PENDAHULUAN
1
mengakibatkan nyeri kemudian terjadi spasme yang berasal dari
ketegangan-ketegangan otot dibagian punggung bawah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
vertebra sakralis. Oleh karena tugasnya menyangga bagian atas tubuh,
maka bentuk dari vertebra lumbalis ini besar-besar dan kuat.
Vertebra lumbalis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Korpusnya besar, tebal dan berbentuk oval
2. Mempunyai pedikel yang pendek dan tebal
3. Foramen Intervertebralisnya kecil dan bentuknya menyerupai
segitiga.
4. Processus spinosusnya tebal dan luas serta arahnya agak
horizontal.
5. Processus transversusnya panjang dan tipis
Bagian-bagian dari vertebra lumbal :
1. Korpus
Vertebra lumbal mempunyai korpus yang tebal, besar dan
berbentuk lonjong (oval) dengan garis poros yang terletak
transversal. Ukurannya lebih besar dari korpus pada servikal atau
daerah torakal dan pada bagian anterior sedikit lebih tinggi
dibanding dengan bagian posterior. Korpus vertebra lumbalis
mempunyai bentuk silinder, sehingga dapat berfungsi sebagai
penyangga dan pelindung dari bagian foramen intervertebralis.
2. Arkus
Arkus terletak pada bagian posterior dan dibentuk oleh dua
pedikel dan dua lamina. Pada bagian ini pedikelnya pendek tetapi
lebih tebal dan laminanya lebih besar yang mengarah ke belakang
dan ke tengah. Antara korpus vertebra dengan arkus vertebra
lumbalis berfungsi untuk menyokong prosessus spinosus yang
arahnya ke belakang, prosessus transversus yang arahnya ke
samping dan prosessus artikularis superior dan inferior.
3. Pedikel
Pedikel mempunyai dua buah tulang yang pendek dan kuat.
Timbul dari bagian atas korpus, sehingga cekungan insisura
vertebralis inferior yang terletak pada bagian bawah lebih dalam
4
dari cekungan insisura vertebralis superior yang letaknya pada
bagian atas dan keduanya akan membentuk foramen
intervertebralis yang merupakan bagian dari tempat keluarnya
sumsum saraf.
4. Lamina Arkus Vertebra
Lamina arkus vertebra merupakan susunan dari dua buah tulang
yang bentuknya berasal dari ujung pedikel.
5. Prosessus Spinosus
Vertebra lumbalis mempunyai bentuk prosessus spinosus yang
lebar dan besar, tumpul serta mendatar ke arah belakang dan
berbentuk persegi atau seperti kapak kecil dan lebih kecil pada
bagian vertebra lumbalis ke lima.
6. Prosessus Transversus
Prosessus transversus tipis dan mengarah ke belakang dan ke
samping. Prosessus transversus lumbal ketiga adalah yang
terpanjang, sedangkan prosessus transversus vertebra kelima lebih
pendek dan lebih tipis dari ruas yang lainnya. Pada bagian
belakang dari batas bawah pada setiap prosessus transversus dan
dekat korpusnya terdapat tonjolan tulang yang disebut prosessus
asesoris.
7. Prosessus Artikularis
Prosessus artikularis terletak pada bagian sisi dari persambungan
antara pedikel dengan lamina. Permukaan atasnya cekung dan
mengarah ke depan dan ke tengah. Fasies artikularis inferior
bentuknya cembung dan mengarah ke depan serta ke sisi
samping. Ketika vertebra saling bersambungan, maka fasies
artikularis inferior berada di atas fasies artikularis superior dari
bagian bawah vertebra. Prosessus artikularis ini berperan dalam
pembentukan diskus artikularis yang membagi prosessus
artikularis menjadi prosessus artikularis inferior dan superior.
Pada bagian dari prosessus artikularis superior terdapat tonjolan
5
tulang pada permukaan belakangnya yang disebut prosessus
mammilaris.
b) Fisiologi Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis merupakan bagian dari kolumna vertebralis,
sehingga fungsi dari vertebra lumbalis tidak terlepas dari fungsi kolumna
vertebralis secara keseluruhan.
Sesuai dengan anatomi vertebra lumbalis yang mempunyai bentuk
yang besar dan kuat, maka fungsi vertebra lumbalis adalah :
1. Menyangga tubuh bagian atas dengan perantaraan tulang rawan yaitu
diskus intervertebralis yag lengkungannya dapat memberikan
fleksibilitas yang dapat memugkinkan membungkuk ke arah depan
(fleksi) dan kearah belakang (ekstensi), miring ke kiri dan ke kanan
pada vertebra lumbalis.
2. Diskus intervertebralisnya dapat menyerap setiap goncangan yang
terjadi bila sedang menggerakkan berat badan seperti berlari dan
melompat.
3. Melindungi otak dan sumsun tulang belakang dari goncangan.
4. Melindungi saraf tulang belakang dari tekanan-tekanan akibat
melesetnya nukleus pulposus pada diskus intervertebralis. Namun
apabila annulus fibrosus mengalami kerusakan, maka nukleus
pulposusnya dapat meleset dan dapat meyebabkan penekanan pada
akar saraf disekitarnya yang menimbulkan rasa sakit dan ada kalanya
kehilangan kekuatan pada daerah distribusi dari saraf yang terkena.
B. Patologi
a) Definisi LBP Miogenik
Low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegel yang terjadi di
daerah punggung bagian bawah Pekerjaan yang mengharuskan pekerja
menggunakan posisi duduk, posisi duduk beresiko tinggi terjadi nyeri
pinggang bawah (Ahmad et al,2014). Low back pain non spesifik adalah
gejala tanpa penyebab spesifik yang jelas. Sekitar 90% nyeri pinggang
6
masuk dalam kategori ini. Diagnosisnya berdasarkan ekslusi dari patologi
spesifik. (Koes et al, 2006).
Low back pain non spesifik ditandai dengan tidak adanya
perubahan struktural; yaitu, tidak ada pengurangan ruang diskus, akar saraf
kompresi, tulang atau cedera sendi, yang ditandai scoliosis atau lordosis
yang dapat menyebabkan sakit punggung (Lizier et al2012). Low back
pain non spesifik didiagnosa seperti mysofascial syndromes, muscle
spasm, mechanical LBP, back sprain, dan back strain. Pada kondisi ini
pasien akan merasakan nyeri otot yang hebat dan adanya keterbatasan
gerak fungsional tubuh terutama pada saat fleksi. Pada umumnya pasien
yang mengeluh nyeri pada daerah lumbal kebanyakan disebabkan karena
adanya kesalahan postural (Kurniasih, 2011).
b) Etiologi
Penyebab utama LBP adalah strain pada otot atau jaringan lunak
seperti ligament dan tendon yang berhubungan dengan tulang belakang.
Cedera otot dapat timbul akibat ketegangan otot. Ketegangan otot dapat
bersifat akut ataupun kronis secara terus menerus menyebabkan nyeri yang
progresif. Jaringan otot akan mengalami kerusakan, pembengkakan dan
perdarahan (Yonansha, 2012). Low back pain dapat diderita oleh semua
kalangan dengan berbagai faktor penyebab misalnya pekerjaan atau
aktifitas yang dilakukan dengan tidak benar, seperti aktifitas mengangkat
barang yang berat, pekerjaan yang menuntut pekerjaannya untuk duduk
dalam waktu yang lama (Nurlis et al, 2012).
c) Patofisiologi
LBP non-spesifik sering terjadi karena postur yang buruk, oleh
karena itu LBP non-spesifik bisanya terjadi pada individu yang duduk
untuk waktu yang lama, membungkuk untuk waktu yang lama atau sering
membungkuk saat bekerja, mengangkat benda yang berat, berdiri, posisi
tidur dan berbaring yang jelek. Stres postural yang lama menyebabkan
overstretch pada ligamen dan jaringan lunak lainnya yang
mempertahankan vertebra. Ketika sendi diantara kedua tulang berada
7
dalam posisi yang menghasilkan overstretch dan kelelahan pada jaringan
lunak sekitar sendi, nyeri sering dihasilkan (McKenzie, 2000).
Nyeri pada LBP non-spesifik merupakan respon terhadap adanya
kerusakan atau gangguan pada struktur vertebra lumbal yang disebabkan
oleh faktor mekanikal (kesalahan biomekanik). Pada umumnya kerusakan
terjadi pada serabut annulus fibrosus bagian dorsal dan atau ligamen
longitudinal posterior. Adanya kerusakan menyebabkan terlepasnya zat-zat
iritan seperti prostaglandin, bradykinin, dan histamin sehingga
merangsang serabut saraf Aδ dan tipe C (bermylein tipis). Impuls tersebut
dibawa ke ganglion dorsalis dan masuk kedalam medulla spinalis melalui
cornu dorsalis, yang kemudian dibawa ke level SSP yang lebih tinggi
melalui traktus spinothalamicus dan spinoreticularis. Adanya rangsangan
pada ganglion dorsalis akan memicu produksi “P” substance. Produksi “P”
substance akan merangsang terjadinya reaksi inflamasi (Sudaryanto,
2004). Adanya nyeri hebat menyebabkan reaksi reflekstorik pada otot-otot
lumbo dorsal terutama otot erector spine sehingga terjadi peningkatan
tonus yang terlokalisir (spasme) sebagai “guarding” (penjagaan) terhadap
adanya gerakan. Jika spasme otot berlangsung lama maka otot akan
cenderung menjadi tightness. Keadaan tightness pada otot-otot erector
spine akan memperberat nyeri karena terjadi ischemic dan menyebabkan
alignment spine menjadi abnormal sehingga menimbulkan beban
stress/kompresi yang besar pada diskus intervertebralis yang cidera
(Sudaryanto, 2004). Adanya problem utama berupa nyeri dan tightness
pada otot-otot lumbo dorsal terutama erector spine maka gangguan gerak
dan fungsi yang dominan adalah terhambatnya gerak fleksi lumbal, sedikit
terhambat pada lateral fleksi dan rotasi lumbal. Gerakan-gerakan tersebut
merupakan gerakangerakan fungsional pada lumbal (Sudaryanto, 2004).
d) Gambaran Klinis
Tanda dan gejala nyeri punggung bawah akibat non spesifik adalah
onset/waktu timbulnya bertahap, nyeri difus (setempat) sepanjang
punggung bawah, tenderness pada otot- otot punggung bawah, lingkup
8
gerak sendi (LGS) terbatas, dan tanda-tanda gangguan neurologis tidak
ada.
9
yang menyebabkan pengerasan pada otot yang memicu munculnya trigger
point yang berakibat nyeri.
3. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan
menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk
pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan
kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional.
10
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
B. Anamnesis Khusus
a. Keluhan Utama : Nyeri dan keterbatasan gerak
b. Lokasi Nyeri : Pinggang bawah dan tungkai
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien terbaring lemah. Nyeri pada
pinggang, serta terjadi keterbatasan gerak
pada kedua tungkai
d. Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien masuk ke rumah sakit sejak 3
minggu yang lalu dengan keluhan nyeri pada
perut. Keluhan tersebut sudah dirasakan
sejak bulan November 2018. Setelah
dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya
tumor pada perut tetapi pasien dan keluarga
masih menunggu hasil pemeriksaan tumor
dan belum dijadwalkan untuk operasi.
Pasien tidak bisa duduk lama dan tidak bisa
balik kanan dan kiri sehingga posisi nyaman
pasien adalah tidur terlentang.
11
e. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada riwayat penyakit dahulu
D. Inspeksi
1. Statis
- Pasien terbaring di atas bed
- Mimic wajah terlihat lemah
- Shoulder terlihat protraksi
- Kedua knee fleksi
2. Dinamis
Pasien kesulitan untuk duduk (dibantu) dan pasien belum mampu balik
kanan dan kiri.
12
Pada posisi berbaring, pasien diminta untuk meluruskan tungkainya
Hasil : Tidak dilakukan
3) Fleksi-Ekstensi Ankle
Hasil : Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan Gerak Pasif
Pemeriksaan dengan menggerakkan ektremitas inferior pasien dengan
posisi pasien berbaring, dan dilakukan gerakan :
1) Fleksi Hip-Fleksi Knee
Hasil : Tidak dilakukan
2) Ekstensi Hip-Ekstensi Knee
Hasil : Tidak dilakukan
3) Fleksi-Ekstensi Ankle
Hasil : Tidak dilakukan
c. TIMT
Gerak isometric melawan tahanan merupakan gerak aktif akan tetapi
mendapatkan tahanan dari terapis.
Adapun gerakannya yaitu :
1) Fleksi-Ekstensi Hip
2) Fleksi-Ekstensi Knee
3) Fleksi-Ekstensi Ankle
13
2. Pengukuran ROM
Pengukuran ROM diperlukan untuk menilai biomekanik dan
anthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan
karakteristik gerakan. Tes dan pengukuran ROM dilakukan dengan
menggunakan alat instrument yaitu goniometer. Adapun ROM yang
diukur adalah ROM dari setiap gerakan pada regio hip, knee, dan ankle.
Gerakan Letak Goniometer ROM Normal
Trochanter Mayor S. 15° - 0° - 125°
Ekstensi / Fleksi Hip
Epicondylus Lateral Femur S. 0° - 0° - 135°
Ekstensi / Fleksi Knee
Malleolus Lateral Fibula S. 20° - 0° - 35°
Plantar / Dorso Fleksi Ankle
3. Tes MMT
No Nilai Keterangan
Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi
1.
visual (tidak ada kontraksi)
2. Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau
palpasi, ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot
3. Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya
gravitasi. Posisi ini sering digambarkan sebagai
bidang horizontal gerakan tidak full ROM
4. Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM
5. Nilai 4 Resistance Minimal
6. Nilai 5 Resistance Maksimal
14
4. Pengukuran Nyeri (VAS). Fisioterapis menanyakan intensitas nyeri yang
dirasakan oleh pasien.
Keterangan :
0-1 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
3-7 : nyeri sedang
7-9 : nyeri berat
9-10 : nyeri sangat berat
5. Tes Spesifik
1) Gaenslen’s test
Tujuan : Untuk mengidentifikasi lesi sacrioliac joint
ipsilateral, hip patologi, atau lesi akar saraf L4
Prosedur : Posisi terlentang dengan satu tungkai hiperekstensi
hip (pada tungkai yang dites) sementara tungkai
yang satunya difleksikan dengan menahan knee
melawan dada.
Positif tes : Nyeri terhasilkan
Interpretasi : Positif tes mengindikasikan lesi sacrioliac joint
ipsilateral, hip patologi, atau lesi akar saraf L4
2) Patrick test
Tujuan : Untuk mendeteksi patologi hip pada lumbar, SI
joint dysfunction
Prosedur : Terlentang dalam posisi comfortable selanjutnya
secara pasif menggerakkan tungkai pasien yang dites
15
kearah fleksi knee dengan menempatkan ankle di
atas knee pada tungkai pasie yang satunya.
kemudian fiksasi sias pasien pada tungkai yang tidak
dites dengan menggunakan satu tangan dan tangan
satunya pada sisi medial knee pasien yang dites,lalu
menekan tungkai pasien kearah abduksi. Ulangi
prosedur tes yang sama pada tungkai satunya.
Positif tes : Nyeri dibagian dalam hip, lumbal, dan SI
Interpretasi : Lokasi nyeri berkorespondensi terhadap disfungsi
pada area tersebut
6. Index Barthel
Nilai Skor
No Saat
Fungsi Skor Keterangan Sebelum Minggu I Minggu Minggu Minggu Saat
. Masuk di
Sakit di RS II di RS III di RS IV di RS Pulang
RS
11/3/19 11/3/19 18/3/19 25/3/19
Tak terkendali/tak
0 teratur (perlu
1
Mengendalikan bantuan)
rangsang 2 2 2 2
defeksasi Kadang – kadang
1 1
tak terkendali
2 Mandiri
Tak
0 terkendali/pakai
Mengendalian kateter
2 rangsang Kadang – kadang 2 2 2 2
berkemih 1 tak terkendali
(1X24 jam)
2 Mandiri
16
lain
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu di tolong
5 Makan 1 memotong 2 1 1 1
makanan
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Perlu banyak
bantuan untuk
1
Berubah sikap bisa duduk
6 dari baring ke 3 2 2 2
(2orang)
duduk
Bantuan minimal
2
2 orang
3 Mandiri
0 Tidak mampu
Bisa (pindah)
1
dengan kursi
Berpindah/Berjal
7 3 2 2 2
an Berjalan dengan
2
bantuan 1 orang
3 Mandiri
Tergantung orang
0
lain
Sebagian dibantu
2 Mandiri
0 Tidak mampu
Butuh
Naik-turun
9 1 2 1 1 1
tangga pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung
10 Mandi 1 0 0 0
1 Mandiri
Total Skor : 20 13 13 13
17
Keterangan Skor Barthel Index
0-4 : Ketergantungan total
5-8 : Ketergantungan berat
9-11 : Ketergantungan sedang
12-19 : Ketergantungan ringan
20 : Mandiri
Hasil : 13 (Ketergantungan ringan)
18
G. Algoritma Assesment Fisioterapi
Algoritma assessment fisioterapi pada Kondisi Gangguan Aktivitas
Fungsional et Causa LBP Miogenik.
History Taking :
Pasien masuk ke rumah sakit sejak 3 minggu yang lalu dengan keluhan
nyeri pada perut. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak bulan
November 2018. Pasien tidak bisa duduk lama dan tidak bisa balik
kanan dan kiri sehingga posisi nyaman pasien adalah tidur terlentang
yang menyebabkan pasien merasakan nyeri pinggang
Inspeksi :
a. Statis : pasien terbaring di atas bed dengan infus ditangan, mimic wajah terlihat
lemah, shoulder protraksi, kedua knee fleksi
b. Dinamis : pasien kesulitan untuk duduk dan pasien belum mampu balik kanan
dan kiri
Pemeriksaan fisik
Diagnosa :
Gangguan Aktivitas Fungsional et Causa LBP
Miogenik
19
H. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan Aktivitas Fungsional et Causa LBP Miogenik
I. Problematik Fisioterapi
PROBLEMATIK FISIOTERAPI
20
c. Teknik pelaksanaan : Pastikan daerah yang ingin diterapi bebas
dari kain, kemudian letakkan ped elektroda
di daerah tersebut (lumbal).
d. Dosis
F : 2 kali/minggu
I : Toleransi Pasien
T : Kontak langsung
T : 15 menit
2. Friction
a. Posisi pasien : Pasien dalam posisi tidur miring
b. Posisi fisioterapis : Berdiri disamping pasien
c. Teknik pelaksanaan : Fisioterapis menggunakan ujung jari / ibu
jari dengan mengeruskan melingkar seperti
spiral pada bagian otot erector spine pasien.
d. Dosis
F : 3 kali/minggu
I : Toleransi Pasien
T : Kontak langsung
T : 15 menit
3. Terapi Latihan
a. Posisi pasien : Pasien dalam keadaan tidur terlentang
b. Posisi fisioterapi : Berdiri disamping pasien
c. Teknik pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan dengan
menggerakkan kedua tungkai secara
bergantian dengan gerakan fleksi-ekstensi
hip dan knee serta plantar-dorso fleksi ankle
secara pasif. Ini dilakukan untuk memelihara
luas gerak sendi.
21
d. Dosis
F : Setiap hari
I : Toleransi Pasien
T : Kontak langsung
T : 15 menit
L. Evaluasi
Evaluasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu evaluasi rutin dan
periodik. Evaluasi rutin adalah evaluasi yang kita lakukan sebelumnya,
selama dan sesudah terapi. Evaluasi ini paling penting untuk dilakukan karena
evaluasi yang teliti dan cermat akan banyak membantu keberhasilan terapi.
Evaluasi periodic adalah evaluasi yang telah disusun waktu atau jumlah
terapi. Evaluasi ini disesuaikan dengan tujuan jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan kriteria pada tujuan tersebut. Evaluasi
yang dilakukan pada kondisi ini antara lain: (1) Nyeri dengan VDS, (2)
Kekuatan otot dengan MMT, (3) Lingkup Gerak Sendi (LGS) dengan
Goniometer.
M. Edukasi
Pasien dianjurkan untuk latihan miring kanan dan kiri agar tidak
selalu dalam posisi terlentang serta pasien diajarkan untuk latihan
menggerakkan tungkai.
22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Low back pain atau nyeri punggung bawah merupakan sekumpulan
gejala yang menandakan bahwa terdapat sesuatu yang salah. Nyeri
punggung bawah adalah kondisi yang tidak mengenakan disertai adanya
keterbatasan aktivitas dan nyeri apabila melakukan pergerakan atau
mobilisasi. Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu
dari berbagai masalah musculoskeletal (Muttaqin, 2011).
Low back pain Myogenik adalah suatu pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan di daerah antara vertebra torakal 12
sampai dengan bagian bawah pinggul atau lubang dubur yang timbul
akibat adanya potensi kerusakan ataupun adanya kerusakan jaringan antara
lain : dermis pembuluh darah, fasia, muskulus, tendon, kartilago, tulang,
ligament, intra artikuler meniscus, bursa (Paliyama, 2003).
Adapun permasalahan kapasitas fisiknya berupa adanya nyeri tekan
dan nyeri gerak pada pinggang bawah, adanya spasme pada otot, Untuk
permasalahan kemampuan fungsionalnya adalahgangguan saat
membungkuk, gangguan saat jongkok dan gangguan saat jalan. Untuk
menangani permasalahan tersebut maka diberikan intervensi Fisioterapi
dengan modalitas TENS. Selain itu, untuk memelihara luas gerak sendi
dan meningkatkan kekuatan otot, maka ditunjang dengan pemberian terapi
Manual dan terapi latihan, khususnya latihan duduk, berdiri, hingga
berjalan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Aras, D., Ahmad, H., & Ahmad, A. (2016). The New Concept of Physical
Therapist Test and Measurement. Makassar: PhysioCare.
http://eprints.ums.ac.id/26874/11/NASKAH__PUBLIKASI.pdf
24