OLEH :
NIM : R024191008
Mengetahui,
Dr. H. Djohan Aras, S.Ft., Physio., M.Kes A.Besse Ahsaniyah, S.Ft., Physio., M.Kes
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
kasus ini sebagai pembuka pintu menyelesaikan studi, laporan kasus berjudul
stiffnes, dan gangguan keseimbangan e.c. post Non Hemoragic Stroke sejak 3 tahun
yang lalu’.
Sholawat dan taslim semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta
kasus ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, namun berkat do’a, bimbingan,
arahan dan motivasi dari berbagai pihak, kami mampu menyelesaikan satu tahapan
menyelesaikan studi. Harapan kami semoga laporan kasus yang diajukan ini dapat
diterima dan diberi kritikan serta masukan yang dapat semakin memperbaiki laporan
kasus ini.
pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan kasus ini, besar harapan dan
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
3.3 Problem Fisioterapi .................................................................................. 53
3.4 Tujuan Fisioterapi..................................................................................... 53
3.5 Program Fisioterapi .................................................................................. 54
3.6 Evaluasi .................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56
LAMPIRAN ...................................................................................................... 59
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
yang dapat menimbulkan kematian maupun kelainan yang menetap lebih dari
24 jam akibat gangguan vaskuler. Stroke adalah cedera sub akut pada otak
dimana serangan terjadi secara mendadak dan berat yang akan berdampak
bagi penderita stroke itu sendiri aktivitas berjalan merupakan hal yang sangat
otak, maka penderita stroke melakukan aktivitas berjalan dengan pola yang
7
Untuk melakukan aktivitas berjalan dan menyangga tubu, kaki merupakan
bagian penting tubuh, sehingga jika terjadi kelainan pada kaki maka aktivitas
sehari-hari akan terhambat (Bima, 2010). Adanya gangguan gaya gerak kaki
mudah lelah mudah jatuh dan pola jalan yang abnormal. Pergelangan kaki
gaya jalan yang dihasilkan oleh otot-otot kaki. Penderita stroke kerap
Penelitian yang dilakukan pada 1484 pasien stroke menunjukkan bahwa ada
fisioterapi, dan terapi wicara antar berbagai pusat pelayanan stroke ( Belda et
al., 2011).
kerusakan otak. Berbagai model terapi yang dapat diberikan pada pasien
8
bobath, metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation ( PNF), dan
1.2 ANATOMI
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari
9
empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari
gerakan bola mata, area broca sebagai pusat bicara, dan area
10
d. Lobus oksipital Lobus ini berhubungan dengan rangsangan
11
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa
muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan
Ardikal,2013):
pons.
12
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari
1.3 FISIOLOGI
1. Sistem Peredaran Darah Otak
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
karotis komunis yang berakhir pada arten serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar
arteria subklavia sisi yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang
13
dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arten basilaris (Wilson et.al 2002 dalam Alfiyah, 2018).
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang
2. Sistem Sensorik
Sistem sensorik yang kita miliki, mampu menerima sejumlah besar
rangsangan ini secara klasik terdapat pada organ mata, telinga, kulit, lidah,
intensitas, durasi dan lokalisasi. Setiap jenis sensor adalah memiliki stimulus
14
unik yang spesifik atau mampu membangkitkan modalitas sensorik tertentu
seperti penglihatan, suara, sentuhan, getaran, suhu, nyeri, rasa, bau, juga
submodalitas seperti rasa yang bisa manis ataupun pahit dan lain-lain
dengan beradaptasi secara cepat hanya pada awal dan akhir dari stimulus.
Pada proses sentral pada fase pertama impuls inhibisi dan stimulasi
rangsangan.
Dalam hal ini impuls stimulasi yang berasal dari sensor yang berdekatan
dari korteks sensoris dan hal ini merupakan langkah pertama fisiologi
sensorik secara subjektif. Kesadaran adalah sarat utama dalam proses ini.
Kesan sensorik akan diikuti dengan interpretasi dan hasil tersebut disebut
sebagai sebuah persepsi. Yang didasarkan pada pengalaman dan alasan dan
15
a. Sensasi nyeri, yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat menciderai
(noxious)
b. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
persendian serta mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota
gerak (kinesthesia)
d. Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diber ikan
3. Sistem Motorik
Menurut Guyton dan Hall (2006), tentang bagian motorik dari sistem
saraf (efektor) menjelaskan bahwa peran terakhir yang paling penting dari
Hal ini dicapai dengan mengendalikan kontraksi yang tepat dari kerangka
otot-otot pada seluruh tubuh, kontraksi dari otot polos dalam organ internal,
dan sekresi zat kimia aktif oleh kedua kelenjar eksokrin dan endokrin di
banyak bagian tubuh. Kegiatan ini secara kolektif disebut fungsi motorik dari
sistem saraf, otot dan kelenjar yang disebut sebagai efektor karena mereka
Hal ini menunjukkan bahwa axis saraf motorik kerangka dari sistem saraf
ini merupakan sistem lain yang berbeda, yang disebut sistem saraf otonom
untuk mengendalikan otot halus, kelenjar, dan sistem internal tubuh lainnya.
Otot rangka dapat dikendalikan dari banyak tingkatan pada sistem saraf
16
pusat termasuk sumsung tulang belakang, subtansi reticular pada medula,
spesifik, area yang lebih rendah terutama berkaitan dengan sistem otonom,
respon otot seketika untuk rangsangan sensorik, dan pada area yang lebih
tinggi untuk gerakan otot kompleks yang sengaja dikendalikan oleh proses
struktur motor di otak besar, terutama korteks. Area korteks tepat di depan
asal dari neuron motorik atas (Upper Motor Neuron-UMN) milik jaras
kortikobulbar dan kortikospinal yang turun melalui kapsula interna dan jaras
untuk membawa impuls dari otak atau sumsum tulang belakang menuju ke
efektor (otot atau kelenjar dalam tubuh). Neuron dendrit ini disebut neuron
kelenjar.
Terdapat banyak jaras motorik yang turun dari korteks serebri dan batang
UMN dapat dianggap sama dengan neuron yang badan selnya terletak di
17
korteks motorik dan akson-aksonnya berjalan dalam traktus kortikospinal
ini dianggap sebagai substrat anatomis untuk inisiasi gerakan yang terencana,
volunter dan bukan otot secara terpisah-pisah, dimana UMN berada pada
tingkat organisasi sistem saraf yang lebih tinggi. Terminologi UMN pada
pasien yang menderita hemiparesis setelah serangan stroke pada satu sisi
hemisfer serebri biasanya mengalami fleksi lengan dan ekstensi kaki pada
18
BAB II
19
2.2. Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang terjadi karena terganggunya
stroke, stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik lokal maupun global yang
pembuluh darah pada daerah otak tertentu dan stroke non hemoragik
dapat ditemukan dalam 80-85% kasus stroke, serta stroke hemoragik yang
dapat ditemukan dalam 15-20% sisa stroke (Goldszmidt & Caplan, 2013).
20
Penentuan diagnosis stroke iskemik ataupun stroke hemoragik dapat
pasti untuk stroke (Gofir, 2009). Stroke dapat disebabkan oleh dislipidemia.
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur
salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan
defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam
21
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian
melukai jaringan otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi
2012).
oksigen yang sampai ke otak juga berkurang. Iskemik otak terjadi bila
aliran darah ke otak kurang dari 20 ml per 1000 gram otak per menit
(Junaidi, 2011).
22
Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh aterotrombosis
pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada
darah arteri yang menuju ke otak. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa
berkembang lagi.
23
2.3 Etiologi
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua.
Dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang
penderita stroke usia muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan
menyebabkan seseorang jarang olahraga, kurang tidur, dan stres berat yang
usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang
Stroke Hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
yang dapat dicegah terjadinya stroke dimana faktor risiko ini dipengaruhi oleh
banyak hal terutama perilaku sehai-hari antara lain stres, hipertensi, DM,
24
1. Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia,
berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke meningkat seiring
dan Asanti (2010) stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih
dari 70% stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun. Perubahan struktur
pembuluh darah karena penuaan dapat menjadi salah satu faktor terjadi
b. Jenis Kelamin
2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki laki daripada
daripada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan
peluang yang sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal
terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki
25
risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih
a. Stres
b. Hipertensi
dimana tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan distolik
26
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada
penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang
(Junaidi, 2011).
darah tidak kuat lagi menahan tekanan darah yang tinggi akan berakibat
c. Diabetes Mellitus
kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak dan
27
menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran
manis dan makanan siap saji yang tidak diimbangi dengan berolahraga
d. Hiperkolestrolemia
sekitar 1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak
bila yang tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka
28
zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi kolestrol semakin
(Junaidi, 2011).
e. Merokok
29
menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin et al.,
2012).
f. Konsumsi Alkohol
2.4 Epidemiologi
Kasus stroke di Indonesia banyak terjadi pada penduduk tua, namun
dalam beberapa kasus terakhir terdapat peningkatan kasus stroke pada usia
stroke. Perbandingan kasus stroke pada penduduk muda dan penduduk usia 65
tahun adalah 3: 10 atau sekitar 28% kasus stroke dialami oleh penduduk muda
gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu
Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak
30
2.007 orang (3,6%) dan 2.955 orang (5,3%) (Badan Litbangkes Kementrian
2013).
% Estimasi
Diagnosis
Nakes Diagnosis/ Estimasi Jumlah
No. Provinsi
Gejala (D/G) Jumlah Absolut (D/G)
Absolut (D)
1 Aceh 10,8 14,.9 34.313 47.339
2 Sumatera Utara 10,3 16,9 92.078 151.080
3 Sumatera Barat 9,7 14,6 33.249 50.045
4 Riau 9,7 14,6 39.839 59.964
5 Jambi 9,2 14,5 21.276 33.534
6 Sumatera Selatan 9,1 16,0 49.865 87.676
7 Bengkulu 8,3 12,3 10.369 15.366
8 Lampung 7,7 12,3 42.815 68.393
9 Kep. Bangka Belitung 7,7 10,0 7.275 9.448
10 Kep. Riau 7,6 8,5 10.404 11.636
11 DKI Jakarta 7,4 12,2 56.309 92.833
12 Jawa Barat 7,4 16,6 238.001 533.895
13 Jawa Tengah 7,1 17,9 171.035 431.201
14 DI Yogyakarta 7,0 9,4 19.440 26.106
15 Jawa Timur 6,6 10,5 190.449 302.987
16 Banten 6,6 12,0 53.289 96.888
17 Bali 6,2 12,1 19.022 37.123
18 NTB 6,0 10,3 19.216 32.988
19 NTT 5,9 15,5 18.388 48.307
20 Kalimantan Barat 5,8 8,2 17.821 25.195
21 Kalimantan Tengah 5,3 8,9 8.524 14.313
22 KalimantanSelatan 3,2 7,8 14.156 21.234
23 Kalimantan Timur 5,1 9,6 14.043 26.434
24 Sulawesi Utara 4,8 8,8 8.154 14.950
25 Sulaweai Tengah 4,6 10,7 8.561 19.913
26 Sulawesi Selatan 4,5 9,6 25.825 55.094
27 Sulawesi Tenggara 4,2 5,2 6.466 8.005
28 Gorontalo 4,2 12,1 3.170 9.132
29 Sulawesi Barat 4,2 8,7 3.363 6.966
30 Maluku 4,2 5,8 4.459 6.158
31 Maluku Utara 3,7 5,4 2.657 3.878
32 Papua Barat 3,6 5,3 2.007 2.955
33 Papua 2,3 9,4 4.943 20.200
31
INDONESIA 7,0 12,1 1.236.825 2.137.941
Sumber :Diolah berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementrian
Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementrian Kesehatan RI
Peningkatan signifikan
Menurut dari kasus
data riskesdas stroke,
2018, disajikan
prevalensi dalam
stoke grafik
dadi berikut:
tahun 2013 ke 2018
Gambar 4. Prevalensi stroke permil berdasarkan diagnosis pada penduduk umur > 15 tahun
menurut provinsi, 2013-2018.
Sumber: Diolah berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2018, Badan Litbangkes Kementrian
Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementrian Kesehatan RI.
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa setiap povinsi yang terdaftar
memiliki prevalensi penyakit stroke lebih tinggi di setiap daerah pada tahun
2.5 Patomekanisme
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
menyebabkan iskemik pada otak. Iskemik yang terjadi pada waktu yang
singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan
bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang
32
pada otak. Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak
pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering
mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna.
Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali
oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak (Batticaca, 2008).
33
direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-10
tertentu, menimbulkan iskemk fokal, dan infrak jaringan otak. Hal tersebut
(Batticaca, 2008). Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi
bisa terjadi 23 pada hari ke-4 sampai hari ke-10 setelah terjadinya perdarahan
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
34
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau
(4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et
al., 2006).
cedera otak yang terjadi dalam beberapa mekanisme yaitu pecahnya dinding
sekelompok atau satu pembuluh darah yang akan menekan jaringan otak
perubahan pada aliran darah dan menjadi stenosis yang cukup hebat sehingga
peredaran darah yang baik akan membatu supalai darah melalui jalur
35
anastomis. Perubahan pada bentuk akibat oklusi pembuluh darah awalnya
ialah gelap pada darah vena, dilatasi arteri, penurunan kecepatan aliran darah
(AHA, 2015).
satu lengan dan tungkai atau lengan dan tungkai pada satu sisi, pikirkanlah
ini sebagai gejala stroke. Gangguan peredaran darah otak disebelah kanan
2. Asimetris Wajah
saraf otak nomor 7 di sentral. Asimetris wajah pada stroke bisa berdiri
sendiri atau bersama dengan gejala yang lain, misalnya bicara pelo atau
3. Gangguan Bicara
(pelo) atau tidak dapat berbicara (afasia). Hal ini pada umumnya
36
4. Pusing Berputar
Pusing berputar atau vertigo adalah salah satu gejala stroke. Pusing
berputar dapat disertai dengan gejala mual atau muntah ataupun tidak.
disertai dengan gejala lain, misalnya bicara pelo dan gangguan koordinasi
5. Nyeri Kepala
semua orang mengalami nyeri kepala. Pada lebih dari 95% kasus, nyeri
6. Penurunan Kesadaran
berfungsi untuk membuat seseorang tetap terjaga. Pada kasus stroke yang
2010).
37
sumbatan yang disebut dengan sindrome neurovaskular. Berikut tanda dan
lateral pada wajah, lengan dan tungkai, afasia (jika hemisfer cenderung
2006).
Wilson, 2006).
kebingungan, selain itu ada pula gejala lain sebagai berikut; paralisis
38
visual atau buta kata (alteleksia), kelumpuhan saraf kranialis ketiga :
1. Pemeriksaan Fisik
a) Pengukuran Nyeri
yang paling banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterapkan
terhadap berbagai jenis nyeri. Terdiri dari satu garis lurus sepanjang 10
cm. Garis paling kiri menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sekali,
sedangkan garis paling kanan menandakan rasa nyeri yang paling buruk.
dengan VAS pada nilai 0 dikatakan sebagai tidak nyeri, nilai antara 1-3
dinyatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-6 dikatakan sebagai nyeri
sedang, nilai antara 7-9 dinyatakan sebagia nyeri berat terkontrol dan
2018)
39
b) Pemeriksaan Kekuatan otot
Kekuatan otot dapat diukur dengan manual muscle test (MMT). MMT
telah digunakan selama lebih dari satu abad. Pengukuran ini melibatkan
Grade Description
3 Against gravity, movement observed through full range and test position held
40
5 As 3 but able to hold against maxumum break force.
c) Inspeksi
tanda dari keluhan yang pasien alami. Pemeriksaan inspeksi ada dua,
yaitu secara statis dan dinamis. Inspeksi statis merupakan inspeksi yang
ekspresi wajah pasien tidak menahan rasa sakit. Inspeksi secara dinamis
d) Palpasi
2018).
41
e) Pemeriksaan Gerak Dasar
gerakan yang terdiri dari gerakan pasif, aktif dan isometrik melawan
tahanan.
gerakl karena lesi kecil di kapsula interna atau korteks motoric. Istilah
wajah kedua belah sisi, karena lesi vascular bilateral dikapsula interna
keempat anggota gerak yang biasanya terjadi akibat lesi bilateral atau
motor end plate atau lesi structural atau biokimiawi pada otot.
pasien dan waktu dari terjadinya cedera. Berikut merupakan protokol dari
penanganan fisioterapi:.
42
a. Elektro Terapi
local maupun sentral (kulit dan hipotalamus) dan juga terhadap struktur
Gondo, 2017).
berguna dalam mengurangi spastik pada otot tungkai pada cerebral palsy
amplitude rendah (antara 2-4 mm dan 30-50 Hz, resp). Stimulus getaran
43
mengaktifkan spindle otot. Input Ia dapat mengubah rangsangan jalur
alfa motor neuron yang menghasilkan efek yang mirip dengan latihan
gaya yang bekerja pada seluruh tubuh. Diasumsikan juga bahwa WBV
b. Terapi Manipulasi
sendi sehingga jarak gerak sendi akan bertambah. Dasar teknik ini
aturan Hukum Konkaf dan Konveks suatu persendian (Aras & Gondo,
2017).
c. Exercise Therapy
44
Fascilitation (PNF) yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot baik
Selain itu, diberikan latihan ROM (Range Of Motion). Pada fase awal
Fisioterapi, 2016).
45
2.10 Kerangka Mind Mapping Teknologi Fisioterapi
46
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI
47
Apakah ibu pernah ke
5 Pernah
dokter?
Apa yang bisa ibu lakukan Tangan bisa digerakkan cuman kesulitan
7
setelah kena serangan? untuk menggenggam
c. Asymetric
1. Inspeksi statis : wajah cemas, bahu asimetris
2. Inspeksi dinamis : Datang dengan menggunakan kursi roda dan dibantu
oleh keluarga naik ke bed
3. Pemeriksaan Fungsi Gerak dasar (PFGD)
Sinistra Aktif Pasif TIMT
Shoulder
Tidak mampu, terbatas, nyeri,
Fleksi Mampu
nyeri elastic endfeel
Full ROM, tidak
Ekstensi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
48
Full ROM, tidak
Abduksi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
Full ROM, tidak
Adduksi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
Full ROM, tidak
Endorotasi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
Full ROM, tidak
Eksorotasi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
Elbow
Full ROM, tidak mampu
Fleksi Mampu, tidak nyeri
nyeri, soft endfeel
Full ROM, tidak mampu
Ekstensi Mampu, tidak nyeri
nyeri, hard endfeel
Full ROM, tidak
Supinasi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
Full ROM, tidak
Pronasi Mampu, tidak nyeri nyeri, elastic mampu
endfeel
Wrist
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Palmar fleksi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Dorsal fleksi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Ulnar deviasi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
Radial tidak nyeri, mampu
Mampu, tidak nyeri
deviasi elastic
endfeel
49
Hip
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Fleksi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Ekstensi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Abduksi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Adduksi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Endorotasi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Eksorotasi Mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Knee
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Fleksi Mampu, tidak nyeri
soft
endfeel
Full ROM,
tidak nyeri, mampu
Ekstensi mampu, tidak nyeri
elastic
endfeel
Ankle
Full ROM,
mampu, tidak nyeri, mampu
Plantar fleksi
tidak nyeri elastic
endfeel
50
Full ROM,
mampu, tidak nyeri, mampu
Dorsal fleksi
tidak nyeri elastic
endfeel
Full ROM,
mampu, tidak nyeri, mampu
Inversi
tidak nyeri elastic
endfeel
Full ROM,
mampu, tidak nyeri, mampu
Eversi
tidak nyeri elastic
endfeel
5. Palpasi
a) Suhu : normal
b) Oedem : tidak ada
c) Tenderness : (+) glenohumeral joint, m. deltoid anterior
d. Restrictive
1. Limitasi ROM : Limitasi ROM aktif dan pasif fleksi shoulder
2. Limitasi ADL : Toileting, dressing, walking, eating
3. Limitasi pekerjaan : terganggu sebagai IRT
4. Limitasi rekreasi : terganggu karena tidak bisa berjalan
e. Tissue Impairment dan Psycogenic Prediction
1. Muskulotendinogen : m. weakness ekstremitas superior dan inferior
sinistra
2. Osteoarthrogen : Stiffnes pada shoulder joint sinistra
3. Neurogen : post non hemoragic stroke
4. Psikogenik : Kecemasan
f. Spesific Test
1. Visual Analog Scale (VAS) (shoulder)
Diam = 0 Gerak = 3 Tekan = 1
51
Hasil = ROM aktif
S.500.0.1000
F 1500.0.300
T 650.0.500
IP = limitasi pada ROM
3. Hamilton Rating Scale- Anxiety (HRS-A) : 29 (Kecemasan Berat)
4. Manual Muscle Testing (MMT)
a. Ekstremitas superior dekstra :5
b. Ekstremitas superior sinistra : 3+
c. Ekstremitas inferior dekstra :5
d. Ekstremitas inferior dekstra : 3+
5. Tes sensasi : panas dingin : normal
Kasar halus : normal
Diskriminasi 2 titik : normal
IP : Tidak ada indikasi gangguan fungsi sensorik
6. Tes koordinasi : finger to nose : mampu
Finger to finger : mampu
Heel to knee : mampu
IP : Tidak ada indikasi gangguan koordinasi
7. Tes motoric
Hasil : (upper extremity sinistra : mampu), (lower extremity sinistra :
mampu)
IP : tidak terdapat indikasi gangguan myotome pada level upper
dan lower extremity sinistra
52
IP : Terdapat indikasi gangguan keseimbangan dan stabilizing saat
berdiri dan berjalan
9. Indeks Barthel :
Hasil: 35
IP : ketergantungan berat
53
6. Mengurangi stiffness
54
3.6 Evaluasi
Setelah 1 kali intervensi
No Problem FT Parameter Sebelum Setelah Interpretasi
intervensi intervensi
Nyeri diam
(0)
Nyeri diam (0) Terdapat
nyeri tekan
1 Nyeri VAS nyeri tekan (3) penurunan
(2)
nyeri gerak (1) nyeri
nyeri gerak
(0)
ROM aktif ROM Aktif
Terdapat
Limitasi S.500.0.1000 S.500.0.1300
2 Goniometer peningkatan
ROM F 1500.0.300 F 1500.0.300
ROM
T 650.0.500 T 650.0.500
MMT :
Ekstremitas
Ekstremitas
superior
superior sinistra: Terdapat
Muscle sinistra: 4
3 MMT 3+ peningkatan
weakness Ekstremitas
Ekstremitas kekuatan otot
inferior
inferior sinistra
sinistra: 4
3+
Kecemasan
4. Kecemasan HRS-A 29 (berat) 27 (sedang)
menurun
Tidak ada
Gangguan Indeks perubahan
5. 35 (sedang) 35 (sedang)
ADL Barthel gangguan
ADL
55
DAFTAR PUSTAKA
Agur, Anne & Moore, Keith 2007, Essential Clinic Anatomy, 3rd ed., Lippincott
William & Wilkins, pp. 568-573
Alp, A., Efe, B., Adal, M., Bilgic, A., Ture, S. D., Coskun, S., et al. (2018). The
Impact of Whole Body Vibration Therapy on Spacity and Disability of the
Patients with Poststroke Hemiplegia. Hindawi Rehabilitation Research and
Practice, 1-6.
Aras, D., & Gondo, A. A. (2017). Buku Ajar Mata Kuliah Manajemen Fisioterapi
Neuromuscular dan Psikiatri. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Burhanuddin, M., Wahiduddin, Jumriani. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stroke pada
Dewasa Awal (18 – 40 tahun). UNHAS Makassar.
Chan C.C.H, Lee T.M.C, Fong K.N.K, Lee C, Wong V. 2002. Cognitive Profile For
Chinese Patient With Stroke. Brain Injury; 16
Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Student & Junior
Doctors. 11th edition. USA: Blackwell Publishing.
56
Ginsberg L., 2008. Lecture Notes Neurology. Jakarta: Erlangga.
Guyton A.C., Hall J.E., 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Handayani, F. 2013. Angka Kejadian Serangan Stroke Pada Wanita Lebih Rendah
Daripada Laki-Laki. Jurnal Keperawatan Medical Bedah. Vol 1/ no.
1:2013
Kim, J. O., & Lee, B. H. (2017). Effect of Upper Extremity Coordination Exercise
During Standing on Paretic Side on Balance, Gait Ability and Activities of
Daily Living in Persons with Stroke . Physical Therapy Rehhabilitation
Science, 53-58.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
Levine, Peter G. 2009. Stronger After Stroke: Panduan Lengkap dan Efektif Terapi
Pemulihan Stroke. Alih bahasa: Rika Iffiati Farihah. Jakarta: Etera.
57
Pinzon R., Asanti L. 2010. Awas Stroke! Pengertian, gejala, tindakan, perawatan,
dan pencegahan. Yogyakarta Andi: 1-4.
Rabzadeh, S., Goljaryan, S., Salahzadeh, Z., Oskouei, A. E., & Somee, A. S. (2018).
Effects Of A Task-Oriented Exercise Program n Balance in Patientswith
Hemiplegia Following Stroke. Iranian Red Crescent Medical Journal, 1-7.
Tanaka, N., Matsushita, S., Sonoda, Y., Maruta, Y., Fujitaka, Y., Sato, M., et al.
(2018). Effect of Stride Management Assist Gait Training for Poststroke
Hemiplegia: A Single Center, Open-Label, Randomized Controlled TRial.
Journal of Stroke and Cerebrovascular Disease, 1-10.
Tim Dosen Program Studi Fisioterapi. (2016). Buku Ajar Mata Kuliah Terapi
Latihan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Tjikoe,A & Loho.2014. Gambaran Hasil Ct Scan Kepala Pada Penderita Dengan
Klinis Stroke Non-Hemoragik Di Bagian Radiologi Fk. Unsrat / Smf
Radiologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode Januari 2011-
Desember 2011 Jurnal E-Clinic (Ecl), Volume 2, Nomor 3, November 2014
Yadav, R., Kuma, S., Aafreen, & Yadav, S. (2018). Robotic Tilt Tanle Exercise
Versus Conventional Exercise In Rehabilitation of Hemiplegic Patients.
International Journal Of Therapy and Rehabilitation, 475-480.
58
LAMPIRAN
59
6. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Late Insomnia) 1 : Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi 0
2 : Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur
lagi
7. Kerja dan Kegiatan- 0 : Tidak ada
kegiatannya 1 : Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan
yang berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
2 : Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi 2
3 : Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-
hari atau produktivitas menurun
4 : Tidak bekerja karena sakitnya
8. Kelambanan 0 : Normal
(lambat dalam berfikir, 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berbicara, gagal 2 : Jelas lamban dalam wawancara
berkonsentrasi, dan 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama 0
aktivitas motorik sekali)
menurun)
60
12. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Pencernaan) 1 : Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan
tanpa dorongan teman, merasa penutnya
2 : penuh 1
Sukar makan tanpa bantuan teman,
membutuhkan pencahar untuk buang air
besar atau obat-obatan untuk saluran
pencernaan
13. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Umum) 1 : Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa
berat 1
2 : Sakit punggung, kepala dan otot-otot,
hilangnya kekuatan dan kemampuan
14. Kotamil Sering buang air kecil terutama malam hari di
(Genital) kala tidur, tidak haid, darah haid sedikit
sekali, tidak ada gairah seksual, ereksi hilang,
0 : impotensi 0
1 : Tidak ada
2 : Ringan
Berat
15. Hipokondriasis 0 : Tidak ada
(Keluhan somatic fisik 1 : Dihayati sendiri
yang berpindah-pindah) 2 : Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan
sendiri 1
3 : Sering mengeluh membutuhkan pertolongan
orang lain
4 : Delusi hipokondriasi
16. Kehilangan Berat Badan 0 : Tidak ada
1 : Beratbadan berkurang berhubungana dengan
penyakitnya sekarang 0
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, 0
virus, perlu istirahat, dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang
memburuk pada waktu malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
61
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri Berubah) 1 : Ringan
Dan Derelisiasi 2 : Sedang 1
(Perasaan tidak nyata – 3 : Berat
tidak realistis) 4 : Ketidakmampuan
20. Gejala Paranoid 0 : Tidak ada
1 : Kecurigaan
2 : Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian 0
3 : peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya
(ideas refence)
Waham (delusi) dikejar/ diburu
21. Gejala Obsesi dan 0 : Tidak ada
Kompulsi 1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 9
Interpretasi :
0 - 7 = Normal
8 - 13 = Depresi ringan Total Nilai :9
14 - 18 = Depresi sedang Interpretasi : Depresi sedang
19 - 22 = Depresi berat
> 23 = Depresi sangat berat
62
Skor
63