Anda di halaman 1dari 79

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

I DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG NAKULA RSUD BANYUMAS TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan dalam rangka penyelesaian pendidikan Diploma III Keperawatan


STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap 2017/2018

Oleh

LUTFI NUR KHAROMAH

106116050

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

2019
2

Halaman Persetujuan

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi Pendengaran Pada Tn.I Di Ruang

Nakula RSUD Banyumas Tahun 2019

Nama Mahasiswa : Lutfi Nur Kharomah

NIM : 106115050

Cilacap, 11 Juni 2019

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Trimeilia S, S.Kp.,M.Kes) (Agus Riyadi, S.Kep., Ns)


3

Halaman Pengesahan

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Dewan Penguji

Ujian Karya Tulis Ilmiah

Program Studi DIII Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Pada hari :

Tanggal:

Dewan Penguji

Penguji Ketua

Sutarno, SST.,M.Kes

Penguji Anggota I

Trimeilia S, S.Kp.,M.Kes

Penguji Anggota II

(Agus Riyadi, S.Kep., Ns)

Mengesahkan,

Ketua STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Ahmad Subandi, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.An.


4

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan

Sensori : Halusinasi Pendengaran Pada Tn. I Di Ruang Nakula Instalasi

Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2019” diajukan sebagai salah

satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mengalami

hambatan dan kesulitan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman. Namun

berkat bimbingan, pengarahan dan petunjuk dari pembimbing serta bantuan dari

banyak pihak akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat penulis selesaikan.

Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam segala hal.

2. Ahmad Subandi, M.Kep.,Sp.Kep.An Selaku ketua Stikes Al-Irsyad Al-

Islamiyyah Cilacap yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menimba ilmu di Stikes Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap.

3. Ns. Yuni Sapto Edhy R, M.Kep selaku Ketua Program Studi D3 Keperawatan

Stikes Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menimba ilmu di Stikes Al-Irsyad Al-Islamiyyah

Cilacap.
5

4. Trimeilia S.,S.Kp., M.Kes selaku dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan serta arahan.

5. Agus Riyadi, S.Kep., Ns selaku selaku dosen Pembimbing Pendamping yang

telah memberikan bimbingan serta arahan.

6. Segenap dosen khususnya dosen program studi D3 Keperawatan yang telah

banyak membekali ilmu keperawatan,

7. Bapak Rasminto dan Ibu Robiyatun selaku orang tua kandung penulis yang

telah memberikan motivasi, perhatian dan dukungan baik material maupun

spiritual. Supaya karya tulis ilmiah ini selesai dengan baik tanpa suatu

halangan.

8. Rekan mahasiswa D-3 Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah

Cilacap tahun 2018/2019, yang berjuang bersama dalam menyusun karya

tulis ilmiah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran demi

kesempurnaannya karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat

untuk perkembangan ilmu keperawatan, Aamin.

Cilacap, 25 Juni 2019

Penulis
6

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI..................................................................................................vi
DAFTAR BAGAN.........................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................4
C. Tujuan Penulisan................................................................................4
D. Manfaat Penulisan..............................................................................4
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Pengertian Halusinasi.........................................................................6
B. Rentang Respons Halusinasi..............................................................6
C. Jenis Halusinasi..................................................................................9
D. Mekanisme terjadinya........................................................................10
E. Etiologi...............................................................................................11
F. Manifestasi Klinis Halusinasi............................................................14
G. Mekanisme Koping Halusinasi..........................................................16
H. Akibat Halusinasi...............................................................................16
I. Pohon Masalah...................................................................................17
J. Diagnosa Keperawatan......................................................................17
K. Intervensi Keperawatan.....................................................................18
L. Implementasi......................................................................................41
M. Evaluasi..............................................................................................42
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian..........................................................................................43
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................60
C. Intervensi Keperawatan.....................................................................60
D. Implementasi Keperawatan................................................................62
E. Evaluasi Keperawatan........................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................64
LAMPIRAN

DAFTAR BAGAN
7

Bagan 2.1 Rentang respon neurobiologi………………………6


Bagan 2.2 Pohon masalah……………………………………..16

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa


8

Lampiran 2. Strategi Pelaksanaan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


Lampiran 3. Strategi Pelaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan
Lampiran 4. Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial
Lampiran 5. Lembar Konsul
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu.

Kesehatan tidak hanya terkait dengan kesehatan fisik semata, namun juga

kesehatan jiwa (Yohanes, David & Naomi, 2017). Kesehatan jiwa menurut

Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2014 merupakan

kondisi yang memungkinkan seorang individu dapat berkembang secara

fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara

produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya

(Kemenkes RI, 2014).

WHO (2011) menjelaskan bahwa kesehatan jiwa adalah berbagai

karateristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan

kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian. Menurut UU

Nomor 36 tahun 2009, pada Bab IX Pasal 144 Ayat 1 tentang kesehatan

jiwa menyebutkan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin

setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari

ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan

jiwa. (Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015).

Nasir, Muhith & Ideputri (2011) menjelaskan bahwa gangguan

jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat


2

adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam

bertingkah laku. Jenis dari gangguan jiwa bermacam-macam, yaitu

kepribadian ganda, gangguan kecemasan berlebihan, gangguan obsesif

kompulsif, psikopat, anorexia nervosa, kleptomania, gangguan bipolar,

gangguan mood, gangguan kepribadian, dan skizofrenia (Agustina, 2017

dalam Lestari, 2019). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang biasa

terjadi pada masyarakat diseluruh dunia dan ditandai dengan adanya

perubahan pada persepsi, emosi, pikiran, afek dan perilaku seseorang yang

aneh dan terganggu ( Prabowo, 2014 & Sadock, 2010). Di Indonesia pada

tahun 2016 terdapat sekitar 6% penduduk yang berusia 15-24 tahun

mengalami gangguan jiwa skizofrenia, sedangkan di Jawa Tengah

sebanyak 2,3 per 1000 penduduk (Yosep, 2014).

Angka kejadian gangguan jiwa dari tahun ke tahun di Indonesia

mengalami peningkatan, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari

penduduknya mengalami gangguan jiwa (Agustina, 2017 dalam Lestari,

2019). Data Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi gangguan jiwa di

Jawa Tengah sebanyak 0,23% untuk usia 15 tahun keatas dari jumlah

penduduk 24.089.433 orang berarti sekitar 55.406 orang di Provinsi Jawa

Tengah mengalami gangguan jiwa berat. Dan berdasarkan data dari Rekam

medis RSUD Banyumas di ruang Nakula pada tahun 2016 skizofrenia

merupakan diagnosa pertama terbesar dengan jumlah kasus mencapai 311

orang (Rekam Medik Banyumas, 2016 dalam Mariana, 2018).


3

Gejala dari skizofrenia adalah halusinasi, waham, pikiran yang

tidak terorganisir, dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Dari sekian

banyak gejala skizofrenia yang paling sering terjadi adalah halusinasi

(Yosep, 2015). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu

obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini

meliputi seluruh panca indra. Pasien mengalami perubahan persepsi

sensori, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang

seharusnya tidak ada (Direja, 2011).

Jenis-jenis halusinasi menurut Prabowo (2014) yaitu halusinasi

pendengaran, penglihatan, pengindu, peraba, dan pengecap. Berdasarkan

data tersebut dapat disimpulkan bahwa penderita halusinasi pendengaran

banyak dialami. Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, jenis halusinasi yang

di alami oleh klien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran sebanyak

70%, halusinasi penglihatan 20% dan halusinasi penghidu, pengecapan,

perabaan sebanyak 10%. (Mamnu’ah, 2010 dalam Rahmawati, 2014).

Gangguan persepsi sensori : halusinasi dapat mengakibatkan

terjadinya kekerasan yang dapat membahayakan lingkungan, orang lain

dan diri sendiri, maka dari itu perlu dilakukan asuhan keperawatan secara

komprehensif untuk mengontrol halusinasinya.

Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas memiliki pelayanan

kesehatan jiwa satu atap dengan unit-unit pelayanan jiwa terikat yaitu

sebagai berikut : Rawat Inap, Rawat Jalan, Napza, Psikologi, IGD


4

Psikiatri, dan NAPZA, Psikiatri Forensik, Gelandangan Psikotik dan

memiliki ruang rawat inap khusus untuk gangguan jiwa yaitu sebagai

berikut : ruang arjuna, ruang bima, ruang nakula, dan ruang sadewa.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk menyusun

Karya Tulis Ilmiah dengan kasus gangguan jiwa yang berjudul Asuhan

Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Keperawatan Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi di RSUD Banyumas Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

Karya Tulis Ilmiah ini adalah Bagaimanakah pengelolaan Asuhan

Keperawatan Pada Tn. I Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Banyumas

tahun 2019?.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah ini, agar penulis mampu

melaksanakan dan mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Tn. I

Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di

Ruang Nakula Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Banyumas

tahun 2019.
5

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn. I

dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di

Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa RSUD Banyumas.

b. Mendeskripsikan hasil rumusan diagnosa keperawatan pada

Asuhan Keperawatan pada Tn. I dengan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi Pendengaran berdasarkan hasil pengkajian di

Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa RSUD Banyumas.

c. Mendeskripsikan hasil rencana tindakan keperawatan pada Tn. I

dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

berdasarkan hasil pengkajian di Instalasi.

d. Mendeskripsikan hasil pelaksanaan tindakan keperawatan pada

Asuhan Keperawatan pada Tn. I dengan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi Pendengaran berdasarkan hasil pengkajian di

Instalasi.

e. Mendeskripsikan hasil evaluasi tindakan keperawatan pada Tn. I

dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

berdasarkan hasil pengkajian di Instalasi.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan.

2. Bagi Pembaca
6

Hasil Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Persepsi Sensori:

Halusinasi ini dapat sebagai tambahan dalam pengembangan ilmu

keperawatan jiwa di masa yang akan datang.


3. Bagi Institusi Pendidikan
Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi referensi di perpustakaan

yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan informasi bagi

mahasiswa dan STIKES AL-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap.


4. Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi dan pertimbangan untuk menambah pengetahuan,

ketrampilan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa pada individu

yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi

palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidupan

( Keliat, 2010 ). Halusinasi menurut Direja ( 2011 ) merupakan hilangnya

kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran)

dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah gangguan

persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak

terjadi, suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar

(Maramis, 2010).

Halusinasi Pendengaran adalah gangguan stimulus dimana pasien

mendengar suara-suara terutama suara orang yang sedang membicarakan

apa yang dipikirkannya dan memerintah untuk melakukan sesuatu dalam

keadaan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (Agustina, 2017 &

Prabowo, 2014).

B. Rentang Respons Halusinasi


Respon Neurobiologis merupakan berbagai respon perilaku klien

yang terkait dengan fungsi otak (Stuart & Laraia, 2009). Respon

neurobiologis individu dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon

adaptif maladaptife (Fitria, 2015).

Respon Adaptif Respon Maladaktif


44

1. Distorsi pikiran 1. Gangguan proses


1. Respon logis
2. Emosi berlebihan berpikir atau
2. Persepsi Akurat
3. Perilaku aneh atau waham
3. Perilaku sesuai
tidak sesuai 2. Halusinasi
4. Berhubungan
4. Menarik diri 3. Kesukaran proses
sosial
emosi
4. Perilaku tidak
terorganisasi
5. Isolasi sosial

Bagan 2.1 : Rentang Respon neurobiologi (Fitria, 2015).

Penjelasan tentang rentang respon diatas adalah sebagai berikut :


1. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma

sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam

batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :


a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.
d. Perilaku cocok atau sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih

dalam batas kewajaran.


e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

2. Respon psikososial meliputi :


a. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang

benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra.


c. Emosi berlebihan atau kurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

untuk menghindari interaksi dengan orang lain.


45

e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan

orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.


3. Respon maladaptif adalah respon dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan,

adapun respon maladaptif ini meliputi :


a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.


c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari

hati.
d. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu

dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu

kecelakaan yang negatif mengancam.


C. Jenis Halusinasi

Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015), Kusumawati & Hartono

(2010) mengemukakan bahwa jenis halusinasi terdiri dari :

1. Halusinasi pendengaran atau suara, yaitu mendengarkan suara atau

kebisingan yang kurang jelas, ataupun jelas, terkadang suara-suara

tersebut seperti mengajak berbicara dengan klien dan kadang

memerintahkan klien untuk melakukan sesuatu.


2. Halusinasi penglihatan, yaitu stimulus visual dalam bentuk kilatan

atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks.

Bayangan yang muncul bisa menyenangkan atau menakutkan.


3. Halusinasi penciuman, yaitu merasa mencium bau-bauan tertentu

seperti bau darah, urine, feses, parfum, atau bau yang lainnya. Hal ini
46

sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau

demensia.
4. Halusinasi pengecapan, yaitu merasa mengecap seperti darah, urine,

feses, atau yang lainnya.


5. Halusinasi perabaan, yaitu merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum

atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.


6. Halusinasi kinestetik, yaitu penderita merasa badannya bergerak-gerak

dalam suatu ruang atau anggota badannya yang bergerak-gerak.

D. Mekanisme terjadinya halusinasi

Tingkat intensitas halusinasi dibagi dalam empat tahap menurut

Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015), yaitu sebagai berikut :

1. Tahap I : memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara

umum halusinasi merupakan suatu kesenangan. Karakterisitiknya

adalah mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan,

mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas,

pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran

(jika kecemasan dikontrol) sedangkan perilakunya adalah tersenyum

atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, penggerakan

mata yang cepat, respons verbal yang lambat, diam dan

berkonsentrasi.
2. Tahap II : Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum

halusinasi menyebabkan rasa antipasti. Karakteristiknya adalah


47

pengalaman sensori menakutkan, mulai merasa kehilangan kontrol,

merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, menarik diri dari

orang lain (non psikotik) sedangkan perilakunya adalah peningkatan

sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan denyut

jantung, pernapasan, dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit,

konsentrasi dengan pengalaman sensori, kehilangan kemampuan

membedakan halusinasi dari realita.


3. Tahap III : Mengontrol tingkat kecemasan berat pengalaman sensori

tidak dapat ditolak lagi. Karakteristiknya adalah klien menyerah dan

menerima pengalaman sensorinya, isi halusinasi menjadi atraktif,

kesepian bila pengalaman sensori berakhir (psikotik) sedangkan

perilakunya adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan

dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit,

gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu

mengikuti perintah.
4. Tahap IV : Menguasai, tingkat kecemasan panik secara umum diatur

dan dipengaruhi oleh waham. Karakteristiknya adalah pengalaman

sensori menjadi ancaman, halusinasi dapat berlangsung selama

beberapa jam atau hari jika tidak diinvensi (psikotik) sedangkan

perilakunya adalah perilaku panik, potensial tinggi untuk bunuh diri

atau membunuh, tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau

katatonia, tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks,

tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.


E. Etiologi

Menurut Yosep (2011), faktor penyebab halusinasi terdiri dari :


48

1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber

terjadinya stress yang memengaruhi tipe dan sumber dari individu

untuk menghadapi stress baik yang biologis, psikososial, dan

sosiokultural. Secara bersama-sama, faktor ini akan memengaruhi

seseorang dalam memberikan arti dan nilai terhadap stres

pengalaman stres yang dialaminya.

Macam-macam faktor predisposisi meliputi hal sebagai

berikut :
a. Faktor pengembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya

rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien

tidak mampu sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan

lebih rentan terhadap stress.


b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya

sejak kecil akan merasa disingkirkan, atau kesepian dan tidak

percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stres yang berlebihan yang dialami seseorang maka

didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik, neurokimia. Akibatnya stress berkepanjangan

menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.

d. Faktor psikologis
49

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertangguang jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada pasien dalam mengambil keputusan yang tepat

demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat

dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.


e. Faktor genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh

oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.

Hasil study menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit skizofrenia.


2. Faktor presipitasi :
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam

individu. Faktor presipitasi memerlukan energi yang besar dalam

menghadapi stress atau tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat

bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural.


Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015) Penyebab

halusinasi adalah sebagai berikut :


a. Stressor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan

stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting,atau

disingkan dari kelompok dapat menimbulkan halisinasi.


b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, norephineprin,

indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan

gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.


c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai

terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memingkinkan

berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien


50

mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang

tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan

orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir,

afektif persepsi, motorik, dan sosial.


F. Manifestasi Klinis Halusinasi

Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015) mengemukakan karakteristik

perilaku yang dapat ditunjukkan klien dalam kondisi halusinasi adalah

1. Halusinasi pendengaran atau suara


a. Data Subjektif
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
2. Halusinasi penglihatan
a. Data Subjektif

Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat

hantu, atau monster

b. Data Objektif

Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang

tidak jelas

3. Halusinasi penciuman
a. Data Subjektif
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan kadang-

kadang bau itu menyenangkan


b. Data Objektif
51

Mencium seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup

hidung.

4. Halusinasi pengecapan
a. Data Subjektif
Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses
b. Data Objektif

Sering meludah, muntah

5. Halusinasi perabaan
a. Data Subjektif
Merasa seperti tersengat listrik
b. Data Objektif

Menggaruk-garuk permukaan kulit, mengatakan ada serangga di

permukaan kulit

G. Mekanisme Koping Halusinasi

Menurut Abdul (2015), Mekanisme koping yang sering digunakan

klien dengan halusinasi meliputi :

1. Regresif, yaitu menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku

kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan

dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi

ansietas.
2. Proyeksi, yaitu keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan

emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri

(sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).


3. Menarik Diri, yaitu reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik

maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar

sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun

dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan


52

perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut

dan bermusuhan.
H. Akibat Halusinasi
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami

halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana klien mengalami

panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini

klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain

(homicide), bahkan merusak lingkungan atau beresiko melakukan perilaku

kekerasan baik pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Untuk

memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi

yang tepat (Hawari 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku

seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.

Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk

bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku

kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai

atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat

berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua

yang ada di lingkungan (Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015).

I. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

.
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, penciuman
53

Isolasi Sosial

Bagan 2.2 Pohon Masalah (Keliat, 2011)

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran, Penglihatan,

Pengecapan, Perabaan, dan Penciuman.


2. Isolasi Sosial
3. Resiko Perilaku Kekerasan
K. Intervensi Keperawatan
Intervensi terdiri dari tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana

tindakan (Keliat, 2010) adalah sebagai berikut :


1. Diagnosa Keperawatan 1 : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
a. Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi
b. Tujuan khusus
1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a) Kriteria evaluasi:

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang,

ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan

nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan

dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

b) Tindakan keperawatan
Bina hubungan saling percaya dengan :
1) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan

non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

yang disukai klien.


4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Tujuan dan menempati janji.
6) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan

dasar klien.
2) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
a) Kriteria evaluasi :
54

(1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi

timbulnya halusinasi.
(2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap

halusinasinya.
b) Tindakan keperawatan
(1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
(2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan

halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus,

memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada

teman bicara.
(3) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :

(a). Jika menemukan klien yang sedang halusinasi

tanyakan apakah ada suara yang di dengar.

(b). Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang

dikatakan.

(c). Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar

suara itu, namun perawat sendiri tidak

mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa

menuduh/menghakimi).

(d). Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain

yang sama seperti dia.

(e). Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

(f). Beri perhatian pada klien dan perhatikan

kebutuhan dasar klien.

(1) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa

adanya.
55

(2) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.


3) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
a) Kriteria evaluasi :
1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya

dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.


2) Klien dapat menyebutkan cara baru.
3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti

yang telah didiskusikan dengan klien.


4) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk

mengendalikan halusinasi.
5) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
b) Tindakan keperawatan
(1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika

terjadi halusinasi
(2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika

bermanfaat beri pujian.


(3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol

timbulnya halusinasi :
(a). Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat

halusinasi muncul.
(b). Menemui orang lain atau perawat, teman atau

anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap

atau mengatakan halusinasi yang didengar.


(c). Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak

sempat muncul.
(d). Meminta keluarga atau teman atau perawat, jika

tampak bicara sendiri.


(4) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk

memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :


(a) Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al

Qur’an.
(b) Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
56

(c) Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat

(pengajian, gotong royong).


(d) Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika

masih muda).
(e) Mencari teman untuk ngobrol.
(5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah

dilatih. Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.


Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas

kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.


(6) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas

kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.


4) TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam

mengontrol halusinasinya.
a) Kriteria evaluasi
(1) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
(2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan

tindakan untuk mengendalikan halusinasi.


b) Tindakan keperawatan
(1) Membina hubungan saling percaya dengan

menyebutkan nama, tujuan pertemuan dengan sopan

dan ramah.
(2) Membina hubungan saling percaya dengan

menyebutkan nama, tujuan pertemuan dengan sopan

dan ramah
(3) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada

keluarga. Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam

mengontrol halusinasinya.
(4) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung

tentang:
(a) Pengertian halusinasi
(b) Gejala halusinasi apa saja yang dialami klien.
57

(c) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga

untuk memutus halusinasi.


(d) Cara merawat anggota keluarga yang

berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan,

jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian

bersama.
(e) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu

mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol,

dan resiko mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.
5) TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
a) Kriteria evaluasi
(1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis

dan efek samping obat.


(2) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat

dengan benar.
(3) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek

samping obat.
(4) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat

tanpa konsutasi.
(5) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan

obat.
b) Tindakan keperawatan
(1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan

kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara,

efek samping penggunaan obat.


(2) Pantau pasien saat penggunaan obat.
(3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan

benar.
58

(4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa

konsultasi dengan dokter.


(5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter atau

perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


c) Strategi tindakan sehari hari
Menurut Keliat, (2011) tindakan keperawatan pada klien

halusinasi adalah sebagai berikut :


1) Klien
a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP 1)
(1) Mengenali halusinasi
(a) Isi.
(b) Frekuensi.
(c) Waktu terjadi.
(d) Situasi pencetus.
(e) Perasaan saat terjadi halusinasi
(f) Melatih mengontrol halusianasi dengan

cara : Menghardik.
(g) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan

harian.
b) Strategi pelaksanaan tindakan II (SP II)
(1) Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP I)
(2) Melatih berbicara dengan orang lain saat

halusinasi muncul.
(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan

harian.
c) Strategi pelaksanaan tindakan III (SP III)
(1) Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP I & II)
(2) Melatih kegiatan agar halusinasi tidak

muncul.
(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan

harian.
d) Strategi pelaksanaan tindakan IV (SP IV)
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan yang lalu (SP

I, II dan III).
(2) Menanyakan pengobatan sebelumnya.
(3) Menjelaskan tentang pengobatan (5 benar).
59

(4) Melatih pasien minum obat.


(5) Memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
2) Keluarga
a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP I)
(1) Mendiskusikan masalah keluarga dalam

merawat pasien.
(2) Menjelaskan proses terjadinya halusinasi.
(3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien.
(4) Bermain peran cara merawat pasien.
(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.
b) Strategi pelaksanaan tindakan II (SP II)
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga (SP I).
(2) Melatih keluarga merawat pasien.
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.
c) Stategi pelaksana tindakan III (SP III)
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga (SP II).
(2) Melatih keluarga merawat pasien.
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.
d) Strategi pelaksana tindakan IV (SP IV)
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga.
(2) Mengevaluasi kemampuan pasien.
(3) RTL keluarga: keluarga
(a) Follow up.
(b) Rujukan.

2. Diagnosa Keperawatan yang kedua : Isolasi sosial menarik diri


a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

sehingga tidak terjadi halusinasi


b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a) Sapa klien dengan ramah baik vebal maupun non

verbal.
60

b) Perkenalkan diri dengan sopan


c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati, menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatian dasar klien.
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Kriteria Evaluasi:
Klien dapat menyebutkan menarik diri yang berasal dari

diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Intervensi:
a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan menarik diri.


c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,

tanda-tanda serta penyebab yang muncul.


d) Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam

mengungkapkan perasaannya.
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan

orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain.
Kriteria Evaluasi:
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan

orang lain.
Intervensi :
a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain.


b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan tentang manfaat berhubungan dengan orang

lain.
c) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain


61

d) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain.


e) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain.
f) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain


g) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain.


4) Klien melaksanakan hubungan secara bertahap.
Kriteria Evaluasi:
Klien dapat mendemotrasikan hubungan sosial secara

bertahap antara klien – perawat; klien-perawat-perawat

lain; klien-perawat-perawat lain-klien lain; klien-perawat-

keluarga/ kelompok masyarakat.


Intervensi:
a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain.


b) Mendorong dan membantu klien untuk berhubungan

dengan orang lain melalui tahap:


1) Klien – perawat
2) Klien – perawat – perawat lain
3) Klien – perawat – perawat lain – klien lain
4) Klien – perawat – keluarga / kelompok masyarakat
c) Memberi reinforcement terhadap keberhasilan yang

sudah dicapai.
d) Membantu klien untuk mengevaluasi manfaat

berhubungan dengan orang lain.


62

e) Mendiskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan

bersama klien dalam mengisi waktu.


f) Memotivasi klien untuk mengikuti kegiatan harian.
g) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain.


5) Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan

dengan orang lain


Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaan berhubungan dengan

orang lain untuk diri sendiri.


Intervensi :
a) Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaanya

setelah berhubungan dengan orang lain.


b) Mendiskusikan bersama klien tentang perasaanya

manfaat berhubungan dengan orang lain.


c) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain.


Klien dapat berdayakan sistem pendukung atau

keluarga Kriteria Evaluasi :


Keluarga dapat menjelaskan perasaannya,menjelaskan

cara merawat klien menarik diri dan berpartisipasi

dalam perawatan klien menarik diri.


Intervensi :
(1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
(a) Salam dan perkenalkan diri.
(b) Sampaikan tujuan.
(c) Membuat kontrak.
(d) Eksplorasi perasaan keluarga.
(2) Diskusikan dengan anggota keluarga yang lain

tentang.
(a) Perilaku menarik diri.
63

(b) Penyebab perilaku menarik diri.


(c) Cara keluarga menghadapi klien yang sedang

menarik diri.
(3) Mendorong anggota keluarga untuk memberi

dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan

orang lain.
(4) Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan

bergantian untuk menjenguk klien minimal 1x

seminggu.
(5) Memberi reinforcement atas hal-hal yang telah

dicapai keluarga.
c. Strategi Pelaksanaan sehari hari menurut Keliat (2011), antara

lain :
1) Klien
a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP 1)
Mengidentifikasi penyebab:
1) Siapa yang satu rumah dengan pasien
2) Siapa yang dekat dengan pasien? Apa sebabnya?
3) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa

sebabnya?
4) Menjelaskan keuntungan dan kerugian berinteraksi

dengan orang lain.


5) Melatih berkenalan.
6) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien.
b) Strategi pelaksanaan tindakan II ( SP 2)
1) Mengevaluasi SP 1.
2) Melatih berhubungan sosial secara bertahap ( pasien

& keluarga).
3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien.
c) Strategi pelaksanaan tindakan III (SP 3)
1) Mengevaluasi SP 1, 2
2) Melatih ADL (kegiatan sehari hari), cara berbicara
3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien
d) Strategi pelaksanaan tindakan IV (SP 4)
1) Mengevaluasi SP 1, 2, 3
2) Melatih ADL (kegiatan sehari hari), cara berbicara
64

3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien


2. Keluarga
a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP 1)
(1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi keluarga

dalam merawat pasien.


(2) Menjelaskan isos ( isolasi sosial).
(3) Menjelaskan cara merawat isos.
(4) Melatih (simulasi).
(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.
b) Strategi pelaksanaan tindakan II (SP 2)
(1) Mengevaluasi SP 1.
(2) Melatih (langsung ke pasien).
(3) RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat

pasien.
c) Strategi pelaksanaan tindakan III (SP 3)
(1) Mengevaluasi SP 1, 2.
(2) Melatih (langsung ke pasien).
(3) RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat

pasien.
d) Strategi pelaksana tindakan IV (SP IV)
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga.
(2) Mengevaluasi kemampuan pasien.
(3) RTL keluarga: tindak lanjut
a. Follow up
b. Rujukan
3. Diagnosa Keperawatan ketiga : Resiko Menciderai Diri Sendiri,

Orang Lain. dan lingkungan


a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.
b. Tujuan Khusus:
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan –

ciptakan lingkungan yang tenang - buat kontrak yang

jelas (waktu, tempat,topik)


b) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
c) Empati.
65

d) Ajak membicarakan hal - hal nyata yang ada di

lingkungan.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan:
c) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
d) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan

jengkel atau kesal


3) Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku

kekerasan.
Tindakan:
b) Menganjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami

dan dirasakan saat marah atau jengkel


c) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada

klien
d) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel atau

kesel yang akan dialami.


4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan
Tindakan :
a) Menganjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal, pada

orang lain, pada lingkungan, dan pada diri sendiri.


b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan


c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien

lakukan masalahnya selesai


5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
a) Bicarakan akibat /kerugian dari cara yang dilakukan

klien.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang

dilakukan oleh klien.


66

c) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat”


6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan
a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b) Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa

dilakukan
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan

untuk mencegah perilaku kekerasan: tarik nafas dalam

dan pukul bantal.


7) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Diskusikan cara melakukan nafas dalam dengan klien
b) Beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam
c) Minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak

5 kali.
d) Beri pujian positif atas kemampuan klien

mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam


e) Tanyakan perasaan klien setelah selesai
f) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah

dipelajari saat marah atau jengkel


g) Lakukan hal yang sama (latihan nafas dalam), untuk

cara fisik lainnya dipertemuan lain


8) Klien mempunyai jadwal untuk cara pencegahan fisik yang

telah dipelajari sebelumnya


a) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan

yang akan dilakukan sendiri oleh klien


b) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah

dipelajari
9) Klien mengevaluasi kemampuan dalam melakukan cara

fisik sesuai jadwal yang telah disusun


67

a) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara

pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan

dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evoluation)


b) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
c) Berikan pujian atas keberhasilan klien
d) Tanyakan kepada klien “Apakah kegiatan cara

pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi

perasaan marah”
10) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk

mencegah perilaku kekerasan.


a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien.
b) Beri contoh cara bicara yang baik.
(1) Meminta dengan baik.
(2) Menolak dengan baik.
(3) Mengungkapkan perasaan dengan baik.
c) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
(1) Meminta dengan baik: “Saya minta uang untuk beli

makan”.
(2) Menolak dengan baik: “Maaf, saya tidak bisa

melakukan karena ada kegiatan lain”.


(3) Mengungkapkan perasaan dengan baik “Saya kesal

karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai

nada suara rendah.


d) Minta klien mengulangi sendiri.
e) Beri pujian atas keberhasilan klien.
f) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi

cara bicara yang dapat dilatih diruangan.


g) Susun jadwal kegiatan untuk kegiatan untuk melatih

cara yang telah dipelajari.


h) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara

yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan (self-

evaluation).
i) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
68

j) Tanyakan pada klien “Bagaimana perasaan klien setelah

latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah

berkurang”.
11) Klien mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah

perilaku kekerasan.
a) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah

dilakukan.
b) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat

dilakukan di ruang perawat.


c) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan

dilakukan.
d) Meminta klien untuk mendemonstrasikan kegiatan

ibadah yang dipilih.


e) Beri pujian atas keberhasilan klien.
f) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah

dengan mengisi jadwal kegiatan (self-evaluation).


g) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
12) Klien mendemonstrasikan kepatuhanminum obat untuk

mencegah perilaku kekerasan.


Tindakan:
a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang

diminum ( 5 benar).
b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat

secara teratur.
13) Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Diskusikan proses minum obat.
b) Susun jadwal minum obat bersama klien.
14) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan

cara pencegahan perilaku kekerasan.


Tindakan:
69

a) Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan

mengisi jadwal kegiatan (self-evaluation).


b) Validasi kemampuan klien minum obat.
c) Beri pujian atas keberhasilan klien.
d) Tanyakan pada klien “Bagaimana perasaan klien setelah

latihan minum obat secara teratur? Apakah keinginan

marah berkurang”.
e) Anjurkan klien ikut TAK: stimulasi persepsi

pencegahan perilaku kekerasan.


f) Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK.
g) Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil TAK dan beri

pujian atas keberhasilan klien.


c. Strategi pelaksanaan (Sp 1 pasien)
1) Pasien
a) SP 1
(1) Mengenali penyebab, tanda dan gejala, akibat

perilaku kekerasan.
(2) Melatih cara fisik 1, 2.
(3) Memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b) Strategi pelaksanaan (Sp 2 pasien )
(1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
(2) Melatih verbal (3 macam).
(3) Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
c) Startegi pelaksanaan (Sp 3 pasien)
(1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
(2) Melatih spiritual ( min 2 macam).
(3) Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
d) Strategi pelaksanaan (Sp 4 pasien)
(1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
(2) Melatih patuh obat.
(3) Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
L. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada

pasien yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Beberapa

hal yang perlu perawat lakukan sebelum melaksanakan tindakan

keperawatan menurut Stuart (2007) meliputi :


70

1. Memvalidasi dengan singkat rencana tindakan masih sesuai dengan

kondisi klien saat ini (here and now)


2. Menilai diri sendiri kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal.
3. Apakah aman bagi klien.
4. Buat kontrak dengan klien jelaskan apa yang akan dilaksanakan dan

peran serta klien yang diharapkan.


M. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, namun

bukan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan secara continue

untuk melihat perkembangan dari pasien melalui pemantauan criteria hasil

yang ditetapkan apakah sudah tercapai semua, tercapai sebagian ataukah

tidak tercapai sama sekali.


Adapun evaluasi yang dilakukan menggunakan pendekatan SOAP

sebagai berikut :
S : Respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.
O : Respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.
A : Analisa yang berdasarkan data subyektif dan obyektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul

masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan masalah

yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

pasien.

BAB III

STUDI KASUS
71

Pada bab III ini, penulis akan menyajikan hasil dari asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan selama

tiga hari pada tanggal 20 Juni 2019 sampai dengan 22 Juni 2019 yang

kemudian akan dibahas pada bab berikutnya

A. Pengkajian

Pengkajian pada Tn. I dilakukan pada tanggal 20 Juni 2019 jam

11.00 WIB di ruang Nakula RSUD Banyumas oleh Lutfi Nur Kharomah,

Informan Perawat dan Klien

1. Identitas Klien.

Nama : Tn. I
Umur : 34 Tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Suku/Bangsa : Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Status : Bercerai
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kroya, Cilacap
Diagnosa Medis : F.20
No Register : 00739860
Tanggal dirawat : 12 Juni 2019
Identitas Penanggung jawab.
Nama : Ny. A
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Karang Salam
Hubungan dengan klien : Perawat

2. Alasan Masuk :
72

Klien datang ke IGD Rsud Banyumas pada tanggal 12 Juni 2019,

untuk ke 3 kalinya diantar bapak dan ibunya karena klien dirumah

mengalami perubahan tingkah laku sejak 1,5 bulan yang lalu, mondar-

mandir, tidak bisa tidur, dan menganggu lingkungan tetangganya.

3. Keluhan Utama :

Klien mengatakan kadang-kadang mendengar suara-suara bisikan

yang menyuruh untuk pergi dari rumah.

4. Faktor Predisposisi

a. Biologis

1) Riwayat kesehatan sebelumnya

Klien pernah mengalami sakit gangguan jiwa yang sama yaitu

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, klien

dirawat di RSUD Banyumas untuk yang ke-tiga kalinya pada

tanggal 12 juni 2019. Saat ini klien kembali mendapatkan

perawatan.

2) Genetik
Klien mengatakan ada keluarga yang mengalami gangguan

jiwa yaitu adik kandungnya dengan keluhan bicara sendiri dan

sedang menjalankan perawatan dan pengobatan di ruang

sadewa RSUD Banyumas.

b. Psikososial
73

a. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Klien mengatakan masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu 8

tahun yang lalu ditinggal pergi oleh istri dan anaknya tanpa

alasan apapun.
b. Riwayat penganiayaan
Klien tidak mengalami penganiayaan seperti aniaya fisik,

penolakan, kekerasan dalam keluarga, tindak criminal baik

sebagai pelaku, korban atau saksi.


c. Genogram

Keterangan :

: Laki- laki : klien

: Perempuan : Tinggal serumah

: garis perkawinan : garis keturunan


: cerai atau putus hubungan
: perempuan meninggal
: laki – laki meninggal
Pengambilan keputusan : pengambilan keputusan dalam

keluarga selalu dimusyawarahkan dengan anggota keluarga

yang lain terlebih dahulu.


Pola komunikasi : klien mengatakan terkadang jika

mempunyai masalah dibicarakan dengan bapaknya.


74

5. Faktor Presipitasi

a. Peristiwa yang baru dialami dan dalam waktu dekat


Klien mengatakan putus minum obat dan sudah tidak minum

obat selama 5 bulan yang lalu.


b. Perubahan aktifitas hidup sehari-hari
Klien mengatakan sudah tidak bekerja lagi sejak penyakitnya

kambuh 1 tahun yang lalu dan lebih sering mnyendiri dirumah.


c. Perubahan fisik
Klien tidak ada perubahan fisik.

d. Lingkungan penuh kritik


Klien mengatakan tetangganya selalu bersikap baik, akan

tetapi terkadang ada tetangga yang lain yang menjauhinya

karena sakit yang dialaminya.

6. Fisik

a. Tanda vital TD : 120/80 mmHg


N : 85x/menit
R : 20x/menit
S : 36,0 C
b. Ukur TB : 165 cm
BB : 60 Kg

c. Keluhan fisik : Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik.

7. Sosial - Kultural – Spiritual

a. Konsep diri
1) Citra tubuh
Klien mengatakan menyukai semua yang ada dalam

dirinya, dan klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang

tidak disukai, karena merupakan karunia Allah SWT.


2) Identitas diri
75

Klien mengatakan dirinya bernama Tn. I usia 34 tahun,

sudah pernah menikah, tetapi bercerai karena ditinggal istri

dan anaknya tanpa alasan. Klien mengatakan merasa sedih

dan depresi karena sudah sangat mencintai istrinya.


3) Peran diri
Klien adalah seorang anak laki-laki dari empat bersaudara.

Klien mengatakan tidak memiliki peran apapun dalam

bermasyarakat.
4) Ideal diri
Klien mengatakan harapannya adalah sakit yang diderita

tidak kambuh lagi, berharap bisa sembuh dari penyakitnya.


5) Harga diri
Klien merasa bersyukur dengan apapun yang dimiliki yang

ada pada dirinya.


b. Hubungan Sosial
1) Orang terdekat
Klien mengatakan dikeluarganya dirinya sangat dekat

dengan bapaknya.
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan

dimasyarakatnya karena klien lebih senang berada didalam

rumah.

3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain


Klien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain,

dirinya sering diejek dan tidak dihargai, sehingga membuat

dirinya kesal dan malas untuk berbicara dan berkumpul.


c. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan :
Klien beragama Islam.
2) Kegiatan Ibadah :
76

Klien mengatakan selama berada dirumah dirinya selalu

melaksankan ibadah, tetapi selama dirawat di RSUD

Banyumas dirinya jarang melaksanakan ibadah karena

tidak tersedianya peralatan sholat.


3) Pengaruh spiritual terhadap koping individu :
Klien percaya dan yakin bahwa semua yang dialaminya

adalah kehendak Allah SWT.

8. Status Mental

a. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Cara berpakaian :
Klien berpakaian sesuai dan rapi, tidak menggunakan

sesuatu yang aneh dan tidak wajar.


Cara berjalan dan sikap tubuh :
Klien berjalan dengan sedikit membungkuk.
Kebersihan :
Klien terlihat sedikit rapi, rambut sedikit kotor, kuku bersih.
Ekspresi wajah dan kontak mata :
Ekspresi wajah sedikit tegang, ada kontak mata
2) Pembicaraan
Klien berbicara dengan cepat dengan nada yang pelan, klien

banyak berbicara tentang dirinya.


3) Aktivitas motorik
Klien terlihat tenang saat berinteraksi, kontak mata ada dan

bertahan tidak lama saat dirinya berinteraksi.


b. Status Emosi
1) Alam perasaan
Klien mengatakan kadang merasa gelisah
2) Afek
Ekspresi wajah klien tumpul, hal ini dilihat saat klien diberi

stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan, klien

tampak ada perubahan roman muka. Klien tampak

ketakutan dan gelisah.


77

c. Persepsi
1) Halusinasi :
Klien mengalami halusinasi pendengaran, klien mengatakan

kadang mendengar suara-suara bisikan yang menyuruh

untuk pergi dari rumah. Saat dirumah suara muncul hampir

setiap 2 hari sekali dan muncul saat sore hari ketika klien

melamun, saat mendengar suara itu perasaan klien gelisah,

jengkel, dan kesal.


2) Ilusi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami ilusi
3) Depersonalisasi
Klien mengatakan bingung dengan dirinya, karena merasa

dirinya kurang dihargai.


4) Derealisasi
Klien mengatakan tidak mengalami derealisasi.
d. Proses pikir
1) Bentuk pikir :
Klien berbicara sesuai dengan apa yang klien alami.
2) Arus pikir :
Klien berbicara sering berhenti tiba-tiba tanpa ada gangguan

kemudian dilanjutkan kembali.


3) Isi pikir :
Ide yang terkait, klien merasa bersalah karena saat halusinasi

itu datang terkadang dirinya marah-marah.


e. Sensori dan Kognisi
1) Tingkat kesadaran :
Berdasarkan observasi tingkat kesadaran klien adalah

compos mentis dengan GCS 15 dengan E : 4, M : 5, V : 6

klien mengatakan bahwa dirinya sekarang berada diruang

Nakula RSUD Banyumas dan hari ini adalah hari kamis

tanggal 20 Juni 2019.


2) Daya ingat (Memori) :
78

Klien mampu mengingat kejadian-kejadian yang pernah

dialaminya, baik jangka panjang, pendek dan saat ini.


3) Tingkat kosentrasi dan berhitung :
Klien mampu berhitung (pengurangan dan penjumlahan)

secara sederhana.
4) Insight :
Klien mengatakan menerima sakit yang dialaminya, dan

ingin sembuh.
5) Pengambilan keputusan (Judgment)
Klien mengatakan keputusan yang diambil saat ini adalah

masalah komunikasi.

9. Kebutuhan Persiapan Pulang

a. Makan :
Klien mampu makan sendiri secara mandiri.
b. BAB / BAK :
Klien mampu melakukan BAB/BAK sendiri tanpa bantuan.
c. Mandi :
Klien mampu mandi sendiri tanpa dibantu.

d. Berpakaian atau berdandan :


Klien dapat berpakaian atau berdandan tanpa dibantu
e. Istirahat dan tidur
Klien biasa
Tidur siang : pukul 13.00 wib s/d pukul 16.00 wib
Tidur malam : pukul 20.00 wib s/d pukul 05.00 wib
Sebelum dan sesudah tidur, klien biasa merapihkan tempat

tidurnya secara mandiri.


f. Penggunaan obat
Klien dapat meminum obat dengan mandiri tanpa bantuan
g. Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan akan pergi kontrol jika sudah pulang,

klien mau melakukannya karena dirinya ingin sembuh dan

tidak kambuh lagi.


h. Aktifitas di dalam rumah
79

Klien mengatakan bisa membantu pekerjaan rumah, seperti

mencuci piring, mengepel dan menyapu pekarangan.


i. Aktifitas di luar rumah
Klien mengatakan dirinya sering jalan kaki, membantu

orang tuanya mencari rongsok.

10. Mekanisme Koping

a. Mekanisme koping adaptif : klien mengatakan terkadang jika

mempunyai masalah dikomunikasikan dan dimusyawarakan

dengan keluarganya.
b. Mekanisme koping maladaptif : klien mengatakan terkadang

jika ada masalah selalu mengurung diri dikamar.

11. Masalah Psikososial Dan Lingkungan

a. Masalah dengan dukungan kelompok

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan keluarganya.

b. Masalah berhubungan dengan lingkungan

Klien mengatakan lingkungannya menjadi asing baginya

karena klien sering diejek, tidak dihargai dan jarang berkumpul

dengan lingkungan sekitarnya.

c. Masalah dengan pendidikan


80

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pendidikan

meskipun hanya tamatan SMP.

d. Masalah dengan pekerjaan

Klien mengatakan tidak bekerja lagi, sejak sakit yang

dideritanya.

e. Masalah dengan perumahan

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan rumahnya,

klien tinggal dengan orang tuanya.

12. Pengetahuan Kurang Tentang :

Klien mengatakan belum mengetahui cara mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik, patuh minum obat, bercakap-

cakap dengan orang lain dan melakukan aktivitas terjadwal.

13. Aspek Medik

Diagnosa medis : F.20 (Skizofrenia)

Terapi medis :
a. Clozapin 3 x 1 25 mg ( jam 06.00 , 14.00, 22.00 )
b. Trihexipenidril 3 x 25 mg ( jam 06.00, 14.00, 22.00 )
c. Risperidone 3 x 1 mg ( jam 06.00, 14.00, 22.00 )
Riwayat alergi obat : Klien mengatakan tidak ada alergi obat

apapun
81

Riwayat penggunaan obat : Klien mengatakan tidak pernah

menggunakan obat-obatan terlarang.


Hasil pemeriksaan laboratorium : Tidak ada hasil pemeriksaan

laboratorium.

14. Analisa Data

N DATA FOKUS MASALAH


O
1. Data Subjektif : Gangguan persepsi :
Klien mengatakan kadang mendengar suara-
sensori halusinasi
suara bisikan yang menyuruh untuk pergi
pendengaran
dari rumah. Suara itu muncul hamper setiap
2 hari sekali dan muncul saat sore hari
ketika dirinya sedang melamun, saat suara
itu datang klien merasa gelisah, kesal, dan
jengkel.
Data Objektif :
Klien kadang terlihat gelisah, kontak mata
ada tetapi mudah beralih, klien berbicara
dengan cepat dan nada pelan.
82

2. Data Subjektif : Isolasi Sosial


Klien mengatakan malas berhubungan
dengan orang lain, dirinya sering diejek dan
tidak dihargai, sehingga membuat dirinya
kesal dan malas untuk berbicara dan
berkumpul dengan orang lain.
Data Objektif :
Klien tampak berinteraksi dan menjawab
pertanyaan dengan baik.

15. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

Isolasi Sosial

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
2. Isolasi Sosial

C. Intervensi
1. Gangguan Persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
83

Kamis, 20 Juni 2019


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam diharapkan klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami

dengan kriteria hasil:


1) Dapat membina hubungan saling percaya
2) Dapat mengenal jenis, isi, waktu dan frekuensi halusinasi muncul,

respon terhadap halusinasi dan tindakan yang sudah dilakukan serta

keberhasilannya
3) Dapat menyebutkan dan mempraktikan cara mengontrol halusinasi:
a) Menghardik
b) Minum obat
c) Bercakap-cakap dengan orang lain
d) Melakukan kegiatan
4) Dapat minum obat dengan bantuan minimal
5) Ungkapan halusinasi sudah hilang atau terkontrol
Intervensi: (Klien)
SP I
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien
2) Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi

pencetus, perasaan dan respon


3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi: menghardik, obat, bercakap-

cakap, melakukan kegiatan


4) Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
5) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
SP II
1) Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar

obat: jenis, guna, dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas minum

obat)
3) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan

minum obat
SP III
1) Evaluasi kegiatan menghardik dan minum obat. Beri pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat

terjadi halusinasi
84

3) Masukan pada jadwal kegiatan harian untuk menghardik, minum

obat dan bercakap-cakap


SP IV
1) Evaluasi kegiatan latihan menghardik, minum obat dan bercakap-

cakap
2) Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

harian (mulai 2 kegiatan)


3) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum

obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian


SP V
1) Evaluasi kegiatan latihan menghardik, minum obat, bercakap-cakap

dan kegiatan harian. Beri pujian


2) Latih kegiatan harian
3) Nilai kemampuan yang telah mandiri
4) Nilai apakah halusinasi terkontrol
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan masalah halusinasi dapat teratasi dengan kriteria hasil:


1) Melakukan perawatan dirumah
Intervensi: (Keluarga)
SP I
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
2) Jelaskan pengertian, tanda gejala dan proses terjadinya halusinasi

(gunakan booklet)
3) Jelaskan cara merawat halusinasi
4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian
SP II
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih klien

menghardik
2) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3) Latih cara memberikan atau membimbing klien minum obat
4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
SP III
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih klien

menghardik dan memberikan obat. Beri pujian


2) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk

mengontrol halusinasi
85

3) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama

saatu halusinasi
4) Anjurkan membantu klien sesuai dan jadwal dan beri pujian
SP IV
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih klien

menghardik, memberikan obat dan bercakap-cakap. Beri pujian


2) Jelaskan follow up ke Puskesmas, tanda kambuh dan rujukan
3) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian

SP V
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih klien

menghardik, memberikan obat, bercakap-cakap, melakukan

kegiatan harian dan follow up. Beri pujian


2) Nilai kemampuan keluarga merawat klien
3) Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke Puskesmas

2. Isolasi Sosial

Kamis, 20 Juni 2019


Tujuan Umum : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam diharapkan klien dapat berinteraksi dengan orang lain


TUK I :
Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria

hasil : Menunjukkan tanda-tanda percaya kepada klien


1) Wajah cerah tersenyum
2) Mau berkenalan
3) Ada kontak mata
4) Bersedia menceritakan perasaan
5) Bersedia mengungkapkan masalahnya

TUK II :

Klien mampu menyebutkan kriteria hasil, dengan kriteria hasil :

Klien dapat menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri dari


86

1) Diri sendiri
2) Orang lain
3) Lingkungan
TUK III :

Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan dengan

orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,

dengan kriteria hasil : klien dapat menyebutkan keuntungan

berhubungan dengan orang lain, misalnya :

1) Banyak teman
2) Tidak kesepian
3) Bisa diskusi
4) Saling menolong

TUK IV :

Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap, dengan

kriteria hasil : klien dapat melakukan hubungan social secara

bertahap antara :

1) Klien – perawat
2) Klien – perawat lain
3) Klien – klien lain
4) Klien – kelompok atau masyarakat

TUK V :

Klien mampu mengungkapkan perasaan setelah berhubungan

dengan orang lain, dengan kriteria hasil : klien mampu

mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain

untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan.


87

TUK VI :

Klien dapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan

dengan orang lain dan lingkungan, dengan kriteria hasil :

1) Klien dapat menjelaskan cara merawat klien dengan menarik

diri
2) Klien dapat mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien

merawat diri.

D. Implementasi
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
1. Kamis, 20 Juni 2019
a. Membina hubungan saling percaya dan berkenalan dengan klien

(salam, berkenalan, melakukan kontrak) (11.00-11.15)


b. Mengidentifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu terjadinya,

situasi pencetus, perasaan dan respon (11.25-11.45)


c. Membantu klien mengontrol halusinasi (menghardik, minum

obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan) (11.50-12.30)


d. Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik

(12.35-12.50)
e. Memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan

melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (13.25-13.40)


f. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik

dan memberi pujian (14.00-14.30)


g. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6

benar obat: jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, dan kontinuitas

minum obat) (14.45-15.00)


h. Memasukan ke dalam jadwal kegiatan untuk latihan menghardik

dan minum obat, melakukan kontrak untuk pertemuan

selanjutnya (15.15-15.45)
88

2. Jumat, 21 Juni 2019

a. Menyapa klien dan mengingatkan nama perawat (10.00-10.15)


b. Mengevaluasi kembali cara mengontrol halusinasi dengan

menghardik dan memberi pujian (10.15-10.30)


c. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan minum obat (jelaskan 6

benar: jenis, dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas minum obat)

(10.45-11.00)
d. Memasukan ke jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan

minum obat. Melakukan kontrak waktu untuk pertemuan

berikutnya (11.15-11.40)
e. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

minum obat. Memberikan pujian (12.30-13.00)


f. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap (13.15-

13.35)
g. Memasukan ke dalam jadwal kegiatan untuk menghardik, minum

obat dan bercakap-cakap. Melakukan kontrak waktu untuk

pertemuan selanjutnya (14.00-14.25)

3. Sabtu, 22 Juni 2019

a. Menyapa klien dan mengingatkan nama perawat (09.45-10.00)


b. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

minum obat. Beri pujian (10.00-10.30)


c. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap (10.30-

11.10)
d. Memasukan ke dalam jadwal kegiatan untuk menghardik, minum

obat, dan bercakap-cakap. Melakukan kontrak untuk pertemuan

selanjutnya (11.10-11.35)
89

e. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,

minum obat dan bercakap-cakap. Memberikan pujian (12.30-12.55)


f. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas

(membereskan/merapikan tempat tidur) (13.00-13.20)


g. Memasukan ke dalam jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,

minum obat, bercakap-cakap dan melakukan aktivitas (14.00-

14.30)

E. Evaluasi
1. Kamis, 20 Juni 2019
Jam 14.00
S : - Klien mengatakan masih ingat cara menghardik dan akan

berlatih cara menghardik pukul 12.30 dan 19.00 WIB


O : - Klien dapat mendemonstrasikan cara menghardik
- Klien kooperatif, senyum dan kontak mata ada
- Halusinasi tidak muncul saat berinteraksi dengan perawat
A : Strategi pelaksanaan I tercapai
P : lanjutkan intervensi
Perawat : Evaluasi SP I, lanjutkan SP II. Libatkan klien dalam

terapi aktivitas kelompok


Klien : anjurkan klien untuk berlatih cara menghardik sesuai

jadwal kegiatan, anjurkan klien untuk menerapkan cara

menghardik untuk mengontrol halusinasinya.

2. Jumat, 21 juni 2019

Jam 13.00

S: - Klien mengatakan sudah mempraktekkan cara mengontrol

halusinasinya dengan menghardik sesuai jadwal yang

direncanakan.
- Klien mengatakan akan patuh minum obat dan

memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan.


O: - Klien tampak paham dan mau mempraktikan kembali
90

- Klien tampak kooperatif


A: Strategi pelaksanaan II tercapai
P: Lanjutkan intervensi
Perawat : Evaluasi SP I dan SP II, lanjutkan SP III. Libatkan

klien dalam terapi aktivitas kelompok


Klien : anjurkan klien untuk berlatih cara menghardik, patuh

minum obat sesuai jadwal kegiatan, anjurkan klien untuk

menerapkan cara menghardik dan patuh minum obat untuk

mengontrol halusinasinya.

3. Sabtu, 22 juni 2019

a. Jam 12.30

S: - Klien mengatakan masih ingat cara yang sudah diajarkan

(menghardik dan patuh minum obat) dan sudah melakukan

sesuai jadwal kegiatan.


- Klien mengatakan senang diajarkan cara mengontrol

halusinasinya dengan cara ketiga yaitu bercakap-cakap

dengan orang lain.


O: - Klien tampak senang, klien mampu mendemonstrasikan cara

bercakap-cakap dengan orang lain.


- Klien kooperatif, tidak tampak halusinasi saat berinteraksi.
A: Strategi pelaksanaan III tercapai
P: Lanjutkan intervensi
Perawat : Evaluasi SP I dan SP II, SP III. lanjutkan SP IV.

Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok


Klien : anjurkan klien untuk berlatih dan menerapkan cara

menghardik, patuh minum obat dan bercakap-cakap sesuai

jadwal kegiatan.

b. Jam 14.30
91

S : - Klien mengatakan masih ingat cara yang sudah diajarkan

yaitu menghardik, patuh minum obat, dan bercakap-cakap

dengan orang lain.


- Klien mengatakan mau diajarkan cara mengontrol halusinasi

cara yang ke-4 yaitu melakukan aktifitas terjadwal.

O : - Klien mampu mendemonstrasikan cara melakukan aktifitas

terjadwal ( membereskan tempat tidur), klien kooperatif, tidak

tampak halusinasi saat berinteraksi.

A : Strategi pelaksanaan IV tercapai


P : Lanjutkan intervensi
Perawat : Evaluasi SP I dan SP II, SP III, SP IV. Libatkan klien

dalam terapi aktivitas kelompok. Implementasi didelegasikan ke

perawat Ruang Nakula.


Klien : anjurkan klien untuk berlatih cara menghardik, patuh

minum obat dan bercakap-cakap dengan orang lain dan

melakukan aktifitas terjadwal. Anjurkan klien untuk memilih

dan menerapkan cara yang sudah diajarkan untuk mengontrol

halusinasi.
BAB IV

PEMBAHASAN

Penulis dalam bab ini akan melakukan pembahasan untuk mengetahui

sejauh mana asuhan keperawatan yang sudah diterapkan, apakah ada kesesuaian

atau kesenjangan antara teori dan praktik dalam memberikan asuhan keperawatan

pada Tn. I dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang

Nakula RSUD Banyumas. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan selama

3 hari, yaitu pada tanggal 20 Juni – 22 Juni 2019. Di dalam pembahasan ini akan

diuraikan tentang proses keperawatan yang meliputi : pengkajian keperawatan,

diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi

keperawatan.

A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada klien Tn. I tanggal 20

Juni 2019 jam 11.00 WIB di peroleh data sebagai berikut : klien mengatakan

mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk pergi dari rumah. Suara

itu muncul hampir 2 hari sekali, ketika dirinya sedang melamun. Saat mendengar

suara itu klien merasa gelisah, bingung dan kesal. Klien terkadang berbicara

sendiri, senyum dan tertawa sendiri, tampak gelisah, kontak mata ada tetapi tidak

bertahan lama, berbicara dengan nada pelan. Hal ini sesuai pendapat Keliat, (2005

dalam Putri 2015) bahwa tanda dan gejala halusinasi meliputi bicara, senyum dan

tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain , tidak dapat

membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata, tidak dapat memusatkan

58
59

perhatian, curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan

lingkungannya), takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung. Menurut

Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015), klien termasuk dalam fase yang keempat

yaitu Fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Klien

yang sepenuhnya sudah dikuasai dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan.

Karakteristik : halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah, dan

memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol. Perilaku klien

adalah perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, menarik

diri.
Faktor predisposisi pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

adalah klien mengatakan 8 tahun yang lalu ditinggal pergi oleh istri dan anaknya

tanpa alasan apapun. Hal ini sesuai dengan teori menurut Yusuf, Nihayati &

Fitriyasari (2015) bahwa salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan

halusinasi yaitu faktor psikologis. Faktor psikologis berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk masa

depannya. Klien memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam

hayal akibat kehilangan orang yang dicintai, kehilangan cinta, fungsi fisik,

kedudukan, harga diri yang dapat mencetuskan terjadinya gangguan persepsi

individu.
Faktor presipitasi klien dirawat adalah klien mengatakan putus minum

obat dan sudah tidak minum obat sejak 5 bulan yang lalu. Hal ini sesuai dengan

teori yang dikemukakan Carolina (2008) bahwa secara umum klien dengan

gangguan halusinasi karena adanya isolasi sosial maupun hubungan interpersonal

yang kurang baik.


B. Diagnosa Keperawatan
60

Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan berdasarkan data yang

mendukung adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran, penulis

menegakan diagnosis halusinasi pendengaran sebagai masalah utama yang harus

ditangani, karena halusinasi pendengaran merupakan masalah prioritas yang

sedang dialami pasien berdasarkan hasil dari pengkajian. Halusinasi merupakan

salah satu gejala gangguan jiwa yang klien mengalami perubahan sensori persepsi,

serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan,

atau penciuman. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada, hal ini

sesuai dengan teori Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015).

C. Intervensi Keperawatan

Menurut Keliat (2006) intervensi keperawatan halusinasi terdapat tujuan

umum dan tujuan khusus. Tujuan umum intervensi halusinasi adalah klien dapat

mengontrol halusinasinya, sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut:


a. TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya pertama kali merupakan

dasar untuk melakukan hubungan atau interaksi selanjutnya, selain itu bina

hubungan saling percaya dengan klien mempunyai tujuan agar kita bisa

melakukan pendekatan yang baik dengan klien, dan bisa menjalin sebuah

silaturahmi dengan pasien, sebagaimana hadits Rosulullah SAW berikut:

“Barang siapa yang menyukai untuk mendapatkan kelapangan rezeki dan

panjang umurnya, hendaknya ia menyambung hubungan dengan saudaranya

(silaturahmi).“ (HR. Bukhari dan Muslim). Membina hubungan saling percaya

dengan kriteria hasil : Klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat,

menunjukan rasa sayang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau
61

menjawab salam, mau menyebut nama, mau berdampingan dengan perawat,

mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Tindakan keperawatannya adalah

bina hubungan saling percaya dengan prinsip terapeutik, sapa klien dengan

ramah, selalu rendah hati tidak bersikap sombong dihadapan klien agar klien

bisa lebih dekat dengan kita, selain itu tanyakan nama lengkap klien, dan nama

panggilan yang disukai klien, hindari dihadapan pasien memanggil namanya

dengan nama yang buruk. Selanjutnya jelaskan tujuan pertemuan, tunjukkan

sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada pasien dan

penuhi kebutuhan pasien.


b. TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria hasil : klien dapat

menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi, pasien dapat

mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya. Tindakan keperawatannya

yaitu : Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, Observasi tingkah

laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus,

memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara, Bantu klien

mengenal halusinasinya dengan cara : jika menemukan klien yang sedang

halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar, jika klien menjawab ada

lanjutkan apa yang dikatakan, katakan bahwa perawat percaya klien mendengar

suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat

tanpa menuduh/menghakimi), katakan pada klien bahwa ada juga klien lain

yang sama seperti dia, katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Selanjutnya diskusikan dengan klien tentang : situasi yang menimbulkan/tidak

menimbulkan halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,


62

siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih), diskusikan dengan

klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, tenang)

beri kesempatan mengungkapkan perasaan.


c. TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil : klien dapat

menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan

halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi,

klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya, klien dapat memilih cara

mengendalikan halusinasinya.
Tindakan keperawatannya adalah : identifikasi bersama klien tindakan yang

biasa dilakukan jika halusinasi muncul, beri pujian dan penguatan terhadap

tindakan yang positif, bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah

terjadinya halusinasi, diskusikan cara mencegah timbulya halusinasi dan

mengontrol halusinasi, dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam

menghadapi halusinasi, beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar,

diskusikan bersama klien hasil upaya yang telah dilakukan.


d. TUK 4 :
Klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan sistem

pendukung untuk mengendalikan halusinasinya dengan kriteria hasil, keluarga

dapat saling percaya dengan perawat, keluarga dapat menjelaskan perasaannya,

keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien halusinasi, keluarga dapat

mendemonstrasikan cara perawatan klien halusinasi dirumah, keluarga dapat

berpartisipasi dalam perawatan pasien halusinasi.


Tindakan keperawatannya yaitu : bina hubungan saling percaya dengan

keluarga (ucapkan salam, perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dan

eksplorasi perasaan), diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku


63

halusinasi, akibat yang akan terjadi jika perilaku halusinasi tidak perilaku

halusinasi tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien halusinasi, cara

keluarga merawat klien halusinasi, dorong anggota keluarga untuk memberikan

dukungan kepada klien untuk mengontrol halusinasinya, anjurkan anggota

keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk pasien minimal satu seminggu

sekali, berikan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal yang telah dicapai

keluarga.

e. TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil klien

dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat, klien dapat

mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien mendapat informasi

tentang efek samping obat dan akibat berhenti minum obat, klien dapat

menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat.


Tindakan keperawatannya adalah diskusikan dengan klien tentang dosis,

frekuensi serta manfaat minum obat, anjurkan pasien minta sendiri obat pada

perawat dan merasakan manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter

tentang manfaat dan efek samping obat, diskusikan akibat berhenti minum obat

tanpa konsultasi dengan dokter, bantu pasien menggunakan obat dengan

prinsip lima benar, berikan reinforcement positif atau pujian.


D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien

yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan, Menurut Stuart (2007).

Penulis melakukan intervensi selama 3 hari pada tanggal 20 Juni – 22 Juni 2019

dengan Tn. I. Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada Tn. I meliputi

membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal halusinasinya


64

atau mengkaji halusinasi pasien, melatih pasien beberapa cara untuk mengontrol

halusinasinya, serta membantu klien memasukkan kegiatan kedalam jadwal

kegiatan harian.
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 20 Juni 2019

11.00 bertempat di Ruang Nakula RSUD Banyumas. Untuk pelaksanaan tujuan

khusus pertama dan kedua serta melakukan strategi pelaksanaan pertama pada

pukul 11.00 WIB yaitu mendiskusikan dengan klien tentang halusinasinya (isi

halusinasi, waktu terjadinya, frekuensi halusinasi, situasi yang menimbulkan

halusinasi, respon klien terhadap halusinasi), mengajarkan cara mengontrol

halusinasi yang pertama yaitu menghardik, dan menganjurkan klien memasukan

dalam jadwal kegiatan harian. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelliat (2006),

bahwa membina hubungan saling percaya pertama kali merupakan dasar untuk

melakukan hubungan atau interaksi selanjutnya. Dan melatih klien menghardik

halusinasi adalah upaya untuk mengendalikan diri terhadap halusinasi dan tidak

mengikuti halusinasi yang muncul atau sebagai upaya untuk memutus halusinasi.
Penulis mengalami kesulitan karena klien belum bisa sepenuhnya

memperhatikan apa yang ditanya oleh perawat, klien masih terlihat gelisah,

perhatiannya gampang beralih dan kontak mata ada tetapi tidak bertahan lama,

sehingga saat klien diajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,

penulis harus mengulangnya beberapa kali agar klien bisa mengingatnya dan

mempraktekkannya dengan betul tetapi secara keseluruhan interaksi dengan klien

berjalan lancar. Setelah klien diajarkan cara tersebut beberapa kali, klien mampu

mempraktekkan cara menghardik dengan baik dan benar.


Pelaksanaan tujuan khusus ketiga serta mengajarkan cara mengontrol

halusinasi yang kedua yaitu mengajarkan cara patuh minum obat, yang
65

dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2019 pukul 12.15 WIB. Adapun yang

dilakukan penulis terkait tindakan tersebut adalah memberikan pendidikan

kesehatan tentang penggunaan obat dengan benar, dalam pelaksanaannya penulis

mengalami hambatan, karena klien belum mengetahui tata cara penggunaan obat

dengan benar, belum mengetahui manfaat dan dampak apabila tidak minum obat

secara teratur. Oleh karena itu pada tanggal 22 Juni 2019 pukul 11.25 WIB,

penulis mengulang cara mengontrol halusinasi yang ke dua yaitu cara patuh

minum obat, dengan kembali memberikan pendidikan kesehatan tentang manfaat

minum obat, efek jika tidak minum obat secara teratur dengan menjelaskan

tentang lima benar obat yaitu benar klien, benar jenis, benar dosis, benar guna dan

benar cara. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelliat (2006), bahwa melatih klien

menggunakan obat secara teratur sesuai program untuk mencegah kekambuhan

dan untuk mencapai kondisi semula. Dan jika klien mengetahui efek samping obat

maka klien dapat mengetahui apa yang harus dilakukan setelah minum obat. Serta

dengan mengetahui prinsip benar obat maka kemandirian klien tentang

pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap. Dalam pelaksanaan penulis

menemui masalah karena klien sama sekali belum mengetahui semua yang

berkaitan dengan obat-obatnya.


Pelaksanaan tujuan khusus keempat serta mengajarkan cara mengontrol

halusinasi yang ketiga yaitu bercakap-cakap pada tanggal 22 Juni 2019 pukul

11.30 WIB, penulis mendiskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain, membantu klien untuk memilih dan melatih

cara mengontrol halusinasi secara bertahap, memberi kesempatan untuk

melakukan evaluasi, melatih menemui orang lain dan bercakap-cakap, serta


66

melatih aktifitas terjadwal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelliat (2006), bahwa

melatih pasien bercakap-cakap dengan orang lain adalah upaya untuk terjadi

distraksi, fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang

dilakukan dengan orang lain tersebut. Dalam pelaksanaan penulis tidak mendapat

hambatan, karena klien terlihat kooperatif, terlihat dan mengatakan senang

mengetahui cara mengontrol halusinasi yang selama ini mengganggunya.


Pada tanggal 22 Juni 2019 pukul 11.50 WIB pada Tn. I, penulis

melaksanakan tujuan khusus yang kelima dan mengajarkan strategi pelaksanaan

keempat yaitu melakukan aktifitas harian, serta mengevaluasi cara-cara yang telah

di ajarkan dan melatih pasien melakukan aktivitas terjadwal, ini adalah upaya

untuk memberikan alternative pikiran bagi klien. Dan untuk membiasakan diri

klien agar saat halusinasi datang dirinya sudah terbiasa melakukan kegiatan yang

terjadwal. Hal ini sesuai dengan pendapat Yosep (2010), dengan beraktifitas

secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang seringkali

mencetuskan halusinasi. Selain itu membangun suatu struktur bersama dengan

klien yang menggabungkan hal-hal yang disukainya akan memberikan

kesempatan lebih besar untuk mencapai hasil yang lebih baik. Dalam pelaksanaan

penulis tidak menemui hambatan, karena klien memperhatikan apa yang penulis

ajarkan, pasien terlihat kooperatif.


Pemberian reinforcemen atau pujian juga tidak lupa diberikan penulis pada

Tn. I setelah Tn. I mampu melakukan tindakan yang sudah penulis ajarkan. Selain

itu pemberian pujian juga bisa membantu klien supaya lebih termotifasi dan mau

merubah perilaku.
Terdapat intervensi yang belum dilakukan oleh penulis, adapun intervensi

yang belum dilakukan oleh penulis ialah melibatkan keluarga dalam tindakan
67

keperawatan, hal ini karena tidak adanya anggota keluarga yang menengok Tn. I

selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. I, padahal salah satu

komponen yang mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien salah satunya ialah

keluarga. Menurut Yosep (2010) keluarga adalah support system terdekat dan 24

jam bersama-sama dengan klien. Keluarga yang mendukung klien secara

konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh mengikuti program pengobatan.

Menurut penelitian Rismayanti & Sudirman (2014) pengetahuan tentang obat juga

sangat penting dalam proses perawatan dan bermanfaat bagi kesembuhan klien.

Karena ketika dirumah keluargalah yang menggantikan peran perawat dalam

merawat pasien.
Penulis saat ini dalam melakukan implementasi tidak sepenuhnya berjalan

tanpa faktor penghambat, adapun faktor penghambat yang dialami penulis dalam

melakukan implementasi ialah klien tidak mampu tenang, dimana klien selalu

gelisah, konsentrasi mudah beralih, keterbatasan waktu, ruangan yang kurang

kondusif. Disisi lain tidak hadirnya keluarga juga menjadi salah satu faktor

penghambat dalam melakukan implementasi, sehingga implementasi pada

keluarga tidak/belum penulis lakukan.


Berdasarkan implementasi yang dilakukan dalam satu kali pertemuan dari

tiga hari pertemuan. Pada interaksi tersebut, penulis melakukan tindakan

keperawatan untuk mengatasi tujuan khusus pertama, kedua, ketiga, keempat

sesuai dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat, yaitu pada tujuan khusus

yang pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya, pada tujuan khusus

yang kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dan pada tujuan khusus yang

ketiga dan keempat, pasien dapat mengontrol halusinasinya. Perawat sebaiknya


68

mengawasi dan memberikan dukungan pada klien, dan berinteraksi pada klien

untuk mengurangi halusinasi muncul kembali. Diharapkan menambahkan fasilitas

untuk kenyamanan klien dan kegiatan didalam maupun ruangan seperti senam

setiap pagi, menyapu untuk mengurangi halusinasi muncul kembali.


E. Evaluasi
Evaluasi yang telah dilakukan pada pasien Tn. I selama tiga hari pada

tanggal 20 - 22 Juni 2019, secara keseluruhan untuk diagnosa keperawatan

gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran dari tujuan khusus pertama

sampai tujuan khusus kelima serta strategi pelaksanaan pertama sampai keempat

dapat tercapai. Hal ini dibuktikan dengan klien mampu mempraktekkan cara

mengontrol halusinasi dari cara menghardik, minum obat, bercakap-cakap dengan

orang lain, melakukan aktivitas terjadwal. Sesuai dengan pendapat Kelliat (2006)

bahwa kriteria hasil dari strategi yang pertama sampai kelima yaitu klien dapat

menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi, klien dapat

mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya, klien dapat menyebutkan

tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, klien dapat

menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi, klien dapat memilih cara

mengatasi/mengendalikan halusinasinya, klien dapat menyebutkan manfaat, dosis,

dan efek samping obat klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan

benar, klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti

minum obat, klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat.
Pada tahap evaluasi diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran sudah tercapai, dengan hasil klien ada perubahan perilaku pada saat

hari pertama ketemu klien masih terlihat tegang, perhatiannya mudah beralih,

senyum-senyum sendiri dan klien belum percaya sepenuhnya pada penulis,


69

perubahan sikap terjadi ketika penulis memberikan makan siang pada klien

ditunjukan dengan klien mengucapkan terimakasih dan tersenyum pada penulis,

klien kooperatif.
Hari kedua klien sudah mulai terbuka dengan penulis ditujukan dengan

klien tidak hanya menjawab pertanyaan dari penulis melainkan klien juga mulai

bertanya pada penulis klien tidak canggung lagi untuk mengungkapkan

perasaannya, klien mengatakan halusinasi sudah tidak muncul lagi, dan klien

mengatakan sudah melakukan cara mengontrol halusinasi yang sudah diajarkan.

begitupun dihari ketiga klien menunjukkan muka yang lebih rileks, tidak tampak

gelisah lagi, tidak tampak sering melamun.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien Tn. I, hasil pengkajian

adalah klien kadang mendengar suara-suara bisikan yang meyuruhnya untuk pergi

dari rumah, suara itu muncul hampir 2 hari sekali dan muncul pada sore hari saat

dirinya sedang melamun, saat mendengar suara itu pasien merasa gelisah, jengkel

dan kesal, klien berbicara dengan nada pelan, berinteraksi dan menjawab

pertanyaan dengan baik. Diagnosa keperawatan pada Tn. I yaitu Gangguan

persepsi sensori : halusinasi dan Isolasi Sosial. Intervensi keperawatannya adalah

bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab halusinasi, latih mengontrol

halusinasi (…………) Di tahap implementasi adalah membina hubungan saling

percaya, mengidentifikasi penyebab halusinasi, mendiskusikan cara mengontrol

halusinasi, dengan cara menghardik, patuh minum obat, bercakap-cakap dengan

orang lain dan melakukan aktivitas terjadwal. Evaluasinya adalah klien mampu

mengenal halusinasinya, mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik,

minum obat, bercakap-cakap dan melakukan aktifitas terjadwal

B. Saran

1. Rumah Sakit

Rumah sakit diharapkan bisa menambah fasilitas untuk menciptakan

lingkungan yang nyaman bagi klien guna mempercepat kesembuhan klien.

72
73

Kegiatan atau aktivitas seperti senam setiap pagi, menyapu agar pasien tidak

jenuh, dan untuk mengurangi halusinasi muncul kembali.

2. Bagi Perawat

Perawat sebaiknya selalu mengawasi dan memberi dukungan pada klien

memperhatikan kebutuhan klien. Klien dengan halusinasi pendengaran biasanya

sering melamun, kebiasaan tersebut yang dapat menimbulkan halusinasi muncul

kembali, dalam hal ini sebaiknya perawat sering berinteraksi dengan klien untuk

mengurangi halusinasi muncul kembali.

3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu untuk mengaplikasikan ilmu yang telah

diperoleh dari institusi pendidikan, khusunya pada asuhan keperawatan jiwa.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul 2015, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. dilihat
29 Mei 2019.
http://.repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20HALIFAH%20BAB
%2011pdf

Agustina, M 2017, Tingkat Pengetahuan Pasien dalam Melakukan Cara


Mengontrol dengan Perilaku Pasien Halusinasi Pendengaran. Jurnal
Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 7, 4

Direja, A, H, S 2011, Definisi Halusinasi : Universitas Muhammadiyah


Purwokerto

Fitria, Nita 2015, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika

Hawari 2009, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, BA 2011, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (basic


Caurse)

Keliat & Akemat 2010, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Kementrian Kesehatan 2014, Undang-undang Republik Indonesia nomor 18


Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa. November 7, 2017.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads,rancangan_rancangan_hukum/UU_No.
_18_Th_2014_ttg_Kesehatan_Jiwa_.pdf

Kusumawati & Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika.

Lestari, F 2019, Asuhan Keperawatan pada Sdr.A dengan Gangguan Persepsi


Sensori : Halusinasi Di Ruang Sadewa Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas, dilihat 29 Mei 2019,<http://.repository.ump.ac.id/1076/3/EKA
%20HALIFAH%20BAB%2011.pdf
Maramis, F.W 2010, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya : Airlangga

Mariana, E 2018, Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan Gangguan Persepsi


Sensori : Halusinasi Di Ruang Nakula Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas, dilihat 28 Mei 2019,<http://.repository.ump.ac.id/1076/3/EKA
%20HALIFAH%20BAB%2014.pdf

64
65

Nasir, A.N., Muhith, A., & Ideputri, M.E 2011, Buku Ajar Metodologi Penelitian
Kesehatan Konsep Pembuatan Karya Tulis & Thesis Untuk Mahasiswa
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Prabowo, E 2014, Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika

http://www.depkes.go.id/resoutces/download/general/Hasil
%20Riskesdas202013.pdf

Rahmawati, F 2014, Asuhan Keperawatan pada Sdr.M dengan Gangguan


Persepsi Sensori : Halusinasi Di Ruang Sadewa Rumah Sakit Umum
Daerah Banyumas, dilihat 28 Mei
2019,<http://.repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20HALIFAH%20BAB
%2014.pdf
Stuart & Laraia 2009, Principle and practice of psychiatric nursing 9th ed. St
Louis : Mosby year book.

Videbeck, S.L 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

World Health Organitation (WHO) 2014, The Mental Health 2014. Mei 10,2014.

http://www.who.int/mental_health/management/shizophenia/en/

Yohanes, KH., David, H.T., & Naomi, V 2017, Stigma Terhadap Orang Dengan
Gangguan Jiwa Di Bali. Jurnal Ilmiah Psikologi, 8, 2, 121-132

Yosep. 2009. 2011. 2010, Keperawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung : Refika
Aditama

Yusuf, Fitryasari & Nihayati 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta Selatan : Penerbit Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai