Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN HASIL TUTORIAL

MODUL TUMBUH KEMBANG

OLEH:

RUANG 3

Thalia Rekha Polii (14011101027)


Inrike Simarmata (14011101069)
Chaerul Kalam (14011101066)
Debora M. Pangemanan (14011101058)
Ayling A. W. Soeryadi (14011101078)
Swens A. Rompis (14011101068)
Muh A. Hajia (14011101046)
Angelic Tesha Rumajar (14011101014)
Indrani Bratamijaya Wu (14011101081)

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

2017
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 20 bulan dibawa ibunya ke Puskesmas karena belum bias bicara
dan berjalan dengan lancer. Ibu mengatakan anaknya bias menegluarkan saura mengoceh, namun
belum bias berbicara jelas seperti memanggil mama-papa. Anak belum bias berjalan sendiri, bias
memegang sendok saat makan tapi belum bisa makan sendiri.
Kata Sulit : -
Kata Kunci :
- Anak laki-laki 20 bulan
- Belum bisa bicara dan berjalan dengan lancer
- Hanya bisa mengoceh
- Tidak bisa memanggil mama-papa
- Bisa memegang sendok tapi belum bisa makan sendiri
Masalah Dasar :
Seorang Anak laki-laki berusia 20 bulan dibawa ke Puskesmas karena belum bisa bicara dan
berjalan dengan lancar
Pertanyaan :
1. Anamnesis

IDENTITAS PASIEN

Nama                           : Tono

Umur                           : 20 bulan

Jenis Kelamin              : Laki-laki

Nama Ayah                 : Bp. M

Pekerjaan Ayah           : Wiraswasta

Nama Ayah                 : Ny. K

Pekerjaan Ayah           : Ibu Rumah Tangga

Agama                         : Kristen

Alamat                        : Malalayang
ANAMNESIS

Alloanamnesis diperoleh dari ibu.

A.    Keluhan Utama : Anak usia 20 bulan belum bisa bicara dan berjalan dengan lancar.

B.     Riwayat Penyakit Sekarang :

Orang tua pasien merasa pada usia 20 bulan anak bicara dan berjalan dengan lancar, anak bisa
mengeluarkan suara mengoceh, namun belum bisa berbicara jelas seperti memanggil papa-
mama, bisa memegang sendok saat makan tapi belum bisa makan sendiri.

Apakah ada keluhan lain seperti batuk, pilek, panas, diare, dll?

C.    Riwayat Penyakit Dahulu :

Apakah anak pernah mengalami trauma?

Apakah anak pernah mengalami kejang demam atau sakit sebelumnya?

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah dikeluarga ada yang mengalami sakit serupa? 

E. Riwayat Kesehatan Keluarga

Bagaimana kesehatan ayah dan ibu?

E.     Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Apakah ibu rajin memeriksakan kesehatan dan melakukan ANC secara teratur?

Apakah ibu pernah mengalami sakit berat saat kehamilan?

Apakah obat-obatan yang perlu ibu konsumsi selama kehamilan?

F.     Riwayat Kelahiran :

Bagaimana proses kelahiran bayi? Pervaginam atau SC?

G. Riwayat Postnatal

Bagaimana riwayat imunisasi dan monitoring perkembangan anak sebelumnya? Apakah ibu
rajin memonitoring perkembangan anak ke pusat pelayanan kesehatan?

Bagaimana riwayat makan dan minum anak?


2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan fisik pada anak berbeda dengan dewasa, ada beberapa hal yang tidak boleh
diabaikan dan cara pemeriksaan harus disesesuaikan dengan umur anak/bayi. Suasana harus
tenang dan nyaman karena jika anak ketakutan, kemungkinan dia akan menolak untuk
diperiksa. Untuk anak usia 1–3 tahun, kebanyakan diperiksa dalam pelukan ibu, sedangkan
pada bayi usia 6 bulan, biasanya bisa diperiksa di atas meja periksa.
Tata cara dan urutan pemeriksaan fisik pada anak tetap dimulai dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
Inspeksi, ditujukan untuk melihat perubahan yang terjadi secara umum dengan
membandingkan tempat yang diperiksa dengan daerah sekitarnya atau organ yang sama pada
sisi yang berbeda.
Palpasi, dilakukan dengan telapak tangan dan atau jari-jaritangan. Palpasi diperlukan untuk
menentukan bentuk, ukuran, tepi, permukaan dan untuk mengetahui intensitas nyeri serta
konsistensi. Palpasi dapat dilakukan dengan kedua tangan, terutama untuk mengetahui adanya
cairan atau ballottement.
Perkusi, ditujukan untuk mengetahui perbedaan suara ketukan sehingga dapat ditentukan
batas-batas organ atau massa abnormal. Suara perkusi dibagi menjadi 3 macam yaitu sonor
(perkusi paru normal), timpani (perkusi abdomen), dan pekak (perkusi otot). Suara lain yang
terdapat diantara dua suara tersebut seperti redup (antara sonor dan pekak) dan hipersonor
(antara sonor dan timpani).
Auskultasi, pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernafasan,
bunyi dan bising jantung, peristaltic usus dan aliran darah dalam pembuluh darah

Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Kesan sakit
Kesadaran
Kesan status gizi
Tanda Vital
Tekanan Darah
Pengukuran seperti pada dewasa, tetapi memakai manset khusus untuk anak, yang ukurannya
lebih kecil dari manset dewasa. Besar manset antara setengah sampai dua per tiga lengan atas.
Tekanan darah waktu lahir 60–90 mmHg sistolik, dan 20–60 mmHg diastolik. Setiap tahun
biasanya naik 2–3 mmHg untuk kedua-duanya dan sesudah pubertas mencapai tekanan darah
dewasa.
Nadi
Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nadai (N: 60-100 x/menit), irama, isi/kualitas nadi dan
ekualitas (perabaan nadi pada keempat ekstrimitas
Nafas
Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola pernafasan.
Suhu
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara :
Rectal
Anak tengkurap di pangkuan ibu, ditahan dengan tangan kiri, dua jari tangan kiri memisahkan
dinding anus kanan dengan kiri, dan termometer dimasukkan anus dengan tangan kanan ibu.
Oral
Termometer diletakkan di bawah lidah anak. Biasanya dilakukan untuk anak 6 tahun.
Aksiler
Termometer ditempelkan di ketiak dengan lengan atas lurus selama 3 menit. Umumnya suhu
yang diperoleh 0,5° lebih rendah dari suhu rektal.
Data Antropometrik
Berat Badan
Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana dan merupakan indeks untuk status
nutrisi sesaat. Interpretasi :
BB/U dipetakan pada kurve berat badan
BB< sentil ke 10: defisit
BB> sentil ke 90: kelebihan
BB/U dibandingkan dengan acuan standar, dinyatakan persentase :
> 120%: gizi lebih
80%-120% : gizi baik
60%-80% : tanpa edema, gizi kurang; dengan edema, gizi buruk
< 60% : gizi buruk, tanpa edema (marasmus), dengan edema (kwasiorkhor).
Tinggi Badan
Dinilai dengan :
TB/U pada kurva
< 5 sentil : deficit berat
Sentil 5-10 : perlu evaluasi untuk membedakan apakah perawakan pendek akibat defisiensi
nutrisi kronik atau konstitusional
TB/U dibandingkan standar baku (%)
90% -110% : baik/normal
70% - 89% : tinggi kurang
< 70% : tinggi sangat kurang
BB/TB
Kulit
Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna kulit, edema, tanda
perdarahan, luka parut (sikatrik), pelebaran pembuluh darah, hemangioma, nevus, bercak
‘café au kait’, pigmentasi, tonus, turgor, pertumbuhan rambut, pengelupasan kulit, dan stria.
Kelenjar Limfe
Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang telinga, leher, ketiak, bawah
lidah, dan sub oksipital. Apabila teraba tentukan lokasinya, ukurannya, mobil atau tidak.
Kepala
Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar kepala, asimetri,
sefalhematom, maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun, pelebaran pembuluh darah, rambut,
tengkorak dan muka. Kepala diukur pada lingkaran yang paling besar, yaitu melalui dahi dan
daerah yang paling menonjol dari pada oksipital posterior.
Muka
Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak antara hidung dan
mulut, jembatan hidung, mandibula, pembengkakan, tanda chovstek, dan nyeri pada sinus.
Mata
Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat, nistagmus, ptosis,
eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan
kelainan fundus. Strabismus ringan dapat ditemukan pada bayi normal di bawah 6 bulan.
Hidung
Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan cuping hidung, mukosa, sekresi,
perdarahan, keadaan septum, perkusi sinus.
Mulut
Pada pemeriksaan mulut, perhatikan :
Bibir : warna, fisura, simetri/tidak, gerakan.
Gigi : banyaknya, letak, motling, maloklusi, tumbuh lambat/tidak.
Selaput lendir mulut : warna, peradangan, pembengkakan.
Lidah: kering/tidak, kotor/tidak, tremor/tidak, warna, ukuran, gerakan, tepi hiperemis/tidak.
Palatum: warna, terbelah/tidak, perforasi/tidak.
Tenggorok
Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat skalpel, anak disuruh
mengeluarkan lidah dan mengatakan ‘ah’ yang keras, selanjutnya spaltel diletakkan pada lidah
sedikit ditekan kebawah. Perhatikan : uvula, epiglotis, tonsil besarnya, warna, paradangan,
eksudat, kripte)
Telinga
Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan bau sekresi telinga, nyeri/tidak
(tragus,antitragus), liang telinga, membrana timpani. Pemeriksaan menggunakan head lamp
dan spekulum telinga.
Leher
Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak trakhea, pembesaran
kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan gerakan leher.
Thorax
Untuk pemeriksaan thorax seperti halnya pada dewasa, meliputi urutan :
Inspeksi
Pada anak < 2 tahun : lingkar dada £ lingkar kepala Pada anak > 2 tahun : lingkar dada ³
lingkar kepala.
Perhatikan
Bentuk thorax : funnel chest, pigeon chest, barell chest, dll
Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak, ada retraksi.tidak
Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot
Ictus cordis
Palpasi
Perhatikan :
Pengembangan dada : simetri/tidak
Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak
Sela iga : retraksi/tidak
Perabaan iktus cordis
Perkusi
Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan satu jari/tanpa bantalan jari lain, atau
secara tidak langsung dengan menggunakan 2 jari/bantalan jari lain. Jangan mengetok terlalu
keras karena dinding thorax anak lebih tipis dan ototnya lebih kecil.
Tentukan :
Batas paru-jantung
Batas paru-hati : iga VI depan
Batas diafragma : iga VIII–X belakang.
Bedakan antara suara sonor dan redup.
Auskultasi
Tentukan suara dasar dan suara tambahan :
Suara dasar : vesikuler, bronkhial, amforik, cog-wheel breath sound, metamorphosing breath
sound.
Suara tambahan: ronki, krepitasi, friksi pleura, Wheezing
Suara jantung normal, bising, gallop.
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya, clubbing finger, dan pembengkakan
tulang.
Persendian
Periksa : suhu, nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan.
Otot
Perhatikan : spasme, paralisis, nyeri, dan tonus.
Alat Kelamin
Perhatikan :Untuk anak perempuan :
Ada sekret dari uretra dan vagina/tidak.
Labia mayor: perlengketan / tidak
Himen: atresia / tidak
Klitoris: membesar / tidak.
Untuk anak laki-laki :
Orifisium uretra :
hipospadi = di ventral / bawah penis
Epsipadia = di dorsal / atas penis.
Penis: membesar / tidak
Skrotum: membesar / tidak, ada hernia / tidak.
Testis: normal sampai puber sebesar kelereng.
Reflek kremaster: gores paha bagian dalam testis akan naik dalam skrotum
Anus dan Rektum
Anus diperiksa rutin sedangkan rektum tidak. Untuk anus, perhatikan :
Daerah pantat adanya tumor, meningokel, dimple, atau abces perianal.
Fisura ani
Prolapsus ani
Pemeriksaan rektal : anak telentang, kaki dibengkokkan, periksa dengan jari kelingking masuk
ke dalam rektum.
Perhatikan :
Atresia ani
Tonus sfingter ani
Fistula rektovaginal
Ada penyempitan / tidak.

3. Diagnosis dan diagnosis banding


Diagnosis
Berdasarkan pada kasus didaptkan:
 Belum bisa bicara dan berjalan dengan lancar pada usia 20 bulan
 Hanya mengoceh, belum bisa bilang mama-papa
 Belum bisa jalan sendiri
 Bisa memegang sendok saat makan tapi belum bisa makan sendiri.
Untuk bayi dengan umur 20 tahun, perkembangan normalnya, yaitu:
 Motorik kasar: dapat berlari, berjalan naik tangga
 Motoric halus dan adaptif: dapat menyusun 4 balok vertical, menendang bola
 Personal-sosial: dapat melepas baju dan memberi makan boneka
 Bahasa: mengucapkan paling tidak 6 kata yang bermakna
Berdasarkan data perkembangan motoric kasar seharusnya bayi sudah
dapat berjalan sendiri sekitar umur 12 bulan, untuk perkembangan bahasa bayi mengoceh
normalnya pada umur 6 bulan dan dapat bilang mama dan papa sekitar umur 12 bulan,
untuk perkembangan personal social normalnya bayi dapat makan sendiri sekitar umur 6
bulan. Jadi, pada kasus ini anak tersebut di diagnosis mengalami Global Developmental
Delay (GDD) / Keterlambatan Perkembangan Global (KPG).
Perkembangan yang terlambat (Developmental Delay) adalah
ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi,atau
perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya.
seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam mencapai satu atau lebih
perkembangan kemampuannya. Seorang anak dengan Global Developmental Delay atau
Keterlambatan Perkembangan Global adalah anak yang tertunda dalam mencapai
sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan pada usianya. Keterlambatan
perkembangan global merupakan keadaan yang terjadi pada masa perkembangan dalam
kehidupan anak. Ciri khas KPG biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih rendah
daripada anak seusianya disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup
berarti,keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan
dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya.
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan
Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih
domain perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara,
kognitif, personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada
anak  berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahunsaat
tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yangdipergunakan
adalah retardasi mental. Anak dengan KPG tidak selalu menderita retardasi mental sebab
berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak mengalami KPG seperti penyakit
neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi
baik.
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan
perhatiandalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman
biladi perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang
dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan berbeda jika skrining
dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan beberapa kali kunjungan
karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,lingkar lengan atas dan berat badan.
Mengacu pada pengertian KPG yang berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau
lebih domain motorik kasar,motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan
kebiasaan sehari-haridimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan
ini. Terdapat halspesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,yaitu:
 Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 5 bulan
 Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan.
 Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk.
 Anak tidak dapat berguling pada umur 7 bulan.
 Anak memiliki masalah komunikasi.
 Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus.
Diagnosis Banding
1. Cerebral Palsy (CP)
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak di lahirkan) dan merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan
menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan , disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastis , gangguan ganglia basalis dan serebellum dan kelainan mental
Cerebral palsy pada dasarnya adalah gangguan terhadap pergerakan dan postur tubuh.
Hal ini di istilahkan sebagai “payung” yang mencakup gangguan pengontrolan gerakan
akibat adanya lesi atau kelainan terhadap perkembangan otak di awal tahap kehidupan
dengan latar belakang penyakit yang tidak progresif. Ini dapat di tetapkan sebagai static
encephalopathy yang dimana, meskipun kelainan atau kerusakan lesi primer tetap, namun
tampakan pola klinis mungkin dapat berubah seiring berjalannya waktu karna
pertumbuhan dan perkembangan plastisitas dan pematangan sistem sararf pusat.
Gangguan motorik pada cerebral palsy dapat di bagi berdasarkan :
1. Disfungsi Motorik
 Spastisitas : lokasi lesi yang menyebabkan spastisitas terutama pada traktus kortikospinal.
Pada spastisitas terjadi peningkatan konstan pada tonus otot , peningkatan reflex otot
kadang di sertai klonus (reflex peregangan otot yang meningkat) dan tanda Babinski
positif. Tonic neck reflex muncul lebih lama dari normal namun jarang terlihat jelas, dan
reflex neonatus lainnya menghilang pada waktunya. Hipertonik permanent dan tidak
hilang selama tidur. Peningkatan tonus otot tidak sama pada sesuatu gabungan otot.
Lengan adduksi, siku dan pergelangan tangan flexi, tangan pronasi, jari flexi dengan
jempol melintang di telapak tangan. kaki adduksi, panggul dan lutut flexi, kaki plantar-
flexi dengan tapak kaki berputar ke dalam. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3-3/4
penderita cerebral palsy.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan ,yaitu :
1. Monoplegia/monoparesis : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi salah satu anggota
gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2. Hemiplegia/hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama
3. Diplegia/diparesis : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada tangan.
4. Tetraplegia/tetraparesis : kelumpuhan keempat anggota gerak ,tetapi lengan lebih atau
sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
 Perubahan tonus otot : lokasi lesi yang menyebabkan ketidaknormalan tonus otot
terutama pada brain stem . Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak
flaksid dan berbaring dengan posisi seperti katak terlentang dan mudah di kelirukan
dengan bayi dengan kelainan motor neuron menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot daari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flaksid
dan sikap seperti katak terlentang namun bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus
ototnya berubah menjadi spastis .reflex otot normal atau sedikit meningkat dan klonus
jarang ditemukan. Tanda Babinski bisa positif maupun tidak. Karakteristik dari cerebral
palsy tipe ini adalah reflex neonates seperti reflex moro dan tonic neck reflex menetap,
kadang terbawa hingga masa kanak-kanak. Reflex tonus otot dan reflex moro sangat
jelas. Sindrom dari perubahan tonus otot dapat disertai dengan choreoathetosis dan
ataxia. Sekitar 10-25 persen anak dengan cerebral palsy mengalami sindrom ini.
 Choreoathetosis :lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah ganglia
basalis . 5-25 persen anak dengan cerebral palsy menunjukkan choreoathethosis. Anak
dengan choreoathetosis memiliki gangguan pergerakan dengan karakteristik pergerakan
yang tidak disadari dan sikap yang abnormal. Pasien biasanya flaccid pada 6 bulan
pertama lahir dan kadang di salah diagnosiskan dengan gangguan motor unit. Gerakan
yang tidak disadari dan kelainan sikap biasanya berkembang selama pertengahan tahun
kedua . reflex neonatus kadang tampak, spastisitas dan ataxia bisa ditemukan. Kecacatan
motorik kadang berat, kelainan postur mengganggu fungsi normal eksremitas.
 Ataxia : lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah cerebellum. 1-15 persen
anak dengan cerebral palsy menunjukkan ataxia. Pasien dengan kondisi ini biasanya
flaccid ketika bayi dan menunjukkan perkembangan retardasi motorik. Menjelang akhir
tahun pertama ketika mereka memulai menjangkau suatu objek dan mencoba berdiri, itu
mulai tampak dan mereka tidak seimbang. Ketidaknormalan akibat rendahnya tonus otot
menetap hingga kanak-kanak. Reflex otot normal dan reflex neonatus hilang sesuai umur
normal.
 Bentuk campuran : choreoathetosis di sertai spastisitas atau dengan sindrom perubahan
tonus adalah tipe campuran yang paling sering dari disfungsi motorik, tapi semua jenis
kombinasi dapat terjadi.
2. Disfungsi Nonmotorik
 Gangguan perkembangan mental: hal ini ditemukan pada sekitar setengah dari seluruh
pasien cerebral palsy . Perkembangan mental harus selalu di nilai dengan perhatian besar
pada anak dengan retardasi perkembangan motorik. Kecacatan motorik harus selalu
dapat dimengerti dan latih potensi terbaik anak sebelum perkembangan intelektual
mereka di evaluasi. Tipe lain dari gangguan perkembangan motorik bisa terlihat pada
anak dengan cerebral palsy , beberapa dari mereka menunjukkan gejala perhatian yang
mudah teralih, kurang konsentrasi, gelisah, dan prilaku tidak di duga.
 Konvulsi: konvulsi adalah gambaran klinik yang kompleks , biasanya pada anak
tetraparesis dan hemiparesis. Pemeriksaan electroencephalogram harus di lakukan pada
kondisi tersebut.
 Retardasi pertumbuhan : retardasi pertumbuhan terlihat pada semua jenis gangguan
pergerakan. Retardasi pertumbuhan paling signifikan pada hemiparesis, ukuran
tangan,kaki, kuku yang tidak sama adalah tanda diagnostic yang penting.
 Gangguan sensorik : gangguan sensasi adalah hal biasa yang di temukan pada
hemiparesis.
 Gangguan penglihatan : paling sering adalah strabismus yang biasa di temukan pada
pasien dengan spastic diparesis. Katarak terlihat utamanya pada anak dengan asphyxia
pada periode perinatal yang berat, scar setelah koreoretinitis terlihat pada anak dengan
infeksi fetus.
 Gangguan pendengaran : di temukan 5-10 persen dari seluruh anak yang menderita
cerebral palsy. gangguan pendengaran ditemukan paling banyak pada anak dengan
choreoathetosis dan syndrome perubahan tonus otot.
 Kesulitan berbicara : Dapat ringan hingga berat. Pada choreoathetosis biasanya
pergerakan involunter juga mempengaruhi bibir dan otot lidah.
2. Autisme
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasive yang secara menyeluruh
mengganggu fungsi kognitif dan mempengaruhi kemampuan bahasa, komunikasi,
interaksi social dan perilaku serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada
aspek motoriknya. Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi, interaksi social dan
imajinasi sering sekali berkaitan sehingga semuanya dapat digambarkan sebagai tiga
serangkai. Gejala lainnya yang muncul antara lain berupa kehidupan dalam dunia sendiri
tanpa menghiraukan dunia luar. Gejala autistic muncul pada usia sebelum 3 tahun.
Menurut American Psychiatric Association dalam buku Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM IVTR, 2004), kriteria
diagnostik untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan setidaknya dua dari (1), dan
satu dari masing-masing (2) dan (3):

(1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang dimanifestasikan dengan


setidak-tidaknya dua dari hal berikut:
a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa perilaku non verbal seperti
tatapan langsung, ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur untuk mengatur interaksi
sosial.
b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang tepat menurut tahap
perkembangan.
c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk berbagi kesenangan, ketertarikan
atau pencapaian dengan orang lain (seperti dengan kurangnya menunjukkan atau
membawa objek ketertarikan).
d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.
(2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang dimanifestasikan pada setidak-
tidaknya satu dari hal berikut:
a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada perkembangan bahasa (tidak disertai
dengan usaha untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari komunikasi, seperti
gestur atau mimik).
b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan ditandai dengan kemampuan untuk
memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk tetap atau bahasa yang aneh.
d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-pura yang spontan atau permainan
imitasi sosial yang sesuai dengan tahap perkembangan.
(3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan berbentuk tetap,
ketertarikan dan aktivitas, yang dimanifestasikan pada setidaktidaknya satu dari hal
berikut:
a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola ketertarikan yang berbentuk tetap dan
terhalang, yang intensitas atau fokusnya abnormal.
b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau ritual yang spesifik.
c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang (tepukan atau mengepakkan tangan dan
jari, atau pergerakan yang kompleks dari keseluruhan tubuh).
d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek
B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1 dari area berikut, dengan
permulaan terjadi pada usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan
dalam komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif.
Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Rett’s Disorder atau Childhood
Disintegrative Disorder. Gejala Umum Autisme
Ada tiga perilaku yang menjadi ciri khas autisme :
1. Anak autistik mengalami kesulitan dengan interaksi sosial
2. Bermasalah dengan komunikasi verbal dan nonverbal
3. Tampilnya perilaku repetitif atau tampilnya interest yang sempit atau obsesif pada suatu
objek tertentu.
Gejala-gejala autisme antara lain:

 Perkembangan terhambat, terutama dalam kelakuan dasar hidup bermasyarakat (misalnya


: tersenyum dan berbicara).

 Bermain sendiri, tidak mau berkumpul dengan anggota keluarga atau orang lain.

 Lesu dan tidak acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya.

 Sedikit atau tidak ada kontak mata.

 Mengerjakan sesuatu yang rutin tanpa dipikir dan berperangai buruk jika dilarang akan
membangkitkan kemarahan.

 Pada umumnya pertumbuhan jiwa terbelakang (cacat mental).


 Pada beberapa kasus, anak tersebut mempunyai keahlian tertentu dan sangat pandai,
misalnya : menggambar, matematika, musik, melukis (Infokes, 2005).
Selain gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas, beberapa sifat lainnya yang biasa
ditemukan pada anak autis antara lain :
 Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain
 Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
 Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
 Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
 Jarang memainkan permainan khayalan
 Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan
pribadi yang terbuka
 Memutar benda
 Terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya
dengan baik
 Secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
 Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal
 Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima/mengalami perubahan
 Tidak takut akan bahaya
 Terpaku pada permainan yang ganjil
 Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
 Tidak mau dipeluk
 Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli
 Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih
senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk
 Jengkel/kesal membabi buta, tampak sangat rusuh untuk alasan yang tidak jelas
 Melakukan gerakan dan ritual tertentu secara berulang (misalnya bergoyang-goyang atau
mengepak-ngepakkan lengannya)
 Anak autis mengalami keterlambatan berbicara, mungkin menggunakan bahasa dengan
cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama sekali. Jika seseorang
berbicara dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak
autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya
sebagai kamu, bukan sebagai saya).
 Pada beberapa kasus ditemukan perilaku agresif atau melukai diri sendiri.
 Kemampuan motorik kasar/halusnya ganjil, tidak ingin menendang bola tetapi dapat
menyusun balok

3. Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)


Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular progresif,
bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-
linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier.
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi
pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh
penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer. Distrofin
merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa2,4,dan terdiri dari
3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat
delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin
pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan
otot.
Gejala:
 Biasanya pertama kali terjadi pada anak laki-laki berusia 3-7 tahun, berupa kelemahan di
dalam atau di sekitar pinggul. Biasanya diikuti oleh kelemahan di otot bahu dan semakin
parah.
 Selain mengalami kelemahan, otot juga membesar, tetapi jaringan ototnya tidak kuat.
Pada sekitar 90% penderita juga terjadi pembesaran dan kelemahan otot jantung,
menyebabkan kelainan denyut jantung yang bisa terlihat pada pemeriksaan EKG.
 Penderita berjalan seperti bebek, sering terjatuh, mengalami kesulitan dalam menaiki
tangga dan mengalami kesulitan ketika bangkit dari posisi duduk.
Otot-otot lengan dan tungkai biasanya mengkerut di sekitar sendi, sehingga sikut dan
lutut tidak dapat diluruskan sepenuhnya.
 Pada akhirnya bisa terjadi kelainan lengkung tulang belakang (skoliosis).
 Pada usia 10-12 tahun, sebagian besar penderita harus duduk di kursi roda.
 Kelemahan yang semakin memburuk juga menyebabkan penderita mudah terserang
pneumonia dan penyakit lainnya, dan banyak yang meninggal pada usia 20 tahun.

 Pemeriksaan Penunjang
o CPK (Creatin Phospokinase) => meningkat
o Biopsi otot => adanya degenerasi otot. Ada penumpukan lemak.
o EKG dan uji paru
o EMG (Elektromiografi) => penurunan amplitudo dan durasi potensial unit motorik.
Miopati. Penurunan aktivitas otot.

4. Gangguan Pendengaran Pada Anak


Tanda normalnya pendengaran bayi
Indikasi bahwa bayi Anda dapat mendengar, adalah:
 Usia 0 minggu s/d 8 minggu - Terkejut atau membuka mata lebar-lebar ketika tiba-tiba
muncul suara keras di dekatnya, atau terbangun dari tidur atau rewel karena kebisingan.
 Usia 8 minggu s/d 4 bulan - Melihat ke arah sumber suara, dan mungkin ia akan diam
sambil terlihat mendengarkan.
 Usia 6 bulan s/d 12 bulan - Menolehkan kepala ke arah suara atau mulai mengoceh ketika
suara itu muncul.
 Usia 12 bulan s/d 18 bulan - Tahu nama-nama mainan favoritnya, mulai meniru suara dan
kata-kata sederhana.
 Usia 18 bulan s/d 24 bulan - Memiliki kosakata kecil satu kata, dan dapat memahami
perintah sederhana seperti 'Berikan ibu bola'
 Usia 2 setengah s/d 3 setengah tahun - Bicara jelas dan memiliki kosakata yang baik.

Gejala gangguan pendengaran pada bayi antara lain adalah:


 Tidak terkejut mendengar suara yang keras
 Tidak menoleh untuk merespon ke arah sumber suara (pada bayi usia lebih dari 6 bulan)
 Tidak mengucapkan kata apapun, seperti “dada” atau “mama”, pada usia 1 tahun
 Tidak menoleh ketika dipanggil namanya, namun mengalihkan pandangannya ketika bayi
melihat Anda

Sedangkan gejala gangguan pendengaran pada anak bisa termasuk:


 Terlambat ulai berbicara atau perkembangan bicaranya tidak sesuai dengan usianya
 Pelafalan bicara tidak jelas
 Tidak mengikuti instruksi
 Berbicara dengan suara yang lebih keras dari biasanya
 Seringkali berbicara, “Hah?” atau “Apa?” ketika diajak berbicara
 Sering menyalakan televisi dengan volume suara yang tinggi
 Anak Anda mengatakan bahwa ia tidak mendengar suara Anda
 Cenderung menggunakan salah satu telinga ketika mendengar atau mengeluh bahwa ia
hanya bisa mendengar di salah satu telinga saja

4. Patofisiologi

5. Etiologi
PENYEBAB KETERLAMBATAN PERKEBANGAN GLOBAL

Genetik atau  Sindrom yang mudah di identifikasi misalnya Sindrom


Sindromik Down
Teridentifikasi dalam  Penyebab genetic yang tidak terlalu jelas pada awal
20% dari mereka yang masa kanak-kanak, misalnya Sindrom Fragile X,
tanpa tanda-tanda Sindrom Velo-cardi-facial (delesi 22q11), sindrom
neurologis, kelainan Angelman, Sindrom Sot, Sindrom Rett, fenilketonuria
dismorfik, atau maternal, mukopolisakaridosis, distrofi muskularis tipe
riwayat keluarga Duchene, tubers sclerosis, neufibromatosis tipe 1, dan
delesi subtelomerik
Metabolic  Skrining universal secara nasional neonates untuk fetil
Teridentifikasi dalam ketonuria (PKU) dan defisiensi acyl-Co A Dehidrogease
1% dari mereka yang rantai sedang
tanpa tanda-tanda  Misalnya, elainan siklus/ daur urea
neurologis, kelainan
dismorfik, atau
riwayat keluarga
Endokrin  Terdapat skrinning universa neonates untuk
hipotiroidisme kongenital
Traumatic  Cedera otak yang di dapat
Penyebab dari  Anak-anak memerlukan kebutuhan dasarnya seperti
lingkungan makanan, pakaian, kehangatan, cinta dan stimulasi
untuk dapat berkembang secara normal
 Anak-anak tanpa perhatian, di asuh dengan keerasan,
penuh ketakutan, di bawah stimulasi lingkungan
mungkin tidak menunjukkan perkembangan yang
normal
 Hal ini dapat menjadi factor yang berkontribusi dan ad
persamaan dengan patologi lain dan merupakan kondisi
yaitu ketika kebutuhan anak di uar kapasitas orangtua
untuk dapat mnyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral  Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi serebral dan  Kelainan motoric dapat mengganggu perkembangan
Kelainan secara umum
Perkembangan
Koordinasi
(Dispraksia)
Infeksi  Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV
 Meningitis neonatal
Toksin  Fetus : Alkohol maternal atau obat-obatan saat masa
kehamilan
 Anak : keracunan timbal

6. Panatalaksanaan
Terapi wicara adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang gangguan bahasa, wicara dan suara
yang bertujuan untuk digu-nakan sebagai landasan membuat diagnosis dan penanganan. Dalam
perkembangannya terapi wicara memiliki cakupan penger-tian yang lebih luas dengan
mempelajari hal-hal yang terkait dengan proses berbicara, termasuk di dalamnya adalah proses
menelan, gangguan irama/kelancaran dan gangguan neuromotor organ artikulasi (articulation)
lainnya.
Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapi wicara baik di dalam maupun
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Peraturan
MENKES RI No: 867/MENKES/PER/VIII/2004).34 Terapis wicara memiliki tugas, tanggung
jawab, kewenangan serta memi-liki hak secara penuh untuk melaksanakan pelayanan terapi
wicara secara profesional di sarana pelayanan kesehatan.
Prosedur kerja terapi wicara secara lebih terperinci diuraikan sebagai berikut: 1) Asesmen,
bertujuan untuk mendapatkan data awal sebagai bahan yang harus dikaji dan dianalisa untuk
mem-buat program selanjutnya. Asesmen ini meliputi tiga cara, yaitu melalui anamnesa,
observasi, dan melakukan tes, di samping itu juga diperlukan data penunjang lainnya seperti
hasil pemeriksaan dari ahli lain. 2) Diagnosis dan prognosis, setelah terkumpul data, selanjutnya
data tersebut digunakan sebagai bahan untuk mene-tapkan diagnosis dan jenis
gangguan/gangguan untuk membuat prognosis tentang sejauh mana kemajuan optimal yang bisa
dicapai oleh penderita. 3) Perencanaan terapi wicara, perenca-naan terapi wicara ini secara
umum terdiri dari: (a) Tujuan dan program (jangka panjang, jangka pendek dan harian), (b)
Peren-canaan metode, teknik, frekuensi dan durasi, (c) Perencanaan penggunaan alat, (d)
Perencanaan rujukan (jika diperlukan), (e) Perencanaan evaluasi. 4) Pelaksanaan terapi wicara,
pelaksanaan terapi harus mengacu pada tujuan, teknik/metode yang digunakan serta alat dan
fasilitas yang digunakan. 5) Evaluasi, kegiatan ini terapis wicara menilai kembali kondisi pasien
dengan memban-dingkan kondisi, setelah diberikan terapi dengan data sebelum diberikan terapi.
Hasilnya kemudian digunakan untuk membuatprogram selanjutnya. 6) Pelaporan hasil,
pelaporan pelaksanaan dari asesmen sampai selesai program terapi dan evaluasi.

Metode ABA
Metode ABA adalah metode yang terstruktur dan mudah diukur hasilnya, sebagaimana metode
ABA. Dengan demikian metode ini dapat dengan mudah di ajarkan kepada para calon pasien
terapi. Selain untuk penyandang autisme, metode ABA yang tegas dan tanpa kekerasan ini
sangat baik bila diterapkan kepada anak-anak dengan kelainan perilaku lainnya, bahkan anak
normal.
Prinsip dasar metode ABA merupakan cara pendekatan dan penyampaian materi kepada anak
yang harus dilakukan seperti berikut ini:
1. Kehangatan yang berdasarkan kasih sayang yang tulus, untuk menjaga kontak mata yang lama
dan konsisten
2. Tegas (tidak dapat ditawar-tawar anak)
3. Tanpa kekerasan dan tanpa marah
4. Prompt (Bantuan, arahan) secara tegas tapi lembut.
5. Apresiasi anak dengan imbalan yang efektif, sebagai motivasi agar selalu bergairah

Dalam menciptakan suasanan yang kondusif dalam mendidik anak, terapis menggunakan prinsip
menciptakan suasana yang penuh kehangatan dan kedamaian. Diusahakan terapis tidak me-
libatkan emosi marah/jengkel dan kasihan sewaktu mengajar anak. Dengan begitu nantinya
dengan sendirinya tidak menyukai keke-rasan dalam bersosialisasi dengan yang lain. Selain itu
anak akan berkembang menjadi individu yang toleran terhadap perbedaan pendapat dan
sekaligus kreatif.
ABA terdiri dari tiga kata. Yaitu Applied yang berarti terapan, Behavior yang berarti perilaku
sedangkan Analysis memiliki pengertian: mengurai/memecah menjadi bagian-bagian kecil,
mempelajari bagian-bagian tersebut, melakukan dan memodi-fikasi. Dari tiga kata tersebut ABA
dapat diartikan sebagai ilmu terapan yang mengurai, mempelajari dan memodifikasi perilaku.
Menurut Sutady: Terapi ABA merupakan suatu bentuk modifikasi perilaku melalui pendekatan
perilaku secara langsung, dengan lebih mem-fokuskan pada perubahan secara spesifik. Baik
berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri. Adapun teknik ABA menurut Handojo
sebagai berikut:
1. DTT (Discrete Trial Training). Adalah salah satu tehnik utama dari ABA, sehingga kadang
ABA disebut juga DTT. Arti harfiah dari DTT adalah latihan uji coba yang jelas/nyata. DTT
terdiri dari “siklus” yang dimulai dengan intruksi, prompt, dan di akhiri dengan imbalan.
2. Discrimination Training atau Discriminating. Teknik membe-dakan ini dipakai untuk melabel
atau identifikasi. Tahap ko-gnitif atau kemmapuan reseptif ini digunakan untuk menamai atau
mengenal hal-hal seperti huruf, warna, bentuk, tempat, orang dan sebagainya. Untuk meyakinkan
bahwa anak benar-benar memahami/mengenali hal secara konsisten, diperlukan pembanding.
Apabila anak tetap dapat mengidentifikasi hat tersebut tanpa ragu, maka anak telah benar-benar
mengenal-nya.
3. Matching atau Mencocokkan. Teknik ini dapat dipakai seba-gai pemantap identifikasi maupun
sebagai permulaan latihan identifikasi. Mencocokkan dapat dipakai juga untuk melatih ketelitian
anak, yaitu dengan memberikan beberapa/banyak hal yang dicocokkan. Menurut terapis wicara,
jumlah hal yang dicocokkan jangan lebih dari 25 buah.
4. Fading berarti meluntur. Yang dilunturkan adalah prompt ke-pada anak. Dari prompt penuh
kemudian dikurangi secara bertahap sampai anak berhasil melakukan tanpa prompt lagi.
5. Shaping berarti pembentukan. Teknik ini biasanya dipakai saat mengajarkan kata-kata verbal.
6. Chaining adalah menguraikan perilaku kompleks menjadi beberapa mata rantai perilaku yang
paling sederhana. Tiap mata rantai diajarkan tersendiri dengan siklus DTT. Apabila anak
menguasai tiap mata rantai, maka diadakan pengga
bungan kembali sehingga menjadi perilaku yang utuh. Teknik ini dipakai sewaktu terapis
mengajarkan memasang kaos kaki, melepaskan kaos kaki, memakai baju kaos, melepaskan baju
kaos dan sebagainya.
Materi program kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus dikelompokkan ke dalam kategori,
materi dan aktivitas yang terdiri dari 3 tingkatan yaitu tingkat dasar, tingkat intermediate dan
tingkat advanced. Tingkat dasar intermediate dan tingkat advan-ced. Tingkat dasar dan
intermediate terdiri dari enam kategori:
1. Kemampuan mengikuti pelajaran, kepatuhan dan kontak mata adalah kunci masuk ke metode
ABA. Tetapi menurut penulis, kedua kemampuan ini adalah kunci setiap kali kita ingin
mengajarkan sesuatu kepada anak. Tanpa kedua hal itu mustahil kita dapat mengajarkan sesuatu
kepada anak secara efektif.
2. Kemampuan imitasi, Kemampuan menirukan adalah kemam-puan perilaku dasar seorang
anak. Kemampuan menirukan harus dimiliki oleh seorang anak, maka terapis harus
mengajarkannya sejak awal. Kemampuan meniru di mulai dengan latihan motorik kasar,
kemudian motorik halus, dan terakhir motorik mulut. Latihan motorik kasar berguna untuk
meningkatkan kemampuan fisik anak yang dapat meningkatkan rasa percaya dirinya. Sedangkan
motorik halus terutama ditujukan untuk melatih konsentrasi dan koordinasi. Tujuan utama dari
latihan motorik halus adalah memampukan anak untuk menulis. Motorik mulut berguna untuk
membentuk kemampuan berbicara, di mana akhirnya bertujuan untuk memberikan kemampuan
berbahasa yaitu bicara yang dipakai untuk berkomunikasi dengan orang lain. Goal terkhir yang
ingin dicapai adalah kemampuan berkomunikasi dua arah.
3. Kemampuan bahasa reseptif (kognitif), Kemampuan bahasa reseptif (kognitif) adalah
kemampuan mengenalkan akan beragam benda atau hal. Kemampuan ini disebut juga iden-
tifikasi dan dapat berlanjut ke kemampuan melabel, kemudian kemampuan bahasa ekspresif.
Bagi anak-anak dengan daya tangkap yang baik, pada saat diajarkan kemampuan bahasa reseptif,
dapat langsung dilanjutkan dengan kemampuan ekspresif. Akan tetapi pada anak-anak dengan
daya tangkap lemah sebaiknya kedua kemampuan ini diajarkan terpisah.

4. Kemampuan bahasa ekspresif, Mengajarkan bahasa ekspresif adalah memberikan kemampuan


pada anak untuk mengingat hal-hal yang sudah terekam dalam memori untuk diekspresikan.
Oleh karena itu kemampuan ini harus diajarkan setelah konsep meniru dan konsep bahasa
kognitif sudah cukup dikuasai anak.
5. Kemampuan pre-akademik, Kemampuan Pra-akademik diin-dikasikan dengan adanya
kemampuan mengenal warna, bentuk, angka, huruf, deskripsi orang, tempat, profesi dan lain-
lain. Di sini dibutuhkan banyak alat perega, untuk membantu anak menggunakan kemampuan
visualnya. Mereka akan lebih mudah mengingatnya. Sebaiknya alat peraga yang digunakan tidak
terlalu kecil dan juga jangan terlalu besar. Minimal 6x6 cm2 dan maksimal 8x8 cm2. Oleh
karena penggunaannya tidak terlalu lama dan jumlahnya sangat banyak, sebaiknya memakai alat
peraga yang semurah mungkin.
6. Kemampuan bantu diri, Kemampuan membantu diri ber-tujuan untuk memampukan anak
hidup mandiri melakukan kegiatan rutin sehari-hari, yaitu makan, minum, mandi, buang ait
besar, buang air kecil, memakai dan melepas baju, memakai dan melepas kaos kaki, dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya. Untuk melengkapi semuanya ini peranan guru dan orang tua
sangat mempercepat kemampuan seorang anak.
Untuk kemampuan advanced ada tiga tambahan kategori yaitu kemapuan sosialisasi dan
kemampuan bahasa abstrak serta kesiapan masuk sekolah. Kepatuhan dan kontak mata yang
termasuk dalam kategori A merupakan kunci masuk metode Loovas. Tanpa penguasaan kedua
kemampuan ini, anak autisma atau gangguan yang lain termasuk terlambat bicara akan sangat
sulit sekali diajarkan aktivitas-aktivitas perilaku yang lain. Setelah kedua hal ini dikuasai anak,
kemudian dapat dilanjutkan dengan mengajarkan kemampuan bahasa reseptif, bahasa ekspresif,
kemampuan pre akademik, kemampuan bantu diri, kemampuan bahasa abstrak dan kemampuan
sosialisasi dapat diajarkan secara bertahap dan teratur.

Terapi Sensori Integrasi


Sejarah sensori Integrasi (SI) diterbitkan kepada publik pertama kali tahun 1966 oleh Jean Ayres
Phd OTR tentang intervensi metode SI dan peran OT dalam metode tersebut. Ayres
mengembangkan teori Sensori Iintegrasi untuk menjelaskan masalah penginterpretasian sensasi
dari tubuh dan lingkungan serta kesulitan pada akademik dan motor learning dalam memenuhi
tuntutan lingkungan yang mempengaruhi manusia untuk melakukan occupation. Perlu diketahui
bahwa terapi sensori integrasi hanya merupakan sebagian dari pendekatan terapi okupasi.
Seorang terapis okupasi berperan dalam mengevaluasi dan memberi terapi, bila seseorang tidak
dapat melakukan tugas hariannya dengan baik. Pada anak-anak, okupasi untuk mereka
mancakup: kemandirian, kemampuan untuk mengikuti perkembangan anak, dan kemampuan
untuk mendapatkan kegem-biraan, kepuasan, dan pengembangan diri dari aktivitas bermain dan
semua hal tersebut diperhitungkan sesuai dengan umur anak yang bersangkutan. Beberapa
pendekatan dalam memberikan terapi okupasi bisa juga disertakan dalam memberikan terapi
sensori integrasi pada anak-anak.
Sensori integrasi merupakan proses neurobiologi yang me-ngacu pada pengintegrasian dan
penafsiran stimulus sensori dari lingkungan oleh otak. Sedangkan disfungsi sensori integrasi
adalah suatu kekacauan dimana input sensori tidak terintegrasi atau tertata sewajarnya di dalam
otak sehingga menimbulkan permasalahan dalam pengembangan, pengolahan informasi serta
perilaku.
Sensory Integration Disfunction (SID) adalah proses fungsi kerja otak yang tidak semestinya,
dari saat penerimaan input hingga dilanjutkannya ke sistem syaraf perasa untuk diterjemah-kan
mengalami gangguan.40 Disfungsi sensori integrasi terjadi pa-da sistem susunan saraf pusat di
dalam otak, menyebabkan otak tidak mampu melakukan analisis, pengorganisasian, dan tidak
mampu melakukan hubungan atau integrasi pesan-pesan sensoris. Akibat ketidakberfungsian
integrasi sensoris, seorang anak tidakdapat melakukan respon atau menanggapi informasi
sensoris untuk dijadikan sesuatu yang bermakna secara konsisten. Anak tersebut memperoleh
kesulitan dalam menggunakan informasi sensoris untuk dibuat rencana atau diorganisasi dengan
apa yang semestinya ia lakukan. Jadi, tidak belajar secara mudah.
Sensori integrasi terpusat di tiga dasar yaitu tactile, vestibular dan proprioceptive, ketiganya
terbentuk dan terhubung sebelum seseorang dilahirkan dan akan terus berkembang ketika
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Tactile, vestibular dan propri-oceptive tidak
hanya saling berhubungan, tetapi juga terhubung dengan sistem lain di dalam otak, sistem yang
saling terhubung ini akan membantu seseorang untuk survive, dan proses timbal baliknya akan
dapat menginterpretasikan dan bereaksi terhadap stimulus yang datang dari tubuh dan
lingkungan.42 Sensori integrasi membantu secara memadai proses sensorik seorang anak agar
tercapai: kemampuan dalam mengolah informasi secara tepat, kemampuan dalam berkonsentrasi,
kemampuan organisasi, self-esteem, kemampuan kontrol diri, percaya diri, kemampuan aka-
demis, kemampuan berpikir abstrak, kemampuan spesialisasi dari masing-masing sisi tubuh dan
otak.
Sensori integrasi disini dapat diartikan sebagai proses kerja otak yang tidak semestinya dalam
mengolah informasi dan menginterpretasikannya sehingga tidak dapat memberikan respon yang
sesuai. Sistem yang ada pada sensori integrasi meliputi:
1. Sistem Vestibular (Keseimbangan)

Sistem vestibular terletak pada bagian dalam telinga dan berfungsi mendeteksi gerakan dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada posisi kepala, apakah tegak lurus atau dimiringkan, dan
kelainan pada sistem ini terwujud dalam dua cara yang berbeda, beberapa anak hipersensitif
terhadap rangsangan vestibular dan bereaksi berlebihan terhadap aktivitas gerakan yang biasa.
Sebagian yang lain berperilaku undersensitif, sehingga seringkali mereka menunjukkan perilaku
yang berlebih seperti melompat dan memutar tubuh. Vestibular sense adalah indera yang
memproses infor-masi tentang pergerakan (movement), gaya berat (gravitasi), keseimbangan
(balance) yang diterima melalui telinga.44 Dan memberi info tentang aktivitas yang
berhubungan grafitasi (seperti ketika berputar, melompat, naik atau turun, berayun), pergerakan
dan mempertahankan posisi berdiri, seberapa cepat dan arah serta ketika seseorang berada dalam
ruang. Sistem vestibular berfungsi untuk: mempertahankan tonus otot dan postur sehingga bila
ada yang bergerak maka posisi tubuh akan mendukung, membantu mempertahankan visul field
secara stabil oleh mata dan otot leher untuk mengkompensasi gerakan kepala dan tubuh, dapat
melakukan aktivitas dengan menggunakan ke-2 sisi tubuh secara bersamaan, memacu cara
belajar yang lebih baik.45 Gejala dari gangguan vestibular bisa terwujud dalam bentuk perilaku-
perilaku, dan kemungkinan anak memiliki satu atau beberapa dari ciri perilaku di bawah ini:
a. Sistem vestibular juga berfungsi untuk memberikan keseimbangan pada tubuh, anak dengan
gangguan pada keseimbangan menunjukkan perilaku sebagai berikut: mudah jatuh atau
hilangnya keseimbangan ketika memanjat tangga, mengendarai sepeda, melompat, berdiri
dengan satu kaki, dan ketika menutup kedua matanya, bergerak dengan tidak teratur, canggung,
kaku dan geli-sah.46
b. Anak yang mengalami gangguan vestibular akan menunjukkan sikap tubuh yang lemah dan
tidak berdaya, hal ini dikarenakan tonus otot yang lemah, sehingga menunjukkan perilaku-
perilaku sebagai berikut: tubuh kendur dan lemas, terasa lemas atau lesu saat diangkat, merasa
pincang ketika berjalan, membantu keseimbangan tubuh ketika berjalan dengan cara berjalan
terhuyung-huyung, cenderung untuk merosot ketika duduk, lebih suka berbaring dari pada
duduk, dan terus menerus menyandarkan kepalanya pada salah satu tangannya, duduk di lantai
dengan posisi “W”, yaitu lutut-lututnya bengkok dan kakinya memperluas ke luar sisi-sisinya,
saat
tengkurap sulit menegakkan kepala, kaki, mempunyai kesukaran memutar tombol pintu atau
sesuatu yang memerlukan tekanan, genggamannya mudah lepas ketika memegang pensil,
gunting, atau sendok, menggenggam dengan sangat suatu benda karena takut untuk
melepaskannya, mempunyai masalah dengan pencernaan, seperti kurang bisa mengendalikan
kandung kemihnya, mudah lelah pada aktivitas-aktivitas fisik.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran perkembangan
pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi
kemampuan yang lain , khususnya aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak
akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya.
Sehingga anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.
8. Edukasi dan Pencegahan

 Sebelum Menikah
Dalam UU Perkawinan disebutkan bahwa seorang wanita sebaiknya menikah setelah
berusia 21 tahun dan seorang laki-laki setelah usia 24 tahun. Hal ini pasti sudah
dipertimbangkan sebagai usia yang matang baik secara fisik, psikis, maupun ekonomi.
Sebelum menikah seorang wanita harus menjaga kesehatannya dengan makan makanan
bergizi, menghindari rokok dan alkohol, pantang seks bebas dan sebangsanya, serta jika
memiliki hewan peliharaan dirawat dan divaksinasi secara teratur. Sebelum menikah,
disarankan seorang wanita melakukan premarital screening
(periksa kesehatan) terutama periksa lab darah untuk penyakit TORCH.
 Setelah Menikah
Setelah menikah, perlu diingat bahwa usia 20 tahun hingga 30 tahun adalah masa yang
aman untuk melahirkan. Sebelum menikah sebaiknya sudah mendapatkan imunisasi TT 1
x.
 Setelah Hamil
Supaya janin selama dikandung dapat tumbuh dengan baik, harus dijaga agar setiap
kelainan dapat diketahui sedini mungkin. Upayakan menghindari kemungkinan
timbulnya masalah dalam kehamilan melalui pemeriksaan 5 T : Timbang badan, Tekanan
darah, Tinggi dasar rahim (fundus uteri ), Tablet besi 90 butir selama hamil, Tetanus. Dan
dianjurkan selama kehamilan ibu memeriksakan kesehatan secara teratur dan melakukan
ante-natal care.

 Saat Persalinan
Saat persalinan mendapat perhatian mengingat beberapa kelainan tumbuh kembang
didapat karena trauma lahir (pertolongan terlambat, persalinan lama, bayi tidak segera
dirawat semestinya, dsb.
 Pasca Persalinan
Perlu diperhatikan gizi anak, karena maanna memegang peranan penting dalam tumbuh
kembang pada anak. Pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan dan juga oemberian PASI.
Kesehatan anak juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh orang tua, yaitu dengan
membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan terdekat untuk memonitoring
pertumbuhan anak dengan KMS. Selain memonitoring pertumbuhan anak, penting juga
melengkapi pemberian imunisasi. Memberikan perhatian dan kasih sayang merupakan
stimulasi yang penting bagi anak, misalnya bercakap-cakap dan bermain bersama anak.
Perumahan, sanitasi dan lingkungan keluarga juga mendukung perkembangan dan
pertumbuhan pada anak.

Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu
data / laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan
pada anak. Pemeriksaan skrining perkembangan penting dilakukan dan harus dilakukan dengan
menggunakan alat skrining perkembangan yang benar. Dengan mengetahui secara dini, maka
dapat dicari penyebab keterlambatannya dan segera dilakukan intervensi yang tepat.

Secara umum, orang tua sebaiknya mengenal tanda bahaya (red flags) perkembangan anak yang
sederhana seperti yang tercantum di bawah ini. Jika orang tua menemukan salah satu tanda
bahaya di bawah ini, sebaiknya jangan menunda dan segeralah memeriksakan buah hatinya ke
tenaga kesehatan terdekat.

Tanda bahaya perkembangan motor kasar

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri
dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6
bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol

Tanda bahaya gangguan motor halus

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan


2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan
setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)

1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap suatu


benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan

Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)

1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, misalnya saat
dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan dengan
orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan

Tanda bahaya gangguan sosio-emosional

1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain


2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi / interaksi

Tanda bahaya gangguan kognitif

1. 2 bulan: kurangnya fixation


2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata

Anak dengan gangguan perkembangan umum tidak selalu mengalami retardasi mental di
kemudian hari. Pencegahan selalu lebih baik sebelum terlambat, namun jika sudah terjadi
mengacuhkan anak tidak menyelesaikan masalah. Dibutuhkan kesabaran dan kasih saying untuk
merawat dan menjaga anak dengan kelainan tumbuh kembang, namun peneliitian menunjukkan
bahwa anak berkelainan yang tumbuh di lingkungan asah, asih, asuh yang hangat akan
menunjukkan kemajuan luar biasa dan kemandirian.
9. Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan penegakkan diagnosis
lebih dini (early identification and treatment). Dengan pemberian terapi yang tepat, sebagian
besar anak-anak memberikan respon yang baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa
anak tetap menjalani terapi hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri
dalam menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif (faktor-
faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan
perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran. Sehingga
terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut untuk menjalani
kesehariannya.
10. Tahapan perkembangan motoric normal
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan
yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik 
meliputi dua tahapan yaitu motorik kasar dan motorik halus.
• Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar
atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya
kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.
• Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian
anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya,
kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting,
menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang
dengan optimal.
Berikut tahapan-tahapan perkembangannya:
Usia 1-2 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
•merangkak
• mengambil benda kecil dengan ibu jari atau
• berdiri dan berjalan beberapa langkah
telunjuk
•berjalan cepat
• membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan
• cepat-cepat duduk agar tidak jatuh
• menyusun menara dari balok
• merangkak di tangga
• memindahkan air dari gelas ke gelas lain
• berdiri di kursi tanpa pegangan
• belajar memakai kaus kaki sendiri
• menarik dan mendorong benda-benda
• menyalakan TV dan bermain remote
berat
• belajar mengupas pisang
• melempar bola
Usia 2-3 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat-lompat • mencoret-coret dengan 1 tangan
• berjalan mundur dan jinjit • menggambar garis tak beraturan
• menendang bola • memegang pensil
• memanjat meja atau tempat tidur • belajar menggunting
• naik tangga dan lompat di anak tangga terakhir • mengancingkan baju
• berdiri dengan 1 kaki • memakai baju sendiri
Usia 3-4 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat dengan 1 kaki • menggambar manusia
• berjalan menyusuri papan • mencuci tangan sendiri
• menangkap bola besar • membentuk benda dari plastisin
• mengendarai sepeda • membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi
• berdiri dengan 1 kaki

Usia 4-5 tahun


Motorik Kasar Motorik Halus
• menuruni tangga dengan cepat
• menggunting dengan cukup baik
• seimbang saat berjalan mundur
• melipat amplop
• melompati rintangan
• membawa gelas tanpa menumpahkan isinya
• melempar dan menangkap bola
• memasukkan benang ke lubang benang
• melambungkan bola

Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi
dibandingkan dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai
meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus ketrampilan –
ketrampilan motorik, anak – anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang
bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri
dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.
Beberapa perkembangan motorik (kasar  maupun halus) selama periode ini, antara lain :
a). Anak Usia 5 Tahun
-        Mampu melompat dan menari
-        Menggambarkan orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan
-        Dapat menghitung jari – jarinya
-        Mendengar dan mengulang hal – hal penting dan mampu bercerita
-        Mempunyai minat terhadap kata-kata baru beserta artinya
-        Memprotes bila dilarang apa yang menjadi keinginannya
-        Mampu membedakan besar dan kecil

b). Anak Usia 6 Tahun


-        Ketangkasan meningkat
-        Melompat tali
-        Bermain sepeda
-        Mengetahui kanan dan kiri
-        Mungkin bertindak menentang dan tidak sopan
-        Mampu menguraikan objek-objek dengan gambar
c). Anak Usia 7 Tahun
-        Mulai membaca dengan lancar
-        Cemas terhadap kegagalan
-        Peningkatan minat pada bidang spiritual
-        Kadang Malu atau sedih
d). Anak Usia 8 – 9 Tahun
-        Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
-        Mampu menggunakan peralatan rumah tangga
-        Ketrampilan lebih individual
-        Ingin terlibat dalam sesuatu
-        Menyukai kelompok dan mode
-        Mencari teman secara aktif.
e). Anak Usia 10 – 12 Tahun
-        Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh  yang berhubungan dengan
pubertas mulai tampak
-        Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri ,
dll.
-        Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang lain
-        Mulai tertarik dengan lawan jenis.

11. Tahapan perkembangan bahasa normal


Bahasa adalah semua upaya berkomunikasi dimana pikiran, ide dan perasaan disimbolisasikan.
Terdiri dari:

- Bahasa Reseptif adalah kemampuan mengerti/ memahami kata mendengar dan


memproses pada pusat penyimpanan bahasa diotak
- Bahasa ekspresif adalah kemampuan mengungkapkan dan memformulasikan kalimat
dengan benar
Perkembangan bahasa didapat melalui belajar, melibatkan auditori dan visual dan dipengaruhi
oleh faktor biologik dan faktor lingkungan
Area utama untuk bahasa di otak

- Bagian anterior : Area Broca dan korteks motorik  Produksi suara


- Bagian posterior : Area Wernicke  Pemahaman bahasa
Perkembangan bahasa terbagi:
1) Periode pre-linguistik
- Sejak lahir – 12 bulan
- Preverbal, dapat berkomunikasi dengan kode, seperti kontak mata dan tersenyum
- Mulai berkembang fonologik (suara)
- Cooing
- Babbling
Pada umur 6-7 minggu, bayi sudah menunjukkan reaksi terhadap suara yang dibuatnya.
Bayi menyenangi suara yang dibuatnya dan juga mnghibur dirinya dengan suara. Disebut
babbling pada umur sekitar 4-9 bulan. Suara yang dititmbulkan bermacam-macam. Mulai
dari vokal lalu konsonan, dan kombinasi keduanya. Vokal seperti “a” akan diulang-ulang
dalam nada dan kekerasannya yang berbeda. Kemudian, muncul suara konsonan labial
“p” dan “b”, “g” (dental) dan terakhir nasal “n”.pada umur 6 bulan, bayi sudah
memberikan reaksi kalau dipanggil namanya atau menoleh ke arah sumber suara
- Lalling
Pada tahapan lalling, pendengaran mempunyai peran pending. Lalling adalah
pengulangan (repetition) suara atau kombinasi suara yang didengar seperti “ba-ba”, “ma-
ma”. “gub-gub”. Biasanya dimulai pada sekitar umur 6 bulan. Pada lalling, yang penting
adalah terdapat hubungan yang bermakna antara produksi suara dan pendengaran.
- Echolalia
Anak sudah bisa meniru (imitation) suara yang dibuat oleh orang lain dan suara yang
sering didengarnya. Pada tahap lalling, yang akan ditiru pertama kali adalah suara yang
dimengerti anak dan suara yang sering didengar anak. Pada saat ini, anak sudah siap
untuk menirukan segala macam suara. Mereka akan memilih suara mana yang mudah
untuk ditiru dan yang tidak mudah ditiru (suara yang membingungkan)
- Echolalia (10 bulan)  mulai menggunakan ekspresi wajah dan isyarat tangan untuk
memperjelas penyampaian bahasa
- Usia 12 bulan : Dapat menggunakan 1 kata tunggal sebaik bahasa isarat nonverbal,
respon terhadap permintaan sederhana
2) Periode linguistik awal
- Usia 1-3 tahun
- Menggunakan kata-kata menyampaikan sesuatu (true speech)
Pada sekitar umur 12-13 bulan, rata-rata anak sudah mulai bisa berbicara. Ada anak yang
lambat dan ada anak yang cepat bisa berbicara. Yang dimaksud dengan “berbicara”
adalah anak yang dengan sengaja menggunakan pola bunyi konvensional (kata-kata),
yang merupakan respons terhadap situasi tertentu dari lingkungannya. Sebelum anak bisa
bicara anak harus mengerti dulu apa yang dikatakan orang lain (verbal understanding).
Keadaan ini menunjukkan bahwa anak telah merespons baik secara mental maupun
motorik terhadap kata-kata yang diucapkan orang lain. Kalau anak mampu mengerti,
mereka akan lebih cepat untuk bisa berbicara.
- 12-18 bulan  Menggunakan kata-kata tunggal, perbendaharaan ± 20 kata, mengerti
pembicaraan orang lain
- 18-24 bulan  menggunakan 2 kata dan mulai memakai syntax (aturan bahasa),
perbendaharaan ± 20 – ratusan kata, meningkat kemampuan meniru kata-kata dan
berkomunikasi
- 24-36 bulan  ekspansi sejumlah besar kata-kata, mampu mengekspresikan perasaan,
keinginan dan ketertarikan
- ≥ 3 tahun  mengatakan namanya, usia, kelamin, mengenal objek dan gambar
umum, mengikuti 2 atau 3 step perintah
3) Periode pra-sekolah
- Usia 3-5 tahun
- Kata depan (preposition phrases): diatas meja
Kata keadaan (conditional): jika...., maka....
Kata penghubung (connector): karena, tetapi
- Mampu bercerita, mengikuti 3 komponen perintah dan mengantisipasi kejadian berikut
(contoh: besok kami pergi ke...)
- Respon terhadap pertanyaan ‘siapa,dimana,apa’ tetapi masih sulit untuk ‘bagaimana,
mengapa’
- Hampir semua bicara dimengerti orang lain
4) Periode sekolah
- Usia 5-12 tahun
- Lingkungan sekolah berbeda dengan rumah, anak butuh beradaptasi penggunaan bahasa
sosial dikelas dan sekolah
- Kemampuan cara bicara dan mengungkapkan ide meningkat  jaminan keberhasilan
sosial dan akademik
Tabel Milestone perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif pada anak normal

Umur (bulan Bahasa Reseptif Bahasa ekspresif


1 Kegiatan anak terhenti Vokalisasi yang masih
akibat suara sembarang, terutama huruf
hidup
2 Tampak mendengarkan Tanda-tanda vokal yang
ucapan pembicara, dapat menunjukkan perasaan
tersenyum pada senang, senyum sosial
pembicaraan
3 Melihat ke arah pembicara Tersenyum sebagai jawaban
terhadap pembicara
4 Memberi tanggapan yang Jawaban vokal terhadap
berbeda terhadap suara rangsang sosial
bernada marah/ senang
5 Bereaksi terhadap panggilan Mulai meniru suara
namanya
6 Mulai mengenal kata-kata Protes vokal, seperti
“ta-da, papa, mama” berteriak
7 Bereaksi terhadap kata-kata Mulai mengeluarkan suara
naik, kemari, da da mirip kata-kata kacau
8 Menghentikan kegiatan bila Menirukan rangkaian suara
dilarang
9 Menghentikan kegiatan bila Menirukan rangkaian suara
dilarang
10 Secara tepat menirukan Kata-kata pertama mulai
variasi suara tinggi muncul
11 Reaksi atas pernyataan Kata-kata kacau mulai dapat
sederhana dengan melihat dimengerti dengan baik
atau menoleh
12 Reaksi dengan melakukan Mengungkapkan kesadaran
gerakan terhadap berbagai tentang obyek yang telak
pertanyaan verbal akrab dan menyebut
namanya
13 Mengetahui dan mengenali Kata-kata yang benar
nama-nama bagian tubuh terdengan diantara kata-kata
yang kacau, sering dengan
disertai gerakan tubuhnya
14 Dapat mengetahui dan Lebih banyak menggunakan
mengenali gambar-gambar kata-kata daripada gerakan,
objek yang sudah akrab untuk mengungkapkan
dengannya, jika objek keinginannya
tersebut disebut namanya
15 Akan mengikuti petunjuk Mulai mengkombinasikan
yang berurutan (ambil kata-kata (mobil papa,
topimu dan letakkan di atas mama berdiri)
meja)
16 Mengetahui lebih banyak Menyebut nama sendiri
kalimat yang lebih rumit

Anda mungkin juga menyukai