OLEH :
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus Profesi Fisioterapi dengan judul Manajemen Fisioterapi Gangguan Fungsi
Gerak Ekstremitas Superior dan Inferior Sinistra e.c Hemiparese Stroke Non Hemoragik
Sejak 2 Bulan lalu
Mengetahui,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................... ii
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore &
Argur, 2007).
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus
frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (CDC, 2004).
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.
Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian
2
BAB II
PATOFISIOLOGI
A. Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang terjadi karena terganggunya peredaran darah
otak yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
kelumpuhan bahkan kematian pada penderita stroke, stroke dibagi menjadi dua jenis
yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (Batticaca, 2008). Menurut World
Health Organization (WHO) dalam Muttaqin (2011) stroke didefinisikan sebagai
penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredarah darah diotak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik lokal maupun global yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian. Stroke Hemoragik
merupakan perdarahan yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah pada daerah
otak tertentu dan strokenon hemoragik merupakan terhentinya sebagaian atau
keseluruhan aliran darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah otak (Wiwit,
2010).
B. Epidemologi Stroke
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰), sedangkan
berdasarkan diagnosis nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).
Berdasarkan diagnosis nakes maupun diagnosis/ gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki
estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan
533.895 orang (16,6‰), sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita
paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰).
C. Patomekanisme Stroke
Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis yang dapat
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk trombus yang dapat
disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2011). Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah dan akan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan
7
terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut
atau permanen pada area yang teralokasi (Guyton & Hall, 2007).
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum (Potter & Perry,
2005). Iskemia pada otak juga mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei
sensorik dan motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik mengalami
gangguan sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu
(Guyton & Hall, 2007).
Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot
tidak ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada
sistem saraf mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta
dapat mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Frasel dkk, 2008 dalam
Fitriani, 2016). Iskemia pada otak juga dapat mengakibatkan terjadinya defisit
neurologis (Smeltzer & Bare, 2010).
D. Etiologi Stroke
Stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih
arteri yang memberi makanan ke otak yang mengaktifkan mekanisme pembekuan
darah dan menghambat aliran darah diarteri, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi
otak secara akut pada area yang teralokasi (Guyton & Hall, 2007). Stroke non
hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami sumbatan sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan otak, trombosis otak,
aterosklerosis, dan emboli serebral yang merupakan penyumbatan pembuluh darah
yang timbul akibat pembentukkan plak sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah
yang dikarenakan oleh penyakit jantung, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok,
stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya neuron motorik atas (upper motor neuron),
dan hipertensi (Mutaqqin, 2011).
E. Tanda dan Gejala Stroke
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologis, tergantung pada lesi atau pembuluh darah mana yang tersumbat dan
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Defisit neurologi pada stroke antara lain:
1. Defisit motorik Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu
sisi atau hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan
stroke, gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya
refleks tendon dalam atau penurunan kekuatan otot untuk melakukan pergerakkan,
apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali biasanya dalam waktu 48 jam,
peningkatan tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan tonus otot
abnormal pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.
2. Defisit komunikasi Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh
hal berikut :
a. Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang terutama
ekspresif atau reseptif
c. Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya
(apraksia) seperti terlihat ketika penderita mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
9
otak. Penderita dengan kelumpuhan sebelah kiri sering kehilangan memori visual
dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu
yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono, 2009).
2. Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra) Kelemahan atau kelumpuhan
tubuh sebelah kanan disebabkan karena adanya kerusakan pada sisi sebelah kiri
otak. Penderita biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi
verbal. Persepsi dan memori visual motornya sangat baik, sehingga dalam melatih
perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual.
Gunakan lebih banyak bahasa tubuh saat berkomunikasi (Harsono, 2009).
3. Kelumpuhan kedua sisi (paraparesis) Terjadi karena adanya arterosklerosis yang
menyebabkan adanya sumbatan pada kanan dan kiri otak yang dapat
mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti satu sisi lainnya (Markam, 2008).
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI
C : Chief of complaint
Ada sumbatan di otak.
H : History taking
1. Terjadi sejak hampir 2 bulan yang lalu.
2. Awalnya klien tiba-tiba merasa lemah di tubuh kiri saat bekerja karena
kecapean.
3. Sudah dirawat di RS selama 5 hari, dokter mengatakan terkena stroke ringan.
4. Diberi obat oleh dokter dan setelah meminum obat ada efek merasa leih baik.
5. Klien telah melakukan CT-Scan hasilnya ada penyumbatan di otak.
6. Awal terkena pasien merasa lemah namun sekarang sudah kuat tapi kurang
seimbang sehingga masih takut kemana-mana, takut jatuh.
7. Tidak ada riwayat penyakit.
8. Aktivitas toleting, dressing dibantu dan sholat dalam keadaan duduk.
9. Pekerjaan dan hobi terganggu. Namun tetap ada kompensasi dari kantor
10. 4 hari setelah serangan stroke, klien sulit berbicara fasih.
11. Ada keluhan lain yaitu kesulitan berbicara dan osteoarthritis dextra.
12
A: Assymetry
1. Inspeksi Statis :
a. Ekspresi wajah agak cemas.
b. Agak membungkuk
2. Inspeksi Dinamis :.
a. Gait analysis bermasalah
3. Quick Test : Dapat mengambil benda, menyisir
4. Palpasi :
a. Suhu : DBN
b. Kontur kulit : Spastik
c. Oedem : (-)
d. Tenderness : (-)
5. PFGD : Gerakan pada shoulder, elbow, wrist, hip, knee, ankle (sinistra) pada
gerakan aktif, pasif, TIMT : DBN
R : Restrictive
1. ROM : -
2. Pekerjaan : terbatas
3. ADL : limitasi toileting, dressing, praying
4. Rekreasi : terbatas
S: Specific test
1. MMT
a. Ekstremitas superior dan inferior dextra : 5
b. Ekstremitas superior dan inferior sinistra : 4
2. Tes sensorik : normal
3. Sirkumerensia : 50/50
4. Single leg stand : 30 s/20 s
5. Bridging tes : mampu
13
B. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses pengukuran dan
pemeriksaan tersebut, yaitu:
“Gangguan fungsi gerak pada ekstremitas superior dan inferior sinistra berupa
kelemahan otot, gangguan keseimbangan, spastik e.c hemiparese non hemoragik stroke sejak
2 bulan yang lalu.”
2. Planning:
a. Tujuan jangka panjang:
a) Mengajarkan gerakan ADL walking, toileting, dressing, praying
b. Tujuan jangka pendek:
a) Mengurangi gangguan psikis dan kecemasan.
b) Mengurangi spastik.
c) Meningkatkan kekuatan otot.
d) Memperaiki postur.
e) Memperbaiki gangguan keseimbangan.
f) Memperbaiki gangguan bicara.
14
1. Program:
No. PROBLEM FISIOTERAPI MODALITAS TERPILIH DOSIS
1 Gangguan psikis dan Komunikasi terapeutik F : 1x/hari
kecemasan. I : sesering mungkin
T : Wawancara
T : selama pasien fokus
2 Spastik Pre-Eleminary F : 1x/hari
I : sebatas toleransi pasien
T : Local
T : 10 menit
I : Program
T : Static bycicle
T : 5 menit
F : 1 x sehari
I : 5 rep
7. Relaksasi Breathing Exc
T : deep breathing
T : 2 menit
2. Evaluasi Berkala :
No
Problem Sebelum Intervensi Setelah 2 Kali Intervensi
.
1 Singel leg stand 26/23 25/16
5/4 (superior) 5/4 (superior)
2 MMT
5/4 (inferior) 5/4 (inferior)
2. Edukasi :
Pasien diajarkan cara bangun di tempat tidur dengan cara posisi miring, rutin
melakukan self stretching, dan latihan berbicara.
3. Modifikasi :
Modifikasi Program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang didapatkan dari
perkembangan hasil terapi yang dicapai oleh pasien. Modifikasi dapat berupa
peningkatan dosis atau modifikasi jenis latihan. Modifikasi program FT yang dapat
diberikan berupa :
a. Approksimasi: latihan untuk memelihara stabilitas lumbopelvic klien.
b. Latihan dengan ball.
c. Latihan penguatan dengan karet sport.
d. Aktif Breathing Exercise, Deep Breathing Exercise, dan modifikasi positioning
untuk merelaksasikan.
e. Active stretching saat olahraga ringan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin
Kementrian kesehatan RI. Data Riset kesehatan Dasar 2013.
Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Centers for Disease Control and Prevention. 2004. Data collection of primary central nervous
system tumors. National Program of Cancer Registries Training Materials. Atlanta,
Georgia : U.S. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control
and Prevention. Pp. 16-25.
Clark RK. 2005. Anatomy and Understanding the Human Body Physiology. London : Jones
and Barlett Publishers. Pp. 204-205.
Ellis H. 2006. Clinical Anatomy Elevent Edition. US : Blackwell Publishing. Pp. 349-352.
Fitriani, N.L.E.T. 2016. Pengaruh Stimulasi Dua Dimensi Terhadap Kekuatan Otot
Ekstremitas Atas Pasien Stroke Non Hemoragik Di Rsup Sanglah Denpasar. Bachelor
thesis, Universitas Udayana. Bali.
Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Markam S. 2009. Penuntun Neurologi. Tangerang : Binarupa Aksara.
Moore, K.L dan Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. alih bahasa, Hendra Laksman.
(Ed) Vivi Sadikin dan Virgi Saputra. Jakarta: EGC. Hlm 361-364.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. 2010. Brunner And Suddarth’s
Text Book Of Medical Surgical Nursing. 11th ed. Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
Wiwit, S. 2010. Stroke & Penanganannya. Jogjakarta : Katahati.