Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia,
salah satunya adalah asma bronchial. Penyakit asma bronchial merupakan
kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4–5% populasi
penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronchial
terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar
separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya
terjadi sebelum usia 40 tahun. Sedangkan di Indonesia belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di
Indonesia, namun diper-kirakan berkisar antara 5–10% dari jumlah populasi
anak di Indonesia.

Pada penderita asma, selain meresepkan obat, dokter biasanya juga


menyarankan fisioterapi. Terapi pada paru-paru ini akan membantunya
mengeluarkan lendir, sehingga penderita bisa bernapas lega kembali. Pada
umumnya untuk kasus batuk pilek atau asma yang ringan hanya dibutuhkan
1-2 kali fisioterapi tapi untuk kasus yang berat bisa dibutuhkan sampai 7 kali,
bahkan lebih. Jika penderita sering mengalami asma, katakanlah hampir 3
bulan sekali atau sering kambuh tiba-tiba, terbayang kan harus berapa kali
fisioterapi dilakukan. Begitu pula pengeluaran tenaga, waktu, dan uang
karena anak dan pendampingnya harus bolak-balik ke rumah sakit.
Penghematan terhadap pengeluaran-pengeluaran tersebut sangat bisa
dilakukan jika orang tua mengerti teknik fisioterapi untuk kemudian
mempraktikkannya di rumah. Manfaat fisioterapi bukan hanya meringankan
batuk pilek karena infeksi saja, tapi juga gangguan pernapasan akibat asma
atau pilek karena alergi. Namun fisioterapi di rumah harus dijadikan satu
paket dengan kunjungan ke dokter. Maksudnya, tetap harus diingat bahwa
tujuan fisioterapi adalah memperingan gejala sementara pengobatan tetap
harus dilakukan berdasarkan pemeriksaan dokter.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru

1. Anatomi Paru-paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paruparu


adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi
dua bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus.
Setiap paruparu terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang
yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama


pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental.
Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga
dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum
pleura
Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi
kedalam sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.

a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus


paranasal, dan faring.

b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus,


bronkiolus dan alveolus paru.

Menurut Alsagaff (2015)sistem pernapasan terbagi menjadi dari


dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan
dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan
daridalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan
lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan
elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua
yaitu :

a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,


sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis


internus.

2. Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis.


Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru
dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada
dinding dada karena memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang
masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer.

Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara


darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon
dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai
dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi
pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen
dan karbon dioksida bisa normal.

Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa


pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di
kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di
gelembunggelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong
udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari
tempat dimanadarah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam
paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara
dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.

Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,


pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :

a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya


udara antara alveoli dan atmosfer.

b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah

c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah


dan cairan tubuh ke dan dari sel.

d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.


Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada
kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula
(Evelyn, 2009).

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama


bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih
tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -
6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan
tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada
kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding
dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit
positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif


akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Miller et al, 2011).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif


akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Miller et al, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia


adalah sebagai berikut :

a. Usia

Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan


dapat berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama
proses penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan
kelenjar bronkial, penurunan kapasitas paru.

b. Jenis kelamin

Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari


pada funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada
laki-laki lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas
lakilaki lebih tinggi sehingga recoil dan compliance paru sudah
terlatih.

c. Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi
lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek
(Juarfianti, 2015).

3. Volume dan Kapasitas Paru

Menurut Evelyn (2009) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:

a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau


diekspirasi pada setiap kali pernafasan normal. Nilai dari volume
tidal sebesar ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa.

b. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang


diinspirasi setelah volume tidal, dan biasanya mencapai
maksimal ± 3000 ml.

c. Volume Cadangan Ekspirasi adalah jumlah udara yang masih


dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir
ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya adalah ± 1100
ml.

d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada


dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat. Nilainya sebesar ± 1200
ml.

B. Patologi
1. Definisi
Asma adalah penyakit radang / inflamasi kronik pada paru, yang
dikarakterisir oleh adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang
bersifat reversible, baik secara spontan maupun dengan pengobatan,
peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas
terhadap berbagai rangsangan (hiper-responsivitas). Obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme / kontraksi otot polos
bronkus, oedema mukosa bronkus, sekresi kelenjar bronkus
meningkat. Sebagai akibat dari adanya obstruksi tersebut dapat
memicu terjadinya gejala yang bersifat episodik dan berulang berupa
sesak nafas, dada terasa berat, dengan disertai adanya wheezing atau
suara nafas yang meniup dan batuk-batuk berdahak, terutama pada
malam hari atau pagi hari.
Asma secara umum adalah penyakit saluran pernafasan yang
ditandai dengan beberapa gejala, seperti sesak nafas / sukar bernafas
yang diikuti dengan suara “wheezing” (bunyi seperti suara “meniup"
sewaktu mengeluarkan udara / nafas), rasa berat dan kejang pada dada
sehingga nafas jadi terengahengah, biasanya disertai batuk dengan
dahak yang kental dan lengket, perasaan menjadi gelisah dan cemas.
2. Patofisiologi
Serangan asma pertama kali menyerang otot bronchus sehingga
saluran nafas menjadi spasme, lalu terjadi hyperemia oleh karena
adanya peradangan dinding mucosa dari bronchus. Produksi
mucosa/lendir yang kental dan lengket meningkat dan bisa menyumbat
bronchus sehingga ventilasi alveolus berkurang. Radang saluran
pernafasan dan bronkokonstriksi menyebabkan saluran pernafasan
menyempit dansesak nafas / sukar bernafas yang diikuti dengan suara
“wheezing” (bunyi yang meniup sewaktu mengeluarkan udara / nafas).
Nafas kemudian menjadi sulit/sesak (dispenoe) terutama saat ekspirasi
sehingga nampak penderita bernafas pendek oleh karena saluran nafas
menjadi sempit. Serangan ini bisa pendek dan sembuh total akan tetapi
bila penyakit ini menjadi kronis maka rongga dada menjadi kaku,
inspirasi bertambah pendek, ekspirasi bertambah sulit sehingga harus
dibantu oleh otot-otot elevator pada leher sehingga menyebabkan leher
terlihat bertambah tegang. Bila serangannya bertambah kronis
(serangan asma tidak mereda) dalam waktu lama maka serangannya
akan meningkat menjadi lebih be-rat yang biasa disebut dengan Status
Ashmaticus yang bisa menimbulkan komplikasi jantung, utamanya
ventrikel kanan oleh karena kegagalan ventilasi menyebabkan hypo
oksidasi HB sehingga pasien terlihat syanosis. Karena terjadinya
retensi O2 kemudian menjadi keracunan CO2 akhirnya pasien akan
meninggal. Kematian pada asma biasanya terjadi karena kegagalan
respirasi atau jika pasien meninggal dalam keadaan tenang maka pe-
nyebabnya bisa diduga akibat pemberian obat-obatan yang beraneka
ragam, misalnya: pemberian obat sedative (obat penenang) dalam
jangka waktu lama atau cortison yang dapat memperberat kondisi
pasien.
3. Etiologi
Ada dua faktor pencetus asma, antara lain:

1. Pemicu (trigger) yang menyebabkan menyempitnya saluran


pernafasan (bronkokonstriksi) dan tidak menyebabkan peradangan.

2. Penyebab (inducer) yang menyebabkan peradangan atau inflamasi


pada saluran pernafasan.

Ada beberapa pemicu terjadinya asma yang termasuk dalam faktor


predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma :

a) Faktor Predisposisi

 Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah
terkena
penyakit
asma jika terpapar
dengan faktor
pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.

b) Faktor Presipitasi

 Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

o Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan.


Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.

o Ingestan, yang masuk melalui mulut.


Ex: makanan dan obat-obatan.

o Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.


Ex: perhiasan, logam dan jam tangan.

 Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering


mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.

 Stress (gangguan emosi)

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,


selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan


asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini mambaik pada waktu libur atau cuti.

 Olahraga / aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika


melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
4. Manifestasi Klinis
Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa
membuat penderita megap-megap), batuk-batuk, dada yang terasa
sesak, dan mengi (suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui
saluran napas yang menyempit). Apabila gejala ini kumat, sering kali
penderita asma menjadi sulit tidur.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga parah. Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari
atau dini hari. Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi
sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler semakin sering. Selain itu,
memburuknya gejala juga bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas
fisik.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan
asma. Serangan asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam,
atau bahkan beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa penderita
yang gejala asmanya memburuk dengan sangat cepat kurang dari
waktu tersebut. Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang
memburuk secara signifikan, tanda-tanda lain serangan asma parah
dapat meliputi:
 Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.
 Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan sering.
 Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.
 Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
 Denyut jantung yang meningkat.
 Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
 Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.
5. Klasifikasi Asma
Asma sering dicirikan sebagai alergi , idiopatik / non alergi, serta
gabungan.
1. Asma alergic
Disebabkan oleh allergen / allergen-alergen yang dikenal (misal:
serbuk sari , binatang, amarah, makanan, jamur). Kebanyak
allergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma
allergic biasanya mempunyai riwayat keluarga yang allergic dan
riwayat medis masa lalu eczema / rhinitis allergic. Pemajanan
terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak-anak dengan
asma allergic sering dapat mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma idiopatik / non allergic
Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen
farmakologi, seperti aspirin dan agen anti inflamasi nonsteroid lain,
antagonis beta – adrenergic, dan agen sulfit (pengawet makanan),
juga mungkin menjadi faktor. Serangan asma idiopatik atau non
allergic menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan
emfisema.
3. Asma Gabungan
Adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk allergic maupun bentuk ideopatic atau non
allergic.
6. Komplikasi Asma
Komplikasi timbul karena kurang tepat-nya penanganan pada suatu
kondisi. Begitu pula pada penderita Asma Bronchiale jika tidak
ditangani dengan tepat akan menimbulkan penyakit baru dan
memperparah keadaan. Komplikasi itu antara lain:
1) Bronchitis kronik
2) Emphysema
3) PPOK

BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Anamnesis Umum
a. Nama : Tn. Z
b. Umur : 48 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Petani
f. Alamat : Sudiang
B. Anamnesis Khusus
a. Keluhan utama : Sesak napas
b. Lama Keluhan : 2 bulan yang lalu
c. Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien mengeluh sesak napas yang
disertai batuk pada malam hari sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga
merasakan nyeri pada bahu kanan dan kiri serta nyeri dada. Dahak
saat batuk berwarna putih. Keluhan bertambah saat beraktivitas dan
berkurang saat istirahat.
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
e. Riwayat Obat-obatan : Pasien mengkonsumsi obat-obatan
penghilang rasa nyeri ketika serangan terjadi.
C. Pemeriksaan Vital Sign

a. Tekanan darah : 120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 76 kali/menit

c. Pernapasan : 36 kali/menit

d. Suhu : 36,4°C

D. Inspeksi

a. Regio kepala dan leher :

- Ekspresi wajah menunjukkan kecemasan dan gelisah, serta


tampak pucat

- Ditemukan hiperarthropi otot-otot accessory muscle tanda adanya


penggunaan otot yang berlebihan

- Adanya cyanosis pada ujung jari dan bibir yang diakibatkan


karena kurangnya suplai oksigen dalam darah

b. Analisis bentuk dada dan postur

- Bahu nampak sedikit elevasi dan protraksi dikarenakan pada saat


ekspirasi selalu menggunakan otot aksesori pernapasan (scalene,
sternocledomastoideus)

- Postur tubuh laen forward,

- Bentuk thoraks barrel chest antero posterior


c. Pola napas

Penderita berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti


bunyi mengi (wheezing).

E. Palpasi

a. Otot

Pasien mengalami spasme pada otot bantu pernapasan, terutama


sternocledomastoideus, upper trapezius dan pectoralis mayor dan
minor

b. Kesimetrisan Chest

Palpasi dilakukan dengan menempatkan kedua telapak tangan pada


dinding dada untuk memeriksa setiap sisi pengembangan (ekspansi)
thorax selama inspirasi dan ekspirasi. Pada pemeriksaan ini akan di
evaluasi tentang pengembangan (ekspansi) thorax selama inspirasi dan
ekspirasi. Pada pemeriksaan ini akan di evaluasi tentang
pengembangan ketiga area lobus dengan cara :
- Cek ekspansi upper lobus : pasien dalam posisi duduk, therapist
dihadapannya lalu tempatkan kedua ujung thumb pada mid sterna
line di sternal notch, jari-jari diluruskan di atas clavicula lalu
anjurkan pasien ekspirasi maksimal lalu diikuti inspirasi
maksimal dan dalam.

- Cek ekspansi midle lobus : posisi pasien tetap seperti poin di atas.
Letakkan kedua ujung thumb di processus xyphoideus dan jari-
jari ke arah lateral costa lalu anjurkan pasien ekspirasi maksimal
kemudian inspirasi dalam.

- Cek ekspansi lower lobus : posisi pasien tetap seperti kedua poin
diatas, kemudian letakkan kedua ujung thumb di belakang pada
proccesus spinosus vertebra setinggi lower costa, lalu anjurkan
pasien ekspirasi maksimal kemudian inspirasi dalam.

- Hasil: ketidaksimetrisan upper thoraks kanan dan kiri dimana


terjadi penurunan ekspansi thoraks pada upper sinistra

c. Taktil Fremitus

Palpasi dilakukan dengan melakukan uji fremitus pada dinding


dada pasien. Palpasi dilakukan dengan meletakkan kedua telapak
tangan kita menempel pada dinding thoraks. Misalnya melakukan
palpasi pada dada posterior atau punggung, pasien di suruh berucap
kata-kata seperti "99" dengan nada yang sedang, kemudian secara
simetris dibandingkan getaran yang timbulpada dinding thoraks yang
dirasakan pada kedua telapak tangan kita sebagai pemeriksa. Kata
yang diucapkan menimbulkan getaran yang dapat dirasakan pada
kedua telapak tangan.

Fremitus taktil memberikan informasi yang berguna mengenai


kepadatan jaringan paru-paru dan rongga dada dibawahnya. Fremitus
meningkat pada keadaan dengan infiltrat paru, compressive
atelektasis, cavitas paru. Keadaan seperti ini kepadatan paru-paru
meningkat seperti konsolidasi, sehingga meningkatkan penghantaran
fremitus taktil. Fremitus menurun atau melemah pada keadaan
penebalan pleura, efusi pleura, pneumotoraks, emfisema paru dan
obstruksi dari bronkus.

Keadaan klinis yang mengurangi penghantaran gelombang suara


ini akan mengurangi fremitus taktil. Jika ada jaringan lemak yang
berlebihan di dada, udara atau cairan di dalam rongga dada, atau paru-
paru yang mengembang secara berlebihan, fremitus taktil akan
melemah.

Hasil : fremitus taktil melemah karena ada cairan (mukus) dlm


rongga dada atas lobus kiri segmen anterior

F. Pemeriksaan Spesifik

a. Auskultasi

Auskultasi merupakan suatu teknik pemeriksaan dengan


menggunakan stetoskop untuk mendengarkan suara khusus nafas.
Bunyi nafas normal dan abnormal terjadi akibat gerakan udara di
airway selama inspirasi dan ekspirasi.

Prosedur :

Posisi pasien duduk comfortable dan rileks, gunakan stetoskop untuk


mengevaluasi area paru yang terganggu. Dan menentukan apakah
paru-paru bersih atau belum dan mengetahui adanya suara napas.

Hasil : terdengar wheezing selama inspirasi pada lobus kiri segmen


anterior
b. Perkusi

Teknik :

a. Tempatkan jari-jari di dinding dada (anterior dan posterior) lalu


ketuk pada kuku dengan dua ujung jari tangan lainnya

b. Bunyi resonan adalah normal. Bunyi dull dan datar maka ada
cairan atau tumor di dalam paru-paru. Dan untuk bunyi
hiperresonan jumlah udara meningkat dalam thoraks.

Hasil : terdapat suara dull pada bagian upper lobus kiri segmen
anterior

G. Problematik Fisioterapi

a. Anatomical Impairment

 Sesak napas

 Ketegangan atau hipertropi otot-otot asesoris pernapasan

 Hypersekresi mukus pada lobus atas kiri segmen anterior

 Batuk yang tidak efisien

b. Activity Limitation
 Sulit tidur terlentang akibat sesak

 Sulit melakukan aktivitas secara berlebihan akibat sesak

c. Participation Restriction

Adanya keterbatasan dalam melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial


lainnya karena pasien mengalami sesak napas

H. Diagnosa Fisioterapi

“Gangguan Aktivitas Fisik dan Fungsional et Causa Asma”

I. Tujuan Intervensi Fisioterapi

Adapun tujuan pengobatan (tujuan jangka pendek) adalah :

a. Meminimalkan serangan sesak nafas dan memperbaiki kontrol


pernapasan

b. Mengurangi spasme otot

c. Mobilisasi dan mengeluarkan sekresi setelah serangan sesak napas

d. Mengajarkan teknik batuk yang benar

Sedangkan tujuan pengobatan jangka panjang yaitu untuk membantu


memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan aktivitas fisik dan
fungsional pasien.
J. Intervensi Fisioterapi
1. Postural drainage
Postural drainage adalah suatu metode pembersihan saluran napas
dengan cara memposisikan penderita dengan sedemikian rupa, dan
dengan pengaruh gravitasi, mukus dapat dialirkan ke saluran yang
lebih besar, sehingga mudah untuk dikeluarkan. Dalam pelaksanaannya
postural drainage ini selalu disertai dengan tapotement atau tepukan
dengan tujuan untuk melepaskan mukus dari dinding saluran napas dan
untuk merangsang timbulnya reflek batuk, sehingga dengan reflek
batuk mukus akan lebih mudah dikeluarkan. Jika saluran napas bersih
maka pernapasan akan menjadi normal dan ventilasi menjadi lebih
baik. Jika saluran napas bersih dan ventilasi baik maka frekuensi batuk
akan menurun.

2. IR (infra red)

Penyinaran diberikan pada daerah dada dan punggung atas.


Lamanya penyinaran ± 15 menit, dibagi 2 = bagian dada 7,5 menit dan
bagian punggung atas 7,5 menit. Tujuan penyinaran untuk
mendapatkan relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung juga
untuk memperbaiki sirkulasi darah (vasodilatasi pmbuluh darah).
3. Breathing Exercise
Latihan ini meliputi latihan pernapasan dada dan perut. Melakukan
latihan yang benar adalah tarik napas lewat hidung dan hembuskan
lewat mulut. Latihan ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi udara,
melatih pernapasan diafragma, memelihara elastisitas jaringan paru-
paru dan menjaga ekspansi thorax.
Prosedurnya sebagai berikut :
- Bernapas dengan perut
- Dada dan bahu harus rileks
- Saat inspirasi, kembungkan perut
- Saat ekspirasi, kempiskan perut
- Terapis mengontrol dengan memegang perut dan dada pasien
yang harus bergerak hanya perut dada harus diam.
4. Batuk Efektif
Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan benda
asing atau sputum dari dalam saluran pernafasan. Dalam latihan batuk
harus di lakukan dengan benar yaitu dengan pengembangan
daerah perut dan pinggang secara perlahan-lahan yang bertujuan untuk
pengisian udara pada daerah bronkiolus tanpa menyebabkan sekresi
tersebut terbawa masuk lebih dalam pada saluran bronkiolus.
Posisi pasien pada batuk efektif yang benar adalah posisi pasien
duduk dengan badan agak condong ke depan agar memudahkan
kontraksi otot dinding perut dan dada sehingga menghasilkan
tekanan abdominal yang benar.
Teknik pelaksanaan batuk efektif yaitu pasien tarik nafas lewat
hidung pelan dan dalam, kemudian menahan nafas beberapa saat (2-3
detik) selanjutnya pasien disuruh mengontraksikan otot perut sambil
mengeluarkan nafas dengan dibatukkan. Batuk dilakukan sebanyak 2
kali dengan mulut terbuka dan dilakukan setelah respirasi sebanyak 2-
3 kali, batuk yang pertama akan melepaskan sputum dari tempat
perlengketannya dan batuk yang kedua akan membantu mengeluarkan
sputum dari saluran pernafasan.
K. Evaluasi
Dari intervensi fisioterapi yang telah dilakukan, maka hasil evaluasi yang
diperoleh yaitu :

a. Sesak napas mulai berkurang

b. Otot-otot asesoris pernapasan tidak lagi mengalami spasme dan


hiperatropi
c. Sekresi mukus pada lobus atas kiri segmen anterior bekurang
d. Batuk menjadi efisien

BAB IV
PENUTUP
Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun)
yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana
terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang
mengalami sesak nafas.
Adapun tanda dan gejala penyakit asma diantaranya: Pernafasan
berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas
(exhalation). Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang
berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah
penderita asma. Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran
bronki (bronchiale). Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau
cuaca dingin. Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara
karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.

Anda mungkin juga menyukai