Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT MENINGITIS TB + ARDS DI RUANG RESUSITASI

OLEH:
DHIAN TIARA SARI (P27820820013)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pada Pasien Dengan Meningitis


Tuberkulosis + ARDS Di ICU dilakukan pada tanggal 21 Juni 2021. s.d 03 Juli
2021. Telah dilaksanakan sebagai laporan praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat oleh:
Nama Mahasiswa : Dhian Tiara Sari
NIM : P27820820013

Surabaya, 03 Juli 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Dwi Adji Norontoko, S.Kep, Ns, M.Kep Dhian Tiara Sari


NIP.19800325 200501 2 004 P27820820013

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Profesi Ners

Minarti, S.Kep.Ns.,M.Kep.Sp.Kom
NIP. 19670730 199303 2 004
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

a. Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan

oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy, 2000).

Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah

peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis

adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain.

Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181) adalah komplikasi

infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier.

Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis

tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak, parenkim

otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai akibat penyebaran

infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-paru.

b. Tuberkulosis (TB)

TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk

kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru,

kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang


lain melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan,

penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson 1995 : 753)

2. Anatomi Fisiologi

a. Meningen

Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang

menyelubungi otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok

atau “syok absosber” dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan

serebospinalis ditemukan pada sistem ventrikel dan rongga sub arakhnoid.

Ketiga lapisan meningen terdiri dari :

1) Duramater atau Dura (pakimenings)

Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa membran

yang padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar otak dan

berlapis satu sekitar medulla spinalis. Lapisan luar bertindak sebagai

periosteum dan terikat kuat pada tulang. Lapisan dalam terdapat

dalam rongga subdural. Lapisan dalam duramater terpisah dari lapisan

luar tempat terbentuknya sinus dura.

2) Arakhnoid

Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang avaskular,

rapuh, tipis dan transparan. Seperti halnya dengan duramater,

menyebrangi sulki dan hanya menuju kedalam fisura-fisura utama

saja. Dari membran arakhnoid banyak trabekula halus menjurus

kearah pia sehingga memberi gambaran sebagai sarang laba-laba.

Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai endotel

disebut sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-sel tersebut

tersusun dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel menghadap

kearah rongga sub dural. Lapisan dalam arakhnoid dan trabekula


ditutup oleh sel mesotelial yang dapat memberikan respon terhadap

berbagai rangsangan dan dapat membentuk fagosit.

Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang masuk

kedalam sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga badan

pacchioni, masing-masing terdiri dari sejumlah villi arakhnoid yang

berfungsi sebagai katup satu arah yang melewatkan bahan-bahan dari

cairan serebrospinal masuk kedalam sinus-sinus

3) Piamater atau Pia (Leptomenings)

Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat

dengan jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap

kontur (sulki dan fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil yang

memberi makanan pada jaringan saraf dibawahnya.

Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit “end feet” yang berakhir

di pia. Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau penghalang

masuknya benda-benda dan organisme yang dapat merusak.

Gambar 1. Anatomi meningen otak


b. Rongga Sub Arakhnoid

Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang terisi

cairan serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta medulla

spinalis melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi infeksi pada


rongga ini, maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena proses

peradangan. Arteritis dan flebitis dapat menyebabkan iskemi atau

nekrosis jaringan otak.

Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub dural,

karena itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub dural

kecuali pada meningitis oleh haemofilus influenza.

c. Sisterna Rongga Sub Araknoid

Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis

memiliki variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar batang

otak, pia dan arakhnoid memisah dan membentuk beberapa rongga besar

yang disebut sisterna sub araknoid.

Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :

 Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.

 Sisterna interpendunkularis yang berada di fosa interpedunkularis dari

mesensefalon.

 Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula atau

“Pons medullary junction”.

Dua sisterna di aspek posterior batang otak :

 Sisterna serebromedularis (sisterna magna) yang merupakan salah

satu sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid

medulla dan serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam

sisterna ini.

 Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi

permukaan superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini

ditemukan vena serebri magna, arteri serebri posterior dan serebeli

superior
d. Sistem Ventrikel

Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam otak

yang saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan

serebrospinal yang dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.

Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel

lateralis (kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga ini

dihubungkan oleh aquaduktus silvii.

Kedua ventrikel lateralis berada di dalam hemisfer serebri dan

masing-masing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen

interventrikularis dari monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4

bagian yaitu :

 Kornu anterior

 Sela media

 Kornu inferior atau temporal

 Kornu posterior

Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis di garis

tengah, diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV berhubungan

dengan rongga sub arakhnoid melalui kedua foramina dari luscka dan

foramina magendi. Kedua foramen dari luscka terletak dalam sudut pons

dan medulla. Foramen magendi terletak sebelah belakang medulla dan

menghadap sisterna magna.

Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar

adalah pleksus khoroid ventrikel lateralis.


e. Pleksus Khoroid dan Cairan Serebrospinal

1) Pleksus khoroid

Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-

pembuluh darah piamater yang menjorok kesetiap rongga ventrikel,

membentuk filter semi permeabel antara darah arteri dan cairan

serebrospinal. Setiap pleksus khoroid diliputi oleh satu lapisan epitel

ependima.

Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran

tipis seperti jaring laba-laba yang melalui foramen interventrikularis,

berhubungan langsung dengan pleksus khoroid ventrikel III. Tela ini

dibentuk oleh invaginasi ependima oleh lipatan-lipatan vaskular.

2) Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak berbau

dan hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di ventrikel-

ventrikel dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.

Fungsi cairan serebrospinal adalah menunjang dan membantali

susunan saraf pusat terhadap trauma.

f. Peredaran Darah Otak

1) Peredaran darah arterial

Suplai peredaran darah arterial kestruktur-strukur intra kranial

pada dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis interna

dan kedua arteri vertebralis.

a) Arteri karotis interna

Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis

komunis leher. Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii,


membelah sebagai suatu pembuluh bentuk sigmoid di dalam sinus

kavernosus.

Arteri karotis interna hanya memberi cabang di rongga tengkorak,

terdiri dari :

(1) Arteri optalmika

Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri sentralis

retinae yang berjalan ditengah-tengah nervus optikus dan

berakhir diretina.

(2) Arteri khoroidalis anterior

Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus

sampai pada ketinggian korpus genikulatum lateralis dan

kemudian menjadi bagian dari pleksus khoroid ventrikel

lateralis.

Pembuluh darah ini juga memberi cabang-cabang ke

pedunkulus serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus,

hipokampus dan traktus optikus.

(3) Arteri serebri anterior dan media

Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri

karotis interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah

pada lobus frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri

dapat ditemukan arteri komunikans anterior. Cabang-cabang

arteri serebri anterior berjalan menuju sisi medial lobus

frontalis dan parietalis, substansia perforata anterior, septum

pellusidum dan sebagian dari korpus kalosum. Arteri striata

medialis memberi darah pada nukleus kaudatus, putamen dan


bagian anterior kapsula interna.Arteri serebri media memberi

cabang-cabang kesisi lateral lobus temporal dan parietal.

Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan

kapsula interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan

ramus serebri posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya

memberi cabang ke kapsula interna dan talamus

b) Arteri vertebralis

Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub klavia.

Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan posterior

serta arteriae serebelaris inferior posterior.

Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri

vetrebralis, berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-cabangnya

meliputi arteriae pontin, sereberalis inferior anterior, labirintin,

serebralis superior dan sereberalis posterior.

Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior lobus

oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal posterior

ke pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel lateralis.

c) Sirkulus willisi

Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan anterior

dan posterior serta bagian proksimal arteri-arteri serebri anterior,

media dan posterior.

Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang

adekuat ke otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau

vertebralis. Banyak arteri keluar dari lingkaran ini, masuk ke

substansia otak dan arteri-arteri ini sangat penting oleh karena

selain berkaliber kecil sehingga mudah tersumbat, juga merupakan


“end artery” tanpa peredaran kolateral dan memperdarahi daerah-

daerah vital.

2) Peredaran darah vena

Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis

tuberkulosis. Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal. Tempat

berakhirnya vena-vena otak ini di sinus-sinus duramater.

3. Etiologi

Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur

yang berbeda meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua micobacterium

yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis yang biasanya

menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia.

Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,

berukuran 0,2-0,6m x 1,0-10m, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.

Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan

predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru,

ginjal dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi

tampak dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam,

artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang menggunakan

campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar

lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil

Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan

merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut asam mikolat.

Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double time dalam 18-24

jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8 minggu sebelum

dinyatakan negatif.
4. Manifestasi Klinik

Meningitis tuberkulosis umumnya memiliki onset yang perlahan.

Terdapat riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki

TB aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat malam dan penurunan berat

badan beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum gejala infeksi susunan

saraf pusat muncul.

Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya

mirip dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum (malaise),

demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang timbul dan muntah.

Setelah gejala awal berlangsung selama sekitar 2 minggu timbul gejala nyeri

kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang berhubungan dengan rangsang

meningeal, timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial dan defisit

neurulogik fokal (parese pada nervus kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri

pada basis kranii disertai penyempitan dan pembentukan trombus pada

lumennya menimbulkan iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit

neurologi sebagai akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering

mengalami kompresi oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi

gerakan involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin menurun dan terjadi

hidrosefalus.

Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa

kejang, stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau

rigiditas dengan atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan

serebrospinalis.

5. Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi

tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru.

Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir


infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke

orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita

tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang mengandung

Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau pada debu

rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu masuk

infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada

paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.

Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam

ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi.

Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi

primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya

disebut kompleks “Ghon”. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening

masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.

Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas

selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini

untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit

mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini

organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati.

Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel

lain mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.

Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang

sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan

fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran

hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai

tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih

cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar

dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang dorman.


Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk berkembang menjadi

tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan

tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan

akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi

akan pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke

jaringan disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada

susunan saraf pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis

tuberkulosis.

Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan dengan

ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai “Focus

Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan

basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem

ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.

Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis

Inhalasi kuman TB

Paru-paru

Penyebaran limfohematogen

TB paru primer Dorman di otak Organ lain

Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih


pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang

Tuberkel melunak dan pecah


Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan
ventrikulus

Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid

Terbentuk eksudat

Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke 2

Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :


- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag

Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks

Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron

Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan


nervus kranial II, III, IV, VI, VII, VIII

Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran


dan absorpsi LCS

Hidrosefalus komunikan
6. Klasifikasi

Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi

meningitis dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan

tuberkulosis.
a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau

menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,

ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.

b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh

organisme bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau basilus

influenza.

c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mikobakterium

tuberkulosis.

Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan perubahan

yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2 golongan yaitu :

a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan piamater

yang disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah

Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma dan

ricketsia.

b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater

yang meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain :

Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis

(meningokok), Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli,

Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.

Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis

penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain sebagai

berikut :

Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis

meningitis, tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik

dan kesadaran yang penuh.

Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III


Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan

terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi).

7. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain

a. Sistem Pernafasan

Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur

pernafasan sehingga kontrol sistem pernafasan tidak adekuat. Pola nafas

berubah sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang,

yang berakhir dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada jaringan

susunan saraf pusat akan menghambat proses transportasi oksigen

sehingga otak kekurangan oksigen yang berdampak terjadinya kematian

sel-sel jaringan otak, distres pernafasan terjadi akibat penekanan pusat

pernafasan di medulla oblongata oleh peningkatan tekanan intrakranial.

b. Sistem Kardiovaskular

Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada jaringan

selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan pola nafas

menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga perfusi jaringan

menurun yang ditandai dengan adanya sianosis pada beberapa bagian

tubuh tekanan darah meningkat atau menurun dan frekuensi nadi

meningkat.

c. Sistem Pencernaan

Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk

menangani dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan

dari hipotalamus. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi asam

lambung yang menyebabkan hiper asiditas yang akan menimbulkan mual,

muntah dan nafsu makan berkurang. Pada kondisi yang kronis keadaan ini

akan menimbulkan iskemi mukosa lambung dan kerusakan barier mukosa


sehingga terjadilah perdarahan lambung (stress ulcer) maka pada kondisi

tersebut asupan nutrisi klien tidak adekuat yang menimbulkan klien kurang

nutrisi.

d. Sistem Perkemihan

Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada

kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme

terutama jika dalam kondisi kekurangan kalori protein (KKP).

e. Sistem Persarafan

Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan

intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol

kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi

penekanan pada saraf pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola

nafas tidak efektif. Pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang

mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus optikus yang dapat

mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV, VI yang dapat

mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang dapat

mengganggu fungsi pendengaran. Pada proses peradangan akan

menimbulkan respon nyeri yang akan merangsang korteks sesebri dan

dalam keadaan lanjut dapat menimbulkan iritasi meningen yang ditandai

dengan adanya kaku kuduk, kernig positif, brudzinski I dan II, serta

laseque positif.

f. Sistem muskuloskeletal

Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan

dalam perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan

otot-otot dan terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat
melakukan aktifitas gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya

kontraktur dapat memperberat kondisi.

g. Sistem Integumen

Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh

sehingga timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan,

selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan kesadaran

sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi

gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi

pemeriksaan Rontgent thorax, CT-scan, MRI.

Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan

gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent thoraks,

kadang-kadang disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi.

Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya

hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma. Gambaran rontgent

thoraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa meningitis

tuberkulosis.

b. Tes Tuberkulin

Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat, tidak

menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya untuk

mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih kurang

sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak memiliki

nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya menandakan


adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan dapat

memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.

c. Cairan Serebrospinal

Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang efektif

untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan

serebrospinal yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:

1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.

2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan

predominan limfosit.

3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50% nilai

glukosa darah.

4) Peningkatan kadar protein.

d. Bakteriologi

Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki

akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis

tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan

cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan

dengan cara kultur pada cairan serebrospinal.

e. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari mycobacterium

atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium. Yang tergolong

pemeriksaan biokimia antara lain:

1) Bromide Partition Test (BPT)

2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)

3) Tuberculostearic Acid

f. Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam cairan

serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes imunologis

antara lain:

1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)

2) Polymerase Chain Reaction (PCR)

9. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:

a. Perawatan umum

Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan

dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit,

kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi

serta perawatan umum lainnya sesuai dengan kondisi klien.

b. Kemoterapeutik dengan obat anti tuberkulosis

Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah

menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya,

mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps,

mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi

terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.

Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda

dengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah

bahwa pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam

konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan ekstraselular.

Beberapa obat yang biasa digunakan untuk meningitis tuberkulosis adalah

1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.

2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.


3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.

4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai

dengan 1500 mg / hari.

5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan dosis

30-50 mg / kg BB / hari.

6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena

dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini

terutama jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik maka

dosis dapat diturunkan secara bertahap.

Efek samping OAT

(a) Isoniazid (H)

Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira

0,5% dari kasus. Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan setelah

pemeriksaan faal hati kembali normal pengobatan dapat dilaksanakan

kembali

Efek samping ringan berupa

(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri

otot

(2) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra

(3) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal

(b) Rifampisin (R)

Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-

kadang disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik, purpura dan

gagal ginjal

Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri

tulang, nyeri perut, mual muntah dan kadang-kadang diare.


(c) Pyrazinamid (Z)

Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan

kadang-kadang serangan penyakit gout.

(d) Ethambutol (E)

Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman

penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
Pengkajian dengan Penyakit infeksi Tuberkulosis Paru menurut (Nurarif &
Hardhi, 2015) adalah:
(1) Data demografi klien
Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama,
status perkawinan, pekerjaan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua, tgl MRS, no rekam medis, diagnosa medis. Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita tb paru yang lain.
(2) Riwayat Sakit dan kesehatan
a. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk
berdarah, sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka
waktu lama yaitu selama tiga minggu atau lebih.
b. Riwayat penyakit sebelumnya
Biasanya penderita TB Paru dahulunya pernah mengalami penyakit yang
yang berhubungan dengan penyakit TB seperti ISPA, efusi pleura, atau
pernah mengalami TB sebelumnya dan kambuh.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering muncul antara lain: Demam: subfebris, febris (40-
41oC) hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus
batuk ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang
dimulai dari batuk kering sampai dengan atuk purulent (menghasilkan
sputum). Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru- paru. Keringat pada malam hari. Nyeri dada: jarang
ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Malaise: ditemukan berupa anoreksia,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam. Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala
atelektasis. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit
nampak bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas. Perlu
ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit infeksi menular.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular
atau penyakit menurun yang ada di dalam keluarga. Biasanya ada keluarga
yang memiliki penyakit ISPA atau paru lainnya.
e. Riwayat psikososial
Merupakan respon klien terhadap penyakit yang diderita serta
pengaruhnya terhadap kehidupan sehari – hari baik dalam keluarganya
maupun dalam masyarakat.
f. Genogram
Merupakan gambaran dari 3 generasi klien yang pernah atau tidaknya
mengalami penyakit pneumonia
g. Riwayat alergi
Dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap beberapa obat,
makanan, udara, debu.

(3) Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum: kesadaran penuh, koma, lemah, aktivitas menurun.
b. Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 100-120/ 60-90 mmHg
Nadi : takikardia (>110 x/menit)
Respirasi rate : takipnea (>24x/menit)
Suhu : >37,50C.
c. Pemeriksaan Fisik B1-B6, meliputi:
- System pernafasan (B1):
- Inspeksi: bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang
klien dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat
adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari
Tb Paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat
adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space
(ICS) pada sisi yang sakit. TB Paru yang disertai etelektasis paru
membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat
penderitanya mengalami penyempitan intercostal space (ICS) pada
sisi yang sakit
- Palpasi: Palpasi trakhea adanya pergeseran trakhea menunjukan-
meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada
TB Paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea kearah berlawanan
dari sisi sakit.Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi
pernafasan. TB Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi,
gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara
kiri dan kanan
- Perkusi: Perkusi pada klien dengan TB Paru minimal tanpa
komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor
pada seluruh lapang paru. Pada klien TB Paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi
cairan di rongga pleura.
- Auskultasi: suara nafas tambahan (ronchi) pada sisi yang sakit.
- Sistem kardiovaskuler (B2)
- Adanya takikardi, dan s1 s2 tunggal tidak terdapat murmur dan
gallop jika tidak mempunyai penyakit jantung
- Sistem persyarafan (B3)
Periksa ada tidaknya lesi pada kulit punggung, Apakah terdapat
kelainan bentuk tulang belakang, Apakah terdapat deformitas pada
tulang belakang, apakah terdapat fraktur atau tidak, adakah nyeri tekan.
- Sistem Eliminasi (B4)
Biasanya tidak aada gangguan pada pola ini.
- Sistem pencernaan (B5)
Klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
- Sistem musculoskeletal dan integument (B6)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB Paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur. Pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime.
5 5
5 5

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Bronkospasme, sekresi
yang tertahan, spasme jalan napas, Hipersekresi jalan napas.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Prubahan membran alveolus
kapiler atau Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Kurangnya Asupan makanan,
Peningkatan kebutuhan metabolisme
d. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit (mis. Infeksi), peningkatan
laju metabolism
e. Defisit Pengetahuan Berhubungan dengan Kurang terpapar informasi, kurang
mampu mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber informasi
f. Ketidakpatuhan berhubungan dengan Efek samping program
perawatan/pengobatan, program terapi lama
3. Intervensi keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Bronkospasme, sekresi
yang tertahan, spasme jalan napas, Hipersekresi jalan napas.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil:
- Batuk efektif meningkat
- Produksi sputum menurun
- Dipsnea menurun
- Ronchi menurun
- Frekuensi napas membaik (RR 16-20x/menit)
- Pola napas membaik
Intervensi: (Manajemen Jalan Napas)
- Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (wheezing, ronchi, mengi, gurgling)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Terapeutik
1. Atur posisi semi fowler atau fowler
2. Lakukan fisioterapi dada
3. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
4. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
5. Berikan oksigen, jika perlu

- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar
kapiler oleh adanya edema alveoli.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Bunyi napas tambahan menurun
- PCO2 membaik
- PO2 membaik
- Pola napas membaik
Intervensi: (Pemantauan Respirasi)
- Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Palpasi kesimetrisan ekspansi apru
5. Auskultasi bunyi napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
- Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
termoregulasi membaik dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh membaik (<37,5)
- Suhu kulit membaik
- Tekanan darah membaik
- Menggigil menurun
- Kulit merah menurun
Intervensi (Manajemen Hipertermia):
- Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor haluaran urine
4. Monitor komplikasi akibat hipertermi
- Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
6. Berikan oksigen jika perlu
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi keperawatan dilakukan
sesuai dengan perencanaan atau intervensi yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Hasil asuhan
keperawatan pada klien dengan gastroenteritris sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan
yang terjadi pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A. A (2009). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Buku 1. Jakarta:


Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
berdasasarkan penerapan diagnose Nanda, NIC,NOC dalam berbagai kasus.
Soemantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Somantri I. Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018. Standar Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan .
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MENINGITIS TB + ARDS

Nama mahasiswa : Dhian Tiara Sari


NIM : P2782082013
Tgl / Jam masuk : 17 Februari 2018, Jam : 22.30 WIB
Tgl / Jam Pengkajian : 02 Maret 2018, Jam: 08.00 WIB
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Sdr. A
Umur : 23 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Alamat : Sampang, Jawa Timur
Diagnosa Medis : Meningitis Tuberkulosis + ARDS
b. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny.W
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sampang, Jawa Timur
Hubungan Dengan Pasien : Bibi
2. Keluhan Utama
Penurunan tingkat kesadaran
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, terasa di
seluruh kepala, seperti tertekan, pasien demam, mual, muntah. Pasien lalu
dirawat di RSUD Sampang pada tanggal 1 Februari 2018, selama 5 hari dan di
diagnosa saat itu mangalami penyakit typhoid. setelah pulang selama 2 hari,
pasien masih mengeluh sakit kepala, dan demam. Kemudian pasien dibawa ke
RSUD sampang pada tanggal 8 Februari 2018 selama dirawat 2 minggu pasien
sempet kejang 2x kejang 1 klien masih sadar, kejang yang ke 2 klien
mengalami penurunan kesadaran. Pemeriksaan BTA yang sebelumnya
terdapat hasil positif. Karena tidak ada perubahan pasien kemudian dirujuk ke
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 17 Februari 2018 masuk Ruangan
RES . Kondisi pasien ketika masuk RSUD Dr. Soetomo Surabaya penurunan
kesadaran dan demam
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan pasien pernah menjalani pengobatan tbc selama
2 bulan dan berhenti karena merasa keluhan batuk sudah berkurang. sejak
kecil pasien sering dirawat di Rumah Sakit karena demam, tidak ada riwayat
kejang. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, hipertensi, DM, dan
hepatitis.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama seperti pasien, tidak mempunyai riwayat penyakit
keturunan seperti DM, hipertensi dan asma.
Genogram

23 th
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien Sdr. A (23 th)

: Tinggal 1 rumah
I. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Triage : Biru √ Merah Hijau kuning
2. Kesadaran : Somnolen GCS : E2 Vx M5
3. Tanda tanda vital : S : 38,1 N : 92x / menit T : 122/84 mmHg RR : 28x/mnt
SpO2: 98 %
4. Keluhan Nyeri : √ Ya Tidak

Dengan Wong-Baker FACES Pain Ratig Scale


P : Klien mengeluh nyeri di kepala
Q : seperti ditekan,
R : seluruh kepala
S : skala nyeri 3
T : nyeri terasa hilang timbul

5. Airway dan C Spine Control/ Immobilization


a. Jalan Nafas , bebas √ Ya Tidak
b. Obstruksi/Sumbatan Tidak √ Sebagian total
c. Benda Asing Tidak Padat cair

d. Mulut, Terkatup Ya √ Tidak

e. Batuk Produktif √ Tidak Produktif

f. Jejas yang mendukung kecurigaan fr.tulang servikal : tidak ada


terdapat produksi sekret dijalan nafas, klien terpasang endotrakheal tube dan
ventilator, produksi secret banyak, warna putih, terdapat suara nafas tambahan
ronkhi
6. Breathing
a. Normal Ya √ Tidak
b. Keluhan: Sesak Ya √ Tidak
Nyeri Waktu Nafas Orthopnea
Waktu Istirahat Beraktifitas
c. RR :29x/menit
d. Pergerakan Dada Simetris √ Asimetris
e. Penggunaan otot bantu nafas: Ya √ Tidak

f. Irama nafas Teratur √ Tidak Teratur


g. Pola nafas √ Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot

h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler Crackles


√ Ronki Wheezing
i. Suara perkusi paru √ Sonor Hipe Rsonor redup

j. Kelainan tulang dada :


k. Data tambahan :
7. Circulation
a. Nadi Karotis : √ Teraba Tidak
Nadi Perifer : √ Kuat Lemah Tidak Teraba
Perdarahan : ........................... cc Lokasi : ...............................................
b. Irama jantung : √ Reguler Ireguler
c. Suara jantung : √ Normal (S1/S2 tunggal) Murmur
d. Ictus Cordis : Gallop Lain-lain.....
e. CRT : kembali 4 detik
f. Turgor : √ Normal Turun/lambat kembali
g. Akral/ perfusi : √ panas Kering Merah
Basah Pucat Dingin
h. ECG & Interpretasinya : Sinus Takikardi.

8. Disability
a. Kesadaran Compos Mentis Apatis √ Somnolen
Sopor Koma
b. Gelisah Ya √ Tidak
c. GCS : E2VxM5
d. Refleks cahaya : ………….. / ……………
e. Pupil Isokor Anisokor Diameter : …..... / ........
f. Kejang √ Ya
Tidak
g. Hemiparese/plegia Ya √ Tidak
(Ekstremitas kiri/kanan), tetraplegi
h. Refleks fisiologis Patella Triceps Biceps
i. Refleks patologis Babinsky Oppenheim Schaefer
Meningeal Sign Kaku kuduk Brudzinsky
Kernig
Lain-lain : .................................
j. Tanda PTIK Muntah proyektil √ Nyeri kepala hebat. Lain-lain .......
k. Curiga Fraktur cervical Jejas atas klavikula Multiple
trauma, Lain-lain …………………………………………………….
l. Tanda Fraktur Basis Cranii
Bloody rinorhoe Bloody otorhoe
Brill Hematoma Batle Sign
m. Data tambahan :
9. Exposure
Bone dan Integumen
a. Perubahan bentuk : Ada √ Tidak
Lokasi/deskripsi : …………………….
b. Tumor/benjolan : Ada √ Tidak
Lokasi/deskripsi : …………………….
c. Luka : Ada √ Tidak
Lokasi/deskripsi : …………………….
d. Pergerakan sendi : Bebas Terbatas

e. Kekuatan otot : 5 5
5 5
Tidak
f. Kelainan ekstremitas : Ya Tidak
g. Kelainan tulang belakang : Ya
Frankel : …………….
Fraktur: Ya √ Tidak
- Jenis : …………….
h. Traksi : Ya √ Tidak
- Jenis : ....................................... Beban : ...............................................
- Lama pemasangan :
.............................................................................................
i. Penggunaan spalk/gips: Ya √ Tidak
k. Sirkulasi perifer : ……………
l. Kompartemen syndrome Ya Tidak
m. Kulit : Ikterik Sianosis √ Kemerahan
Hiperpigmentasi
Turgor : Baik √ Kurang Jelek
Pitting edema : +/- grade :
Ekskoriasis : Ya Tidak
Urtikaria : Ya Tidak
Tanggal operasi :

10. Eliminasi
URI

a. Normal : √ Ya Tidak
b. Keluhan kencing : Ada √ Tidak
Bila ada, jelaskan : …………..
c. Kemampuan berkemih : Spontan Alat bantu, sebutkan : Dower cateter
d. Produksi urine 70 cc ml/jam
Warna : kuning kemerahan (pengaruh pengobatan rifampisin)
Bau : khas urin
e. Kandung kemih : Membesar Ya √ Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
ALVI
a. Normal √ Ya Tidak
b. Mulut : √ Bersih Kotor Berbau
c. Membran mukosa : Lembab √ Kering Stomatitis
d. Tenggorokan :
Sakit menelan Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil Nyeri tekan
e. Abdomen : Tegang Kembung Ascites
Lingkar abdomen..............cm
Nyeri tekan : Ya Tidak
f. Peristaltik.................x/menit
Suara bising usus : Hipoaktif Hiperaktif
g. BAB : 1 x/hari
h. Keluhan BAB, jelaskan :
11. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid : Ya √ Tidak
b. Pembesaran Kelenjar Getah Bening : Ya Tidak
c. Hipoglikemia : Ya √
√ Tidak, Nilai : .......................
d. Hiperglikemia: Ya √ Tidak, Nilai : .......................
e. Data tambahan
TB : 178 BB :60 kg
IMT : 18, 9 . Interpretasi :normal

.
II. ANAMNESA AMPLE (Allergy, Medication, Past Medical History, Last Meal,
Event/kejadian) :
Alergi
Keluarga mengatakan pasien mempunyai alergi paracetamol, pasien tidak memiliki
riwayat alergi makanan dan tidak ada alergi cuaca/ suhu dingin.
Medikasi
Keluaga mengatakan sebelum masuk RS klien tidak sedang mengonsumsi obat-
obatan tertentu.
Past Illness
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien merasakan nyeri kepala, demam tidak
turun-turun selama 3 minggu.
Last Meal
Pasien mengatakan sebelum dibawa ke RSDS sore harinya pasien makan nasi dan
sayur sop serta lauk. BB : 60 Kg, TB : 178 cm, IMT : 18,9 (Normal)
Environment
Pasien seorang pegawai swasta, pasien tidak merokok. Keluarga mengatakan
pasien merupakan seorang pekerja keras, ketika bekerja pasien sering lupa makan,
dan istirahat kurang. Sebelumnya klien sering mengalami pusing tetapi sembuh
dengan istirahat. Kemudian 1 bulan yang lalu nyeri kepala muncul dan disertai
dengan demam.
III. PEMERIKSAAN RISIKO JATUH

Pemeriksaan Risiko Jatuh Morse


Skor Kesimpulan
Faktor Risiko Skala Poin
Pasien /Masalah
Riwayat Jatuh Ya, dalam 3 bulan
25
terakhir
0 0
Tidak
Diagnosis Sekunder 15
Ya 15
(≥ diagnosis medis)
Tidak 0
Alat Bantu
Perabot

Tongkat/ Alat Penopang


Tidak Ada/ kursi roda/
perawat/ tirah baring
Terpasang Infus/ 20
Ya 20
terapi
intravena
Tidak 0
Gaya Berjalan
Terganggu/ kerusakan 20

kelemahan 10
Normal/ tirah baring/ 0
0
imobilisasi
Status Mental Sering lupa akan
15
keterbatasan
yang dimiliki/ tidak 0 0
konsisten
dengan perintah
Orientasi baik terhadap 0
0
kemampuan diri sendiri
Catatan 0-24 : TIDAK ADA 35 Risiko Jatuh
Total
IV. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Jelaskan data subyektif dan obyektif terkait masalah psikososial yang ditemukan

V. PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit √ sering kadang-kadang
tidak pernah
- Selama sakit sering √ kadang-kadang
tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG,dll)


Tanggal 2 Maret 2015
Analisa Gas Darah
PH 7.408 7.350-7.450
BE -4.7 Mmol/L -2 - +3
PCO2 53 mmHg 27.0-41.0
PO2 171 mmHg 83.0-108.0
Hematokrit 43 % 37-50
HCO3 20.6 Mmol/L 21.0-28.0
Total CO2 16.8 Mmol/L 19.0-24.0
O2 Saturasi 99.5 % 94.0-98.0
Laboratorium tanggal 1 Maret 2015
Hematologi rutin
Hemoglobin 14.0 g/dl 13.5-17.5
Hematokrit 40 % 33-45
Lekosit 12.1 Ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 329 Ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.66 Juta/ul 4.50-5.90
Kimia klinik
SGOT 49 u/l <35
SGPT 62 u/l <45
Albumin 3.2 g/dl 3.5-5.2
Keatinin 0.4 Mg/dl 0.9-1.3
Ureum 21 Mg/dl <50
Elektrolit
Natrium Darah 128 Mmol/L 136-145
Kalium Darah 3.2 Mmol/L 3.3-5.3
Chlorida Darah 97 Mmol/L 98-106
Rontgent thorak AP
       Bercak infiltrat tersebar di kedua paru

       Sinus dan diafragma baik

       Besar cor normal

Kesan : KP Duplek

VII. TERAPI
VIII. Diet RS: Sonde TKTP 1700 KKal
IX. Terapi Farmakologi:

Nama Obat Rute Dosis Indikasi


Cairan Parenteral
RL IV 60 cc/jam Asupan elektrolit
dan nutrisi
Asering IV 60 cc/ jam Pengganti ion
alkali dari tubuh
Kabiven IV 60 cc/ jam Nutrisi parenteral
jika tidak mampu
makan melalui oral
Terapi injeksi
Mannitol IV 100 cc/8 jam Menurunkan TIK
dan edema serebral
Ceftazidim IV 1 gr/12 jam Antibiotik untuk
septikimia,
meningitis.
Omeprazole IV 40 mg/24 jam Tukak duodenal,
tukak gasrik,
refluks esofagitis,
ulseratif
Kalnex IV 500 mg/8 jam Hemostatik
Metylprednisolon IV 62.5 mg/8 jam Kortikosteroid,
eksaserbasi akut
dari multiple
sklerosis,
meningitis
tuberkulosa
Citicolin IV 250 mg/8 jam Ketidaksadaran
karena trauma
serebral,
vasodilator
Terapi oral
Sucralfat Oral 3x1 Gangguan saluran
cerna
RHEZ Oral 1 x 3 (pagi)
ANALISA DATA

Hari/
tanggal/ Pengelompokkan Data Kemungkinan Penyebab Masalah Keperawatan
jam
24 Juni DS : Inhalasi mycobacterium Bersihan jalan napas
Tidak terkaji penurunan tuberculosis
2018 tidak efektif (D0001)
kesadaran
fagositosis oleh makrofag
DO :
alveolus paru
 Keadaan lemah,
kesadaran organisme masuk ke aliran
darah
somnolen GCS
E:2 V:x M:5 invasi kuman ke selaput
otak
 RR : 28x/menit
 terdapat suara reaksi peradangan jaringan
napas tambahan serebral
ronkhi
TIK
 Terdapat
tumpukan lendir Penurunan kesadaran
di selang ETT
Tindakan infasiv
 klien tidak pemasangan ETT
mampu batuk
Hipersekresi oleh adanya
 spo2 : 98 %
benda asing di saluran
 terpasang pernafasan
ventilator
mode : SIMV- Bersihan jalan napas tidak
PC efektif
 volume tidal :
345
 Presure
inspiration : 15
 Fio2 : 50%

24 juni DS: ARDS Gangguan pertukaran


2018 tidak terkaji penurunan gas (D0003)
kesadaran Kerusakan jaringan paru
DO:
 Klien penurunan Penurunan surfactan
kesadaran
Atelektasis
 Nadi :
98x/menit Abnormalitas ventilasi
 RR: 28x/menit perfusi
 GCS 2x5
 PCO2 53 mmHg
 PO2 171 Gangguan pertukaran
mmHg gas
 Terdapat bunyi
napas tambahan
(ronkhi)

24 Juni DS: Tidak terkaji Inhalasi mycobacterium Pola napas tidak


penurunan kesadaran tuberculosis
2018 efektif (D0005)
fagositosis oleh makrofag
DO :
alveolus paru
 Keadaan lemah,
kesadaran organisme masuk ke aliran
darah
somnolen GCS
E:2 V:x M:5 invasi kuman ke selaput
otak
 RR : 28x/menit
 Terdapat suara reaksi peradangan jaringan
nafas tambahan serebral
ronchi
eksudat meningen
 Irama napas
ireguler reaksi septicemia jaringan
 spo2 : 98 % otak / infeksi

metabolisme tubuh
meningkat

meningkatnya kompensasi
ventilasi

hiperventilasi

pola nafas tidak efektif


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ditemukan Masalah Masalah Teratasi


No. Diagnosa Keperawatan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1 Bersihan jalan napas tidak efektif 24 Juni
berhubungan dengan adanya benda asing 2018
dalam jalan nafas dibuktikan dengan
sputum berlebih (D.0001) Hal.18
2 Gangguan pertukaran gas berhubungan 24 Juni
dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi 2018
dibuktikan dengan pco2 meningkat
(D.0003) Hal.26
3 Pola nafas tidak efektif berhubungan 24 Juni
dengan kelemahan otot penafasan 2018
dibuktikan dengan pola nafas abnormal
(D.0005) Hal.26

PERENCANAAN KEPERAWATAN
Hari/ Nomor Diagnosa Perencanaan

tanggal Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Tindakan Keperawatan


14 Juni Dx 1 Tujuan: Menejemen jalan nafas buatan
2021 Bersihan jalan napas Setelah diberikan asuhan (I.01012) Hal.187
tdak efektif keperawatan selama 1x1 jam Observasi
berhubungan klien menunjukkan bersihan 1. Memonitor posisi EET
dengan adanya jalan nafas meningkat,  dengan terutama setelah
benda asing dalam kriteria hasil(L.01001) Hal.18 mengubah posisi
jalan nafas - Batuk efektif meningkat 2. Memonitor tekanan
dibuktikan dengan - Produksi sputum balon EET
sputum berlebih menurun : seputum Terapeutik
(D.0001) Hal.18 mencair berwrna 3. Suction sesuai indikasi
- Wheezing menurun 4. Lakukan fisioterapi
- Frekuensi napas dada
membaik 12-20x/menit 5. Berikan oksiggen 100%
selama 30 detik
sebelum dan setelah
pengisapan
6. Ganti fiksasi ETT
setiap 24 jam
Kolaborasi
7. Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucous plug yang tidak
dapat dilakukan
pengisapan

Manajemen ventilasi mekanik


14 Juni Dx2 Tujuan : (I.01013) Hal.231
2021 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi
pertukaran gas keperawatan 1x 6 jam 1. Monitor gejala
berhubungan pertukaran gas meningkat peningkatan pernafasan
dengan ketidak (L.01003) Hal.94 (Mis: peningkatan
seimbangan Kriteria Hasil : denyut jantung
ventilasi perfusi - Tingkat kesadaran ,peningkatan tekanan
dibuktikan dengan meningkat GCS 4,5,6 darah)
PCO2 meningkat dan composmentis 2. Monitor gangguan
(D.0003) Hal.22 - PCO2 membaik 35-45 mukosa oral
mmHg Terapeutik
- PO2 membaik 80-100 1. Atur posisi semi fowler
mmHg 2. lakukan fisioterapi dada
- Dispnea menurun RR 3. lakukan pengisapan lendir
12-20x/mnt kolaborasi
- Bunyi napas tambahan 4. kolaborasi pemilihan mode
wheezing tidak ventilator
terdengar

Manajemen jalan nafas


(I.01011) Hal.186
DX3 Tujuan : Observasi
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor seputum
efektif berhubungan keperawatan 1x 6 jam pola Terapeutik
dengan kelemahan nafas membaik (L.01004) 2. Posisikan semi fowler
otot penafasan Hal.95 3. Lakukan fisioterapi
dibuktikan dengan Kriteria hasil : dada
pola nafas abnormal 1. Dispnea menurun 4. Lakukan penghisapan
(D.0005) Hal.26 2. Penggunaan otot bantu lender
nafas menurun 5. Pemberian oksigen
3. Pemanjangan fase Kolaborasi
ekspirasi menurun Kolaborasi pemberian
4. Frekuensi nafas bronkodilator jika perlu
membaik 12-20x/mnt
5. Kedalaman nafas
membaik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanda
No. Tindakan Keperawatan Tangan/
Paraf
1. Senin, 14 Juni 2021 08:00
(Dx 1 dan Dx2) : (08:00) Mengobservasi tanda – tanda
vital tiap 15 menit
R:
TD : 135/84 mmHg - SPO2 : 98%
- Suhu : 38,1OC - MAP : 101
- Nadi : 92 x / menit - RR : 28 x/ menit

(Dx3) : pemberian oksigen

- Ventilator dengan mode: SIMV- PC


ETV:345 Total Rate: 28 Inspirasr press:15
FIO2:50% SPO2:98%

(Dx1dan Dx2 ) : (08:03) Memposisikan semi fowler

(Dx3) : (08:07)monitor mukosa bibir


R: muka bibir kering

(Dx1) : (08:10): Memonitor posisi EET dan


tekanan balon EET
R: PosisinEET tetap ukuran diameter
7.0 MM jarak bibir 19cm
(Dx2 dan Dx3) : (08:15) melakukan fisioterapi dada
(Dx2 dam Dx3) : (08:20) Suction
R: keluar lender berwarna coklat
keabu abuan
(Dx2): : (12:00) Menganalisa gas darah
R: PH:7,408 PO2:171 PCO: 30,6
HCO:20,6 SaO2:96 BE: -4.7
Selasa, 15 Juni 2021
2.
(Dx 1 dan Dx2) : (14:10) Mengobservasi tanda – tanda
vital tiap 15 menit
R : 120/90 mmHg - SPO2 : 98%
- Suhu : 38OC - MAP : 100
- Nadi : 92 x / menit - RR : 28 x/ menit

(Dx1) : Pemberian oksigen

- Ventilator dengan mode: SIMV- PC


ETV:345 Total Rate: 28 Inspirasr press:15
FIO2:50% SPO2:98%

(Dx3) : (14:14)monitor mukosa bibir


R: muka bibir kering

(Dx1,Dx2,Dx3) : (14:15) Auskultasi bunyi napas


tambahan
R: terdapat suara tambahan ronchi

(Dx1dan Dx2 ): (14:18) Memposisikan semi fowler

(Dx1) : (15:10): Memonitor posisi EET dan


tekanan balon EET
R: PosisinEET tetap ukuran diameter
7.0 MM jarak bibir 19cm

(Dx1 dan Dx2): (15:40) melakukan fisioterapi dada

(Dx1,Dx2,Dx3): (16:00) Suction


R: keluar lender berwarna
coklat,kental
(Dx2): (19:15) Menganalisa gas darah
R: PH:7,408 PO2:171 PCO: 30,6
HCO:20,6 SaO2:96 BE: -4.7
rabu, 16 Juni 2021
3. (Dx 1 dan Dx2) : (14:30) Mengobservasi tanda – tanda
vital tiap 15 menit
R: TD : 100/55 mmHg - SPO2: 99%
- Suhu : 36,4 OC - MAP : 70
- Nadi : 102 x / menit
- RR : 26 x/ menit

(Dx1) : pemberian oksigen

- Ventilator dengan mode: SIMV- PC


ETV:345 Total Rate: 26 Inspirasr press:15
FIO2:50% SPO2:98%

(Dx3) : (14:14)monitor mukosa bibir


R: muka bibir kering

(Dx1dan Dx2 ): (14:18) Memposisikan semi fowler

(Dx1) : (15:10): Memonitor posisi EET dan


tekanan balon EET
R: PosisinEET tetap ukuran diameter
7.0 MM jarak bibir 19cm

(Dx1,Dx2,Dx3): (15:40) melakukan fisioterapi dada

(Dx1,Dx2,Dx3): (16:00) Suction


R: keluar lender berwarna kuning
pekat
(Dx2): (19:15) Menganalisa gas darah
R: PH:7,408 PO2:171 PCO: 30,6
HCO:20,6 SaO2:96 BE: -4.7
EVALUASI KEPERAWATAN
Tanda
Diagnosis
No. Catatan Perkembangan Tangan/
Keperawatan
Paraf
Bersihan jalan Senin, 14 Juni 2021(14:00)
napas tdak efektif
berhubungan S: tidak terkaji
dengan adanya
O:
benda asing
dalam jalan nafas - Sekret berkurang
dibuktikan dengan - Masih terdapat suara napas
sputum berlebih tambahan ronkhi
(D.0001) Hal.18 - RR : 28 x/ menit
- Ventilator dengan mode :
SIMV-PC
ETV:23345 Total Rate: 28
Inspirasr press: 15 FIO2:50%

SPO2:98%

A : masalah bersihan jalan napas


tidak efektif belum teratasi
P : intervensi 1,2,3,4,5,6,7
dilanjutkan

S : tidak terkaji
O:
2. - RR : 23 x/ menit
Dx2
- Ventilator dengan mode
Gangguan
pertukaran gas :SIMV-PC
berhubungan ETV:23345 Total Rate: 28
dengan ketidak
seimbangan Inspirasr press: 15 FIO2
ventilasi perfusi SPO2:98%
dibuktikan dengan
PCO2 meningkat PH:7,408 PO2:171 PCO:
(D.0003) Hal.22 30,6 HCO:20,6 SaO2:96
BE: -4.7

A :masalah gangguan pertukaran


gas belum teratasi
P : intervensi 1,2,3,4,5,6
dilanjutkan

Selasa 15 Juni 2021(21:00)


S: Tidak terkaji
DX3 - O: TD : 115/66 mmHg RR
3. Pola nafas tidak : 23 x/ menit
efektif - mukosa bibir kering
berhubungan - lender berwarna coklat
dengan
- Ventilator dengan mode:
kelemahan otot
penafasan SIMV- PC
dibuktikan dengan
ETV:345 Total Rate: 28
pola nafas
abnormal Inspirasr press:15
(D.0005) Hal.26
FIO2:50% SPO2:98%

A: Masalah pola nafas tidak efektif


belum teratasi
P: Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan

S: tidak terkaji
O:
- Sekret berkurang
DX1 - Masih terdapat suara napas
4. tambahan ronkhi
- RR : 23x/ menit
- Ventilator dengan mode:
SIMV- PC
ETV:345 Total Rate: 28
Inspirasr press:15
FIO2:50% SPO2:98%

A : masalah bersihan jalan napas


tidak efektif belum teratasi
P : intervensi 1,2,3,4,5,6,7
dilanjutkan

S : tidak terkaji
O:
- RR : 28 x/ menit
- Ventilator dengan mode:
DX2
SIMV-PC ETV:345
5.
Total Rate:28
Inspirasr press:15FIO2:50%
SPO2:98%
- Hasil gas darah R:
PH:7,408 PO2:171
PCO: 30,6 HCO:20,6
SaO2:96 BE: -4.7

S: Tidak terkaji
DX3 O: RR : 29 x/ menit

- Ventilator dengan mode:


SIMV-PC ETV:345
6. Total Rate:28
Inspirasr press:15FIO2:50%
SPO2:98%
- Mukosa bibir kering
- Seputum berwarna kuning
pekat

A: Masalah belom teratasi


P: Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan

Rabu, 16 Juni 2021(21:00)


DX1
S: tidak terkaji
O:
- Tidak ada sekret
- Masih terdapat suara napas
7.
tambahan ronkhi
- RR : 22 x/ menit
- Ventilator dengan mode:
SIMV- PC
ETV:345 Total Rate: 26
Inspirasr press:15
FIO2:50% SPO2:98%

A : masalah bersihan jalan napas


tidak efektif belum teratasi
P : intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan
S : tidak terkaji
DX2 O:
- RR : 26 x/ menit
- Ventilator dengan mode:
SIMV- PC
ETV:345 Total Rate: 26
8. Inspirasr press:15
FIO2:50% SPO2:98%
- Hasil gas darah Hasil gas
darah R: PH:7,408
PO2:171 PCO: 30,6
HCO:20,6 SaO2:96 BE:
-4.7

A :masalah gangguan pertukaran


gas belum teratasi
P : intervensi 1,2,3,4,5,6
dilanjutkan

S: Tidak terkaji
DX3
O: RR : 26x/ menit

- Ventilator dengan mode:


SIMV- PC
ETV:345 Total Rate: 26
Inspirasr press:15
9. FIO2:50% SPO2:98%
- Mukosa bibir kering
- Seputum berwarna kuning
pekat

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai