Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS ANAK

SEORANG ANAK LAKI LAKI DENGAN HIPOTIROID KONGENITAL DAN


STATUS GIZI KURANG

Pembimbing
dr. Herry Susanto, Sp.A

Disusun oleh
Amanda Ulfah Demili
(030.11.020)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH TEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 20 JUNI 3 SEPTEMBER 2016

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

Identitas

Data

Pasien

Ayah

Ibu

Nama

An. M

Tn. L

Ny. K

Umur

9 bulan

35 tahun

30 tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Laki-laki

Perempuan

Alamat

Cempaka, Bumi Jawa RT/RW 001/02, Tegal

Agama

Islam

Islam

Islam

Suku Bangsa

Jawa

Jawa

Jawa

Pendidikan

SMA

SMA

Pekerjaan

Pelajar

Buruh

Ibu rumah tangga

Penghasilan

1.500.000-2.000.000

Keterangan

Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi

BPJS

No. RM

759518

II.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada ibu pasien pada tanggal di poli anak RSUD
Kardinah Tegal
Keluhan utama:
Sulit BAB
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang diantar kedua orangtuangnya ke poli anak dengan rujukan dari bidan dengan sulit
BAB. Keluhan tampak pada pasien sejak usia pasien 1 bulan. Frekuensi BAB hanya 1x dalam
3 hari, dengan konsistensi padat dan keras, tidak ada lendir maupun darah.
OS juga sering muntah terutama saat maupun setelah menyusu dan pasien sering tersedak
saat makan. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien sering tiba-tiba berhenti menyusu
serta tidak menelan ASI dan makanannya.

Pasien sering terlihat lemah dan kurang aktif, serta pasien lebih sering terlihat tidur. Pasien
sering tidak menelan air liurnya sehingga terlihat membasahi pipi pasien. Ibu pasien merasa
pasien sering kali menangis dan suara tangisanya terdengar serak.
Ibu pasien menyangkal adanya batuk, pilek, dan sesak nafas. Keluhan demam juga disangkal.
Ibu pasien merasa pasien jarang mengeluarkan keringat dan kulitnya teraba kering dan
dingin. Ibu pasien juga menyangkal adanya benjolan di leher pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Keluhan sulit BAB sering dirasakan pasien dan pasien hanya mendapatkan obat, tetapi
keluhan sering berulang. Ibu pasien menyangkal adanya riwayat kuning pada pasien.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada kelurga pasien yang menderita keluhan yang sama. Tidak ada riwayat penyakit
gondok pada keluarga.
Riwayat Lingkungan Rumah
Kepemilikan : Rumah Sendiri
Keadaan Rumah:
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan 2 kakak laki-laki. Tempat tinggal pasien
beratap genteng, dinding pagar, alas lantai dari ubin, dapur dan terdiri dari 3 buah kamar.
Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela yang berjumlah 2. Kamar mandi berjumlah 1.
Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak septic tank kurang lebih 10 meter dari
sumber air. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan. Selokan dibersihkan 1 kali
dalam sebulan dan aliran air di dalamnya lancar.
Kesan : kondisi rumah dan sanitasi lingkungan cukup baik.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Ayah pasien bekerja sebagai buruh dan ibu merupakan ibu rumah tangga. Penghasilan
ayah pasien Rp 1.500.000 / bulan. Ayah pasien menanggung 3 orang anak dan 1 orang ibu
Kesan: riwayat sosial ekonomi kurang.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kehamilan
Perawatan Antenatal

: Rutin periksa ke bidan dan puskesmas, imunisasi TT

1x
Penyakit Kehamilan

: ibu pasien menyangkal menderita penyakit selama

hamil, ibu pasien juga menyangkal menderita penyakit gondok


atau terdapat benjolan pada leher, serta tidak pernah mendapat
obat selama hamil selain obat zat besi.
Kelahiran
Tempat kelahiran

: Bidan

Penolong persalinan

: Bidan

Cara persalinan

: Partus normal (spontan)

Masa gestasi

: 41 minggu 3 hari

Keadaan bayi

Berat badan lahir

: 3000 gram

Panjang badan lahir

: Ibu lupa

Lingkar kepala

: ibu tidak tahu

Langsung menangis : tidak, menangis setelah langkah awal resusitasi

Air ketuban

: Jernih

Nilai APGAR

: ibu tidak tahu

Kelainan bawaan

: tidak tahu

Kesan : neonatus posterm, lahir spontan, bayi tidak bugar


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir ibu lupa.
Berat badan sekarang 5,9 kg. panjang badan 64 cm.
Perkembangan:

Motorik kasar:
-

Kepala terangkat 45o 8 bulan

Tengkurap9 bulan

Duduk belum bisa

Merangkak belum bisa

Motorik halus:
-

Memegang benda 9 bulan

Mengikuti benda dengan matabelum bisa

Meraih benda belum bisa

Memindahkan benda belum bisa

Personal-sosial:
-

Senyum spontan 9 bulan

Berusaha meraih makanan belum bisa

Makan sendiri (-)

Bahasa:
-

Tertawa belum bisa

Menoleh ke sumber bunyi belum bisa

1 suku kata belum bisa

Papa-mama belum bisa

Kesan: riwayat perkembangan anak tidak sesuai usia


Riwayat Makan dan Minum Anak

Ibu memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Sejak usia 6 bulan diberikan ASI
dan buah pepaya atau pisang yang dihaluskan. Pasien masih belum bisa mengkonsumsi
bubur. Pasien sering tampak malas menyusu dan makan, sering mendadak berhenti menyusu
atau makan, serta tidak menelan ASI atau makanan tersebut.
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan kurang baik
Riwayat Imunisasi
VAKSIN

ULANGAN

DASAR (umur)

(umur)
-

BCG

0 bulan

DTP/ DT
POLIO

0 bulan

2 bulan
2 bulan

4 bulan
4 bulan

6 bulan
6 bulan

CAMPAK

9 bulan

0 bulan

1 bulan

6 bulan

HEPATITIS B

Kesan : Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai umur

Silsilah Keluarga

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di poli anak RSUD Kardinah tegal.

A. Kesan Umum

: Compos mentis, tampak sakit sedang, tampak kurang

aktif
B. Tanda Vital

Nadi
Laju nafas
Suhu
Tekanan darah

: 100 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.


: 20 x/menit, reguler.
: 36,1C
: tidak dilakukan

C. Data Antropometri
Berat badan : 5,9 kg
Panjang badan : 64 cm
D. Status Generalis
Kepala
: mesocephali, LK : 45 cm, kulit kering
Rambut
: rambut warna hitam,sedikit, penyebaran merata, tidak mudah

dicabut.
Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra

(-/-), mata cekung (-/-)


Hidung
: pangkal hidung rata, simetris, septum deviasi (-), sekret (-/-)
Telinga: bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)
Mulut
: bibir kering (+), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorok
: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: simetris, pembesaran KGB (-)
Thorax
:
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Tidak ada hemitoraks yang tertinggal
Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks.
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop

(-)
Abdomen
Inspeksi
: buncit, benjolan pada pusar ukuran 3x4 cm
Auskultasi
: Bising usus (+)
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi
: Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Genitalia
: jenis kelamin laki laki, tidak ada kelainan.

Anorektal
Ekstremitas

: tidak dilakukan pemeriksaan.


:
Superior

Akral Dingin

-/-

-/-

Akral Sianosis

-/-

-/-

CRT

<2

<2

Oedem

-/-

-/-

Kulit

IV.

Kering

Kering

Tonus Otot

Hipotonus

Hipotonus

Trofi Otot

Normotrofi

Normotrofi

Ref. Fisiologis

Menurun

Menurun

Ref. Patologis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengukuran
FT4
TSH
FT3

V.

Inferior

Hasil
0,4 ng/dl
60 IU/ml
0,6 pg/ml

Nilai rujukan
0,7-1,55 ng/dl
0,640-6,270 IU/ml
2,3-4,2 pg/ml

PEMERIKSAAN KHUSUS

Data Antropometri

Pemeriksaan Status Gizi

Anak laki - laki usia 9


bulan

Pertumbuhan persentil anak menurut CDC sebagai


berikut:

Berat badan 5,9 kg

1. BB/U= 5,9/9 x 100% = 65% (berat badan menurut


umur rendah)

Panjang badan 64 cm
Lingkar kepala 45 cm

2. PB/U = 64/72 x 100% = 88,8% (tinggi badan


menurut umur rendah)
3. BB/TB = 5,9/7 x 100% = 84,2% (gizi kurang
menurut berat badan per tinggi badan)
Kesan: Anak laki laki usia 9 bulan, status gizi kurang

Pemeriksaan lingkar kepala (kurva Nellhaus)

VI. DAFTAR MASALAH

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Konstipasi
Kurang aktif
Malas makan dan sering tersedak
Gangguan perkembangan
Kelainan anatomi (pangkal hidung pendek, benjolan pada pusar)
Hipotonus
Status gizi kurang
Gangguan hormon tiroid

VII. DIAGNOSIS BANDING


-

Hipotiroid kongenital
a. Hipotiroid primer
b. Hipotiroid sekunder
Developmental delayed
Status gizi kurang

VIII. DIAGNOSIS KERJA


-

Hipotiroid kongenital
Developmental delayed
Status gizi kurang

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN


-

Tes fungsi tiroid ulang berkala


Skintigrafi tiroid
Bone-age

X. PENATALAKSANAAN
-

Medikamentosa:
Euthyrox 2x1
- Non-medikamentosa:
Edukasi : menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pemeriksaan,

pengobatan, dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi


Pemantauan kemajuan klinis
Pemantaun kadar FT4 dan TSH berkala
Bone-age

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam

: Ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia Ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hipotiroid kongenital masih merupakan salah satu penyebab tersering retardasi mental yang
dapat dicegah. Kelainan ini disebabkan oleh kurang atau tidak adanya hormon tiroid sejak
dalam kandungan. Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan
retardasi mental berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia
kehamilan 12 minggu. Hormon tiroid mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh
sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Insidens hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1:3.000-4.000
kelahiran hidup. Etiologi hipotiroid kongenital cukup banyak, dengan penyebab terseringnya
adalah disgenesis tiroid yang mencakup 80% kasus.
Mengingat gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas dan hipotiroid
kongenital dapat menyebabkan retardasi mental berat kecali jika mendapat terapi secara dini
maka sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Di negara-negara yang telah
memilliki kebijakan untuk melakukan skrining hipotiroid, sebagian besar kasus hipotiroid
kongenital ditemukan melalui program skrining. Program skrining memungkinkan bayi
mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih baik, terutama dalam
perkembangna sistem neurologis.
Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid memberikan hasil yang sangat menakjubkan
serta dapat mencegah terjadinya morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap
diperlukan untuk mendapatkan hasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.
Epidemiologi
Insidens hipotiroid kongeniyal di Amerika Serikat adalah 1 dari 3.500 kelahiran hidup. Lebih
sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1.
Anak dengan sindrom down mempunyai risiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid
kongenital dibandingkan anak normal. Insidens hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh
lebih tinggi lagi yaitu sebesar 1:1.500 kelahiran hidup.
Penyebab hipotiroid yang paling sering di seluruh dunia adalah defisiensi Iodium yang
merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan tiiiootironin (T3). Anak yang lahir dari ibu
dengan defisiensi Iodium berat akan mengalami hipotiroid yang tidak terkompensasi karena
hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta sehingga memberikan manifestasi kelainan
neurologis pada saat lahir.
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisinya sangat bervariasi.
Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial ekonomi, maupun iklim
dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis tertentu. Umumnya kasus hipotiroid
kongenital timbul secara sporadik. Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu
yang diturunkan secara autosomal resesif.

Embriologi dan Fisiologi


Untuk mengevaluasi seorang anak dengan kemungkinan hipotiroid kongenital, hafus
diketahui perkembangan normal kelenjar tiroid dan parameter nilai normal pada kehidupan
pasca lahir.
Kelenjar tiroid janin berasal dari endodem foregut yang kemudian bermigrasi ke inferior
sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuau yang terjadi selama proses migrasi ini dapat
menyebabkan terjadinya tiorid ektopik. Pada usia 7 minggu kelenjar tiroid sudah terdiri dari
dua lobus.
Thyrotropin releasing hormone (TRH) mulai terdapat di dalam neron pada usia 4 minggu,
sedangkan thyroid stimulating hormone (TSH) mulai dihasilkan oleh hiposis pada usia 9
minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11-12 minggu. Kadar TSH dalam
darah mlai meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai
mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada
usia kehamilan 8-10 minggu, janin dpaat melakukan ambilan Iodium dan pada usia 12
minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai kadar dewasa pada usia 36 minggu. Pada usia kehamilam 12 minggu, kadar T3
juga terus meningkat namun tetap dibawah kadar dewasa. Produksi TRH oleh hipotalamus
dan TSH oleh hipofisis terjadi pada waktu yang bersamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis
hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya belun terjadi sampai
trimester kedua kehamilan.
Sebelum memasuki pertengahan kehamilan, perkembangan normal janin sangat bergantung
pada hormon tiroid ibu. Penelitian menunjukan bahwa kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dpaat
melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila seorang ibu hamil mengalami kelainan tiroid
atau mendapatkan pengobatan antitiroid, misalnya untuk penyakit graves, maka obat antitioid
juga melewati plasenta sehingga janin memilki risiko mengalami hipotiroid. Bila hal ini
diketahui, maka janin dapat diberikan pengobatan dengan hormon tiroid in utero.
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan kadar TSH mendadak yang menyebabkan kadar T3 dan
T4 yang kemudia secara perlahan-lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi.
Pada bayi prematur kadar T4 saat lahir rendah, kemudian meningkat mencapai kadar bayi
aterm pada usia 6 minggu. Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiorid, termasuk
trapping, oksidasi, organifikasi, coupling, dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.
Sebagian besar T3 dan T4 dalam sirkulasi terikat dengan thyroid binding globulin (TBG),
sehingga kekurangan atau kelebihan TBG akan mempengaruhi pengukuran kadar total hormo
tiroid. Tiroksin akan masuk ke dalam sel, mengalami deiodinasi menjadi T3 dan berikatan
dengan reseptor T3. Setelah hormon tiroid berikatan dengan reseptornya, reseptor akan
mengaktifkan mRNA dan sintesis protein spesifik untuk mengaktifkan gen sel tersebut. Di
dalam otak hormon merangsang proliferasi dan migrasi neuroblas, perkembangan akson dan
dendrit, serta diferensiasi oligodendrosit dan mielinisasi.
Patogenesis

Hipotiroid dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut:


Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sisntesis dan sekresi hormon
tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan peningkatan kadar TSH tanpa
adanya struma.
Jalur 2
Defisiensi Iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid menurun sehingga
hipofisis mensekresi TSH lebih banyak untuk memacu kelenjar tiroid emnsintesis dan
mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat
dan kelenjar tiroid membesar (stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdpaat
struma difusa dan peningkatan kadara TSH, tetapi kadar hormon tiroid tetap normal. Bila
kompensasi ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma
difusa, peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid yang rendah.
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau menurunkan sintesis
hormon tiroid (bahan/obat goitrogenik, tiroiditis, pascatiroidektomi, pasca terapi dnegan
Iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut
dishormogenesis yang mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi
hipotiroid dengn kadar TSH tinggi, dengan atau tanpa struma tergantung pada penyebabnya.
Jalur 4a
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan hipofisis akan
mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH sangat rendah atau tidak terukur.
Jalur 4b
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TRH menurun akan menimbulkan
hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma.

Etiologi
Hipotiroid primer permanen
Disgenesis kelenjar tiroid
Aplasia, hipoplasia, dan kelenjar tiroid ektopik termauk dalam disgenesis kelenjar tiroid.
Deisgenesis kelenjar tiroid merupakan penyebab tersering hipotiroid kongenital, meliputi
80% kasus dan dua pertiga diantaranya disebabkan oleh kelenjar tiroid ektopik. Hipoplasia
tiroid dapat disebabkan oleh beberapa defek genetik, termasuk mutasi pada TSH subunit beta,
reseptor TSH, dan faktor transkripsi PAX8.
Dishormogenesis
Dishormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, dan utilisasi hormon tirid sejak
lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi enzim yang diperlukan dalam sintesis
hormon tiroid. Kelainan ini diturunkan secara autosomal resesif. Kelainan ini mencakup 10%
kasus hipotiroid kongenital.
Kelainan ini dapat terjadi karena:
(1) Kelainan reseptor TSH.
Kelainan ini jarang terjadi. Disebabkan oleh kegagalan fungsi reseptor TSH pada
membran sel tiroid atau kegagalan sistem adenilat siklase untuk mengaktifkan
reseptor TSH yang sebetulnya normal.
(2) Kegagalan menangkap Iodium.
Kelainan ini jarang terjadi dan disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa Iodium untuk
memompa Iodium konsentrat menembus membran sel tiroid.
(3) Kelainan organifikasi.

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Merupakan yang paling sering dijumpai dan disebabkan oleh defisiensi enzim tiroid
peroksidase menyebabkan Iodida tidak dapat dioksidasi (diorganifikasi) sehingga
tidak dapat mengikatkan diri pada tiorisin di dalam tiroglobulin.
Defek coupling.
Jarang terjadi dan disebabkan oleh kegagalan enzimatik untuk menggabungkan MIT
dan DIT menjadi T3 ataupun DIT dan DIT menjadi T4.
Kelainan deiodinasi.
Kegagalan ini menyebabkanMIT dan DIT tidak dapat melepaskan Iodotirosin,
sehinga recycling Iodium terhambat.
Produksi tiroglobulin abnormal.
Kelainan ini menyebbakn tiroglobulin tidak dapat melepaskan T3 dan T4 ke dalam
sirkulasi darah.
Kegagalan sekresi hormon tiroid.
Pada keadaan ini terjadi kegagalan enzim proteolitik untuk memecah ikatan
tiroglobulin-T4 sebelum dilepaskan ke dalam sirkulasi.
Kelainan reseptor hormon tiroid perifer.
Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. Terjadi akibat gagalnya ikatan
hormon tiroid dengan reseptor di inti sel jaringan target sehingga hormon tiroid tidak
dapat berfungsi.

Ibu mendapat pengobatan Iodium radiokatif


Preparat Iodium radioaktif yang diberikan pada ibu dengan kanker tiroid atau penyakit graves
setelah gestasi 10 minggu melewati plasenta, selnajutnya ditangkap oleh tiroid janin sehingga
mengakibatkan ablasio tiroid. Keadaan ini juga dapat menimbulkan stenosis trakea dan
hipoparatiroid.
Hipotiroid primer transien
Ibu dengan penyakit graves atau mengkonsu bahan goitrogenik
Obat golonga tiourasil yang digunakan untuk mengobati penyakit graves dapat melewati
plasenta sehingga menghambat produksi hormon tiorid janin. Propiltiouraisl (PTU) 200-400
mg/hari yang diberikan pada ibu dapat mengakibatkan hipotiroid kongenital transien yang
akan menghilang jika PTU sudah dimetabolisme dan disekresi oleh bayi.
Defisiensi Iodium pada ibu atua paparan Iodium pada janin atau bayi baru lahir
Di daerah endemik goiter, hampir dapat dipastikan bahwa defisiensi Iodium merupakan
penyebab utama terjadinya goiter dan hipotiroid. Pemakaian Iodium berlebihan pada ibu
hamil seperti pengguanaan antiseptik Iodium pada mulut rahim saat ruptur kulit ketuban
antepartum, ataupun antiseptik topikal pada neonatus (misalnya untukmembersihkan tali
pusat) dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid primer pada neonatus. Amniofetografi
dengan kontras beriodium dilaporkan dpaat menyebabkan hipotiroid kongenital transien.
Transfer antibodi antitiroid dari ibu

Terdapat lsoran tentang tiroiditis neonatal yang berkaitan dengan antibodi antitiroid ibu yang
menembus sawar plasenta. Kondi ini membaik bersamaan dengan menghilangnya antibodi
IgG pada bayi. TSH binding inhibitor immunoglobulin dari ibu mampu menembus plasenta
yang selanjutnya menyebabkan hipotiroid transien.
Bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yang sakit dapat
memberikan hasil skrining T4 rendah dengan TSH normal. Beberapa diantaranya
menunjukan gejala hiotiroid dengan kadar T4 rendah dn TSH tinggi. Meskipun keadaan ini
hanya sementara, namun pasien harus diberikan terapi dengan hormon tiroid. Pengobatan
dapat dicoba untuk dihentikan setelah anal berusia 203 tahun dan diadakan pemeriksaan
ulang untuk mengetahui apakah pasien menderita hipotiroid kongenital yang permanen atau
tudak.
Idiopatik
Bila hipotiroid transien tidak cocok dengan kategori yang telah disebutkan diatas, maka dapat
dimasukkan dalam kelompok ini. Etiologi pasti belum diketahui, namun beberapa kasus
diduga akibat adanya kelainan pada mekanisme umpan balik aksis hipotalamus-hipofisistiroid.
Hipotiroid sekunder menetap
Kelainan ini merupakan 5% dari kasus hipotiroid kongenital. Penyebabnya antara lain:
-

Kelainan kongenital perkembangan otak tengah. Hipotiroid karena kelainan


perkembangan otak tengah merupakan penyebab defisiensi TSH kongenital. Kelainan
ini meliputi hipoplasia nervus optikus, displasia septooptik, atau dapat juga disertai
kelainan sumbing pada bibir atau palatum.
Aplasia hipofisis kongenital. Kelainan ini merupakan salah satu penyebab
panhipopituitarisme kongenital
Idiopatik. Beberpaa diantarnya dengan riwayat taruma lahir, hipoksia, dan hipotensi
sehingga menyebabkan infark hipofisis.

Hipotiroid sekunder transien


Bayi dengan kadar T4 total, T4 bebas, dan TSH normal rendah masih mungkin mengalami
hipotiroid sementara. Keadaan ini sering dijumpai pada bayi prematur karena imaturitas
organ dianggap sebagai dasar kelainan ini, yaitu imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis.
Hipotiroid pada bayi prematur sulit dibedakan dengan bentuk yang terjadi akibat penyakit
nontiroid. Bila dicurigai hipotiroid terjadi akibat penyakit nontiroid, maka pengobatan dengan
hormon tiroid tdak diberikan tetapi dilakukan tes fungsi torid secara serial sampai penyakit
akut atau kronik sembuh sehingga fungsi tiroid yang sebenarnya dapat diketahui.
Diagnosis
Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ini sangat bergantung pada etiologi, usia terjadinya in utero, beratnya
penyakit, serta lamanya hipotiroid. Bayi yang sudah memperlihatkan gejala klinis hipotiroid
yang berlangsung lama sebelum anak tersebut dilahirkan.
Umumnya rerata berat badan dan panjang badan bayi berada pada persentil ke 50 dan lingkar
kepala pada persentil 70. Hal ini menunjukkan bahwa hormon tiorid tidak diperlukan untuk
pertumbuhan somatik intrauterin, dan terjadinya pada akhir masa kehamilan.
Gejala klinis yang sering terlihat adalah ikterus memanjang akibat keterlambatan maturasi
enzim glukoronil transferase hati, letargi, konstipasi, malas minum, dan masalah makan
lainnya, serta hipotermia. Beberapa bayi menunjukkan gejala klinis seperti wajah sembab,
pangkal hidung rata dengan pseudohipertelorisme, pelebaran fontanel, pelebaran sutura,
makroglossi, suara tangis serak, distensi abdomen dengan hernia umbilikalis, kulit yang
dingin dan motled, ikerik, hipotonia, hiporefleksia, galaktorea, dan meningkatnya kadar
prolaktin. Jarang sekali terjadi goiter, namun pada byi yang lahir dari ibu dengan penyakit
graves dan diobati dengan PTU sering didaptkan goiter yang besar dan menutup jalan nafas.
Bila diagnosis hipotiroid tidak ditegakan sedini mungkin, maka akan terjadi keterlambatan
perkembangan. Umumnya keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan terlihat pada usia
36 bulan. Retardasi mental yang terjadi akibat hipotiroid kongenital yang terlamba diobat
sering disertai oleh gangguan neurologis lain, seperti gangguan koordinasi, ataksia, hipotonia,
dan strabisus.
Bayi yang mengalami hipotiroid sekunder memiliki gejala lebih ringan daripada hipotiorid
primer. Bayi dicurigai mengalami hipotiroid sekunder bula terdapat sumbing pada bibi dan
atau palatum, nistagmus, hipoglikemia akibat defisiensi hormon pertumbuhan dan hormon
adrenokortikotropik (ACTH), serta bayi laki-laki dengan mikropenis, hipoplasia skrotum, dan
undesensus testis yang diduga karena defisiensi hormon pertumbuhan dan gonadotropin.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin untuk menegakkan diagnosis hipotiroid adalah serum T4 bebas/FT4, T3
total, TSH, dan T3RU (T3 uptake). Harus diingat bahwa pada minggu pertaama kadar T4
serum masih tinggi sehingga untuk menentukan angka normal diperlukan tabel kadar T4
serum sesuai dengan usia.

Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:


a. Kadar T4 bebas yang rendah dan meningkatnya kadar TSH mengkonfirmas diagnosis
hipotiroid primer, sedangkan kadar T4 bebas rendah dengan kadar TSH yang rendah
pula mengarahkan pada diagnosis hipotiroid sekunder tersier.
b. Pada hipotiroid kompensata, awalnya kadar T4 normal/rendah dan TSH meninggi,
selanjutnya kadar T4 normal dan TSH meninggi.
c. Pada hipotiroid transien kadar T4 mula-mula rendah dan TSH tinggi dan pada
pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.
d. Pada defisiensi TBG, mula-mula kadar T4 rendah dan TSH normal, selanjutnya kadar
T4 rendah, T3RU meningkat, dan TSH normal. Untuk konfirmasi diagnosis dapat
diperiksa kadar T4 bebas atau kadar TBG yang memberikan hasil kadar T4 bebas
normal dan kadar TBG rendah.
e. Pengukuran kadar tiroglobulin secara tidak langsung dapat menegakkan diagnosis
etiologi hipotiroid kongenital.
f. Hipotiroid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan kreatinin fosfokinase
darah, serta menyebabkan hiponatremia akibat peningkatan sekresi antidiuretik.

Pemeriksaan urin
Hanya dilakukan jika terdapat riwayat pemakaian atau paparan Iodium berlebihan baik pranatal maupun pasca-natal, atau tinggal di daerah endemik goiter. Pemeriksaan ini bermanfaat
untuk menegakkan diagnosis etiologi hipotiroid kongenital transien.
Pemeriksaan radiologis
Skintigrafi kelenjar tiroid
Sampai saat ini skintigrafi kelenjar tiroid masih merupakan cara terbaik untuk menentukan
etiologi hipotiroid kongenital. Untuk pemeriksaan pada neonatus digunakan sodium

pertechnetate (Tc99m) atau I123. Radioaktivitas I123 terlalu tinggi dan kurang baik bagi jaringan
tubuh sehingga jarang digunakan untuk neonatus.
Pada aplasia kelenjar tiroid, kelainan reseptor TSH, atau defek ambilan tidak terlihat ambilan
zat radioaktif sehingga tidak terlihat bayangan kelenjar pada hasil skintigrafi. Jika pada hasil
skintigrafi terlihat kelenjar hipoplastik atau ektopik, hal ini menunjukkan bahwa kelenjar
masih mempunyai kemampuan untuk mensekresi hormon tiroid.
Bila terlihat kelenjar tiroid besar dengan ambilan zat radioaktif tinggi, maka ini mungkin
merupakan thiouracil induced goiter atau kelainan bawaan lainnya. Adanya kelainan bawaan
yang basanya diturunkan secara autosomal resesif, memerlukan konsultasi genetika dan
mempunyai risiko berulang sebesar 25%. Bila terdapat pemakaian tiourasil atau Iodium yang
berlebihan, maka pengaruh goitrogen tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu serta
dilakukan pengawasan.

Meskipun tedapat variasi geografis, namun pada skintigrafi secara umum didapatkan kelenjar
ektopik sebanyak 60%, aplasia/hipoplasia sebanyak 30%, dan pembesaran kelenjar tiroid
sebanyak 10%. Skintigrafi tidak dilakukan pada semua bayi, tapi tergantung pertimbangan
dokter yang merawat. Bila ada kelainan maka pengobatan tidak perlu dihentikan. Reevaluasi
dilakukan pada saat anak berusia 3 tahun.
Penilaian umur tulang
Penilaian umur tulang dengan foto rontgen tangan kiri dapat digunakan utnuk mengetahui
berapa lama pasien sudah menderita hipotiroid.
Pemeriksaan pengaruh fungsi kardiovaskular dan neurologis
Efek sekunder hipotiroid kongenital dapat juga dilihat pada EKG, ekokardiografi, dan EEG.
EKG menunjukkan penurunan denyut jantung dan amplitudo gelombang R yang rendah.
Pada pemeriksaan ekokardiografi, rasio antara masa pre-ejeksi terhadap ejeksi ventrikel kiri
memanjang, disertai memanjangnya interval sistolik. Dapat pula ditemukan efusi perikardial
yang sifatnya ringan dan menghilang dengan terapi. EEG menunjukkan perlambatan difus
dengan amplitudo rendah dan visual evoked response menunjukan periode laten memanjang
yang akan menghilang bila dobati.
Terapi

Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudahm dan memberikan hasil yang sangat
memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan pengawasan yang ketat mengingat
pentingnya masa depan anak khususnya perkembangan mentalnya. Sebelum pengobatan
dimulai harus selalu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis.
Tujuan pengobatan adalah:
-

Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal dalam waktu
yang singkat. Fungsi tersebut termasuk termoregulasi, respirasi, metabolisme otot dan
otot jantung yang sangat diperlukan pada masa awal kehidupan.
Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya yang menyangkut
otak seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson, dendrit, sel glia, dan
proses mielinisasi neuron.

Tiroksin
Sodium levotiroksin merupakan obat yang terbaik. Tetapi harus dimulai segera setelah
diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan. Orang tua pasien harus diberikan penjelasan
mengenai kemungkinan penyebab hipotiroid, pentingnya kepatuhan minum obat, dan
prognosisnya baik jika terapi diberikan secara dini. Untuk neonatus yang terdeteksi pada
minggu-minggu awal kehidupan direkomendasikan untuk memberikan dosis inisial sebesar
10-15mcg/kg.hari karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH.

Terapi dengan dosis penuh atau bertahap


Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi neonatus. Bila ada gejala
kelainan jantung atau gejala dekompensasi jantung maka pengobatan dianjurkan dimulai
dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis
lagi sampai dosis penuh yang dianjurkan tercapai.
Pemantauan
Untuk menentukan dosis pengobatan yag diberikan, harus dilakuakn pemantauan kemajuan
klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap kasus bersifat individual.

Pemantauan klinis
Tujuan pengobatan adalah terjaminnya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan
potensi genetiknya. Pemberian pengobatan yang adekuat sejak usia 46 minggu dapat
menjamin pertumbuhan normal dengan tinggi akhir berada dalam rentang 2 SD. Keempat
ranah perkembangan, motorik kasar, motorik halus, bicara, dan perkembangan sosial harus
selalu dipantau.
Pemantauan laboratorium dan umur tulang
Kadar T4 bebas dan TSH harus diperiksa 2 minggu setelah dimulainya pengobatan,
kemudian pada minggu keempat setelah pengobatan, dan setiap 1-2 bulan dalam 6 bulan
pertama kehidupan, dan tiap 304 bulan pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Selanjutnya kadar
T4 bebas dan TSH dapat diperiksa tiap 6-12 bulan. Tujuan pengobatan dengan L-tiroksin
adalah mempertahankan kadar T4 bebas pada nilai pertengahan atas rentang nilai normal dan
kadar TSH masih tinggi, maka evaluasi kembali kepatuhan pasien dan pastikan bahwa Ltiroksin diminum dengan benar dan tidak bersamaan dengan zat-zat yang dapat menghambat
absorpsi L-tiroksin seperti besi, kedelai, dan serat. Usia tulang dapat dinilai tiap tahun.
Pemantauan psikometrik
Pemantauan ini dimulai pada usia 12/18 bulan, kemudian diulangi setiap 2 tahun. Cara yang
digunakan tergantung dari ahli yang memeriksa anak tersebut. Hasil tes ini dapat membantu
menentukan adanya gangguan intelektual dan gangguan neurologis. Dengan ditemukan
kelainan secara dini maka intervensi dapat dilakukan secara dini pula agar perkembangan
intelektual dan neurologis dapat diupayakan seoptimal mungkin.
Prognosis
Semua laporan yang ada menyebutkan bahwa penderita hipotiroid kongenital yang
mendapatkan pengobatan adekuat dapat tumbuh secara normal. Bila pengobatan dimulai pada
usia 46 minggu, maka IQ pasien tidak berbeda dengann IQ populasi kontrol. Jadi walaupun
secara umum tidak ditemukan kelainan mental, tetapi ada beberapa hal yang kurang pada
anak dengan hipotiroid kongenital. Kasus berat dan yang tidak mendapatkan terapi adekuat
pada 2 tahun pertama kehidupan akan mengalami gangguan perkembangan intelektual dan
neurologis.

Struma hampir selalu ditemukan pada bayi dengan hipotiroid kongenital. Struma ini biasanya
ukuranya tidak besar, terdapat gejala klinis hipertiorid dan ibu mempunyai riwayat penyakit
graves. Bila ditemukan struma noduler simetris, perabaanya keras atau ukurannya cukup
besar maka harus dipertimbangkan suatu teratoma kelenjar tiroid atau teratoma di setiap
kelenjar tiroid.
Bila faktor penyebab struma tidak dapat diidentifikasi, maka harus dicurigai suatu gangguan
sintesis hormon tiroid (dishormogenesis). Pada progtam skrining neonatorum 1 dari 30.00050.000 bayi lahir hidup mengalami gangguan sintesis hormon tiroid. Jika bayi menunjukkan
keadaan hipotiroid, maka bayi harus segera mendapat terapi substitusi hormon tiroid.
Dishormogenesis hormon tiroid ini diturunkan secara autosomal resesif sehingga ketepatan
diagnosis sangatlah penting.

Anda mungkin juga menyukai