PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pneumocephalus
1.1 Anatomi
1.1.1 Kulit Kepala
pericranium. 5
1.1.2 Tulang Tengkorak
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal bersifat tipis, namun di sini
dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum. 6
2
Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina
cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis
menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang lubang halus pada lamina cribrosa
dilalui oleh nervus olfaktorius.
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars
orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis
cranii fossa anterior.
3
Fossa cranii media terdiri dari :
- Medial : yang dibentuk oleh corpus os sphenoidalis
- Lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang menampung
lobus temporalis cerebri pars squamous pars os temporal
- Anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis dan terdapat canalis
opticus yang dilaluioleh n.opticus dan a.oftalmica
- Posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor os
sphenoidalis dilalui oleh n. lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius
dan n. abducens
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini
merupakan tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan
ini disebabkan oleh banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani
dan sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera.
Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi
(otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars
perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral
sinus cavernosus robek.
4
Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons
dan medulla oblongata.
- Anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars petrosa os temporal
- Posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os occipital.
Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan
squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh
medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens
n. accessories dan kedua a.vertebralis.
Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah
otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di
otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap
nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai
foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera.
5
1.1.3 Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu:5,6
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada pemisahan dua
lapisan duramater ini, diantaranya terdapat sinus duramatis yang berisi darah
vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada
otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinussinus ini
dibatasi oleh endothelium. Sinus pada calvaria yanitu sinus sagitalis superior.
Sinus sagitalis inferior, sinus transversusdan sinus sigmoidea. Sinus pada basis
6
pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater
dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari
adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2 Selaput Arakhnoid.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater
(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat
di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa
liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3 Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
7
saraf. Arteriarteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh
pia mater.
1.1.4 Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah)
dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata
dan serebellum.
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran
dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik.
keseimbangan.4,5
1.2 Definisi
8
Pneumocephalus (intracranial ariocele) mengacu pada adanya gas intrakranial,
dan dalam sebagian besar kasus gas adalah udara. Istilah ini mencakup gas di
salah satu kompartemen intracranial, bisa ada di berbagai kompartemen
tergantung penyebab yang mendasarinya, dan paling sering ditemui setelah
trauma atau pembedahan.1
1.3 Etiologi
9
1.6 Peran radiologi pada pneumocephalus
CT Scan merupakan golden standart untuk mengakkan diagnosis
pneumocephalus gas pada CT akan memiliki kepadatan yang sangat rendah
(~ -1000HU) tetapi harus dipastikan bahwa itu bukan lemak yang mana
memiliki kepadatan jauh lebih tinggi (-90HU) karena sama sama tampak
sepenuhnya hitam pada brain window.;9
- Gambaran yang di dapatkan adalah daerah hipodens di subdural dan
bilateral (Hounsfield koefisien - 1000), sehingga menyebabkan kompresi
dan pemisahan dari lobus frontal (fissure interhemispheric melebar),
dengan ujung lobus frontal terpisah “Mount Fuji Sign” yang merupakan
tanda patonogmonik.
1.7 Tatalaksana
1. Sebagian besar (85%) diserap kembali secara spontan, tanpa intervensi dan
dengan sedikit manifestasi klinis proses reabsorpsi pasif mungkin
memerlukan waktu beberapa minggu.
2. Manajemen konservatif: Terdiri dari menempatkan kepala pasien elevasi
(30 °) dan menghindari Valsava manuver (batuk, bersin, mengejan).
Sebagai samping, strategi pencegahan ini juga termasuk menghindari
pengambilan aeromedical.
10
3. Isobaric oxygen: setelah 24 jam oksigen 100% dengan masker, penelitian
menemukan bahwa volume rata-rata pneumocephalus pasien mereka
menurun lebih dari pada pasien yang hanya memiliki udara ruangan.10
4. Oksigen hiperbarik menurut penelitian menemukan bahwa 1-jam dengan
tekanan O2 2,5 atm menghilangkan pneumocephalus jauh lebih cepat
daripada standar 5L / menit nasal canule.11
5. Manajemen bedah terutama ditunjukkan dalam konteks pneumocephalus
simptomatik atau Tension Pneumocephalus.
1.9 Prognosis
Trauma yang menimbulkan pneumatocele atau gelembung udara yang berjumlah
satu memiliki prognosis yang baik seperti lesi di fronto basal sedangkan bila
memiliki beberapa gelembung udara maka prognosisnya menjadi buruk .
Udara di intrakranial adalah tanda fraktur frontobasal atau laterobasal.
Dalam kasus-kasus dengan patah tulang tengkorak yang kompresi, hematoma
ekstraserebral atau pneumocephalus dapat menjadi sebagai space occupying
lesion dan tindakan, operasi harus dilakukan sesegera mungkin.
Jika dihubungkan dengan rhinorrhea persisten, fistula-CSF harus
dioperasi sesuai dengan aturan yang diterima secara umum. Pada kasus pasca
trauma lain, udara intrakranial mungkin diabaikan, meskipun keberadaannya
dapat mempengaruhi pilihan pengobatan.12
2. Sinus Paranasal
2.1 Anatomi
Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus
maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung . Pada
sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang
11
prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid
anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
1. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila
disebut juga antrum Highmore .Sinus maksila berbentuk piramid.
- Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut
fossa canina,
- Posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila,
- Medialnya adalah dinding lateral rongga hidung,
- Dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya adalah
prosesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
2. Sinus Frontal
Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus .
12
- Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke
daerah ini
- Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid
3. Sinus Etmoid
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
lebah, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
di antara konka media dan dinding medial orbita
- Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior
yang bermuara ke meatus media dan sinus etmoid posterior bermuara ke di
meatus superior
- Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang
terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium
sinus maksila.
- Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribrosa.
- Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga
- Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid
4. Sinus Sphenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Batas-batasnya ialah;
- Sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring.
- Sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis
interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri
posterior di daerah pons
13
2.2 Manifestasi Radiologi Sinus Paranasal
- Foto polos X ray
Sinusitis : Akut adanya air-fluid level, atau peningkatan opasitas yang
paling baik dilihat di sinus maxilaris
- CT Scan
Sinusitis : Akut Penebalan mukosa perifer, air fluid level, adanya
gelembung gas di dalam cairan dan obstruksi di ostiomeatal kompleks
Kronik hyperostosis (penebalan sklerotik tulang ) termasuk
dinding sinus karena reaksi mukoperisteal
Intrasinus kalsifikasi
- MRI
T1 Penebalan mukosa; isointense , cairan ; hipointense
T2 penebalan mukosa dan cairan hiperintense
T1C+ (Gd) mukosa yang meradang adanya penyengatan sedangkan
cairan tidak
14
b. Pergeseran kelenjar pineal
Pada proyeksi Towne dengan kualitas filma yang baik, kelenjar
pineal terlihat terletak di garis tengah. Jika terjadi pergeseran dari
kalsifikasi kelenjar pineal lebih dari 3 mm pada satu sisi garis
tengah,menunjukkan adanya massa intrakranial. Pada umumnya
sebagai penyebabnya adalah tumor intrakranial, tetapi lesi
seperti subdural hematom dan massa non neoplastik dapat
menyebabkan hal yang sama
c. Kalsifikasi Patologi
Pada space occupying lession dapat terlihat adanya kalsifikasi
yang patologik. Keadaan ini terlihat dengan gambaran radiologik
kira-kira pada 5%-10% kasus.
2. COMPUTERIZED TOMOGRAPHY / CT SCAN
Masa tumor menyebabkan kelainan pada tulang tengkorak yang
dapat berupa erosi atau hiperostosis, sedang pada parenkim dapat
merubah struktur normal ventrikel, dan juga dapat menyebabkan
serebral edema yang akan terlihat berupa daerah hipodensitas. Setelah
pemberian kontrast, akan terlihat kontrast enhancement dimana tumor
mungkin terlihat sebagai daerah hiperdensiti.
3. MAGNETIC RESONANCE IMAGING
MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan
antara tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan
jaringan sebelum terjadinya kelainan morfologi.
4. Angiografi serebral.
Untuk mengetahui deviasi pembuluh darah.
Kenaikan tekanan intrakranial sering memberikan gejala klinis yang dapat
dilihat seperti :
1. Nyeri Kepala
2. Muntah
3. Kejang
4. Papil edema
5. Gejala lain yang ditemukan:
15
False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral,
respons ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan
endokrin
Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi
tumor yaitu :
i. Tumor lobus frontalis
Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya
gangguan fungsi intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:
- apatis dan masa bodoh
- euforia
Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe
tersebut. Bila masa tumor menekan jaras motorik maka
akan menyebabkan hemiplegi kontralateral. Tumor pada lobus
yang dominan akan menyebabkan afasia motorik dan disartri.
ii. Tumor lobus parietalis
Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan
kejang umum atau fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila
tumor terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan
afasia sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger
agnosia.
iii. Tumor lobus temporalis
Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat
menyebabkan hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor
atau bangkitan kejang yang didahului oleh auraolfaktorius,
atau halusinasi visual dari bayangan yang kompleks. Tumor
yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat
menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia.
iv. Tumor lobus oksipitalis
Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan
lapangan pandang kuadrantik yang kontralateral atau
hemianopsia dimana makula masih baik. Dapat terjadi
16
bangkitan kejang yang didahului oleh aura berupa kilatan sinar
yang tidak berbentuk.
v. Tumor fossa posterior
Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu
sirkulasi cairan serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala
tekanan tinggi intrakranial. Keluhan nyeri kepala, muntah
dan papil edem akan terlihat secara akut, sedangkan tanda-
tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.
BAB III
17
LAPORAN KASUS
Pasien masuk ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro, Semarang pada hari Rabu
tanggal 31 Oktober 2018
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan istri dan anak pasien di ruang
Prabu Kresna pada hari Selasa tanggal 5 November 2018 pukul 15.00.
18
Pasien sering mengalami vertigo tetapi tidak pernah berobat. Keluarga
pasien mengatakan pasien sehari-hari tidak mengonsumsi obat-obatan apapun.
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus ataupun
sakit jantung.
Keluarga pasien mengaku tidak ada anggota keluarga mengalami hal yang
serupa dengan pasien. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung
pada keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan
Pemeriksaan Sistem
a. Pulmo :
o Inspeksi : Dinding toraks kanan dan kiri simetris, retraksi dada (-/-).
o Palpasi : Stem fremitus terdengar sama kuat kanan dan kiri.
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
o Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, tidak terdengar ronkhi
maupun wheezing.
19
b. Jantung :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea MCS.
o Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada bunyi jantung
tambahan.
Abdomen :
o Inspeksi : Tampak rata.
o Auskultasi : Bising usus positif.
o Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen.
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-).
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik.
Tulang belakang : Tidak ada kelainan.
Kulit : Tidak ada kelainan.
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB di leher, aksila dan
inguinal.
Pemeriksaan Neurologis
Rangsang meningeal
o Kaku kuduk : (-)
o Brudzinski I, II, III, IV : (-)
o Kernig sign : (-)
o Lasegue sign : (-)
Nervus II (N.Optikus) : refleks pupil langsung dan tak langsung (+).
Reflex Fisologis
o Refleks Biseps : (+/+)
o Refleks Triceps : (+/+)
o Refleks Brachialis : (+/+)
o Refleks Patella : (+/+)
o Refleks Achilles : tidak dilakukan.
Reflex Patologis
o Refleks Hoffman Tromner : (-/-)
o Refleks Babinski : (-/-)
o Refleks Chaddock : (- /-)
o Refleks Oppenheim : (-/-)
o Refleks Gordon : (-/-)
o Refleks Schaefer : (-/-)
20
o Klonus paha : tidak dilakukan
o Klonus kaki : tidak dilakukan
Pemeriksaan Darah
21
Kimia Klinik
Imunologi
Hematologi
22
Pemeriksaan CT Scan Kepala (1-11-18)
23
Brain Window :
Tampak lesi hipodens dengan densitas udara (CT number sekitar -950 HU) pada
tepi lobus frontoparietal kanan, tampak gelembung udara pada region suprasella
kanan dan kiri dan perifalx, dan pada kavum orbita kanan kiri
24
Sistem ventrikel dan sisterna baik
Tampak hiperdens pada sinus frontal kiri, ethmoid,maksilaris dan sphenoid kanan
kiri Mastoid air cell kanan normal, kiri tertutup kesuraman
Kesan :
3.5 Diagnosis
Diagnosa kerja
25
Cedera Kepala Sedang
3.6 Tatalaksana
- Infus RL 20 tpm
- Ceftriaxon 2x2gr
- Ketorolac 2x30mg
- Fenitoin 3x100mg
- Ranitidin 2x50 mg
3.9 Prognosis
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan seorang pasien laki-laki datang ke IGD RSUD
KRMT Wongsonegoro Semarang pada tanggal 31 Oktober 2018 dengan keluhan
sakit kepala. Sakit kepala dikeluhkan sejak tanggal 31 Oktober setelah tertimpa
tembok yang jatuh mengenai kepala pasien, saat pasien bekerja sebagai
buruh.Pasien tidak menggunakan alat pelindung kepala seperti helm saat
bekerja.Pasien dalam kondisi sadar saat dibawa ke IGD, dan pasien menunjukan
gejala pusing, mual dan muntah sebanyak dua kali berisi cairan saat dijahit serta
mengeluarkan darah dari hidung . Tidak ada cairan yang keluar dari telinga,
kelemahan anggota gerak ataupun penurunan kesadaran. Pasien sering mengalami
vertigo tetapi tidak pernah berobat. Keluarga pasien mengatakan pasien sehari-
hari tidak mengonsumsi obat-obatan apapun. Pasien tidak mempunyai riwayat
penyakit hipertensi, diabetes mellitus ataupun sakit jantung. Pasien merupakan
perokok aktif 1 bungkus perhari .Kebiasaan minum alkohol disangkal.
27
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan trombositopenia. Pneumocephali
pada tepi lobus frontoparietal kanan, tampak gelembung udara pada region
suprasella kanan dan kiri dan perifalx, dan pada kavum orbita kanan kiri
Hematosinus frontalis kiri, ethmoid , maksilaris, sphenoid kanan dan kiri.Fraktur
dinding anterior, lateroposterior dan medial sinus maksilaris kanan, dinding
posterior sinus maksilaris kiri, septu nasi, dinding lateral sinus ethmoid dan
sphenoid kanan dan kiri, dinding medial kavum orbita kanan kiri dan dinding
posterior kavum orbita kanan (sphenoid wing kanan) . Hematom subgaleal region
parietoocipital kiri dan frontal kanan
DAFTAR PUSTAKA
28
7. Reasoner, D., Todd, M., Scamman, F. and Warner, D. (1994). The
Incidence of Pneumocephalus after Supratentorial
Craniotomy. Anesthesiology, 80(5), pp.1008-1012
8. Derangedphysiology.com. (2018). Pneumocephalus | Deranged
Physiology. [online] Available at:
https://derangedphysiology.com/main/required-reading/neurology-and-
neurosurgery/Chapter%20613/pneumocephalus [Accessed 12 Nov. 2018].
9. Schirmer, C., Heilman, C. and Bhardwaj, A. (2010). Pneumocephalus:
Case Illustrations and Review. Neurocritical Care, 13(1), pp.152-158.
10. Gore, P., Maan, H., Chang, S., Pitt, A., Spetzler, R. and Nakaji, P. (2008).
Normobaric oxygen therapy strategies in the treatment of postcraniotomy
pneumocephalus. Journal of Neurosurgery, 108(5), pp.926-929.
11. Paiva, W., Andrade, A., Figueiredo, E., Amorim, R., Prudente and
Jacobsen, M. (2014). Effects of hyperbaric oxygenation therapy on
symptomatic pneumocephalus. Therapeutics and Clinical Risk
Management, p.769
29