Di Susun Oleh :
No Nama NPM
1 Diajeng Dwi Lestari ,S.Kep 22260025
2 Dina Aryanti, S.Kep 22260082
3 Dite Ainun Purnama ,S.Kep 22260007
Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis di Ruangan ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023.
Selanjutnya tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dan membimbing sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Ucapan terimakasih
penulis ucapkan kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kepahiang yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untukl mengikuti Praktek Klinik Keperawatan di RSUD Kepahiang.
2. Ibu Ns. Essy Hirosima N,.S.Kep., selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD
Kepahiang.
3. Ibu Ns. Peramasari, S.Kep., Selaku Kepala Seksie Keperawatan RSUD Kepahiang.
4. Ibu Hamsia, SKM selaku Kepala Seksi Profesi dan Asuhan Keperawatan RSUD
Kepahiang.
5. Ibu Ns. Danur Azisah Roeslina Sofasis ,SST,S.Kep.M.Kep., selaku Ketua Program
Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.
6. Ibu Ns. Heti Susantim S.Kep., selaku Clinical Instruktur Ruangan ICU RSUD
Kepahiang.
7. Seluruh Tim Perawat Ruangan ICU RSUD Kepahiang.
8. Seluruh Mahasiswa/Mahasisiwi Prodi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Dehasen Bengkulu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan berlipat ganda atas mereka yang
memberikan banguan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
sepenuhnya bahan pembuatan dan penyusunan makalah jurnal ini masih terdapat kesalahan
dan kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini .
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................3
C. Tujuan.......................................................................................................3
D. Manfaat....................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5
I. Konsep Stroke Non Hemoragik.....................................................................5
A. Pengertian Stroke Non Hemoragik...........................................................5
B. Etiologi Stroke Non Hemoragik...............................................................6
C. Woc Stroke Non Hemoragik.....................................................................7
D. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik.......................................................8
E. Manifestasi Stroke Non Hemoragik.........................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang Stroke Non Hemoragik......................................12
G. Komplikasi Stroke Non Hemoragik.........................................................12
H. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik.................................................14
II. Asuhan Keperawatan Teoritis......................................................................15
A. Pengkajian................................................................................................15
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................19
C. Intervensi Keperawatan............................................................................19
D. Implementasi Keperawatan......................................................................23
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................23
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................25
A. Pengkajian................................................................................................25
B. Analisa Data.............................................................................................31
C. Rencana Asuhan Keperawatan.................................................................33
D. Catatan Perkembangan.............................................................................35
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................41
A. Pengkajian................................................................................................41
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................42
C. Intervensi Keperawatan............................................................................42
D. Implementasi Keperawatan......................................................................44
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................45
BAB V PENUTUP..........................................................................................46
A. Kesimpulan..............................................................................................46
B. Saran.........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa
peringatan dan dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian, akibat
gangguan aliran darah ke otak karena pendarahan maupun non-pendarahan (Patricia
dkk, 2014).
Pada umumnya pasien stroke non hemoragik akan mengalami gangguan
sensori dan motorik yang mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk
kelemahan otot, serta hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan keseimbangan
tubuh dan postur (hemiparesis). Keadaan hemiparesis merupakan salah satu factor
yang menjadi penyebab hilangnya mekanisme refleks postural normal, seperti
mengontrol siku untuk bergerak, mengontrol gerak kepala untuk keseimbangan, rotasi
tubuh untuk gerak-gerak fungsional pada ekstremitas (Agusman dkk, 2017)
Berdasarkan Data WHO (World Health Organization) 2020 secara
keseluruhan bahwa stroke menduduki urutan kedua penyebab dari kematian. Angka
kejadian stroke sebanyak 137 juta orang penderita meninggal pertahun di seluruh
dunia (Kemenkes,2020). Data kesehatan kota Bengkulu tahun 2019, stroke
merupakan penyakit pembunuh utama dengan angka prevalensi sebesar 12.322, dan
termasuk dalam penyebab kematian dan kecatatan (Dinas Kesehatan Bengkulu, 2019)
Menurut data Rekam Medik angka kejadian stroke di RSUD Kepahiang selama 5
tahun terakhir pada tahun 2018 yaitu sebanyak 45 kasus, di tahun 2019 74 kasus, di
tahun 2020 63 kasus, di tahun 2021 24 kasus, dan di tahun 2022 sebanyak 27 kasus
(RM RSUD Kepahiang).
Dampak pada sebagian besar penderita stroke adalah mengalami kelumpuhan
dan kelemahan otot. Gangguan sensorik dan motorik pada stroke mengakibatkan
gangguan kesimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan
lunka, serta gangguan control motoric pada stroke mengakibatkan hilangnya
koordinasi, kemampuan keseimbanga tubuh untuk mempertahankan posisi, selain itu
dapat menimbulkan cacat fisik yang permanen. Oleh karena itu dibutuhkan
penanganan rehabilitasi sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga membantu
pemulihan fisik yang cepat dan optimal. Serta menghindari kelemahan otot apabila
tidak seera mendapatkan penanganannya (Irfan, 2010)
Untuk penanganan stroke dengan kelemahan otot yaitu dapat dilakukan secara
farmakologi dengan obat-obatan, sedangkan non farmakologi salah satunya bisa
dengan latihan rentang gerak yang di sebut dengan Range Of Motion (ROM). ROM
merupakan latihan yang digunakan untuk mempertahankan atau memperbaiki
kemampuan menggerakkan persendian untuk meningkatkan massa dan tonus otot.
Salah satu bagian dari tubuh yang penting untuk dilakukan ROM ialah ekstremitas, hal
ini karena fungsi tersebut merupakan bagian paling aktif dalam peran aktivitas sehari-
hari (Junaidi, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Garrison alasan dilakukan nya latihan
Rom ini di karenakan menunjukkan bahwa pada pasien stroke akan mengalami
kelemahan pada satu sisi anggota tubuh yang disebabkan oleh penurunan tonus otot,
sehingga tidak mampu menggerakkan tubuhnya (imobilisasi). Immobilisasi yang tidak
mendapatkan penaganan yang tepat akan menimbulkan komplikasi berupa
abnormalitas tonus dan kontraktur (Garrison,2003). Sebaiknya dilakukan tindakan
latihan ROM pasif karena mempengaruhi rentang sendi pada ekstremitas atas dan
bawah pada pasien stroke.
Hasil dari penelitian menurut Astrid et al, didapatkan bahwa kekuatan otot
meningkat dan kemampuan fungsional meningkat secara signifikan setelah diberikan
latihan ROM. Hal ini berarti latihan Rom berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan
dan kemampuan fungsional pasien stroke non hemoragik (Astrid et al, 2011)
Sehubungan hal tersebut diperlukan penanganan yang komprehensif demi
mencegah terjadinya tahap penyakit yang lebih lanjut atau bahkan kematian. Disini
diperlukan peran perawat sebagai pelayanan kesehatan dan juga pendidik yang mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada klien Stroke Non Hemoragic melalui
pendekatan proses keperawatan yang benar.
Berdasarkan data uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
dalam mengenai “Asuhan keperawatan pada Ny. M Stroke Non Hemoragik (SNH) di
Ruang ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemamparan latar belakang penulis merumuskan masalah
bagaimana gambaran pelaksanaan Asuhan keperawatan pada Ny. M Stroke Non
Hemoragik (SNH) di Ruang ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023”
Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
pada kasus pada Ny. M Stroke Non Hemoragik (SNH) di Ruang ICU RSUD
Kepahiang Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan gambaran tentang pengkajian asuhan
keperawatan dengan Stroke Non Hemoragik (SNH) di Ruang ICU RSUD
Kepahiang Tahun 2023
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan dengan Stroke Non
Hemoragik (SNH) di Ruang ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023
c. Mahasiswa mampu merumuskan intervensi keperawatan dengan Stroke Non
Hemoragik (SNH) di Ruang ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023
d. Mahasiswa mampu merumuskan implementasi dengan Stroke Non Hemoragik
(SNH) di Ruang ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023
e. Mahasiswa mampu merumuskan evaluasi dengan Stroke Non Hemoragik
(SNH) di Ruang ICU RSUD Kepahiang Tahun 2023
f. Mahasiwa mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan yang telah
diberikan pada pasien Stroke Non Hemoragik (SNH) di Ruang ICU RSUD
Kepahiang Tahun 2023
C. Manfaat Penulis
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan serta informasi yang dapat dimanfaatkan oleh penulis dan
mahasiswa sebagai bahan bacaan dalam memberikan asuhan keperawatan Stroke
Non Hemoragik (SNH)
2. Bagi keilmuan keperawataan
Mendapatkan pengetahuan dan gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan
Stroke Non Hemoragik (SNH), sehingga dapat diaplikasikan saat memberikan
pelayanan keperawatan pada pasien,jurnal ini dapat di jadikan sebagai pedoman
atau panduan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif.
3. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kepahiang
Mendapatkan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga diharapkan
dapat dijadikan pedoman umum memberikan pelayanan keperawatan khususnya
pada pasien dengan keluhan Stroke Non Hemoragik (SNH)
4. Bagi pasien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat pasien
dengan Stroke Non Hemoragik (SNH)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Stroke merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global akut
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa
peringatan, dan dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian, akibat
gangguan aliran darah ke otak karena pendarahan ataupun non pendarahan (Junaidi
Iskandar, 2002 dalam Lyan Hernanta).
Stroke hemoragik adalah perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah pada
area tertentu di dalam otak. Kondisi ini menyebabkan aliran darah di bagian tersebut
berkurang. Tanpa pasukan oksigen yang di bawa oleh darah, sel otak dapat cepat mati
sehingga fungsi otak pun terganggu merupakan kondisi yang kritis. Artinya,
perawatan medis perlu diberikan kepada penderita stroke hemoragik sesegera
mungkin. Penanganan dini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan otak
permanen, cacat, dan bahkan kematian (Wilson & Price, 2003 dalam Lyan Hernanta).
Stroke non hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif Huda, 2016). Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder (Wijaya & Putri 2013).
Stroke non hemoragik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan
otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Stroke non-hemoragik dapat
disebabkan oleh trombosis dan emboli, sekitar 80-85% menderita penyakit stroke
non-hemoragik dan 20% persen sisanya adalah stroke hemoragik yang dapat
disebabkan oleh pendarahan intraserebrum hipertensi dan perdarahan subarachnoid
(Wilson & Price, 2016).
B. Etiologi
Stroke non hemoragik biasanya terjadi karena adanya penyempitan di
pembuluh darah di otak sehingga untuk aliran darah dan oksigen ke otak terhambat
bahkan bisa sampai terhenti. Penyebab stroke biasanya terjadi karena ada beberapa
kombinasi faktor resiko seperti hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes
melitus, obesitas, usia, riwayat keluarga yang menderita stroke dan kekurangan
aktivitas fisik (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Lyan Hernanta).
Stroke mempunyai beberapa penyebab faktor atau yang sering di sebut
multifaktor. Terbagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
(non-modifiable risk faktor) dan faktor resiko yang dapat di kendalikan (modifiable
risk faktor) (Nastiti, 2002 dalam Lyan hernanta).
C. Patofisiologis
Dalam kehidupan sehari-hari otak membutuhkan suplai darah yang konstan di
mana dalam hal ini semua perubahan tekanan perfusi dari sistem sirkulasi sentral di
pelihara oleh suatu fenomena auto regulasi (Lany Sustiyani Syamsir dan Iwan
Hadobroto dalam Lyan hernanta).
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada
otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga alitran darah dan suplainya ke bagian otak tidak
adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskhematik
otak. Bila hal ini terjadi sedemikian rupa hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis
(infrak).
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan hancurnya darah ke jaringan
(hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstisiel
jaringan otak. Konstruksi lokal sebuah arteri mula-mula hanya menyebabkan
sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan
melampaui batas kritis terjadi pengurangan aliran secara drastic dan cepat.
Akulasi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi perfusi suatu area di mana
jaringan otak normal sekitarnya masih mempunyai pendarahan yang baik
berusaha untuk membantu menyuplai darah melalui jalur anastomi yang ada
(Lany Sustiyani Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto dalam Lyan Hernanta).
D. WOC
NYERI AKUT
GANGGUAN INTEGRITAS
KULIT
DEFISIT NUTRISI
Serangan kecil atau serangan awal stroke biasanya di awali dengan menurunnya daya
ingat dan sering mengalami kebingungan secara tiba- tiba dan kemudian menghilang
dalam 24 jam. Selain itu, tanda dan gejala stroke dapat di amati dari beberapa hal
berikut :
1. Adanya serangan neurologis fokal berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan,
tungkai, atau salah satu sisi tubuh.
2. Melemahnya otot (hemiplegia), kaku, dan menurunnya fungsi motorik.
3. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh seperti mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, rasa perih
bahkan seperti rasa terbakar di bagian bawah kulit.
4. Gangguan penglihatan, seperti hanya dapat melihat secara parsial atau pun tidak
dapat melihat keseluruhan karena penglihatan gelap dan pandangan ganda sesaat.
5. Menurunnya kemampuan mencium bau maupun mengecap.
6. Berjalan menjadi sulit dan langkahnya menjadi tertatih-tatih bahkan tak jarang
juga bisa mengalami kelumpuhan total.
7. Hilangnya kendali terhadap kandung kemih sehingga sering kencing tanpa di
sadari.
8. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi secara baik.
9. Tidak memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca, menulis, dan
menghitung secara baik.
10. Adanya gangguan dan kesulitan dalam menelan makanan dan minuman.
11. Adanya gangguan berbicara dan sulit berbahasa yang ditujukkan dengan bicara
yang tidak jelas (rero), sengau, pelo, gagap, dan berbicara hanya sepatah kata,
bahkan sulit memikirkan atau mengucapkan kata kata yang tepat.
12. Menjadi pelupa (demensia) dan tidak mampu mengenali bagian tubuh.
13. Vertigo (kepala pusing) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak
beraktivitas.
14. Kelopak mata sulit dibuka.
15. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri.
Menurut Lanny Sustiani, stroke non hemoragik diklasfikasikan oleh faktor
faktor sebagai berikut :
a. Menumpuknya lemak pada pembuluh darah yang
menyebabkan mulai terjadinya pembekuan darah.
b. Benda asing dalam pembuluh darah jantung.
c. Adanya lubang pada pembuluh darah sehingga darah
bocor yang mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Trigliserida: untuk mengetahui kadar kolestrol LDL tinggi dan kolestrol HDL
rendah terutama pada orang yang memilki berat badan berlebih atau obesitas
biasanya mempunyai kadar trigliserida yang melewati batas normal(Junaidi
Iskandar dalam Lyan Hernanta).
2. CT Scan: untuk membedakan antara stroke Hemoragik dan non Hemoragik.
3. Angiography: untuk melihat gambaran pembuluh darah yang patologis.
4. EEG: untuk melihat area yang spesifik dari lesi otak.
5. MRI: untuk mengetahui adanya perdarahan.
6. Brainplan: untuk mengetahui adanya infark Hemoragik, hematoma, dan
malformasi dari arteri dan vena.
7. Dopler Ultrasonography: untuk mengetahui ukuran dan kecepatan aliran darah
yang melalui pembuluh darah.
8. Skull Roentgenogram: untuk mengetahui klasifikasi intra cranial.
9. Digital Substraction angiography : untuk mengetahui adanya aklusi atau
penyempitan pembulu darah terutama kolusi arteri karotif.
10. Mode Ultrasound: untuk mengukur tekanan darah melalui pembuluh darah
leher.
G. Penatalaksanaan
I. Komplikasi
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto, 2013). Hal-hal yang perlu
dikaji antara lain:
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif
dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien acuh tak
acuh terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam (sopor), spoor
coma, hingga penrunn kesadaran (coma), dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos mentis dengan GCS 13-15.
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwata tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80. Tekanan
darah akan meningkat dan menurun secara spontan. Perubahan tekanan
darah akibat stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.
2) Nadi: Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
3) Pernafasan: Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami
gangguan bersihan jalan napas.
4) Suhu: Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke non
hemoragik.
c. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non
hemoragik
d. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminus)
: biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien
koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, pasien akan menutup
kelopak mata. Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata
simetris, dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris
kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah,
pasien kesulitan untuk mengunyah.
e. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus II (optikus): biasanya
luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius):
biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor,
palpebral dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata.
Nervus IV (troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang di
dapat pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
f. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): kadang ada yang
bisa menyebutkan bauyang diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada
nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan – hidung.
g. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkanrasa manis dan asin.
Pada nervus IX (glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak
simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) : biasanya
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan,
namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
h. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan
gesekan jari dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.
i. Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+)
dan bludzensky 1 (+).
j. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan Perkusi
: biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
k. Jantung
Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat Palpasi : biasanya iktus
kordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi :
biasanya suara vesikuler.
l. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak
ada pembesaran hepar.
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
Pada pemeriksaan reflek dinnding perut, pada saat perut pasien
digores, biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
m. Ekstremitas
1) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra. Capillary Refill
Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus
XI (aksesorius) : biasanyapasien stroke non hemoragik tidak dapat
melawan tahananpada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan
reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek Hoffman tromner biasanya jari tidak mengembang
ketika di beri reflek ( reflek Hoffman tromner (+).
2) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan bluedzensky
1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada
saat dorsal pedis digores biasanya jari kaki juga tidak berespon ( reflek
Caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi ( reflek openheim (+))
dan pada saat betis di remas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa- apa ( reflek Gordon (+)). Pada saat dilakukan treflek
patella biasanya femur tidak bereaksi saat diketukkan (reflek patella
(+)).
n. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukann aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri atau kejang otot).
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadikelemahan
umum, gangguan pengelihatan, gangguan tingkat kesadaran.
o. Eliminasi
Gejala : terjadi perubahan pola berkemih
Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
p. Makanan atau Cairan
Gejala : nafsu makan hilang,mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan dan obesitas.
q. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, pengelihatan menurun, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragik, gangguan fungsi kongnitif, pada wajah terjadi
paralisis, afasia, ukuran atau reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
r. Pernapasan
Gejala : merokok
Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , hambatan jalan napas,
timbulnya pernapasan sulit dan suara nafas terdengar ronchi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan menggunakan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017)
yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif
3. Gangguan persepsi sensori
4. Gangguan mobilitas fisik
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA UMUM
1. Nama inisial klien : Ny. M
2. Umur : 73 Tahun
3. Alamat : Batu Kalung
4. Agama : Islam
5. Tanggal masuk RS : 05 Maret 2023
6. Tanggal Pengkajian : 09 Maret 2023
7. Nomor rekam medis : 12.24.58
8. Diagnosa medis : Stroke Non Henoragik
B. PENGKAJIAN 13 DOMAIN NADA
9. Health promotion
a. Kesehatan umum :
- Alasan masuk rumah sakit :
Keluarga mengatakan pasieng mengalami penurunan kesadaran.
dan kelemahan anggota badan sebelah kanan
d. Riwayat penggobatan
f. Pengobatan sekarang
1 1
1 1
Ekstremitas lemah, tidak ada luka, tida ada odema, kekuatan otot lemah.
12. Activity/rest :
Pasien mengalami penurunan kesadaran pasien terbaring di tempat tidur,
semua aktivitas di bantu total oleh perawat.
13. Safety/protection
a. Alergi : keluarga mengatakan pasien tidak ada alergi obat dan
makanan
b. Penyakit autoimmune : tidak ada
c. Tanda infeksi : tidak ada
d. Gangguan thermogulasi : tidak ada
e. Gangguan/resiko : pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien
memiliki riyawat oenyakit hipertensi,
C. CATATAN PERKEMBANGAN
Keadaan umum
D. DATA LABORATORIUM
ANALISIS DATA
2 DS :
- Keluarga mengatakan Penurunan Gangguan mobilitas
pasien mengalami kekuatan otot fisik
kelemahan anggota (D.0054)
badan sebelah kanan
DO :
- K/U: Lemah
- Pasien tampak tidak bisa
menggerakan badan nya
- Rentang gerak ROM
menurun
- ADL pasien dibantu
keluarga
TD : 150/100 Mmhg
T : 36.7 ℃
P : 112 x/m
RR: 36 x/m
Spo2 : 95%
32
DS :
- Keluarga mengatakan
pasien mengalami
penurunan kedasaran
Hipertensi Resiko perfusi
DO : selebral tidak efektif
- K/U: Lemah (D.0017)
- Pasien tampak gelisah
- Pasien terpasang kateter
- Pasien terpasang NGT
- Pasien terpasang opa
TD : 150/100 Mmhg
T : 36.7 ℃
P : 112 x/m
RR: 36 x/m
Spo2 : 95%
33
pasien
4. Gelisah dipertahankan pada tingkat
5. Lakukan penghisapan Untuk mengurangi sputum
cukup meningkat (2) ditingkatkan
lender kurang dari 15 detik yang ada
ke tingkat menurun (5)
6. Berikan oksigen .
Untuk membantun pernapasan
Kolaborasi: pasien agar tidak sesak
7. Kolaborasi pemberian Untuk memberikan obat sesuai
nebulizer kebutuhan dalam mengatasi
sesak pasien
3. Tidak ada tanda tanda pasien intracranial Memonitor pola napas pasien
gelisah. 3. Monitor status pernafasan ada sesak atau tidak
TTV membaik pasien.
4. Monitor intake dan output
cairan Mengetahui balnce cairan
Terapeutik:
5. Monitor status neurologis
dengan GCS. Mengetahui tingkat kedasaran
6. Berikan posisi semi fowler. pasien
7. Cegah terjadinya kejang. Agar pasien tidak sesak,
8. Atur ventilator agar Spo2 pasien merasa nyaman
optimal. Pantau suhu tubuh pasien
9. Pertahankan suhu tubuh
normal. Agar oksigen keotak normal
Terapeutik:
10. Kolaborasi pemebarian Agar pasien tidak mengalami
diuretic osmosis hipertermi
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari ke : 1
Kamis Risiko perfusi serebral Jam 14.50 wib JAM 18.00 Wib
09 Maret 2023 tidak efektif
1. Memonitor status pernafasan pasien. S: -
(D.0017)
R/ perbapasan pasien cepat RR: 36x/m O:
DS :
2. Memonitor intake dan output cairan K/u: Lemah
- Keluarga
mengatakan pasien R/ intake output pasien di monitor agar balance cairan Tingkat kesadaran pasien spoor
mengalami
pasien normal. E3M2V1TD : 167/108 Mmhg
penurunan
kedasaran 3. Monitor tingkat kesadaran pasien P: 115x/m
40
PEMBAHASAN
1 1
1 1
41
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan respon aktual atau potensial Pasien terhadap
masalah kesehatan yang mana perawat mempunyai izin untuk membantu mengatasinnya
(Potter, 2015). Pada masalah keperawatan khusunya pada post op STT Terdapat beberapa
diagnosa Stroke Non Hemoragik menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016)yaitu:
Berikut merupakan beberapa diagnosa yang mungkin muncul padapasien non hemoragik
stroke(SDKI, 2017).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi merupakan bagian dari proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan,
penetapan, kriteria hasil, penetapan rencana keperawatan yang akan diberikan pada Pasien
untuk memecahkan masalah keperawatan yang dialami Pasien dari masing-masing rencana
tindakan yang akan diberikan untuk setiap diagnosa keperawatan yang telah diidentifikasi,
perawat mengembangkan rencana keperawatan untuk kebutuhan Pasien (Potter, 2016). Dalam
teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Pada
kasus Ibu perawat melakukan rencana tidakan keperawatan intervensi meliputi : observasi,
teraputik, edukasi dan kolaborasi. Dalam menyusun rancana tindakan keperawatan pada pasien
ini berdasarkan masalah yang dialami pasien tidak semua rencana tindakan pada teori dapat
42
dilakukan pada tinjauan kasus, karena disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan pasien saat
pengkajian.
43
1. Bersihan jalan napas tidak efektif . .Dalam tinjauan kasus ini, tindakan
yang diberikan pada pasien monitor pola napas: monitor bunyi napas
tambahan, monitor sputum , posisikan semi-fowler atau fowler , lakukan
penghisapan lender kurang dari 15 detik, berikan oksigen, kolaborasi
pemberian nebulizer
2. Gangguan mobilitas fisik .Dalam tinjauan kasus ini, tindakan yang
diberikan pada pasien adalah Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya, Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan, Monitor
frekuensi jantung dan tekanan darah sebelummemulai mobilisasi, Libatkan
keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan.
3. Resiko Perfusi serebral tidak efektif. Dalam tinjauan kasus ini, tindakan
yang diberikan pada pasien adalah Monitor ukuran, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktifitas pupil,Monitor tingkat kesadaran, Monitor
tanda- tandavital, Monitor kesimetrisan wajah, Monitor respons terhadap
pengobatan.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dari hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter, 2016).
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Dalam melakukan tindakan
keperawatan ± 6 jam dari 3 diagnosa yang dirumuskan penulis pada tahap
perencanaan, semua intervensi dapat dilaksanakan pada kasus. Adapun
tindakan yang dilaksanakan oleh penulis selama pelaksanaan kasus adalah
sebagai berikut:
E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi penulis melakukan penilaian keberhasilan dari
implementasi keperawatan yang telah di berikan, apakah masalah teratsi
atau intervensi dilanjutkan. Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil
menurut SLKI DPP PPNI yang telah ditentukan.
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Adapun hasil evaluasi pada tanggal 10 Maret 2023 yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi ditandai dengan klien
masih terpasang Oksigen NRM 11 L/m.
2. Gangguan mobilitas fisik belum teratasi ditandai dengan data klien masih
tampak lemah, klien tampak terbaring lemah diatas tempat tidur,
kebutuhan ADL klien sepenuhnya masih dibantu oleh keluarga dan
perawat.
3. Resiko Perfusi serebral tidak efektif belum teratasi ditandai dengan klien
masih mengalami penurunan kesadaran ( sopor) dengan nilai GCS 96 dan
Tekanan darah pada klien semakin hari semakin tinggi.
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Ny.M dengan masalah
Stroke Non Hemoragik di Ruang ICU RSUD kepahiang yang telah penulis
lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil pengkajian didapatkan hasil bahwa Ny. M usia 73 tahun
dengan stroke non hemoragik. Pada saat pengkajian pada tanggal 09
Maret di ruang ICU tingkat kesadaran pasien Sopor E3M2V1, terpasang
OPA, suara napas ronchi basah tampak terdapat secret warna keputihan
kental, tampak ada penggunaan otot bantu napas, Pada kasus didapatkan
data Jalan Nafas Paten, nafas spontan, tidak ada obstruksi jalan nafas,
gerakan dada simetris, irama nafas cepat, terdapat sesak, tidak ada
pernafasan cuping hidung, terpasang oksigen NRM 11L/m, terpasang
NGT, rentang gerak (ROM) menurun, terpasang kateter. Adanya
peningkatan TIK yaitu peningkatan tekanan darah yang sering terjadi
pada klien stroke. pada kasus didapatkan data , tekanan darah
meningkat TD : 167/108 Mmhg,P: 115x/m, RR: 38x/m,T: 36,2C ,
SPO2: 95% dan mengalami penurunan kesadaran dengan nilai GCS 6
(Sopor). pada kasus didapatkan data adanya kelemahan pada seluruh
ekstermitas, kebutuhan ADL sepenuhnya dibantu oleh keluarga dan
perawat.
2. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang telah diakukan pada pasien Ibumaka
diagnosa yang diangkat yaitu :Bersihan jalan napas tidak efektif (D.
0001), Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054), Resiko perfusi selebral
tidak efektif (D. 0017).
3. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rancana tindakan keperawatan pada pasien
berdasarkan masalah yang dialami pasien tidak semua rencana tindakan
pada teori dapat dilakukan pada tinjauan kasus, karena disesuaikan
dengan keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian.
48
4. Implementasi
Pada saat impelemtasi keperawatan semua intervensi keperawatan
yang ada pada kasus dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan, hal ini disebabkan karena Pasien dan keluarga
koperatif pada saat implementasi dilakukan.Tidak ada rencana
keperawatan yang dilakukan penulis di luar rencana tindakan
keperawatan yang ada diteori, penulis melakukan implementasi
dengan rencana yang telah direncanakan sebelumnya untuk memenuhi
kriteria hasil.
5. Evaluasi
Untuk kesinambungan dari asuhan keperawatan perlu dilakukan
evaluasi dari rencanana tindakan yang telah diberikan. Dalam
melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal
memerlukan adanya kerja sama antara pasien, perawat, dokter, dan
tenaga kesehatan lainnnya.
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai keberhasilan tindakan melalui
indikator yang ditetapkan sebelumnya dan dilakukan segera setelah
tindakan maupun setiap akhir shift untuk evaluasi perkembangan.
Hasil evaluasi untuk diagnosa bersihan jalan anaps tidak efektif,
gangguan mobilitas fisik dan resiko perfusi selebral tidak efekti belum
ada yang teratasi. Pasien sudah dirujuk ke rumah sakit lain untuk
perawatan lebih lanjut.
B. Saran
1. Bagi Perawat
Perlu adanya pengetahuan yang lebih baik lagi dalam mengatasi
diagnosa stroke non hemoragik ini agar ini dapat tuntas sehinggadapat
teratasi.
2. Bagi Keilmuan Keperawataan
Diharapkan mendapatkan pengetahuan dan gambaran dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien stroke non hemoragik,
49
Astrid, M., Elly, E., & Budianto, B. (2011). Pengaruh Latihan Range of
Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi dan
Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint Carolus Jakarta..
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 1 (4), 175-182
Bakara, B., & Surani, S. (2016). Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif
terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Journal,
7(2), 12-18
Garrison, S. J (2003). Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation, Edisi
Yogyakarta:D-MEDIKA
Irfan, Muhammad (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Graha Ilmu :
Yogyakarta