Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
(STROKE, TUMOR OTAK, MENINGITIS )
Dosen Pembimbing : DODIK HARTONO S,Kep Ns., M.Kep

Di susun oleh:

Nur aisah 14201.08.16032


Nur Azizah 14201.08.16033
Bambang Irawan 14201.08.16007
Nabilatur Rodhiyah 14201.07.15015
Moh Hijratillah Prasetyo 14201.08.16026
Willy Handika 14201.08.16049
Merina Halimatus Z 14201.08.16024
Nanang Diaz 14201.08.16030

SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular (Muttaqin, 2011).
Tumor intrakranial termasuk juga lesi desak ruang, (lesi atau berkas organ karena
proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada disekitarnya, sehingga organ
tersebut dapat mengalami gangguan) jinak maupun ganas, yang tumbuh diotak
meningen dan tengkorak (Ariani, 2012).
Meningitis adalah radang membrane pelindung system saraf pusat. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian
(Wahit Iqbal, 2015).
Masalah yang muncul pada pasien dengan tumor otak adalah gangguan
penglihatan, gangguan fokal, ansietas, dan nyeri akibat dari peningkatan tekanan
intrakranial. Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem saraf, di
samping tumor spinal dan tumor saraf perifer.Permasalahan klinis pada tumor otak
agak berbeda dengan tumor lain karena efek yang ditimbulkannya, dan keterbatasan
terapi yang dapat dilakukan. Kerusakan pada jaringan otak secara langsung akan
menyebabkan gangguan fungsional pada sistem saraf pusat, berupa gangguan
motorik, sensorik, panca indera, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu efek massa
yang ditimbulkan tumor otak juga akan memberikan masalah serius mengingat tumor
berada dalam rongga tengkorak yang pada orang dewasa merupakan suatu ruang
tertutup dengan ukuran tetap (Wahjoepramono, 2006). Melihat banyaknya angka
kejadian tumor otak maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah tentang
Asuhan Keperawatan Stroke, Tumor otak dan Meningitis
B. Rumusan masalah
1. Apa Anatomi Fisiologi dari Stroke, Tumor Otak dan Meningitis ?
2. Apa yang dimaksud Stroke, Tumor Otak dan meningitis?
3. Apa Etiologi Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
4. Apa Patofisiologi Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
5. Apa Manifestasi Klinis Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
6. Apa Pemeriksaan Penunjang Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
9. Bagaimana pemberian pendidikan kesehatan pencegahan primer, sekunder dan
tersier Stroke, Tumor Otak dan meningitis ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Anatomi Fisiologi dari stroke, tumor otak, dan Meningitis.
2. Untuk mengetahui Definisi stroke, tumor otak, dan meningitis.
3. Untuk mengetahui Etiologi stroke, tumor otak, dan meningitis.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi stroke, tumor otak, dan meningitis.
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis stroke, tumor otak, dan meningitis.
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang stroke, tumor otak, dan meningitis.
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan stroke, tumor otak, dan meningitis.
8. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan stroke, tumor otak, dan meningitis
9. Untuk Mengetahui pemberian pendidikan kesehatan pencegahan primer, sekunder
dan tersier pada stroke, tumor otak, dan meningitis.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan

Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui


tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu
fenomena kesehatan yang spesifik tentang laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan stroke, tumor otak, dan meningitis
2. Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat)

Makalah ini bagi tenaga kesehatan khususnya untuk perawat adalah untuk
mengetahui pentingnya bagaimana pelayanan yang tepat kepada penderita stroke,
tumor otak, dan meningitis
3. Bagi Mahasiswa

Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan stroke, tumor otak, dan meningitis

BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari
semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak didalam rongga tengkorak
(cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam rongga cranium
berkembang darisebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran
otak awal (Pearce, 2013).
1. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
2. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
3. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebellum.
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah. Korteks serebri
terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut sulkus. Sulkus
yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus
letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya (lobus frontalis,
temporalis,oarientalisdan oksipitalis)(Pearce, 2013).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media laterali memisahkan
lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parientalis sebelah
posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis juga memisahkan lobus
frontalis dan lobus parientalis. Adapun bagian-bagian otak meluputi(Pearce, 2013). :
1. Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing
disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua permukaan ini dilapisi oleh
lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putig terdapat
pada bagian dalam yang mengndung serabut syaraf(Pearce, 2013).
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu(Pearce, 2013) :
a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian sulkus
sentralis.
b. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako
oksipitalis.
c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan didepan lobus
oksipitalis.
d. Oksipitalisyang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam banyak
gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan demikian menambah
daerah permukaan korteks serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang
justru memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri
selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Secara
umum korteks dibagi menjadi empat bagian (Pearce, 2013) :
a. Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau
bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang bersangkutan. Korteks sensori
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
b. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan
yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain.
Bagian anterior lobus temporalis mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan
disebut psikokortek.
c. Kortekes motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
d. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap
mental dan kepribadian.
2. Batang Otak

Batang otak terdiri dari 3 bagian yaitu (Pearce, 2013) :


a. Diensephalon
Diensephalon merupakan bagian atas batang otak. yang terdapat diantara
serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsul interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensephalon yaitu (Pearce, 2013) :
a) Vasokonstriktor, mengeclkan pembuluh darah
b) Respirator, membantu proses pernafasan
c) Mengontrol kegiatan refleks
d) Membantu kerja jantung
Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol
keatas. Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua
sebelah bawah selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus toklearis
berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsi dari
mesenphalon yaitu(Pearce, 2013) :
1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
b. Pons Varolli
Pons varoli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons
varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan
medulla oblongata. Disini terdapat premoktosid yang mengatur gerakan
pernafasan dan refleks. Fungsi dari pons varolli adalah (Pearce, 2013) :
a) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla oblongata
dengan serebellum.
b) Pusat saraf nervus trigeminus.
c. Medula Oblongata
Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medulla
oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas
medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerag tengah bagian
ventral medulla oblongata(Pearce, 2013).
Medulla oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai saraf
otak yang penting. Selain itu medulla mengandung “pusat-pusat vital” yang
berfungsimengendalikan pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Karena itu, suatu
cedera yang terjadi pada bagian ini dalam batang otak dapat membawa akibat
yang sangat serius (Pearce, 2013).
3. Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla
oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut
vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum
berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus serebri inferior. Permukaan
luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan
lebih teratur. Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebellum
dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan
purkinye dan lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari
serebrum harus melewati serebellum(Pearce, 2013).
B. Laporan Pendahuluan Storke
1. Definisi Stroke
Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2011).
Menurut WHO (2012) stroke infark merupakan suatu kondisi penyakit yang
disebabkan oleh terhentinya aliran darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik
karena adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh darah, kondisi ini menyebabkan
jaringan otak yang tidak terkena aliran darah kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga
otak menjadi rusak.
Stroke iskemik atau “brain attack”adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba sebagai
akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan baik sebagian
atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari kejadian stroke (Goldszmidt
& Caplan, 2011).
Berdasarkan penjelasan beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Stroke
infark tersebut ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan gejala serebral fokal,
terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih. Kurangnya aliran
darah didalam jaringan otak menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat
merusak atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak juga dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Aliran darah yang
berhenti juga dapat membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga berhenti.
Stroke merupakan penyakit neurogenik yang menyebabkan gangguan fungsi otak baik
fokal maupun global dan penyebab kecacatan paling banyak.
2. Etiologi
Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara. Iskemia terjadi ketika suplai
darah ke bagian otak terganggu atau tersumbat. Iskemia biasanya terjadi karena trombosis
atau embolik (Joyce&Jane, 2014).
a. Trombosis cerebri
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endotelial dari pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama yang
menyebabkan zat lemat tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh
darah. Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan(stenosis) pada arteri
(Muttaqin, 2011 : 235).
Stenosis menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah
akan berputar di permukaan yang terdapat plak, menyebabkan penggumpalan yang
akan melekat pada plak tersebut. Akhirnya rongga pembuluh darah tersumbat. Selain
itu, penyumbatan dapat terjadi karena inflamasi pada arteri atau disebut arteritis.
Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotis. Bagian yang biasa
terjadi penyumbatan adalah di bagian yang mengarah pada percabangan dari karotid
utama ke bagian dalam dan luar dari arteri karotid (Muttaqin, 2011 : 235).
Trombosis terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya (Muttaqin, 2011 : 235).
a) Aterosklerostis yaitu mengerasnya atau berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
b) Hiperkoagulasi yaitu darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
c) Arteritis atau radang pada arteri
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik (Muttaqin, 2011 : 235).
3. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi stroke non-haemorragic dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Berdasarkan etiologi
Stroke non-hemoragikdapat dibagi menjadi empat jenis berdasarkan
penyebabnya, yaitu (Pudiastuti, 2012) :
a) Stroke trombotik arteri besar disebabkan oleh aterosklerosis plak di pembuluh
darah besar dari otak. Lokasi stroke, misalnya pada korteks superficial (tersering
arteri serebri media), serebelum, dan daerah arteri serebral posterior (Goldszmidt
& Caplan, 2011).
b) Stroke trombotik arteri kecil (stroke lakunar), mengacu pada stroke yang berasal
dari satu atau lebih penetrasi trombotik pada pembuluh darah kecil seperti ganglia
basalis, substantia alba otak, thalamus pons, dan serebelum (Goldszmidt &
Caplan, 2011).
c) Stroke emboli kardiogenik (stroke embolik) berhubungan dengan kondisi jantung,
seperti fibrilasi atrial, infark miokard, endokarditis, dan atrial septal defect.
Emboli berasal dari jantung dan beredar ke pembuluh darah otak, lokasi yang
paling sering terkena adalah arteri serebri media, serebelum dan daerah arteri
serebral posterior (Goldszmidt & Caplan, 2011).
d) Stroke kriptogenik sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh
intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas (Goldszmidt & Caplan, 2011).
b. Berdasarkan perjalanan penyakit
Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi(Muttaqin, 2011) :
a) Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal akibat gangguan peredaran darah di
otak yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10
menit) sampai beberapa jam (24 jam). Disebabkan oleh gangguan akut fungsi
fokal serebral, emboli maupun trombosis. Satu sampai dua jam biasanya TIA
dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50
% pasien sudah terkena infark(Muttaqin, 2011).
b) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) atau Defisit Neurologik Iskemik
Sepintas Adalah gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu (Muttaqin, 2011).
c) Stroke Progresif (Progessive Stroke atau Stroke in Evolution)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana
terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang
timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
d) Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal
sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului
dengan Trancient Iskemik Attackberulang. Kelainan ini tidak berkembang lagi
bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark.(Muttaqin, 2011).

4. Patofisiologi
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus
menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya
terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju
arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan
iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal.
Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dindingpembuluh darah oleh emboli
(Smeltzer, 2013).
Menurut Hudak & Gallo (2011) alairan darah disetiap otak terhambat karena trombus
atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen
pada awalanya mungkin akibat iskemia imun (karena berhentinya jantung atau hipotrnsi)
hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat
mengakibatkan kematian jaringan atau infark. Perdarahan intraksional biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi didaerah otak atau
subarachnoid, sehingga jaringan yang terletakk didekatnya akan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri
disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak, bekuan yang
semuanya lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak disekitar tempat
bekuan dapat membengkan dan mengalami nekrosis.
Stroke non Hemoragik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama ke
bagian otak. Stroke non hemoragik dapat terjadi akibat thrombus (bekuan darah di arteri
serebril) atau embolus(bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh).
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, karena aterosklerosis berat. Individu
mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara Transient Iskemik Attack (TIA)
sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA adalah gangguan fungsi otak
singkat yang reversibel akibat hipoksia serebral. TIA mungkin terjadi ketika pembuluh
darah aterosklerotik mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat dan
kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis yang berat. Stroke embolik
berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbetuk di luar otak. Sumber umum
embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah miokardium atau fibrilasi
atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis atau aorta (Corwin, 2009

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black & Hawk,
2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang rusak, lokasi
neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah kolateral di serebral
(Smeltzer, 2013) yang dapat berupa :
a. Kehilangan Motorik.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi motor yang paling umum
adalah Hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering
terjadi setelah stroke, yang biasanya desebabkan karena stroke pada bagian anterior
atau bagian tengah arteri serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik
dari kortek frontal.
b. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan berkomunikasi,termasuk
berbicara, membaca, menulis dan memahami bahasa lisan.Terjadi jika pusat bahasa
primer yang terletak di hemisfer yang terletak di hemisfer kiri serebelum tidak
mendapatkan aliran darah dari arteri serebral tengah karena mengalami stroke, ini
terkait erat dengan area wernick dan brocca.
c. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit untuk
mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
d. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajarisebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
e. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke pada arteri
vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses menelan, yaitu N V
(trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan N XII (hipoglosus).
f. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti diplopia.
g. Horner’s syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada mata
sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas, kelopak mata
bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air mata.
h. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus dari sisi
kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering mengabaikan salah satu sisinya.
i. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobusparietal yang
disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.
j. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang mengatur
perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian kortek serebral,
area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang mempengarui korteks
motorik dan area bahasa.
k. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah satu bentuk
neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung kemih, yang kadang terjadi setelah
stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak tentang pengisian kandung kemih tetapi otak
tidak dapat enginterpretasikan secara benar pesan tersebut dan tidak mentransmisikan
pesan ke kandung kemih untuk tidak mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan
terjadinya frekuensi urgensi dan inkontinensia.
6. PENATALAKSANAAN
a. Secara Keperawatan
Menurut Powers., et al (2018) rekomendasi AHA/ASA Guidline pada
penatalaksanaan gawat darurat stroke infark adalah sebagai berikut :
a) Primary survey (penilaian awal )
1) Airway, lihat adanya sumbatan jalan nafas atau tidak
o Sumbatan partial jalan nafas: biasanya dada masih mengembang
- Sadar, biasanya masih bernafas, batuk, dan berbicara minta tolong
- Tidak sadar, terdengar suara nafas tambahan stridor (benda padat),
gurgling (benda cair) lakukan suctioning, crowing (pembengkakan
mukosa), snoring (sumbatan oleh pangkal lidah) pasang Mayo/OPA
o Sumbatan total jalan nafas: dada tidak mengembang
- Sadar, biasanya pasien sulit bernafas, tidak ada pengembangan dada,
meronta, berusaha membebaskan jalan nafas dengan kedua tangan
memegang leher, sianosis
- Tidak sadar, saat kita beri bantuan nafas akan terjadi tekanan balik dan
tidak terjadi pengembangan paru
2) Breathing
o Look : gerakan nafas, pengembangan dada, retraksi dinding dada
o Listen : dengarkan bunyi nafas
o Feel : rasakan adanya aliran udara pernafasan
Beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah,
untuk mencegah daerah iskemik semakin meluas untuk mempertahankan
saturasi <94%, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol
atau memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
3) Circulation
Lihat sumber perdarahan, kaji status mental, lihat adanya hipotensi dan
pembesaran vena jugularis, cek nadi, suhu, dan kelembaban. Berikan terapi
cairan (misalnya koloid, produk darah, kristaloid) untuk meningkatkan
volume intravaskuler dan mempertahankan parameter hemodinamik.
b) Secondary survey
1) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 0-45o menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan
2) Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah.
3) Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Tujuannya adalah agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Tindakan
awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik
dengan memberikan O2, untuk mempertahankan saturasi >94%, glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama
dan frekuensi) serta tekanan darah.
b. Secara Medis

a) Anti platelet
Aspirin yaitu obat yang dapat menghambat siklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali seharionsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80 persen. Waktu paruh (half time) plasma yaitu 4 jam.
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet.Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas
yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
b) Anti koagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan
hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis
arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.
Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewaturin. Waktuparo plasma: 50-150
menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan denganWhole BloodClotting
Time.Nilai normal 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15
menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
c) Obat anti trombotik
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk mengembalikan
perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut. Jenis obat golongan ini
adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun yang tersedia di Indonesia
hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini bekerja memecah trombus dengan
mengaktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin. Boleh dilakukan terapi ini jika
tekanan darah sistol < 185 mmHg, dan diastole <110 mmHg Efek samping yang
sering terjadi adalah risiko pendarahan seperti pada intrakranial atau saluran cerna;
serta Angioedema Pada pasien yang menggunakan terapi ini usahakan untuk
menghindari penggunaan bersama obat antikoagulan dan antiplatelet dalam 24 jam
pertama setelah terapi untuk menghindari risiko perdarahan.
d) Diuretika digunakan untuk menurunkan edema serebral
e) Antipiretik dan analgetik digunakan untuk mengurangi hipertermi (S>38 oC) dan
nyeri kepala
f) Antihipertensi
Menurut penelitian yang dilakukan Castillo J, dkk (2004) menunjukan bahwa
setiap penurunan tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk rumah
sakit dengan tekanan darah sistolik ≤ 180 mmHg dan juga peningkatan tekanan
darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk dengan tekanan darah sistolik >
180 mmHg dalam 24 jam pertama setelah gejala stroke iskemik akut dapat
berakibat pada perburukan fungsi neurologis ( penurunan ≥ 1 poin pada Canadian
Stroke Scale yang mengukur beberapa aspek seperti kesadaran dan fungsi motoric).
g) Digital Subtraction Angiografi (DSA) cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurism atau malformasi vaskular atau adanya infark akut
7. KOMPLIKASI
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat terjadi
masalah fisik dan emosional diantaranya:
a. Thrombosis
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.

b. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar akibat tekanan dari bagian tubuh
lain yang paling sering adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini
tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan akumulasi sekret terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumonia.
d. Atrofi otot
Atrofi otot atau pengecilan otot serta kontraktur atau kekauan sendi dapat
disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan Ansietas
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan kehilangan
fungsi tubuh.
C. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Biasanya pada kasus cerebral infark karena usia di atas 55 tahun merupakan
resiko tinggi terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 30% di
banding wanita.Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya (Muttaqin, 2011).
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran
atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih
sadar (Muttaqin, 2011).
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai klien kehilangan sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak lainnya (Muttaqin, 2011).
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator atau obat-obatan adiktif, serta kegemukan.Policitemia karena
hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi
menurun (Muttaqin, 2011).
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga menderita hipertensi ataupun diabetes melitus
(Muttaqin, 2011).
f. Pemeriksaan Fisik(Muttaqin, 2011)
a) Wajah, biasanya ditemukan hasil bentuk wajah tidak simetris (Bells palsy)
b) Mata, biasanya ditemukan hasil pasien mengalami penglihatan kabur dan tidak
bisa membuka mata
c) Mulut, biasanya ditemukan ketidakmampuan menelan dan mengunyah pasien,
lidah jatuh kebelakang dan kaku pada pasien yang tidak sadar, bicaranya pelo
dan kata atau kalimat yang keluar tidak jelas, terdapat disfagia atau
afagia.Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi lateral
dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu
kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
d) Leher, biasanya ditemukan kekakuan pada otot leher
e) Paru, batuk peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi
akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk
akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
f) Jantung, dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler,
adanya murmur
g) Integumen, biasanya ditemukan suhu tubuh pasien meningkat (>37,5°C)
h) Genetalia, biasanya ditemukan hasil pasien mengalami penurunan sensasi
keinginan untuk berkemih atau buang air besar, bisa terjadi distensi.
i) Ekskremitas, kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat
hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya
dekubitus akibat immobilisasi fisik dan terjadi atrofi otot.
Cara melakukan penilaian kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot : lumpuh total
1 : terlihat kontraksi tetap;tidak ada gerakan pada sendi
2 : ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 : bisa melawan gravitasi tetapi tidak tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 : bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tapi kekuatannya
berkurang
5 : dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
j) Neurologi, biasanya ditemukan hasil sesuai dengan adanya gangguan pada
nervus yang rusak, kesadaran pasien menurun atau kehilangan kesadaran.
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
1) Kualitatis
Adalah funngsi mental keseluruhan dan derajat kewaspadaan
 Composmentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya dan dapat
menjawab semua pertanyaan tentang kondisi sekelilingnya
 Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
 Delirium, yaitu keadaan yang gelisah, disorientasi (Orang, tempat dan
waktu), memberontak, berteriak, berhalusinasi dan berhayal
 Somnolen (Optundasi), yaitu keadaan kesadran menurun dan respon
psikomotor yang lambat dan mudah tertidur, namun kesadarn dapat
pulih bila diransang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
 Stupor (Sopor), yaitu keadaan letargi seperti tidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri
 Coma, yaitu keadaan yang tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun, (respon kornea, maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya)
2) Kuantitatif
Dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale)
 Respon membuka mata (Eye)
1. Spontan =4
2. Dengan perintah = 3
3. Dengan nyeri =2
4. Tidak berespon = 1
 Respon verbal (Verbal)
1. Berorientasi =5
2. Bicara membingungkan = 4
3. Kata kata tidak tepat =3
4. Suara tidak dapat dimengerti =2
5. Tidak ada respon =1
 Respon motorik
1. Dengan perintah =6
2. Melokalisasi nyeri =5
3. Menarik area yang nyeri = 4
4. Fleksi abnormal =3
5. Ekstensi abnormal =2
6. Tidak berespon =1
3) Reflek Fisiologis
 Reflek biceps (BPR), ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan
pada tendon muskulus biceps brachii, posisi lengan diketuk pada
sendi siku.Respon, fleksi lengan pada sendi siku.
 Reflek Triceps (TPR), ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.Respon, ekstensi lengan
bawah pada sendi siku.
 Reflek Periosto Radialis, ketukan pada periosteum ujung distal os.
Symmetric posisi lengan setengah fleksi dan sediki pronasi.Respon,
fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi
muskulus brachiradialis.
 Reflek Periostoulnaris, ketukan pada periosteum proseus styloid ilna,
posisi lengan stengah fleksi dan antara pronasi dan supinasi.Respon,
pronasi tangan akibat kontraksi muskulus pronator quadrates
 Reflek Patela (KPR), ketukan pada tendon patella dengan hammer.
Respon, plantar fleksi longlegs karena kontraksi muskulus quadrises
femoris.
 Reflek Achilles (APR), ketukan pada tendon achilles. Respon, plantar
fleksi longlegs karena kontraksi muskulus gastroenemius.
 Reflek Klonus Lutut, pegang dan dorong os. Patella ke arah
distal.Respon, kontraksi reflektorik muskulus quadrisep femoris
selama stimulus berlangsung.
 Reflek Klonus Kaki, dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi
tungkai sendi lutut. Respon, kontraksi reflektorik otot betis selama
stimulus berlangsung.
4) Reflek Patologis
 Ekskremitas Superior
a. Reflek Tomner, gores pada jari tengan bagian dalam
(+) bila fleksi empat jari yang lain
b. Reflek Hoffman, gores kuku jari tengah
(+) bila fleksi empat jari yang lain
c. Leri, fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap
lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap keatas.
Respon, tidak terjadi fleksi pada sendi siku
d. Mayer, fleksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak
tangan. Respo, tidak terjadi oposisi pada ibu jari.
 Ekskremitas Inferior
a. Babinski, gores telapak kaki dilateral dari bawah keatas.
(+) bila dorsofleksi ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari
lain.
b. Chaddok, gores bagian bawah malleolus medial
(+) bila dorsofleksi ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari
lain.
c. Oppenheim, gores dengan dua sendi interfalang jari tengah dan
jari telunjuk di sepanjang os tibia atau cruris.
d. (+) bila dorsofleksi ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari
lain.
e. Gordon, tekan atau remas muskulus gastrocnemeus atau betis
dengan keras.
f. Schaeffer, tekan atau remas tendon achilles. (+) bila dorsofleksi
ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari lain.
g. Gonda, fleksikan jari keempat secara maksimal lalu lepas.
(+) bila dorsofleksi ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari
lain.
h. Bing, tusuk jari kaki kelima pada metacarpal atau pangkal.
(+) bila dorsofleksi ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari
lain.
i. Stransky, penekukan (lateral) jari longlegs kelima. (+) bila
dorsofleksi ibu jari dan abduksi kearah lateral empat jari lain.
j. Rossolimo, pengetukan pada telapak kaki. Respon, fleksi jari-
jari longlegs pada sendi interfalangeal
k. Mendel-Beckhterew, pengetukan dorsum pedis pada daerah os.
Coboideum.Respon, fleksi jari-jari longlegs pada sendi
interfalangeal.
5) Pemeriksaan nervus cranialis
1. Olfactory
Biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
Fungsi penciuman test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian
kiri dan kanan.
2. Optikus
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Fungsi aktifitas sosial dan lapang pandang test aktivitas visual,
tutup satu mata klienkemudian disuruh baca dua garis di Koran,
ulangi untuk satunya.

3. Oculomotorius, trochlear, abdusens


Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit.
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontraksi pupil mata
a. Test Oculomotorius (respon pupil terhdap cahaya)
Menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan satu mata ( jangan dua mata)
b. Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan objek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakan obyek kearah kanan. Observasi
adanya deviasi bola mata.
c. Abdusens minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok
4. Trigeminus
Fungsi sensasi, caranya dengan mengusap pilahan kapan pada kelopak
mata atas dan bawah
a. reflex kornea langsung naka gerakan mengedip insilateral
b. refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral
c. fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal masseter
5. Facialis
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam,manis, asin, pahit
6. Acustikus
a. coclear ( mengkaji pendengaran ) tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan dan kiri
b. vestibulator ( mengkaji keseimbangan ), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak
7. Glossopharingeal dan vagus
Glossopharingeal mempersarafi perasaan mengecap 1/3
posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan m.
stylopharingeus, pergerakan ovula, pallatum lunak
8. Accessories
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan .apakah
strenocledomastodeus dapat terlihat ? apakah tropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksaan
berusaha menahan test otot trapezius
9. Hypoglosus
Pada pasien stroke lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
 mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 inspeksi posisi lidah ( normal, asimetris/ deviasi
 keluarkan lidah klien ( oleh sendiri ) dan memasukkan dengan
cepat dan menta untuk menggerakkan ke kanan dan kiri
g. Pengkajian Pola Fokus(Muttaqin, 2011).
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif :
1. Kesulitan dalam beraktifitas, kelemahan dan kehilangan sensasi atau
paralysis
2. Mudah lelah dan kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Data Obyektif :
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Perubahan otot (flastic atau spastic), paralisis (hemiplegia), kelemahan
umum
3. Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif :
1. Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endocarditis bacterial) dan polisitemia.
Data Obyektif :
1. Hipertensi arterial
2. Diritmia, perubahan EKG
3. Pulsasi, kemungkinan bervariasi
4. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas Ego
Data Subyektif :
1. Perasaan tidak berdaya dan hilang harapan
Data Obyektif :
1. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan dan kegembiraan
2. Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
Data subyektif :
1. Inkontinensia, anuria
2. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak ada suara anus
(ileus paralitik )
e. Makan atau minum
Data subyektif
1. Nafsu makan hilang
2. Nausea /vomitus menandakan adanya PTIK
3. Kehilangan sensasi lidah , tenggorokan ,disfagia
4. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Data objektif
1. Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek plaatum dan faring )
2. Obesitas ( faktor resiko )
f. Sensasi neural
Data objektif
1. Pusing/ syncope
2. Nyeri kepala :pada pendarahan intra serebral atau pendarahan sub
arachnoid
3. Kelemahan, kesemutan,/kebas, sisi yang rekena terlihat seperti
lumpuh/mati
4. Penglihatan berkurang
5. Sentuhan
6. Gangguan rasa pengecapan
Data objektif
1. Status mental : koma biasanya menandai stadium pendarahan , gangguan
tingkah laku
2. Ekstermitas ;kelemhan
3. Wajah ; paralisis
4. Afasia
5. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat , pendengaran
6. Apraksia :kehilangan kemampuan motorik
7. Reaksi dan ukuran pupil
g. Nyeri/kenyamanan
Data subyektif
1. Sakit kepala yang bervariasi intensitas
Data objektif
1. Tingkah laku tidak stabil , gelisah, ketegangan otot /fasial
h. Respirasi
Data subyektif
1. Perokok
i. Keamanan
Data obyektif
1. Motorik/sesorik : masalah dengan penglihatan
2. Perubahan persepsi terhadap tubuh
3. Tidak mampu mengenali objek, warna,
4. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin
5. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
6. Interaksi sosial
Data objektif
1. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

2. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme,
hipertensi, aterosklerosis aortik dan tumor otak
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai
dengan kesulitan membolak-balikkan posisi, keterbatasan rentang gerak dan
penurunan kemampuan motorik kasar dan motorik halus
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
penurunan sirkulasi otak yang ditandai dengan gagap, pelo, sulit bicara, sulit
mengungkapkan kata, tidak dapat bicara, kesulitan memahami komunikasi,
kesulitan mempertahakan komunikasi, dan kesulitan mengekspresikan pikiran
secara verbal misalnya afasia.
d. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemia) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, sikap melindungi area nyeri, perubahan selera makan,
perilaku distraksi, perubahan parameter fisiologis, ekspresi meringis, fokus
interaksi dengan orang lain berkurang, fokus pada diri sendiri
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular ditandai dengan disapnea, gelisah, perubahan frekuensi nafas,
suara nafas tambahan, sianosis, perubahan pola nafas, ortopnea, dan penurunan
bunyi napas
f. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan berat badan atau lebih
dibawah rentang berat badan ideal, bising usus hiperaktif, diare, kram abdomen,
kurang minat pada makanan, membran mukosa pucat, dan tonus otot menurun
g. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuro muskular
ditandai dengan berkemih sebelum mencapai toilet, inkontinensia urine sangat
dini, mengosongkan kandung kemih dengan tuntas, sensasi ingin berkemih, dan
waktu untuk mencapai toilet memanjand setelah ada sensasi dorongan
h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh muka, ketidakmampuan mengakses kamar mandi,
ketidakmampuan menjangkau sumber air dan ketidakmampuan mengambil
perlengkapan mandi.
i. Resiko cedera berhubungan dengan hambatan fisik seperti, gangguan fungsi
psikomotor, gangguan sensasi, dan hipoksia jaringan
j. Resiko kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan faktor mekaniik
seperti daya gesek, tekanan dan immobilitas fisik
3. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
a. Batasan Karakteristik
b. NOC
a) Status neurologi
Outcame Indicator 1 2 3 4 5
090901 Kesadaran
090905 Tekanan intracranial
090919 Pola istirahat tidur
090917 Tekanan darah tekanan
090918 Tekanan nadi
Keterngan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
c. NIC
A. Manajemen edema serebral
1. Monitor tanda tanda vital
2. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
3. Dorong keluarga / orang yang terdekat pasien untuk bicara pada pada
pasien
B. Mencegah emboli
1. Bantu pasien dengan gerak rom pasif atau aktif dengan cara yang tepat
2. Dorong fleksi dan ekstensi kaki setidaknya 10 setiap satu
3. jam ganti posisi setiap 2 jam
4. Intruksikan pasien untuk memakai gelang recam medis
C. Monitor neurologi
1. Monitor tingkat kesadaran
2. Monitor tanda2 vital
3. Monitor karakteristik bicara kelancaran ada afhasia atau kesulitan
menemukan kata kata
4. Tingkatkan frekuensi pemantauan neourologis yang sesuai
D. Monitor tanda tanda vital
1. Monitor tekanan darah,nadi, suhu, dan status pernafasan
2. Monitor keberadaan dan kualitas nadi
3. Monitor warna kulit, suhu, dan kelembapan
2. Hambatan MobilitasFisik
a. Batasan Karakteristik
1) Disapnea setelah beraktifitas
2) Gerakan lambat
3) Gerakan spastik
4) Instabilitas postur
5) Keterbatasan rentang gerak
6) Penurunan kemampuan melakukan aktivitas motorik kasar
7) Penurunan kemampuan melakukan aktivitas motorik halus
b. NOC
 Outcome : pergerakan
Kode Indikator 1 2 3 4 5
020801 Keseimbangan
020803 Gerakan Otot
020804 Gerakan Sendi

020814 Bergerak dengan mudah

c. NIC
1) Monitor neurologi
a. Monitor tanda-tanda vital lengkap
b. Monitor kekuatan pegangan
c. Monitor adanya tremor
2) Perawatan tirah baring
a. Monitor kondisi kulit pasien
b. Balikkan posisi pasien sesuai kondisi kulit
c. Hindari penggunaan linen yang berbahan kasar
d. Jaga kain linen tetap bersih, kering dan tidak berkerut
3) Terapi latihan : Ambulasi
a. Dorong pasien untuk belajar duduk di tempat tidur atau sisi tempat tidur
sesuai kemampuan
b. Membantu pasien untuk duduk
3. Nyeri Akut
a. Batasan Karakteristik
a) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis skala
wong-baker, faces, skala analog visual, skala penilaian numeric)
b) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misalnya Anggota
keluarga, pemberian asuhan)
c) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada)
b. NOC
No Indicator 1 2 3 4 5
210210 Nyeri yang dilaporkan
210206 Ekspresi nyeri wajah
210204 Panjang episode nyeri
210219 Focus penyempit
210212 Tekanan darah
210224 Mengernyit
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
c. NIC
A. monitor tanda tanda vital
1. monitor tekanan darah, suhu nadi dan pernafasan
2. monitor tekanan darah setelah pasien minum obat
3. monitor irama dan kualitas nadi
B. manajemen nyeri
1. lakukan pengkajian nyeri komprehensif
2. dukung istirahat tidur yang adekuat
3. mengajarkan prinsip2 menangani nyeri
C. terapi relaksasi
1. gambarkan rasionalisasi dan jenis relaksasi
2. tunjukkan dan praktikkan terapi relaksasi yang digunakan
3. dorong klien untuk mengulang teknik relaksasi
4. evaluasi dari respon dari terapi relaksasi
4. Defisit Perawatan Diri : Mandi
a. Batasan Karakteristik
1) Ketidakmampuan membasuh tubuh
2) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
b. NOC
 Outcome : Perawatan diri mandi
Kode Indikator 1 2 3 4 5
030107 Mendi di bak cuci
030113 Mencuci wajah
030114 Mencuci badan bagian atas
030115 Mencuci badan bagian bawah
030116 Membersihkan area perineum
030111 Mengeringkan badan

c. NIC
1) Peningkatan latihan peregangan
a. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk melakukan latihan peregangan
b. Berikan informasi mengenai pilihan urutan, kegiatan peregangan spesifik,
tempat dan waktu
c. Instruksikan memulai latihan rutin
d. Monitor toleransi latihan selama latihan
e. Kolaborasi dengan keluarga dalam rencana, pengajaran dan pemantauan
rencana latihan

2) Terapi latihan : keseimbangan


a. Evaluasi fungsi sensorik
b. Instruksikan pasien untuk melakukan latihan keseimbangan
c. Sediakan alat bantu yang mendukung latihan
d. Bantu pasien untuk duduk
e. Monitor respon pasien saat latihan dan setelah latihan
3) Terapi latihan : kontrol otot
a. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk menentukan posisi dan jumlah
pengulangan
b. Bantu pasien duduk untuk memulai latihan
c. Instruksikan pasien mengenai cara melakukan latihan
d. Instruksikan pasien mengulangi gerakan setiap kali latihan
e. Evaluasi perkembangan pasien
4) Pengaturan posisi
a. Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi
b. Tempatkan pasien dalam posisi terapeutik yang sudah ditentukan
c. Dorong latihan Rom aktif atau pasif
5) Bantuan perawatan diri mandi dan kebersihan
a. Sediakan lingkungan terapeutik
b. Tentukan jumlah dan tipe bantuan yang diperlukan
c. Letakkan alat-alat mandi
d. Sediakan barang pribadi yang di inginkan
e. Fasilitasi pasien menggosok gigi dengan tepat
f. Monitor kebersihan kuku sesuai kemampuan merawat diri
g. Fasilitasi pasien untuk mandi sendiri
h. Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu merawat dirinya
secara mandiri
D. Pendidikan Kesehatan Pencegahan primer, sekunder, tersier
a. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke
bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
a). Gaya hidup: Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b). Lingkungan: kesadaran atas stress kerja
c). Biologi: perhatian terhadap faktor resiko biologis (jenis kelamin,riwayat
keluarga) efek aspirin.
d) Pelayanan kesehatan: health education dan pemeriksaan tensi,
mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit
vaskuler aterosklerotik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke.Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :
a) Gaya hidup: manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok,
penyesuaian gaya hidup
b) Lingkungan: penggantian kerja jika diperlukan, family counseling
c) Biologi : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping
d) Pelayanan kesehatan: pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder
c. Pencegahan tersier
Tujuan pencegahan adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangiketergantungan
pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan
dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pencegahan
tersier yang bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik,
ekonomi dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin (Thomas, 2005).
E. Hasil Penelitian Tentang Penatalaksanaan Stroke
Menurut Jurnal “The management of ischaemic stroke” penatalaksanaan
stroke yaitu Terapi antiplatelet pada stroke akut adalah aspirin (100e300 mg setiap
hari), diberikan dalam waktu 48 jam setelah onset, memiliki manfaat kecil tetapi
signifikan dalam mengurangi tingkat stroke iskemik berulang. Penambahan
clopidogrel tampaknya meningkatkan manfaatnya. Pengobatan edema serebral
ialah manitol dapat memberikan kelonggaran sementara perawatan bedah yang
tertunda. Paralisis dan hiperventilasi jarang bermanfaat. Sebagai gantinya, bedah
saraf dekompresi dengan kraniektomi besar harus dipertimbangkan. Perlindungan
saraf ialah sejumlah agen dan strategi neuroprotektif telah disarankan. Ini termasuk
glutamat dan antagonis kalsium, kortikosteroid dan pemulung radikal bebas. Saat
dipresentasikan tidak ada yang terbukti bermanfaat dalam praktik klinis. Demikian
pula hipotermia telah menunjukkan peningkatan insiden komplikasi medis tanpa
manfaat yang signifikan. Operasi dekompresi merupakan mortalitas infark arteri
serebral menengah ganas dengan edema serebral mencapai 80%. Hemikraniektomi
dekompresi yang dilakukan dalam waktu 48 jam setelah onset gejala meningkatkan
kelangsungan hidup secara signifikan, seringkali dengan mengorbankan kecacatan
residual yang parah. ( Robin S Howard, 2016)
F. Laporan Pendahuluan Storke
1. Definisi Tumor Otak
Pada kasus kanker, terdapat sekumpulan sel normal atau abnormal yang
tumbuh tak terkontrol membentuk massa atau tumor. Pada saat tumor otak terjadi,
pertumbuhan sel yang tidak diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan
dan kerusakan pada sel-sel lain di otak dan mengganggu fungsi otak bagian
tersebut. Tumor tersebut akan menekan jaringan otak sekitar dan menimbulkan
tekanan oleh karena tekanan berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak
yang sehat, serta area sekitar saraf. Sebagai hasilnya, tumor akan merusak jaringan
otak (Cook & Freedman, 2012).
Tumor intrakranial termasuk juga lesi desak ruang (lesi/berkas organ yang
karena proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada di sekitarnya,
sehingga organ tersebut dapat mengalami gangguan) jinak maupun ganas, yang
tumbuh di otak meningen dan tengkorak. Oleh karena penderita tumor otak datang
dengan berbagai gejala yang membingungkan, maka diagnosis menjadi sukar.
Tumor otak dapat terjadi pada semua umur, tidak jarang menyerang anak-anak di
bawah usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa selama dekade
kelima dan keenam. (boughman,2000)
tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intracranial dan
menepati ruang di dalam tengkorak. Tumor-tumor ini selalu bertumbuh sebagai
sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar masuk
kedalam jaringan(kelompok,2019)

2. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu
radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan
pada hewan.
3. Klasifikasi
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Berdasarkan Jenis Tumor
a) Jinak
1) Acoustic neuroma (neuroma akustik)
Adalah suatau tumor jinak yang tumbuh pada saraf vestibular (keseimbangan)
atau saraf penghubung telinga dengan otak, tumor jinak ini juga dapat disebut
vestibular schwannoma sel ini tumbuh dari sel sachwan. Akibatnya, fungsi
pendengaran dan keseimbangan tubuh menjadi terganggu.
2) Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi
jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien
usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki.
Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu
menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3) Pituitary adenoma
Pituitary adenoma atau disebut sebagai tumor hipofisis adalah adanya tumor
pada kelenjar pituitary (hipofisis), hipofisis yaitu bagian dari otak yang
bertanggung jawab untuk regulasi keseimbangan hormone pada tubuh, sehingga
menyebabkan kelenjar hipofisis memproduksi terlalu banyak hormone atau
terlalu sedikit dan akan mempengaruhi fungsi pada tubuh.
b) Malignant
1) Oligodendrogliom
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul
hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi
bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada
manusia yang paling bersifat kemosensitif.
2) Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim
yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat
terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-
anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi
tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak
anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
b. Berdasarkan Lokasi
a) Tumor Supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1) Glioma
 Glioblastoma multiforme (korteks motorik)
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di
hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus
kolosum.
 Astroscytoma
Adalah jenis tumor glioma
 Oligodendrogliom
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi
terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung
mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa
muda.
2) Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan
duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul
dari membran araknoid.Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar
90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa
hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut
sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%),
Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%),
Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-
Pontine angle.
Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga
berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar
tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di
regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di
basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi
medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan
menyebabkan gangguan visus yang progresif.
4. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progesif. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor
gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan
fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja
disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin
dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang
sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum
seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan
kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke
ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus. eningkatan tekanan
intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah
satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh
karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus
atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser
ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan
saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah
bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan
pernafasan).
5. TANDA DAN GEJALA
Tumor intra cranial menyebabkan gangguan fungsi fokal dan peningkatan tekanan
intra kranial (TIK). Manifestasi tumor tergantung dari lokasi, displacement otak, dan
herniasi. Gejala umum yang timbul antara lain:
a. sakit kepala

Sakit kepalaMeskipun tidak selalu ada tetapi ini banyak terjadi pada pagi
haridan menjadi buruk oleh karena batuk, menegang atau melakukan gerakan
yang tiba-tiba. Keadaan ini disebabkan oleh serangan tumor,tekanan atau
penyimpangan struktur sensitive nyeri, atau oleh karenaedema yang mengiringi
adanya tumor. Nyeri kepala yang dihubungkan dengan tumor otak disebabkan
oleh traksi dan pergeseran struktur pekanyeri dalam rongga intracranial. Struktur
ini termasuk arteri, vena, sinus-sinus venadan saraf otak
b. Mual, muntah
Muntah kadang - kadang dipengaruhi oleh asupan makanan,yang selalu
disebabkan adanya iritasi pada pusat vagal di medulla.
c. perubahan mental seperti pekarangsang, apatis
d. papilledema ( edema pada saraf optik)
Ada sekitar 70 – 75 % dari pasien dan dihubungkan dengan gangguan
penglihatan seperti penurunan ketajaman penglihatan, diplopia ( pandangan
ganda) dan penurunan lapangan pandang
e. gangguan visual (diplopia)
hilangnya pandangan padasetengah lapangan pandang pada sisi yang
berlawanan dengan tumor dan halusinasi penglihatan karena tumor lobus pada
oksipital
f. kerusakan fungsisensorik dan motorik

Adanya variasi penurunan focal motorik, sensor dan disfungsi saraf cranial
g. serta kejang
h. Pening dan vertigo

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun
proses lainnya.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak
yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan
proses-proses infeksi (abses cerebri).
c. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
d. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
e. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
7. PENATALAKSANAAN
a. Terapi farmakologi
a) Pemberian obat kortikosteroid
Kortikosteroid yaitu obat yang mengandung hormone steroid yang
berguna untuk menambah hormone steroid dalam tubuh berfungsi untuk
meredakan perdangan atau inflamasi.contoh obat: Dexhametasone
b) Anticonvulsant
Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepin
b. Pemasangan alat Shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
c. Pembedahan
Merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada tumor
otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek
massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi.
Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan
hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal.
d. Radiotherapy
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive),
sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi
diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian
dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya. Semakin sedikit
jaringan sehat yang terkena maka semakin tinggi dosis yang diberikan.
e. Kemotherapy
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi Tumor Otak :
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga
menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat
terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga
cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan
serebrospinal akibat massa.
c. Herniasi Otak
Kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak (cerebrospinal fluid) bergeser dari
posisi spinalnya dikarenakan terjadi pembekakan otak, herniasi otak juga bisa
terjadi akibat peningkatan TIK
d. Epilepsi
Epilepsy diakibatkan karena kondisi kejang yang berulang
G. ASUHAN KEPERAWATAAN THEORY
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, alamat ,tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku, bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
no.register/MRS, serta penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri kepala
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Keluhan yang di alami oleh pasien seperti keluarga pasien mengatakan pasien
mengalami kejang, penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman
atau diplopia.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang tua seperti
ibu pasien mengalami penyakit HIV,TB atau HEPATITIS B atau pernah
mengalami trauma kepala atau mengalami penyakit syaraf lainnya
2. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Biasanya pada klien keadaan tubuhnya lemah
b) Tingkat kesadaran : latergi, stupor atau semikoma
c) Berat badan : Biasanya berat badan klien kurus
d) Tanda-Tanda vital
1) Tekanan darah : Biasanya tekanan darah klien menurun
2) Suhu : Biasanya suhu klien hipertermi
3) Pernafasan : Biasanya pernafasan klien mengalami peningkatan
4) Nadi : Biasanya klien mengalami bradikardi
e) Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan, hematom/oedema yang
disebabkan oleh adanya radang pada meningen
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau cembung
f) Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala bersih, dan
tidak rontok
g) Wajah: dilihat kesimetrisan wajah
h) Mata: inspeksi warna konjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bledding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan adanya
refleksi pada cahaya
i) Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lender atau ada tidak
j) Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender atau tidak
k) Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda kebesaran kelenjar
tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
l) Dada/Thorak
1) Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri tekan ,frekuensi
lebih dari 60 kali/permenit
2) Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada masa atau tidak
3) Perkusi : terdapat bunyi sonor
4) Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi.
m) Jantung
1) Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya datar
dan simetris pada kedua sisi
2) Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
3) Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
4) auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
n) Perut/Abdomen
1) Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau cekung
2) Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi
3) Palpasi :rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati dan masa atau
tidak
4) Perkusi : untuk menentukan suara timpani
o) Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
p) Sistem integument
Inspeksi warna kulit tubuh merah atau kebiruan
q) Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan
dan koordinasi padameningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
3. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan
persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan menggambarkan
persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan persepsi terhadap arti
kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
2. Pola Nurtisi-Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit nafsu
makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan.
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit
Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi (oliguri,disuri
dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan
feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah bau badan, perspirasi
berlebih, dll
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan,pendengaran,perasaan,pembau dan kompensasinya
terhadap tubuh.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energy.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau
mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran,
identitas dan ide diri sendiri.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien Pekerjaan.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,pemeriksaan
mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex.
10.Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan
system pendukung penggunaan obat untuk menangani stress.
11.Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya.
4. Diagnose keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pola nafas abnormal
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan bising usus hiperaktif
c. Resiko cidera berhubungan dengan pajanan pada patogen
d. Hipertemi berhubungan dengan kejang
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
f. Nyeri
g. Ansietas
h. Resiko cedera
i. Hambatan mobilitas fisik
5. Intervensi
a. Hipertemi
a) Batasan Karakteristik :
1) Kulit terasa hangat
2) Takikardi
3) Kulit kemerahan
4) Takipnea
NOC :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Mengigil saat dingin
4. Denyut jantung apikal
5. Denyut nadi radial

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
b) NIC
a. Perawatan demam
1) Monitor warna kulit dan suhu
2) Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-hati (yaitu : berikan
untuk pasien dengan suhu yang sangat tinggi tidak memberikannya selama
fase dingin, dan hindari agar pasien tidak menggigil)
3) Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada orang tua, karena hanya
menunjukan demam ringan atau tidak demam sama sekali selama proses
infeksi
b. Manajemen lingkungan
1) Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya, karpet yang longgar dan kecil,
furniture yang dapat dipindahkan)
2) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
3) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien, jika suhu tubuh
berubah
c. Pengaturan suhu
1) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia
2) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan serangan
panas
3) Instruksikan pasien, khsusunya pasien lansia, mengenai tindakan untuk
mencegah hipertemia karena paparan dingin
b. Kekurangan volume cairan
a) Batasan karakteristik
1) Haus
2) Kelemahan
3) Kulit kering

b) NOC
Keterangan :

No. Indicator 1 2 3 4 5
Turgor kulit
Membrane mukosa lemah
1.
Intake cairan
2.
Output urin
Serum sodium
3
Perfusi jaringan
4.
5
1) Sangat terganggu
2) Banyak terganggu
3) Cukup terganggu
4) Sedikit terganggu
5) Tidak terganggu
c) NIC
a. Monitor cairan
1) Tentukan jumlah dan jenis intake atau asupan cairan serta kebiasaan
eliminasi
2) Berikan cairan dengan tepat
3) Monitor membrane mukosa, turgo kulit, danrespon haus
b. Manegamen cairan
1) Hitung atau timbang popok dengan baik
2) Monitor status hidrasi (mialnya; membrane, mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, dan tekanan darah orstastik)
3) Batasain asupan air pada kondisi pengeceran hiponatrenia dengan
eru Na di bawah 130 Mlq/liter
c. Monitor tanda-tanda vital
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan
tepat
2) Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
3) Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk,dan berdiri
sebelum dan sesudah perubahan posisi
c. Nyeri akut
a) Batasan Karakteristik :
1) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis skala
wong-baker, faces, skala analog visual, skala penilaian numeric)
2) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misalnya Anggota
keluarga, pemberian asuhan)
3) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada)
b) NOC
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Ekspresi nyeri wajah
3. Tidak bisa beristirahat
4. Ketegangan otot
5. Mual
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
c) NIC :
a. Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakterisrik onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan factor pencetus
2) Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
3) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana monitor
b. Pemijatan
1) Cuci tangan dengan air hangat
2) Siapkan lingkungan yang hangat, nyaman dan memiliki privasi tanpa
adanya distraksi
3) Pijat tangan atau kaki jika lokasi yang ain tidak nyaman atau jika hal
tersebut lebih nyaman untuk pasien
c. Pengaturan posisi
1) Teparkan (pasien) diatas matras atau tempat tidur terapeutik
2) Posisikan (pasien) untuk mengurangi dyspnea (misalnya, posisi semi
fowler)
3) Meminimalsir gesekan dan cidera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien
d. Pemberian analgesic
Kolaborasikan dengan tim medis obat analgesic yang sesuai dengan
kebutuhan
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a) Batasan karakteristik :
1) Bradipnea
2) Dispnea
3) Penggunaan otot bantu pernapasan
4) Pernapasan cuping hidung
b) (NOC)
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Suara nafas tambahan
4. Batuk
5. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret

Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
c) Intervensi :
a. Manajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Buka jalan nafas dengan teknik chin lift
3) Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
b. Fisioterapi dada
1) Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan
2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan fisioterapi dada
3) Kenali ada tidaknya kontraindikasi dilakukannya fisioterapi dada pada
pasien
c. Manajemen batuk
1) Monitor fungsi paru
2) Minta pasien menarik nafas dalam, bungkukkan ke depan, lakukan 3-4x
hembusan
3) Ajarkan pasien batuk efektif
d. Pemberian terapi oksigen
1) Monitor aliran oksigen
2) Berikan oksigen tambahan sesuai kebutuhan
3) Monitor alat pemberian oksigen
e. Ketidakefektifan pola nafas
a) Batasan karakteristik
1) Pola nafas abnormal (misalnya irama, frekuensi, kedalaman)
2) Bradipnea
3) Pernafasan cuping hidung
b) NOC
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Kedalaman inspirasi
4. Suara auskutasi nafas
5. Kepatenan jalan nafas

Keterangan :
1. deviasi berat kisaran normal
2. deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. deviasi sedang dari kisaran normal
4. deviasi ringan dari kisaran normal
5. tidak ada deviasi dari kisaran normal
c) NIC
a. Menajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventiasi
2) Lakukan fisoterapi dada sebagaimana mestinya
3) Indentifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan
alat membuka jalan nafas
b. Terapi oksigen
1) Batasi aktivitas merokok.
2) Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk
memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang
diberikan.
3) Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen
c. Monitor pernafasan
1) Monitor kecepatan,irama , kedalaman dan kesulitan bernafas.
2) Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan.
3) Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara
pada pasien
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a) Batasan Karakteristik :
1) Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
2) Bising usus hiperaktif
3) Diare
4) Sariawan rongga mulut

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Energi
5. Kasio berat badan/tinggi badan

b) NOC :
Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
c) NIC :
a. Manajemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
(misalnya, bersih, berventilasi , santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
3) Anjurkan pasien terkaitdengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan
pekembangan atau usia (misalnya, peningkatan kalsium, protein, cairan,
dan kalori untuk wanita menyusui, peningkatan asupan serat untuk
mencegah konstipasi pada orang dewasa yang lebih tua)
b. Manajemen berat badan
1) Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan antara asupan makanan,
olahraga, peningkatan berat badan, danpenurunan berat badan
2) Bantu pasien membuat perencanaan makan yang seimbang dan konsisten
dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap harinya
3) Hitung berat badan ideal pasien
c. Pemberian makan
1) Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk di pesan
2) Dorang orangtua/keluarga untuk menyuapi pasien
3) Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
g. Gangguan perfusi jaringan serebral
a) Factor Resiko :
1) Embolisme
2) Hipertensi
3) Koagulopati (missal, anemia sel sabit)
b) NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Sakit kepala
2. Kegelisahan
3. Muntah
4. Keadaan pinsan
5 Demam

Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
c) NIC
a Manajemen edema serebral
1) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing,
pingsan
2) Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode istirahat
3) Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
b Pencegahan emboli
1) Ganti posisi pasien 2 jam, dorang mobilisasi dini atau ambulasi sesuai
toleransi
2) Instruksikan pasien untuk menghindari kegiatan yang menghasilkan
valsava manuver (misalnya, mengejan saat buang air besar )
3) Anjurkan pasien untuk tidak menyilangkan kaki dan menghindari duduk
untuk waktu yang lama dengan kaki tergantung
c Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
1) Monitor tekanan aliran darah otak
2) Letakkkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi
pinggang yang berlebihan
3) Berikan ruang untuk perawat agar meminimalkan elevasi TIK
h. Resiko infeksi
a) Factor risiko
1) Merokok
2) Leukopenie
3) Gangguan integritas kulit
b) NOC
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Hipotermia
2. Mengigil
3. Demam
4. Malaise
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
c) NIC
a. Menejemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien)untuk
memenuhi kebutuhan gizI
2) Monitor kalori dan asupun makanan
3) Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
b. Monitor nutrisi
1) Monitor adanya mual muntah
2) Monitor diet dan asupan kalori
3) Monitor adanya (warna) pucat, kemerahan dan jaringan
konjungtiva yang kering
c. Terapi nutrisi
1) Lengkapi pengkajian nutrisi,sesuai kebutuhan
2) Motivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
kalsium,sesuai kebutuhan
3) Bantu pasien untuk memilih makanan yang lunak,lembut dan tidak
mengandung asam sesuai kebutuhan.
i. Resiko cidera
a) Batasan karakteristik :
1) gangguan fungsi kognitf
2) hambatan fisik (missal, desain, struktur, pengaturan komunitas,
pembangunan, peralatan)
3) moda transportasi tidak aman
b) NOC :

No Indicator 1 2 3 4 5
1 Jatuh saat berdiri
2 Jatuh saat berjalan
3 Jatuh saat duduk
4 Jatuh dari tempat tidur
5 Jatuh saat ke kamar mandi

Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
c) NIC :
a. Pencegahan jatuh
1) Identifikasi perilaku dan factor yang mempengaruhi resiko jatuh
2) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan
potensi jatuh (misalnya, lantai licin dan tangga terbuka)
3) Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan dengan ambulasi

b. Manajemen lingkungan : keselamatan


1) Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan
kenyamanan yang optimal
2) Pertimbangan penempatan pasien di kamar dengan beberapa tempat
tidur (teman sekamar dengan masalah lingkungan yang sama bila
memungkinkan)
3) Cepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus selalu dalam
jangkaun
c. Peningkatan latihan
1) Hargai keyakinan individu terkait latihan fisik
2) Gali pengalaman individu sebelumnya mengalami latihan
3) Pertimbangkan motivasi individu untuk memulai atau melanjutkan
program latihan
6. Implementasi
a. Tindakan Keperawatan Mandiri
b. Tindakan Keperawatan Kolaborasi
c. Tindakan Keperawatan Observasi
H. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
terjadinya tumor otak bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat mengkonsumsi makanan yang sehat dengan gizi
yang seimbang, termasuk menghindari mengkonsumsi alcohol dan rokok, hindari
juga makan yang mengandung zat kimiawi dan penyedap rasa.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awaltumor otak. Dalam
mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan
X-ray (rontgen) paru dan MRI
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut
atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan
ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibatpenyakit tumor
otak, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi
kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami
dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat.
I. ANALISA JURNAL
Dalam jurnal “NUROLOGIC AND MEDICAL MANAGEMENT OF
BRAIN TUMORS” membahas tentang penatalaksanaan pada tumor otak dengan
pemberian obat Antiepilepsi, pemberian AED bertujuan untuk mencegah kejang
pasca operasi akut, tetapi belum jelas apakah pemberian AED ini dapat
mengurangi frekuuensi kejang setelah operasi, dalam berbaagai penelitian gagal
dalam menunjukkan nkemanjuran pasca operasi, terlepas dari hasil ini, masih
banyak ditemukan pasien yang mendapat terapi AED selama periode perioperatif,
dalam situasi ini direkomendasikan untuk tidak lagi menggunakan terapi bini
dalam minggu pertama pasca operasi,penggunaan terapi AED tidak dianjurkan
lagi pada pasien penyakit tumor otak pasca operasi maupun kemoterapi
Dalam jurnal “EPIDIMIOLOGY OF BRAIN TUMORS” penatalaksanaan
tumor otak dengan menggunakan radioteraphy, radioteraphy yaitu suatu opsi
penatalaksanaan yang paling potensial yang mamu mengoptimalkan control lokal,
radioteraphy dapat dilakukan pada pasien anak-anak maaupun dewasa,
J. Laporan Pendahuluan Storke
1. Definisi Meningitis
Meningitis adalah radang membrane pelindung system saraf pusat. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan
tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan
kematian (Wahit Iqbal, 2015).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membrane
atau selaput yang melapisi otak dan saraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan
berbagai organisme seperti virus, bakteri, ataupun jamur yang menyebar masuk ke
dalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak (Wahit Iqbal, 2015).
Meningitis adalah selaput otak dan medulla spinalis akan mengalami inflamasi
yang biasanya terjadi karena infeksi bakteri. Inflamasi tersebut dapat meliputi
ketiga membrane yang membentuk selaput otak atau medulla spinalis (meningen),
yaitu durameter, araknoid, dan piameter (Kowalak, 2011).
Menurut “ Anggota Kelompok ” Meningitis yaitu suatau peradangan yang
terjadi di selaput otak dan tulang belakang yang diakibatkan oleh bakteri, virus,
ataupun jamur. ( kelompok 4, 2019)
2. Etiologi Meningitis
Meningitis hampir selalu merupakan komplikasi bakterimia, khusunya pada
keadaan pneumonia, empiema, osteomielitis, dan endokarditis. Infeksi lain yang
berkaitan dengan meningitis meliputi sinusitis, otitis media, ensefalitis, mielitis
dan abses otak yang biasanya disebabkan oleh Neisseria Meningitidis,
Haemophilus influenza, streptococcus pneumonia dan Escherichia coli.
Meningitis dapat terjadi sesudah seseorang mengalami trauma atau menjalani
prosedur invasive yang meliputi fraktur tengkorak/cranium, luka tembus pada
kepala, pungsi lumbal, dan pemasangan shunt ventrikulus. Meningitis aseptic
dapat terjadi karena virus atau mikroorganisme lain. Kadang-kadang pada infeksi
ini tidak dapat ditemukan mikroorganisme penyebab. (Kowalak, 2011).

3. Klasifikasi Meningitis
a. Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini
bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang
kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh
lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4
di bawah 100. 3 (Yayasan Spiritia., 2006)
b. Viral meningitis termasuk penyakit ringan.
Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita
dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di
musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar
virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain
virus herpes dan virus penyebab flu perut. (Anonim., 2007)
c. Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius.
Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti
timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan
berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ
lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian.
(Anonim., 2007)
d. Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala yaitu demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah,
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu
badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen
tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman mikobakterium
tuberkulosa varian hominis. (Harsono., 2003)
e. Meningitis Purulenta
Gejala yaitu demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-
menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya
nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab adalah Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria
meningitidis(meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pneudomonas aeruginosa. (Harsono., 2003)
4. Patofisiologi
Meningitis umumnya dimulai dalam bentuk inflamasi piaaraknoid, yang dapat
berlanjut dengan timbul kongesti pada jaringan sekitarnya dan kerusakan sebagian
sel saraf. Mikroorganisme secara khas masuk ke dalam system saraf pusat (SSP)
melalui salah satu dari empat jalur ini ; Darah (yang paling sering), lubang yang
menghubungkan secara langsung cairan serebrospinal dengan lingkungan sebagai
akibat trauma, lintasan di sepanjang nervus kranialis dan saraf perifer dan lintasan
melalui mulut dan hidung.
Mikroorganisme yang menginvasi akan memicu respons inflamasi pada
meningen. Dalam upaya mengusir invasi tersebut, sel-sel neutrofil akan
berkumpul di daerah ini dan menghasilkan eksudat di dalam ruang subaraknoid
sehingga cairan serebrospinal mengental. Cairan serebrospinal yang mengental
tidak begitu mudah mengalir ke sekitar otak serta medulla spinalis, dan dapat
menyumbat vili araknoidalis sehingga terjadi obstruksi cairan serebrospinal yang
menyebabkan hidrosefalus. Eksudat tersebut juga menyebabkan eksaserbasi
respons inflamasi yang akan menaikkan tekanan dalam otak, dapat meluas hingga
mengenai nervus kranialis serta saraf perifer, dan keadaan ini akan memicu reaksi
inflamasi tambahan dan menimbulkan iritasi pada meningen yang menyebabkan
disrupsi membrane selnya dan mengakibatkan edema.
Konsekuensi semua keadaan diatas adalah kenaikan tekanan intracranial,
penggelembungan pembuluh darah, gangguan pasokan darah serebral,
kemungkinan thrombosis atau rupture, dan bila tekanan intracranial tidak turun,
hasil akhir yang terjadi adalah infark serebri. Ensefalitis dapat pula terjadi sebagai
infeksi sekunder pada jaringan otak. Pada meningitis aseptic, sel-sel limfosit akan
menginfiltrasi lapisan pia-araknoid tetapi biasanya infiltrasi ini tidak sehebat pada
meningitis bakterialis dan juga tidak membentuk eksudat. Jadi, tipe meningitis ini
bersifat sembuh sendiri (Kowalak, 2011).
5. Manifestasi Klinis
Tanda – tanda khas meningitis secara khas meliputi :
a. Panas atau demam, menggigil, dan perasaan tidak enak badan yang terjadi
akibat infeksi serta inflamasi.
b. Sakit kepala, muntah, dan kadang-kadang papiledema (inflamasi dan edema
pada nervus optikus) yang disebabkan oleh kenaikan tekanan intracranial.

Tanda – tanda iritasi meningen meliputi :


a. Kaku kuduk
b. Tanda Brudzinski dan Kernig yang positif
c. Reflek tendon dalam yang berlebihan dan simetris
d. Opistotonos (keadaan spasme dimana punggung dan ekstermitas melengkung
ke belakang sehingga tubuh bertumpu pada kepala dan kedua tumit)
Ciri- ciri meningitis yang lain dapat meliputi :
a. Sinus aritmia akibat iritasi pada serabut-serabut saraf dalam system saraf
otonom.
b. Iritabilitas akibat kenaikan tekanan intracranial
c. Fotofobia, diplopia, dan permasalahan penglihatan lain akibat iritasi nervus
cranial.
d. Delirium, stupor berat, dan koma akibat kenaikan tekanan intracranial dan
edema serebri (Kowalak, 2011).
6. Pemeriksaan Fisik Meningitis
a. Pungsi lumbal memperlihatkan kenaikan tekanan cairan serebrospinal (akibat
obstruksi aliran keluar cairan serebrospinal pada vili araknoidalis), cairan
serebrospinal yang keruh atau berwarna putih seperti susu, kadar protein yang
tinggi, hasil pengectan Gram serta hasil kultur yang positif, dan penurunan
kadar glukosa.
b. Tanda – tanda Bruddzinki dan Kernig yang positif menunjukkan iritasi
meningen.
c. Pemeriksaan kultur darah, urine, dan secret hidung serta tenggorok
mengungkapkan mikroorganisme penyebab.
d. Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan pneumonitis atau abses paru, lesi
tuberculosis, atau granuloma yang timbul sekunder akibat infeksi jamur.
e. Foto rotngen sinus dan cranium dapat menunjukkan osteomielties cranial atau
sinusitis paranasal ketika proses infeksi berjalan terus, foto rontgen ini juga
dapat memperlihatkan mekanisme masuknya mikroorganisme.
f. Hitung leukosit mengungkapkan leukositosis
g. Pemeriksaan CT-Scan otak dapat memperlihatkan hidrosefalus dan
menyingkirkan hematoma, perdarahan, ataupun tumor serebral sebagai
penyebab yang mendasari (Kowalak,2011).

7. Penatalaksanaan Meningitis
Penanganan meningitis dapat meliputi :
a. Pemberian antibiotic IV yang tepat selama sedikitnya dua minggu, yang
kemudian diikuti pemberian antibiotic per oral berdasarkan hasil kultur dan tes
sensitivitas (penanganan yang biasa dikerjakan)
b. Pemberian digoksin untuk mengontrol aritmia
c. Pemberian manitol untuk mengurangi edema serebri
d. Pemberian antikonvulsan (yang biasa disuntikan secara IV) dan pemberian
sedative untuk mengurangi kegelisahan dan mencegah atau mengendalikan
serangan kejang.
e. Pemberian aspirin atau asetaminofen untuk meredakan sakit kepala dan
demam
Tindakan suportif meliputi :
a. Tirah baring untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial
b. Penurunan suhu tubuh dalam keadaan demam untuk mencegah hipertermia
dan peningkatan kebutuhan metabolism yang dapat menaikkan tekanan
intracranial.
c. Terapi cairan (yang diberikan dengan hati-hati sekali jika terdapat edema
srebri dan kenaikan tekanan intracranial) untuk mencegah dehidrasi
(Kowalak,2011).
8. Komplikasi Meningitis
Komplikasi dapat berupa :
a. Peningkatan tekanan intracranial adalah nilai tekanan di dalam rongga kepala,
tekanan ini berada didalam rongga tengkorak yang meliputi jaringan otak, cairan
serebrospinal, dan pembuluh darah otak
b. Hidrosefalus adalah cairan pada rongga kranial
c. Infark serebral adalah peningkatan pembentukan daerah nekrosis di otak
d. Gangguan nervus kranialis yang meliputi neuritis optika dan tuli
e. Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak setempat atau seluruhnya
f. Serangan kejang atau epilepsy adalah gangguan pada saraf otak manusia
karena terjadinya aktifitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak
sehingga menyebabkan berbagai reaksi
g. Koma adalah situasi ketika seseorang mengalami keadaan tidak sadar dalam
jangka waktu tertentu (Kowalak,2011).
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, alamat ,tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku, bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
no.register/MRS, serta penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Keluhan yang di alami oleh sang anak seperti ibu pasien mengatakan anaknya
mengalami panas tinggi, otot kaku, suli, kejang badan gemetar.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya oleh anak. Pengkajian
penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami sang anak pada saat sudah dilakukan
pemeriksaan oleh tim medis seperti perkembangan sang anak terhambat,
dan sang anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi serta sulit untuk
menggerakkan kakinya.
Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori
biasanya merupakan awal adanya penyakit.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang tua seperti
ibu pasien mengalami penyakit HIV,TB atau HEPATITIS B atau pernah
mengalami trauma kepala atau mengalami penyakit syaraf lainnya
d. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Biasanya pada klien meningitis keadaan tubuhnya
lemah
b) Tingkat kesadaran : latergi, stupor atau semikoma
c) Berat badan : Biasanya berat badan klien kurus
d) Tanda-Tanda vital
1) Tekanan darah : Biasanya tekanan darah klien menurun
2) Suhu : Biasanya suhu klien hipertermi 38-41°C
3) Pernafasan : Biasanya pernafasan klien mengalami peningkatan
4) Nadi : Biasanya klien mengalami bradikardi
e) Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan, hematom/oedema
yang disebabkan oleh adanya radang pada meningen
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau cembung
f) Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala
bersih, dan tidak rontok
g) Wajah: dilihat kesimetrisan wajah
h) Mata: inspeksi warna konjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bledding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan
adanya refleksi pada cahaya
i) Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lender atau ada tidak
j) Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender atau tidak
k) Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda kebesaran
kelenjar tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid dan
vena jugularis
l) Dada/Thorak
1) Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri tekan
,frekuensi lebih dari 60 kali/permenit
2) Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada masa atau
tidak
3) Perkusi : terdapat bunyi sonor
4) Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi.
m) Jantung
1) Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya
datar dan simetris pada kedua sisi
2) Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
3) Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
4) auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
n) Perut/Abdomen
1) Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau cekung
2) Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam setelah
masa kelahiran bayi
3) Palpasi :rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati dan
masa atau tidak
4) Perkusi : untuk menentukan suara timpani
o) Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
p) Sistem integument
Inspeksi warna kulit tubuh merah atau kebiruan
q) Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah. Kekuatan otot menurun, kontrol
keseimbangan dan koordinasi padameningitis tahap lanjut mengalami
perubahan.
e. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan
persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
menggambarkan persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan persepsi
terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
b) Pola Nurtisi-Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit nafsu
makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan.
c) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit
Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi
(oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah
bau badan, perspirasi berlebih, dll
d) Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit
e) Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan,pendengaran,perasaan,pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh.

f) Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energy.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau
mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
g) Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri.
h) Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien Pekerjaan.
i) Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex.
j) Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system pendukung penggunaan obat untuk menangani stress.
k) Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya.

2. Analisa Data
No Data Etiologi Masa lah Keperawatan Tanggal
Muncul
Masalah
1 DS : klien mengatakan TIK naik Nyeri Akut
terasa nyeri di bagian
kepalanya yang sudah Menekan saraf
ia rasakan selama dua
minggu Pelepasan mediator
P : Nn.H mengatakan nyeri
nyerinya
muncul sejak ia Histamine,
Q : Kualitas nyeri bradikinin, dan
klien tajam prostaglandin
seperti ditusuk
tusuk Merangsang nosi
R : Nyeri
septor
dirasakan di
area kepala
Dihantar selubung
bagian frontalis
myelin
S : Skala nyeri 8
(antara 1-10)
T : Nyeri muncul Medulla spinalis
secara tiba-tiba
dengan durasi ± Nyeri Akut
30 detik
DO : Klien tampak
menahan nyeri . pada
saat berbiacar klien
sering menutup mata
untuk mengurangi
nyeri, tanda krenik (+)
2 Ds : klien mengatakan suhu tubuh naik Kekurangan volume cairan
mual yang terus
menerus perforasi
Do : klien haus
Keringat berlebihan
Klien tampak pucat Keringat berlebihan
Klien tampak lemah
Suhu : 39
Diaphoresis

Kekurangan
volume
Cairan
3 DS: pasien mengatakan Aliran darah naik Hipertermi
suhu badan terasa
panas demam 1 minggu Metabolisme naik
yang lalu.
Merangsang
0
DO : Suhu 38,9 c, Hipotalamus
kulit terlihat kemerahan
dan terasa panas naat suhu tubuh naik
dipalpasi
Hipertermi

4 Ds : pasien mengatakan Tingkat kesadaran Ketidakefektifan bersihan


ada dahak tapi tidak menurun jalan nafas
bisa dikeluarkan
Do : suara tambahn
Reflek batuk
wheezing
Menurun
RR tinggi
Nadi Tinggi
Produksi secret pola
sal nafas Naik

Ketidak efektifan
bersihan jalan
nafas
5 Ds : pasien mengatakan Akumulasi eksudat Ketidakefektifan pola
sesak nafas nafas
Do : RR tinggi
Komponen darah
Nadi tinggi
Auskultasi ada suara divaskulaer serebral
tambahan wheezing naik

metabolisme
naik

Kompensasin
ventilasi naik

hiperventilasi

Ketidakefektifan
pola nafas
6 Ds : pasien mengatakan Respon Peningkatan Ketidakseimbangan nutrisi
mual muntah suhu tubuh kurang dari kebutuhan
Do : porsi makan tidak
tubuh
habis
Merangsang saraf
Klien tampak lemah
Klien tampak pucat simpatis
muntah

Perasaan tidak enak


pada GI

Mual muntah

Intake berkurang

Ketidaseimbangan
nutrisi kurang dari
tubuh
7 DS : Pasien Aliran darah Gangguan perfusi jaringan
mengatakan kaku pada Ke otak naik serebral
bagian leher
DO : pemeriksaan CT TIK
scen terdapat edema di
Menekan arteri dan
kepala (pariental),
kapiler darah otak
Tanda Brudzinski (+)
Bagian ekstrimitas
Suplai darah ke otak
klien terasa dingin
Menurun

Tingkat kesadaran
Menurun

Gangguan perfusi
jaringan serebral
8 Ds:pasien mengatakan Bakteri masuk ke Resiko infeksi
sakit kepala aliran balik vena ke
Do : kejang jantung
Suhu naik
TD naik
Darah di edarkan ke
seluruh tubuh

Resiko infeksi
9 Ds: klien mengatakan Kejang Resiko cidera
mengalami sakit kepala
Do : lemah
Muatan listrik sel-
Muntah
Demam sel motorik naik
Aktivitas terbatas

Kontraksi otot
Naik

Resiko cidera

3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertemi berhubungan dengan kejang
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
c. Nyeri akut berhubungan dengan ekspresi wajah
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pola nafas abnormal
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan bising usus hiperaktif
g. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan fungsi
motorik
h. Resiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen
i. Resiko cidera berhubungan dengan pajanan pada patogen
4. Intervensi
a. Hipertemi
a) Batasan Karakteristik :
1) Kulit terasa hangat
2) Takikardi
3) Kulit kemerahan
4) Takipnea
NOC :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Mengigil saat dingin
4. Denyut jantung apikal
5. Denyut nadi radial

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
b) NIC

a. Perawatan demam
1) Monitor warna kulit dan suhu
2) Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-hati (yaitu : berikan
untuk pasien dengan suhu yang sangat tinggi tidak memberikannya selama
fase dingin, dan hindari agar pasien tidak menggigil)
3) Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada orang tua, karena hanya
menunjukan demam ringan atau tidak demam sama sekali selama proses
infeksi
b. Manajemen lingkungan
1) Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya, karpet yang longgar dan kecil,
furniture yang dapat dipindahkan)
2) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
3) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien, jika suhu tubuh
berubah
c. Pengaturan suhu
1) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia
2) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan serangan
panas
3) Instruksikan pasien, khsusunya pasien lansia, mengenai tindakan untuk
mencegah hipertemia karena paparan dingin
b. Kekurangan volume cairan
a) Batasan karakteristik
1) Haus
2) Kelemahan
3) Kulit kering
b) NOC
Keterangan :
No. Indicator 1 2 3 4 5
1. Turgor kulit
2. Membrane mukosa lemah
Intake cairan
3 Output urin
4. Serum sodium
5 Perfusi jaringan

1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
c) NIC
a. Monitor cairan
1) Tentukan jumlah dan jenis intake atau asupan cairan serta kebiasaan
eliminasi
2) Berikan cairan dengan tepat
3) Monitor membrane mukosa, turgo kulit, danrespon haus
b. Manegamen cairan
1) Hitung atau timbang popok dengan baik
2) Monitor status hidrasi (mialnya; membrane, mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, dan tekanan darah orstastik)
3) Batasain asupan air pada kondisi pengeceran hiponatrenia dengan
eru Na di bawah 130 Mlq/liter
c. Monitor tanda-tanda vital
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan
tepat
2) Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
3) Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk,dan berdiri
sebelum dan sesudah perubahan posisi
c. Nyeri akut
a) Batasan Karakteristik :
1) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis skala
wong-baker, faces, skala analog visual, skala penilaian numeric)
2) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misalnya Anggota
keluarga, pemberian asuhan)
3) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada)
b) NOC
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Ekspresi nyeri wajah
3. Tidak bisa beristirahat
4. Ketegangan otot
5. Mual

Keterangan :
1. Berat
2. Cukup Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
c) NIC :
a. Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakterisrik onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan factor pencetus
2) Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
3) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana monitor
b. Pemijatan
1) Cuci tangan dengan air hangat
2) Siapkan lingkungan yang hangat, nyaman dan memiliki privasi tanpa
adanya distraksi
3) Pijat tangan atau kaki jika lokasi yang ain tidak nyaman atau jika hal
tersebut lebih nyaman untuk pasien
c. Pengaturan posisi
1) Teparkan (pasien) diatas matras atau tempat tidur terapeutik
2) Posisikan (pasien) untuk mengurangi dyspnea (misalnya, posisi semi
fowler)
3) Meminimalsir gesekan dan cidera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien
d. Pemberian analgesic
Kolaborasikan dengan tim medis obat analgesic yang sesuai dengan
kebutuhan
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a) Batasan karakteristik :
1) Bradipnea
2) Dispnea
3) Penggunaan otot bantu pernapasan
4) Pernapasan cuping hidung
b) (NOC)
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Suara nafas tambahan
4. Batuk
5. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret

Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
c) Intervensi :
a. Manajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Buka jalan nafas dengan teknik chin lift
3) Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
b. Fisioterapi dada
1) Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan
2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan fisioterapi dada
3) Kenali ada tidaknya kontraindikasi dilakukannya fisioterapi dada pada
pasien
c. Manajemen batuk
1) Monitor fungsi paru
2) Minta pasien menarik nafas dalam, bungkukkan ke depan, lakukan 3-4x
hembusan
3) Ajarkan pasien batuk efektif
d. Pemberian terapi oksigen
1) Monitor aliran oksigen
2) Berikan oksigen tambahan sesuai kebutuhan
3) Monitor alat pemberian oksigen
e. Ketidakefektifan pola nafas
a) Batasan karakteristik
1) Pola nafas abnormal (misalnya irama, frekuensi, kedalaman)
2) Bradipnea
3) Pernafasan cuping hidung
b) NOC
No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Kedalaman inspirasi
4. Suara auskutasi nafas
5. Kepatenan jalan nafas

Keterangan :
1. deviasi berat kisaran normal
2. deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. deviasi sedang dari kisaran normal
4. deviasi ringan dari kisaran normal
5. tidak ada deviasi dari kisaran normal
c) NIC
a. Menajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventiasi
2) Lakukan fisoterapi dada sebagaimana mestinya
3) Indentifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan
alat membuka jalan nafas
b. Terapi oksigen
1) Batasi aktivitas merokok.
2) Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk
memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang
diberikan.
3) Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen
c. Monitor pernafasan
1) Monitor kecepatan,irama , kedalaman dan kesulitan bernafas.
2) Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan.
3) Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara
pada pasien
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a) Batasan Karakteristik :
1) Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
2) Bising usus hiperaktif
3) Diare
4) Sariawan rongga mulut
b) NOC :

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Energi
5. Kasio berat badan/tinggi badan

Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
c) NIC :
a. Manajemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
(misalnya, bersih, berventilasi , santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
3) Anjurkan pasien terkaitdengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan
pekembangan atau usia (misalnya, peningkatan kalsium, protein, cairan,
dan kalori untuk wanita menyusui, peningkatan asupan serat untuk
mencegah konstipasi pada orang dewasa yang lebih tua)
b. Manajemen berat badan
1) Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan antara asupan makanan,
olahraga, peningkatan berat badan, danpenurunan berat badan
2) Bantu pasien membuat perencanaan makan yang seimbang dan konsisten
dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap harinya
3) Hitung berat badan ideal pasien
c. Pemberian makan
1) Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk di pesan
2) Dorang orangtua/keluarga untuk menyuapi pasien
3) Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
g. Gangguan perfusi jaringan serebral
a) Factor Resiko :
1) Embolisme
2) Hipertensi
3) Koagulopati (missal, anemia sel sabit)
b) NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Sakit kepala
2. Kegelisahan
3. Muntah
4. Keadaan pinsan
5 Demam

Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
c) NIC
a Manajemen edema serebral
1) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing,
pingsan
2) Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode istirahat
3) Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
b Pencegahan emboli
1) Ganti posisi pasien 2 jam, dorang mobilisasi dini atau ambulasi sesuai
toleransi
2) Instruksikan pasien untuk menghindari kegiatan yang menghasilkan
valsava manuver (misalnya, mengejan saat buang air besar )
3) Anjurkan pasien untuk tidak menyilangkan kaki dan menghindari duduk
untuk waktu yang lama dengan kaki tergantung
c Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
1) Monitor tekanan aliran darah otak
2) Letakkkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi
pinggang yang berlebihan
3) Berikan ruang untuk perawat agar meminimalkan elevasi TIK

h. Resiko infeksi
a) Factor risiko
1) Merokok
2) Leukopenie
3) Gangguan integritas kulit
b) NOC
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Hipotermia
2. Mengigil
3. Demam
4. Malaise

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
c) NIC
a. Menejemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien)untuk
memenuhi kebutuhan gizI
2) Monitor kalori dan asupun makanan
3) Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
b. Monitor nutrisi
1) Monitor adanya mual muntah
2) Monitor diet dan asupan kalori
3) Monitor adanya (warna) pucat, kemerahan dan jaringan
konjungtiva yang kering
c. Terapi nutrisi
1) Lengkapi pengkajian nutrisi,sesuai kebutuhan
2) Motivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
kalsium,sesuai kebutuhan
3) Bantu pasien untuk memilih makanan yang lunak,lembut dan tidak
mengandung asam sesuai kebutuhan.
6. Implementasi
a. Tindakan Keperawatan Mandiri
b. Tindakan Keperawatan Kolaborasi
c. Tindakan Keperawatan Observasi
d. Tindakan Keperawatan KIE
7. Evaluasi
Hasil dari dilakukan implementasi setelah 2 jam
L. Pendidikan Kesehatan
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin
yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal
conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),
Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).10
Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2
bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT,
Polio dan MMR.20 Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan
terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah
direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan
interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu
bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak
dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi. Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C,
W135 dan Y.35 meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi
BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded
(luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan
yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam
mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan
X-ray (rontgen) paru .
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut
atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan
ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi kondisi yang
tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
M. Hasil Penelitian Tentang Penatalaksanaan Meningitis
Menurut Jurnal “ Acute Bacterial Meningitis: Diagnosis, Treatment and
Prevention” penatalaksanaan yang baik untuk meningitis yaitu Antibiotik, terapi
tambahan dan suportif serta profilaksis dan vaksinasi untuk pencegahan Antibiotik
harus dipilih secara bijak berdasarkan informasi, tetapi rencana terapi harus diikuti
sambil menunggu hasil tes laboratorium. Durasi perawatan antibiotik tergantung
pada patogen terisolasi membutuhkan ≥ 21 hari. Obatnya seperti Dexamethasone
untuk penghambatan gangguan pendengaran sensorineural untuk H. influenzae dan
pneumokokus meningitis. Deksametason harus diberikan 10 hingga 20 menit
sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antibiotik. Untuk anak-anak, dosis
dexamethasone 0,6 mg / kg / hari IV dibagi menjadi empat dosis dianjurkan untuk
empat hari sedangkan 10 mg IV setiap enam jam dianjurkan untuk orang dewasa.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
. Meningitis adalah radang membrane pelindung system saraf pusat. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.
Meningitis merupakan penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena adanya keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca dapat
memberikan saran yang dapat membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis dan juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Soheil Mehrdadi1,.2018.Acute Bacterial Meningitis: Diagnosis, Treatment and


Prevention. J Arch Mil Med : doi: 10.5812/jamm.84749.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Jennifer.P, Kowalak.2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mubarok, Wahit Iqbal. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam
Praktik Keperawatan konsep dan aplikasi dalam praktik klinik. Jakarta : salemba
Medika
Bulechek,G,Horwad,dkk.2013.NIC (Nursing Intervention Classification Edisi
Bahasa Indonesia).Singapore:Elsevier.
Herdman, Heather. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai