Anda di halaman 1dari 20

Grand case

Fraktur Basis Cranii

Oleh :

Amalia Amelina Azmy 1010313022

Preseptor:

dr. H Syaiful Sannin, Sp. BS

BAGIAN ILMU SMF BEDAH RSUP DR.M DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Cedera kepala adalah penyebab utama kematian, dan kecacatan.Manfaat dari tulang
tengkorak untuk melindungi otak terhadap cedera.Selain dilindungi oleh tulang, otak juga tertutup
lapisan keras yang disebut meninges fibrosa, dan juga terdapat cairan yang disebut cerebrospinal
fuild (CSF).Trauma dapat berpotensi menyebabkan fraktur tulang tengkorak, perdarahan di ruang
sekitar otak, memar pada jaringan otak, atau kerusakan saraf pada otak.
Fraktur basis Cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan
langsung di sekitar dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita), transmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandibula, atau efek “remote” dari benturan pada kepala
(“tekanan gelombang” yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).
Pasien dengan fraktur basis Cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai dengan otorrhea
dan memar pada mastoids (battle sign). Penampakan fraktur basis Cranii fossa anterior ditandai
dengan adanya Rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes).Kehilangan kesadaran
dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial.Untuk
penegakan diagnosis fraktur basis Cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis lengkap, analisis
laboratorium dasar, diagnostic untuk fraktur dengan pemeriksaan radiologik.
Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan bahwa airway,
breathing, circulation bebas dan aman.Banyak korban cedera kepala disertai dengan multiple
trauma dan penanganan pada pasien tersebut tidak menempatkan penanganan kepala menjadi
prioritas, resusisati awal dilakukan secara menyeluruh.

1.2. Batasan Masalah

Grand case ini membahas tentang anatomi, definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis fraktur basis cranii

2
1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan grand case ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai fraktur basis cranii

1.4. Metode Penulisan

Grand case ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai
literatur.

1.5. Manfaat

Grand case ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang raktur basis cranii.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi

Gambar 1

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis Craniii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu: Os frontal, Os Ethmoidal, Os sphenoidal, Os occipital
dan Os temporal, pada regio temporal strukturnya lebih tipis, namun pada bagian ini
dilindungi oleh otot-otot temporalis.
Basis cranii memiliki bentuk yang tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rogga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fossa yaitu : fossa cranii anterior, Fossa cranii media, fossa cranii posterior.

4
Gambar 2

Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun kalvaria tengah
adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20% fraktur yang ditemukan dan
sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.
Fossa crania anterior : Melindungi lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis. Dasar fossa
dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina cribiformis os
etmoidalis di media. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius,
dan lubang-lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus olfaktorius. Pada fraktur
fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.Keadaan ini dapat
menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi mukoperiostium.Pasien dapat
mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang merembes ke dalam
hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda
klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior

5
Fossa Cranii media :Terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os sphenoidalis dan
bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang menampung lobus temporalis
cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui
oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os
temporal. Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor os
sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n.occulomotorius dan
n.abducens.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan tempat
yang paling lemah dari basis Cranii.Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh
banyaknya foramen dan canalis di daerah ini.Cavum timpani dan sinus sphenoidalis
merupakan daerah yang paling sering terkena cedera.Bocornya CSF dan keluarnya darah
dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat
cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI
dapat cedera bila dinding lateral sinus cavernosus robek.
Fossa Cranii posterior melindungi otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons dan
medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars petrosa os
temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os occipital. Dasar
fossa Cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan squamosa os occipital
dan pars mastoiddeus os temporal.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla
oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan
kedua a.vertebralis.
Pada fraktur fossa Cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah otot-otot
postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di otot otot trigonu
posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap nasofaring dapat robek, dan
darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat
cedera.

6
1.2Definisi

Tengkorak adalah kerangka tulang kepala. Tengkorak terdiri dari dua bagian yang
terpisah: tengkorak dan rahang bawah. Mandibula adalah rahangbawah atau rahang, dan
tempurung kepala adalah sisa tengkorak. Mandibula adalah satu-satunya bagian dari
tengkorak yang tidak bergabung dengan sutura.

Tengkorak bertanggung jawab untuk berbagai macam fungsi penting termasuk:


mendukung struktur wajah (seperti hidung dan mata), membentuk jarak antara mata,
membentuk posisi telinga untuk membantu otak menentukan arah dan jarak suara dan
menjaga serta membentuk rongga/cavitas otak.
Fraktur berarti bahwa telah ada kerusakan baik satu atau lebih tulang pada
tengkorak.Meskipun dalam hal ini sangat menyakitkan, ancaman yang lebih besar adalah
bahwa membran, pembuluh darah, dan bahkan otak, yang berada di dalam tengkorak dapat
terlindungi.Fragmen kecil dari tengkorak juga bisa pecah dan menyebabkan kerusakan
tambahan pada otak.Selain itu, energi yang dipakai dalam benturan tengkorak bisa melukai
jaringan otak.
Fraktur tulang tengkorak dapat diklasifikasikan dalam salah satu dari dua cara, baik
dengan jenis cedera yang diderita atau lokasi dari cederanya. Sebuah fraktur tengkorak
basilar terjadi di dasar tengkorak.Ini adalah cedera yang sangat jarang terjadi hanya dalam
4% dari semua kasus fraktur.Fraktur ini pada dasarnya adalah fraktur linear, atau retak
garis lurus di dasar tengkorak. Patah tulang tengkorak basilar bisa sangat berbahaya karena
batang otak dapat terluka, yang antara lain mengirimkan pesan dari otak ke sumsum tulang
belakang. Jika otak atau batang otak terluka maka kematian seringkali sangat mungkin
terjadi.
Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang menyebabkan
kerusakan pada tulang dasar tengkorak.Ini sering dikaitkan dengan perdarahan di sekitar
mata (raccoon eyes) atau di belakang telinga (Battle sign).Garis fraktur dapat meluas ke
sinus wajah yang memungkinkan bakteri dari hidung dan mulut untuk masuk keadalam
dan kontak dengan otak, menyebabkan infeksi yang potensial.

7
1.3 Epidemiologi

Fraktur basis Cranii merupakan salah satu fraktur pada area kepala dan leher yang sulit
untuk dievaluasi dan diobatai.Fraktur ini didefinisikan sebagai fraktur linear dasar
tengkorak, dan biasanya frakturnya banyak pada wajah dan meluas kedasar tengkorak.
Sinus sphenoid, foramen magnum, os temporal dan sphenoidal adalah daerah yang paling
umum terjadi patahan.
Sekitar 2 juta cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat.Kasus ini adalah salah satu
penyebeb utama kecacatan dan kematian pada anak.Kecelakaan kendaraan bermotor
adalah penyebab utama dari trauma ini yang ada dinegara-negara industri.Persentase
cedera kepala dan leher yang terjadi adalah 1/3 dari kecelakaan kendaraan bermotor,
dengan 28% kasus fraktur ada pada kepala dan leher.
Fraktur basis Cranii terjadi sekitar 20-24% dari semua kasus cedera kepala. Pada studi
retrospective yang dilakukan oleh Behbahani dkk pada tahun 2013, mengatakan bahwa
Dalam hal ini kejadian fraktur basis Cranii hanya terdapat 2% dari seluruh kasus kejadian
trauma. Dalam sebuah studi dari Behbahani et al in 2013, sebuah studi retrospektif tentang
trauma kepala. Mereka menemukan bahwa dari 1060 pasien dengan trauma kepala. 965
pasien mengalami fraktur tulang kepala dengan 220 diantaranya frakturnya berada pada
dasar tengkorak. Dari 220 fraktur ini diantaranya 78 fraktur os temporal, 47 orbital
superior, 44 sphenoid, 30 os occipitalis, 21 ethmoidal, dan 2 clivus.

1.4 Patofisiologi
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandibula, atau efek “remote” dari benturan pada
kepala (“gelombang tekanan” yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk
tengkorak).
Tipe dari fraktur basis cranii yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
mengelilingi foramen magnum, apertura di dasar tengkorak di mana spinal cord lewat. Ring
fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring fracture
in komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al. 1994). Kematian biasanya terjadi seketika

8
karena cedera batang otak disertai dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar
pada dasar tengkorak.
Fraktur basis Cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan
dari arah mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban inersia pada kepala
(sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika dada
pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan dengan
sebuah objek misalnya pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami percepatan
gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum,
beban inersia tersebut kemudian meyebabkan ring fracture.Ring fracture juga dapat terjadi
akibat ruda paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari inferior diteruskan ke
superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior kemudian diteruskan ke arah
occiput atau mandibula.
Huelke et al. (1988) menyelidiki sebuah pandangan umum bahwa fraktur basis
Cranii akibat hasil dari benturan area kubah kranial.Kasus benturan pada area kubah non-
kranial, yang terjadi dalam berbagai jenis kecelakaan kendaraan bermotor, telah
didokumentasikan.Para peneliti menemukan fraktur basis Cranii juga bisa disebabkan oleh
benturan pada area wajah saja.
Pada studi eksperimen berdasarkan pengujian mayat, Gott et al.(1983) meneliti
secara rinci tengkorak dari 146 subjek yang telah mengalami benturan/ruda paksa pada
area kepala. 45 kasus fraktur tengkorak diamati secara rinci.Terdapat 22 BSF pada grup
ini.Penyebab dari kasus tersebut disebabkan oleh ruda paksa pada area frontal (5 kasus),
daerah Temporo-parietal tengkorak (1 kasus), seluruh wajah (2 kasus) dan berbagai jenis
ruda paksa kepala lainnya (14 kasus).
Saat memeriksa respon leher akibat beban daya regang aksia, Sances et al. (1981)

mengamati BSF tanpa kerusakan ligamen melalui analisa quo-statistic didapatkan 1780N

sementara dan 3780N tampak utuh pada area leher, kepala dan tulang belakang. Beberapa

peneliti mengamati complex kepala-leher terhadap ruda paksa dari arah superior-

inferior.Secara umum, menunjukkan bahwa lokasi fraktur tengkorak hasil dari ruda paksa

langsung. Ketika area kepala terlindungi, leher menjadi wilayah yang paling rentan

9
terhadap cedera pada tingkat kekuatan di atas 4 kN (Alem et al 1984). Para peneliti menguji

19 cadaver dalam posisi supine dan hanya mampu menghasilkan BSF tunggal. Fraktur

basis Cranii membutuhkan durasi yang rendah (3 ms), energi tinggi (33 J) ruda paksa

dengan kekuatan benturan dari 17 kN pada kecepatan ruda paksa 9 m /s.

Hopper et al. (1994) melakukan dua studi eksperimental pada mayat bertujuan

untuk memahami mekanisme biomekanik yang mengakibatkan fraktur basis Cranii ketika

kepala mandibula yang dikarenakan ruda paksa

Pada studi awal, cedera yang dapat ditoleransi oleh mandibula ketika mengalami

ruda paksa adalah pada area pertengahan simfisis atau area mentalis (dagu).Enam dampak

yang dinamis dengan jalur vertikal pada satu tes dilakukan dengan menggunakan uji quasi-

static.Suatu ruda paksa yang bervariasi diberikan untuk menilai pengaruh yang

terjadi.Ditemukan bahwa toleransi energi ruda paksa untuk fraktur mandibula pada ke

enam tes tersebut adalah 5270 + 930N.Pada setiap tes, dijumpai fraktur mandibula secara

klinis namun tidak menghasilkan fraktur basis Cranii.

Studi kedua menilai toleransi fraktur basis Cranii ketika beban langsung diberikan

kearah Temporo-mandibula joint yang secara tidak langsung menghasilkan pembebanan

secara lokal sekitar foramen magnum.Kekuatan puncak dan energi untuk setiap kegagalan

ditentukan dalam setiap pengujian.Beban rata rata pada setiap fraktur ditemukan dengan

kekuatan energi 4300 +350.

10
N. Peneliti dapat menghitung energi untuk fraktur pada tiga dari tes dengan rata-rata 13,0
+ 1.7 J. Cedera dihasilkan dengan cara ini konsisten dengan pengamatan klinis fraktur basis
cranii.
Peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa ruda
paksa pada mandibula saja biasanya hanya menyebabkan fraktur mandibula.Selanjutnya,
complete dan partial ring type BSF membutuhkan ruda paksa temporo-mandibular yang
secara tidak langsung menghasilkan pembebanan pada daerah sekitar foramen magnum.

Jenis Fraktur Basis Cranii

Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis Cranii. Terdapat 3 suptipe
dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe transversal dari
fraktur temporal dan type longitudinal fraktur temporal ditunjukkan di bawah ini.

11
A B
(A)Transverse temporal bone fracture and (B)Longitudinal temporal bone fracture
(courtesy of Adam Flanders, MD, Thomas Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania)

Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa
pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan tegmen timpani.Tipe
fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan
labyrinthine capsule, berakhir pada fossa Cranii media dekat foramen spinosum atau pada
mastoid air cells.Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-
90%).Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui
cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki
unsur unsur dari kedua fraktur longitudinal dan transversal.
Namun sistem lain untuk klasifikasi fraktur os temporal telah diusulkan. Sistem ini
membagi fraktur os temporal kedalam petrous fraktur dan nonpetrous fraktur, yang terakhir
termasuk fraktur yang melibatkan mastoid air cells.Fraktur tersebut tidak disertai dengan
deficit nervus cranialis.
Fraktur condylar occipital (Posterior), adalah hasil dari trauma tumpul energi tinggi
dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational pada pada ligamentum
Alar.Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera.
Klasifikasi alternative membagi fraktur ini menjadi displaced dan stable, yaitu, dengan dan
tanpa cedera ligamen. Tipe I

12
fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari kondilus
oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil.Tipe II fraktur yang dihasilkan dari pukulan
langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai
fraktur yang stabil karena ligament alar dan membrane tectorial tidak mengalami
kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending.
Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.

1.5 Manifestasi
Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan memar
pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis Cranii fossa anterior adalah
dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes).Kehilangan kesadaran dan
Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial.
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran
dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7
minggu.tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu
disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial palsy,
nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan nervus cranialis
V, VI, VII.
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin, sehingga
menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen (permanent
neural hearing loss).
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.Sebagian
besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada dalam
keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikalis.Pasien ini juga
memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia.
Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus cranialis
IX, X, dan XI akibat fraktur.Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan aspirasi dan
paralysis ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain sign), superior pharyngeal
constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius.Collet-Sicard sindrom adalah fraktur
condylar os oksipital dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan XII.

13
1.6 Penananganan
A. Penananganan Khusus
Penanganan khusus dari fraktur basis Cranii terutama untuk mengatasi komplikasi
yang timbul, meliputi : fistula cairan serebrospinal, infeksi, dan pneumocephalus dengan
fistula.

a) Fistula cairan serebrospinal:


Mengakibatkan kebocoran cairan dari ruang subarachnoid ke ruang extraarachnoid,
duramater, atau jaringan epitel.Yang terlihat sebagai rinore dan otore.Sebagian besar rinore
dan otore baru terlihat satu minggu setelah terjadinya trauma.Kebocoran cairan ini
membaik satu minggu setelah dilakukan terapi konservatif. Penatalaksanaan secara
konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi kepala lebih tinggi.Hindari batuk,
bersin, dan melakukan aktivitas berat.Dapat diberikan obat-obatan seperti laxantia, diuretic
dan steroid.
Rinore
Terjadi pada sekitar 25 persen pasien dengan fraktura basis anterior.CSS mungkin
bocor melalui sinus frontal (melalui pelat kribrosa atau pelat orbital dari tulang frontal),
melalui sinus sfenoid, dan agak jarang melalui klivus.Kadang-kadang pada fraktur bagian
petrosa tulang temporal, CSS mungkin memasuki tuba Eustachian dan bila membran
timpani intak, mengalir dari hidung. Pengaliran dimulai dalam 48 jam sejak cedera pada
hampir 80 persen kasus

14
Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi
kepala lebih tinggi.Hindari batuk, bersin, meniup hidung dan melakukan aktivitas
berat.Dapat diberikan obat-obatan seperti laxantia, diuretic dan steroid.Dilakukan punksi
lumbal secara serial dan pemasangan kateter sub-rachnoid secara berkelanjutan.Disamping
itu diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.Pendekatan pembedahan dapat secara
intrakranial, ekstrakranial dan secara bedah sinus endoskopi.Pendekatan intrakranial yaitu
dengan melakukan kraniotomi melalui daerah frontal (frontal anterior fossa craniotomi),
daerah temporal (temporal media fossa craniotomi) atau daerah oksipital (ocsipital
posterior fossa craniotomi) tergantung dari lokasi kebocoran.Keuntungan teknik ini dapat
melihat langsung robekan dari dura dan jaringan sekitarnya. Bila dilakukan tampon pada
kebocoran akan berhasil baik dan berguna bagi pasien yang tidak dapat diketahui lokasi
kebocoran atau fistel yang abnormal. Kerugian teknik ini adalah angka kematian yang
tinggi, terjadi retraksi dari otak seperti edema, hematoma dan perdarahan.Disamping itu
dapat terjadi anosmia yang permanen.Sering terjadi kebutaan terutama pada pembedahan
didaerah fossa Craniii anterior. Kerugian lain adalah waktu operasi dan perawatan yang
lama. Pendekatan EkstraCraniial dilakukan dengan cara eksternal sinus dan bedah sinus
endoskopi. Pendekatan eksternal sinus yaitu melakukan flap osteoplasti anterior dengan
sayatan pada koronal dan alis mata. Disamping itu dapat juga dengan pendekatan eksternal
etmoidektomi, trans-etmoidal sfenoidotomi, trans-septal sfenoidotomi atau trans antral,
tergantung dari lokasi kebocoran. Keuntungan teknik ini adalah memiliki lapangan
pandang yang baik, angka kematian yang rendah, tidak terdapat anosmia dan angka
keberhasilan 80%.Kerugian teknik ini adalah cacat pada wajah dan tidak dapat mengatasi
fistel yang abnormal.Disamping itu sulit menangani fistel pada sinus frontal dan sfenoid.
Pendekatan bedah Sinus
Endoskopi merupakan tehnik operasi yang lebih disukai dengan angka keberhasilan
yang tinggi (83% - 94%) dan angka kematian yang rendah. Pada fistel yang kecil (<3mm)
dapat diperbaiki dengan free graft mukoperikondrial yang diletakkan diatas fistel. Pada
fistel yang besar (>3mm) digunakan graft dari tulang rawan dan tulang yang diletakkan
dibawah fistel dan dilapisi dengan flap local atau free graft.Keuntungan teknik ini adalah
lapangan pandang yang jelas sehingga memberikan lokasi kebocoran yang tepat.Mukosa

15
dapat dibersihkan dari kerusakan tulang tanpa memperbesar ukuran dan kerusakan dari
tulang. Disamping itu graft dapat ditempatkan lebih akurat pada kerusakannya.(1)
Otore
Terjadi bila tulang petrosa mengalami fraktura, duramater dibawahnya serta arakhnoid
robek, serta membran timpanik perforasi.Fraktura tulang petrosa diklasifikasikan menjadi
longitudinal dan transversal, berdasar hubungannya terhadap aksis memanjang dari piramid
petrosa; namun kebanyakan fraktura adalah campuran.Pasien dengan fraktura longitudinal
tampil dengan kehilangan pendengaran konduktif, otore, dan perdarahan dari telinga
luar.Pasien dengan fraktura transversal umumnya memiliki membran timpanik normal dan
memperlihatkan kehilangan pendengaran sensorineural akibat kerusakan labirin, kokhlea,
atau saraf kedelapan didalam kanal auditori.Paresis fasial tampil hingga pada 50 persen
pasien.Fraktura longitudinal empat hingga enam kali lebih sering dibanding yang
transversal, namun kurang umum menyebabkan cedera saraf fasial.Otore CSS berhenti
spontan pada kebanyakan pasien dalam seminggu.Insidens meningitis pasien dengan otore
mungkin sekitar 4 persen, dibanding 17 persen pada rinore CSS. Pada kejadian jarang,
dimana ia tidak berhenti, diperlukan pengaliran lumbar dan bahkan operasi.
Infeksi
Meningitis merupakan infeksi tersering pada fraktur basis Cranii.Penyebab paling sering
dari meningitis pada fraktur basis Cranii adalah S. Pneumoniae.Profilaksis meningitis harus
segera diberikan, mengingat tingginya angka morbiditas dan mortalitas walaupun terapi
antibiotic telah digunakan.Pemberian antibiotic tidak perlu menunggu tes diagnostic.Karena
pemberian antinbiotik yang terlambat berkaitan erat dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.Profilaksis antibiotic yang diberikan berupa kombinasi vancomycin
dan ceftriaxone.Antiobiotik golongan ini digunakan mengingat tingginya angka resistensi
antibiotic golongan penicillin, cloramfenikol, maupun meropenem.(3)
Pnemocephalus:
Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang melalui
menings.Meningkatnya tekanan di nasofaring menyebabkan udara masuk melalui cranial
cavity melalui defek pada duramater dan menjadi terperangkap.Tik yang meningkat dapat
memperbesar defek yang ada dan menekan otak dan udara yang terperangkap. Terapi dapat

16
berupa kombinasi dari : operasi untuk membedakan udara intracranial. Serta memperbaiki
defek yang ada, dan tredelegburg positif.

Adapun penangannan umum dari trauma kepala sendiri, meliputi:


Penatalaksanaan :
1. Pengendalian Tekanan IntraCraniial
Manitol efektif untuk mengurangi edem serebral dan TIK. Selain karena efek osmotik ,
manitol juga dapat mengurangi TIK dengan meningkatkan arus microcirculatory otak dan
pengiriman oksigen. Efek pemberian bolus manitol tampaknya sama selama rentang 0,25
sampai 1,0 g / kg
2. Mengontrol tekanan perfusi otak
Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg , baik dengan
mengurangi TIK atau dengan meninggikan MAP . Rehidrasi secara adekuat dan mendukung
kardiovaskular dengan vasopressors dan inotropik untuk meningkatkan MAP dan
mempertahankan tekanan perfusi otak > 70 mmHg.
3. Mengontrol hematokrit
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematokrit.Viskositas darah meningkat sebanding
dengan semakin meningkatnya hematokrit dan tingkat optimal sekitar 35%.Aliran darah
otak berkurang jika hematokrit meningkat lebih dari 50% dan meningkat dengan tingkat
hematokrit di bawah 30.
4. Obat obatan
Pemberian rutin obat sedasi, analgesik dan agen yang memblokir neuromuscular.Propofol
telah menjadi obat sedative pilihan. Fentanil dan morfin sering diberikan untuk membatasi
nyeri , memfasilitasi ventilasi mekanis dan mempotensiasi efek sedasi. Obat yang
memblokir neuromuscular mencegah peningkatan TIK yang dihasilkan oleh batuk dan
penegangan pada endotrachealtube.
5. Pengaturan suhu
Demam dapat memperberat defisit neurologis yang ada dan dapat memperburuk kondisi
pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat sebesar 6-9 % untuk

17
a harus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.
6. mengontrol bangkitan
Bangkitan terjadi terutama di mereka yang telah menderita hematoma , menembus cedera,
termasuk patah tulang tengkorak dengan penetrasi dural , adanya tanda fokal neurologis dan
sepsis. Antikonvulsan harus diberikan apabila terjadi bangkitan.
7. Kontrol cairan
NaCl 0,9% , dengan osmolaritas 308 mosm / l, telah menjadi kristaloid pilihan dalam
manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9 % saline membutuhkan 4 kali volume
darah yang hilang untuk memulihkan parameter hemodinamik . 8. posisi kepala
Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-300 dapat menurunkan TIK dan meningkatkan
venous return ke jantung.
8. Merujuk ke dokter bedah saraf
Rujukan ke seorang ahli bedah saraf:
• GCS kurang dari atau sama dengan setelah resusitasi awal
• Disorientasi yang berlangsung lebih 4 jam
• penurunan skor GCS terutama respon motoric
• tanda-tanda neurologis fokal progresif
• kejang tanpa pemulihan penuh
• cedera penetrasi
• kebocoran cairan serebrospinal(4)

1.7 Prognosis

Pada frakur basis Cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda tanda
vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini mungkin
apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis Cranii posterior, prognosis buruk
dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat mengakibatkan kompresi batang otak.

18
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang mengakibatykan
kerusakan pada tulang dasar tengkorak. Terbagi atas 3 jenis: fraktur basis Cranii anterior
yang mengenai lobus frontal yang ditandai dengan adanya raccoon eyes, fraktur basis
Cranii media yang mengenai fossa Cranii media, dengan gejala khas berupa rinore dan
otore serta battle sign, dan fraktuir basis Cranii posterior yang mengenai fossa Cranii
posterior namun jarang memberikan gejala yang khas.
Penanganan fraktur basis Cranii ini meliputi konservatif dan operativ, dengan
tujuan utama megurangi TIK, dan mengatasi fistula yang ada, serta profilaksis infeksi
meningitis.Prognosis fraktur basis Cranii tergantung pada lokasi, apabila mengenai
anterior dan media, umumnya prognosis baik, namun apabila mengenai daerah posterior
umumnya prognosis buruk.

19
Daftar pustaka:

1. Haryono Y. Rinorea cairan serebrospinal. USU. Departemen THT-KL FK USU. 2006

2. Nadeau K. Neurologic injury(chapter 29) in Jones and barlett learning.com. 2004

3. Bamberger D. Diagnosis, initial management and prevention of meningitis, University of


Missouri–Kansas City School of Medicine, Kansas City, Missouri.

4. Pillai P, Sharma R,MacKenzie R, Reilly EF, Beery PR, Thomas, Papadimos , Stawicki
SPA. raumatic tension pneumocephalus: Two cases and comprehensive review of
literature. OPUS 12 Scientist 2010;4(1):6-11

20

Anda mungkin juga menyukai