Futsal

Vital Sign

1. Tekanan Darah : 120/80 (Normal)

2. Denyut Nadi : 60x/menit (normal)

3. Pernapasan : 18x/menit

Anamnesis Khusus

Chief of Complain

Nyeri dada sebelah kanan.


History Taking
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sejak kapan 3 minggu yang lalu
kejadiaannya?
2. Kenapa bisa terjadi? Kecelakaan
3. Kronologi kejadiannya Pada saat saya bermain futsal, saya
bagaimana? terkena siku teman saya dibagian dada
sebelah kanan

xl
4. Bagaimana sifat nyerinya? Hanya di dada saja , tidak menjalar
Apakah terasa sampai
kebawah atau menjalar ke
bawah ?
5. Apakah nyerinya kadang- Nyerinya hilang timbul, kadang hilang
kadang muncul atau kadang datang secara tiba-tiba
muncul terus-menerus?

6. Kegiatan apa saja yang Saat saya beraktifitas berat, bernafas


biasanya anda lakukan dalam, dan batuk.
sehingga nyerinya timbul
dan menambah rasa
nyerinya ?
7. Sudah pernah ke dokter? Sudah.
8. Apa yang dikatakan Katanya saya menderitas intercostal
dokter? neuralgia.
9. Apakah diberi obat? Obat Obat pereda nyeri saja.
apa?
10. Bagaimana efek obatnya Iya. Agak membaik.
setelah diminum?
11 Apakah bapak merokok ? Iya kadang-kadang
12. Apakah ada hasil foto Tidak Ada.
roentgen?
12. Kalau hasil labnya ada? Tidak ada,
14. Bagaimana perasaan anda Saya merasa sangat sedih terkena
setelah terkena sakit? penyakit ini.
15. Apakah nyeri itu Iya agak mengganggu
mengganggu aktifitas
anda?
16 Bagaimana perhatian Keluarga saya sangat perhatian selama
keluarga anda terhadap saya menderita seperti ini
penyakit yang anda derita?

xli
17. Apakah ada riwayat Tidak ada
penyakit yang diderita?
18. Apakah masih ada Tidak ada
keluhan lain?

Assimetric
1. Inspeksi Statis

Pasien tampak cemas dan badan cenderung bungkuk kedepan

2. Inspeksi Dinamis

Saat melakukan gerakan mengambil barang ke atas terasa sakit

3. Tes Orientasi

Kurang mampu mengambil benda dari atas

Terasa sakit saat melakukan rotasi trunk

Sulit bernafas dalam

4. Palpasi

Suhu : Normal

Kontur kulit : Normal

Oedem : (-)

Tenderness : (+) M. Intercotalis V-VII

5. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

PFGD
Regio Gerakan Aktif Pasif TIMT
Dextra Sinistra Dextra Sinistra Dextra Sinistra
DBN, DBN, Mampu,
Mampu,
Shoulder Fleksi sedikit DBN sedikit DBN tidak
nyeri
nyeri nyeri nyeri

xlii
DBN, DBN, Mampu,
Mampu,
Ekstensi sedikit DBN sedikit DBN tidak
nyeri
nyeri nyeri nyeri
DBN, DBN, Mampu,
Mampu,
Abduksi sedikit DBN sedikit DBN tidak
nyeri
nyeri nyeri nyeri

DBN, DBN, Mampu,


Mampu,
Adduksi sedikit DBN sedikit DBN tidak
nyeri
nyeri nyeri nyeri

DBN, DBN, Mampu,


Mampu,
Eksorotasi sedikit DBN sedikit DBN tidak
nyeri
nyeri nyeri nyeri
T
DBN, DBN,
Mampu, Mampu,
Endorotasi sedikit DBN sedikit DBN
tidak nyeri
nyeri nyeri
nyeri
Mampu,
Mampu,
Protraksi DBN DBN DBN DBN tidak
nyeri
nyeri
Mampu Mampu,
Retraksi DBN DBN DBN DBN tidak tidak
nyeri nyeri
Tidak Tidak Tidak
Mampu Mampu,
terbatas, terbatas, terbatas,
Elevasi DBN tidak tidak
tidak tidak tidak
nyeri nyeri
nyeri nyeri nyeri
Mampu Mampu,
Depresi DBN DBN DBN DBN tidak tidak
nyeri nyeri

xliii
Fleksi Terbatas, ada nyeri Terbatas, ada nyeri

Ekstensi Terbatas, ada nyeri Terbatas, ada nyeri

Lateral
Trunk Terbatas, ada nyeri Terbatas, ada nyeri
Fleksi

Rotasi Terbatas, ada nyeri Terbatas, ada nyeri

Restrictive
Limitasi ROM : Keterbatasan gerak regio trunk dan shoulder pada

gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,

endorotasi, eksorotasi.

Limitasi Pekerjaan : Kesulitan melakukan tugas kuliah

Limitasi Rekreasi : Keterbatasan pasien untuk melakukan olahraga

futsal.

Limitasi ADL : Dressing dan self-care.

Tissue Impairment

Musculotendinogen : Spasme M. intercostalis.V-VII

Neurogen : gangguan N. Intercostalis V-VII

Osteoarthrogen :-

Psikogen : Kecemasan

Spesific Test

1. Vital Sign

Tekanan Darah : 120/80 (Normal)

Denyut Nadi : 60x/menit (normal)

Pernapasan : 18x/menit

xliv
2. VAS
No. Jenis Nyeri Hasil
1. Nyeri Diam 1 (normal)
2. Nyeri Tekan 6 (terganggu)
3. Nyeri Gerak 5 (terganggu)

3. Tes Sensomotorik
No. Tes Hasil
1. Panas-dingin Normal
2. Tajam – Tumpul Normal
3. Kasar – Halus Normal

4. Pengukuran Lingkar Toraks


Upper chest : selisih 1 cm (96  97cm)

Normal = selisih 1-3cm

Middle chest :selisih 2 cm (93  95 cm)

Tidak normal (normal = selisih 3-5 cm)

Lower chest : selisih 4 cm (86  90 cm)

Tidak normal (selisih 5-7 cm)

5. ROM test Shoulder Joint Dekstra


Hasi : ROM Aktif

S: 50o – 0o – 150o

F: 170o – 0o – 70o

T: 45o – 0o – 130o

ROM Pasif

S: 55o – 0o – 165o

F: 180o – 0o – 75o

T: 45o – 0o – 135o

xlv
6. Tes Fleksibilitas Otot Pernapasan
No. Tes Hasil
1. Otot Difragrama Normal
2. Otot Intercostal Terbatas
3. Otot Pectoralis Mayor & Minor Terbatas
4. Otot SCM Terbatas
5. Otot Upper Trapezius Normal
6. Otot Scaleni Normal

7. HRS-A Scale
No. Kemampuan Penilaian
1 Keadaan perasaan sedih 3 : perasaan yang nyata tanpa
(sedih, putus asa, tak komunikasi verbal, misalnya ekspresi
berdaya, tak berguna) muka, bentuk, suara, dan kecendrungan
menangis
2 Perasaan bersalah 1 : menyalahkan diri sendiri dan
merasa sebagai penyebab penderitaan
orang lain
3 Bunuh diri 0 : tidak ada
4 Gangguan pola tidur 1 : ada keluhan, kadang-kadang sukar
(initial insomnia) masuk tidur misalnya > setengah jam
baru masuk tidur
5 Gangguan pola tidur ( 1 : pasien merasa gelisah dan
middle insomnia) terganggu sepanjang malam
6 Gangguan pola tidur (late 1 : bangun saat dini hari tetapi dapat
insomnia) tidur lagi
7 Kerja dan kegiatan- 1 : berfikir tidak mampu,
kegiatannya keletihan/kelemahan yang berkaitan
dengan kegiatan kerja/hobi
8 Kelambanan (lambat 1 : sedikit lamban dalam wawancara
dalam berfikir, berbicara

xlvi
gagal berkonsentrasi, dan
aktivitas motorik
menurun)
9 Kegelisahan 1 : kegelisahan ringan
10 Kecemasan (ansietas Sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan
somatic) keduten otot; gigi gemerutuk; suara
tidak stabil; tinnitus (telinga
berdenging); penglihatan kabur; muka
merah atau pucat; perasaan ditusuk-
tusuk
1 : ringan
11 Kecemasan (ansietas 2 : mengkhawatirkan hal-hal kecil
psikis)
12 Gejala somatic 1 : nafsu makan berkurang tetapi dapat
(pencernaan) makan tanpa dorongan teman, merasa
perutnya penuh
13 Gejala somatic (umum) 1 : anggota gerak, punggung atau
kepala terasa berat
14 Kotamil (genital) Sering buang air kecil terutama malam
hari dikala tidur, tidak haid, darah haid
sedikit sekali,tidak ada gairah seksual
dingin (frigid); ereksi hilang; impotensi
0 : tidak ada
15 Hipokondriasis (keluhan 0 : tidak ada
somatic fisik yang
berpindah-pindah)
16 Kehilangan berat badan 1 : berat badan berkurang berhubungan
dengan penyakit sekarang
17 Insight (pemahaman diri) 0 : mengetahui dirinya sakit dan cemas
18 Variasi harian Adakh perubahan keadaan yang
memburuk pada waktu malam atau
pagi

xlvii
0 : tidak ada
19 Depersonalisasi (perasaan 1 : ringan
diri berubah) dan
derelisiasi (perasaan tidak
nyata tidka realistis)
20 Gejala paranoid 1 : kecurigaan
21 Gejala obsesi dan 0: tidak ada
kompulsi

Hasil : 18

Interpretasi : depresi sedang

B. Diagnosis Fisioterapi

Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses

pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu “Gangguan Aktifitas Fungsional

dressing dan self care berupa nyeri dada dekstra e.c. intercostal neuralgia V-

VII sejak 3 minggu yang lalu”

C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi

1. Problem

Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan

berdasarkan hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:

a. Problem primer : Nyeri

b. Problem sekunder : Gangguan kepercayaan diri dan kecemasan

Gangguan Pernapasan

Spasme M. intercostalis.V-VII

Limitasi ROM

Gangguan Postur

xlviii
c. Problem kompleks : Gangguan ADL dressing dan self care

2. Planning

a. Tujuan Jangka Pendek

Mengurangi nyeri

Mengatasi kecemasan

Mengatasi gangguan pernapasan

Mengurangi spasme

Meningkatkan ROM

Mengatasi gangguan postur

b. Tujuan Jangka Panjang

Mengembalikan dan memaksimalkan fungsional Activity Daily

Living dressing dan self care

3. Program Fisioterapi

Modalitas
No. Problem Ft Dosis
Terpilih
F = 1x sehari
Gangguan kepercayaan diri Komunikasi I = Pasien Fokus
1
dan kecemasan terapeutik T = Wawancara
T = selama proses ft
F : 1x sehari
Pre-elimenary exercise
I : 35-45 cm
2. (Memperlancar sirkulasi IRR
T : lokal
darah)
T : 5 menit
F : 1x sehari
I : 30 mA
3. Nyeri Interferensi
T : Kontraplanar
T : 10 menit

xlix
F : 1 x sehari
I : 15 hitungan,3x
repitisi
T : Friction
T : 2 menit
F : 1 x sehari
I : 15 hitungan,3x
repitisi
4. Spasme Exercise Therapy
T : Stretching otot
respirasi
T : 2 menit
F : 1 x sehari
I : 15 hitungan,3x
repitisi
T : Hold relax
T : 2 menit
F : 1x sehari
I : 15 hitungan,3x
repitisi
5. Gangguan Pernapasan Breathing Exercise
T : Deep Breathing
exc.
T : 2 menit
F : 1x sehari
I : 15 hitungan,3x
6. Gangguan Postur Bugnet Exercise
repitisi T : Bugnet exc.
T : 2 menit
F : 1x sehari
I : 15 hitungan,3x
ADL exercise
7. Gangguan ADL repitisi T : PNF
(PNF)
dressing
T : 2 menit

l
D. Evaluasi dan Modifikasi

1. Evaluasi

Evaluasi adalah proses untuk membandingkan kondisi awal pasien

sebelum diintervensi dan kondisi setelah pasien diintervensi. Evaluasi yang

kami lakukan adalah evaluasi sesaat setelah dilakukannya intervensi.

No. Problem Parameter Intervensi 1x terapi Interpretasi


Fisioterapi Sebelum Sesudah
Terdapat
penurunan
1. Rasa Percaya Diri HRS-A 18 15
tingkat
kecemasan.
Terdapat
2. Nyeri gerak VAS 5 3 penurunan
nilai nyeri
Terdapat
3. Nyeri Tekan VAS 6 4 penurunan
nilai nyeri

2. Modifikasi

Dalam modifikasi, fisioterapis melakukan modifikasi pada program

intervensinya apabila tidak terdapat peningkatan kondisi yang baik pada

pasien dengan melihat hasil evaluasi.

E. Home Program

Pasien diajarkan agar tetap melakukan latihan di rumah. Latihan tersebut

dapat berupa latihan finger ladder, breathing exc, maupun self stretching.

li
DAFTAR PUSTAKA

Aras, Djohan. (2017). Manajemen Fisioterapi Neuromuscular dan Psikiatri.

Makassar: Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

Aras, D. (2013). Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Makassar: Program Studi

Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Basmara, N., Gusty, R. P., & Julita, E. (2012). Efektifitas Terapi Senam Stroke

Terhadap Perbaikan. Jurnal Keperawatan , 7-15.

C.Sullivan, W. (2017). Ekperimental Study on the Health Benefits of Garden

Landscape. Journal of Environmental Research and Public Health .

Carnett, J. B., & Bates, W. (n.d.). The Treatment of Intercostal Neuralgia of the

Abdominal Wall. 820-827.

Department of Pain Management, Delhi Pain Management Centre, India. (2017).

Intercostal Neuralgia: A Review. Journal of Neurology & Translational

Neuroscience , 1-8.

Dimitrios, B., & dkk. (2013). Τhe effect of beach volleyball training on running

economy and VO2max of. Journal of Physical Education and Sport , 33-38.

Dureja. (2017). Intercostal Neuritis. Journal of Neurology & Translational

Neuroscience , 1-8.

Hernawati, I. Y. (2009). Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Pasien Pasca

Stoke Hemorage Dextra Stadium Recovery. Surakarta: Jurusan Fisioteapi UMM.

lii
Irfan, M., & Susanti. (2010). Pengaruh Penerapan Motor Relearning Programme

(MRP) terhadap Peningkatan Keseimbangan Berdiri pada Pasien Stroke

Hemiplegi. Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol.8 No.2 , 118-122.

Kim, H. K., Choi, Y. H., Cho, Y. H., Shon, Y.-S., & Kim, H. J. (2006). Intercostal

Neuralgia Caused by a. Korea: Department of Thoracic and Cardiovascular

Surgery, University Medical Center.

Kumalasari, E. U. (2013). Hemiplegi, Penatalaksanaan Terapi Latihan pada

Kondisi Hemiplegi Dextra Post Stoke Acute Non Haemoragic di RSUD Boyolali.

Surakarta: Prodi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Ninolta, Y. A. (2011). Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Hemiparese Dextra

Karena Stroke Non Haemoragic Fase Flaccid. Kediri: Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata.

RI, D. K. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jalakrta: Kemenkes RI.

RI, K. K. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:

Kemenkes RI.

Sujatno, et al. (1993). Buku Pegangan Kuliah Program DIII Fisioterapi Sumber

Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta. Surakarta: Dep.Kes. RI Hal 174-179.

Tewari, S., Agarwal, A., Gautam, S. K., & Madabushi, R. (2017). Intercostal

Neuralgia Occurring as a Complication of Splanichnic Nerve Radiofrequency

Ablation in a patient with chronic Pankreatiti. Pain Phycisian Journal , E748-

E750.

liii
Thoma, M. V., Mewes, R., & Nater, U. M. (2018). Preliminary Evidence: The

Stress-Reducing Effect of Listening to Water Sounds Depends on Somatic

Complaints. Experimental Study , 1-5.

liv

Anda mungkin juga menyukai