Anda di halaman 1dari 32

zBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adaah inflamasi dari meninges (membrane yang mengelilingi otak dan
medulla spinalis) dan disebabkan oleh organisme bakteri atau jamur (Asih, 2000).
Meningitis adalah infeksi pada bagian pembungkus otak dan syaraf tulang
belakang. Penyebabnya adalah virus atau bakteri. Penyakit ini sering menyerang anak-
anak dan remja. Penyebarannya dari seseorang penderita kepada orrang di sekitarnya
melalui udara misalnya melalui bersin dan batuk (Leinovar, 2008).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain. Penyeab tersering dari ensefalitis adalah
virus kemudian herpes simpleks, arbovirus. Ensefalitis juga bisa terjadi pada pascainfeksi
campak, influenza, varisella dan pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008).
Ensefalitis adalah infeksi dan inflamsi akut jaringan perenkim otak yang
disebabkan oleh virus. Virus sistemik layaknya influenza, parotitis (gondong/mumps),
campak dan varisella demikian oula dengan bakteri, jamur dna parasit (Soegijanto, 2016).
Infeksi yang terjadi pada sistem saraf pusat ini sudah banyak emamkan korban
jiwa. Menurut Kementerian Kesehatan Nigeria, setidaknya terdapat 1,090 kasus dan 154
pasien tewas di enam negara bagian okoto, Zamfara, Katsina, Kebbi, Niger, dan Federal
Capital Territory. Adapun, kasus terparah terjadi pada 2015, dimana meningitis
menginfeksi lebih dari 13,700 orang dalam kurun waktu enam bulan dan menyebabkan
lebih dari 1,100 kematian (Kertopati, 2017).
Tidak hanya Nigeria, penyakit menular ini banyak dijumpai di Indonesia. Menurut
data Kementerian Kesehatan Indonesia, pada 2010 jumlah kasus meningitis terjadi pada
laki-laki mencapai 12.010 pasien, pada wanita sekitar 7.371 pasien, dan dilaporkan pasien
yang meninggal dunia sebesar 1.025. Di RSUD Dr. Soetomo pada 2010 terdapat 40
pasien didiagnosis meningitis. Sebanyak 60 persen laki-laki dan 40 persen wanita. Dari
angka itu, dilaporkan 7 pasien meninggal dunia. Pada tahun 2011, dilaporkan ada 36
pasien didiagnosis meningitis. Sekitar 67 persenpasien laki-laki dan sekitar 33 persen
wanita. Sebelas di antaranya meninggal dunia (Adam, 2017).

1
Untuk memenuhi tugas dan berdasarkan banyaknya angka kematian akibat infeksi
meningitis membuat keompok tertarik untuk membahas lebih lengkap. Makalah ini dapat
dijadikan media pembelajaran mahasiswa.

B. Tujuan Penulisan
Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
Tujuan Umum
1. Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
meningitis dan ensefalitis.

Tujuan Khusus

1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dasar meningitis dan ensefalitis


meliputi pengertian, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan komplikasi.
2. Diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
meningitis dan ensefalitis.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Neurosains I sangat luas sehingga penulis membatasi makalah ini
mencakup Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan meningitis dan
ensefalitis.

2
D. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dalam makalah ini, berikut disajikan
sistematika penulisan makalah yang terdiri dari empat bab, dengan sususan sebagai
berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan sistematika
penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan


pada pasien dengan meningitis dan ensefalitis.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


MENINGITIS DAN ENSEFALITIS
Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian hingga intervensi pada pasien dengan meningitis dan
ensefalitis
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dari makalah secara keseluruhan dari
pembahasan makalah.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Selain itu, sistem saraf
pusat ditunjang oleh neurologi, meningen serta ventrikel otak dan cairan serebrospinal.
Namun, yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagian otak dan meningen yang
berhubungan dengan meningitis dan ensefalitis.

1. Otak
Bagian-bagian adalah serebrum, otak tengah (midbrain), pons, medulla oblongata dan
serebelum.
a. Serebrum
Serebrum merupakan bagian terbesar otak dan menempati fossa kranial
tengah dan anterior. Otak besar terbagi menjadi 2 yaitu otak kanan dan otak kiri.
Belahan otak kiri mengontrol gerakan sisi kanan tubuh, sedangkan belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh. Kedua bagian ini dihubungkan oleh serabut saraf
yang disebut corpus callosum (Wilson, 2017).
Otak kanan dan otak kiri dibagi menjadi empat bagian yang disebut lobus,
yaitu lobus frontal, lobus temporal, lobus parietal, dan lobus oksipital. Tiap lobus
otak besar memiliki fungsinya masing-masing, yaitu

4
1) Lobus Frontal
Lobus frontal adalah bagian otak besar yang terbesar dan terletak di bagian
depan otak. Bagian ini berperan penting dalam mengendalikan gerakan tubuh,
menilai, dan merencanakan sesuatu, memecahkan masalah, serta mengatur
emosi dan pengendalian diri.
2) Lobus oksipital
Lobus oksipital terletak di otak bagian belakang. Bagian otak besar ini
berguna untuk membantu kita mengenali objek lewat indera penglihatan dan
memahami arti kata-kata tertulis.
3) Lobus temporal terletak di kedua sisi kepala yang sejajar dengan telinga.
Bagian otak besar yang ini bertanggung jawab terhadap fungsi pendengaran,
memori, dan emosi.
4) Lobus parietal terletak di belakang lobus frontal. Bagian ini mempunyai
peranan penting dalam menafsirkan pesan dari bagian otak yang lain. Lobus
parietal juga berperan dalam menafsirkan sentuhan, gerakan tubuh, sensasi
nyeri, dan kemampuan berhitung

b. Otak Tengah
(mid brain)
Otak tengah berada di sekitar akuaduktus serebri antara serebrum di
atasnya dan pons dibawahnya. Otak tengah terdiri dari atas nuclei dan serat saraf
(traktus), yang menghubungkan serebrum dengan bagian bawah otak dan dengan
medulla spinalis (Wilson, 2017).

5
Otak merupakan organ penting yang terdiri dari sejumlah besar jaringan
saraf. Dari beberapa belahan otak, ternyata fungsi otak tengah (midbrain) menjadi
elemen penting yang berperan sebagai titik koneksi antara wilayah-wilayah utama
otak.Otak tengah disebut juga dengan mesencephalon, otak ini terletak di dalam
batang otak yaitu di antara otak depan (forebrain) dan otak belakang (hindbrain)
(Wilson, 2017).

c. Pons
Otak Pons berada di depan serebelum, di bawah tengah. Pons terdiri atas serat
saraf yang membentuk jembatan antara dua hemisfer serebelum, dan serat yang
melalui anatar posisi otak yang lebih tinggi dan medulla spinalis. Terdapat nuclei
yang membentuk pusat pneumotaksik dan apnustik yang berhubungan dengan
pusat respirasi di medulla oblongata.
d. Medula Oblongata
Medula oblongata memanjang dari pons hingga medula spinalis. Panjangnya
sekitar 2,5 cm dan terletak tepat di dalam cranium di atas foramen magnum. Pusat
vital terdiri atas kelompok sel yang berhubungan dengan aktivitas reflex otonom,
yang berada pada struktur dalamnya, yakni pusat kardiovaskuler, pusat respirasi,
pusat reflex muntah, batuk, bersin dan menelan.
e. Serebelum
Serebelum berada di belakang pons dan di bawah bagian posterior serebrum yang
ditempati fossa kranial posterior. Serebelum berbentuk oval dan memliki dua
hemisfer, yang dipisahkan oleh suatu garis tengah yang sempit disebut vermis.
Serebelum berfungsi dalam koordinasi gerakan otot voluntir, postur dan
keseimbangan.

6
2. Meningen
Otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan, meningen
(selaput otak) yang terletak diantara tengkorak dan otak, serta antara foramen vertebra
dan medula spinalis. Meningen terdiri dari dura mater, araknoid mater dan pia mater
(Wilson, 2017).

a. D
u r
a mater
Dura mater merupakan
lapisan paling luar yang padat dank eras yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat. Duramater bersifat seperti kantung yang menyelubungi arachnoid dan
membawa darah dari otak ke jantung.
b. Araknoid mater
Araknoid merupakan lapisan jaringan fibrosa yang terletak di antara dura dan pia
mater. Antara uda mater dan araknoid dipisahkan oleh ruang subdural, sedangkan
antara araknoid dan pia amter dipisahkan oleh subaraknoid yang mengandung
cairan serebrospinal. Struktur ini memberikan efek bantalan untuk sistem saraf
pusat.
c. Pia mater
Pia mater merupakan lapisan tipis jarigan ikat yang mengandung banyak
pembuluh darah. Pia mater melekat pada otak dan berlanjut menyelubungi medula
spinalis. Pada piamater terdapat pembuluh darah menuju ke otak dan sumsum
tulang belakang.

B. Fisiologi Sistem Saraf Pusat

7
Sistem saraf pusat memiliki fungsi dalam menjalankan tugas nya sebagai
1. Fungsi kewaspadaan
Membantu mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi disekitar kita untuk
disampaikan ke alat indera. Pada alat indera terdapat saraf sensorik yang berfungsi
khusus sebagai penginput data.
2. Fungsi integrasi
Penerima pesan (input data) sesorik dari lingkungan luar, interpretasi oelh CNS
(central nervous sistem), mengatur informasi dan mengintegrasikan dengan informasi
yang telah ada untuk menentukan jenis respon apa yang akan diberikan.
3. Fungsi koordinasi
Setelah dari otak informasi yang sudah terintegrasi untuk mengirimkan pesan/perintah
pada otot-otot dan kelenjar-kelenjar menghasilkan gerak dan sekresi terorganisasi.

C. Konsep Dasar Penyakit Meningitis dan Ensefalitis


1. Meningitis
a. Pengertian
Meningitis adalah suatu inflamasi di piameter, arakhnoid
dan subararakhnoid infeksi biasanya menyebabkan meningitis
dan chemical meningitis juga dapat menjadi meningitis bisa akut
atau kronik yang disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau
parasite. Meningitis adalah inflamasi meningen yang juga dapat
menyerang arakhonoid dan subarakhonoid, infeksi menyebar
sampai subarakhonoid melalui cairan serebrospinal sekitar otak
dan spinal cord (Purwanto, 2016).
Meningitis adalah inflamasi dari meninges (membrane
yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan
oleh organisme bakteri atau jamur. Tipe meningitis termasuk
aseptic, septik dan tuberculosis. Meningitis aseptic mengacu
pada meningitis virus atau iritasi meningeal misalnya ensefalitis.
Meningitis septik mengacu pada meningitis yang disebabkan
oleh bakteri misalnya basilus influenza. Meningitis tuberculosis
disebabkan oleh basilus tuberkel (Asih, 2000).

8
Meningitis merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya
infeksi meninges atau yang dikenal dengan selaput yang
melindungi sistem syaraf pusat pada tubuh manusia (Andareto,
2015).

b. Etiologi
Meningitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Meningitis Virus
Meningitis virus ini bisa disebut meningitis aseptic. Tipe ini
biasa disebabkan oleh berbagai jeni penyakityang disebabkan
virus seperti gondok, herpes, simpleks dan here zooper
(Muttaqin, 2008).
2) Meningitis Bakterial
Meningitis bacterial bisa disebut meningitis septik. Tipe ini
merupakan bentuk yang paling signifikan. Bakteri yang
paling umum menyerang adalah Nisseria meningitis,
Streptococcus pnemoniae dan Hemophilus influenza (Asih,
2000).
3) Meningitis Tuberkolusis.
Meningitis tuberkulosis (MTB) merupakan bentuk infeksi berat
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan
merupakan infeksi yang paling umum terjadi pada sistem
saraf pusat (SSP) (Muttaqin, 2008).
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme,
tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor
predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak
atau sum-sum tulang belakang (Purwanto, 2016).
Penyebab meningitis antara lain:
1) Kuman sejenis Pneumococcus sp, Hemofilus influenza,
Staphylococcus, Streptococcus, E. coli, Meningococcus, dan
Salmonella yang merupakan penyebab infeksi pada lain pada
tubuh dan masuk melalui aliran darah (hematogen).

9
2) Komplikasi penyebaran tuberculosis primer biasanya dari paru
dan perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum).
3) Implantasi langsung spt akibat trauma kepala terbuka,
tindakan bedah otak, pungsi lumbal.
4) Aspirasi dari cairan amnion dan infeksi kuman secara
transplasental pada neonatus.
5) Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering
dibandingkan wanita.
6) Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi
immunoglobulin.

c. Manifestasi klinik
Nyeri yang akan ditimbulkan dari meningitis ini adalah sebagai berikut.
1) Nyeri kepala.
Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan punggung.
Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.
2) Peningkatan tekanan intracranial (TIK).
3) Panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang,
nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang.
4) Konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan
pneumonitis.
5) Terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab
hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh
streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.
6) Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma.
Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskularis diseminata.
7) Disorientasi dan kerusakan memori (ingatan).
8) Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda
kernig brudzinski dan fontanela menonjol untuk sementara

10
waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan orang
dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas,
nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum,
kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.

d. Patofisiologi dan Pathway


Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu duramater, arachnoid,
dan piamater. Adanya etiologi yang menginvasi selaput otak
menimbukan reaksi antigen dan antibody yang menimbulkan
peradangan. Dengan adanya radang terbentuk transudat dan
eksudat yang menimbulkan odem pada selaput otak. Odem
menyebabkan sirkulasi jaringan cerebral menurun akibatnya
timbul hipoksia. Adanya Hipoksia disatu sisi menyebabkan
penurunan kesadaran dan disisi lain menyebabkan perubahan
polaritas sel saraf. Penurunan kesadaran memunculkan masalah
Risiko Cedera dan perubahan polaritas sel saraf menimbulkan
kejang (Purwanto, 2016).
Odem selaput otak selain menyebabkan sirkulasi cerebral
mengalami penurunan juga menyebabkan peningkatan TIK
akibat membesarnya volume desak ruang otak. Peningkatan TIK
menyebabkan mual muntah sehingga dapat muncul masalah
Risiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh. Dengan
adanya peradangan juga akan memunculkan masalah
Hipertermia. Disamping itu juga dapat timbul iritasi meningen
yang dapat memunculan masalah Nyeri Akut dan menyebabkan
peningkatan tonus otot ektensor tengkuk. Dari sini dan
peningkatan TIK juga dapat memunculkan masalah Nyeri Akut
(Purwanto, 2016).

11
PATHWAY

12
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung
jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa puasa,
kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa didapatkan
peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis
tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.
2) EEG yaitu suatu alat yang mempelajari gambar dari rekamanaktvitas listrik di
otak.
3) Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis.
Pada meningitis serosa diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
4) Pemeriksaan Radiologis
a) Foto data
b) Foto kepala
c) Bila mungkin CT – Scan.

f. Penatalaksanaan Medis
Keefektifan pengobatan tergantung pada pemberian dini antibiotik yang
mampu menembus barier blood – brain ke dalam lapisan subarakhnoid. Antibiotik
penicillin (ampisillin, piperasillin) atau salah satu chepalosporin (ceftriaxone
sodium, cefotaxim sodium) dapat digunakan (Purwanto, 2016).
Dexametason dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada meningitis
akut dan meningitis pneumococcus. Dexametasone dapat diberikan bersamaan
dengan antibiotic untuk mensupresi inflamasi dan mengefektifkan pengobatan
pada orang dewasa serta tidak meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal.
Dehidrasi dan syok dapat diatasi dengan penambahan volume cairan (Purwanto,
2016).
1. Rejimen terapi
2 HRZE – 7RH.
2 Bulan Pertama

13
a. INH : 1 x 400 mg / hari, oral
b. Rifampisin : 1 x 600 mg / hari, oral
c. Pirazinamid : 15-30 mg / kg / hari, oral
d. Streptomisin a/ : 15 mg / kg / hari, oral
e. Etambutol: 15-20 mg / kg / hari, oral.
2. Steroid diberikan untuk
a. Menghambat reaksi inflamasi
b. Mencegah komplikasi infeksi
c. Menurunkan edema serebri
d. Mencegah perlekatan
e. Mencegah arteritis / infark otak.
3. Indikasi
a. Kesadaran menurun
b. Defisit neurologis fokal.
4. Dosis
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama
2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
g. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada meningitis adalah
peningkat TIK yang menyebabkan penurunan kesadaran.
Komplikasi lain pada meningitis yaitu disfungsi neurology,
disfungsi saraf kranial (III, IV VII atau VIII), hemiparesis,
dysphasia dan hemiparesia. Mungkin juga dapat terjadi syok,
gangguan koagulasi, komplikasi septic (bacterial endokarditis)
dan demam yang terus – menerus. Hidrosefalus dapat terjadi jika
eksudat menyebabkan adhesi yang dapat mencegah aliran CSF
normal dari ventrikel. DIC (Dimensi Intravascular Coagulation)
adalah komplikasi yang serius pada meningitis yang dapat
menyebabkan kematian (Purwanto, 2016).

2. Ensefalitis
a. Pengertian

14
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau
virus (Purwanto, 2016).
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada
banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya
disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini
disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan
oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak
(Purwanto, 2016).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang
disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non
purulent (Purwanto, 2016).
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan
oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit
lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan
oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis juga dapat menyebabkan ensefalitis pada
orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak
terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian (Purwanto, 2016).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat
(SSP) yang disebabkan oleh virus. Penyebab tersering dari
ensefalitis adalah virus, herpes simpleks (Muttaqin, 2008).

b. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan
ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur,
spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T.
Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis
supuratif akut. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan

15
arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken
pox/cacar air (Purwanto, 2016)
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah
virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu. Contoh virus tersebut adalah Herpes Simplex Virus
(HSV) dan Epstein Barr Virus (EBV) (Purwanto, 2016).

c. Manifestasi klinik
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis
ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat
digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk
apabila infeksi mengenai meningen, dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan (Purwanto, 2016).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut.
1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
5. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
6. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching
saja (kejang-kejang di muka)
7. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri
atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan
sebagainya. Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya
demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala kejang,
delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis
dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan
infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

d. Patofisiologi dan Pathway

16
Encephalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang
melalui parotitis, morbili, varisela, dll. Masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernapasan.Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes
simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke
tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang rabies atau nyamuk. Di dalam
tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia
yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksuskoroideus. Di
dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang
ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan
ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia
dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh darah
kecil, trombosis, dan mikroglia (Nadyaratuaf, 2017).
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses
peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh
darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami
peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai
perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang
kuat membentuk kapsul yang kosentris. Disekeliling abses terjadi infiltrasi
leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini
memakan waktu kurang dari dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian
pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan ensefalitis (Nadyaratuaf, 2017)

PATHWAY

17
18
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Dari darah: viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
2. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
3. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif .
4. Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
5. Pemeriksaan serologis: uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan
uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi
tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
6. Pemeriksaan darah: terjadi peningkatan angka leukosit.
7. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
8. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma,
tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.
9. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis
herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan
lobus frontal.

f. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain:
1. Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin
dianjurkan oleh dokter:
a. Ampicillin: 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b. Kemicetin: 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen
antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan
mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir

19
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per
hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika
secara polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen
edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan
jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari
disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan
edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga
digunakan untuk menghilangkan edema otak.
d. Mengontrol kejang: Obat antikonvulsif diberikan segera
untuk memberantas kejang.
4. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan
dosis yang sama.
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang,
berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi: Bebaskan jalan nafas, berikan O2
sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik.
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada
permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,
misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum

20
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.

9. Komplikasi
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi,
berkisar antara
35-50%, dari pada penderita yangb hidup 20-40 %
mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralitis.
Gangguan penglihatan atau gejala neurologik yang lain.
Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologik yang nyata,
dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita
retardasi mental, gangguan tingkah laku dan epilepsi.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS
DAN ENSEFALITIS
A. Pasien dengan Meningitis
1. Pengkajian
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama : sakit kepala dan demam
c. Riwayat Penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti
sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat
timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala
dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu
ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang
sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid,
pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotic).
e. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan
pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital: tekanan darah, denyut nadi, respiration
rate dan suhu.
2) Sistem pernapasan
a) Keluhan
b) Inspeksi: melihat bentuk dada simetris atau tidak

22
c) Sekresi batuh: sputum ada atau tidak, jika ada kaji warna
bentuk dan segera cek laboratorium.
d) Nyeri: adakah nyesri saat bernapas
e) Frekuensi/pola napas: frekuensi pernapasan dan
bagaimana pola napas
f) Auskultasi: mendengarkan suara napas
g) Alat bantu pernapasan: apakah perlu menggunakan alat
bantu pernapasan
h) Masalah keperawatan
3) Sistem syaraf
a) Tingkat kesadaran
b) GCS
Eye
Verbal
Motoric
Total GCS
c) Reflex fisiologis
Bisep
Trisep
Patella
d) Rangsang meningel
Kaku kuduk
Tanda kemik
Tanda brudzinki
e) Pemeriksaan syaraf karnial
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan
pada klien encefalitis.
Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan pada
encefalitis superatif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
Syaraf III, IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada
klien encefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran

23
biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang
menggangu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil akan di dapatkan, dengan alasan yang
tidak diketahui, klien encefalitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitif berlebihan pada cahaya.
Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada
otot sehingga menggangu proses mengunyah.
Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah
asimetris karena adanya paralisis unilateral.
Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli
persepsi
Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik
sehingga menggangu pemenuhan nutrisi via oral
Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus
dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk.
Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal.
f) Reflex patologis
g) Kejang
4) Sistem perkemihan
a) Produksi urine
b) Warna
c) Bentuk alat kelamin normal atau tidak
d) Uretra
5) Sistem pencernaan
a) Bibir
b) Selaput lendir mulut
c) Hipersalivasi
d) Lidah
e) Kebersihan rongga mulut
f) Tenggorokan
g) Mual

24
h) Muntah terpasang NGT atau tidak
i) BAB: warna, konsistensi, waktu
j) Pola makan.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertemi b/d reaksi inflamasi.
b. Risiko terhadap Cedera b.d perubahan fungsi otak sekunder
terhadap penurunan kesadaran.
c. Risiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d
menurunnya nafsu makan sekunder terhadap mual dan muntah
d. Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan
umum, vertigo

3. Intervensi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan.
Intervensi keperawatan pasien dengan masalah meningitis adalah
a. Intervensi keperawatan (hipertemi)
1) Pantau aktifitas kejang
2) Pantau hidrasi (mis. Turgor kulit, kelembapan membrane
mukosa)
3) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
4) Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan
suhu lingkungan
b. Intervensi kolaboratif
1) Berikan obat antipiretik jika perlu
c. Pantau berat ringan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan
skala nyeri
d. Beri posisi tidur yang nyaman untuk pasien
e. Hindari makanan yang memperburuk mual dan muntah

25
f. Pertahankan penghalang tempat tidur tempat terpasang dan
pasang jalan napas buatan melindungi pasien bila terjadi kejang.
g. Pantau kesadaran pasien

B. Pasien dengan Ensefalitis


1. Pengkajian
h. Identitas: Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
i. Keluhan Utama, berupa panas badan meningkat, kejang, dan
kesadaran menurun.
j. Riwayat Penyakit Sekarang: Mula-mula anak rewel, gelisah,
muntah-muntah, panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari,
sakit kepala.
k. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien sebelumnya menderita batuk,
pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes,
penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
l. Riwayat Penyakit Keluarga: Keluarga ada yang menderita
penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-
lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E,
Coli, dan lain-lain.
m. Imunisasi: Kapan terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis
dapat terjadi pada post imunisasi pertusis.
n. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital: tekanan darah, denyut nadi, respiration
rate dan suhu.
2) Sistem pernapasan
a) Keluhan
b) Inspeksi: melihat bentuk dada simetris atau tidak
c) Sekresi batuh: sputum ada atau tidak, jika ada kaji warna
bentuk dan segera cek laboratorium.
d) Nyeri: adakah nyesri saat bernapas
e) Frekuensi/pola napas: frekuensi pernapasan dan
bagaimana pola napas
f) Auskultasi: mendengarkan suara napas

26
g) Alat bantu pernapasan: apakah perlu menggunakan alat
bantu pernapasan
h) Masalah keperawatan
3) Sistem syaraf
a) Tingkat kesadaran
b) GCS
Eye
Verbal
Motoric
Total GCS
c) Reflex fisiologis
Bisep
Trisep
Patella
d) Rangsang meningel
Kaku kuduk
Tanda kemik
Tanda brudzinki
e) Pemeriksaan syaraf karnial
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan
pada klien encefalitis.
Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan pada
encefalitis superatif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
Syaraf III, IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada
klien encefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang
menggangu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil akan di dapatkan, dengan alasan yang
tidak diketahui, klien encefalitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitif berlebihan pada cahaya.

27
Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada
otot sehingga menggangu proses mengunyah.
Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah
asimetris karena adanya paralisis unilateral.
Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli
persepsi
Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik
sehingga menggangu pemenuhan nutrisi via oral
Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus
dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk.
Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal
f) Reflex patologis
g) Kejang
4) Sistem perkemihan
a) Produksi urine
b) Warna
c) Bentuk alat kelamin normal atau tidak
d) Uretra
5) Sistem pencernaan
a) Bibir
b) Selaput lendir mulut
c) Hipersalivasi
d) Lidah
e) Kebersihan rongga mulut
f) Tenggorokan
g) Mual
h) Muntah terpasang NGT atau tidak
i) BAB: warna, konsistensi, waktu
j) Pola makan.

28
6) Sistem muskuloskletal
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran
menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang
lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari
masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data
yang telah dikumpulkan.
Keperawatan yang mungkin muncul pada masalah ensefalitis
adalah:
a. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya
bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
b. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
c. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan
edema serebral/ penyumbatan aliran darah.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi
masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan.
Intervensi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis
adalah
a. Intervensi keperawatan (perfusi jaringan serebral tidak efektif)
1) Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi
dan pernapasan
2) Pantau TIK dan respons neurologis pada pasien terhadap
aktivitas keperawatan
3) Pantau tekanan perfusi serebral
4) Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap
stimulus
b. Intervensi kolaborasi

29
1) Perhatiakan parameter hemodinamika (misalnya, tekanan
arteri sistemik) dalam rentang yang dianjurkan
2) Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume
intrvaskuler, sesuai progam
3) Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi
serebral, sesuai progam
4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai 45 derajad,
bergantung pada kondisi pasien dan progam dokter

c. Intervensi keperawatan (gangguan sensorik motorik)


1) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan keehatan di
rumah dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan
yang tahan lama
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu
mobilitas (misalnya, tongkat, walker, kruk, atau kursi roda)
3) Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis,
dari tempat tidur ke kursi)
4) Anjurkan pasien menutup mata untuk menebak makanan
atau minuman melalui alat indera seperti mencium,
memakan, meraba dll.

30
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa pada asuhan keperawatan meningitis dan ensefalitis
berubungan dengan Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Selain itu,
sistem saraf pusat ditunjang oleh neurologi, meningen serta ventrikel otak dan cairan
serebrospinal. Meningitis adalah suatu inflamasi di piameter, arakhnoid
dan subararakhnoid infeksi biasanya menyebabkan meningitis dan
chemical meningitis juga dapat menjadi meningitis bisa akut atau
kronik yang disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau parasite.
Meningitis adalah inflamasi meningen yang juga dapat menyerang
arakhonoid dan subarakhonoid, infeksi menyebar sampai
subarakhonoid melalui cairan serebrospinal sekitar otak dan spinal
cord.
Komplikasi yang sering terjadi pada meningitis adalah peningkat
TIK yang menyebabkan penurunan kesadaran. Komplikasi lain pada
meningitis yaitu disfungsi neurology, disfungsi saraf kranial (III, IV VII
atau VIII), hemiparesis, dysphasia dan hemiparesia.
Sedangkan Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang
disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit
lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh
bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria,
atau primary amoebic meningoencephalitis juga dapat menyebabkan
ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang.
Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Ensefalitis
mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralitis. Gangguan
penglihatan atau gejala neurologik yang lain. Penderita yang sembuh
tanpa kelainan neurologik yang nyata, dalam perkembangan

31
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, gangguan
tingkah laku dan epilepsi.

DAFTAR PUSTAKA
Adam, Aulia. 2017. Meningitis: Dari Sakit Kepala Hingga Risiko Meninggal Dunia. 17
Maret 2017. Diakses dari https://tirto.id/meningitis-dari-sakit-kepala-hingga-risiko-
meninggal-dunia-ckQG. 06/02/2020.
Andareto, Obi. 2015. Penyakit Menular di sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.
Asih, Yasmin. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth.
Diterjemahkan dari Diane C. Baughman dan JoAnn C. Hackley. 1996. Handbook For
Brunner and Suddarth’s Textbook Of Medical Surgical Nursing. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Kertopati, Lesthia. 2017. Wabah Meningitis Bunuh 270 Anak di Nigeria. 30 Maret 2017.
Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170329161228-127-
203474/wabah-meningitis-bunuh-270-anak-di-nigeria. 06/02/2020.
Leinovar. 2008. Jalan Panjang Memupus Kedukaan. Diterjemahkan dari Joan Didion. The
Year Of Magical Thinking. Jakarta: PT. Cahaya Insan Suci.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nadyaratuaf. 2017. Patofisiologi Enchepalitis. 12 Januari 2017. Diakses dari
https://id.scribd.com/document/336363293/Patofisiologi-Encephalitis. 08/02/2020.
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
Soegijanto, Soegeng. 2016. Kumpulan Makalah Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press.
Wilson oleh Anne Waugh dan Allison Grant. 2017. Anatomi and Physiology in Health and
Ilness, 12e. Jakarta: Elsevier.

32

Anda mungkin juga menyukai