Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN Laporan Kasus


UNIVERSITAS SAM RATULANGI

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PASIEN DENGAN


PERDARAHAN INTRA SEREBRAL

Oleh :

Gricia Earlene Tamansa – 17014101282


Fernando Chris Taliwongso - 17014101336
Inrike Sandova Simarmata – 17014101347

Supervisor Pembimbing :

dr. Andre Ulaan, Sp.Rad, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul “GAMBARAN RADIOLOGI PADA PASIEN


DENGAN PERDARAHAN INTRA SEREBRAL” telah dibacakan, dikoreksi, dan
disetujui pada tanggal November 2018

Mengetahui,
Supervisor Pembimbing

dr. Andre Ulaan, M.Kes, Sp.Rad

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6

1. Anatomi Kepala ...................................................................................... 3

2. Gambaran Radiologis ............................................................................ 8

3. Komplikasi ........................................................................................... 16

4. Diagnosis Banding ............................................................................... 17

5. Prognosis ............................................................................................... 18

BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................ 23

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan intra serebral (ICH) adalah disfungsi neurologi fokal akut

dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara

spontan, bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya

pembuluh arteri, vena dan kapiler. Menurut American Heart Association

(AHA)/American Stroke Association (ASA) pada tahun 2013 perdarahan

intraserebral adalah sekumpulan darah fokal pada parenkim otak atau sistem

ventrikel yang tidak disebabkan oleh trauma.2

Perdarahan intra serebral merupakan 10% dari semua jenis stroke,

tetapi persentase kematian lebih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60%

terjadi di putamen dan kapsula interna, dan masing-masing 10% pada

substansia alba, batang otak, serebelum dan talamus.1

Delapan-15% di negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris dan

Australia, dan 18-24% di Jepang dan Korea. Insiden ICH secara substansial

bervariasi antar negara dan etnis. Tingkat kejadian ICH primer di negara

berpenghasilan rendah dan menengah meningkat dua kali lipat dari angka di

negara-negara berpenghasilan tinggi (22 vs 10 per 100.000 orang-tahun) pada

2000-2008.2

Pemindaan CT merupakan pemeriksaan penunjang pilihan, yang dapat

mendeteksi perdarahan baru. CT dapat menunjukkan adanya lokasi dan

1
adanya perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda asing

intrakranial serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.18,19

Pada penyajian kasus ini akan dibahas mengenai perdarahan intra

serebral dan infark lakunar dengan harapan dapat menambah informasi

tentang imejing perdarahan intra serebral dan infark lakunar disertai

peningkatan tekanan intra kranial, sehingga dapat membantu dalam

mendiagnosisnya.

2
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Kepala

2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

2.1.1 Anatomi Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian

Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari

cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan

limbic system (sistem limbik). Cerebrum merupakan bagian terbesar dan

teratas dari otak yang terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan

hemisfer kanan. 5,6

Otak besar terdiri atas cortex (permukaan otak), ganglia basalis, dan

sistem limbik. Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut

padat yang disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4

lobus, yaitu lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak paling

belakang), lobus parietalis dan lobus temporalis. Cerebellum berada pada

bagian bawah dan belakang tengkorak dan melekat pada otak tengah.

Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei) dan Thalamus suatu

struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke

struktur otak diatasnya, terutama ke korteks serebri. Brainsteam (batang

otak) terletak diujung atas korda spinalis, berhubungan banyak dengan

korda spinalis. Batang otak terdiri atas diensefalon (bagian batang otak

3
paling atas terdapat diantara cerebellum dengan mesencephalon,

mesencephalon (otak tengah), pons varoli (terletak di depan cerebellum

diantara otak tengah dan medulla oblongata), dan medulla oblongata

(bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons

varoli dengan medulla spinalis.5

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam

kaitan ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan merupakan

bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan.5

 Serebrum (Otak Besar)

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.

Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri

dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah

kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus

yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit

disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus

frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal.5

4
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah

serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis

dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-

oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini

berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus

yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala

jenis rangsangan somatik.

b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling

depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior

sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik

untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca

sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang

mengontrol aktivitas intelektual

c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus

oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung

atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam

kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam

bentuk suara

d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus

temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap

objek yang ditangkap oleh retina mata.

5
 Serebelum (Otak Kecil)

Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.

Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang

batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher

bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas

gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,

diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol

keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum

berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis

yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat

menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.5

 Batang Otak

Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian

dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas

untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran,

serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka

gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu

maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika

bangun.5

Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:5

a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah

bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan

serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah.

6
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,

gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan

pendengaran

b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara

midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial

posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.

c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang

otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata

terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan

dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan

dari pons dan medulla.

2.1.2 Fisiologi Otak

Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia

alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks

dan sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas,

seperti : gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja

bersama- samadan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-

kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari

sekelompok sel yang menghasilkan serangan. Darah merupakan sarana

transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan lain yang sangat diperlukan

untuk mempertahankan fungsi penting jaringan otak dan mengangkat sisa

metabolit. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak berhenti

7
10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak yang permanen terjadi bila

aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.6

2 Gambaran Radiologis

2.1 Foto X-Ray Kepala

X-foto kepala/skull biasanya dilakukan pada pasien post trauma kapitis,

pasien dicurigai kelainan pada sinus maupun mastoid. Foto skull jarang

dilakukan pada pasien dengan kelainanan saraf pusat.7 X-ray awalnya

digunakan untuk menemukan lokasi benda asing di daerah kepala dan leher,

termasuk daerah orbital, laring, dan esofagus. Selanjutnya, sinar-x digunakan

untuk mengevaluasi udara yang terdapat pada sinus paranasal, tulang temporal

pneumatisasi, dan saluran aerodisgestive.8 Berdasarakan beberapa jurnal yang

ada kami dapatkan, belum ada yang merekomendasikan penggunaan x-foto

konvensional kepala dalam menegakkan diagnosis ICH. Pemeriksaaan dengan

CT-scan atau MRI lebih digunakan dalam menegakkan diagnosis intrakranial

hemoragik.9 Pemerikasaan CT-Scan pada organ dalam tubuh, tulang , jaringan

lunak dan pembuluh darah memberikan informasi yang lebih baik dan

lengkap dibandingkan dengan pemeriksaan dengan sinar-x konvensional.10

Pada pemeriksaan CT-scan/ MRI dapat dilakukan secara real-time pada klinis

akut, yang memungkinkan untuk diagnosis cepat pada perdarahan parenkim,

dapat juga menunjukkan malformasi pembuluh darah, dan lesi struktural yang

mendasarinya.11

8
2.2 USG Kepala

Pemeriksaan USG untuk menegakkan diagnosis ICH, sering digunakan pada

anak. Sejak awal tahun 1980 ketika ultrasound telah banyak tersedia, banyak

penelitian penting kohort yang berkaitan dengan perdarahan intrakranial pada

bayi prematur. semua bayi prematur (usia kehamilan <37 minggu) divaluasi

dengan ultrasoundtransfontanelar yang sistematis. Pemeriksaan USG

dilakukan berdasarkan protokol standard. Pemindaian pada beberapa coronal

dan sagital melalui fontanel anterior dan posterior diperoleh pada setiap

pemeriksaan. Pada studi kohort dari 1480 bayi prematur hampir

seperempatnya didiagonosa dengan satu tipe ICH. Prevalesi terbanyak adalah

peri dan intraventrikular, klasifikasi berdasarkan skala Papile dan Volpe 4,

berdasarkan lokasi dan keparahannya. Biasanya berdasarkan pada gejala

neurologi peri dan intraventrikular secara kasar diklasifikasikan dalam derajat

ringan sampai sedang (kelas I dan II), dan derajat berat (kelas III dan IV).

Pemeriksaan USG yang sistematis pada bayi prematur berguna untuk

diagnosis dini dan dapat meningkatkan manajemen terapi rehabilitasi, dan

memberikan informasi yang sesuai penyakit dan mempengaruhi kualitas

konseling pada orang tua.12

9
2.3 CT-Scan Kepala

Keuntungan utama CT scan dibandingkan dengan radiografi konvensional

adalah anatomi diilustrasikan tanpa superimposisi karena CT multiplanar

dapat memberikan gambaran anatomi sectional dalam bidang aksial, sagital

dan koronal. Saat pemeriksaan CT scan, tabung x ray berotasi dalam orbit

melingkar di sekitar pasien sebagai sinar x ray berbentuk kipas yang

menembus tubuh pasien. Sejumlah detektor menghitung nilai attenuation

10
sinar yang sesuai dengan koefisien attenuation linier (μ). Koefisien linier

attenuation, melalui algoritma kompleks diubah menjadi Unit Hounsfield

yang digunakan untuk tujuan display. Angka-angka ini hanya ditemukan

dalam CT scan dan masing-masing mendefinisikan kepadatan relatif dari

suatu zat di jaringan yang mewakili warna abu-abu tertentu.13

Tabel 1. Jenis jaringan dan Unit Hounsfield12

Jenis Jaringan Unit Hounsfield Tampilan

Tulang kortikal +1.000 Putih

Otot +50 Abu-abu

White matter +45 Abu-abu muda

Gray matter +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Water 0 (baseline)

Lemak -100 Abu-abu tua sampai hitam

Lung -200 Abu-abu tua sampai hitam

Udara -1000 Hitam

Setelah terjadi perdarahan intraserebral (ICH), cara yang paling efisien

untuk melokalisasi perdarahan adalah dengan CT scan. Munculnya

perdarahan pada CT scan tergantung pada waktu sejak kejadian. Jika

11
diperiksa pada tahap akut (dalam waktu kurang lebih 4 jam), perdarahan

dipandang sebagai area peningkatan attenuation, berukuran dari 40-90 unit

Hounsfield. Attenuation tinggi dari perdarahan intrakranial akut pada CT scan

dapat bertahan selama kurang lebih 1 minggu. Peningkatan densitas darah

dalam kaitannya dengan parenkim otak di sekitarnya berhubungan dengan

protein hemoglobin yang terkandung dalam darah yang telah ter-ekstravasasi.

Oleh karena itu, pada pasien yang mengalami anemia harus perhatikan dengan

teliti untuk darah pada fase akut yang mungkin berupa isodense atau

hypodense pada otak.14

Pada daerah low attenuation yang terlihat di sekitar darah, mewakili

edema otak atau serum yang ter-ekstrusi. Darah yang terlihat pada tahap

hiperakut mungkin menunjukkan fluid-fluid level, mewakili sedimentasi darah

yang telah diekstraksi tetapi belum menggumpal. Ketika perdarahan

berevolusi, penampilan karakteristik yang berbeda dapat diidentifikasi pada

CT scan, tergantung pada berapa lama waktu perdarahan. Setelah 7-10 hari,

densitas darah yang tinggi mulai berkurang mulai dari pinggiran lesi. Dari 1-6

minggu, peripheral enhancement dapat dilihat. Ini menyerupai munculnya

abses, kemungkinan berhubungan dengan hypervascularity di pinggiran

hematoma yang berubah atau gangguan blood-brain barrier.14

12
Gambar 1. Seorang wanita 59 tahun dengan hipertensi yang mengalami
kelemahan sisi kiri menunjukkan perdarahan putaminal kanan pada
pemeriksaan brain CT scan nonkontras. Gambaran fokal hyperdense kecil
pada ganglia basalis dan kelenjar pineal menunjukan kalsifikasi.14

CT scan lebih praktis dan mudah diakses yang dapat ditemukan

hampir di setiap rumah sakit karena biayanya lebih murah dibandingkan

dengan MRI. CT scan juga memiliki resolusi spatial superior, namun tingkat

radiasi untuk pasien tinggi. Kontras iodinated mungkin juga dapat

menyebabkan reaksi alergi pada beberapa pasien sehingga mengakibatkan

pembatalan pemeriksaan.13

2.4 MRI Kepala

Magnetic Resonance Imaging atau Nuclear Magnetic Resonance Imaging

(NMRI) adalah sebuah teknik pencitraan diagnostik yang digunakan dalam

medis untuk menggambarkan beberapa jaringan tubuh. Teknik ini

menggunakan kuat medan magnet dan gelombang elektromagnetik pada

13
domain frekuensi radio (RF). Melalui penemuan MRI, teknik magnetic

resonance baru terus ditemukan dan MRI lebih disukai dalam banyak

pemeriksaan daripada CT dan tren ini disambut baik untuk tiga keunggulan

utamanya:13

1) Tidak ada radiasi.

2) MRI lebih sensitif daripada CT dalam banyak kondisi dan menyediakan

banyak kontras yang lebih besar antara jaringan lunak.

3) Magnetic resonance dapat mengubah kontras gambar dengan

memanipulasi Repetition dan Time Echo.

Adapun untuk tujuan MRI dalam mengevaluasi ICH, antara lain:15

- Untuk mendeteksi adanya perdarahan

- Untuk melokalisasi dan membedakan jenis perdarahan (ekstra-aksial vs i

ntra-aksial): jika ekstra-aksial, untuk membedakan perdarahan subarakhn

oid (SAH), hematoma subdural (SDH), dan hematoma epidural (EDH); ji

ka intra-aksial, untuk mencari situs neuroanatomic spesifik

- Untuk menentukan usia perdarahan

- Untuk mengidentifikasi etiologi perdarahan

- Untuk membantu dalam tatalaksana perdarahan dan dalam memastikan p

rognosis pasien

14
Saat dalam keadaan darurat, CT scan seringkali merupakan pilihan

yang lebih baik. MRI dapat memakan waktu sekitar 45 menit untuk

menyelesaikan sedangkan CT scan hanya membutuhkan waktu lima hingga

10 menit. Dalam waktu yang dibutuhkan untuk melakukan MRI (untuk kasus

perdarahan intrakranial yang serius) seseorang bisa mati atau terluka parah.

MRI juga mengharuskan seseorang untuk diam selama periode waktu yang

lama, yang bisa sulit dalam keadaan darurat.15

Dalam beberapa situasi, CT scan dapat mendeteksi kelainan lebih mud

ah daripada MRI, termasuk perdarahan akut dan patah tulang. Sebaliknya, M

RI paling baik mendeteksi lesi kecil atau halus seperti plak sklerosis multipel,

neuroma akustik, atau astrositoma derajat rendah.15

CT scan pada dasarnya menggunakan sinar X untuk membuat rotating

image. Dengan demikian, jumlah radiasi yang terpapar pada pasien sangat tin

ggi. Untuk alasan ini, CT scan tidak di anjurkan pada anak-anak. Di sisi lain,

MRI tidak menggunakan radiasi untuk mendapatkan gambar sehingga aman u

ntuk sebagian besar pasien sebagai pemeriksaan yang harus diulang jika perlu.

MRI juga memberikan resolusi kontras tinggi antara jaringan lunak. Namun, a

da banyak kontraindikasi yang mencegah pasien menjalani MRI pemeriksaan,

misalnya implanted metals dan clips yang letaknya dekat dengan organ pentin

g aneurysm clips atau clips di otak, ataupun perangkat medis elektronik sepert

i alat pacu jantung atau implant telinga bagian dalam karena dapat merubah p

15
osisi perangkat-perangkat tersebut ataupun membuat perangkat-perangkat ters

ebut menjadi terlalu panas.13,15

Pemeriksaan neuroimejing sangat penting untuk membantu memprediksi

diagnosis dan prognosis pada stroke akut. Terdapat dua teknik pemeriksaan

pencitraan untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah

otak yaitu Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computerized

Tomography Scanner (CT-Scan) yang dapat secara cepat, tepat membedakan

antara stroke iskemik dengan stroke perdarahan intraserebral. CT-Scan tanpa

kontras merupakan standar baku emas untuk membedakan stroke hemoragik

dan iskemik.20

Pemeriksaan CT scan merupakan strategi utama yang efektif pada

pencitraan pasien stroke akut tetapi tidak sensitif untuk perdarahan lama. CT

Scan merupakan imejing yang paling umum dilakukan dalam mengevaluasi

pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang dicurigai mengalami ICH.

Secara umum, CT scan kurang sensitif dibanding MRI, tetapi keduanya sama-

sama spesifik untuk mendeteksi adanya perdarahan atau tidak. Rekomendasi

persyaratan untuk Pencitraan CT kepala pada stroke akut diantaranya:21

a. CT scan kepala tanpa kontas

b. Peralatan generasi ketiga atau keempat

c. Ketebalan potongan 540 mm, dengan irisan yang terputus-putus

d. Potongan harus dibuat pada bidang oblik untuk mencegah radiasi ke

mata

16
Gambaran CT scan pada stroke hemoragik memiliki kriteria adanya

gambaran hiperdens pada substansia alba atau grisea dengan atau tanpa

terkenanya permukaan kortikal (40-90 Hounsfield Units).20 Pada pasien ini

dilakukan pemeriksaan foto CT-scan kepala dengan irisan axial non kontras

pada tanggal 11 November 2018.

3 Komplikasi

Komplikasi ICH yang dapat terjadi, antara lain:16

 Haematoma expansion

 Edema perihematomal dengan peningkatan tekanan intracranial

 Intraventricular extension of haemorrhage dengan hidrosefalus

 Kejang

 Venous trombotic events

 Hiperglikemia

 Peningkatan tekanan darah

 Demam

 Infeksi

Jika terjadi komplikasi seperti di atas, maka tujuan utama

penatalaksanaan adalah mencegah atau secara cepat menangani proses

sekunder. Jika terjadi proses peningkatan tekanan intrkranial maka harus

diturunkan secepatnya. Jika tersedia, dapat dilakukan pemasangan alat

pemantau TIK. Jika terjadi efek massa atau herniasi, mungkin membutuhkan

tindakan operatif.

17
Indikasi operasi antara lain:17

- Pasien usia muda (<55 tahun), kesadaran somnolen-sopor, dengan

perdarahan lobar yang estimasi volumenya >50 cm3, dengan atau tanpa

tanda-tanda herniasi/ancaman herniasi dikonsulkan untuk evakuasi

hematom dengan cara klasik atau teknik endoskopi.

- Pasien dengan perdarahan serebelum dengan jarak antara dua titik terjauh

di tepi perdarahan >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang

otak dan atau hidrosefalus obstruktif.

- Pasien dengan perdarahan intraventrikular yang menunjukkan tanda-tanda

hidrosefalus obstruktif dikonsulkan untuk ventrikulostomi atau

pemasangan drain.

- Penurunan kesadaran progresif (GCS turun >1 poin dalam observasi).

- Hipertensi dan bradikardi dengan atau tanpa tanda-tanda gangguan nafas

(refleks Cushing).

- Perburukan defisit neurologis fokal.

- Akan dilakukan pemasangan subarachnoid bolt atau alat pengukur TIK

invasif lain.

- Pasien usia tua terutama dengan penyulit penyakit metabolik, harus

didiskusikan dulu untung-rugi tindakan operasi antara Anestesi,

Neurologi, Bedah Saraf, dan Ilmu Penyakit Dalam.

18
4 Diagnosis Banding

Stroke hemoragik dapat didiagnosa banding dengan ruptur pembuluh darah

intraserebral yang dapat diakibatkan oleh hipertensi, trauma, dhiatesis

hemoragik, amyloid angiopathy, malformasi vaskular.18

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diagnosa

banding dengan : Intracerebral haemorrhage (ICH) traumatic,

Intraventricular haemorrhage (IVH), Subarachnoid haemorrhage (SAH) dan

ICH regio lobar. Untuk itu, demi menetukan ketepatan diagnosa maka

diperlukan pemeriksaan penunjang berupa imejing.

5 Prognosis

Sekitar setengah dari seluruh mortalitas akibat ICH terjadi dalam 24 jam

pertama setelah perdarahan awal. Mortalitas mendekati 50% pada 30 hari.

Faktor-faktor yang terkait dengan hasil buruk meliputi volume hematoma

besar (> 30 mL), lokasi hematoma di fossa posterior, usia yang lebih tua,

tekanan darah arteri rata-rata (mean arterial pressure, MAP) > 130 mmHg saat

pasien datang, dan GCS < 4. Faktor yang sama juga merupakan prediktor

mortalitas paling kuat pada mortalitas 30 hari. Ekspansi hematoma juga telah

terbukti menjadi prediktor independen dari penurunan fungsi fungsional,

defisit neurologis dan mortalitas.19

Skor PIS dan skor FUNC adalah dua skala derajat klinis yang

digunakan sebagai alat bantu prognostik pasien dengan stroke hemoragik.

Skor PIS memprediksi angka mortalitas 30 hari dengan menggunakan faktor-

19
faktor yaitu usia, volume ICH, skor GCS dan adanya perdarahan

intraventrikuler (tabel 2). Nilai antara 0-6, dimana nilai 6 berarti resiko

kematiannya dalam 30 hari sangat tinggi. Keterbatasan skoring PIS adalah

bahwa sistem tersebut hanya digunakan untuk memprediksi kelangsungan

hidup pada 30 hari tanpa memperhitungkan luaran fungsional. Skor PIS harus

digunakan bersamaan dengan skor FUNC untuk menilai luaran fungsional.19

Tabel 2. Skor PIS19


Komponen Poin
Skor GCS
3-4 2
5-12 1
13-15 0

Volume PIS (cm3)


> 30 1
< 30 0
Perdarahan intraventrikuler
Ada 1
Tidak ada 0
PIS infratentorial
Ya 1
Tidak 0
Umur (tahun)
> 80 1
< 80 0

20
Tabel 3. Skor FUNC18
Komponen Poin
Volume PIS (cm3)
< 30 4
30-60 2
> 60 0
Umur (tahun)
<70 2
70-79 1
>80 0
Lokasi PIS
Lobar 2
Dalam 1
Infratentorial 0
Skor GCS
>9 2
<8 0
Gangguan kognitif pra-PIS
Tidak ada 1
Ada 0

Alat prognostik lainnya adalah skor FUNC (Functional outcome risk

stratification). Pasien dinilai untuk risiko mengalami fungsional pada 90 hari

pasca stroke. Rentang skor FUNC dari nol sampai sebelas berdasarkan

volume ICH, umur, lokasi ICH, GCS dan penurunan kognitif sebelum ICH

(Tabel 3). Skor yang lebih besar dikaitkan dengan peluang independensi

21
fungsional yang lebih besar, yang didefinisikan sebagai GCS ≥4 pada 90

hari.19

Skor pada FUNC score dimulai 0-11, skor ini tidak di kategorikan

dalam beberapa kelompok (misal ringan, sedang atau berat) tetapi dari hasil

studi sebelumnya menunjukkan bahwa nilai 11 mengindikasikan

kemungkinan sangat kuat bahwa outcome pasien dengan skor ini (11) secara

fungsional tidak akan bergantung kepada orang lain (independence).

Kenyataan lain menunjukkan bahwa tidak ada pasien dengan nilai FUNC

Score ≥ 4 yang mampu mencapai kemandirian secara fungsional. Jadi semakin

besar nilai FUNC Score semakin besar pula kemungkinannya pasien akan

mencapai kemandirian secara fungsional.

Pada kasus skor PIS 0 dan FUNC pasien 10 dimana peluang

independensi fungsional pada 90 hari. Dengan deteksi dini dan penangan awal

yang tepat sasaran, diharapkan dapat memberikan prognosis yang baik bagi

pasien.

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad santionam : dubia ad bonam

22
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS

Nama : DR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 17 Juli 1979 (39 tahun)
Alamat : Kelurahan Banjer, Lingkungan VII, Tikala
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri
No. RM : 55.05.05
MRS : 11 November 2018

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran secara tiba-tiba sejak
6 jam SMRS. Saat itu pasien baru terbangun dari tidur disertai bicara
pelo. Nyeri kepala ada pada seluruh bagian kepala, mual dan muntah
tidak ada, pandangan kabur tidak diketahui. Pasien menjadi sulit
dibangunkan kemudian dibawa ke Rumah Sakit. Kelemahan anggota
gerak sesisi disangkal. Kejang tidak ada. Keluhan seperti ini baru pertama
kali dialami.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit serupa sebelumnya tidak ada
- Riwayat Hipertensi grade II, tidak terkontrol
- Riwayat Diabetes Mellitus tidak ada

23
- Riwayat Penyakit jantung tidak diketahui

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat stroke pada keluarga tidak ada
- Riwayat hipertensi pada keluarga tidak ada
- Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga tidak ada
- Riwayat penyakit serupa pada keluarga tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Berat
Kesan : Sopor
GCS : E3M6Vx

Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 240/130mmHg
Nadi : 94 kali per menit
Respirasi Rate : 30 kali per menit
Suhu badan : 36,7oC
SpO2 : 97%

Kepala : Normosefali
Pupil  Isokor ᴓ 2mm / ᴓ 2mm, RCL +/+, RCTL +/+
Konjungtiva anemi -/- ; sklera ikterik -/-
Kesan paresis Nervus VII UMN dextra
Leher : Normal
Thorax : Normal
Jantung : Normal
Abdomen : Normal
Ekstremitas : kesan paresis ekstremitas dextra

24
2. Status Lokalis ( Status Neurologis)
Kesadaran : Sopor, GCS : E3M6Vx
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk : Negatif
- Laseque : >700 / > 700
- Kernig sign : >1350 / >1350
Nervus kranialis : Kesan paresis Nervus VII UMN dextra

STATUS MOTORIK
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Kekuatan Otot 3/3/3/3 5/5/5/5 3/3/3/3 5/5/5/5
Tonus Otot menurun normal menurun normal
Refleks +/+/+ ++/++/++ +/+ ++/++
Fisiologis
Refleks Patologis - - - -

STATUS SENSORIK : Sulit di evaluasi


STATUS OTONOM : inkontinensia urin et alvi tidak ada

SKOR SIRIRAJ
No. Gejala/Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (0) Kompos
Mentis X 2,5 +
(1) Somnolen
(2) Sopor – koma

2. Muntah (0) Tidak X2 +


(1) Ya

3. Nyeri kepala (0) Tidak X2 +


(1) Ya

4. Tekanan Darah Diastolik X 10% +

25
5. Ateroma (0) Tidak X (-3) -
a. DM
(1) Ya
b. Angina pectoris
Klaudikasio
6. Konstanta - 12 -

Catatan: Bila SSS > 1 = stroke hemoragik, bila SSS < -1 = stroke non
hemoragik
SSS = (2x2,5) + (0x2) + (1x2) + (0,1 x 130) + (0x3) – 12
= 5 + 2 + 13 – 12
= 8  Stroke Hemoragik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. 11 November 2018
Hematologi
Leukosit : 14.700
Eritrosit : 5.68 106
Hemoglobin : 13,5 g/dL
Hematokrit : 44,4%
Trombosit : 290 103
Kimia Klinik
SGOT : 17 U/L
SGPT : 16 U/L
Ureum darah : 42 mg/dL
Creatinin darah : 1.6 mg/dL
GDS : 87 mg/dL
Chlorida darah : 99.5 mEq/L
Kalium darah : 3.59 mEq/L
Natrium darah : 140mEq/L

26
Hemostasis
PT (pasien/kontrol) : 12,8 / 14,8
INR (pasien/kontrol) : 0,94 / 1,13
APPT (pasien/kontrol) : 30,7 / 37,4
b. Laboratorium Puasa (12 November 2018)
GDS : 53 mg/dL
Uric Acid Darah : 10.2 mg/dL
Kolesterol : 204 mg/dL
HDL : 47 mg/dL
LDL : 133 mg/dL
Trigliserida : 119 mg/dL

2. CT-Scan Kepala

27
Uraian hasil pemeriksaan :

 Tampak lesi hiperdens berbatas tegas berdensitas pendarahan di regio ganglia


basalis sinistra.
 Densitas parenchyma cerebella dan brain stem normal. Tak ada lesi hipo-
hiperdens berupa infark, perdarahan, nodul atau kista.
 Sulcus, fisura dan gyrus dekstra normal, sulcus dan fisura sinistra menyempit
serta gyrus sinistra mendatar.
 Ventrikel lateral dekstra normal, ventrikel lateral kiri tampak menyempit
 Tidak ada midline shift
 Mastoid dan orbita pada foto ini normal
 Sinus paranasalis dextra et sinistra normal
 Tulang-tulang baik
Kesimpulan : - ICH di regio ganglia basalis sinistra volume 14cc.

E. RESUME
Seorang laki-laki usia 39 tahun dibawa ke UGD RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou dengan penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang dialami sejak 6
jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya penderita baru bangun tidur
disertai bicara pelo dan nyeri kepala pada seluruh bagian kepala. Penderita
menjadi sulit dibanguni, kemudian dibawa ke rumah sakit.
Saat di rumah sakit dilakukan pemeriksaan ditemukan tekanan darah 240/130
mmHg, terdapat hemiparesis dextra dengan kekuatan otot 3/3/3/3 pada
ekstremitas superior dan inferior. Tonus otot dan refleks fisiologis pada
ekstremitas dextra menurun dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan status
sensoik. Status otonom pasien, tidak ada inkontinensi urin et alvi. Pada
penghitungan skor siriraj didapatkan siriraj stroke score (sss) = 8.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai dari gula darah puasa 53
mg/dL menunjukkan bahwa pasien hipoglikemi, nilai Uric Acid darah : 10.2

28
mg/dL menunjukkan bahwa pasien hiperurisemia. Pada gambaran CT-Scan
didapatkan ICH di regio ganglia basalis sinistra volume 14cc.

F. DIAGNOSIS
ICH ganglia basalis dengan volume ± 14cc
Hipertensi grade II
Hiperuricemia

G. PENATALAKSANAAN
 Penatalaksanaan di UGD
- Nikardipin titrasi dari 50 gtt target TD 140/110mmHg (target BAP
135)
- Simvastatin 1 x 20mg
- Ranitidin 2 x 50mg Intravena
- Paracetamol 2 x 500mg
 Penatalaksanaan Rawat Inap
- Bed rest dan elevasi kepala 300 dan oksigenasi adekuat
- Amlodipine 1 x 10mg
- Telmisartan 1 x 80mg
- Lactulac syr 1 x 30cc
- Paracetamol 3 x 500 mg
- NaCl 3 x 500 cc
- Clonidin 1 x 0,15 mg
- Manitol 20% 400cc (loading)  4 x 200cc setelah 1 jam
- Nikardipin titrasi 2,5mg / jam
- Kolkisin 1 x 0.5 mg
- Allopurinol 2 x 100mg

H. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Bonam

29
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan CT scan merupakan strategi utama yang efektif pada pencitraan

pasien perdarahan akut tetapi tidak sensitif untuk perdarahan lama. CT Scan

merupakan imejing yang paling umum dilakukan dalam mengevaluasi pasien

di IGD yang dicurigai mengalami ICH. Namun, banyak penelitian telah

menunjukkan bahwa MRI lebih efisien dalam mendeteksi ICH dan melokalisasi ICH.

Selain itu, MRI dapat memberikan petunjuk penting tentang etiologi perdarahan.

B. Saran
Pemeriksaan MRI di sarankan untuk mengetahui usia dari perdarahan pada

pasien ini, karena diketahui pasien sudah 4 hari dari waktu kejadian. Selain

itu, pemeriksaan MRI juga disarankan untuk menggali lebih dalam etiologi

perdarahan pada pasien ini, apakah dari faktor vaskuler atau trauma.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Gofur A et al. Stroke Lakunar. Neurology Update, Makalah Ilmiah.


Edisi I. 2011. Yogyakarta: KONAS PERDOSSI ke-7 Manado dan
Pustaka Cendekia Press
2. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Culebras A, Elkind
MS, dkk. An updated definition of stroke for the 21st century. Stroke.
2013;44(7):2064-89.
3. van Asch CJ, Luitse MJ, Rinkel GJ, van der Tweel I, Algra A, Klijn
CJ. Incidence, case fatality, and functional outcome of intracerebral
haemorrhage over time, according to age, sex, and ethnic origin: a
systematic review and meta-analysis. Lancet Neurol. 2010;9:167–
176. [PubMed]
4. Siwi ES, Lalenoh D, Tambajong H. Profil pasien stroke yang dirawat
di ICU RDUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode desember 2014
sampai November 2015.E-clinic.vol 4 No.1 2016.
5. Anonimus. Anatomi dan Fisiologi Otak. [di akses pada tanggal: 16
Oktober 2018]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46022/Chapter
%20II.pdf;sequence=4
6. Anonimus. Anatomi Sistem Saraf Pusat [diakses pada tanggal: 16
Oktober 2018] http://digilib.unila.ac.id/2359/9/BAB%20II.pdf
7. Ilyas M. Rauf R. Panduan keterampilan klinik (CSL) foto x’ray skull
& lumbosacral. Departemen Radiologi. UNHAS. 2017
8. Quint DJ.Hoeffner EG. Mukherji SK. Srinivasan A. Neuroradiology
back to the future: Head and neck imaging. J Neuroradiol. 2012. Vol
33 p. 2026-32.
9. Heit JJ. IV M, Wintermark M. Imaging of Intracranial Hemorrahage.
JoS.2017.Vol.19. No. 1 p.11-27

31
10. Alatas Z. Risiko radiasi dari computed tomography pada anak. JFN.
2014. Vol. 8 No. 2
11. Kidwell CS. Wintermark M. Imaging of intracranial haemorrhage.
Lanset Neural. 2008. Vol 7. P. 256-67
12. Brezan F. Dkk. Pretem screening by tranfontanelar untrasound- result
of a 5 years cohort study. Medical Ultrasonography. 2012. Vol 14 no.
3 hal. 204-10 Leandrou S. Magnetic Resonance Imaging and
Computed Tomography in the evaluation of stroke. Should Magnetic
Resonance Imaging replace Computed Tomography as the primary
imaging modality in stroke evaluation? [internet]. University of
Oxford. UK; 2010 [di akses pada tanggal 12 Oktober 2018]. Di unduh
dari:
https://www.researchgate.net/profile/Stephanos_Leandrou/publication/
275099312_Magnetic_Resonance_Imaging_and_Computed_Tomogra
phy_in_the_evaluation_of_stroke_Dissertation_submitted_in_partial_f
ulfillment_of_the_requirements_for_the_degree_of_MSc_in_Diagnost
ic_Imaging/links/5532ab3d0cf20ea0a074b27a/Magnetic-Resonance-
Imaging-and-Computed-Tomography-in-the-evaluation-of-stroke-
Dissertation-submitted-in-partial-fulfillment-of-the-requirements-for-
the-degree-of-MSc-in-Diagnostic-
Imaging.pdf?origin=publication_detail
13. Chang R. Brain imaging in hypertensive hemorrhage [internet].
Medscape. New York: 2018 [diakses pada tanggal 23 Maret 2018]. Di
unduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/338055-
overview#a1
14. Pressman P. Comparing MRI and CT Scans. Assessing Their Benefits,
Indications, and Shortcomings [internet]. Very Well Health. 2018. [Di
akses pada tanggal 31 Maret 2018]. Di unduh dari:
https://www.verywellhealth.com/mri-or-ct-scan-2488814

32
15. Balami JS, et al. Complication of intracerebral haemorrhage [internet].
Pubmed. UK; 2012 [di akses pada tanggal 1 Januari 2012]. Di unduh
dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/22172625/
16. Mawuntu A. Trauma kepala [handout]. Manado: Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi; 2013.
17. Hui D , Leung A, Padwal R. Approach To Internal Medicine: A
Resource Book For Clinical Practice, 4th Edition. Switzerland:
Springer; 2015
18. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral hemorrhage:
pathophysiology, diagnosis and management. MUMJ. 2013;10(1):15-
22.
19. Standar Pelayanan Medik (SPM) Neurologi. PERDOSSI. 2013.
20. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI;
2011.

33

Anda mungkin juga menyukai