Anda di halaman 1dari 13

Journal Reading

“Epistaxis Complicating Treatment by Anti Vitamin K and New Oral


Anticoagulants”

Oleh:

Swens Alexander Rompis


17014101374

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. O. I. Palandeng, SpTHT-KL (K)

Periode KKM :

21 Januari – 17 Februari 2019

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Journal Reading dengan judul:

“Epistaxis Complicating Treatment by Anti Vitamin K and New Oral


Anticoagulants”

Oleh

Swens A. Rompis - 17014101374

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada :

Februari 2019

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. O. I. Palandeng, SpTHT-KL (K)


Komplikasi Epistaksis Akibat Pengobatan dengan Anti-Vitamin K dan Anti-
Koagulan Oral Baru
L’Huillier∗, C. Badet , L. Tavernier

Abstrak

Tujuan: Untuk menilai perbedaan terapi antara anti-vitamin K (AVK) dan antikoagulan oral baru
(NOAC) terhadap tingkat keparahan epistaksis dengan komplikasi.

Bahan dan metode: Semua pasien epistaksis yang dirawat di departemen THT di University
Hospital Center dengan terapi antikoagulasi oral antara Januari 2010 sampai Juni 2015
dimasukkan dalam studi retrospektif. Tingkat keparahan dinilai dalam hal manajemen dan
tingkat hemoglobin saat masuk. Dua kelompok dibedakan: pengobatan dengan AVK atau dengan
NOAC.

Hasil: Seratus tiga puluh empat pasien yang terbagi: 126 di bawah AVK dan 8 di bawah NOAC.
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal lama perawatan rumah sakit: 4,5 hari untuk AVK
versus 3,5 hari untuk NOAC (P = 0,019; 95% CI [0,1921; 0,8907]). Tidak ada perbedaan
signifikan untuk kriteria keparahan penyakit. Tidak ada pasien yang meninggal.

Kesimpulan: Penanganan komplikasi epistaksis dengan terapi NOAC adalah rendah, dan jauh
lebih rendah daripada terapi AVK. Penanganan perdarahan setara dengan kedua terapi. NOAC
secara signifikan mengurangi waktu perawatan di rumah sakit. Berlawanan dengan hipotesis
penelitian sebelumnya, dari studi ini disimpulkan bahwa epistaksis dengan komplikasi dapat
menjadi tidak serius dengan terapi NOAC dibandingkan dengan terapi AVK.

1. Pengenalan

Pengobatan dan pencegahan tromboemboli adalah masalah kesehatan masyarakat utama


dalam hubungannya dengan peningkatan risiko kematian, timbulnya masalah medis dan dampak
sosial ekonomi serta peningkatan jumlah pasien [1]. Anti-vitamin K (AVK) adalah pengobatan
yang direkomendasikan, terutama untuk kasus non-valvular atrial fibrilasi [2].

Sejak 2008, ada alternatif untuk AVK yaitu anti-koagulan oral baru (NOAC). Ini adalah
penghambat koagulasi langsung, yang bekerja pada trombin (anti-faktor IIa) atau faktor X. Kelas
pertama hanya terdiri dari dabigatran etexilate (Pradaxa®), dan rivaroxaban kedua (Xarelto®)
dan apixaban (Eliquis®), dipasarkan sejak 2008, 2009 dan 2012, masing-masing. Statistik
asuransi kesehatan nasional Prancis menunjukkan bahwa hampir setengah (48%) dari pasien
telah memulai terapi antikoagulasi oral antara Oktober 2012 dan September 2013[3]. Penjualan
telah melonjak sejak produk diperkenalkan, dengan 1 juta dosis perhari (DDD) pada 2009 dan
117 juta pada 2013 [1]. Peningkatan penggunaan disebabkan karena kemudahan penggunaan
untuk pasien yakni tidak seperti AVK, tidak ada pemantauan biologis atau penyesuaian dosis [4].
NOACs juga tidak mempunyai kontraindikasi dengan penggunaan obat atau makanan tertentu
sehingga tidak menyulitkan pengobatan, yang ditemukan pada penggunaan AVK [5,6].

Tetapi, Badan Keamanan Narkoba Nasional Prancis (Agence nationale desécurité du


médicament: ANSM), memperingatkan para dokter tentang resiko perdarahan terkait dengan
penggunaan semua jenis antikoagulan. Epistaksis salah satu komplikasi hemoragik yang terdiri
dari perdarahan yang berulang dan berpotensi menjadi berbahaya, serta merupakan penyebab
perdarahan minor kedua dalam sebuah studi oleh Asuransi Kesehatan Nasional Prancis (Caisse
nationale d'assurance maladie) [3].

Dengan meningkatnya penggunaan NOAC, dapat diasumsikan bahwa tingkat epistaksis


dengan penggunaan NOAC juga meningkat. Tidak adanya pemantauan biologis, dengan
modulasi dosis sesuai dengan konteks klinis, kurangnya antagonis dan pedoman dalam kasus
perdarahan menunjukkan bahwa epistaksis mungkin menjadi lebih serius dengan penggunaan
terapi AVK. Sepengetahuan kami, sejak NOAC mulai diperdagangkan, belum ada penelitian di
Perancis yang menilai dampak penggunaan antikoagulasi oral terhadap komplikasi epistaksis.

Gambar. 1. Perkembangan pasien epistaksis dengan terapi antikoagulasi di departemen THT, University
Hospital Center antara 2010 dan 2015. Kurva menunjukkan kecenderungan masuknya pasien epistaksis
dengan terapi AVK saja. AVK: anti-vitamin K; NOAC: antikoagulan oral baru.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki perbedaan yang mungkin
dalam keparahan epistaksis dengan terapi AVK dibandingkan dengan NOACs.

2. Bahan dan metode

Sebuah penelitian deskriptif retrospektif mencakup semua pasien berusia > 18 tahun yang
dirawat di departemen THT University Hospital Center untuk epistaksis spontan di bawah terapi
antikoagulan dengan AVK atau NOAC antara 1 Januari 2010 dan 30 Juni 2015.
Data terdiri dari variabel demografis (usia dan jenis kelamin), jenis pengobatan dan
indikasi, pemeriksaan biologis saat masuk (hemostasis, urea dan kreatinemia), faktor risiko
perdarahan (tekanan darah tinggi dan / atau terapi antiplatelet bersamaan), dan komorbiditas
seperti gagal ginjal atau hati.

Setelah membersihkan hidung dari sumbatan, penanganan lini pertama di pusat kami
terdiri dari pengemasan uni atau bilateral anterior dengan kalsium alginat. Dalam hal kegagalan,
pengemasan anteroposterior dilakukan menggunakan metode balon ganda. Kriteria lain terdiri
dari durasi dan / atau perdarahan yang berlebih, epistaksis berulang, dan diatesis. Perawatan
bedah endoskopi diindikasikan untuk perdarahan berulang, baik saat pengangkatan atau saat
pengemasan. Embolisasi diindikasikan pada kasus yang kontraindikasi untuk dilakukan
pembedahan: hambatan lokal, atau kontraindikasi untuk anestesi umum. Dalam kasus overdosis
AVK, antagonis diberikan sesuai dengan pedoman Otoritas Kesehatan.

Tingkat keparahan dinilai berdasarkan 4 kriteria:

• konsentrasi hemoglobin saat masuk

• kebutuhan akan transfusi

• jenis perawatan (kebutuhan untuk perawatan berat seperti surgical hemostasis dan / atau
embolisasi);

• perkembangan di rumah sakit (tinggal di rumah sakit, pemindahan ke ruang dengan


perawatan intensif, kematian).

Dua kelompok perlakuan dibedakan: AVK (fluindione, warfarin atau acenocoumarol),


dan NOAC (dabigatran etexilate, rivaroxaban atau apixaban).

Analisis statistik menggunakan aplikasi BiostaTGV [Pierre-LouisEpidemiology and


Public Health Institute, yang berafiliasi dengan National Institute of Health and Medical
Research (Inserm) dan Pierre-and-Marie-Curie University, Paris). Tes Fisher or Student
digunakan sewajarnya. Ambang signifikansi ditetapkan pada P = 0,05.

3. Hasil

Antara 1 Januari 2010 dan 30 Juni 2015, 134 pasien yang dirawat karena epistaksis
dengan komplikasi diterapi dengan antikoagulasi oral: 126 dengan terapi AVK dan 8 dengan
NOAC. Molekul terdiri dari fluindione, 84,2% (n = 139); acenocoumarol, 6,1% (n = 10);
warfarin, 4,9% (n = 8); rivaroxaban, 3% (n = 5); dan dabigatran, 1,8% (n = 3). Tidak ada pasien
NOAC yang menerima apixaban.

Gambar. 1 menunjukkan distribusi penerimaan rata-rata pasien pertahun: 26,1 pasien


epistaksis dengan terapi AVK, didapatkan kurva menurun, dan 2 pasien epistaksis dengan terapi
NOAC (pada 2012). Pasien epistaksis dengan NOAC tidak meningkat selama periode penelitian.
Tabel 1 menunjukkan data epidemiologis. Hasil untuk keparahan perdarahan sebagai titik
akhir ditunjukkan pada Tabel 2. Hanya angka rata-rata pasien rawat inap menunjukkan
perbedaan antarkelompok yang signifikan, dengan 4,5 hari untuk terapi AVK dibandingkan 3,5
hari untuk terapi NOAC (P = 0,019; 95% CI [0,1921 ; 0,8907]).

4. Diskusi

Pada hampir 80% kasus, antikoagulan oral digunakan untuk atrial fibrilasi, dengan tujuan
mencegah stroke sekunder. Menurut pedoman Perhimpunan Kardiologi Eropa, indikasi untuk
antikoagulasi yang efektif didasarkan pada skor CHA2DS2-VASc (Tabel 3) [7]. Ketika terapi
antikoagulasi diperlukan, pilihan antara AVK dan NOAC diserahkan kepada pemberi resep [7],
meskipun Otoritas Kesehatan Prancis (HAS) secara sistematis merekomendasikan AVK pada
baris pertama [2]. Tiga studi utama menilai NOAC lebih superior dibandingkan warfarin dengan
indikasi berikut: RE-LY untuk dabigatran [8], ROCKET-AF untuk rivaroxaban [9] dan
ARISTOTLE untuk apixaban [10]. Hasil ROCKET-AF nantinya akan digunakan untuk
mempelajari cara pengobatan perdarahan mayor pada kedua kelompok pengobatan [11].
Epistaksis berat menurut International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) dengan
kriteria yaitu, epistaksis yang menyebabkan kematian dengan 2 g/dL hemoglobin, atau
membutuhkan transfusi 2 PRBCs [12]. Tidak ada perbedaan pada tingkat epistaksis menurut
pengobatan. Perbandingan tingkat perdarahan dengan terapi warfarin versus apixaban secara
signifikan mendukung NOAC dengan 2,13% per tahun untuk apixaban versus 3,09% untuk
warfarin (P <0,001). Perbandingan tingkat perdarahan dari keparahan juga mendukung NOAC
dengan 28,5% per tahun untuk warfarin dibandingkan 18,1% untuk apixaban, namun tingkat
epistaksis berdasarkan lokasi perdarahan tidak ditentukan [13]. Menurut literatur, risiko
perdarahan setara antara terapi AVK dan NOACs, dengan kecenderungan yang mendukung
NOACs.

Data dari studi RE-LY, termasuk 18.113 pasien, digunakan untuk mempelajari interaksi
antara usia dan risiko perdarahan. Risiko perdarahan intra dan ekstrakranial adalah setara antara
perawatan hingga usia 75 tahun; pada usia yang lebih lanjut, risiko perdarahan intrakranial
menjadi berkurang, tetapi risiko perdarahan ekstrakranial menjadi lebih besar di lokasi tertentu.
Data untuk epistaksis tidak dianalisis secara khusus tetapi dimasukkan dalam kategori
berdasarkan lokasi perdarahan "hidung-tenggorokan-telinga", di mana perbedaan risiko
perdarahan antara warfarin dan dabigatran tidak signifikan [14]. Atrial fibrilasi adalah penyakit
orang tua, dimana dua pertiga pasien berusia ≥ 75 tahun [15]. Data epidemiologis saat ini
menunjukkan 76,1% pasien berusia > 75 tahun. Usia lanjut merupakan faktor risiko tambahan
untuk komplikasi hemoragik dalam terapi antikoagulasi. Namun, usia lanjut juga menunjukkan
peningkatan risiko emboli, dan terapi antikoagulasi telah terbukti memberikan manfaat yang
baik. The French Geriatrics and Gerontology Society dan French Cardiology Society bersama-
sama mengingatkan untuk hati-hati dalam penggunaan NOAC pada pasien berusia > 80 tahun,
mengingat kurangnya data yang relevan dalam literatur [15]. Namun, berdasarkan studi tentang
kaitan penggunaan NOAC dan umur, Barco et al. menyimpulkan bahwa berdasarkan
manfaatnya, ia mendukung terapi antikoagulasi pada pasien usia lanjut [16]
Dari studi ini, didapatkan jumlah pasien yang masuk rumah sakit dengan epistaksis
dengan pengobatan NOAC jauh lebih rendah dibandingkan pasien dengan pengobatan AVK. Ini
menjelaskan bahwa epistaksis menjadi kurang progresif dengan pengobatan NOAC
dibandingkan dengan pengobatan AVK, memungkinkan pasien untuk rawat jalan; namun karena
bukti penggunaan obat pada wilayah yang bersangkutan selama periode waktu tertentu tidak
tersedia, maka tidak ada kesimpulan yang dapat dicapai. Dalam sebuah studi prospektif, García
Callejo et al. [17] membandingkan tingkat konsultasi pasien gawat darurat antara
acenocoumarol, dabigatran dan tidak ada pengobatan antikoagulasi, pada 222 pasien
(acenocoumarol 27%; dabigatran 9%; tanpa pengobatan antikoagulasi 64%); mereka juga
menemukan tingkat epistaksis yang lebih rendah dengan pengobatan NOAC, tapi hanya terdapat
perbedaan yang sedikit dengan kelompok pengobatan lain pada studi ini. Disisi lain, tingkat
transfusi, lebih tinggi dengan dabigatran daripada dengan acenocoumarol (80% vs 58%; P
<0,001), dengan hemostasis invasif (bedah atau dengan embolisasi): 80% vs 35,2%; P <0,001.
Para penulis menyimpulkan bahwa risiko perdarahan lebih rendah dengan pengobatan
dabigatran, tetapi dengan kontrol yang lebih sulit [17]. Sebaliknya, penelitian ini tidak
menemukan perbedaan yang signifikan dalam pengobatan invasif antara kedua kelompok.

Pada studi ini, waktu perawatan di rumah sakit lebih singkat pada pasien dengan
pengobatan NOAC dibandingkan dengan pengobatan AVK, ini merupakan salah satu kriteria
menurut tingkat keparahan penyakit. Berdasarkan studi the Rocket-AF [11], rata-rata waktu
tinggal di rumah sakit juga lebih pendek pada pasien dengan pengobatan rivaroxaban. Di sisi
lainnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh García Callejo et al., perawatan di rumah sakit
lebih lama pada kelompok dabigatran (5,9 vs. 4,3 hari), meskipun perbedaannya tidak signifikan
[17].

Secara biologis, kadar kreatinemia dan urea di atas normal pada kedua kelompok, tapi
perbedaannya tidak signifikan. AVK dimetabolisme oleh hati dan sekresi dalam empedu sebagai
metabolit tidak aktif [15], NOAC sekresi terutama melalui ginjal: 80% untuk dabigatran [4,6,18],
dan 25-29% untuk apixaban [19]. Dengan demikian ada resiko overdosis karena terdapat
akumulasi plasma yang dapat menyebabkan perdarahan; untuk itu dosis perlu disesuaikan pada
kasus dengan gagal ginjal.

Dalam penelitian ini, beberapa poin mengaitkan pengaruh antikoagulan terhadap


lamanya waktu perdarahan. Pertama, 55% pasien mendapatkan pengobatan lebih dari 1
antiplatelet, sedangkan dengan aspirin pada 48% kasus. Antiplatelet sering dikaitkan dengan
epistaksis [20,21] dan memperburuk keparahan [21]. Pengaruh antikoagulan, apakah AVK atau
NOAC, dengan 1 atau 2 agen antiplatelet tidak pernah dinilai pada orang berusia di atas 75
tahun, meskipun telah terbukti meningkatkan risiko perdarahan [15]. Selain itu, 64,9% dari
pasien ini memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Dalam studi ini, Kikidis et al. [22] membahas
mengenai ada tidaknya hubungan antara epistaksis dengan tekanan darah tinggi, termasuk faktor
pencetusnya. Akan tetapi hubungan sebab akibat antara tekanan darah tinggi dan epistaksis tetap
menjadi bahan perdebatan.
Penelitian ini menunjukkan 2 keterbatasan utama. Pertama, NOAC masih merupakan
kelompok kecil, sehingga sulit perbandingan. Ini karena NOAC masih jarang digunakan
dibandingkan dengan AVK. NOAC mungkin dapat menekan progresifitas epistaksis, atau
perdarahannya menjadi kurang parah, sehingga memungkinkan pasien untuk rawat jalan. Kedua,
hanya pasien yang dirawat di rumah sakit yang dimasukkan dalam penelitian, sedangkan pasien
rawat inap sendiri merupakan pasien dengan tingkat keparahan tinggi yang artinya terjadi
kegagalan perawatan darurat, perdarahn lebih banyak dengan durasi yang lebih lama, serta
epistaksis berulang.

5. Kesimpulan

Antikoagulan oral baru (NOAC) telah menunjukkan kesetaraan bahkan kelebihan


dibandingkan AVKs sebagai pengobatan yang direkomendasikan untuk penanganan fibrilasi
atrium. Dengan demikian NOAC merupakan alternatif pilihan, karena sangat mudah digunakan
untuk pasien.

Jumlah pasien yang dirawat karena epistaksis dengan komplikasi yang diberikan
pengobatan NOAC rendah, dan jauh lebih rendah daripada pengobatan AVK. NOAC juga
menyebabkan perdarahan menjadi tidak parah (berkurang), sehingga secara langsung
mengurangi waktu rawat inap pasien di rumah sakit. Hal ini berlawanan dengan hipotesis pada
penelitian awal karena dari penelitian yang baru dilakukan, epistaksis dengan komplikasi dapat
menjadi tidak progresif dengan pengobatan NOAC dibandingkan dengan pengobatan AVK.

NOAC diindikasikan untuk pasien usia lanjut yang menunjukkan komorbiditas ganda.
Perlu untuk dilakukan pemantauan mengenai penyesuaian dosis sesuai kebutuhan. Sebuah
penelitian retrospektif pada pasien dengan terapi antikoagulan oral yang datang ke IGD dengan
epistaksis akan menjelaskan dengan lebih baik, apakah pemberian NOAC mempengaruhi jumlah
dan keparahan kasus epistaksis iatrogenic. Angka MRS kemudian dapat dijadikan sebagai
kriteria keparahan. Penelitian yang demikian dapat menggunakan cohort yang lebih besar dan
periode inklusi yang lebih singkat.

References

[1] Agence nationale de sécurité des médicaments et produits de santé (ANSM).Les


anticoagulants en France : états des lieux en 2014 et recommanda-tions de surveillance.
[2] Haute Autorité de santé. Fiche de bon usage du médicament. Fibrillation auric-ulaire non
valvulaire. Quelle place pour les anticoagulants oraux ?; 2013 [Miseà jour septembre 2015].
[3] Caisse Nationale d’Assurance Maladie. Nouveaux anticoagulants oraux : uneétude de
l’Assurance Maladie souligne la dynamique forte de ces nouveauxmédicaments et la nécessité
d’une vigilance accrue dans leur utilisation; 2013.
[4] Knauf F, Chaknos CM, Berns JS, Perazella MA. Dabigatran and kidney disease: abad
combination. Clin J Am Soc Nephrol 2013;8:1591–7.
[5] Chen BC, Viny AD, Garlich FM, Basciano P, Howland MA, Smith SW, et al. Hem-orrhagic
complications associated with dabigatran use. Clin Toxicol (Phila)2012;50:854–7.
[6] Ganetsky M, Babu KM, Salhanick SD, Brown RS, Boyer EW. Dabigatran: reviewof
pharmacology and management of bleeding complications of this novel oralanticoagulant. J Med
Toxicol 2011;7:281–7.
[7] Kirchhof P, Benussi S, Kotecha D, Ahlsson A, Atar D, Casadei B, et al. 2016 ESCguidelines
for the management of atrial fibrillation developed in collaborationwith EACTS. Eur J
Cardiothorac Surg 2016;50:e1–88.
[8] Ezekowitz MD, Nagarakanti R, Noack H, Brueckmann M, Litherland C, Jacobs M,et al.
Comparison of dabigatran and warfarin in patients with atrial fibrillationand valvular heart
disease: the RE-LY Trial (Randomized Evaluation of Long-Term Anticoagulant Therapy).
Circulation 2016;134:589–98.
[9] Bansilal S, Bloomgarden Z, Halperin JL, Hellkamp AS, Lokhnygina Y, PatelMR, et al.
Efficacy and safety of rivaroxaban in patients with diabetes andnonvalvular atrial fibrillation: the
Rivaroxaban Once-daily, Oral, Direct Fac-tor Xa Inhibition Compared with Vitamin K
Antagonism for Prevention ofStroke and Embolism Trial in Atrial Fibrillation (ROCKET-AF
Trial). Am Heart J2015;170:675–82 [e8].
[10] Lopes RD, Alexander JH, Al-Khatib SM, Ansell J, Diaz R, Easton JD, et al. Apixabanfor
reduction in stroke and other ThromboemboLic events in atrial fibrillation(ARISTOTLE) trial:
design and rationale. Am Heart J 2010;159:331–9.
[11] Piccini JP, Garg J, Patel MR, Lokhnygina Y, Goodman SG, Becker RC, et al. Man-agement
of major bleeding events in patients treated with rivaroxaban vs.warfarin: results from the
ROCKET-AF trial. Eur Heart J 2014;35:1873–80.
[12] Schulman S, Kearon C, Subcommittee on Control of Anticoagulation of the Sci-entific,
Standardization Committee of the International Society on Thrombosisand Haemostasis.
Definition of major bleeding in clinical investigations of anti-hemostatic medicinal products in
non-surgical patients. J Thromb Haemost2005;3:692–4.
[13] Granger CB, Alexander JH, McMurray JJV, Lopes RD, Hylek EM, Hanna M, et
al.Apixaban versus warfarin in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med2011;365:981–92.
[14] Eikelboom JW, Wallentin L, Connolly SJ, Ezekowitz M, Healey JS, Oldgren J, et al.Risk of
bleeding with 2 doses of dabigatran compared with warfarin in olderand younger patients with
atrial fibrillation clinical perspective. Circulation2011;123:2363–72.
[15] Vogel T, Geny B, Kaltenbach G, Lang P-O. L’anticoagulation dans la fibrillationatriale du
sujet âgé : point de vue du gériatre avec un focus sur les anticoagu-lants oraux directs. Rev Med
Interne 2015;1:22–30.
[16] Barco S, Cheung YW, Eikelboom JW, Coppens M. New oral anticoagulants inelderly
patients. Best Pract Res Clin Haematol 2013;26:215–24.
[17] García Callejo FJ, Bécares Martínez C, Calvo González J, Martínez Beneyto P,Marco Sanz
M, Marco Algarra J. Epistaxis and dabigatran, a new non-vitamin Kantagonist oral
anticoagulant. Acta Otorrinolaringol Esp 2014;65:346–54.
[18] Kim J, Yadava M, An IC, Sayeed A, Laird-Fick HS, Gourineni V, et al. Coagulopathyand
extremely elevated PT/INR after dabigatran etexilate use in a patient withend-stage renal disease.
Case Rep Med 2013;2013:131395.
[19] Albaladejo P, Deplanque D, Fossati F, Mahagne MH, Mismetti P, Nguyen P,et al. Proper
use of apixaban: an outline for clinical practice. J Mal Vasc2014;39:409–25.
[20] Dizdar O, Onal IK, Ozakin E, Karakilic¸ E, Karadag O, Kalyoncu U, et al. Researchfor
bleeding tendency in patients presenting with significant epistaxis. BloodCoagul Fibrinolysis Int
J Haemost Thromb 2007;18(1):41–3.
[21] Soyka MB, Rufibach K, Huber A, Holzmann D. Is severe epistaxis associated
withacetylsalicylic acid intake? Laryngoscope 2010;120:200–7.
[22] Kikidis D, Tsioufis K, Papanikolaou V, Zerva K, Hantzakos A. Is epistaxis associ-ated with
arterial hypertension? A systematic review of the literature. Eur ArchOtorhinolaryngol
2014;271:237–43.
RESUME

Jurnal diatas membahas mengenai perbandingan antara 2 anti koagulasi yaitu Anti Vitamin K
(AVK) dan Anti-Koagulan Oral baru (NOAC) sehubungan dengan peran kedua terapi tersebut dalam
mengatasi tingkat keparahan epistaksis. Dari Jurnal tersebut diketahui bahwa anti koagulan merupakan
obat yang direkomendasikan untuk pengobatan penyakit kardiovaskular di antaranya atrial fibrilasi,
trombo emboli serta mencegah stroke sekunder. Antikoagulan juga diperlukan karena pada usia lanjut
terjadi peningkatan resiko emboli. Disisi lain, pada pemakaiannya obat antikoagulan dapat memberikan
resiko terjadinya perdarahan. Epistaksis merupakan salah satu contoh perdarahandan berpotensi berbahya
dengan kriteria antara lain; durasi perdarahan yang panjang, perdarahan yang banyak, serta epistaksis
yang berulang. Untuk itu dilakukan berbagai penelitian untuk memilih antikoagulan mana antara Anti
Vitamin K dan Anti-Koagulan Oral baru yang memiliki resiko terkecil untuk terjadinya perdarahan
sehingga dapat dijadikansebagai terapi anti koagulan lini pertama. Dari jurnal diatas, diketahui bahwa
Anti-Koagulan Oral baru (NOAC) lebih direkomendasikan untuk penanganan atrial fibrilasi. Berdasarkan
jurnal diatas, diketahui bahwa, jumlah pasien yang dirawat karena epistaksis akibat pemberian terapi
NOAC jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasien yang mendapatakn terapi AVK. NOAC juga
menyebabkan perdarahan menjadi tidak parah (berkurang), sehingga secara langsung mengurangi waktu
rawat inap pasien di rumah sakit. NOAC juga diindikasikan untuk pasien usia lanjut yang menunjukkan
komorbiditas. Akan tetapi sampai saat ini masih banyak perdebatan yang terjadi sehingga perlu dilakukan
penelitian lanjutan terutama pada kelompok usia tua sebagai kelompok yang paling membutuhkan
antikoagulasi hal ini dikarenakan atrial fibrilasi merupakan penyakit orang tua dengan dua pertiga pasien
berusia >75 tahun serta pada usia tua juga biasanya terjadi peningkatan embolisasi. Tujuan penelitian
lebib dalam ini untuk mencari tahu antikoagulan mana yang dapat dijadikan sebagai terpai lini pertama
tentunya dengan resiko yang lebih kecil.

KELEBIHAN
- Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pemilihan jenis obat antikoagulan mana yang
dapat digunakan sebagai terapi lini pertama di layanan primer, tentunya dengan resiko yang lebih kecil.
- Jurnal ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian lanjutan pada kelompok yang lebih besar.

KEKURANGAN
- NOAC masih merupakan kelompok kecil, masih jarang digunakan sehingga sulit untuk dibandingkan
dengan AVK.
- Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit, sedangkan pasien rawat inap
sendiri merupakan pasien dengan tingkat keparahan tinggi, artinya telah terjadi kegagalan perawatan
darurat, perdarahan yang berlebih dengan durasi yang lebih lama serta terdapat episode berulang.
- Perlu untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai dosis dan kontraindikasi penggunaan NOAC sebab
pada penelitian ini dikatakan NOAC tidak perlu penyesuaian dosis dan tidak ada kontraindikasi
terhadap apapun. Hal ini kemudian yang menjadi perdebatan karena seperti kita ketahui semua jenis
antikoagulan dapat meningkatkan resiko perdarahan. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk
menegetahui dosis NOAC sesuai kebutuhan.
- Perlu untuk dilakukan penelitian labih lanjut terutama untuk kelompok usia tua (>75 tahun) sebagai
kelompok pengguna utama anti koagulan.

Anda mungkin juga menyukai