Anda di halaman 1dari 50

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

HEMIPARESE SINISTRA POST STROKE NON HEMORAGIC

DENGAN MODALITAS IFRA RED DAN TERAPI LATIHAN DI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA

Disusun oleh:

1. Slamet Riyanti P27226021310


2. Bowo Saran Pituduh P27226021324

JURUSAN FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

POLITEKNIKKESEHATANKEMENTERIANKESEHATANSURAKARTA

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA KASUS HEMIPARESE SINISTRA POST STROKE NON

HEMORAGIC DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI

LATIHAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA”

telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing sebagai bukti peloporan kegiatan

mahasiswa selama masa praktik klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga

tanggal, 1 Agustus – 30 September 2022

Salatiga, 10 Oktober 2022

Mengetahui,

CE Eksternal

Bambang Sutejo, SST. FT, Ftr


NIP 19630304 1988 01 1002

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini

sebagai salah satu tugas bukti laporan kegiatan mahasiswa selama masa praktik

klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Satino, SKM, Msc selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Surakarta.

2. Bapak Dr. Bambang Trisnowiyanto, M. Or selaku Ketua Jurusan

Fisioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta.

3. Bapak Saifudin Zuhri, SKM, SST. FT, M. Kes selaku Ketua Prodi

Sarjana Terapan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Surakarta.

4. Bapak Bambang Sutejo, SST. FT, Ftr selaku pembimbing praktik di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.

5. Selurus staf karyawan Instalasi Rehab Medik di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Salatiga.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan mental dan

material.

7. Teman-teman praktik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.

ii
Penulis menyadari banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka

dari itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapakan dari pembaca

sekalian. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Salatiga, 31 Agustus 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4

A. Stroke ........................................................................................................... 4

B. Anatomi Fisiologi Otak ................................................................................ 7

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI ............................................... 17

A. Pengkajian Fisioterapi ................................................................................ 17

B. Pemeriksaan Subjektif ................................................................................ 18

C. Underlying Process .................................................................................... 26

D. Diagnosis Fisioterapi .................................................................................. 27

E. Program Fisioterapi .................................................................................... 28

F. Rencana Evaluasi ....................................................................................... 29

G. Prognosis .................................................................................................... 29

H. Pelaksanaan Fisioterapi .............................................................................. 30

I. Evaluasi dan Tindak Lanjut ....................................................................... 41

J. Hasil Terapi Akhir...................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik lokal maupun global yang terjadi

lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh

gangguan peredaran darah otak. Sebagian kasus dijumpai pada orang-orang yang

berusia diatas 40 tahun. Makin tua umur maka risiko terkena stroke semakin besar

(Nasution, 2013).

Stroke non hemoragik adalah tipe stroke yang paling sering terjadi , hampir

80%dari semua stroke yang disebabkan oleh gumpalan atau sumbatan lain pada

arteri yang mengalir ke otak (Nasution,2013).

Banyak sekali sekali faktor penyebab pada kasus stroke non hemoragik,

salah satunya adalah hipertensi dan merokok. Hipertensi adalah faktor resiko utama

dalam pembentukan aterosklerosis. Selain itu merokok merupakan faktor resiko

yang telah jelas diketahui pada pria mugkin pula berperan pada peningkatan

insidensi dan keparahan aterosklerosis pada perempuan. Aterosklerosis ditandai

dengan lesi intima yang disebut atheroma atau plakatherosclerotik [Kumar et al.,

2015). Aterosklerotik merupakan penyakit yang menyerang arteri-arteri pada

jantung maupun otak sehingga terjadi penyempitan pada lumen dan aliran darah

menjadi kecil (Marjono dan Sidharta,2014).

1
2

Permasalahan yang terjadi pada stroke non hemoragik adalah penurunan

kekuatan otot pada ekstremitas atas dan bawah, rasa tebal-tebal, spastisitas,

keseimbangan, koordinasi gerak dan juga penurunan aktifitas fungsional.

Fisioterapi adalah salah satu tenaga medis yang mampu menurunkan spastisitas,

meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, dan juga mampu

meningkatkan aktifitas fungsional pada kasus stroke di atas.

Di sini fisioterapi mempunyai peran sebagai profesi yang bertanggung

jawab dalam proses penyembuhan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang

terjadi pada kasus stroke. Menangani pasien dengan kondisi tersebut banyak

modalitas fisioterapi yang digunakan, salah satunya adalah infra red dan terapi

latihan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan pasien yang kemudian

berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan fungsionalnya.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulistertarik ingin mengetahui

apakah pemberian infra red dan terapi latihan dapat mengatasi problematika

fisioterapi pada pasien hemiparese sinistra post stroke non hemoragik stadium

kronis.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah “Apakah ada

pengaruh pemberian infra red dan terapi latihan terhadap peningkatan kekuatan otot

dan aktifitas fungsional pada pasien hemiparese sinistra post stroke non

hemoragik?”
3

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pemberian infra red dan terapi latihan terhadap peningkatan kekuatan otot dan

aktifitas fungsional pasien hemiparese sinistra post stroke non hemoragik.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1)

manfaat pengembangan ilmu secara teoritis bahwa infra red dan terapi latihan

berperan penting dalam penanganan pada kasus hemiparese sinistra post stroke non

hemoragik, 2) manfaat dalam pelayanan, perlunya fisioterapi dalam meningkatkan

kemampuan aktifitas fisik dan kemampuan funsional pada pasien hemiparese

sinistra post stroke non hemoragik, 3) manfaat bagi penulis adalah untuk

mempraktekkan hasil studi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

1. Definisi stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke merupakan gangguan

fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala baik fokal

maupun global yang berlangsung 24 jam atau lebih (Kemenkes, 2018). Stroke pada

umumnya ditandai sebagi defisin neurologis yang dikaitkan dengan cedera fokal

akut sistem saraf pusat (SSP) oleh penyebab vascular, termasuk serebral. Infark,

perdarahan intraserebral (ICH), dan perdarahan subarachnoid (SAH) dan

merupakan penyebab utama kecatatan dan kematian di seluruh dunia (Sacco et al.,

2013). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018) prevalensi stroke yang terjadi di

Indonesia mencapai 10,9%.

Stroke non hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif

huda, 2016). Stroke non hemoragik paling sering terjadi dengan besar presentase

sekitar 80% dibandingkan stroke hemoragik. Gangguan aliran darah pada otak

mengakibatkan rusaknya jalur motorik, sehingga memungkinkan terjadinya

disfungsi berupa hemiplegia atau hemiparesis yang menyebabkan kemunduran

mobilitias dan berdampak keterbatasan klien melakukan aktivitas gerak dan hanya

berbaring di tempat tidur (sari, agianto & wahid 2015).

4
5

2. Etiologi dan faktor risiko

a. Etiologi

Etiologi stroke didominasi oleh emboli (32%) dan penyebab spesifik

(24%), termasuk diseksi arteri cervicocerebral (17%), aterosklerosis arteri besar

pada 11%, penyakit pembuluh darah kecil di 9%, Penyakit Fabry (0,3%). Etiologi

tetap tidak diketahui pada 7% (Simonetti, 2015). 96% pasien memiliki setidaknya

satu faktor risiko vascular, dan 73% setidaknya satu faktor risiko vaskular yang

dapat dimodifikasi (Simonetti, 2015). Adanya gangguan pada pembuluh darah ini,

di sebabkan oleh berbagai faktor-faktor risiko stroke usia muda.

Stroke pada usia muda termasuk berbagai gangguan yang sering terjadi pada

kelompok usia yang lebih tua. Ada beberapa faktor risiko yang tumpang tindih

antara kedua kelompok usia, tetapi ada beberapa faktor risiko yang jelas berbeda

untuk stroke iskemik dan hemoragik pada usia muda (Rashid, 2019).

b. Faktor risiko
Menurut tingkat pengendaliannya aktor penyebab penyakit stroke dibagi

menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan dan dapat dikendalikan.

Faktor yang tidak dapat dikendalikan antara lain: (1) usia, (2) jenis kelamin, (3)

riwayat keluarga, dan (4) ras. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan adalah: (1)

hipertensi, (2) dyslipidemia, (3) diabetes mellitus, (4) kelainan jantung, dan (5) gaya

hidup.
6

3. Klasifikasi
Stroke dibedakan menjadi 2 yaitu Non Hemorrhagic Stroke (NHS), dan

Hemrorrhagic Stroke (HS) (Smeltzer&Bare, 2013).

a. Non Hemorrhagic Stroke


NHS bisa disebabkan karena adanya emboli atau thrombosis pada pembuluh

darah yang mengakibatkan penyumbatan arteri yang mengarah ke otak. Penyebab

lain seperti gangguan darah, peradangan dan infeksi merupakan penyebab sekitar

5-10% kasus NHS sekaligus menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda.

Namun, penyebab pasti dari sebagian NHS tetap tidak diketahui meskipun sudah

dilakukan pemeriksaan mendalam (National Stroke Association, 2018).

b. Hemorrhagic Stroke
HS bisa disebabkan karena perdarahan intracerebral, perdarahan

subarachnoid, aneurisma cerebral, dan malformasi arterivenous. Stroke hemoragik

disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak yang disebut hemoragia

intraserebrum atau hematom intraserebrum atau ke dalam ruang subaraknoid yaitu

ruang sempit antara permukaan orak dan lapisan jaringan yang menutupi otak

(National Stroke Association, 2018).

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat

ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum

dijumpai pada penderiyta stroke non hemoragik yaitu:


7

a. Gangguan motorik

1) Tonus abnormal

2) Penurunan kekuatan otot

3) Gangguan gerak volunteer

4) Gangguan koordinasi

5) Gangguan ketahanan

b. Gangguan sensorik

1) Gangguan propioseptik

2) Gangguan kinestetik

3) Gangguan diskriminatif

c. Gangguan kemampuan fungsional

Gangguan dalam beraktifitas sehari – hari seperti mandi, makan, ke toilet

dan berpakaian.

B. Anatomi Fisiologi Otak

1. Anatomi

Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat. Bagian ini dilindungi

oleh tiga selaput pelindung (meninges) dan berada di dalam rongga tengkorak

(Chusid, 1979). Selain itu otak juga merupakan jaringan yang paling banyak

memakai energi dalam seluruh tubuh manusia terutama berasal dari metabolisme

oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan

glukosa melalui aliran darah bersifat konstan (Wilson, 2002).


8

Bagian-bagian dari otak terdiri dari:

a. Hemisferium serebri

Hemisferium serebri dibagi menjadi dua hemisferium yaitu hemisferium

kanan dan kiri yang dipisahkan oleh celah dalam yang disebut dengan fisura

longitudinalis serebri (Chusid, 1979). Bagian luar dari hemisferium serebri terdiri

dari substansia grisea yang disebut sebagai korteks serebri. Kedua hemisferium ini

dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut dengan corpus calosum.

Pusat aktivitas sensorik dan motorik pada masing-masing hemisferium

dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan.

Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium

serebri kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut

pengendalian kontralateral (Wilson, 2002).

b. Korteks serebri

Korteks serebri pada cerebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut

dengan konvulsi atau girus. Celah-celah atau lekukan yang disebut sulcus terbentuk

dari lipatan-lipatan tersebut yang membagi setiap hemisferium menjadi daerah-

daerah tertentu, antara lain :


9

Gambar 2.1 Lobus di otak

1) Lobus frontalis

Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebri ke depan dari sulkus

sentralis dan di atas sulkus lateralis. Bagian ini mengandung daerah-daerah

motorik. Area Broca terletak di lobus frontalis dan mengontrol ekspresi bicara.

Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan

moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini juga memodifikasi dorongan

emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik. Badan sel di daerah motorik primer

lobus frontalis mengirim tonjolan-tonjolan akson ke korda spinalis, yang sebagian

besar berjalan dalam alur yang disebut sebagai sistem piramidalis.

Pada sistem ini neuron-neuron motorik menyeberang ke sisi yang

berlawanan. Informasi motorik sisi kiri korteks serebrum berjalan ke bawah ke sisi

kanan korda spinalis dan mengontrol gerakan motorik sisi kanan tubuh, demikian

sebaliknya. Sedangkan akson-akson lain dari daerah motorik berjalan dalam jalur
10

ekstrapiramidalis. Serat ini mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan di luar

piramidal ke korda spinalis.

2) Lobus temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke

bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto oksipitalis.

Lobus ini adalah daerah asosiasi untuk informasi auditorik dan mencakup area

Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau

dan penyimpanan ingatan.

3) Lobus parietalis

Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulkus

sentralis, di atas fisura lateralis dan meluas ke belakang ke fisura parieto

oksipitalis. Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa raba dan

pendengaran.

4) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini

terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura parieto

oksipitalis. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.

c. Ganglia basalis

Ganglia basalis adalah massa substansia grisea yang terletak dibagian dalam

hemisferium serebri. Massa yang berwarna kelabu dalam ganglion basalis terbagi

menjadi empat bagian, yaitu nukleus kaudatus, nukleus lentiformis, korpus


11

amygdala dan claustrum. Nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis bersama

fasiculus interna membentuk korpus striatum yang merupakan unsur penting dalam

sistem ekstrapiramidal. Fungsi dari ganglia basalis adalah pusat koordinasi dan

keseimbangan.

Letak gangguan pada otak yang mengindikasikan terjadinya hemiparese

yaitu upper motor neuron. Lesi upper motor neuron ditandai dengan adanya

gangguan fungsi motorik satu sisi tubuh (lengan dan tungkai). Upper motor neuron

terdiri dari traktus piramidalis dan traktus ekstrapiramidalis.

d. Traktus piramidalis

Traktus piramidalis terdiri dari serat kortikonuklear yang berjalan hanya

sampai batang otak dan serat kortikospinal yang berjalan menuju medulla spinalis.

Traktus piramidalis berjalan ke bawah dan ke dalam melalui hemisfer serebri,

kemudian melalui otak tengah, pons, dan medulla oblongata membentuk rigi

panjang di dalam medulla. Pada medulla oblongata, sebagian serat traktus

piramidalis menyilang ke sisi lain. Berdasarkan hal itu, satu sisi otak mengarahkan

dan mengontrol gerakan sisi tubuh yang lain (Gibson,1981).

Kerusakan jaras piramidalis dan ekstrapiramidalis disebabkan karena

pemotongan traktus piramidalis, yang menghilangkan pengiriman semua

rangsangan gerakan volunter dari korteks motorik ke sel kornu anterior sehingga

mengakibatkan paralisis otot yang disarafi oleh sel-sel ini. Sindrom upper motor

neuron yang dijumpai pada kerusakan sistem piramidalis, mempunyai gejala


12

lumpuh, hipertonus, hiperreflek dan klonus, serta reflek patologis (Lumbantobing,

2006).

e. Traktus ekstrapiramidalis

Traktus ekstrapiramidalis merupakan suatu sistem dari cerebellum yang

mengontrol dan menyeimbangkan gerakan volunter, sehingga sistem membuat

setiap gerakan volunter menjadi lembut dan halus (Duus,1996). Gangguan pada

traktus ekstrapiramidalis digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

hiperkinesia seperti khorea, ateteose, distonia, hemibalismus dan kelompok

parkinsonisme yang mencangkup trias gejala yaitu rigiditas, tremor, hiopkinesia

(Satyanegara, 2010). Secara umum tanda-tanda yang dapat dilihat dari pasien post

stroke dapat berupa kelemahan otot salah satu sisi tubuh, hipertonus, serta adanya

gangguan keseimbangan, berjalan dan reflek postural.


13

Gambar 2.2

Traktus piramidalis (Duus, 1996)

Keterangan gambar :

1. Thalamus 10. Piramida


2. Traktus kortikopontin 11. Traktus kortikospinalis
3. Pedunkulus serebri 12. Traktus kortikonuklearis
4. Pons 13. Traktus kortikomesensefalik
5. Medula oblongata 14. Kaput nucleuskaudatus
6. Traktus kortikospinalis 15. Kapsula interna
7. Lempeng akhir motoric 16. Nukleus lentikularis
8. Traktus kortikospinalis anterior 17. Kapsula nukleuskaudatus
14

f. Dekusasio piramidalis

Gambar 2.3

Traktus ekstrapiramidal (Duus, 1996)

Keterangan gambar :

1.Traktus frontopontin 13.Traktuskortikospinalis anterior

2.Traktus kortikospinalis 14. Traktus kortikospinalis lateralis

3. Talamus 15. Traktus vestibulospinalis

4. Kaput nukleus kaudatus 16. Traktus olivospinalis

5. Nukleus tegmental 17. Traktus rubrospinalis

6. Nukleus ruber 18. Nukleus lateral nervus vestibular


15

7. Substansia nigra 19. Formasio retikularis

8. Traktus tegmentum sentralis 20. Nuklei pontis

9. Olivia inferior 21. Nuklei lentikularis

10. Piramid 22. Traktus oksipitomesensefalik

11. Traktuss retikulospinal 23. Traktus parietotemporopontin

12. Traktus tektospinalis

2. Fisiologi

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai Cerebral Blood Flow (CBF) dan

dinyatakan dalam satuan cc/100 gram otak/menit. Nilainya tergantung pada

tekanan perfusi otak/Cerebral Perfusion Pressure (CPP) dan resistensi

serebrovaskular/Cerebrovascular Resistance (CVR). Dalam keadaan normal dan

sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Ambang batas

aliran darah otak ada tiga (Guyton, 2006) yang terdiri dari :

a. Ambang fungsional dengan batas aliran darah otak 50-60 cc/100

gram/menit, yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi

neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak yaitu batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100

gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik

neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam

proses disintegrasi.
16

c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi

akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100

gram/menit.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak yaitu: 1) keadaan pembuluh

darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh

trombus/embolus, 2) keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit

yang meningkat akan menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang

berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun, 3) tekanan darah sistemik yang

memegang peranan tekanan perfusi otak.


BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Pengkajian Fisioterapi

1. Keterangan Umum Penderita

Nama : Ny. Y

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Perum Manunggal 2,RT 1/VII, Kauman Kidul, Salatiga

No. CM : 05-06-26599

2. Data-data Medis Rumah Sakit

a. Diagnosis Medis

Hemiparese Sinistra et causa Post Stroke Non Hemoragic

b. Medika Mentosa

Obat – obat yang dikonsumsi oleh pasien antara lain:

1) Citicoline 500 mg 2x1

2) Mecobalamin 500mg 2x1

3) Etorvastatin 20 mg

4) Relaxan 2x1

5) Meloxicam 7,5 mg 2x1

17
18

6) Neurosanbe 1x1

7) Amlodipine 5 mg

c. Radiologi CT Scan Kepala


1) Infark crus anterior capsula interna dextra dan corona radiata sinistra
2) Tak tampak gambaran perdarahan.

B. Pemeriksaan Subjektif

1. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama :

Pasien mengeluhkan kaku dan kelemahan pada anggota gerak atas dan

anggota gerak bawah sebelah kiri.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien tiba – tiba tidak bisa bangun dari tempat tidur 1 bulan yang

lalu. Badan dan anggota gerak terasa lemas dan sulit di gerakkan. Kemudian

pasien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan dan harus rawat

inap selama 6 hari karena tekanan darah 200/120 mmHg,LDL Cholesterol

210 . Tidak ditemukan perdarahan ketika serangan stroke terjadi. Selama 1

bulan ini pasien rutin ke fisioterapi sebanyak 3 kali dalam seminggu. Pasien

sudah dapat kembali berjalan dengan bantuan tripod. Tetapi anggota gerak

sebelah kiri masih lemah dan berat, keseimbangan belum baik.

2. Riwayat Keluarga dan Status Sosial

Pasien merupakan ibu rumah tangga dan penjual baju dipasar.

Lingkungan rumah ada tangga masuk diruang tamu sehingga harus memutar

lewat pintu samping. Kondisi dalam rumah rata dan jarak antar ruang mudah

dijangkau. Seminggu sekali mengikuti pengajian dimasjid, tetapi saat ini

belum bisa karena belum kuat duduk , bediri lama dan berjalan jauh.
19

3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta

a. Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada riwayat penyakit dahulu.

b. Penyakit penyerta

1) Hipertensi (+) sejak tahun 2020

2) Kolesterol tinggi (+) sejak 2021

C. Pemeriksaan Objektif

1. Pemeriksaan Tanda Vital

Selasa, 8 Agustus 2022

a. Tinggi badan : 147 cm

b. Berat badan : 60 kg

c. Tekanan darah : 160/80 mmHg

d. Denyut nadi : 62 x/menit

e. Respiratory rate : 18 x/menit

f. Suhu : 36ᵒ C

2. Inspeksi

a. Inspeksi statis

1) Keadaan umum pasien baik

2) Bahu kanan nampak lebih tinggi dibandingkan bahu kiri

3) Postur tubuh nampak kifosis

4) Lengan bawah sinistra pasien nampak fleksi dengan wrist palmar fleksiTunkai

5) Tungkai kiri tampak sedikit plantar fleksi


20

b. Inspeksi dinamis

1) Pasien berjalan menggunakan tripod

2) Pada saat berjalan,tungkai agak dilempar lutut kiri pasien nampak kurang
menekuk

3) Pada saat berjalan, tidak nampak fase heel strike dan toe off

4) Ketika bangun dari tempat tidur, pasien nampak berpegangan pada tepi

bed

3. Palpasi

a. Suhu anggota gerak atas dan anggota gerak bawah sinistra teraba lebih

dingin dibandingkan dextra

b. Hipotonus pada otot penggerak anggota gerak atas sinistra

4. Joint Test

Regio Shoulder Gerak Aktif Gerak Pasif


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri End Feel
Fleksi Tidak full - Full - Firm
Ekstensi Full - Full - Firm
Abduksi Full - Full - Firm
Adduksi Full - Full - Firm

Regio Elbow Gerak Aktif Gerak Pasif


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri End Feel
Fleksi Full - Full - Soft
Ekstensi Full - Full - Hard

Regio Wrist Gerak Aktif Gerak Pasif


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri End Feel
Dorsi fleksi Tidak full - Full - Firm
Palmar fleksi Tidak full - Full - Soft
21

Regio Hip Gerak Aktif Gerak Pasif


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri End Feel
Fleksi Tidak Full - Full - Firm
Ekstensi Full - Full - Firm
Abduksi Full - Full - Firm
Adduksi Full - Full - Firm

Regio Knee Gerak Aktif Gerak Pasif


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri End Feel
Fleksi Full - Full - Soft
Ekstensi Full - Full - Firm

Regio Ankle Gerak Aktif Gerak Pasif


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri End Feel
Dorsi fleksi Tidak full - Full - Firm
Plantar fleksi Tidak full - Full - Firm
Inversi Tidak full - Full - Firm
Eversi Tidak full - Full - Firm

Gerakan isometrik:
Pasien dapat menggerakkan AGA dan AGB sinistra secara aktif dengan
tahanan minimal.

5. Muscle Test

Regio Shoulder Dextra Sinistra Regio Hip Dextra Sinistra


Fleksor 5 3 Fleksor 5 3
Ekstensor 5 4 Ekstensor 5 4
Abduktor 5 3 Abduktor 5 4
Adduktor 5 4 Adduktor 5 4

Regio Elbow Dextra Sinistra Regio Knee Dextra Sinistra


Fleksor 5 4 Fleksor 5 4
Ekstensor 5 4 Ekstensor 5 4

Regio Wrist Dextra Sinistra Regio Ankle Dextra Sinistra


22

Fleksor 5 4 Fleksor 5 3
Ekstensor 5 3 Ekstensor 5 3
Keterangan:
Nilai 0 : tidak ada kontraksi dan gerakan
Nilai 1 : ada kontraksi tanpa disertai gerakan sendi
Nilai 2 : ada gerakan tanpa melawan gravitasi
Nilai 3 : ada gerakan dapat melawan gravitasi
Nilai 4 : ada gerakan dan dapat melawan tahanan minimal
Nilai 5 : ada gerakan dan dapat melawan tahanan maksimal

6. Neurological Test

a. Pemeriksaan sensoris

1) Tajam tumpul (normal)

2) Kasar halus (normal)

3) Berat ringan (normal)

4) Sensasi raba/taktil (normal)

b. Pemeriksaan reflek fisiologis

1) Reflek bisep kiri (+)

2) Reflek trisep kiri (+)

3) Reflek patella kiri (+)

4) Reflek achilles kiri(+)

7. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas

a. Kemampuan fungsional

1) Pasien mampu miring ke sisi sehat secara mandiri

2) Pasien mampu duduk dari posisi telentang dengan berpegangan pada sisi

samping bed
23

3) Pasien mampu berdiri dari posisi duduk dengan berpegangan pada sisi

samping bed

4) Pasien mampu berjalan dengan alat bantu tripod dalam jarak maksimal

20 meter.

5) Pasien dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari seperti makan,

minum secara mandiri, memakai baju, mandi dan toileting masih perlu

bantuan orang lain. Jika aktivitas yang dilakukan memerlukan anggota

gerak sisi kiri maka dibantu anggota gerak sisi kanan.

b. Lingkungan aktivitas

Lingkungan aktifitas ada tangga dipintu masuk rumah dan harus

memutar ke pintu samping lingkungan rumah pasien rata, tidak ada

tangga dan tiap ruangan tidak terlalu jauh, sehingga mudah dijangkau.

8. Pemeriksaan spesifik

a. Pemeriksaan LGS

1) Regio shoulder sinistra

S = 0ᵒ.0ᵒ.90ᵒ

2) Regio Elbow sinistra

S =0-0-120

3) Regio wrist sinistra

S = 15ᵒ.0ᵒ.25ᵒ

4) Regio Hip sinistra

S=0 -0 - 80

5) Regio Knee Sinistra

S=0 -0 -120
24
6) Regio Ankle sinistr

F = 5ᵒ.0ᵒ.10ᵒ

S= 10- 0- 30

b. Pemeriksaan spastisitas

Pada otot fleksor wrist sinistra nilai

spastisitas = 1Intepretasi:

0 : tidak ada peningkatan tonus

1 : adanya peningkatan sedikit tonus, ditandai dengan terasanya

tahanan minimal di akhir ROM

2 : adanya peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan

pemberhentian gerakan diikuti tahanan minimal sepanjang sisa

ROM

3 : peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM

tetapi sendi masih mudah digerakkan

4 : peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan

5 : rigid/kaku

c. Pemeriksaan keseimbangan

No Item Description Score


1 Sitting to standing 3
2 Standing unsupported 2
3 Sitting unsupported 4
4 Standing to sitting 3
5 Transfers 3
6 Standing with eyes closed 3
7 Standing with feet together 3
8 Reaching forward with 3
outstretched arm
9 Retrieving object from floor 1
10 Turning to look behind 2
25

11 Turning 360 degrees 1


12 Placing alternate foot on stool 1
13 Standing with one foot in front 1
14 Standing on one foot 1
Total 30

41-56 = low fall risk


21-40 = medium fall risk
0 –20 = high fall risk
d. Pemeriksaan activity daily living dengan index bartel

No Aktivitas Patokan Nilai


Nilai
1 Makan 0 – 10 5
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur 0 – 15 10
dan sebaliknya, termasuk duduk di tempat
tidur
3 Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, 0–5 5
mencukur, menggosok gigi
4 Aktivitas toilet (menyemprot, mengelap) 0–5 5
5 Mandi 0 – 10 5
6 Berjalan di jalan yang datar 0 – 15 10
Jika tidak mampu berjalan lakukandengan
kursi roda
7 Naik turun tangga 0 – 10 5
8 Berpakaian termasuk mengenakan sepatu 0 – 10 5
9 Kontrol BAB 0 – 10 5
10 Kontrol BAK 0 – 10 5
Jumlah 60
Nilai
Intepretasi:

0-20 : ketergantungan penuh

21-40 : ketergantungan berat

41-60 : ketergantungan moderat

61-90: ketergantungan ringan

91-100: mandiri
26

D. Underlying Process
Hipertensi Kolesterol tinggi
Terbentuk
trombus arterial
dan emboli
Pembuluh darah Adanya plaque dalam darah
menyempit

Menurunnya suplai darah di otak

Iskemik jaringan di otak

Hipoksia

Stroke non hemoragik

Diagnosis fisioterapi

Functional Limitation: Disability/Participant Restriction:


Impairment: - Belum mampu berjalan - Pasien belum bisa mengikuti
- Adanya penurunan kekuatan sempurna, tripod kegiatan sosial seperti senam
otot - ,memakai tripod mampu berdiri
Pasien belum dan jalan sehat dan pengajian di
- Penurunan LGS pada shoulder, lama dan berjalan jauh masjid
wrist, ankle - Pasien belum mampu
- Spastisitas pada flexor wrist mengambil barang yang
sinistra letaknya di atas dan dibawah
- Penurunan keseimbangan - Pasien belum mampu membawa
barang berat dengan anggota
gerak atas sinistra

Intervensi:
- Infra Red (IR) Edukasi dan Home Program
- PNF
- Stretching
me - Balance exercise
- Bridging,ressisted
-
Meningkatnya aktivitas fisik dan kemampuan fungsional pasien
secara maksimal
27

E. Diagnosis Fisioterapi

a. Impairment

1) Adanya kelemahan otot anggota gerak atas dan anggota gerak bawah

sinistra

2) Adanya penurunan lingkup gerak sendi pada regio shoulder, wrist,hip

dan ankle sinistra

3) Adanya spastisitas pada fleksor wrist sinistra

4) Adanya penurunan keseimbangan

b. Functional limitation

1) Pasien belum mampu berjalan sempurna dengan alat bantu tripod

dan tumpuan anggota gerak bawah dextra

2) Pasien belum mampu duduk, berdiri lama dan berjalan jauh >20 m

3) Pasien belum mampu mengambil barang yang letaknya di atas dan dilantai

4) Pasien belum mampu membawa barang berat dengan tangan kiri

5) Pasien belum mampu jongkok

c. Disability/Pasticipation Restriction

1) Pasien belum bisa mengikuti kegiatan jalan sehat dan senam

bersama

2) Pasien belum bisa mengikuti kegiatan pengajian karena

kelemahan AGA sinistra


28

F. Program Fisioterapi

a. Tujuan jangka pendek

1) Meningkatkan kekuatan kelemahan otot anggota gerak atas dan

anggota gerak bawah sinistra

2) Meningkatkan lingkup gerak sendi pada regio shoulder, wrist, dan

ankle sinistra

3) Mengurangi spastisitas pada jari tangan sinistra

4) Meningkatkan keseimbangan

b. Tujuan jangka panjang

1) Meneruskan program jangka pendek

2) Meningkatkan aktivitas fisik dan kemampuan fungsional secara

maksimal

c. Teknologi intervensi fisioterapi

1) Infra Red (IR)

Melancarkan aliran darah dan rileksasi otot.

2) Propioseptif Neuromuscular Facilitation (PNF)

a) Rhytmical initiation

Bertujuan untuk normalisasi kecepatan gerak, sebagai

permulaan gerak, perbaikan koordinasi dan rasa gerak, rileksasi

dan belajar tentang gerak.


29

b) Slow reversal

Bertujuan untuk memperbaiki mobilisasi, meningkatkan tingkat

rileksasi, memperbesar kekuatan kontraksi otot, belajar

gerakan, perbaikan koordinasi, dan meningkatkan daya tahan.

3) Stretching
Bertujuan untuk mencegah kontraktur pada otot yang mengalami

spastisitas.

4) Balance Exercise

Bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan.

5) Bridging
Bertujuan untuk menyiapkan postur dan penguatan otot perut
6) Ressisted active movement
Bertujuan untuk penguatan otot

G. Rencana Evaluasi

1. Evaluasi kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing)

2. Evaluasi lingkup gerak sendi dengan goniometer

3. Evaluasi spastisitas dengan asworth scale

4. Evaluasi keseimbangan dengan berg balance scale

5. Evaluasi activity daily living dengan index barthel

H. Prognosis

1. Quo ad vitam = bonam

2. Quo ad sanam = bonam

3. Quo ad fungsional = bonam


30

4. Quo ad cosmeticam = bonam

I. Pelaksanaan Fisioterapi

1. Fisioterapi I

Hari, tanggal : Selasa, 9 Agustus 2022

a. Infra Red (IR)

- Persiapan alat:

Pastikan seluruh alat sudah terhubung ke aliran listrik dan siap

digunakan.

- Persiapan pasien:

Posisikan pasien tidur telentang di atas bed dengan kepala

tersangga bantal senyaman mungkin. Lakukan tes sensibilitas kepada

pasien dan jelaskan mengenai tujuan, efek dan sensasi hangat yang

akan dirasakan pasien ketika diberikan fisioterapi dengan sinar infra

red. Bebaskan area tubuh yang akan diberikan sinar infra red dari

pakaian yang menempel dan pastikan pasien terbebas dari kontra

indikasi.

- Pelaksanaan fisioterapi:

Hidupkan alat dan arahkan sinar tegak lurus dengan area yang

dituju yaitu persendian bagian tubuh sinistra dengan jarak sekitar 45

cm. Waktu pelaksanaan fisioterapi sekitar 30 menit dengan intensitas

menyesuaikan toleransi pasien. Monitoring pasien setiap 5 menit

sekali untuk memastikan apakah intensitasnay sudah pas, terlalu


31

panas, atau kurang hangat. Jika sudah selesai fisioterapi, matikan alat,

rapikan, dan kembalikan ke tempat semula.

b. Propioseptive neuromuscular facilitation (PNF)

- Persiapan pasien:

Pasien berbaring telentang dengan kepala tersangga bantal

senyaman mungkin.

- Persiapan fisioterapis:

Fisioterapis berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan fisioterapi:

Pada AGA:

Latihan pada scapula:

posterior elevasi, anterior depresi

Latihan pada lengan atas:

Pola ekstensi – adduksi – endorotasi ke fleksi – abduksi – eksorotasi

Pola ekstensi – abduksi – eksorotasi ke fleksi – adduksi – endorotasi

Pada AGB:

Latihan pada pelvic:

Posterior elevasi, anterior depresi

Latiahan pada tungkai:

Pola ekstensi – adduksi – endorotasi ke fleksi – abduksi – eksorotasi

Pola fleksi – adduksi – endorotasi dengan fleksi lutut

Teknik PNF

1) Slow reversal
32

- Gerak dimulai pada pola yang lebih kuat dan diawali dengan

pemberian initiation stretch

- Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakan pada pola gerak yang

lebih lemah

- Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakan pada pola gerak yang

lebih kuat dengan diberikan tahanan atau menambah LGSnya

- Teknik selalu diakhiri pada pola gerak yang lebih lemah

- Gerakan pada pola agonis dan antagonis tidak harus dengan

LGS penuh

2) Rhytmical initiation

- Fisioterapis menggerakkan secara pasif

- Diikuti dengan perintah kepada pasien untuk mengikuti

gerakan tersebut

- Pasien mengikuti gerakan tersebut secara aktif

- Dilakukan gerakan melawan tahanan ringan

- Gerakan dapat dilakukan pada pola agonis maupun pola

antagonis tetapi tidak dilakukan dalam waktu bersamaan

c. Stretching

- Posisi pasien: pasien berbaring terlentang senyaman mungkin

- Posisi fisioterapis: duduk di samping pasien

- Pelaksanaan:
33

Stretching dilakukan secara pasif dengan melawan arag

gerakan dari sendi yang diulur Lakukan stretching tahan 8 kali

hitungan kemudian rileks. Dan dilakukan sebanyak 6 kali.

d. Ressisted active movement

- Posisi pasien

Tidur terlentang diatas bed kepala tersangga bed,senyaman mungkin

- Posisi Fisioterapis

Berdiri disamping bed pasien

- Pelaksanaan

Pasien bergerak aktif,fisiterapis memberikan tahanan dalam batas

toleransi pasien . Dilakukan pada regio shoulder,elbow,wrist,hip,knee

dan ankle kesegala arah. Ulangi 8 kali tiap Gerakan.

e. Bredging exercise

- Posisi pasien:

Pasien berbaring telentang dengan kepala tersangga bantalsenyaman

mungkin.

- Persiapan fisioterapis:

Fisioterapis berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan fisioterapi:

Pasien diinstruksikan menekuk kedua tungkai sehingga knee dan

hip fleksi dengan kedua lengan di samping tubuh

pasien.Kemudian, minta pasien untuk mengangkt pantatnya dan

tahan 5-6 hitungan dan ulangi sebanyak 8 kali.

f. Balance Exercise

1. Heel raise
34

- Posisi pasien:

Pasien berdiri di depan bed dengan berpegangan pada tepi

bed.

- Posisi fisioterapis:

Berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan
:
35

Pasien diminta berjinjit dengan lutut lurus kemudian

pasien diminta menurunkan tubuhnya Kembali. Lakukan dengan

repetisi 8 kali.

2) Single leg stance

- Posisi pasien:

Pasien berdiri di depan bed dengan berpegangan pada tepi

bed.

- Posisi fisioterapis:

Berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan:

Pasien diminta berdiri dengan satu kaki tahan 2-3 detik.

Kaki yang diangkat bergantian. Repetisi 8 kali.

g. Edukasi dan home program:

1) Edukasi:

- Hindari berdiri terlalu lama

- Hindari naik turun tangga

- Hindari membawa barang yang berat

2) Home program:

- Mengulangi latihan yang diberikan fisioterapi

- Kompres air hangat dikala nyeri

2. Fisioterapi II

Hari, tanggal : Kamis,11Agustus 2022

Fisioterapi II sama dengan fisioterapi I

3. Fisioterapi III

Hari, tanggal : Sabtu 16Agustus 2022

Fisioterapi III sama dengan fisioterapi II


36
4. Fisioterapi IV

Hari, tanggal : Selasa 18 Agustus 2022

a. Infra Red (IR)

- Persiapan alat:

Pastikan seluruh alat sudah terhubung ke aliran listrik dan siap

digunakan.

- Persiapan pasien:

Posisikan pasien tidur telentang di atas bed dengan kepala

tersangga bantal senyaman mungkin. Lakukan tes sensibilitas kepada


37

pasien dan jelaskan mengenai tujuan, efek dan sensasi hangat yang

akan dirasakan pasien ketika diberikan fisioterapi dengan sinar infra

red. Bebaskan area tubuh yang akan diberikan sinar infra red dari

pakaian yang menempel dan pastikan pasien terbebas dari kontra

indikasi.

- Pelaksanaan fisioterapi:

Hidupkan alat dan arahkan sinar tegak lurus dengan area yang

dituju yaitu persendian bagian tubuh sinistra dengan jarak sekitar 45

cm. Waktu pelaksanaan fisioterapi sekitar 30 menit dengan intensitas

menyesuaikan toleransi pasien. Monitoring pasien setiap 5 menit

sekali untuk memastikan apakah intensitasnay sudah pas, terlalu

panas, atau kurang hangat. Jika sudah selesai fisioterapi, matikan alat,

rapikan, dan kembalikan ke tempat semula.

b. Propioseptive neuromuscular facilitation (PNF)

- Persiapan pasien:

Pasien berbaring telentang dengan kepala tersangga bantal

senyaman mungkin.

- Persiapan fisioterapis:

Fisioterapis berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan fisioterapi:

Pada AGA:

Latihan pada scapula:

posterior elevasi, anterior depresi


38

Latihan pada lengan atas:

Pola ekstensi – adduksi – endorotasi ke fleksi – abduksi – eksorotasi

Pola ekstensi – abduksi – eksorotasi ke fleksi – adduksi – endorotasi

Pada AGB:

Latihan pada pelvic:

Posterior elevasi, anterior depresi

Latiahan pada tungkai:

Pola ekstensi – adduksi – endorotasi ke fleksi – abduksi – eksorotasi

Pola fleksi – adduksi – endorotasi dengan fleksi lutut

Teknik PNF

1. Slow reversal

- Gerak dimulai pada pola yang lebih kuat dan diawali dengan

pemberian initiation stretch

- Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakan pada pola gerak yang

lebih lemah

- Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakan pada pola gerak yang

lebih kuat dengan diberikan tahanan atau menambah

LGSnya1

- Teknik selalu diakhiri pada pola gerak yang lebih lemah

- Gerakan pada pola agonis dan antagonis tidak harus dengan

LGS penuh

2. Rhytmical initiation

a. Fisioterapis menggerakkan secara pasif


39

b. Diikuti dengan perintah kepada pasien untuk mengikuti

gerakan tersebut

c. Pasien mengikuti gerakan tersebut secara aktif

d. Dilakukan gerakan melawan tahanan ringan

e. Gerakan dapat dilakukan pada pola agonis maupun pola

antagonis tetapi tidak dilakukan dalam waktu bersamaan

c. Stretching

- Posisi pasien: pasien berbaring terlentang senyaman mungkin

- Posisi fisioterapis: duduk di samping pasien

- Pelaksanaan:

Stretching dilakukan secara pasif dengan melawan arag

gerakan dari sendi yang diulur Lakukan stretching tahan 8 kali

hitungan kemudian rileks. Dan dilakukan sebanyak 6 kali.

d. Bridging exercise

- Posisi pasien:
Pasien berbaring telentang dengan kepala tersangga bantal

senyaman mungkin.

- Persiapan fisioterapis:
Fisioterapis berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan fisioterapi:

Pasien diinstruksikan menekuk kedua tungkai sehingga

knee dan hip fleksi dengan kedua lengan di samping tubuh


40

pasien.Kemudian, minta pasien untuk mengangkat pantatnya

dan tahan 5-6 hitungan dan ulangi sebanyak 8 kali.

e. Ressisted active movement

- Posisi pasien

Tidur terlentang diatas bed,kepala tersangga bantal senyaman

mungkin

- Posisi Fisioterapi

Berdiri disamping bed pasien

- Pelaksanaan

Pasien bergerak aktif lalu fisioterapis memberikan tahanan sesuai

toleransi pasien ke segala arah pada regio

shoulder,elbow,wrist,hip,knee,ankle sinistra. Ulangi 8 kali tiap

gerakan

f. Balance exercise

1) Heel raise

- Posisi pasien:
Pasien berdiri di depan bed dengan berpegangan pada tepi

bed.

- Posisi fisioterapis:

Berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan:

Pasien diminta berjinjit dengan lutut lurus kemudian

pasien diminta menurunkan tubuhnya Kembali. Lakukan dengan

repetisi 8 kali.

2) Single leg stance


41
- Posisi pasien:

Pasien berdiri di depan bed dengan berpegangan pada tepi

bed.

- Posisi fisioterapis:

Berdiri di samping pasien.

- Pelaksanaan:

Pasien diminta berdiri dengan satu kaki tahan 2-3 detik.

Kaki yang diangkat bergantian. Repetisi 8 kali.

g. Edukasi dan home program:

1. Edukasi:

- Hindari berdiri terlalu lama

- Hindari naik turun tangga

- Hindari membawa barang yang berat

2. Home program:

a. Mengulangi latihan yang diberikan fisioterapi

b. Kompres air hangat dikala nyeri


42

J. Evaluasi dan Tindak Lanjut

Setelah dilakukan 4 kali tindakan fisioterapi didapatkan hasil evaluasi

sebagai berikut:

1. Evaluasi kekuatan otot dengan MMT

Regio
Shoulder FT 1 FT 4 Regio Hip FT 1 FT 4
Fleksor 3 4 Fleksor 3 4
Ekstensor 4 4 Ekstensor 4 4
Abduktor 3 4 Abduktor 4 4
Adduktor 4 4 Adduktor 4 4

Regio
Elbow FT 1 FT 4 Regio Knee FT 1 FT 4
Fleksor 4 4 Fleksor 4 4
Ekstensor 4 4 Ekstensor 4 4

Regio Wrist FT 1 FT 4 Regio Ankle FT 1 FT 4


Fleksor 4 4 Fleksor 3 4
Ekstensor 3 4 Ekstensor 3 3

2. Evaluasi lingkup gerak sendi dengan goniometer

Sendi FT 1 FT 4

Shoulder S = 0ᵒ.0ᵒ.90ᵒ S = 0ᵒ.0ᵒ.110ᵒ

Wrist S = 15ᵒ.0ᵒ.25ᵒ S = 20ᵒ.0ᵒ.30ᵒ

hip S= 0 -0 -80 S= 0- 0 -90

S = 10ᵒ.0ᵒ.30ᵒ S = 13ᵒ.0ᵒ.35ᵒ
Ankle
F = 5ᵒ.0ᵒ.10ᵒ F = 7ᵒ.0ᵒ.15ᵒ
43

3. Evaluasi spastisitas dengan asworth scale

Spastisitas FT 1 FT 4

Fleksor wrist 1 1
sinistra

4. Evaluasi keseimbangan dengan berg balance scale

FT 1 FT 4

Skor 30 35

Intepretasi Risiko jatuh menengah Risiko jatuh menengah

5. Evaluasi activity daily living dengan index barthel

FT 1 FT 4

Skor 60 80

Intepretasi Ketergantungan moderat Ketergantungan ringan

K. Hasil Terapi Akhir

Pasien atas nama Ny. Y berusia 64 tahun dengan diagnosa fisioterapi

terdapat kelemahan otot anggota gerak atas dan anggota gerak bawah sinistra,

keterbatasan lingkup gerak sendi pada regio shoulder, wrist, hip dan ankle sinistra,

spastisitas pada otot fleksor wrist sinistra, penurunan keseimbangan, serta

penurunan activity daily living. Setelah mendapatkan tindakan fisioterapi

sebanyak 4 kali didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Adanya peningkatan kekuatan otot anggota gerak atas dan anggota gerak

bawah sinistra
44

2. Adanya peningkatan lingkup gerak sendi pada regio shoulder, wrist, dan ankle

sinistra

3. Belum ada perubahan spastisitas pada jari tangan sinistra

4. Adanya peningkatan keseimbangan

5. Adanya peningkatan activity daily living


DAFTAR PUSTAKA

Caplan, L. R. and Goldszmidt, A., 2013, Stroke Esensial 2 th ed. United State of

America: Saunders Elsevier pp 23

DepKes RI, 2009, Profil Kesehatan Indonesia 2008, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia: Jakarta.

Nasution L.F., 2013, Stroke Non Hemoragik pada Laki-Laki Usia 65 Tahun,

Medula Unila, 1 (3), 1–9.

Sacco, R. L., Boden-Albala, B., Gan, R., et al, 1998, Stroke Incidence Among

White, Black and Hispanic Residents of an Urban Community: The Northern

Manhattan Stroke Study, Am J Epidemiol 147: 259-268.

45

Anda mungkin juga menyukai