Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO), stroke didefinisikan suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik lokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun.
Makin tua umur, resiko terkena stroke semakin besar (Nasution, 2013).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.


Pada 2002, stroke membunuh sekitar 162.672 orang. Jumlah tersebut setara
dengan 1 di antara 15 kematian di Amerika Serikat. Mengacu pada laporan
American Heart Association, sekitar 700.000 orang di Amerika Serikat terserang
stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 500.000 di antaranya merupakan serangan
stroke pertama, sedangkan sisanya merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4
juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat 3 stroke,
dan 15 – 30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control
and Prevention, 2009).

Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan


sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masingmasing 9,7 per mil. Sedangkan untuk prevalensi stroke di Jawa Tengah
(12,3%). (Riskesdas, 2013). Masalah-masalah yang timbul akibat stroke antara
lain: adanya kelemahan otot pada bagian anggota gerak tubuh yang terkena,
adanya gangguan keseimbangan, adanya gangguan postur, adanya gangguan
pernafasan, adanya atrofi, adanya gangguan kemampuan fungsional (Sudarsini,
2017). Penderita stroke perlu mendapatkan penanganan sedini mungkin untuk
membantu penderita mengoptimalkan fungsi tubuh dan meningkatkan kualitas
hidup, sehingga penderita mampu melakukan aktivitas secara mandiri kembali.

1
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis
dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi (PERMENKES RI No. 65 Tahun
2015). Peran fisioterapi pada penanganan stroke non haemoragik adalah
mengevaluasi terlebih dahulu tentang apa yang tidak mampu pasien lakukan dan
hasil akhir yang akan dicapai dari rehabilitasi stroke ini. Contoh ketidakmampuan
yang dimiliki oleh pasien stroke adalah kelemahan dan penurunan daya tahan otot,
penurunan lingkup gerak sendi, gangguan sensasi pada anggota badan dan
masalah pada pola jalan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di
otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada
otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari
bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke
(Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi
dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi
menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area

3
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).

4
Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.
(Sumber : White, 2008)

2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari
sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).

5
Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.
(Sumber : Raine, 2009)

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional
batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel
saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari
tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Gambar 2.3 Brainstem. (Sumber : White, 2008)

6
B. Patologi
1. Definisi
Hemiparesis adalah kondisi adanya kelemahan pada salah satu sisi
tubuh atau ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh pada satu
sisi. Anggota tubuh yang terkena dampak biasanya otot-otot wajah, otot-
otot pernafasan di dada, lengan, tangan, tungkai bawah pada salah satu
sisi. Bisa terjadi pada sebelah kanan saja atau sebelah kiri saja. Pasien
paresis masih mampu menggerakkan sisi tubuh yang terkena dan belum
benar-benar lumpuh. Hanya saja sisi tubuh yang menglami gangguan
tersebut begitu lemah dan tidak bertenaga. Gerakan yang timbul sangat
sedikit (kecil). Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya
kerusakan otak pada salah satu sisi. Kerusakan otak yang paling utama
disebabkan oleh stroke.
Stroke merupakan penyakit yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga
akibat penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah tersebut, bagian
otak tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga
menjadi rusak bahkan mati. Akibatnya timbullah berbagai macam gejala
sesuai dengan daerah otak yang terlibat, seperti wajah lumpuh sebelah,
bicara pelo (cedal), lumpuh anggota gerak, bahkan sampai koma dan dapat
mengancam jiwa.
a) Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88%
dari seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat
sumbatan atau penurunan aliran darah otak.11 Berdasarkan perjalanan
klinis, dikelompokkan menjadi :
- TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang
dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal
serebral, emboli maupun trombosis.
- RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

7
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam
namun kurang dari 21 hari.
- Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu
ke waktu.
- Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak
berkembang lagi. Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan
aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian
proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari
tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang
diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang
selanjutnya terjadi kematian neuron. Stroke non hemoragik dibagi
lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
1) Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh
darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan
sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat
terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau
ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun
yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi
atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah
jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat
penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.
2) Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah
ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke
non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil

8
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis
pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang,
biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit atherosklerosis.
b) Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam
ruang interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal
arteri tersebut dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya.
Stroke hemoragik terjadi apabila susunan pembuluh darah otak
mengalami rupture sehingga timbul perdarahan di dalam jaringan otak
atau di dalam ruang subarakhnoid.
2. Etiologi
Secara umum penyebab hemiparese adalah :
a. Tumor
Tumor otak kemungkinan disebabkan oleh : sisa sel embrional,
faktor bawaan, akibat radiasi, adanya virus dan lain-lain. Tumor otak
terdiri dari glioma, mengioma, cranio pharingoma, sarcoma dan lain -
lain. Bila tumor di lobus frontalis atau di lobus parietalis dapat
menyebabkan hemiparese kontra lateral.
b. Infeksi
Infeksi pada otak dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan
virus. Infeksi otak berupa encephalitis dan meningitis (terjadi radang
kuman TBC pada selaput meningen), hal ini dapat menimbulkan
hemiparese.
c. Head injury atau trauma capitis
Cedera kepala akibat benturan kepala dengan benda keras
dapat mengakibatkan terjadinya perlukaan pada kulit, otot dan tendon
kepala, pendarahan subgaleal (pendarahan dibawah kulit kepala).
Terjadi fraktur tulang tengkorak. Terjadinya trauma capitis dapat
menimbulkan gejala neurologis yang berupa hemiparese.
d. Congenital

9
Congenital atau kelainan bawaan juga dapat menyebabkan
hemiperese seperti cerebral palsy (kelumpuhan pada otak),
hidrocepalus dan lain-lain.
e. Stroke
Stroke disebabkan karena adanya penyumbatan (non
haemorrage) atau karena pendarahan otak (haemorrage).
Stroke non hemoragik berdasarkan etiologinya disebabkan
oleh karena :
1) Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak,
2) Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh
darah otak,
3) Adanya sumbatan bekuan darah di otak (Batticaca, 2008).
3. Patofisiologi
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan
trombosit serebri, umumnya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur pada pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia, kesadaran umumnya baik (Muttaqin,
2008).
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas yang merupakan perwujutan penyakit
jantung. Stroke non haemoragik akibat emboli. Emboli terjadi karena
adanya kelainan dari arteria carotis communis. Emboli adalah
penyumbatan pembuluh darah oleh bekuan darah yang terbawa aliran
darah dari bagian tubuh lain ke dalam otak. Biasanya dari jantung, emboli
dapat berupa jendalan darah, kristal kolesterol, deposit metatasi, embolus
septik, embous traumatik (karena trauma) (Rosjidi, 2007).
Stroke non hemoragic yaitu adanya penyumbatan pada pembuluh
darah otak. Akibatnya oksigen yang dibawah oleh pembuluh darah
menjadi berkurang. Sehingga menyebabkan otak mengalami penyumbatan
yang akan menyebabkan berkurangnya stimulus untuk menghantarkan

10
rangsangan ke anggota tubuh. Sehingga saraf yang tidak menerima
oksigen akan mengalami kematian sel dan memori untuk mengingat
gerakan tersebut menjadi hilang.
4. Gambaran Klinis
Gejala umum dari hemiparesis adalah :
 Kehilangan keseimbangan
 Kesulitan berjalan
 Kesulitan berbicara
 Kesulitan menelan
 Mati rasa, kesemutan, kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan menggenggam objek
 Berkurangnya presisi gerakan
 Kelelahan otot
 Kurangnya koordinasi

C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi


Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan
pasien hemiparesis antara lain:
1. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan pasien. Dalam pengertian lain, komunikasi terapeutik adalah
proses yang digunakan dengan memakai pendekatan yang direncanakan
secara sadar dengan tujuan penyembuhan pasien. Adapu karakteristik
komunikasi terapeutik yaitu : ikhlas, empati, dan hangat.
2. Passive Exercise
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat
dalam menjaga sifat fisiologis otot dan sendi. Jenis latihan ini dapat
diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat
kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekauan sendi, dan lain-lain.
3. Propioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)

11
PNF adalah terapi latihan yang menggabungkan fungsional pola diagonal
berdasarkan gerakan dengan teknik fasilitasi neuromuskular untuk
membangkitkan respon motorik dan meningkatkan kontrol neuromuskular
dan fungsional. Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsangan
yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan
tercapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi.
4. Bridging Exercise
Bridging exercise adalah latihan, baik untuk latihan penguatan – stabilisasi
pada glutea, hip dan punggung bawah. Bridging exercise adalah cara yang
baik untuk mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring. Jika
dilakukan dengan benar, bridging digunakan untuk stabilisasi dan latihan
penguatan yang menargetkan otot perut serta otot-otot punggung bawah
dan hip.

12
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien


a. No. Rekam Medis : 005051
b. Nama : Ny. M
c. Umur : 60 tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Pekerjaan : PNS
f. Agama : Kristen
g. Alamat : Jl. Racing Centre

B. Anamnesis Khusus
a. Keluhan Utama : Kelemahan lengan dan tungkai kiri
b. Lokasi Keluhan : Lengan dan tungkai kiri
c. Riwayat Perjalanan Penyakit : Lemah separuh tubuh sebelah kiri dialami
sejak tanggal 27 November 2018 secara tiba-tiba saat pasien sedang
istirahat. Awalnya pasien merasa kram dan berat pada kaki dan tangan
sebelah kiri. Keluhan ini disertai dengan bicara tidak jelas. Nyeri kepala
ada seperti berdenyut-denyut. Tidak ada riwayat mual dan muntah. Sehari
kemudian pasien melakukan CT Scan Kepala pada tanggal 28 November
2018.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada riwayat penyakit seperti
Hipertensi dan Diabetes Mellitus

C. Pemeriksaan Vital Sign


a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Denyut Nadi : 78x / menit
c. Pernapasan : 18x / menit
d. Suhu : 36 ̊C

13
D. Inspeksi
1. Statis
- Pasien terbaring di atas bed
- Mimic wajah terlihat lemah
2. Dinamis
- Pasien tidak dapat menggerakkan tubuh sisi kiri

E. Pemeriksaan Spesifik / Pengukuran Fisioterapi


1. Tes Kognitif : Pasien di ajak bicara dengan beberapa pertanyaan
Hasil : Pasien merespon dengan baik
2. Tes Sensorik
Tes tajam/tumpul : Fisioterapi menyentuhkan benda tajam atau tumpul
pada extremitas atas dan bawah pasien
Hasil extremitas atas
Tangan Kanan : normal
Tangan Kiri : hyposensasi
Hasil extremitas bawah
Kaki Kanan : normal
Kaki Kiri : hyposensasi
3. Tes Tonus Otot menggunakan Skala Asward
Fisioterapi menggerakan persendian pada lengan dan tungkai disertai
melakukan palpasi pada otot
Grade Keterangan
O Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, di tandai dengan terasanya
tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi di gerakan
fleksi atau ekstensi
2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan di ikuti
dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM

14
3 Kenaikan tonus otot lebih nyata sebagian besar ROM, tapi sendi
masih mudah di gerakan
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerakan
pasif sulit di lakukan
5 Sendi yang terkena kaku atau rigit dalam gerakan fleksi atau
ekstensi
Hasil : 0 (tidak ada peningkatan tonus otot)
4. Tes MMT
No Nilai Keterangan
Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi
1.
visual (tidak ada kontraksi)
2. Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau
palpasi, ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot
3. Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya
gravitasi. Posisi ini sering digambarkan sebagai
bidang horizontal gerakan tidak full ROM
4. Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM
5. Nilai 4 Resistance Minimal
6. Nilai 5 Resistance Maksimal
Hasil :
- Extremitas dextra : nilai 4
- Extremitas Sinistra : nilai 0
5. Index Barthel

Nilai Skor
No Saat Minggu
Fungsi Skor Keterangan Sebelum Minggu I Saat
. Masuk di VIII di
Sakit di RS Pulang
RS RS
13/2/2019 13/2/19 21/2/19 13/4/19
Tak terkendali/tak
0 teratur (perlu
1
Mengendalikan bantuan)
rangsang 2 0 0 0
defeksasi Kadang – kadang
1 1
tak terkendali
2 Mandiri

15
Tak
0 terkendali/pakai
Mengendalian kateter
2 rangsang Kadang – kadang 2 0 0 0
berkemih 1 tak terkendali
(1X24 jam)
2 Mandiri

Membersihkan Butuh pertolongan


diri (seka muka, 0
3 orang lain 1 0 0 0
sisir rambut,
sikat gigi) 1 Mandiri
Tergantung
0 pertolongan orang
lain
Perlu pertolongan
pada beberapa
Penggunaan kegiatan tetapi
4 jamban, masuk dapat 2 0 0 0
dan keluar 1
mengerjakan
sendiri kegiatan
lain

2 Mandiri

0 Tidak mampu
Perlu di tolong

5 Makan 1 memotong 2 0 0 0
makanan

2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu banyak
bantuan untuk
1
Berubah sikap bisa duduk
6 dari baring ke 3 0 0 0
(2orang)
duduk
Bantuan minimal
2
2 orang

3 Mandiri

0 Tidak mampu

Bisa (pindah)
1
dengan kursi
Berpindah/Berjal
7 3 0 0 0
an Berjalan dengan
2
bantuan 1 orang

3 Mandiri
Tergantung orang
8 Memakai baju 0 2 0 0 0
lain

16
Sebagian dibantu
(misalnya
1
memasang
kancing)

2 Mandiri

0 Tidak mampu
Butuh
Naik-turun
9 1 2 0 0 0
tangga pertolongan

2 Mandiri

0 Tergantung
10 Mandi 1 0 0 0
1 Mandiri

Total Skor : 20 0 0 0

Keterangan Skor Barthel Index


0-4 : Ketergantungan total
5-8 : Ketergantungan berat
9-11 : Ketergantungan sedang
12-19 : Ketergantungan ringan
20 : Mandiri
Hasil : 0 (Ketergantungan total)

17
F. Algoritma Assesment Fisioterapi
Algoritma assessment fisioterapi pada Kondisi Gangguan Fungsional
Extremitas Sinistra Akibat Hemiparese et Causa Non Hemoragic Stroke
History Taking :
Lemah separuh tubuh sebelah kiri dialami sejak tanggal 27 November
2018 secara tiba-tiba saat pasien sedang istirahat. Awalnya pasien
merasa kram dan berat pada kaki dan tangan sebelah kiri. Keluhan ini
disertai dengan bicara tidak jelas. Nyeri kepala ada seperti berdenyut-
denyut. Tidak ada riwayat mual dan muntah.

Inspeksi :
Statis : pasien terbaring di atas bed, mimic wajah terlihat lemah

Dinamis : pasien tidak bisa menggerakan tubuh sisi kiri

Pemeriksaan fisik

Tes Kognitif : normal Tes MMT Index Barthel


Tes Sensorik : Hasil : Extremitas Hasil : 0
hyposensasi tubuh dextra nilai 4 dan (ketergantungan total)
bagian sinistra extremitas sinistra nilai
Tonus Otot : 0 0

Diagnosa :
Gangguan Fungsional Extremitas
Sinistra Akibat Hemiparese et Causa
Non Hemoragic Stroke

18
G. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan Fungsional Extremitas Sinistra Akibat Hemiparese et Causa Non
Hemoragic Stroke

H. Problematik Fisioterapi

PROBLEMATIK FISIOTERAPI

Activity Limitation
Anatomical / Functional
Impairment 1. tidak dapat
mengerakkan tubuh sisi Participation Retriction
1. Kelemahan pada lengan dan kiri
tungkai kiri Tidak dapat melakukan
2. Kesulitan duduk aktivitas sehari-hari
2. Kelemahan pada tonus otot
(flaccid) 3. Gangguan ADL berdiri
dan berjalan
3. Gangguan ADL (duduk,
berdiri dan berjalan

I. Tujuan Intervensi Fisioterapi


a. Jangka Pendek
- Menguatkan otot lengan dan tungkai
- Meningkatkan tonus otot
b. Jangka panjang
Memperbaiki dan mengembalikan kemampuan fungsional agar ke
depannya bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

J. Program Intervensi Fisioterapi


1. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Memberikan motivasi untuk kesembuhan pasien
- Teknik : Fisioterapis memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar
secara aktif
- Dosis
F : Setiap hari

19
I : Toleransi Pasien
T : Berbicara langsung ke pasien
T : Tidak terbatas dan dikondisikan dengan keadaan pasien
2. Passive Exercise
Tujuan : untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak,
seperti adanya kontraktur, kekauan sendi, dan lain – lain.
- Posisi Pasien : Supine Lying secara comfortable
- Posisi Fisioterapis : Berdiri disamping atau didepan pasien
- Teknik Pelaksanaan : Fisioterapis menggerakkan secara pasif
ekstremitas pasien dan diusahan untuk full ROM
- Dosis
F : Setiap hari
I : Toleransi pasien
T:
- Regio Shoulder : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi
- Regio Elbow : fleksi, ekstensi, supinasi, pronasi
- Regio Hip : fleksi, ekstensi, rotasi, lateral fleksi
- Regio Knee : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi
T : 4x repetisi

3. PNF
1) PNF Lengan
Dalam pola lengan tidak mengenal gerakan elevasi. Pola fleksi yaitu
pola gerakan dimana lengan bergerak keatas kepala, dan pola tersebut
dinamakan sesuai arah gerakannya yakni posisi akhir pola. Terdapat 2
gerakan diagonal dengan garis oblique terhadap otot trunk dan 4 pola
lengan dasar. Dalam pola lengan dasar, posisi elbow tetap lurus 
setiap pola dasar dapat diadaptasikan dalam posisi fleksi atau ekstensi
elbow, yaitu :
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi dgn fleksi elbow

20
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi dgn ekstensi elbow

 Fleksi/adduksi/lateral rotasi (D1)


Posisi awal :
- Pasien : ekstensi/abduksi/medial rotasi shoulder dengan
pronasi lengan bawah, ekstensi + ulnar deviasi wrist,
ekstensi jari2 tangan, ekstensi dan abduksi ibu jari.
- Terapis : berdiri disamping pasien dengan menghadap
kearah tangan pasien yang akan dilatih. Selama gerakan,
terapis mentransfer berat badannya dari kaki kanan ke kaki
kiri dengan rotasi sehingga dapat melanjutkan pandangan
pada tangan pasien sepanjang gerakan.
- Palmar tangan kiri terapis memegang palmar tangan kanan
pasien dari sisi radial menggunakan lumbrical grip, jari2
tangan kanan terapis memegang permukaan fleksor wrist
dari sisi ulnar.
Perintah
- Setelah mengaplikasikan stretch lakukan perintah dengan
kata “tarik – kuat”

21
- Instruksikan pada pasien dengan kata “pegang tangan saya
dengan kuat dan tarik – kuat keatas”
Gerakan
- Fleksi jari2 tangan (khususnya jari manis dan kelingking),
adduksi dan fleksi ibu jari, fleksi wrist kearah sisi radial,
supinasi lengan bawah, fleksi, adduksi, dan lateral rotasi
shoulder, rotasi, elevasi dan abduksi scapula.
- Pada normal timing, gerakan berawal dari komponen rotasi,
terjadi pertama kali pada sendi2 distal kemudian diikuti
dengan sendi2 lebih proksimal sampai seluruh anggota
gerak atas bergerak.
 Fleksi/abduksi/lateral rotasi (D2)
Posisi awal
- Pasien : Ekstensi/adduksi/medial rotasi shoulder
dengan pronasi lengan bawah, fleksi dan ulnar deviasi
wrist, fleksi jari-jari tangan serta fleksi – opposisi ibu jari
- Terapist : Berdiri disamping pasien, tangan kiri
terapis memegang tangan kanan pasien dimana kontak
dengan dorsum tangan pasien.
Perintah
- Setelah mengaplikasikan stretch lakukan perintah dengan
kata “dorong – kuat”
- Jika gerakan wrist dan jari2 tangan menjadi lambat maka
tahanan ekstra dapat diberikan untuk memfasilitasi
gerakan

Gerakan

- Ekstensi jari-jari tangan (khususnya jari tengah dan


telunjuk) dan ibu jari tangan, ekstensi wrist + radial
deviasi, supinasi lengan bawah, fleksi, abduksi dan lateral
rotasi shoulder, rotasi, elevasi dan adduksi scapula.

22
- Pada normal timing, gerakan diawali dengan komponen
rotasi pada sendi-sendi distal, diikuti dengan sendi-sendi
yang lebih proksimal.
- Rotasi berlanjut sepanjang pola gerakan
2) PNF Tungkai
Untuk daerah tungkai sama dengan daerah lengan yaitu memiliki 2
diagonal gerakan dengan garis oblique terha-dap otot trunk dan
memiliki 4 pola dasar. Didalam keempat pola dasar tersebut
dipertahankan knee tetap lurus sepanjang gerakan. Meskipun
demikian, setiap pola memiliki kombinasi sehingga disesuaikan terjadi
fleksi knee atau ekstensi knee
 Fleksi/adduksi/lateral rotasi (D1)
Posisi awal
- Pasien : ekstensi/abduksi/medial rotasi hip, plantar
fleksi dan eversi kaki dan fleksi jari2 kaki. Pasien tidur
terlentang, dengan tungkai ekstensi dan sedikit abduksi.
- Terapis : berdiri disamping pasien dalam arah
diagonal. Berat badan terapis diatas kaki kanan dapat
digunakan untuk melakukan traksi. Pegangan tangan kiri
terapis memegang tumit kanan pasien dan tangan kanan
terapis memegang dorsum kaki kanan pasien dengan posisi
lumbrical grip

Perintah
- Setelah aplikasikan stretch, gunakan kata2 : “tarik kaki
keatas berputar kedalam”, kemudian “tarik – kuat”.

Gerakan

- Gerakan pasien adalah lateral rotasi hip, inversi +


dorsifleksi ankle/kaki dan ekstensi jari2 kaki, diikuti oleh
fleksi dan adduksi hip.

23
- Pada normal timing, gerakan diawali dengan komponen
rotasi, dimana gerakan terjadi pada sendi-sendi distal yang
kemudian diikuti dengan sendi-sendi yang lebih proksimal.
- Rotasi harus terjadi sepanjang gerakan, panjang otot
hamstring akan mempengaruhi luasnya lingkup gerak sendi.
K. Evaluasi
Setelah dilakukan beberapa kali terapi maka diharapkan :
1. Tidak terjadinya atrofi otot dan keterbatasan LGS
2. Meningkatnya tonus otot
3. Penguatan otot-otot extremitas inferior (penopang tub uh)

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemiparesis adalah kondisi adanya kelemahan pada salah satu sisi
tubuh atau ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh pada satu
sisi. Anggota tubuh yang terkena dampak biasanya otot-otot wajah, otot-
otot pernafasan di dada, lengan, tangan, tungkai bawah pada salah satu
sisi. Bisa terjadi pada sebelah kanan saja atau sebelah kiri saja. Pasien
paresis masih mampu menggerakkan sisi tubuh yang terkena dan belum
benar-benar lumpuh. Hanya saja sisi tubuh yang menglami gangguan
tersebut begitu lemah dan tidak bertenaga. Gerakan yang timbul sangat
sedikit (kecil). Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya
kerusakan otak pada salah satu sisi. Kerusakan otak yang paling utama
disebabkan oleh stroke.
Stroke merupakan penyakit yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga
akibat penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah tersebut, bagian
otak tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga
menjadi rusak bahkan mati. Akibatnya timbullah berbagai macam gejala
sesuai dengan daerah otak yang terlibat, seperti wajah lumpuh sebelah,
bicara pelo (cedal), lumpuh anggota gerak, bahkan sampai koma dan dapat
mengancam jiwa. Adapun intervensi yang diberikan pada kasus
hemiparesis antara lain : komunikasi terapeuitk, passive exercise, PNF,
dan bridging exercise.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aras, D., Ahmad, H., & Ahmad, A. (2016). The New Concept of Physical
Therapist Test and Measurement. Makassar: PhysioCare.

http://eprints.ums.ac.id/30939/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf diakses pada 24


April 2019

http://eprints.ums.ac.id/36840/1/naskah%20publikasi.pdf diakses pada 24 April


2019

http://eprints.ums.ac.id/43387/27/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf diakses pada 24


April 2019

http://healthyfunfest.prodia.co.id/tips/detail/46/apa-penyebab-dan-faktor-risiko-
stroke diakses pada 24 April 2019

26

Anda mungkin juga menyukai