Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau

deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kranium dan otak.1 Setiap

tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus cedera kepala, 52.000 pasien

meninggal dan selebihnya di rawat inap. Cedera kepala juga merupakan penyebab

kematian ketiga dari semua jenis cedera yang dikaitkan dengan kematian. 2 Penyebab

utama cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh. Pejalan

kaki yang mengalami tabrakan kendaraan bermotor merupakan penyebab cedera

kepala terbanyak pada pasien anak-anak bila dibandingkan dengan pasien dewasa.

Fraktur pada cedera kepala dapar berupa fraktur impresi (depressed fracture),

fraktur linier, fraktur diastasis (traumatic suture separation) dan fraktur basis cranii.3

Fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh trauma benda tumpul yang terjadi di tulang

temporal, oksipital, sphenoid, dan / atau ethmoid.4 Fraktur basis cranii sukar

didiagnosa baik secara klinis maupun radiologi. Biasanya, kondisi ini disuspek

dengan indikasi cedera kepala yang berat. Pasien dengan fraktur basis Cranii (fraktur

os temporal) dijumpai dengan otorrhea dan memar pada mastoid (battle sign).

Penampakan fraktur basis Cranii fossa anterior ditandai dengan adanya rhinorrhea

dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Selain itu, dapat terjadi penurunan

kesadaran dan Glasgow Coma Scale yang bervariasi, tergantung pada kondisi

patologis intrakranium.

1
Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan bahwa

airway, breathing, circulation bebas dan aman. Banyak korban cedera kepala disertai

dengan multipel trauma sehingga menjadi prioritas untuk dilakukan resusisati awal

secara menyeluruh.5 Fraktur basis Cranii sering dikaitkan dengan fraktur wajah

kompleks dan komplikasi yang serius seperti cedera saraf kranium atau cedera

vaskular, kebocoran cairan serebrospinal, atau meningitis. Fraktur basis Cranii yang

seringkali berupa fraktur yang halus sehingga perlu untuk perawatan sesegera

mungkin untuk menghindari komplikasi yang serius. Untuk penegakan diagnosis

fraktur basis Cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis lengkap, analisis

laboratorium dasar dan untuk diagnostik fraktur dengan pemeriksaan radiologik.

Fraktur basis dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiologi. Deteksi fraktur

pada pemeriksaan CT-Scan membutuhkan observasi yang ketat untuk menghindari

komplikasi yang dapat terjadi. Beberapa komplikasi ini dapat bersifat pasca-traumatik

seperti meningitis, anosmia, gangguan pendengaran dan cedera neurovaskular.

Fraktur basis cranii sukar dilihat sehingga saat pengambilan gambar, selain dari posisi

samping, dibuat juga foto lateral kepala dengan pasien telentang dan sinar horizontal.

Fraktur basis cranii sering terjadi dan penegakan diagnosis sulit dilakukan hanya

dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Maka dari itu, diperlukan pemahaman

lebih dalam mengenai gambaran secara radiologi mengenai fraktur basis cranii

sehingga dapat menghasilkan diagnosa yang lebih tepat. Oleh karena itu tenaga

kesehatan harus terbiasa dengan hal-hal yang berkaitan dengan fraktur basis

cranii baik anatomi, fisiologi dan sejenisnya untuk memberikan interpretasi yang

akurat terhadap temuan tersebut.

2
1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang gambaran pemeriksaan radiologi pada pasien

dengan fraktur basis cranii.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang

gambaran pemeriksaan radiologi pada pasien dengan fraktur basis cranii.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke

beberapa literatur.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Kranium merupakan pembungkus yang melindungi otak, terdiri dari os frontal

yang membentuk dahi, langit-langit rongga nasal dan langit-langit rongga orbita; os

parietal yang membentuk sisi dan langit-langit kranium; os temporal yang

membentuk dasar dan bagian sisi dari kranium; os etmoid yang merupakan struktur

penyangga penting dari rongga nasal dan berperan dalam pembentukan orbita mata

dan os sfenoid yang membentuk dasar anterior kranium.

Pada aspek anterior kranium dapat dikenali os frontal, os zygomaticum,

orbita, nasal, maksila dan mandibula. Aspek lateral kranium terdiri dari fossa

temporalis, linea temporalis superior, linea temporalis inferior os parietal, arcus

zigomaticum, titik pterion, processus mastoideus ossis temporalis, meatus akustikus

eksternus dan processus styloideus ossis temporalis. Os wajah yakni mandibula

terletak dua bagian: bagian horisontal, yakni corpus mandibulae dan bagian vertikal,

yakni ramus mandibulae.6

Gambar 1. Sisi anterior6

4
Gambar 2. Sisi lateral6

Aspek posterior kranium (oksipital) dibentuk oleh os oksipitale, os parietal

dan os temporal. Protuberentia oksipitalis externa adalah benjolan yang mudah

diraba di bidang median. Linea nuchalis superior yang merupakan batas atas tengkuk,

meluas ke lateral dari protuberentia oksipitalis externa tersebut; linea nuchalis

inferior tidak begitu jelas.

Aspek superior dibentuk oleh os frontal di sebelah anterior, kedua os parietal

dekstra dan sinistra dan os oksipital di sebelah posterior. Sutura koronalis

memisahkan os frontal dari os parietal; sutura sagitalis memisahkan kedua tulang

ubun-ubun satu dari yang lain; dan sutura lamboidea memisahkan os parietal dan os

temporal dari os oksipital. Titik bregma adalah titik temu antara sutura sagitalis dan

sutura coronalis. Titik vertex merupakan titik teratas pada kranium yang terletak pada

sutura sagitalis di dekat titik tengahnya. Titik lambda merujuk kepada titik temu

antara sutura lamboidea dan sutura sagitalis.6


5
Gambar 3. Sisi Posterior dan Superior6

Aspek inferior kranium setelah mandibula diangkat memperlihatkan

processus palatinus maxilla dan os palatinum, os sphenoid, vomer, os temporal dan

os oksipital.

Permukaan dalam dasar kranium memperlihatkan tiga cekungan yakni fossa

cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior yang membentuk dasar

cavitas cranii.7

Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun

kalvaria tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya 20%

fraktur yang ditemukan dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.

Fossa crania anterior melindungi lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh

permukaan dalam os frontal, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.

Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontal di lateral dan oleh lamina

cribiformis os etmoidalis di media. Permukaan atas lamina cribiformis

6
menyokong bulbus olfaktorius, dan lubang-lubang halus pada lamini cribrosa

dilalui oleh nervus olfaktorius.6

Pada fraktur fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os etmoid dapat

cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi

mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinorrea atau

kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars

orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau

periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis

cranii fossa anterior.6

Fossa Cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os

sphenoid dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri

yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os

sphenoidalis dan terdapat kanalis optik yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica,

sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral

terdapat pars squamous pars os temporal. Fissura orbitalis superior, yang merupakan

celah antara ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontal,

n.trochlearis, n.occulomotorius dan n.abducens.6

Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini

merupakan tempat yang paling lemah dari basis Cranii. Secara anatomi kelemahan ini

disebabkan oleh banyaknya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan

sinus sphenoid merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF

7
dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N.

cranialis VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os

temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus

cavernosus robek.6

Fossa Cranii posterior melindungi otak belakang, yaitu cerebellum, pons dan

medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars

petrosa os temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os

oksipital. Dasar fossa Cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan

squamosa os oksipital dan pars mastoiddeus os temporal. Foramen magnum

menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan

meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan kedua

a.vertebralis. Pada fraktur fossa Cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di

bawah otot-otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan

muncul di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane

mukosa atap nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang

mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera.6

8
Gambar 4. Anatomi Basis Cranii6

2.2 Radioanatomi

2.2.1 Gambaran Rontgen Kepala

Foto rontgen kepala tidak memiliki peran yang signifikan dalam

mendiagnosis kelainan intrakranium. Namun, pemeriksaan ini masih dapat digunakan

untuk mendiagnosis fraktur tulang tengkorak.8 Beberapa studi telah dilakukan

terhadap sekelompok pasien trauma dan persentase interpretasi sinar X yang salah

cukup besar (15-34,9%) sehingga dianggap sebagai faktor radiologis utama yang

berkontribusi terhadap kesalahan diagnosis.9 Terdapat beberapa proyeksi pada

rontgen kepala yaitu proyeksi anterior, lateral, submentovertikal, Towne view,

Caldwell view dan Waters view.

Gambar 5. Proyeksi anterior kranium7

9
Keterangan gambar :

Gambar 6. Proyeksi lateral kranium7

10
Gambar 7. Proyeksi Submentovertikal dari kranium7

Gambar 8. Proyeksi Towne10

11
Gambar 9. Proyeksi Caldwell10

Gambar 10. Proyeksi Waters10

2.2.2 Gambar CT Scan Kepala

12
Dengan munculnya CT Scan multislice, dimungkinkan untuk mendapatkan

bagian basis kranium dari 0,5 hingga 0,6 mm. CT adalah modalitas pilihan dalam

mengetahui anatomi tulang dari basis kranium serta neurovaskular basis kranium. CT

lebih sensitif dalam mendeteksi lesi basis kranium, kalsifikasi, dan sklerosis. CT scan

adalah teknik standar emas untuk evaluasi fraktur dasar tengkorak dan untuk

mendeteksi kebocoran cairan serebrospinal.11

Tulang Frontal

Fossa Kraniumis
Ala Mayor Os. Sphenoid Anterior

Fossa Kraniumis Media


Kanalis Akustikus

Eksternus
Tulang Petrous Temporal

Gambar 11. Potongan axial CT Scan kranium7

2.2.3 Gambaran MRI kepala

13
Tulang yang membentuk dasar kranium mengandung sumsum tulang yang

normal sehingga akan memperlihatkan bagian hiperintens pada gambar T1W. Tulang

basis kranium mungkin tidak memiliki rongga meduler. Sebagai contoh, atap orbital

dan sinus ethmoid tidak memiliki rongga sumsum, sedangkan clivus memiliki rongga

sumsum yang biasanya mengandung banyak lemak. Namun, pada kelompok usia

anak-anak, sumsum tulang mungkin masih hematopoietik dan tidak diganti dengan

lemak, sehingga menampilkan hipointensitas relatif pada pencitraan T1W.12

MRI lebih unggul daripada CT dalam mendeteksi cedera aksonal,area kecil

memar, dan kerusakan saraf yang kecil. Penelitian telah menunjukkan bahwa CT

tidak dapat mendeteksi sekitar 10-20% kelainan yang terlihat pada MRI. Selain itu,

MRI lebih baik dalam pencitraan batang otak, ganglia basalis, dan talamus.13

Gambar 12. Potongan koronal kranium anterior.


Pada tingkat sinus maksilaris (Max) dan optik (Globe), saraf
kranium 1 terlihat (panah) lebih rendah daripada rektus gyrus (tanda
bintang). Sinus ethmoid (Ethm) terletak sedikit inferior dan lateral,
sedangkan nasal turbinat menengah dan inferior (MNT, INT) terletak
lebih inferior.13 14
Gambar 13. Potongan koronal kranium posterior.
Internal Auditory Canal (IAC) terlihat dengan fundus lateral (panah)
dan medial porus acusticus (panah). Lebih inferior terlihat Hypoglossus
Canal (HC) dan Occipital Condylus (OC). Basis kranium posterior
terkait erat dengan pons dan batang otak serebral (CP). Perhatikan
peningkatan segmen timpani dari saraf kranium kiri VII (dilingkari),
yang merupakan temuan normal.13

2.3 Definisi

Kranium adalah kerangka tulang kepala. Kranium terdiri dari dua bagian yang

terpisah: kranium dan rahang bawah. Mandibula adalah rahang bawah atau rahang,

dan tempurung kepala adalah sisa kranium. Mandibula adalah satu-satunya bagian

dari kranium yang tidak bergabung dengan sutura.

Kranium bertanggung jawab untuk berbagai macam fungsi penting termasuk:

mendukung struktur wajah (seperti hidung dan mata), membentuk jarak antara mata,

membentuk posisi telinga untuk membantu otak menentukan arah dan jarak suara dan

menjaga serta membentuk rongga/cavitas otak.

15
Fraktur berarti bahwa telah ada kerusakan baik satu atau lebih tulang pada

kranium. Meskipun dalam hal ini sangat menyakitkan, ancaman yang lebih besar

adalah bahwa membran, pembuluh darah, dan bahkan otak, yang berada di dalam

kranium dapat terlindungi. Fragmen kecil dari kranium juga bisa pecah dan

menyebabkan kerusakan tambahan pada otak. Selain itu, energi yang dipakai dalam

benturan kranium bisa melukai jaringan otak.1

Fraktur tulang kranium dapat diklasifikasikan dalam salah satu dari dua cara,

baik dengan jenis cedera yang diderita atau lokasi dari cederanya. Sebuah fraktur

kranium basilar terjadi di dasar kranium. Ini adalah cedera yang sangat jarang terjadi

hanya dalam 4% dari semua kasus fraktur. Fraktur ini pada dasarnya adalah fraktur

linear, atau retak garis lurus di dasar kranium. Patah tulang kranium basilar bisa

sangat berbahaya karena batang otak dapat terluka, yang antara lain mengirimkan

pesan dari otak ke sumsum tulang belakang. Jika otak atau batang otak terluka maka

kematian seringkali sangat mungkin terjadi.

Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang menyebabkan

kerusakan pada tulang dasar kranium. Ini sering dikaitkan dengan perdarahan di

sekitar mata (raccoon eyes) atau di belakang telinga (Battle sign). Garis fraktur dapat

meluas ke sinus wajah yang memungkinkan bakteri dari hidung dan mulut untuk

masuk kedalam dan kontak dengan otak, menyebabkan infeksi yang potensial.5

2.4 Epidemiologi

Fraktur basis Cranii merupakan salah satu fraktur pada area kepala dan leher

yang sulit untuk dievaluasi dan diobatai. Fraktur ini didefinisikan sebagai fraktur

linear dasar kranium, dan biasanya frakturnya banyak pada wajah dan meluas kedasar

16
kranium. Sinus sphenoid, foramen magnum, os temporal dan sphenoid adalah daerah

yang paling umum terjadi patahan.

Sekitar 2 juta cedera kepala terjadi di Amerika Serikat. Kasus ini adalah salah

satu penyebeb utama kecacatan dan kematian pada anak. Kecelakaan kendaraan

bermotor adalah penyebab utama dari trauma ini yang ada dinegara-negara industri.

Persentase cedera kepala dan leher yang terjadi adalah 1/3 dari kecelakaan kendaraan

bermotor, dengan 28% kasus fraktur ada pada kepala dan leher.2

Fraktur basis Cranii terjadi sekitar 20-24% dari semua kasus cedera kepala.

Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Behbahani dkk pada tahun 2013,

mengatakan bahwa dalam hal ini kejadian fraktur basis Cranii hanya terjadi 2% dari

seluruh kasus kejadian trauma. Mereka menemukan bahwa dari 1060 pasien dengan

trauma kepala. 965 pasien mengalami fraktur tulang kepala dengan 220 diantaranya

frakturnya berada pada dasar kranium. Dari 220 fraktur ini diantaranya 78 fraktur os

temporal, 47 orbital superior, 44 sphenoid, 30 os oksipitalis, 21 ethmoidal, dan 2

clivus.3

2.5 Etiologi

Fraktur basis cranii merupakan bagian dari cedera kepala sehingga etilogi dari

fraktur basis cranii dan cedera kepala hampir sama. Menurut Hudak dan Gallo

mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma

rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:

a. Trauma primer, terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung

(akselerasi dan deselerasi)

17
b. Trauma sekunder, terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang

meluas, hipertensi intrakranium, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi

sistemik.5

2.6 Patofisiologi

Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah

daerah dasar tulang kranium (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energi yang

berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek “remote‟ dari benturan

pada kepala (‘gelombang tekanan’ yang dipropagasi dari titik benturan atau

perubahan bentuk kranium).

Tipe dari fraktur basis cranii yang parah adalah jenis ring fracture, karena area

ini mengelilingi foramen magnum, apertura di dasar kranium dimana spinal cord

melewati bagian tersebut. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat

cedera batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumpai. Kematian

biasanya terjadi seketika karena cedera batang otak disertai dengan avulsi dan laserasi

dari pembuluh darah besar pada dasar kranium. Fraktur basis cranii telah dikaitkan

dengan berbagai mekanisme termasuk benturan dari arah mandibula atau wajah dan

kubah kranium, atau akibat beban inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe

whiplash). Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor

berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya

pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami percepatan gerakan namun pada

area medula oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban inersia

tersebut kemudian meyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi akibat

18
ruda paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari inferior diteruskan ke

superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior kemudian diteruskan ke

arah oksipital atau mandibula.

Klasifikasi fraktur basis cranii :

1. Fraktur Temporal

Dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii. Terdapat 3 suptipe dari

fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Fraktur longitudinal,

terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa pada os

temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan tegmen timpani. Tipe

fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau posterior menuju

cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii media dekat foramen

spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan yang paling

umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum

dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa cranium

media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua fraktur longitudinal

dan transversal.

2. Fraktur condylus occipital

Merupakan akibat dari trauma tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial,

lateral bending, atau cedera rotasional pada pada ligamentum Alar. Fraktur tipe ini

dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi

alternatif membagi fraktur ini menjadi displaced dan stable, yaitu dengan dan tanpa

19
cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan

kombinasi dari condylus occipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur

yang dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioksipital lebih luas,

fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligamen alar dan

membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi sebagai

akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.

3. Fraktur clivus

Merupakan akibat ruda paksa energi tinggi dalam kecelakaan kendaraan

bermotor yang dibagi atas longitudinal, transversal, dan tipe oblique. Fraktur

longitudinal memiliki prognosis terburuk, terutama bila melibatkan sistem

vertebrobasilar. Defisit pada nervus cranial VI dan VII biasanya dijumpai pada

fraktur tipe ini.15

2.7 Manifestasi klinis

Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan

memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa

anterior adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes).

20
Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada

kondisi patologis intrakrania.

Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang

pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung

lebih dari 6-7 minggu. Tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang

dari 3 minggu disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa

timpani. Facial palsy, nistagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari

keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.

Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin,

sehingga menyebabkan nistagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen

(permanent neural hearing loss).

Fraktur condylus occipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.

Sebagian besar pasien dengan fraktur condylus occipital, terutama dengan tipe III,

berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikal. Pasien ini

juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia.

Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus cranialis

IX, X, dan XI akibat fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan

aspirasi dan paralisis ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain sign), superior

pharyngeal constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet-Sicard sindrom

adalah fraktur condylus occipital dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan

XII.15

21
2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Ada beberapa temuan yang konsisten terkait fraktur basis cranii. Temuan khas

termasuk racoon eyes, perdarahan konjungtiva, anosmia, Battle’s sign, perubahan

penglihatan, rhinorrhea atau otorrhea, penurunan tepi supraorbital, gangguan

pendengaran, kelumpuhan wajah, dan mati rasa di wajah. Fraktur frontal adalah

fraktur yang paling umum untuk memiliki tanda-tanda klinis.15

Setiap temuan klinis memiliki nilai prediktif tersendiri untuk fraktur basis

kranium. Adanya Battle’s sign 100% terkait dengan fraktur kranium, sedangkan

ekimosis periorbital sebesar 90% dan otorrhea hemoragik sebesar 70%.

Dalam satu studi dari Journal of Neurosurgical Science pada tahun 2000 dari

Brasil, mereka menemukan korelasi GCS dan gejala. Mereka menemukan bahwa

pasien dengan GCS 13-15, dengan lesi intrakranium (hematoma, pneumocephalus,

kontusio, dan pembengkakan) sebesar 78% nya disertai dengan ekimosis periorbital,

66% dengan Battle’s Sign, dan 41% dengan otorrhea hemoragik.16

Tanda halo atau double-ring adalah tanda klasik untuk menentukan apakah

cairan yang keluar dari telinga atau hidung mengandung cairan serebrospinal (CSF)

atau tidak. Tes ini menggunakan prinsip kromatografi yaitu komponen yang berbeda

dari campuran cairan akan terpisah ketika diteteskan di atas suatu bahan. Meskipun

nilai tanda ini telah diperdebatkan, percobaan menunjukkan bahwa tanda itu secara

22
konsisten terlihat ketika konsentrasi CSF adalah 30% -90% ketika bercampur dengan

darah.

Gambar 14. Halo’s sign16

2.8.2 Pemeriksaan Radiologis

Terdapat beberapa modalitas pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan

untuk membantu dokter menegakkan diagnosis dari fraktur basis cranii. CT Scan

resolusi tinggi merupakan standar emas untuk evaluasi basis kranium.16 Hal ini

disebabkan karena CT Scan memiliki modalitas terbaik untuk menampilkan orientasi

dan perpindahan fragmen fraktur.17 Kriteria New Orleans menyatakan bahwa CT scan

diperlukan untuk trauma kepala ringan, yang didefinisikan sebagai kehilangan

kesadaran dengan temuan neurologis normal dengan risiko medium, salah satunya

yaitu ada tanda-tanda fraktur basis cranii.18 X-Ray di masa lalu digunakan sebagai

pemeriksaan awal sebelum CT scan, tetapi sekarang pemakainnya telah ditinggalkan

karena hanya memberikan sedikit nilai klinis serta menunda pemeriksaan CT Scan.16

Di daerah pedalaman dimana CT-scan tidak tersedia, maka foto polos x-ray

dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Diperlukan foto posisi AP,

23
lateral, Towne’s view dan submentovertikal terhadap bagian yang mengalami

benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi.19

Meskipun CT sangat baik untuk menguraikan detail tulang, pencitraan dengan

MRI memberikan detail jaringan lunak yang lebih baik, dan berguna untuk

mengevaluasi meningens yang berdekatan, parenkim otak, dan sumsum tulang

kranium yang mendasari trauma. Dengan demikian, CT dan MRI melengkapi satu

sama lain dan sering digunakan bersama untuk evaluasi lengkap lesi dasar kranium.20

2.8.2.1 Gambaran rontgen pada fraktur basis kranium

Foto rontgen kepala tidak memiliki peran yang signifikan dalam

mendiagnosis kelainan intrakranium sehingga tidak rutin dilakukan. Namun,

pemeriksaan ini masih dapat digunakan untuk mendiagnosis fraktur tulang tengkorak.

Fraktur memberikan gambaran garis hitam bertepi tajam dan biasanya berbentuk

lurus.21

Gambar 15. Fraktur kranium linier.


Fraktur kranium (tanda panah) biasanya berupa garis hitam bertepi
tajam. Pada posisi anteroposterior (AP) (A), tidak dapat ditentukan
apakah fraktur berasal dari tulang tengkorak bagian depan atau
belakang. Pada posisi Towne (B), yaitu posisi leher menunduk dan
posisi oksipital lebih tinggi, fraktur ini dapat terlihat terletak di
tulang oksipital.22
24
Darah atau cairan serebrospinal (CSF) dapat bocor ke sinus para-nasal setelah

fraktur basis kranium. Dalam konteks trauma, tingkat udara / cairan yang terlihat

pada sinus sphenoid adalah bukti radiografi fraktur basis.

Gambar 16. Gambaran air-fluid level di sinus paranasal22

2.8.2.2 Gambaran CT Scan pada fraktur basis cranii

1. Fossa Kranium Anterior


Fraktur basis cranii anterior sering disertai trauma berat pada daerah frontal

atau midface. Cedera frontobasal ini menyebabkan morbiditas neurologis yang

signifikan. Setidaknya ada tiga pola fraktur frontobasal yang berbeda berdasarkan

dampak situs dan kekuatan trauma.20


Fraktur tipe I adalah fraktur longitudinal dari basis kranium yang awalnya

paralel dengan cribriform plate dan memanjang untuk memisahkan fosa anterior dan

tengah dari fossa posterior.21

25
Gambar 17. CT Scan Axial Fraktur frontobasal tipe I
CT Scan Aksial menunjukkan segmen fraktur frontobasal tipe I basilar di fossa
kranium anterior.20

Fraktur tipe II adalah fraktur linear dari tulang fraktur yang meluas

ke dasar kranium, sering melibatkan atap orbital, dinding lateral, atau

puncak orbital.20

Gambar 18. CT Scan Aksial Fraktur frontobasal tipe II.


CT aksial menunjukkan fraktur linear dari tulang frontal yang memanjang dari aspek
lateral tulang depan (kiri) ke dalam cribriform plate (kanan).20

Fraktur tipe 3 merupakan fraktur kominutif dari seluruh segmen tulang depan,

biasanya melibatkan satu lateral dan satu daerah pusat, bersama dengan atap orbital. 22

Fraktur tulang depan tipe III melibatkan satu, dua, atau jarang tiga area kubah depan;

fraktur yang lebih luas melibatkan satu area lateral dan satu area sentral dari frontal

kranium.23

26
Gambar 19. CT Scan Fraktur frontobasal tipe III.
Gambar Koronal (kiri) dan aksial (kanan) menunjukkan fraktur
ditandai comminuted dan melintasi melalui dinding medial dan
lateral dari kedua orbit dengan keterlibatan labirin ethmoid dan atap
orbital.23

2. Fossa Cranii Tengah

Fosa Cranii tengah sering dibagi menjadi basis cranii sentral dan basis cranii

lateral. Sebagian besar fraktur basis cranii tengah adalah ekstensi langsung dari

fraktur frontobasal dan lebih jarang dari clivus atau fossa cranii posterior. Sebagian

besar fraktur ini memiliki orientasi oblique atau sagital dan meluas melalui sella dan

sinus sphenoid.21

Gambar 20. CT Aksial dan Koronal Fraktur Linear Fossa Cranial Tengah
Gambar aksial (kiri) dan koronal (kanan) CT menunjukkan
fraktur linear fossa kranium tengah yang melibatkan kanal karotis kiri
(panah; kiri) dan kedua sinus sphenoid (panah; kanan).21

Sebagai tambahan dan tipe fraktur yang juga sering terjadi adalah fraktur

transversal yang berorientasi pada bidang koronal yang dihasilkan dari pukulan

langsung ke cranii lateral dan zygoma.21

27
Gambar 21. CT Scan Transversal Fraktur Clivus.
Fraktur transversal clivus dalam bidang aksial (kiri) dan sagital (kanan)
yang melibatkan lantai sella dan kedua kanal karotis (panah).21

3. Fossa Cranii Posterior


Fraktur fossa posterior jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh pukulan

langsung ke daerah tengkuk. Fraktur ini sering melibatkan tulang oksipital dan

segmen petrosa tulang temporal. Dampak yang lebih parah dapat mengakibatkan

fraktur klivus yang dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi (24-80%) karena

cedera pada arteri basilar atau batang otak.18


Clivus adalah bagian dari dasar kranium yang membentuk kemiringan di

bagian anterior tulang oksipital basilar yang bersimpangan dengan tulang sphenoid

dan batang otak sekitarnya, saraf kranium, dan sistem vaskular vertebrobasilar.

Fraktur Clivus telah dilaporkan pada trauma kranium tumpul berat dan trauma ringan

kranium.23

28
Gambar 22. CT Scan Sagital Fraktur Clivus
CT Sagital menunjukkan fraktur clivus (panah).23

Ada 3 jenis fraktur condylus occipital : Tipe 1 adalah fraktur tulang oksipital

tanpa kerusakan ligamentum alar dan membran tectorial. Tipe 2 adalah fraktur yang

memanjang ke bidang anterior yang melibatkan condylus occipital dan basiocciput.

Namun, ligamen alar dan membrane tectorial masih utuh dengan pencitraan. Tipe 3

adalah gangguan pada ligamen alar dan membrane tectorial.22

Gambar 23. Fraktur tulang oksipital tipe 1.


Potongan CT aksial yang menunjukkan garis fraktur (panah)
melalui aspek lateral kondilus, di mana tidak mempengaruhi alar
ligamen atau membrane tectorial.20

29
Gambar 24. Fraktur Tulang Oksipital tipe 2
Fraktur condylus occipital kanan memanjang melalui dasar tengkorak (panah dimana
terjadi keterlibatan hypoglossal canal(HC) kanan.24

Gambar 25. Fraktur Tulang Oksipital tipe 3 Potongan Axial


CT scan aksial menunjukkan fraktur condylus occipital parasagital bilateral (panah)24

30
Gambar 26. Fraktur Tulang Oksipital tipe 3 Potongan Coronal
CT Scan koronal menunjukkan displaced fraktur condylus occipital bilateral (panah),
dengan pelebaran patologis sendi atlantoaxial kiri (tanda bintang)24

Tulang temporal adalah struktur piramidal di bagian paling tebal dari dasar

kranium. Akibatnya, diperlukan gaya yang sangat besar untuk menyebabkan fraktur. 23

Fraktur tulang temporal diklasifikasikan berdasarkan orientasi relatif terhadap sumbu

longitudinal dari tulang petrosa. Fraktur longitudinal lebih sering terjadi (70–90%)

dan sejajar dengan piramida petrosa. Sedangkan fraktur transversal terlihat tegak

lurus dengan piramida petrosa, biasanya akibat dari trauma tumpul oksipital. Fraktur

biasanya berasal dari tulang oksipital atau memasuki tulang temporal petrosa dekat

aqueduct vestibular.25

31
Gambar 27. CT Scan Fraktur Longitudinal dan Transversal
Potongan axial fraktur longitudinal (kiri) dan fraktur transversal (kanan)23

2.8.2.3 Gambaran MRI pada fraktur basis cranii

Dalam trauma kepala, MRI berperan besar untuk mendeteksi adanya diffuse

axonal injury (DAI). DAI merupakan kerusakan akson menyeluruh yang

menyebabkan kehilangan kesadaran mendadak dan koma selama lebih dari 6 jam.

Penyebab DAI biasanya terkait dengan akselerasi dan deselerasi cepat dari otak.25

Bagian-bagian otak yang lebih rentan terhadap DAI adalah substansia alba di

parasagital lobus frontal, lobus parietal (termasuk deep white matter), corpus

callosum anterior dan posterior, ganglia basalis (termasuk kapsula interna), serebelum

(termasuk middle cerebellar peduncle), dan pons (termasuk dorsolateral rostral

brainstem).25

Gambaran DAI pada MRI adalah sebagai berikut:

a. Perdarahan petekie kecil tampak hiperintens pada gambaran T1-weighted

images.

32
b. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah area hiperintens multipel

pada T2-weighted images di cervicomedullary junction pada lobus temporal

dan parietal atau di corpus callosum.

Gambar 28. Diffuse axonal injury pada MRI.


Gambar ini didapatkan dengan menggunakan pulse sequence yang sama
dengan T2, namun dengan menurunkan sinyal hiperintens dari cairan
serebrospinal, sehingga meningkatkan penyengatan dari area edema. A dan B.
Potongan axial mendemonstrasikan lesi multiple hiperintens di gray-white
matter junction (tanda panah putih) dan di dalam bagian splenium dari corpus
callosum (tanda panah hitam.25

2.9 Differensial Diagnosis

Seringkali patah tulang salah diinterpretasikan. Interpretasi positif palsu dapat

terjadi ketika sutura normal didiagnosis sebagai patah tulang. Sedangkan interpretasi

negatif palsu dapat terjadi pada fraktur yang halus atau ketika penggunaan teknik

pencitraan kurang optimal. Diagnosis banding fraktur yang paling umum adalah

sutura normal, sehingga penting untuk membedakan antara keduanya.25

33
Tabel 1 . Perbedaan antara sutura dengan garis fraktur.25

Gambar 29. CT Scan Basis Cranii


Panah nomor 2 adalah sutura sfenosquamosal, bukan suatu fraktur.26

2.10 Tatalaksana

Pasien dengan cidera kepala selalu dilakukan tindakan primary survey dan

resusitasi terlebih dahulu. Penjagaan airway seperti pembersihan jalan nafas,

pengawasan vertebra servikal hingga diyakini tidak ada cedera lain. Kemudian

dilakukan penilaian ventilasi dan gerakan dada, serta gas darah arteri. Sirkulasi pasien

34
diperhatikan dengan melakukan penilaian seberapa banyak kehilangan darah,

pengawasan secara rutin tekanan darah pulsasi nadi, dan pemasangan IV line.

Kemudian dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutin serta

identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari depan dan

belakang.

Setelah menyelesaikan resusitasi kardiovaskuler awal, dilakukan pemeriksaan

fisis menyeluruh pada pasien. Alat monitor tambahan dapat dipasang dan dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Nasogastric tube dapat dipasang kecuali pada pasien

dengan kecurigaan cedera nasal dan basis cranii, sehingga lebih aman jika digunakan

orogastric tube. Evaluasi untuk cedera cranium dan otak adalah langkah berikut yang

paling penting. Cedera kulit kepala atau trauma kapitis yang sudah jelas memerlukan

pemeriksaan dan tindakan dari bagian bedah saraf. Tingkat kesadaran dinilai

berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS), fungsi pupil, dan kelemahan ekstremitas.23

35
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma tumpul yang

mengakibatkan kerusakan pada tulang dasar kranium. Terbagi atas 3 jenis:

fraktur basis Cranii anterior yang mengenai lobus frontal yang ditandai dengan

adanya raccoon eyes, fraktur basis Cranii media yang mengenai fossa Cranii

media, dengan gejala khas berupa rhinorrea dan otorrhea serta battle sign, dan fraktur

basis Cranii posterior yang mengenai fossa Cranii posterior namun jarang

memberikan gejala yang khas.

Fraktur basis cranii sukar didiagnosa baik secara klinis maupun radiologi.

Beberapa modalitas pemeriksaan radiologis dapat dilakukan untuk membantu dokter

menegakkan diagnosis dari fraktur basis cranii. CT Scan resolusi tinggi merupakan

standar emas untuk evaluasi basis cranii karena dapat menampilkan orientasi dan

perpindahan fragmen fraktur. Sedangkan MRI dapat dijadikan pemeriksaan

penunjang tambahan karena dapat memberikan detail jaringan lunak yang lebih baik.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Grace, A. Borley R.N. At a Glance: Ilmu bedah, edisi ketiga. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EMS.2006.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Mobidity and Mortality Weekly
Report . 2011. Diakses pada 22 Maret 2018 dari http://www.cdc.gov/mmwr
3. Ekayuda, Iwan. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
4. Alhelali I, Tanya CS, Jennifer F,Ibrahim MA, Adrianna R, Hani D, Douglas DF.
Basal skull fractures are associated with mortality inpediatric severe traumatic
brain injury. Journal of Trauma and Acute Care Surgery. 78(6):1155–1161. 2015
5. Bailey, H. Demonstrations of physical signs in clinical surgery, edisi
kesembilanbelas. London: CRC Press. 2016.
6. Moore KL., Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta.2002
7. Moeller TB dan Emil R. MRI parameters and positioning. Eds kedua. New York:
Thieme. 2010.
8. Sylvani. Peran Neuroimaging dalam Diagnosis Cedera Kepala. Jakarta : CDK-
249/ vol. 44 no. 2 th. 2017.
9. Chawla H, et all. Diagnostic Utility of Conventional Radiography in Head Injury.
Journal of Clinical and Diagnostic Research. Vol-9(6): TC13-TC15. 2015.
10. http://www.wikiradiography.net/. 2015. Diakses pada 10 April 2018
11. Raut AA, Naphade PS, Chawla A. Imaging of Skull Base : Pictorial Essay. Mini
Symposia Head and Neck. Mumbai : Indian Journal of Radiology and Imaging;
2012. Vol 22. p 305-315.
12. Mahaprata AK, Kumar R, Kamal R. Textbook of Traumatic Brain Injury. New
Delhi; Jaypee Brothers Medical Publishers. Pp 242-43. 2012.
13. Lee B, Newberg A. Neuroimaging in Traumatic Brain Imaging. Philadelphia : The
Journal of the American Society for Experimental NeuroTherapeutics. Vol. 2,
372–383. 2005.
14. Morani AC, Ramani NS, Wesolowski JR. Skull Base, Orbits,
Temporal Bone, and Cranial Nerves: Anatomy on MR Imaging. Michigan:
Elsevier, 2011.
15. Qureshi NH, Harsh G, Nosko MG, Talavera F, Wailer AR, Zamboni P. Skull
Fracture. On Emedicine Health. 2009.

37
16. Martinez L, Siddiqui F. Basilar Skull Fracture. Grand Rounds Presentation
The University of Texas Medical Branch in Galveston, Department of
Otolaryngology; 2013. p 1-7.
17. Stiell IG, et al. The Canadian CT Head Rule for Patients with Minor Head Injury.
Lancet, 2001.
18. Ticoalu AOJ, Albert J. Fraktur Basis Cranii. Fakultas Kedokteran Universitas
Pelita Harapan. 2012.
19. Job J, Branstetter BF. Imaging of the Posterior Skull Base. Pittsburgh: Radiol Clin
N Am 55, pp 102-121 2017.
20. Bobinsky M, Shen PY, Dublin AB. Basic Imaging of Skull Base Trauma.
Newyork: Georg Thieme Verlag KG Stuttgart. 2016.
21. Manson PN et all. Frontobasal Fractures: Anatomical Classification
and Clinical Significance. American Society of Plastic Surgeon. 2009.
22. Akar O, Yaldiz C, Ozdemir N, Yaman O, Dalbayrak S. Isolated Transverse Clivus
Fracture without Neurodeficit : Case Report and Review of Literature. Istanbul:
Polish Journal of Radiology, 2015.
23. Diaz RC, Cervenka B, Brodie HA. Treatment of Temporal Bone Fractures.
Newyork: Journal of Neurological Surgery—Part B Vol. 77. 2016.
24. Hanson, JA, Anastasia VD, Alexander BB, Wendy AC, Ken FL, Anthony JW, FA
Mann. Radiologic and clinical spectrum of oksipital condyle fractures:
Retrospective review of 107 consecutive fractures in 95 patients. American
Journal of Roentgenology; 178: 1261-1268. 2002.
25. Connor SEJ, Chaudary N. Imaging of Maxillofacial and Skull Base Trauma.
London: Imaging Journal, 2013.
26. Sunder R, Tyler K. Basal Skull Fracture and Halo Sign. Canadian Medical
Association Journal, 2013.

38

Anda mungkin juga menyukai