Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

EMPIEMA

Nama

: Tika Nurfadilah
Angga Munawar Mahbub
Nataria Monica

Pembimbing: Dr Yuswardi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU BEDAH RSUD SAMSUDIN SUKABUMI

BAB I
LAPORAN KASUS
1.1.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. S

Usia

: 11 bulan

Nama Ayah

: Tn. N

Umur Ayah

: 27 tahun

Pendidikan Ayah

: SMP

Pekerjaan Ayah

: Wiraswasta

Nama Ibu

: Ny. W

Umur Ibu

: 20 tahun

Pendidikan Ibu

: SMA

Pekerjaan Ibu

: IRT

1.2.

ANAMNESA ( alloanamnesis dengan ibunya)

Keluhan Utama
Tidak dapat BAB
Keluhan Tambahan
perut kembung
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu os mengatakan anak tidak dapat BAB sejak lahir, dan saat berumur 2 hari perut os tampak
membuncit dan kembung.
Os rewel dan tidak mau minum, sesekali muntah.
Setelah dilakukan colostomy os sering sakit-sakitan dan mengalami diare.
Riwayat Penyakit dahulu
Tidak pernah mengalami sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
orang tua pasien mengatakan os saat berumur 2 hari dibawa keklinik dan dilakukan colok
dubur dan dinyatakan terdapat penyempitan pada usus dan dirujuk ke RS.
Pada usia 12 hari Os dilakukan operasi colostomy diposisikan di sebelah kiri.
Pada saat usia 10 bulan dilakukan operasi yang ke dua.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, mag, asma tidak ada

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, cuaca, debu, makanan, bulu.
Riwayat Psikososial
Pasien tinggal di daerah padat penduduk, ventilasinya cukup, dan saluran irigasinya
lancar, dalam satu rumah dihuni oleh 5 orang. Ayah, ibu, dan kakek, neneknya.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Pasien merupakan anak tunggal dari kehamilan pertama, selama kehamilan ibu pasien
rajin kontrol ke bidan. Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat obatan, jamu, merokok
selama kehamilan, KPD (-), PEB (-), hipertensi (-) . Pasien lahir spontan, cukup bulan ( 39
minggu ), ditolong bidan, langsung menangis, BBL : 3000 gram, PBL : 47.
Kesan : tidak ada penyulit selama kehamilan dan persalinan.
Riwayat Imunisasi
DASAR

BCG
: 1x, saat usia 1 bulan
DPT
: 3x, saat usia 2, 3, dan 5 bulan
POLIO
: 4x, saat usia 6 hari, 2, 4, dan 6 bulan
HEPATITIS B : 3x saat lahir, usia 1 dan 6 bulan
CAMPAK
: 1x saat berumur 9 bulan

LANJUTAN

Tidak ada imunisasi ulangan

Kesan : imunisasi dasar lengkap dan lanjutan tidak ada.


Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai 6 bulan dan masi meminum asi sampai sekarang.
Pada usia 6 bulan mulai diberikan makanan pendamping berupa bubur susu 2 kali sehari.
Kesan : asupan makanan baik
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan
Menurut ibu pasien, pertumbuhan tampak normal sampai usia 11 bulan

Perkembangan
Ranah
Motorik kasar
Motorik halus

Bahasa / sosial

Milstone
Tengkurap bolak balik
Belajar merangkak
Mengambil benda
Bisa memindahkan benda dari

Usia pencapaian
5 bulan
10 bulan
4 bulan
6 bulan

satu tangan ke tangan lain


Tertawa
3 bulan
Senyum
Tidak ingat
Mengucap 1 kata mama dan 10 bulan

papa

Kesan : perkembangan dalam batas normal


1.3.

PEMRIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: tampak sakit ringan, rewel
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
Suhu
: 36,6 C0 di aksila
Tekanan darah
: tidak dilakukan ( anak tidak kooperatif )
Denyut nadi
: 100 x/ menit, irama teratur, kuat angkat.
Pernapasan
: 24 x / menit
Antropometri
BB
: 9,4 kg
TB
: 70 cm
Lingkar Kepala : 43 cm
Status Gizi
BB/ U : 9/8 x 100 % = 112.5 % Gizi baik
TB/U : 70/68 x 100% = 102.9% Gizi baik
BB/ TB: 9/8.4 x 100 % = 107.1% Gizi baik
Kesan : Gizi Baik/ Cukup

1.4.

STATUS GENERALIS

Kepala

Bentuk

: Normochepal,ubun-ubun besar tidak cekung

Rambut

: Hitam,distribusi merata, tidak mudah rontok

Mata

: Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),


refleks cahaya (+/+), pupil isokor, air mata biasa, mata cekung (-/-)

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-/-), sekret (+/+), septum deviasi (-), nyeri

tekan (-), epitaksis

Telinga

: Normotia, serumen keluar dari telinga (-/-)

Mulut

:Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor

(-),stomatitis(-), Tonsil hiperemis (-). Faring hiperemis (-)

Leher

: kaku kuduk (-), brudzinski I dan II (-), Pembesaran KGB (-),

pembesaran kelenjar tiroid (-),

THORAKS

Inspeksi

: Dada simetris, retraksi dinding dada (-) , tidak ada bagian dada yang
tertinggal saat bernafas , scar (-), otot bantu pernapasan (-)

Palpasi

: simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada

yang tertinggal saat bernapas, nyeri tekan (-)

Perkusi

: sonor pada semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 6 linea

midclavicularis dextra

Auskultasi

: Suara paru vesikuler, wheezing (-/-), ronki(-/-)

JANTUNG

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Tidak dilakukan ( anak tidak kooperatif )

Auskultasi

: BJ I & II reguler(+), murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi

: Perut tampak cembung, ada scar bekas operasi.

Auskultasi

: Bising usus ( + )

Palpasi

: Turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan (-), hepatomegali

(-),splenomegali (-)

Perkusi

: timpani di 4 kuadran abdomen, shifting dullness

EKTREMITAS ATAS

Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), scar (-/-), udem (-/-), peteki (-/-)

EKSTREMITAS BAWAH

Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), scar (-/-)

STATUS GENERALIS
a/r anus

terdapat bagian usus yang menonjol di luar anus, ukuran kira-kira 5 cm diameter kira-kira 2
cm, permukaan halus, terdapat feses berwarna kuning kecoklatan tidak berdarah dan tidak
ada lendir,konsistensinya kenyal, tidak terdapat nyeri tekan.
Resume
Os tidak dapat BAB sejak lahir dan perut tampak kembung, juga sesekali muntah dan saat
berumur 12 hari OS dilakukan operasi colostomy, dan saat usia 10 bulan os dilakukan operasi
yang kedua.
Pada Pemeriksaan Fisis ditemukan
Suhu
Denyut nadi
Pernapasan

: 36,6 C0 di aksila
: 100 x/ menit, irama teratur, kuat angkat.
: 24 x / menit

Daftar Masalah :
-

Tidak dapat BAB

Perut kembung

Tatalaksana
-

Cairan infus RL maintenen 9,4 kg x 100 =

940 x 15 tts = 10 tpm makro


60 x 24

Cefotaxim 50-100 mg/kgbb/kali = 9,4 kg x(50-100) = 470 940 mg = 500 mg/kali

Domperidon 0,2-0,4 mg/kgbb/hari = 9,4kg x (0,2-0,4) =1,88 3,76 mg

Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali = 9,4 kg x (5-10)= 47- 94 mg

Tindakan bedah (konsulkan ke bagian bedah anak)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Hirschsprung Disease
Pertama kali di deskripsikan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan dipopulerkan oleh
Hirschprung tahun 1886, yang mengemukakan 2 kasus obstipasi yang disebabkan
dilatasi kolon. Keadaan tersebut kesatuan klinis tersendiri dan disebut penyakit
Hirschsprung atau megakolon congenital, tetapi patofisiologinya tidak dapat ditentukan
dengan jelas sampai pertengahan abad ke-20, ketika Whitehouse dan Kernohan
menggambarkan aganglionosis pada usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi pada
pasien mereka.
Tahun 1886 Hirschsprung Zuelser dan Wilson 1948 mengemukakan bahwa pada
dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat itu
dikenal aganglionosis congenital.
Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan prosedur definitif pertama yang konsisten
untuk penyakit hirschsprung, yaitu rektosigmoidektomi dengan anastomosis coloanal.

Sejak saat itu, operasi lain telah dijelaskan, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Barubaru ini, kemajuan dalam teknik bedah, termasuk prosedur minimal invasif dan
diagnosis dini telah menghasilkan penurunan morbiditas dan mortalitas bagi pasien
dengan penyakit Hirschsprung. Pada pemeriksaan PA pada penyakit ini tidak ditemukan
sel ganglion Auerbach dan Meissner, serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik.
Goldstein (2006) menyatakan bahwa migrasi sel-sel krista neuralis yang kemudian
mengadakan proliferasi dan diferensiasi didalam dinding usus akan meningkatkan
pembentukan sel saraf dan sel glial pada sistem saraf intestinal. Kegagalan proses ini
selama fase embriogenesis akan mengakibatkan gangguan motilitas usus seperti yang
terlihat pada penyakit Hirschsprung.
2.2 Epidemiologi Hirschsprung Disease
1) United States, Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari per 5400-7200
kelahiran.
2) Internasional, tidak diketahui frekuensi yang tepat untuk seluruh dunia, walaupun
beberapa penelitian internasional melaporkan angka kejadian sekitar 1 kasus dari
1500 hingga 7000 kelahiran.
3) Mortalitas/Morbiditas
a. Sekitar 20% bayi akan memiliki abnormalitas yang melibatkan sistem neurologis,
kardiovaskuler, urologis, atau gastrointestinal.
b. Penyakit Hirschsprung telah diketahui terkait dengan penyakit dibawah ini:
Syndrome Down
Syndrome Neurocristopathy
Waardenburg-Shah Syndrome
Yemenite deaf-blind Syndrome
Piebaldisme
Goldberg-Shprintzen Syndrome
Multiple endocrine neoplasia type II
Syndrome central hypoventilation congenital
c. Megacolon aganglionik yang tidak diatasi pada masa bayi akan menyebabkan
peningkatan mortalitas sebesar 80%. Mortalitas operatif pada prosedur intervensi
sangat rendah.
d. Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi yaitu kebocoran anastomose (5%),
striktur anastomose (5-10%), obstruksi intestinal (5%), abses pelvis (5), dan
infeksi luka (10%). Komplikasi jangka panjang termasuk gejala obstruktif,
inkontinensi, konstipasi kronik, dan enterokolitis, komplikasi ini kebanyakan
didapatkan pada pasien dengan segmen aganglionik yang panjang. Walaupun
kebanyakan pasien akan mendapatkan permasalahan ini setelah operasi,

penelitian jangka panjang telah menunjukkan bahwa lebih dari 90% anak akan
mengalami perbaikan yang bermakna. Pasien dengan segmen aganglionik yang
panjang terbukti memiliki outcome yang lebih buruk.
4) Ras: Penyakit Hirschsprung tidak memiliki predileksi pada ras tertentu.
5) Jenis Kelamin: Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan, dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi, segmen aganglionik yang panjang
sering ditemukan pada pasien perempuan.
6) Umur: Saat ini, sekitar 90% pasien dengan penyakit hirschsprung telah dapat
didiagnosis pada masa perinatal.

2.3 Klasifikasi Hirschsprung Disease


Hirschprung Disease diklasifikasikan

berdasarkan

keluasan

segmen

agangliosinosisnya, yaitu:
1) Hirschprung disesase (HD) klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian
atas segmen sigmoid.
2) Long segment HD (20%).
3) Total colonic aganglionosis (3-12%).
Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:
1) Total intestinal aganglionosis.
2) Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dibedakan:
1) Penyakit Hirschsprung segmen pendek (70%). Segmen aganglionosis mulai dari anus
sampai sigmoid. Laki-laki lebih sering dari perempuan.
2) Penyakit Hirschsprung segmen panjang. Daerah aganglionosis dapat melebihi
sigmoid, bahkan seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki=Perempuan.

2.4 Embriologi dan Anatomi


a. Embriologi
Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu ke-empat masa
gestasi. Usus primitif terbentuk dari lapisan endoderm dan dibagi menjadi tiga
segmen: foregut, midgut, dan hindgut. Midgut dan hindgut nanti akan membentuk
kolon, rektum, dan anus.
Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan kolon transversum
proksimal, dan menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior. Saat minggu
ke-enam masa gestasi, midgut bergerak menuju keluar kavitas abdomen, dan
berputar 270 berlawanan arah jarum jam disekitar arteri mesenterika superior dan
akhirnya akan menempati tempat terakhirnya, yaitu di dalam kavitas abdomen pada
minggu ke-sepuluh masa gestasi.
Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis, kolon desenden,
rektum, dan anus proksimal, semuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika
inferior. Saat minggu ke-enam masa gestasi, bagian ujung distal hindgut (kloaka)
terbagi menjadi septum urorektal pada sinus urogenital dan rektum.
Bagian distal kanalis analis terbentuk dari ektoderm dan mendapat suplai
darah dari arteri pudenda interna.

Gambar 1. Pada minggu ke-tiga masa gestasi, usus primitif terbagi menjadi tiga
bagian, foregut (F) pada bagian kepala, hindgut (H) pada bagian ekor, dan midgut
(M) diantara hindgut dan foregut. Tahap perkembangan midgut: herniasi fisiologis
(B), kembali ke abdomen (C), fiksasi (D). Pada minggu ke-enam masa gestasi,

septum urogenital bermigrasi kea arah kaudal (E) dan memisahkan traktus urogenital
dan intestinal (F, G). (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery, 4th ed.
Philadelphia, Lippincott-Raven, 1998, p 2.)
b. Anatomi

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia
luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan.
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis
(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina)
yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis
inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna,
memperdarahi rektum bagian distal dan daerah anus.

Pengecualian pada vena mesenterika inferior, vena-vena pada kolon


mempunyai terminologi yang sama seperti arteri. Vena mesenterika inferior berjalan
naik pada retroperitoneum melewati muskulus psoas dan berjalan posterior ke
pancreas untuk bergabung dengan vena splenika. Pada kolektomi, vena ini di
gerakkan secara independen dan diligasi pada ujung inferior pankreas. Drainase vena
pada kolon transversum proksimal menuju ke vena mesenterika superior yang
begabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta. Kolon transversum
distal, kolon desenden, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum terdrainase oleh
vena mensenterika inferior yang bergerak ke atas menuju vena splenika.
Drainase limfatik juga dinamakan sesuai dengan arterinya. Drainase limfatik
bermulai dari jaringan-jaringan limfatik dari muskularis mukosa. Pembuluh limfa
dan limfonodusnya dinamakan sesuai dengan arteri regional yang ada. Limfonodus
epikolik ditemukan pada dinding usus dan pada epiploika. Nodus yang berdekatan
pada arteri disebut limfonodus parakolika. Limfonodus intermediet terletak pada
cabang utama pembuluh darah besar; limfonodus primer rerletak pada arteri
mesenterika superior atau inferior.
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh
n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan
m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi

sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya


dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus:


1. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal.
2. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler.
3. Pleksus Meissner: terletak di sub-mukosa.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3
pleksus tersebut.

2.5 Fisiologi Kolon


Secara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan
dimana fungsi rektum adalah eleminasi feses. Pencernaan nutrien tergantung pada koloni
flora normal, motilitas usus, dan absorpsi dan ekskresi mukosa.

a. Penyerapan Air
Cairan, elektrolit, dan nutrien yang sulit terabsorpsi oleh usus halus akan
diabsorpsi oleh kolon agar tidak kehilangan cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi
terlalu banyak.
Total luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm 2 dan air yang masuk
kedalam kolon perharinya mencapai 1000 1.500 mL. Air yang tersisa di kolon
hanya sekitar 100 150 mL/hari. Absorpsi natrium per harinya juga cukup tinggi,
yaitu dari sebanyak 200 mEq/L natrium per hari yang masuk ke kolon, pada feses
hanya tersisa 25 50 mEq/L.
Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon
menyerap asam empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari
ileus terminalis, sehingga membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika.
Ketika absorpsi asam empedu pada di kolon melewati batas, bakteri akan
mengkonjugasi asam empedu. Asam empedu yang terkonjugasi akan mengganggu
absorpsi natrium dan air, sehingga menyebabkan diare sekretoris atau diare koleretik.
Diare sekretoris dapat dilihat saat setelah hemikolektomi sebagai fenomena transien
dan lebih permanen reseksi ileus ekstensif.
Untuk mencapai ini, kolon sangat bergantung pada flora normal yang ada.
Kira-kira sebanyak 30% berat kering feses mengandung bakteri sebanyak 10 11
sampai 1012 bakteri/gram feses. Orgnasime yang paling banyak adalah bakteri
anaerob dengan spesies yang terbanuak dari kelas Bacteroides (1011 sampai 1012
organisme/mL). Eschericia coli merupakan bakteri spesies yang paling banyak 108
sampai 1010 organisme/mL). Flora normal ini berguna untuk memecah karbohidrat
dan protein serta mempunyai andil dalam metabolism bilirubin, asam empedu,
estrogen, dan kolesterol, dan juga vitamin K. Flora normal juga berguna untuk
menekan jumlah bakteri patogen, seperti Clostridium difficile. Jumlah bakteri yang
tinggi dapat menyebabkan sepsis pada pasien dengan keadaan umum yang buruk dan
dapat menyebabkan sepsis inta-abdomen, abses, dan infeksi pada luka post-operasi
kolektomi.

b. Urea Recycling
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan
sebagian besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal bakteri
pada ususnya kaya akan enzim urease. Kondisi patologis urea yang paling umum
adalah gagal hepar. Ketika hepar tidak mampu menggunakan kembali urea nitrogen
yang diabsorpsi kolon, ammonia masuk ke blood-brain barrier dan menyebabkan
gangguan neurotransmiter, dimana akan menyebabkan koma hepatik.
c. Motilitas
Motilitas kolon berbeda dengan usus halus, dimana peristaltik digantikan oleh
gerakan feses disepanjang kolon. Motilitas kolon berfungsi untuk pendorongan feses
dan absorpsi cairan pada waktu defekasi.
Dalam keadaaan istirahat, lumen saluran anus akan menutup akibat puborektal
sling yang letaknya kranial dari linea pektinea dan oleh tonus istirahat sfingter
interna dan eksterna yang terletak setinggi dan dibawah katup anal. Peningkatan
tekanan bagian kranial saluran anus akan dideteksi oleh reseptor regangan pada
sleeve dan sling complex. Peristaltik yang kuat akan menimbulkan tegangan pada
sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut (seperti menahan
flatus) diperlukan kontraksi yang kuat yang harus dibantu secara sadar untuk
menimbulkan kontraksi sling dan sfingter eksterna. Sleeve and sling dapat
membedakan gas, cair, padat maupun gabungan.
Sfingter interna merupakan bagian akhir otot pendorong yang secara aktif
mengeluarkan feses atau flatus melalui anus. Serabut otot ini, yang terdiri dari otot
sirkuler dan longitudinal membantu peristaltic di seluruh saluran anal sampai ke
orifisium. Bagian longitudinal yang sebagian berasal dari otot pubococcygeus dan
sebagian dari otot erist involunter, secara aktif menimbulkan ectropion anus selama
fase peristaltic pengeluaran feses. Fungsi ini berhubungan dengan kebersihan bagian
saluran anal yang dilapisi kulit.

Fermentasi pada kolon terbentuk sesuai morfologi-morfologi kolon. Kolon


dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan rektum.
Kolon dextra merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum sebagai
segmen kolon yang memiliki aktivitas bakteri yang aktif. Kolon bagian kiri
merupakan tempat penyimpanan sementara dan dehidrasi feses. Transit pada kolon
diatur oleh system saraf autonom. Sistem saraf parasimpatis mensuplai kolon melalui
nervus vagus dan nervus pelvikus. Serat-serat saraf saat mencapai kolon akan
membentuk beberapa pleksus; pleksus subserosa, pleksus myenterika (Auerbach),
submukosa (Meissner), dan pleksus mukosa.
Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah kanan,
gelombang antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga isi
dari usus terdorong kembali ke sekum. Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus
terdorong ke arah kaudal oleh kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi
globulus-globulus. Kontraksi yang ketiga, mass peristaltic, merupakan gabungan
antara gerakan retropulsif dan tonis.
2.6 Patofisiologi
Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju
saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada
minggu ke-lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu
ke-tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas.
Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbach dan selanjutnya
menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri Apabila terjadi gangguan pada proses
migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang
aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung.
Dalam kondisi normal, sel sel neural crest bermigrasi ke usus dari bagian atas
(cephal) ke bagian bawah (caudal). Proses ini selesai pada minggu ke 12 kehamilan,
tetapi migrasi dari kolon midtransversal ke anus butuh waktu 4 minggu. Selama periode
akhir itulah, janin paling rentan terhadap kecacatan dalam migrasi sel neural crest. Hal
ini mungkin menjelaskan mengapa kebanyakan kasus aganglionik melibatkan
rektosigmoid. Panjang segmen aganglionik usus ditentukan oleh daerah paling distal
dimana sel sel neural crest tidak bermigrasi. Pada kasus yang jarang, aganglionik
kolon total dapat terjadi.
Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada bagian usus
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik

intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pleksus mesenterik
(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan
berkurangnya peristaltic usus dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai
perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi
sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus
pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.
Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi
sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang
normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase,
atau berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen telah terjadi
pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural
cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon anganglionik
menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan
elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan
penyakit Hirschsprung. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan
antara saraf enteric dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang
berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, Ketiga pleksus
neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler
(Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam
seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini
mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi.
Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya
melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan
serat adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel
ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan
peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem adrenergik diduga
mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus.
Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan
mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic yang tidak
terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional. Klasifikasi keadaan aganglionik
dapat dibedakan menjadi segmen sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan).

Segmen pendek (aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik


sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang rektum ke sekum dan
segmen universal bila agang lionik mencakup hampir seluruh usus.
Pada tahun 1994 ditemukan dua gen yang berhubungan dengan kejadian penyakit
Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB (endothelin receptor B).
RET ditemukan pada 20% dari kasus penyakit Hirschsprung dan 50% dari kasus tersebut
bersifat familial, sedang EDNRB dijumpai pada 5 sampai 10% dari semua kasus
penyakit Hirschsprung. Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk
perkembangan normal sel ganglion usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB
didalam memacu perkembangan normal sel-sel krista neuralis telah dibuktikan dengan
jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan pada sel mesenkim usus dan
sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan EDNRB dapat mengatur
regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan untuk proses
migrasi normal.
Penelitian terbaru menjelaskan dasar molekuler untuk penyakit hirschsprung.
Pasien dengan penyakit hirschsprung memiliki peningkatan frekuensi mutasi pada
beberapa gen, salah satunya GDNF. Selain itu, mutasi pada gen ini juga menyebabkan
megakolon aganglionik pada tikus, yang menyediakan kesempatan untuk mempelajari
fungsi protein yang dikodekan. Penyelidikan awal menunjukkan bahwa GDNF
mempromosikan kelangsungan hidup, proliferasi, dan migrasi populasi campuran sel
sel neural crest. Penelitian lain mengungkapkan bahwa GDNF dinyatakan dalam usus
sebelum migrasi sel sel neural crest dan bersifat kemoatraktif. Temuan ini
meningkatkan kemungkinan bahwa mutasi pada gen GDNF bisa menyebabkan
gangguan migrasi saraf dalam rahim dan perkembangan pada penyakit hirschsprung.
2.7 Gejala dan Tanda
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia
gejala klinis mulai terlihat:
1) Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Swenson mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus ,
sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk
waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat

berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis


merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung
ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
2) Periode anak pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi.
Pemeriksaan Rectal Touche
Sangat penting dan pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium/feses yang
menyemprot.
Pemeriksaan penunjang
Pada foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah. Pemeriksaan dengan barium enema sangat penting dan
perlu dibuat secepatnya. Dengan pemeriksaan ini akan ditemukan:
1.
2.
3.
4.

Daerah transisi.
Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di segmen yang menyempit.
Enterokolitis pada segmen yang melebar.
Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan panjang segmen yang terkena, yaitu

penting untuk menetukan tindakan pengobatan.


Diagnosis pasti
1. Pemeriksaan histo-patologis, yaitu tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis, yang
dapat dilakukan dengan jalan:
a. Biopsi hisap
Mukosa sampai dengan submukosa diambil dengan menggunakan alat
penghisap dan selanjutnya dicari sel ganglion pada daerah submukosa. Cara biopsi
ini tidak traumatik, mudah dan dapat dikerjakan di poliklinik. Kesukarannya ialah
mencari sel ganglion submukosa tersebut.

b. Biopsi otot rectum


Dengan cara ini diambil lapisan otot. Tindakan ini dilakukan dengan anak
dalam narkose. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan potong beku. Pemeriksaan ini
bersifat traumatik
2. Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi hisap. Pada
penyakit Hirschsprung,khas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin esterase.
3. Pemeriksaan aktifitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. Usus yang
aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktifitas enzim tersebut.

2.8 Penatalaksanaan
Tindakan definitif ialah menghilangkan hambatan pada segmen usus yang
menyempit. Sebelum operasi definitif, dapat dilakukan pengobatan konservatif yaitu
tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan
memasang anal tube dengan tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara
teratur. Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan
barium enema yang dibuat kemudian.
Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan untuk
menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil

menunggu dan memperbaiki keadaan

umum penderita sebelum operasi definitif.


Operasi definitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan
menarik usus yang sehat ke arah anus. Cara ini dikenal dengan pull through (Swenson,
Renbein dan Duhamel).
Penanganan operatif
Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang biasanya
membutuhkan biopsy rectal full-thickness. Pada umumnya, penatalaksanaan awal yaitu
dengan membuat colostomy dan ketika anak bertumbuh dan memiliki berat lebih dari 10
kg, operasi definitif dapat dilakukan. Standar penatalaksanaan ini dikembangkan pada
tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur
tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia
yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan
tanpa membuat colostomy semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur
tunggal itu adalah dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi,
malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat.
Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi
diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel

ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsy frozen-section. Baik
loop atau end - stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah.
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang
sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering
digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang
dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.
Prosedur Swenson
1. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk
menangani penyakit Hirschsprung.
2. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique
dilakukan antara kolon normal dengan rectum bagian distal.
Prosedur Duhamel
1. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson.
2. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rectum
yang aganglionik dipertahankan.
3. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rectum dan rectum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rectum dan
sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa.
Prosedur Soave
1. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa
dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik kearah ujung muskuler
rektum aganglionik.
2. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari
pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik.
Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer
pada anus.
Diet
Makanan

berserat

tinggi

dan

mengandung

buah-buahan

segar

dapat

mengoptimalkan fungsi usus post-operatif pada beberapa pasien.


Aktivitas
Batasi aktivitas fisik selama sekitar 6 minggu untuk penyembuhan luka secara
baik.

Medikasi
Tujuan dari farmakoterapi untuk mengeradiksi infeksi, mengurangi mobiditas, dan
mengurangi komplikasi. Terapi antimikroba harus komprehensif dan mencakup seluruh
pathogen terkait dengan keadaan klinis. Pemilihan antibiotik juga sebaiknya dipandu
oleh tes kultur darah dan sensitivitas.
Komplikasi
Setelah operasi, kebanyakan anak-anak melepaskan feses secara normal. Beberapa
dapat mengalami diare, tetapi setelah beberapa waktu feses akan menjadi lebih padat.
toilet training dapat mengambil waktu lama karena beberapa anak-anak memiliki
kesulitan mengkoordinasikan otot-otot yang digunakan untuk melepaskan feses. Ini
meningkat pada kebanyakan anak-anak seiring waktu. Konstipasi dapat berlanjut pada
beberapa anak-anak, meskipun laksativ seharusnya membantu. Makan makanan tinggi
serat juga dapat membantu pada diare dan konstipasi. Anak juga berada pada resiko
peningkatan enteroloitis dalam kolon atau usus halus setelah operasi. Waspadalah pada
gejala dan tanda dari enterocolitis:

Demam
Perut kembung
Muntah
Diare
Perdarahan dari rectum

2.9 Prognosis
Akibat yang dihasilkan setelah perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitif
adalah sulit untuk determinasi karena terjadi konflik pada laporan dalam literature.
Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan tinggi. Sementara yang lain melaporkan
kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia.
Kira-kira 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi
permanent untuk memperbaiki inkontinensia.
Umumnya, lebih dari 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung memiliki hasil
memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON


TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 21132114
2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprungs Disease in: Ashcraft
Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468
3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in: Schwartzs
PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New York. Page 1496-1498
4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In:
Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640
5. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The
Gastrointestinal Tract In: Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition. ElsevierMosby. Philadelphia. Page 148-153
6. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungsez/

7. http://www.geisinger.kramesonline.com/3,S,88669
8. www.ptolemy.ca/members/archives/2005/Neonatal/60.pdf
9. http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/peds_digest/images/ei_0064.gif

Anda mungkin juga menyukai