Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KOMPREHENSIF 1

RSUD SALEWANGANG MAROS

PERIODE 1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN


AKTIFITAS FUNGSIONAL EKTREMITAS SUPERIOR DAN
INFERIOR ET CAUSA HEMIPARESE DEKSTRA POST NON
HEMORAGIC STROKE

DISUSUN OLEH :

ANDI ASTUTI

(PO.71.4.241.16.1.006)

PRODI D.IV JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

MAKASSAR TAHUN AJARAN 2019/2020

1
2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi ...........................................................................................................2

B. Patologi ........................................................................................................................... 3

C. Intervensi Fisioterapi ......................................................................................................4

BAB III. PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien ...................................................................................................6

B. Anamnesis Khusus ..........................................................................................................6

C. Inspeksi/Observasi ..........................................................................................................6

D. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi ......................................................... 7

E. Algorhitma Assesmet Fisioterapi .................................................................................... 8

F. Diagnosa Fisioterapi .......................................................................................................9

G. Problematik Fisioterapi dan Bagan ICF .........................................................................9

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi .......................................................................................... 10

I. Program Intervensi Fisioterapi ......................................................................................... 10

J. Evaluasi Fisioterapi ..........................................................................................................12

BAB IV. PENUTUP

Kesimpulan .......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit stroke merupakan problem kesehatan yang utama, karena merupakan

penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor dua sesudah

serangan jantung. Sekitar satu dari tiga penduduk akan menderita stroke dan satu

dari tujuh penduduk akan meninggal karena serangan ini.

Stroke dapat menjadi malapetaka bagi penderita dan keluarganya. Seorang

penderita stroke tidak mungkin kembali bekerja seperti sebelumnya. Dia akan

kehilangan kemampuan untuk ebrkomuniaksi dengan orang lain dan merawat

dirinya. Stroke menjadi keadaan kompot (disabiliti) yang paling sering dijumpai

diantara orang-orang usia menengah dan lanjut.

Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga dan dapat

terjadi pada siapa saja dan apabila terserang, maka tidak ada lagi tindakan yang

efektif yang dilakukan untuk mengatasinya. Namun dekade terakhir ini terdapat

terapis efektif yang dapat memperbaiki hasil akhir stroke. Pada kenyataannya sekitar

sepertiga pasien stroke dapat pulih sempurna. Dan proporsi ini dapat meningkat jika

pasien selalu mendapat terapi darurat dan rehabilitasi yang memadai.

Walaupun penyakit stroke merupakan penyakit yang mematikan, akan tetapi

sebagian penderitanya akan pulih sempurna dan sebagian besar akan meninggalkan

gejala sisa seperti kelemahan separuh badan atau yang dikenal dengan nama

hemiparese.

Hemiparese pasca stroke merupakan salah satu masalah terbesar mengenai

defisit sensomotorik berupa gangguan fungsi gerak, keseimbangan, kekuatan otot

4
dan lingkup sendi, koordinasi aktivitas keseimbangan, koordinasi aktivitas

kesehatan dan pemeliharaan diri.

Dengan adanya fisoterapi penderita hemiparese post stroke dapat ditangani

dengan stimulasi elektrik da n terapi latihan .Adapun beberapa metode terapi

Latihan antara lain Propioceptif Neuromuscular Facilitation

(PNF),Brunstrom,Bobath,Motor Relearning Programme (MRP),serta banyak lagi

metode lain yang bisa digunakan. Modalitas yang digunakan untuk mencapai

fungsi-fungsi yang optimal oada pasien yang penulis angkat adalah dengan

modalitas Stimulasi Elektrik dan Terapi Latihan secara aktifmaupun pasif serta

latihan dengan menggunakan metode PNF .Elektrical Stimulation merupakan

modalitas yang dipakai oleh fisioterapi untuk mengontrol fungsi motorik pada

pasien hemiparese dan sebagai re-eduksi dan memfasilitasi otot-otot yang

mengalami kelemahan. Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) merupakan

metode yang spesifik dengan pemberian pendekatan tersendiri serta mempunyai

cara sendiri dalam mengevaluasi pasien.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

Sistem saraf pusat berkembang dari suatu struktur yang berbentuk

bumbung. Pada bumbung tersebut dapat dilihat sebuah dasar, sebuah atap dan

dua dinding sisi sebagai pembatas suatu terusan yang terletak di tengah. Dalam

perkembangan selanjutnya pada beberapa tempat bumbung tadi menjadi tebal,

sedangkan pada tempat-tempat lain dindingnya tetap tinggal seperti semula.

Susunan Saraf Pusat Meliputi :

1. Otak

Otak merupakan organ

tubuh yang paling penting

menyangkut fungsi seperti

berfikir, bergerak, berbicara,

melihat, mendengar dan merasa

apabila mengalami kerusakan

sedikit saja, akibatnya sungguh

fatal. Kerusakan sel otak setempat yang hanya sedikit saja, akan berakibat

gangguan fungsi tubuh yang lebih luas melebihi daerah yang sesungguhnya

rusak, karena sel otak yang rusak tadi akan mengeluarkan toksikasi glutamat

yang akan merusak fungsi sel otak sekitarnya secara berantai yang tadinya

masih baik.

Otak terletak di rongga tengkorak (cavum cranii) dan bertanggung jawab

dalam mengurus organ dan jaringan untuk daerah kepala dan leher.

6
Otak terbagi atas:

a. Otak besar (cerebrum)

Merupakan bagian terbesar dari otak yang terletak dalam fossa cranii

anterior medial yang terdiri dari hemisferium kiri dan kanan, yang

dipisahkan oleh falxserebri dan dihubungkan melalui corpus colossum.

Fungsi utamanya yakni sebagai pust motorik dan fungsi luhur.

Hemisferium cerebri terdiri atas beberapa lobus, yaitu :

1) Lobus frontalis, berfugsi membuat suatu keputusan yang bijaksana

seperti kecermatan dan kesabaran.

2) Lobus Parientalis, lobus ini terdiri atas suatu keputusan yang

biajksana dan area sensorik primer

3) Lobus temporali, berfungsi sebagai pusat pendengaran, sistem

pendengarn dan pusat ingatan

4) Lobus Occipital, berfungsi sebagai asosiasi penglihatan

7
b. Otak kecil (Cerebellum)

Terletak apda fossa cranii posterior di bawah duramater yang

memisahkan dengan lobus occipital. Cerebellum berfungsi mengatur

sikap dan aktivitas tubuh dan berperan penting dalam koordinasi otot-

otot yang menjaga keseimbangan.

c. Batang otak

Batang otak terletak pada fossa cranii medial dan posterior serta

menembus tentorium cerebelli melalui hiatus tentorial

Batang otak terdiri atas :

1. Diencephalon, berfungsi untuk mengontrol kegiatan refleks dan

membantu pekerjaan jantung

2. Mencephalon, berfungsi untuk membantu pergerakan bola mata dan

mengangkat bola mata, memutar mata dan sebagai pusat pergrakan

mata

3. Medulla Oblongata

Berfungsi :

a. Mengontrol pekerjaan jantung

b. Konstruksi pembuluh darah

c. Pusat pernapasan

d. Mengontrol refleks

2. Medulla Spinalis

Medulla spinalis adalah massa jaringan saraf berbentuk silindris

memanjang menempati 2/3 cranalis vertebralis kurang lebih 42-45 cm dari C1

s/d L1,2 ujung rostral diteruskan oleh medulla oblongata sedangkan ujung distal

8
diteruskan oleh Conus Medullaris. Dari sana keluar serabut saraf berbentuk ekor

kuda disebut cauda equine bersifat LMN.

Medulla spinalis terbagi atas :

a. MS. Cervical C1 – C7

b. MS. Thoracalis Th1 – Th12

c. MS. Lumbalis L1-L5

d. MS. Sacralis S1 – S5

e. MS. Coccygeur / otot-otot

Fisiologi Peredaran Darah Cerebral

Aliran darah akan membawa O2, makanan dan substansi lain yang

dibutuhkan ke otak. Kebutuhan otak sangat mendesak dan sangat vital,

kekurangan O2 kurang lebih 6 menit saja di otak akan mengakibatkan kematian

sel otak, sementara tidak ada sistem pembantu pengambilan fungsi dari area

yang lain yang terdekat melalui mekanisme adaptasi tetapi tidaklah sempurna.

Karena itu sirkulasi darah ke otak haruslah cukup dan konstan.

Arteri carolis interna dan arteri vertebralis beranastomosis di circulus

Willici di substansia Alba dan mendapat tambahan dari arteri Bacillaris.

Metabolisme otak butuh kurang lebih 18% O2 dari total kebutuhan O2, tubuh

untuk oksidasi glukosa dan metabolisme karbohidrat dalam otak merupakan

sumber tenaga yang utama, sedangkan metabolisme lemak dan protein hanya

sedikit.

9
B. Patologi

1. Definis

“Hemiparese”, dimana terjadi kelemahan pada salah sisi tubuh atau

anggota gerak atas dan bawah yang berlawanan dengan lesi yang terjadi di otak,

berupa gangguan motorik dan gerakan ADL lainnya. Namun bisa membaik

seiring berjalannya waktu dengan melakukan terapi fisik.

Hemiparese akibat stroke NHS merupakan kelemahan separuh badan

oleh adanya penyumbatan pembuluh darah di otak baik berupa thrombus

maupun embolisasi.Penyumbatan yang terjadi secara tiba – tiba, disebabkan oleh

embolus – embolus tersebut berupa suatu thrombus yang terlepas dari dinding

Akibat kerusakan sebagian atau keseluruhan dari modula spinalis dapat

menyebabkan hilangmya fungsi dari sel –sel yang menghantarkan implus dari

pusat motorikdan akan berakhir pada daerah yang mengalami cedera gejalayang

timbul tergantung dari penyebabnya, bila terjadi secara tiba – tiba akan

mengalami spinal syocle yang di tandai dengan placid paralisys.Kerusakan di

atas L1 memberikan gambaran lesi UMN, sedangkan kerusakan di bawah L1

memberikan gambaran LMN.

Hemiparese yang terjadi akibat Shoke di sebabkan oleh CVA, yaitu :

 Hipertensi

 Trauma pendarahan intracerebral dan sub acrohcind.

2. Etiologi

Etiologi merupakan penyebab terjadinya suatu penyakit (Hudaya,1997).

Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke

haemoragic (perdarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragic (ischemic)

10
jika arteri tersumbat. Stroke non haemoragic mencakup stroke thrombotic dan

embolic (Sidharta, 1979).

Banyak faktor resiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi rentan

terhadap serangan stroke, secara garis besar faktor resiko stroke dibagi

menjadi dua yaitu:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu:

1) Umur, semakin tua kejadian stroke semakin tinggi.

2) Ras/bangsa : Negro/Afrika, Jepang, dan Cina lebih sering terkena

stroke.

3) Jenis kelamin, laki-laki lebih beresiko dibanding wanita.

4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol yaitu :

1) Hipertensi

2) Diabetes Millitus

3) Merokok

4) Hiperlipidemia dan Kolesterol

5) Obesitas

6) Penggunaan obat – obatan yang mempengaruhi cerebrovascular

3. Proses Patologi

Iskemia Otak ialah gangguan aliran darah otak (ADO) yang

membahayakan fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila ADO turun

pada batas kritis yaitu 18 ml/100 gr otak/menit maka akan terjadi penekanan

aktivitas neural tanpa perubahan struktural dari sel. Daerah otak dengan keadaan

ini dikenal sebagai penumbra sistemik. Disini sel relatif inaktif tapi masih

11
viable. Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan kadar air dan

natrium pada substansia grisea dan setelah 12-48 jam terjadi kenaikan yang

progresif dari kadar air dan natrium pada substansia alba, sehingga memperberat

edem otak dan meningkatkan tekanan intrakranial. Bila terjadi sumbatan

pembuluh darah, maka daerah sentral yang diperdarahi oleh pembuluh darah

tersebut akan mengalami iskemia berat sampai infark.

Dengan bertambahnya usia, DM, hipertensi, dan merokok merupakan

faktor terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri merupakan kombinasi

dari perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah

maupun deposit kalsium dan disertai pula perubahan pada tunika media di

pembuluh darah besar yang menyebabkan permukaan menjadi tidak rata. Pada

saat aliran darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi penyumbatan

(trombosis). Untuk pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi penumpukan

lipohialinosis yang dapat mengakibatkan mikroinfark.

Darah merupakan suatu suspensi yang terdiri dari plasma dengan

berbagai macam sel yang terdapat di dalamnya. Dalam keadaan fisiologik,

jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml/100 gram otak/menit atau

700-840 ml/menit. Faktor-faktor yang mempengaruhi ADO dibagi dalam 2

faktor yaitu :

Faktor Ekstrinsik

 Diameter pembuluh darah. Resistensi vaskuler terbesar terjadi pada

pembuluh darah terkecil. Bila lumen menyempit 70%, maka akan

mengganggu ADO.

12
 Kualitas darah/Viskositas darah. Bila hematokrit naik, maka viskositas darah

akan meningkat pula, resistensi serebrovaskuler juga naik sehingga ADO

menurun.

 Eritrosit, terjadi peningkatan agregasi eritrosit dan penurunan deformabilitas

eritrosit.

Faktor intrinsik

 Autoregulasi yaitu kemampuan pembuluh darah arteriol otak untuk

mempertahankan ADO meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi

otak. Autoregulasi akan berfungsi dengan baik, bila tekanan sistolik 60-200

mmHg dan tekanan diastolik 60-120 mmHg.

 Faktor Biokimiawi Karbon dioksida (CO2) Peningkatan tekanan CO2 akan

menyebabkan vasodilatasi, sehingga resistensi serebral turun, akibatnya

ADO akan meningkat.

 Oksigen (O2) Bila tekanan O2 turun kurang dari 50 mmHg akan

mengakibatkan terjadinya vasodilatasi sehingga ADO meningkat dan

sebaliknya.

 Pengaruh ion H+ Bila kadar ion H turun (asidosis) maka daerah iskemik

akan berubah jadi infark.

 Susunan saraf otonom Rangsang sistem simpatis servikal akan menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah otak, sehingga ADO turun.

13
4. Gambaran Klinis

Gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak

bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan

lokalisasinya.Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah

timbulnya deficit neurologic secara mendadak/sub, didahului gejala prodormal,

terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak

menurun.Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan gangguan neurology fokal

otak dapat berupa :

1. Gangguan motoris, kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak,

kekakuan pada satu extremitas atau separo tubuh, mulut dan atau bibir

mencong, lidah mencong, pelo, melihat dobel (diplopi), kelopak mata

sulit di buka (ptosis), gerakan tak terkendali (chorea / atetosis), kejang–

kejang (seizer), tersedak (aspirasi), tidak keluar suara (disfoni/afoni).

2. Gangguan sensoris, gangguan perasaan (deficit sensoris), kesemutan

(parestesi), rasa tebal – tebal (hipertesi), tidak bisa membedakan rabaan

(anestesi), pendengaran terganggu (tinnitus/deafness), penglihatan

terganggu (gangguan visus).

3. Gangguan bicara, sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara (afasia

motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia sensorik), tidak

dapat mengerti apa yang dilihat (visual agnosia), tidak dapat menulis

(agrafia), kepandaian mundur (predemensia), tidak dapat berhitung

(acalculia), pelupa (demensia).

14
4. Gangguan psikiatris, mudah menangis (force crying), mudah tertawa

(force laughing), depresi, bingung, gangguan otonom, keringat, seksual,

sindroma menggerutu.

5. Gangguan kongnitif, yaitu pasien mengalami kesulitan untuk

mengorganisasikan informasi secara efisien dan terarah, dan juga paisen

mengalami kesulitan dalam mengingat perintah yang diberikan

kepadanya (Soetedjo, 2004).

C. Intervensi Fisioterapi

a. Electrical Stimulation

Stimulasi elekstris atau Electrical Stimulation adalah salah satu

modalitas fisioterapi dengan menggunakan arus listrik untuk

mengontraksikan salah satu otot ataupun grup otot (Inverarity, 2005).

Jenis alat listrik yang bisa digunakan Interrupted Direct Current, Interferensi

dan TENS (Kuntono, 2007).

Sistem saraf pusat mempunyai kemampuan yang sangat progress untuk

penyembuhan dari cidera atau injury melalui proses collateral sprouting

dan synaptic reclamation. Neural plasticity merupakan hal yang yang

penting untuk mendidik kembali fungsi otot dan aplikasi fasilitasi. Pada

stroke dengan spastisitas, electrical stimulation akan mengurangi spastisitas

melalui mekanisme reciprocal inhibition, yaitu kemampuan otak

untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi yang mengalami cidera

atau injury atau kerusakan disebut dengan neural plasticity. Pada fase ini

adalah awal perbaikan fungsional neurology berupa perbaikan primer oleh

penyerapan kembali oedema di otak dan membaiknya sistem vaskularisasi.

15
b. Infra Red

Infra Red adalah salah satu metode terapi superfasial Hit yang diindikasikan

kepada pasien yang mengalami gangguan sirkulasi darah, artritis kronik,

gangguan strein dn sprain. Namun, tidak dapat diberikan kepada pasien

yang mengalami pendarahan. Hasil efek fisiologi terapi infra red dapat

mengembalikan kerja metabolisme dalam tubuh, meningkatkan kelenjar

keringan, dasn efek terapinya dapat melancarkan sirkulasi darah, serta

merelasasikan otot.

c. PNF

PNF merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi; setiap pengobatan

diarahkan pada total human, bukan hanya pada problem spesifik atau

segmen tubuh.

Berdasarkan pada potensial yang ada dari seluruh kemampuan pasien,

terapis akan selalu fokus pada memobilisasi cadangan yang dimiliki pasien.

Tujuan utama dari seluruh terapi adalah untuk membantu pasien mencapai

level fungsi yang tertinggi. Untuk mencapai level fungsi yang tertinggi,

terapis harus mengintegrasikan prinsip2 motor control dan motor learning.

Hal ini mencakup pengobatan/terapi pada level body structures, level

activity serta level participation (ICF – WHO).

d. Motor Relearning Program (MRP)

1. Definisi

Motor Relearning Program (MRP) merupakan suatu program untuk

melatih kembali kontrol motorik spesifik dengan menghindari gerakan

yang tidak perlu atau salah yang melibatkan proses kognitif ,ilmu

16
perilaku dan psikologis,pelatihan pemahaman tentang anatomi fisiologi

saraf serta berdasarkan pada teori perkembangan normal .

2. Aplikasi Motor Relearning Program (MRP) Pada pasien post stroke.

Setiap pasien post stroke memerlukan penanganan yang berbeda

sesuai dengan tujuan yang dicapai.Tetapi semua pasien post stroke

memiliki gangguan motoric berupa komponen gerak utama seperti

berdiri dan berjalan,

Motor Relearning Program (MRP) memiliki asumsi bahwa otak

memiliki kapsitas untuk embuh ,selama otak tersebut digunakan,dan

otak juga mampu melakukan reorganisasi dan adaptasi .Pelatihan

fungsi terarah dapat meningkatkan kemampuan otak untuk membaik

.(MRP) terdiri dari tujuh sesi yang mewakili fungsi penting (tugas

motorik) dari kehidupan sehari-hariyang di kelompokkan menjadi :

 Fungsi ekstremitas atas

 Fungsi orofasial

 Gerakan motorik saat dari tidur ke duduk di tepi tempat

tidur

 Keseimbangan duduk

 Posisi duduk ke berdiri

 Keseimbangan berdiri

 Berjalan

 Beradaptasi dengan semua kondisi

17
e. Bridiging Exercise

Bridging Eksercise biasa Definisi Bridging exercise biasa disebut pelvic

bridging exercise yang mana latihan ini baik untuk latihan penguatan

stabilisasi pada glutei, hip dan punggung bawah (Miller, 2012). Bridging

exercise adalah cara yang baik untuk mengisolasi dan memperkuat otot

gluteus dan hamstring (belakang kaki bagian atas ). Jika melakukan

latihan ini dengan benar, bridging exercise digunakan untuk stabilitas

dan latihan penguatan yang menargetkan otot perut serta otot-otot

punggung bawah dan hip. Akhirnya, bridging exercise dianggap sebagai

latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilitas atau

keseimbangan dan stabilisasi tulang belakang (Quinn, 2012). Meskipun

bridging exercise merupakan latihan yang mudah untuk dilakukan,

sangat bermanfaat dalam mempertahankan kekuatan di punggung bawah

dan berguna dalam program pencegahan sakit punggung bawah.

Bridging exercise juga merupakan latihan yang bagus yang memperkuat

otot-otot paraspinal, otot-otot kuadrisep di bagian atas paha, otot-otot

hamstring di bagian belakang paha, otot perut dan otototot glutealis.

Tujuan Bridging exercise memiliki tujuan sebagai berikut :

a. Mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring.

b. Untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot perut serta

otot-otot punggung bawah dan hip.

c. Sebagai latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilisasi tulang

belakang (Quinn, 2012).

18
f. Latihan Strengthening

Latihan Penguatan dilakukan untuk membantu pasien meningkatkan

fungsi dari otot.Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kekuatan

,ketahanan,menjaga dan meningkatkan ROM.

g. Massage wajah

Massage wajah pada pasien stroke merupakan perawatan yang efektif

untuk membantu mencegah otot wajah agar tidak menyusut,dan

membantu melancarkan sirkulasi darah sehingga rasa tebal pada sisi

yang lemah bisa berkurang.

19
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Alamat : Perumnas tomalia

B. Anamnesis Khusus (History Taking)

Keluhan Utama : Keterbatasan gerak serta kelemahan tubuh sisi kanan

Lokasi Keluhan : Ekstremitas sisi dekstra.

Riwayat Perjalanan Penyakit : sekita 4 tahunyang lalu ,pada saat pasien

sedang mengendarai mobil tiba-tiba pasien

mengalami serangan stroke,kemudian pasien

di bawah ke PCC .Pasien menjalani rawat

inap selam 1 minggu di PCC .Dan kemudian

selanjutnya pasien menjalani fisioterapi di

RS.Salewangang sampai sekarang.

Riwayat penyakit dahulu :Hipertensi

Pemeriksaan vital sign

 Tekanan darah :150/80 mmHg

 Denyut nadi :70 x/menit

 Pernafasa :36°c

20
 Suhu :25 x/menit

C.Inspeksi/Observasi

1. Statis :

 Posisi lengan kanan pasien tampak fleksi elbow,fleksi

phalangs,adduksi sholder.

 Posisi tungkai

Tampak depan :tampak genu valgus

Tampak belakang :pelvick asimetris

 Wajah sebelah kanan tampak merot

2. Dinamis :

Pada saat berjalan pasien terlihat menyeret kakinya dan

memerlukan bantuan (pegangan)

D. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

a. Tes Sensosik

Tujuannya : Untuk mengetahui kemampuan saraf sensorik

Teknik c Fisioterapi mencubit dan menggores kedua tungkai

pasien

Hasil : Lengan dan tungkai kanan terasa

b. Tes Kognitif : Pasien diajak berbicara dengan memberikan beberapa

pertanyaan

Hasil : Pasien merespon jika di ajak berbicara dan cara

berbicaranya pun jelas.

21
c. Tes tonus otot (menggunakan skala ASWORTH)

Grade Kererangan

0 Tidak ada peningkatan kekuatan otot

1 Ada peningkatan sedikit tonus otot,ditandai dengan

terusnya tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu

sendi digerakkan fleksi atau ekstensi

2 Ada peningkatan sedikit tonus otot,ditandai dengan

adanya pemberhentian gerakan pada petengahan ROM

dan adanya tahanan minimal sepanjang ROM

3 Peningkatan tonus oto lebih nyata sepanjang sebagian

ROM tapi sendi masih mudah digerakkan

4 Peningkatan tonus oto sangat nyata sepanjang ROM

,gerakan pasif sulit dilakukan.

5 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi

atau ekstensi

Prosedur : fisioterapi melakukan gerakan pasif pada lengan dan tungkai

pasien dan merasakan tonus otot pasien

Hasil : Tonus otot lenga sebelah kanan 3 (Peningkatan tonus otot lebih

nyata sebagian ROM Tapi sendi masih muda digerakkan)

22
d. MMT

Nilai Otot
Regio Group Otot
Kiri Kanan

Shoulder Fleksor 5 3

Ekstensor 5 3

Abduktor 5 3

Adduktor 5 3

Elbow Fleksor 5 3

Ekstensor 5 3

Supinasi 5 3

Pronasi 5 3

Wrist Fleksor 5 3

Ekstensor 5 3

Radial deviasi 5 3

Ulnar deviasi 5 3

Nilai Otot
Regio Group Otot
Kiri Kanan

Hip Fleksor 5 4

Ekstensor 5 4

Abduktor 5 4

Adduktor 5 4

Eksorotasi 5 4

23
Endorotasi 5 4

Knee Fleksor 5 4

Ekstensor 5 4

Eksorotasi 5 4

Endorotasi 5 4

Ankle Plantar fleksi 5 4

Dorso fleksi 5 4

Eversi 5 4

Inversi 5 4

Parameter MMT:

Nilai 0 =Tidak ada gerakan atau tidak Nampak adanya kontraksi

otot

Nilai 1 =Hanya ada kontraksi dan tidak ada pergerakan sendi

Nilai 2 =Melawan grafitasi dengan bantuan

Nilai 3 =Ada gerakan tapi agak sulit atau hanya sebagian ROM

Nilai 4 =Dapat melawan grafitasi dan dapat melawan tahanan

sedang.

Nilai 5 =Melakukan gerakan dengan ROM Penuh tanpa kesulitan.

e. Tes Refleks

 Refleks fisiologis

 Biceps

24
Fisioterapi memegang lengan pasien yang di semifleksikan

sambil menempatkan ibu jari di atas tendon m.Biceps,lalu ibu

jari ditekuk.

Hasl :Refleks normal

 Triceps

Fisioterapi memegang lengan bawah pasien yang di

semifleksikan .setelah itu,ketok pada tendon m.Biceps yang

berada sedikit di atas olecranon.

Hasil :reflex normal

 Knee Pess Refleks

Tungkai difleksikan dan digantungkan ,lalu ketok pada tendon

m.quadricep femoris (Dibawah patella pada tuberkolitas tibia)

Hasil :reflex normal

 Achilles pess Refleks

Tungkai dibawah difleksikan sedikit kemudian fisioterapi

memegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap

dorsofleksi pada ringan kaki setelah itu tendon achelles di

ketuk.

Hasil :reflex normal

 Refleks patologi

 Bbinsky

Psien dalam posisi tidur terlentang ,kemudin tarik garis dari

tumit ke sepanjang arah lateral kaki kea rah jari-jari kaki

dengan cepat

25
Hasil : Negatif

 Refleks chaddock

Rangsangan di berikan dengan jalan mrnggoreskan bagian

lateral malleolus .

Hasil :Negatif

 Refleks Gordon

Memencet /mencubit otot betis

Hasil :Negatif

 Refleks Schaefer

Memencet /mrncubit tendon achelles

Hasil :Negatif

f. Tes keseimbanga (Romberg Test)

- Fisioterapi berdiri disamping pasien untuk menjaga bila

pasien jatuh

- Mintalah pasien berdiri dengan kaki berhimpitan dengan

kedua lengan disisi tubuh

- Mintalah pasien memejamkan matanya

- Normalnya adalah gerakan tubuh dengan sedikit bergoyang

- Tes positif apabila pasien jatuh kesamping karena hilangnya

keseimbangan

Hasil :Tes Positif

g. Tes koordinasi

 Finger to finger

26
Kedua shoulder abduksi 90 °,elbow ekstensi ,minta pasien

mambawa kedua lenganya ke horizontal abduksi dan menyentuh

kedua ujung jari telunjuk satu terhadap yang lain

Hasil :

Ketepatan gerak :Tidak dapat dilakukan

Kecepatan :Normaal

Tidak adanya tremor

 Finger to nose

Abduksi shoulder 90°dengan elbow ekstensi .Minta pasien untuk

menyentuh ujung jari telunjuknya ke hidungnya .Tes dilakukan

dalam gerakan cepat dan lambat ,ulangi beberapa kali hitungan

dengan mata terbuka lalu dengan mata tertutup.Normal gerakan

tidak berubah dengan mata tertutup .Ulangi dan bandingkan

dengan tangan satunya.

Hasil :

Ketepatan gerak :Tidak dapat dilakukan

Kecepatan :Normal

Tidak adanya tremor

 Finger to therapist finger

Pasien dan terapis saling berhadapan .jari telunjuk terapis

diluruskan ke atas dihadapan pasien .minta pasien menyentuh

ujung jari telunjuknya ke telunjuk terapis .Selama pemeriksaan

berlangsung posisi jari terapis berubah –ubah dengan tujuan

27
untuk mengetahui kemampuan merubah jarak ,arah dan kekuatan

gerakan.

Hasil :

Ketepatan gerak :Tidak dapat dilakukan

Kecepatan :Normal

Tidak adanya tremor

 Alternate heel to knee ,heel to toe

Posisi pasiel lying ,minta pasien menyentuh lutut dan ibu jari

kakinya secara baergantian menggunakan tumit satuntya

Hasil :

Ketepatan gerak :Tidak dapat dilakukan

Kecepatan :Normal

Tidak adanya tremor

h. Gangguan ADL (Indeks Barthel Modifikasi)

Kategori Skor Nilai

Feeding (Makan dan minum )

 Tidak dapat dilakukan sendiri 0

 Membutuhkan bantuan dalam beberapa 5 5

hal

 Dapat melakukan sendiri atau mandiri 10

Bathing (Mandi )

 Bergantung sepenuhnya 0 5

 Dapat melakukan sendiri atau mandiri 5

28
Grooming (Dandan)

 Membutuhkan bantuan perawatan 0

personal 5

 Mandiri (membersihkan wajah 5

,merapikan rambut,menggosok gigi

mencukur ,dll)

Dressing (Berpakaian )

 Bergantung sepenuhnya 0

 Memerlukan bantuan ,tapi tidak 5 10

sepenuhnya

 Mandiri termasuk mengancing 10

baju,memakai ritsleting,mengikat tali

sepatu.

Fecal (Buang air besar )

 Inkotinesi (perlu diberikan pencahar) 0 10

 Kadang terjadi inkotinensi 5

 Bisa mengontrol agar tidak inkotinensi 10

Urinary (Buang air kecil)

 Inkotinensi atau memerlukan katerisasi 0

 Kadang terjadi inkotinensi 5 10

 Bisa mengontrol agar tidak 10

inkontinensi

Toileting

29
 Bergantung sepenuhnya 0

 Memerrlukan bantuan tapi tidak 5 5

sepenuhnya

 Mandiri 10

Transfering (Dari bed ke kursi dan kembali

ke bed ) 10

 Tidak mampu ,tidak ada keseimbangan 0

duduk

 Memerlukan bantuan satu atau dua 5

orang

 Memerlukan bantuan minimal (verbal 10

atau fisik)

 Mandiri sepenuhnya 15

Waking (pada semua level permukaan )

 Immobile 0

 Menggunakan kursi roda seperti 5 10

mandi,termasuk mendatangi orang

 Berjalan dengan bantuan seseorang 10

 Mandiri 15

Climbing stairs (menaiki anak tangga)

 Tidak mampu 0

 Memerlukan bantuan 5 5

 Mandiri 10

30
Hasil :jumlah skor 75(ketergantungan sedang)

Parameter indeks barthel

Skor 100 :mandiri

Skor 91-99 :ketergantungan ringan

Skor 62-90 :ketergantungan sedang

Skor 21-61 :ketergantungan berat

Skor 0-20 :ketergantungan penu

E. .Diagnosa fisioterapi

Gangguan aktivitas fungsional ekstremitas superior dan inferior et causa Hemiparese

dekstra Post Non hemoragic stroke.

F. .Problematik fisioterapi dan bagan ICF

Kondisi/penyakit
Gangguan aktivitas fungsional ekstremitas superior dan
inferior et causa Hemiparese dekstra post Non hemoragic
stroke.

Impairment (Body
structure and function) Activity Limitation Participation Restriction
 Kelemahan pada  Tidak mampu makan dengan Ketidak mampuan dalam
tangan dan kaki menggunakan tangan kanan melakukan kegiatan yang
kanan  Tidak mampu berjalan dengan
 Adanya gangguan normal berhubungan engan lingkungan
pola gait
 Pelvic yang asimetris

31
G. . Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Meningkatkan kekuatan otot lengan dan tungkai kanan

b. Memperbaiki pola berjalan pada tungkai sebelah kanan

2. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan kapasitas fisik dan kemmpuan fungsional pasien agar

mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

H .Program Intervensi Fisioterapi

i. IR

a. Posisi pasien : pasien dalam posisi tidur terlentang dan senyeman

mungkin

b. Teknik pelaksanaan : arahkan alat IR pada sisi yang dites

(dekstra), dengan siniar IR tegak lurus.

c. Dosis :F : 2-3 kali/minggu

I : 30-45 cm

T : lominous

T : 10 menit

ii. TENS

Tujuan : Mereduksi otot yang mengalami kelemahan

Persiapan alat : menyiapkan alat dan memeriksa alat yang meliputi kabel

dan ped.

Persiapan pasien : Pasien dalam posisi tidur terlentang senyaman

mungkin,sebelum terapi dilakukan,pasien diberitahu

mengenai rasa yang ditimbukan oleh stimulus

32
elektrik ,yaitu rasa tertusuk-tusuk halus hingga

timbul kontraksi otot.

Pelaksanaan fisioterapi : Pad atau elektroda yang diletakka oleh

fisioterapi pada lengan dan tungkai yang lemah

,kedua pad diletakka pada origo insercio masing-

masing otot.kemudian nyalakan atur intensitasnya

40 Ma,waktu 10 menit.setelah selesai matikan alat

dan simpan di tempatnya.

iii. Bridging Exercise

Tujuan :

 Mengisolasi dan memperkuat gluteus dan hamstring

 Untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot

perut serta otot-otot punggung bawah dan hip

 Sebagai latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilitas

tlang belakang

Posisi pasien :supin lying

Teknk :

 Berbaring di permukaan dasar lantai ,karpet atau matras.

 Tekuk lutut dan menempatkan kaki rata di lantai dengan jarak

antara kedua kaki enaam sampai delapan inci

 Telapak tangan harus rata di lantai di samping tubuh

 Rilekskan tubuh bagian atas dan punggung saat kontraksikan

perut dan kontraksikan otot dasar panggul

33
 Keluarkan nafas saat menekan tangan dan lengan bawah ke lantai

dan perlahan –perlahan mendorong panggul ke atas .tahan dalam

posisi tersebut.

 Tarik nafas saat perlahan-perlahan menurunkan tubuh kembali ke

posisi awal.Jaga kontraksi perut untuk menghindari kendur di

punggung bawah atau gluteus .Lkukan dengan 8 kali repitisi

,lakukan 30-60 detik istrahat antara repitisi.

iv. Latihan strnghtening

Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan ,dan ketahanan.

Teknik : Posisi tidur terlentang ,kemudian pasien melakukan latihan aktif

pada ekstremitas superior dan inferior dekstra kemudian fisioterapi

memberikan tahanan.

Dosis : setiap hari 6 kali repitisi

v. Motor Lerearning Program (ADL Berjalan )

Bentuk latihan pada pasien post stroke dengan menerapkan Motor

Relearning Program sebagai berikut :

a. Latihan komponen yang hilang : Terdiri dari fae stance (.ekstensi

pinggul,kontrol lutut,gerak pelvic),dan vase swing (latihan fleksi

lutut pada awal fase swing ,latihan ekstensi lutut dan dorsofleksi

kaki pada heel strike ).

 Untuk melatih kontrol knee pada stance phase.

Pola latihan : Berdiri dan lakukan latihan dengan melngkah

maju mundur secara bergantian .Berdiri dengan tungkai yang

sakit berada di depan tungkai yang sehat .Dimana pada saat

34
bergerak berat badan tungkai yang sakit setelah ityu

kembalikan tumpuan berat badab pada tungkai yang sehat

sambil mempertahankan posisi ekstensi nee yang mengalami

gangguan.Langkah kaki harus kecil.Pasien harus sering

berlatih untuk bisa mengontrol gerak pada lututnya ,saat knee

difleksikan ,beberapa derajat maka akan diikutin gerakan

elstensi .Tumpaun berat badan pada tungkai yang sakit

kemudian diselingingi pada tungkai yang mengalami sehat

,dengan latihan ini pasien bisa mengontrol lututnya dengan

pembenanan berat badan melalui tungkainya.

 Latihan untuk menjaga kontrol lutut saat latihan berjalan

Pada saat melangkah jarak langkah pada kaki sehat tidaak

boleh lebih dari 8 cm ,prosedur latihanya yaitu pastikan

bahwa centor of grafity pasien tidak bergesser ke belakang

pada saat kaki yang sehat melangkah kedepan ,jamgan biarkan

tungkai yang terganggu hiperekstensi ,jangan biarkn tungkai

yang mengalami deviasi ke lateral saat melangkah ,diawali

dengan posisi berdiri pada tungkai yang terganggu kemudian

saat melangkah geser badan pada tungkai yang bermasalah

lalu lanjutkan dengan menggeser berat badan pada tungkai

yang sehat.

 Ltihan untuk melatih gangguan devasi hip kearah lateral sat

melangkah

35
Pada saat pasien berdiri, hip berada di depan dari ankle

joint ,secara otomatis pasien memindahan berat badanya dari

satu ke kaki lainya .prosedur latihanya yaitu pastikan hip dan

knee tetap ekstensi dan juga agar pelvic tidak deviasi kearah

lateral ,dan pada saat berdiri ,posisi hip bergesr ,pasien akan

berjalan dengan kaki yang diseret.

 Latihan fleksi lutut saat swing phase

Pola latihanya yaitu beriri ,fisioterapi memegang lutut

pasien dalam posiiisi fleksi baik secara eksentrik dan kosentrik

.Prosedur latihanya yaitu jangan fleksikan knee terlalu luas

karena hal ini akan menghilangkan keseimbangan dan

ketegangan dari otot rects femoris yang akan menyebabkan

pinggul fleksi sehingga akan menyulitkan kontraksi dari

flrksor knee ,dan jangan biarkan pinggul membungkuk lebih

dari beberapa derajat.

 Latihan berjalan

Pasien melangkahkan kaki yang sakit terlebih dahulu

.Kemudian fisioterapis menstabilisasi pasien dengan

memberikab fiksasi di bahu pasien .Dimana pada saat

melangkah pasien harus tahu bagaimana caranya berhenti

menyelesaikan kembali tungkai ketika pasien merasa

kehilangan keseimbangan.

vi. PNF

 Pnf lengan

36
a. Posisi pasien : pasien dalam posisi tidur terlentang

b. Posisi tangan fisioterapi :

1. Tangan kiri fisioterapi memegang bagian posterior palmar

pasien pada posisi lumrical gride (distal)

2. Tangan kanan fisioterapi pada daerah elbow atau proksimal

untuk memfiksasi agar tidak terjadi fleksi elbow dan untuk

membantu gerakan serta memberikan tahanan

c. Teknik pelaksanaan

3. Fisioterapis menjelaskan pola gerakan terlebih dahulu kepada

pasien .

4. Pasien diminta untuk melakukan gerakan ekstensi jari-jari

tangan, ekstensi writs,radial deviasi,ekstensi elbow, kemudian

pasien diminta menggerakkan lengan membentuk pola

diagonal sambil menggerakkan supinasi elbow dan fleksi

shoulder, ekternal rotasi hingga membentuk abduksi shoulder.

5. Pasien melakukan pola gerakan di atas dengan diberikan

tahanan oleh fisioterapis sambil fisioterapis

menginstruksikan”dorong kuat” pada pasien dan tubuih

fisioterapis berputas mengikuti pola gerakan pasien.

37
d. Posisi lengan fisioterapi

6. Tangan kiri fisioterapi memegang bagian anterior palmar

pasien pada posisi lumbrical gride (distal)

7. Tangan kanan fisioterapi pada daerah elbow atau proksimal

untuk memfiksasi agar tidak terjadi fleksi elbow dan untuk

membantu gerakan serta memberikan tahanan.

e. Teknik pelaksanaan

 Fisioterapis menjelaskan pola gerakan terlebih dahulu kepada pasien

 Pasien diminta untuk melakukan gerakan fleksi jari-jari tangan, fleksi

wrist,radial deviasi dan ektensi elbow, kemudian pasien di minta

menggerakkan lengan membentuk pola diagonal sambil melakukan

gerakan supinasi elbow dan ekternal rotasi hingga membentuk

adduksi shoulder

 Pasien melakukan pola gerakan diatas dengan diberikan tahanan oleh

fisioterapis sambil fisioterapis mengistruksikan “dorong kuat” pada

paisen dan tubuh fisioterapis mengikuti pola gerakan pasien

38
 Pnf tungkai

a. Posisi pasien : tidur terlentang

b. Posisi fisiterapis:

 Berdiri disamping pasien dalam arah diagonal. Berat

badan terapis diatas kaki kanan dapat digunakan untuk

melakukan traksi

 Pegangan tangan kiri terapis memeagang tumit kanan

pasien dan tanga kiri terapis memegang dorsum kaki

kanan pasien dengan posisi lumbrical grid

c. Teknik pelaksanaan

 Fisioterapis memgang tumit kanan pasien dengan tangan

kiri dan tnagan kanan terapis memgang dorsum kaki

kanan pasien dengan posisi lumbrical gride

 Gerakan pasien adalah lateral rotasi hip,inversi+dorsi

fleksi ankle/kaki dan ekstensi jari-jari kaki di ikuti oleh

fleksi dan adduksi hip.rotasi harus terjadi sepanjang

gerakan, panjang otot hamstring akan mempengaruhi

luasnya lingkup gerak sendi

39
d. Posisi fisioterapis :

 berdiri disamping pasien dengan pegangan tangan sama

seperti pola dasar

 tangan kanan fisioterapis memegang patella pasien

 tangan kiri memegang bagian dorsum kaki pasien

e. Teknik pelaksanaan

 gerakan yang terjadi adalah fleksi,adduksi,lateral rotasi

dengan ditambah fleksi knee.fleksi knee harus dilakukan

secara aktif oleh pasien dan ditahan oleh tangan kanan terapis.

 Terapis harus memastikan bahwa knee dan ankle bergerak

secara diagonal bersamaan untuk mempertahankan vertical

satu sama lain.

40
J. Evaluasi Fisioterapi

Setelah dilakukan penanganan selama 2 kali,maka didapatkan evaluasi

sebagai berikut.

Penanganan 1 - Kelemahan pada tangan

dan kaki mulai berkurang

- Pasien sudah mulai

menggengam ,walaupun

masih kaku

Penanganan 2 - Pada saat berjalan pasien

sediki-demi sedikit sudah tdk

memerlukan bantuan

- Pelvic mulai simetris..

K..Edukasi

Pasien harus bisa menyemangati diri sendiri untuk selalu berusaha

berfikir positif, dimana ini dapat berpengaruhi penting dalam proses

penyembuhan.

Mengajarkan pasien untuk latihan mengangkat lengan,mengangkat

tungkai kanan

( fleksi ekstensi) sedikit demi sedikit,serta latihan berdiri dengan

pengawasan serta bantuan keluarga

41
BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Suatu penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf pusat biasanya

akan mempengaruhi ekstremitas pada tubuh manusia yang berupa kelemahan

bahkan kelumpuhan ,namun apabila pasien mempunyai semangat yang

tinggi dan rajin untuk melakukan terapi maka dampak dari kerusakan sistem

saraf pusat tersebut dapat diminimalkan dan dengan terapi pasien dapat

dianjurkan untuk mandiri melakukan aktivitasnya sendiri.

B.Saran

a. Bagi fisioterapi:Dalam melakukan pelayanan fisiotrapi hendaknya

sesuai prosedur yang ada ,sebelum melakukan terapi,fisioterapi

melakukan pemeriksaan yang teliti dan sistematis sehingga dapat

memecahkan permasalahan pasien secara rinci dan untuk itu

perluasan dan penambahan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

kondisi pasien atau suatu masalah di perlukan dengan memanfaatkan

kemajuan IPTEK.

b. Bagi keluarga pasien:perlunya keterlibatan dalam dukungan dari

keluarganya selama proses terapia atau penyembuhan agar pasien

merasa semangat dalam proses terapi dan penyembuhan.

42
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35702713/Laporan_Praktek_Klinik

https://www.academia.edu/10041909/A._ANATOMI_DAN_FISIOLOGI_O

TAK

https://www.academia.edu/4697670/Infra_Red_diathermy

https://id.scribd.com/doc/32737730/Short-Wave-Diathermuy-Refrat-Saraf

22475411-KTI-Hemiparese-Post-Stroke-Non-Hemoragik

http://eprints.ums.ac.id/30939/

Djohan ,Aras ,Hasnia,Ahmad,Andy,Ahmad,2016/12/01” the new concept of

test and measurment in patient care physitherapy “.makassar :physiocare

publishing

https:///www.scribd.com/dokument/289707577/lp-non-hemoragic.diakses 14

april 2019

sinta ,2013.Hemiparese .Tersedia http:www,scribd .com

/doc/1372860/Hemiparesis.diakses pada 18 April 2018

43
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi ...........................................................................................................2

B. Patologi ........................................................................................................................... 3

C. Intervensi Fisioterapi ......................................................................................................4

BAB III. PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien ...................................................................................................6

B. Anamnesis Khusus ..........................................................................................................6

C. Inspeksi/Observasi ..........................................................................................................6

D. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi ......................................................... 7

E. Algorhitma Assesmet Fisioterapi .................................................................................... 8

F. Diagnosa Fisioterapi .......................................................................................................9

G. Problematik Fisioterapi dan Bagan ICF .........................................................................9

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi .......................................................................................... 10

I. Program Intervensi Fisioterapi ......................................................................................... 10

J. Evaluasi Fisioterapi ..........................................................................................................12

BAB IV. PENUTUP

Kesimpulan .......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

44
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus praktek preklinik di di poliklinik RSUD Salewangang Maros mulai


tanggal 2 sampai dengan 27 September 2019 dengan judul kasus “Gangguan aktifitas
fungsional ekstremitas superior dan inferior et causa Hemiparese dekstra post Non
hemoragic stroke ” telah disetujui oleh Pembimbing Lahan (Clinical Educator) dan
preceptor (Dosen).

Maros, 27 September 2019

Preceptor Clinical Educator

45

Anda mungkin juga menyukai