Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
Referat
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

GAMBARAN RADIOLOGI EFUSI PLEURA

Oleh:
Bezaliel R. Narasiang 17014101028
Julia Vania F. Bahter 17014101202
Maniata Febtry Bata 17014101080

Masa KKM:
28 Januari – 10 Februari 2019

Dosen Pembimbing:
dr. Bobby F. Paat, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019

LEMBAR PENGESAHAN

Refarat dengan judul

GAMBARAN RADIOLOGI EFUSI PLEURA

Telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal Februari 2019.

Mengetahui,
Supervisor pembimbing

dr. Bobby F. Paat, Sp.Rad

2
EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat.

B. Fisiologi Cairan Pleura


Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-
20ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Volume cairan pleura selalu konstan, akibat dari:
- P. hidrostatik : 9 mmHg, produksi oleh pleura parietalis
- P. koloid osmotik : 10 mmHg, absorbsi oleh pleura viseralis

C. Etiologi
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang berasal dari :
- Kelaian paru : infeksi, baik oleh bakteri maupun virus aau jamur, tumor
paru, tumor mediastinum, metastase.
- Kelainan sistemik : penyakit-penyakit yang mengakibatkan hambatan
aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan
kegagalan jantung.
- Trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.
- Ideopatik.
Cairan pada efusi pleura dapat berupa :
- Cairan transudat : Terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan
pada kegagalan jantung, kegagalan ginjal akut atau kronik, keadaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang
berlebihan, dan fibroma ovarii (meig’s syndrome).

3
- Cairan eksudat: Berisi cairan kekeruhan, paling sering ditemukan pada
infeksi tuberculosa, atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit kolagen
(SLE, RA)
- Cairan darah: Dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru
dan karsinoma paru
- Cairan getah bening: Meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh
sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau
metastasis pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.

D. Patofisiologi
Dalam rongga Plaura terdapat kurang lebih 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura Viseralis. Cairan
ini dihasilkan oleh kapiler Plaura parietalis karena adanya sebagian cairan ini
diserap kembali oleh kapiler paru dan plaura Viseralis sebagian kecil lainnya
(10%-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe. Bila kesinambungan antara
produksi dan absorbsi terganggu maka akan terjadi penumpukan cairan
dirongga pleura.

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh
dalam dada atau dispneu . Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa
nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Pada efusi unilateral, biasanya
penderita mengeluh lebih nyaman tidur miring kearah bagian paru yang
mengalami efusi. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.

F. Pemeriksaan Fisik

4
- Inspeksi : pengembangan paru menurun, gerakan dada sisi sakit
tertinggal, tampak lebih cembung
- Palpasi : penurunan fremitus vocal atau taktil, gerak dada sisi sakit
tertinggal
- Perkusi : perkusi pada sisi yang sakit redup pada bagian bawah garis Ellis
Damoiseu
- Auskultasi : penurunan bunyi napas Jika terjadi inflamasi, maka dapat
terjadi friction rub.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thoraks
Jumlah cairan minimal yang terdapat pada thoraks tegak adalah 250-
300ml. bila cairan kurang dari 250ml (100-200ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral
tegak. Cairan yang kurang dari 100ml (50-100ml), dapat diperlihatkan
dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal dimana caran
akan berkumpul disisi samping bawah.
- Posisi tegak posteroanterior (PA)
Pada pemeriksaan foto thorak rutin tegak, cairan pleura tampak
berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang
biasanya relative radioopak dengan permukaan atas cekung berjalan
dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemithorak sehingga jaringan paru akan terdorong kea rah sentral /
hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum kearah
kontralateral.
- Posisi lateral
Bila cairan kurang dari 250ml (100-200ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak
lateral tegak. Pada penelitian mengenai model roentgen patologi

5
Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25ml dari cairan pleura
( cairan saline yang disuntikkan) pada radiogram dada lateral tegak
lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di
posterior sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya
pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.

Gambar 1. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul


karena efusi pleura

Gambar 2. Efusi pleura dextra

6
Gambar 3. Efusi pleura sinistra massif.
Tampak mediastinum terdorong kontralateral

Gambar 4. Efusi pleura bilateral

Gambar 5. Loculated pleural effusion. Tampak berbatas cukup tegas dan


biconvex. Sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura

7
Gambar 6. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral
- Posisi Lateral Decubitus
Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun untuk
mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari 100ml (50-
100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar
horizontal dimana caran akan berkumpul disisi samping bawah.

Gambar 7. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus


(penumpukan cairan yang ditunjukkan dengan panah biru).

8
Gambar 8. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus

b. Computed Tomography Scan (CT Scan)


CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan
sebagai daerah berbentuk bulan sabit di bagian yang tergantung dari
hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki gambaran
cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan
CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang, cairan mulai
menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi pleuran yang
banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan kadang-
kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral, cairan
bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini
menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.

Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura


(kiri atas : foto rontgen thoraks PA)

9
Gambar 10. CT Scan thorak pada seorang pria 50-tahun dengan
limfoma non-Hodgkin dan efusi pleura yang ditunjukan tanda panah.

Gambar 11. CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin
menunjukkan daerah tergantung dengan redaman yang sama dengan air dan
margin atas lengkung (E). Temuan khas dari efusi pleura. Perhatikan pergeseran
lokasi cairan pada gambar ini dibandingkan dengan radiografi dada
posteroanterior dan lateral. Limfadenopati mediastinum dapat dilihat di
mediastinum tengah dan posterior (panah).

c. Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura
visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan
posisi. Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan USG dengan apa
yang disebut sebagai “elbow position”. Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien
diletakkan pada posisi lateral decubitus selama 5 menit (serupa dengan
radiografi dada posisi lateral decubitus) kemudian pemeriksaan USG dilakukan
dengan pasien bertumpu pada siku (gambar 12). Maneuver ini memungkinkan
kita untuk mendeteksi efusi subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung
akan terakumulasi dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus.

10
Gambar 12. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser
selama pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan.

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan ronggapleura.


Pada dekade terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga pleura menjadi metode
utama untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura yang sedikit. Kriteria
USG untuk menentukan efusi pleura yaitu; zona anechogenic memiliki
ketebalan 3mm diantara pleura parietal dan visceral dan atau perubahan
ketebalan lapisan cairan antara ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan
letak posisi pasien. Karena USG adalah metode utama maka sangatlah penting
untuk melakukan pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus
terhadap dinding dada.

Gambar 13. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas.
Gambar menunjukkan adanya akumulasi cairan selama inspirasi (setebal 6 mm;
berbentuk kurva, gambar kiri) dimana gambar tersebut lebih jelas dibanding
selama ekspirasi ( setebal 11 mm ; berbentuk kurva, gambar kanan).

11
Gambar 14. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada pasien laki-laki
dengan penyebaran lymphangitic dari adenokarsinoma. Ini studi sagital dan
pemeriksaan dilakukan dengan pasien duduk. Cairan Echogenic (E) dapat
dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah).

Gambar 15. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita 47 tahun
dengan efusi pleura metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan dilakukan
dengan pasien duduk. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri.
Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah)

Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam sebuah


penelitian terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran
anechoic, sedangkan efusi anechoic dapat transudat atau eksudat. Adanya
penebalan pleura dan lesi parenkim di paru-paru menunjukkan adanya eksudat.
Cairan pleura yang memberikan gambaran echoic dapat dilihat pada efusi
hemoragik atau empiema.

12
Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan
efusi kecil dari penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna cairan (yaitu,
adanya sinyal warna dalam pengumpulan cairan).

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity dan /
atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar, keterlibatan
pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma sugestif
penyebab ganas kedua pada CT scan dan MRI.

H. Penatalaksanaan
1. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi
juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan
pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru

13
secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara
mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang
berat, dan hipotensi.

Gambar 16. Metode torakosentesis


2. Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia/anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura/menyentuh paru.
5. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
7. Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

14
Gambar 17. Pemasangan jarum WSD

WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks. Selang torak dapat dicabut jika
produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah mengembang. Selang
dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

3. Pleurodesis
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan
adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (contoh: tiotepa 45 mg)
diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain ialah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus
dipasang dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan dalam 3050 ml larutan garram faal, kemudian dimasukkan ke

15
dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini.
Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga
berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6
jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di
seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam - 48 jam cairan
tidak keluar, selang toraks dapat dicabut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf
2. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. 2007. Balai Penerbit FK UI Jakarta.
3. Haryadi. 2010. Thorax ppt. Lampung: RSUAM Lampung.
4. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf
5. Omar Lababede, dkk. 2011. Pleural Effsion Imaging. Diakses dari:
www.emedicine.medscape.com
6. Rasad, Sjahriar.2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : FKUI.

16

Anda mungkin juga menyukai