Oleh:
Supervisor Pembimbing
Periode KKM :
Oleh
Februari 2019
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
Abstrak
Tujuan: Untuk menilai perbedaan terapi antara anti-vitamin K (AVK) dan antikoagulan oral baru
(NOAC) terhadap tingkat keparahan epistaksis dengan komplikasi.
Bahan dan metode: Semua pasien epistaksis yang dirawat di departemen THT di University
Hospital Center dengan terapi antikoagulasi oral antara Januari 2010 sampai Juni 2015
dimasukkan dalam studi retrospektif. Tingkat keparahan dinilai dalam hal manajemen dan
tingkat hemoglobin saat masuk. Dua kelompok dibedakan: pengobatan dengan AVK atau dengan
NOAC.
Hasil: Seratus tiga puluh empat pasien yang terbagi: 126 di bawah AVK dan 8 di bawah NOAC.
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal lama perawatan rumah sakit: 4,5 hari untuk AVK
versus 3,5 hari untuk NOAC (P = 0,019; 95% CI [0,1921; 0,8907]). Tidak ada perbedaan
signifikan untuk kriteria keparahan penyakit. Tidak ada pasien yang meninggal.
Kesimpulan: Penanganan komplikasi epistaksis dengan terapi NOAC adalah rendah, dan jauh
lebih rendah daripada terapi AVK. Penanganan perdarahan setara dengan kedua terapi. NOAC
secara signifikan mengurangi waktu perawatan di rumah sakit. Berlawanan dengan hipotesis
penelitian sebelumnya, dari studi ini disimpulkan bahwa epistaksis dengan komplikasi dapat
menjadi tidak serius dengan terapi NOAC dibandingkan dengan terapi AVK.
1. Pengenalan
Sejak 2008, ada alternatif untuk AVK yaitu anti-koagulan oral baru (NOAC). Ini adalah
penghambat koagulasi langsung, yang bekerja pada trombin (anti-faktor IIa) atau faktor X. Kelas
pertama hanya terdiri dari dabigatran etexilate (Pradaxa®), dan rivaroxaban kedua (Xarelto®)
dan apixaban (Eliquis®), dipasarkan sejak 2008, 2009 dan 2012, masing-masing. Statistik
asuransi kesehatan nasional Prancis menunjukkan bahwa hampir setengah (48%) dari pasien
telah memulai terapi antikoagulasi oral antara Oktober 2012 dan September 2013[3]. Penjualan
telah melonjak sejak produk diperkenalkan, dengan 1 juta dosis perhari (DDD) pada 2009 dan
117 juta pada 2013 [1]. Peningkatan penggunaan disebabkan karena kemudahan penggunaan
untuk pasien yakni tidak seperti AVK, tidak ada pemantauan biologis atau penyesuaian dosis [4].
NOACs juga tidak mempunyai kontraindikasi dengan penggunaan obat atau makanan tertentu
sehingga tidak menyulitkan pengobatan, yang ditemukan pada penggunaan AVK [5,6].
Gambar. 1. Perkembangan pasien epistaksis dengan terapi antikoagulasi di departemen THT, University
Hospital Center antara 2010 dan 2015. Kurva menunjukkan kecenderungan masuknya pasien epistaksis
dengan terapi AVK saja. AVK: anti-vitamin K; NOAC: antikoagulan oral baru.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki perbedaan yang mungkin
dalam keparahan epistaksis dengan terapi AVK dibandingkan dengan NOACs.
Sebuah penelitian deskriptif retrospektif mencakup semua pasien berusia > 18 tahun yang
dirawat di departemen THT University Hospital Center untuk epistaksis spontan di bawah terapi
antikoagulan dengan AVK atau NOAC antara 1 Januari 2010 dan 30 Juni 2015.
Data terdiri dari variabel demografis (usia dan jenis kelamin), jenis pengobatan dan
indikasi, pemeriksaan biologis saat masuk (hemostasis, urea dan kreatinemia), faktor risiko
perdarahan (tekanan darah tinggi dan / atau terapi antiplatelet bersamaan), dan komorbiditas
seperti gagal ginjal atau hati.
Setelah membersihkan hidung dari sumbatan, penanganan lini pertama di pusat kami
terdiri dari pengemasan uni atau bilateral anterior dengan kalsium alginat. Dalam hal kegagalan,
pengemasan anteroposterior dilakukan menggunakan metode balon ganda. Kriteria lain terdiri
dari durasi dan / atau perdarahan yang berlebih, epistaksis berulang, dan diatesis. Perawatan
bedah endoskopi diindikasikan untuk perdarahan berulang, baik saat pengangkatan atau saat
pengemasan. Embolisasi diindikasikan pada kasus yang kontraindikasi untuk dilakukan
pembedahan: hambatan lokal, atau kontraindikasi untuk anestesi umum. Dalam kasus overdosis
AVK, antagonis diberikan sesuai dengan pedoman Otoritas Kesehatan.
• jenis perawatan (kebutuhan untuk perawatan berat seperti surgical hemostasis dan / atau
embolisasi);
3. Hasil
Antara 1 Januari 2010 dan 30 Juni 2015, 134 pasien yang dirawat karena epistaksis
dengan komplikasi diterapi dengan antikoagulasi oral: 126 dengan terapi AVK dan 8 dengan
NOAC. Molekul terdiri dari fluindione, 84,2% (n = 139); acenocoumarol, 6,1% (n = 10);
warfarin, 4,9% (n = 8); rivaroxaban, 3% (n = 5); dan dabigatran, 1,8% (n = 3). Tidak ada pasien
NOAC yang menerima apixaban.
4. Diskusi
Pada hampir 80% kasus, antikoagulan oral digunakan untuk atrial fibrilasi, dengan tujuan
mencegah stroke sekunder. Menurut pedoman Perhimpunan Kardiologi Eropa, indikasi untuk
antikoagulasi yang efektif didasarkan pada skor CHA2DS2-VASc (Tabel 3) [7]. Ketika terapi
antikoagulasi diperlukan, pilihan antara AVK dan NOAC diserahkan kepada pemberi resep [7],
meskipun Otoritas Kesehatan Prancis (HAS) secara sistematis merekomendasikan AVK pada
baris pertama [2]. Tiga studi utama menilai NOAC lebih superior dibandingkan warfarin dengan
indikasi berikut: RE-LY untuk dabigatran [8], ROCKET-AF untuk rivaroxaban [9] dan
ARISTOTLE untuk apixaban [10]. Hasil ROCKET-AF nantinya akan digunakan untuk
mempelajari cara pengobatan perdarahan mayor pada kedua kelompok pengobatan [11].
Epistaksis berat menurut International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) dengan
kriteria yaitu, epistaksis yang menyebabkan kematian dengan 2 g/dL hemoglobin, atau
membutuhkan transfusi 2 PRBCs [12]. Tidak ada perbedaan pada tingkat epistaksis menurut
pengobatan. Perbandingan tingkat perdarahan dengan terapi warfarin versus apixaban secara
signifikan mendukung NOAC dengan 2,13% per tahun untuk apixaban versus 3,09% untuk
warfarin (P <0,001). Perbandingan tingkat perdarahan dari keparahan juga mendukung NOAC
dengan 28,5% per tahun untuk warfarin dibandingkan 18,1% untuk apixaban, namun tingkat
epistaksis berdasarkan lokasi perdarahan tidak ditentukan [13]. Menurut literatur, risiko
perdarahan setara antara terapi AVK dan NOACs, dengan kecenderungan yang mendukung
NOACs.
Data dari studi RE-LY, termasuk 18.113 pasien, digunakan untuk mempelajari interaksi
antara usia dan risiko perdarahan. Risiko perdarahan intra dan ekstrakranial adalah setara antara
perawatan hingga usia 75 tahun; pada usia yang lebih lanjut, risiko perdarahan intrakranial
menjadi berkurang, tetapi risiko perdarahan ekstrakranial menjadi lebih besar di lokasi tertentu.
Data untuk epistaksis tidak dianalisis secara khusus tetapi dimasukkan dalam kategori
berdasarkan lokasi perdarahan "hidung-tenggorokan-telinga", di mana perbedaan risiko
perdarahan antara warfarin dan dabigatran tidak signifikan [14]. Atrial fibrilasi adalah penyakit
orang tua, dimana dua pertiga pasien berusia ≥ 75 tahun [15]. Data epidemiologis saat ini
menunjukkan 76,1% pasien berusia > 75 tahun. Usia lanjut merupakan faktor risiko tambahan
untuk komplikasi hemoragik dalam terapi antikoagulasi. Namun, usia lanjut juga menunjukkan
peningkatan risiko emboli, dan terapi antikoagulasi telah terbukti memberikan manfaat yang
baik. The French Geriatrics and Gerontology Society dan French Cardiology Society bersama-
sama mengingatkan untuk hati-hati dalam penggunaan NOAC pada pasien berusia > 80 tahun,
mengingat kurangnya data yang relevan dalam literatur [15]. Namun, berdasarkan studi tentang
kaitan penggunaan NOAC dan umur, Barco et al. menyimpulkan bahwa berdasarkan
manfaatnya, ia mendukung terapi antikoagulasi pada pasien usia lanjut [16]
Dari studi ini, didapatkan jumlah pasien yang masuk rumah sakit dengan epistaksis
dengan pengobatan NOAC jauh lebih rendah dibandingkan pasien dengan pengobatan AVK. Ini
menjelaskan bahwa epistaksis menjadi kurang progresif dengan pengobatan NOAC
dibandingkan dengan pengobatan AVK, memungkinkan pasien untuk rawat jalan; namun karena
bukti penggunaan obat pada wilayah yang bersangkutan selama periode waktu tertentu tidak
tersedia, maka tidak ada kesimpulan yang dapat dicapai. Dalam sebuah studi prospektif, García
Callejo et al. [17] membandingkan tingkat konsultasi pasien gawat darurat antara
acenocoumarol, dabigatran dan tidak ada pengobatan antikoagulasi, pada 222 pasien
(acenocoumarol 27%; dabigatran 9%; tanpa pengobatan antikoagulasi 64%); mereka juga
menemukan tingkat epistaksis yang lebih rendah dengan pengobatan NOAC, tapi hanya terdapat
perbedaan yang sedikit dengan kelompok pengobatan lain pada studi ini. Disisi lain, tingkat
transfusi, lebih tinggi dengan dabigatran daripada dengan acenocoumarol (80% vs 58%; P
<0,001), dengan hemostasis invasif (bedah atau dengan embolisasi): 80% vs 35,2%; P <0,001.
Para penulis menyimpulkan bahwa risiko perdarahan lebih rendah dengan pengobatan
dabigatran, tetapi dengan kontrol yang lebih sulit [17]. Sebaliknya, penelitian ini tidak
menemukan perbedaan yang signifikan dalam pengobatan invasif antara kedua kelompok.
Pada studi ini, waktu perawatan di rumah sakit lebih singkat pada pasien dengan
pengobatan NOAC dibandingkan dengan pengobatan AVK, ini merupakan salah satu kriteria
menurut tingkat keparahan penyakit. Berdasarkan studi the Rocket-AF [11], rata-rata waktu
tinggal di rumah sakit juga lebih pendek pada pasien dengan pengobatan rivaroxaban. Di sisi
lainnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh García Callejo et al., perawatan di rumah sakit
lebih lama pada kelompok dabigatran (5,9 vs. 4,3 hari), meskipun perbedaannya tidak signifikan
[17].
Secara biologis, kadar kreatinemia dan urea di atas normal pada kedua kelompok, tapi
perbedaannya tidak signifikan. AVK dimetabolisme oleh hati dan sekresi dalam empedu sebagai
metabolit tidak aktif [15], NOAC sekresi terutama melalui ginjal: 80% untuk dabigatran [4,6,18],
dan 25-29% untuk apixaban [19]. Dengan demikian ada resiko overdosis karena terdapat
akumulasi plasma yang dapat menyebabkan perdarahan; untuk itu dosis perlu disesuaikan pada
kasus dengan gagal ginjal.
5. Kesimpulan
Jumlah pasien yang dirawat karena epistaksis dengan komplikasi yang diberikan
pengobatan NOAC rendah, dan jauh lebih rendah daripada pengobatan AVK. NOAC juga
menyebabkan perdarahan menjadi tidak parah (berkurang), sehingga secara langsung
mengurangi waktu rawat inap pasien di rumah sakit. Hal ini berlawanan dengan hipotesis pada
penelitian awal karena dari penelitian yang baru dilakukan, epistaksis dengan komplikasi dapat
menjadi tidak progresif dengan pengobatan NOAC dibandingkan dengan pengobatan AVK.
NOAC diindikasikan untuk pasien usia lanjut yang menunjukkan komorbiditas ganda.
Perlu untuk dilakukan pemantauan mengenai penyesuaian dosis sesuai kebutuhan. Sebuah
penelitian retrospektif pada pasien dengan terapi antikoagulan oral yang datang ke IGD dengan
epistaksis akan menjelaskan dengan lebih baik, apakah pemberian NOAC mempengaruhi jumlah
dan keparahan kasus epistaksis iatrogenic. Angka MRS kemudian dapat dijadikan sebagai
kriteria keparahan. Penelitian yang demikian dapat menggunakan cohort yang lebih besar dan
periode inklusi yang lebih singkat.
References
Jurnal diatas membahas mengenai perbandingan antara 2 anti koagulasi yaitu Anti Vitamin K
(AVK) dan Anti-Koagulan Oral baru (NOAC) sehubungan dengan peran kedua terapi tersebut dalam
mengatasi tingkat keparahan epistaksis. Dari Jurnal tersebut diketahui bahwa anti koagulan merupakan
obat yang direkomendasikan untuk pengobatan penyakit kardiovaskular di antaranya atrial fibrilasi,
trombo emboli serta mencegah stroke sekunder. Antikoagulan juga diperlukan karena pada usia lanjut
terjadi peningkatan resiko emboli. Disisi lain, pada pemakaiannya obat antikoagulan dapat memberikan
resiko terjadinya perdarahan. Epistaksis merupakan salah satu contoh perdarahandan berpotensi berbahya
dengan kriteria antara lain; durasi perdarahan yang panjang, perdarahan yang banyak, serta epistaksis
yang berulang. Untuk itu dilakukan berbagai penelitian untuk memilih antikoagulan mana antara Anti
Vitamin K dan Anti-Koagulan Oral baru yang memiliki resiko terkecil untuk terjadinya perdarahan
sehingga dapat dijadikansebagai terapi anti koagulan lini pertama. Dari jurnal diatas, diketahui bahwa
Anti-Koagulan Oral baru (NOAC) lebih direkomendasikan untuk penanganan atrial fibrilasi. Berdasarkan
jurnal diatas, diketahui bahwa, jumlah pasien yang dirawat karena epistaksis akibat pemberian terapi
NOAC jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasien yang mendapatakn terapi AVK. NOAC juga
menyebabkan perdarahan menjadi tidak parah (berkurang), sehingga secara langsung mengurangi waktu
rawat inap pasien di rumah sakit. NOAC juga diindikasikan untuk pasien usia lanjut yang menunjukkan
komorbiditas. Akan tetapi sampai saat ini masih banyak perdebatan yang terjadi sehingga perlu dilakukan
penelitian lanjutan terutama pada kelompok usia tua sebagai kelompok yang paling membutuhkan
antikoagulasi hal ini dikarenakan atrial fibrilasi merupakan penyakit orang tua dengan dua pertiga pasien
berusia >75 tahun serta pada usia tua juga biasanya terjadi peningkatan embolisasi. Tujuan penelitian
lebib dalam ini untuk mencari tahu antikoagulan mana yang dapat dijadikan sebagai terpai lini pertama
tentunya dengan resiko yang lebih kecil.
KELEBIHAN
- Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pemilihan jenis obat antikoagulan mana yang
dapat digunakan sebagai terapi lini pertama di layanan primer, tentunya dengan resiko yang lebih kecil.
- Jurnal ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian lanjutan pada kelompok yang lebih besar.
KEKURANGAN
- NOAC masih merupakan kelompok kecil, masih jarang digunakan sehingga sulit untuk dibandingkan
dengan AVK.
- Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit, sedangkan pasien rawat inap
sendiri merupakan pasien dengan tingkat keparahan tinggi, artinya telah terjadi kegagalan perawatan
darurat, perdarahan yang berlebih dengan durasi yang lebih lama serta terdapat episode berulang.
- Perlu untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai dosis dan kontraindikasi penggunaan NOAC sebab
pada penelitian ini dikatakan NOAC tidak perlu penyesuaian dosis dan tidak ada kontraindikasi
terhadap apapun. Hal ini kemudian yang menjadi perdebatan karena seperti kita ketahui semua jenis
antikoagulan dapat meningkatkan resiko perdarahan. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk
menegetahui dosis NOAC sesuai kebutuhan.
- Perlu untuk dilakukan penelitian labih lanjut terutama untuk kelompok usia tua (>75 tahun) sebagai
kelompok pengguna utama anti koagulan.