Anda di halaman 1dari 83

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN


(Studi Kasus pada Klien Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik: Gangguan
Mobilitas Fisik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit TK. II Kartika Husada
Pontianak)

LAPORAN STUDI KASUS


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas pada Stase
Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh:
Profesi Grup A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN BARAT
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarrakatuh


Alhamdulillah segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala tuhan semesta
alam yang telah melimpahkan seluruh rahmat dan karunianya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Gambaran Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Persyarafan (Studi Kasus Ny. S dengan Stroke Non
Hemoragik: Gangguan Mobilitas Fisik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit Tk. II
Kartika Husada Pontianak)” dengan baik. Laporan kasus ini merupakan salah satu
syarat tugas pada stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Program Profesi Ners
pada ITEKES Muhammadiyah Kalimantan Barat.
Penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan,
bimbingan dan juga untaian doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari tidak akan
mampu membalas jasa-jasa tersebut, semoga Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan balasan yang dapat mengantarkan ke surga-Nya. Oleh karena itu,
peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ns. Haryanto, MSN., Ph.D. selaku Rektor Institut Teknologi dan Kesehatan
Muhammadiyah Kalimantan Barat sekaligus pembimbing akademik stase
Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Profesi Ners.
2. Ns. Indah Dwi Rahayu, M.Kep. selaku Ketua Program Studi Ners Institut
Teknologi dan Kesehatan Muhammadiyah Kalimantan Barat.
3. Ns. Devi Rosilinda Putri, S.Kep. selaku preseptor ruangan di Ruang Sambiloto
Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada Pontianak.
4. Ns. Ditha Astuti, M. Kep. selaku koordinator stase Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) Profesi Ners.
5. Dosen dan seluruh civitas akademika Institut Teknologi dan Kesehatan
Muhammadiyah Kalimantan Barat yang telah banyak membantu baik dalam
ilmu yang diberikan maupun hal lain yang membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman seperjuangan kelas A Profesi Ners Reguler A angkatan 2023 Institut
Teknologi dan Kesehatan Muhammadiyah Kalimantan Barat yang selalu

I
bekerja sama dan saling memberikan motivasi dalam proses penyelesaian
laporan kasus ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan,
perhatian, motivasi dan kerja sama kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis terbuka untuk segala bentuk kritik dan saran yang dapat
membangun. Akhir kata penulis berharap laporan kasus ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarrakatuh

Kuburaya, 23 Oktober 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. I
DAFTAR ISI ........................................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
A. Stroke Non Hemoragik .............................................................................. 6
1. Definisi .................................................................................................... 6
2. Etiologi .................................................................................................... 7
3. Patofisiologi ............................................................................................. 8
4. Tanda dan Gejala ..................................................................................... 8
5. Pathway.................................................................................................. 11
6. Komplikasi ............................................................................................. 11
7. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik & Laboratorium) ......................... 12
8. Penatalaksanaan ..................................................................................... 13
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Stroke Non Hemoragik .... 16
1. Pengkajian Keperawatan........................................................................ 16
2. Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 20
3. Intervensi Keperawatan ......................................................................... 21
4. Implementasi.......................................................................................... 30
5. Evaluasi.................................................................................................. 30
BAB III LAPORAN STUDI KASUS ................................................................. 32
A. Pengkajian.................................................................................................. 32
B. Analisa Data............................................................................................... 45
C. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 48
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................................... 48
E. Implementasi (DAR) ................................................................................. 52

III
F. Evaluasi (SOAP) ........................................................................................ 63
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 70
A. Pengkajian.................................................................................................. 70
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 70
C. Intervensi ................................................................................................... 72
D. Implementasi.............................................................................................. 72
E. Evaluasi...................................................................................................... 73
BAB V PENUTUP................................................................................................ 75
A. Kesimpulan ................................................................................................ 75
B. Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA

IV
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah yang universal sebagai salah satu pembunuh
di dunia, sedangkan di negara maju maupun berkembang seperti di Indonesia,
stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang cukup tinggi. Angka
kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam
setahun (Muslihah, 2017). Stroke dapat menyerang otak secara mendadak dan
berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh
iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai
oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang
dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Stroke sebagai salah satu penyakit degerenatif didefinisikan sebagai
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak ( dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik)
ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan tanda dan gejala sesuai bagian otak
yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau
kematian (Junaidi, 2012).
Pada pasien stroke didapatkan peningkatan intra kranial dengan tanda
klinis berupa nyeri kepala yang tidak hilang dan semakin meningkat, berupa
nyeri kepala yang tidak hilang dan semakin meningkat. Peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) merupakan kasus gawat darurat dimana cedera otak
irrevesibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada waktinya
(Hisam, 2013). Risiko perfusi serebral tidak efektif rentan mengalami
penurunan sirkulasi otak yang dapat mengganggu kesehatan yang berisiko
terjadinya neoplasma otak (Herdman, 2015).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, sebanyak 20,5
juta jiwa di dunia 85% mengalami stroke iskemik dari jumlah stroke yang ada.

1
Penyakit hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.
Berdasarkan prevalensi stroke Indonesia 10,9 permil setiap tahunnya terjadi
567.000 penduduk yang terkena stroke, dan sekitar 25% atau 320.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan (Riskesdas, 2018).
Penyakit stroke telah menjadi masalah yang besar bagi Negara
Indonesia sehingga para ahli epidemiologi menyatakan bahwa saat ini ataupun
saat nanti, setiaap penduduk yang berumur 35 tahun keatas dari 12 juta
penduduk indonesia akan beresiko mengalami serangan stroke (Yayasan Stroke
Indonesia, 2011). Hal tersebut sesuai dengan hasil Riskedas tahun 2018, dimana
prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur.
Kasus tertinggi yang terdiagnosis terdapat pada usia 75 tahun keatas(54,22%)
dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar (0,70%), prevalansi
stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak perempuan (10,67%)
dibandingkan laki laki (8,99%), berdasarkan tempat tinggal prevalensi stroke di
Perkotaan (15,13%) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (7,4%).
Prevalensi stroke di Kalimantan Barat tahun 2013 mencapai angka
kejadian stroke 5,8 % dalam 1000 kejadian. Angka kejadian tertinggi terdapat
di kota Pontianak (14,9%), kabupaten Bengkayang (10,8%), kabupaten Kapuas
Hulu (8.0%), kabupaten Melawi (6,5%), kabupaten Sanggau (4.6%). Prevalensi
di kota lebih tinggi dari desa, berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan terdapat
(8,2 %) maupun berdasarkan diagnosis gejala (12,7%) (Risekesdas 2013). Kota
Pontianak pada tahun 2016, memiliki angka kejadian stroke tertinggi.
Kecamatan pontianak kota terdapat 39 kasus, kecamatan pontianak timur 31
kasus, kecamata pontianak utara 19 kasus, dan kecamatan pontianak selatan 14
kasus. Data menunjukan bahwa 14,9 per 1000 orang penduduk kota pontianak
menderita stroke (Yulianto, 2018).
Manifestasi klinis stroke yaitu gangguan gerak atau kelumpuhan
didaerah tungkai, gangguan berbicara, gangguan menelan, kehilangan memori,
bentuk bibir tidak simetris atau perot, merasa anggota tubuh sesisi tidak ada dan
lain sebagainnya. Pada kasus pasien dengan stroke ini dapat merasakan
kebutaan seluruh lapang pandang satu sisi atau separuh pada kedua belah mata.

2
Klien juga akan merasakan pengaruh pada mata dalam mengenali atau
memahami barang yang dilihat serta kehilangan kemampuan membedakan atau
mengenal warna. Pada penderita stroke sangat rentan akan komplikasi yang
ditimbulkan. Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke seperti misalnya
pneumonia, septicemia yang berakibat ulkus dekubitus dan infeksi saluran
kemih, selain itu komplikasi yang terjadi dapat berupa trombosis vena dalam
(Deep Vein Thrombosis), emboli paru, infark miokard, aritmia jantung, gagal
jantung, dan ketidak seimbangan cairan (Susilo, 2019).
Pada kasus Ny. S yang menderita stroke non hemoragik terjadi masalah
gangguan mobilitas fisik. Masalah keperawatan ini terjadi karena adanya
masalah sirkulasi didalam jaringan otak yang menyebabkan kelumpuhan
bahkan kematian. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan studi
kasus dengan tema “Gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Persyarafan (Studi Kasus Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik:
Gangguan Mobilitas Fisik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit Tk. II Kartika
Husada Pontianak)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam studi kasus ini
adalah:
1. Bagaimana konsep teori pada Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Persyarafan (Studi Kasus Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik:
Gangguan Mobilitas Fisik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit Tk. II Kartika
Husada Pontianak)?
2. Bagaimana gambaran penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persyarafan (Studi Kasus Ny. S dengan Stroke Non
Hemoragik: Gangguan Mobilitas Fisik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit
Tk. II Kartika Husada Pontianak)?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

3
Tujuan umum dari penulissan studi kasus ini adalah memberikan
“Gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Persyarafan
(Studi Kasus Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik: Gangguan Mobilitas
Fisik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada Pontianak)”.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. S dengan stroke non hemoragik.
b. Menganalisa dan menegakkan diagnosis keperawatan pada Ny. S
dengan stroke non hemoragik.
c. Merumuskan intervensi keperawatan pada Ny. S dengan stroke non
hemoragik.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Ny. S dengan stroke non
hemoragik.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Ny. S dengan stroke non
hemoragik.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi setiap institusi
Pendidikan untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan serta
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan dalam praktik keperawatan
terutama pada praktik asuhan keperawatan dengan stroke non hemoragik.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi gambaran bagi pihak rumah sakit untuk
pelaksanaan asuhan keperawatan kepada klien dengan stroke non
hemoragik.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan untuk setiap tenaga
keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan stroke non
hemoragik.
4. Bagi Mahasiswa Keperawatan

4
Diharapkan dapat menjadi referensi dan gambaran untuk mahasiswa
keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
stroke non hemoragik.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Landasan teori pada bab ini yang menjadi dasar dan landasan teori utama mengenai
masalah yang dibahas dan asuhan keperawatan pada stroke non hemoragik.
A. Stroke Non Hemoragik
1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler (CVA) merupakan gangguan
peredaran darah ke otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu
dan jika terjadi gangguan yang cukup besar akan mengakibatkan kematian
sebagian sel saraf. Kematian sel saraf dapat mengakibatkan fungsi otak
berhenti dan suplai darah ke bagian otak akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan penyakit cerebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et
al., 2015).
Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak
berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan gangguan
peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub arakhnoid,
peredaran intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni, 2017)
Stroke adalah gangguan yang menyerang otak secara mendadak dan
berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh
iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai
oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak,
yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya
disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang
ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Ayu,
2018).
Stroke non hemoragik biasa disebut dengan stroke iskemik atau
emboli dan trombus yaitu tertutupnya pembuluh darah oleh bekuan darah
atau gumpalan hasil terbentukbya trombus (Nurarif, 2015). Menurut
American Heart Association (2015) stroke iskemik atau non hemoragik

6
merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah
otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak
dan tidak terjadi perdarahan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa stroke non hemoragik adalah penyumbatan pembuluh darah diotak
yang disebabkan oleh bekuan darah sehingga menghalangi suplai oksigen
ke otak.
2. Etiologi
Menurut Smeltzer et al. (2015) menyatakan ada beberapa penyebab
terjadinya stroke yaitu sebagai berikut:
a. Thrombosis yaitu bekuan cairan didalam pembuluh darah otak atau
leher. Stroke terjadi saat thrombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh
pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Thrombosis ini
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti disekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia cerebral. Tanda dan gejala neurologsi seringkali
memburuk ada 48 jam setelah thrombosis.
b. Embolisme cerebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain. Stroke terjadi karena penyumbatan
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri cerebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
c. Iskemia yaitu penurunan supplai aliran darah ke otak karena
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah.
d. Hemoragi cerebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Sehingga
terjadi penghentian supplai darah ke otak dan menyebabkan kehilangan

7
sementara bahkan permanen gerakan, berpikir, memori, bicara dan
sensasi.
3. Patofisiologi
Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh
darah. Manifestasi sekunder di otak adalah hasil dari satu atau lebih dari
penyakit yang mendasari atau faktor resiko. Patologi utama termasuk
hipertensi, aterosklerosis yang mengarah ke penyakit arteri koroner,
dislipidemia, penyakit jantung, dan hiperlipemia (Haryono & Utami,2019).
Patofisiologi stroke non hemoragik atau iskemik merupakan
penyumbatan yang disebabkan oleh oklusi cepat dan mendadak pada
pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak yang
kekurangan oksigen selama lebih dari 60 sampai 90 detik akan menurun
fungsinya. Trombus atau penyumbatan seperti aterosklerosis menyebabkan
iskemia pada jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan neuron
sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang
terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam siste peredaran darah yang biasa
terjadi di dalam jantung atau sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium yang
terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak, dapat pula mengganggu sistem
sirkulasi otak (Haryono & Utami, 2019).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat darah otak terbagi
menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan daerah
penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak yang memiliki aliran
darah kurang dari 10cc/100g jaringan otak tiap menit. Daerah ini beresiko
menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Daerah penumbra adalah daerah
otak yang aliran darahnya terganggu tetapi masih lebih baik dikarenakan
daerah ini masih masih mendapat suplai perfusi dari pembuluh darah
(Haryono & Utami, 2019).
4. Tanda dan Gejala
Menurut Gofir (2021) menyatakan bahwa tanda dan gejala stroke
tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan,

8
ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke akut tanda dan gejala
klinis yang muncul yaitu sebagai berikut:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontra lateral artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah
kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot volunter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan yang terjadi
karena kerusakan sistem saraf otonom dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor dan koma) yang
terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.
d. Afasi atau kesulitan dalam bicara merupakan defisit kemampuan
komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis, memahami
bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara
primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke
dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri.
e. Disartria atau bicara cadel/pelo merupakan kesulitan bicara terutama
dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun
demikian pasien dapat memahami pembicaraan, menulis,
mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan
nervus kranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan
laring.
f. Gangguan penglihatan atau diplopia. Pasien dapat kehilangan
penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang
pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus
temproral atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada
korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena
kerusakan pada saraf kranial III (Okulomotorius/mengangkat kelopak

9
mata), IV (Troklearis/gerakan bola mata ke bawah) dan VI
(Abdusen/gerakan bola mata lateral).
g. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus kranial
X (Vagus/reflek menelan). Selama menelan bolus di dorong oleh lidah
dan glotis menutup kemudian makanan masuk ke esofagus.
h. Kelemahan anggota gerak tubuh karena terjadi kerusakan pada nervus
kranial XI (asessoris).
i. Inkontinensia baik bowel maupun bladder sering terjadi hal ini terjadi
karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
j. Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri.

10
5. Pathway

6. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran
darah serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan
perubahan pada aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak
menjadi berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak (Bararah,
& Jauhar, 2013). Menurut Andra & Yessie (2013) menyatakan bahwa

11
komplikasi stroke meliputi berhubungan dengan immobilisasi, infeksi
pernapasan, nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan, konstipasi,
tromboflebitis, nyeri daerah punggung, berhubungan dengan kerusakan
otak, epilepsy, sakit kepala, dan hydrosefalus.
7. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik & Laboratorium)
Radaningtyas (2018) menyebutkan beberapa pemeriksaan
penunjang yang dilakukan pada pasien stroke yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruktif arteri, oklusi / nuptur.
2) Elektro Encefalography
Mengidentifikasi masalah didasrkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3) Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada
pendarahan sub arachnoid.
4) Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis
/aliran darah /muncul plaque / arterosklerosis.
5) CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
6) Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada thrombosis,
emboli, dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah
menunjukan, hemoragi sub arachnoid/perdarahan intakranial.
7) Pemeriksaan Foto Thorax

12
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran vertrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkn perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Fungsi lumbal, tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli dan
TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarachnoid
atau intracranial. Kadar protein total meninggal pada kasus
thrombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah mencapai 250mg dalam serum dan
kemudian berangsung-angsur turun kembali.
8. Penatalaksanaan
Menurut Setyopranoto (2016) penatalaksanaan pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan Umum
1) Pada Fase Akut
a) Letakkan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada pada
satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
b) Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hgasil Analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi.
c) Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
d) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, stroke berisiko
terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau
mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk

13
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. kristaloid
atau koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan,
hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi melalui oral hanya dilakukan jika fungsi
menelan baik, dianjurkan menggunakan nasogastriktube.
e) Pantau juga kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai
batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena
kontinu selama 2-3 hari pertama.
f) Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistol >220 mmHg, diastol >120 mmHg, Mean Arteri
Blood Plessure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard
akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
g) Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan yaitu natrium nitropusid, penyekat reseptor
alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
h) Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistol <90 mmHg, diastol
<70 mmHg,diberikan NaVL 0.9% 250 ml selama 1 jam,
dilanjutkan 500 ml selama 4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau
sampai tekanan hipotensi dapat teratasi. Jika belum teratasi,
dapat diberikan dopamine 2-2µg/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik 110 mmHg.
i) Jika kejang, diberikan diazepam 5-20mg iv pelan-pelan selama
3 menit maksimal 100mg/hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang.
j) Jika didapat tekanan intrakranial meningkat, diberikan mannitol
bolus intravena 0,25-1 g/ kgBB per 30 menit dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setelah 6 jam selama 3-5 hari.

14
2) Fase Rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program manajemen Bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
range of motion (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
3) Pembedahan dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari
3cm atau volume lebih dari 50ml untuk dekompresi atau
pemasangan pintasan ventrikulo peritoneal bila ada hidrosefalus
obstruksi akut.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Farmakologi
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan antikoagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt- PA (Recombinant Tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikoin atau pirasetam
(jika didapatkan afasia).
Terapi farmakologi yang digunakan pada pasien stroke non
hemoragik yaitu:
a) Fibrinolitik/Trombolitik (rtPA/Recombinant Tissue
Plasminogen Activator)
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk
mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan
stroke akut. Jenis obat golongan ini adalah alteplase,
tenecteplase dan reteplase, namun yang tersedia di Indonesia
hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini bekerja memecah
trombus dengan mengaktivasi plasminogen yang terikat pada
fibrin. Efek samping yang sering terjadi adalah risiko

15
pendarahan seperti pada intrakranial atau saluran cerna; serta
angioedema. Beberapa penelitian yang ada menunjukkan bahwa
rentang waktu terbaik untuk dapat diberikan terapi fibrinolitik
yang dapat memberikan manfaat perbaikan fungsional otak dan
juga terhadap angka kematian adalah <3 jam dan rentang 3-4,
atau 5 jam setelah onset gejala.
b) Antikoagulan Terapi antikoagulan ini untuk mengurangi
pembentukkan bekuan darah dan mengurangi emboli, misalnya
Heparin dan warfarin.
c) Antiplatelet golongan obat ini sering digunakan pada pasien
stroke untuk pencegahan stroke ulangan dengan mencegah
terjadinya agregasi platelet. Aspirin merupakan salah satu
antiplatelet yang direkomendasikan penggunaannya untuk
pasien stroke.
d) Antihipertensi
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Stroke Non Hemoragik
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga
metode, yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke,
2020). Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, Data yang
dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019).
a. Identitas
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas Penanggung Jawab

16
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan,data yang terkumpul meliputi nama dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat traumakepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes melitus.
5) Riwayat Psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
6) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

17
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
c) Pola Eliminasi
Biasanya terjadi inkotinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
d) Pola Aktivitas dan Latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot.
f) Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburanpandangan perabaan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola Reproduksi Seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
j) Pola Penanggulangan Stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
c. Pemeriksaan Fisik

18
1) Keadaan Umum
a) Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
b) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi.
2) Pemeriksaan Integumen
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda- tanda dekubitus terutama pada
daerahmyang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed
rest 2-3 minggu.
b) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut: umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan Kepala dan Leher
a) Kepala: bentuk normocephalic.
b) Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4) Pemeriksaan Dada
Pada pernafasan kadang didapat suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan Abdomen
Didapat penurunan peristaltic usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung
6) Pemeriksaan Genetalia
Kadang terdapat incontinesia atau retesi urine
7) Pemeriksaan Ekstremitas
Didapat kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
8) Pemeriksaan Neurologi
a) Pemeriksaan nervus cranialis

19
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu
sisi tubuh
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi
d) Pemeriksaan reflek
Pada fase akut reflek fisiologi sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
a) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
b) MRI untuk menunjukkan area yang mengalami infark,
hemoragik.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan
tidak mengandung darah atau jernih.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d) Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
e) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

20
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien dengan
stroke non hemoragik, dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017):
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan risiko
penurunan sirkulasi darah ke otak.
b. Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
d. Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.
Kemungkinan diagnosa Stroke non hemoragik dengan
menggunakan pendekatan (Huda Nurarif A. el at, 2016) adalah defisit
perawatan diri berhubungan dengan neuromuscular, menurunnya kekuatan
dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi.
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
1 Risiko perfusi serebral tidak Manajemen peningkatan tekanan
efektif (D.0017) intracranial (I.06194)
Observasi
1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (misalnya:
lesi, gangguan metabolism,
edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK (misalnya:
tekanan darah meningkat,

21
tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (mean arterial
pressure) (LIHAT: Kalkulator
MAP)
4. Monitor CVP (central venous
pressure)
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial
pressure)
8. Monitor gelombang ICP
9. Monitor status pernapasan
10. Monitor intake dan output
cairan
11. Monitor cairan serebro-spinalis
(mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal

22
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik Dukungan ambulasi (I.06171)
(D.0054) Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis: tongkat,
kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi

23
2. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)
3 Gangguan komunikasi verbal Promosi komunikasi: defisit bicara
(I.13492)
Observasi
1. Monitor kecepatan, tekanan,
kuantitias, volume, dan diksi
bicara
2. Monitor progress kognitif,
anatomis, dan fisiologis yang
berkaitan dengan bicara (mis:
memori, pendengaran, dan
Bahasa)
3. Monitor frustasi, marah,
depresi, atau hal lain yang
mengganggu bicara
4. Identifikasi perilaku emosional
dan fisik sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi
alternatif (mis: menulis, mata
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan komputer)

24
2. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambal menghindari
teriakan, gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan
pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan bicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
4 Risiko jatuh (D.0143) Pencegahan jatuh (I.14540)
Observasi
1. Identifikasi faktor jatuh (mis:
usia > 65 tahun, penurunan
tingkat kesadaran, defisit

25
kognitif, hipotensi ortostatik,
gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan,
neuropati)
2. Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan
institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan risiko jatuh
(mis: lantai licin, penerangan
kurang)
4. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis: fall
morse scale, humpty dumpty
scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah
5. Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan

26
pantauan perawat dari nurse
station
6. Gunakan alat bantu berjalan
(mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat
5 Defisit nutrisi (D.0019) Manajemen gangguan makan
(I.03111)
Observasi
1. Monitor asupan dan keluarga
makanan dan cairan serta
kebutuhan kalori
Terapuetik
1. Timbang berat badan secara
rutin

27
2. Diskusikan perilaku makan dan
jumlah aktivitas fisik (termasuk
olahraga) yang sesuai
3. Lakukan kontrak perilaku (mis:
target berat badan,
tanggungjawab perilaku)
4. Damping ke kamar mandi
untuk pengamatan perilaku
memuntahkan Kembali
makanan
5. Berikan penguatan positif
terhadap keberhasilan target
dan perubahan perilaku
6. Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
7. Rencanakan program
pengobatan untuk perawatan di
rumah (mis: medis, konseling)
Edukasi
1. Anjurkan membuat catatan
harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis: pengeluaran
yang disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
2. Ajarkan pengaturan diet yang
tepat
3. Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi

28
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
6 Defisit perawatan diri (D.0109) Dukungan perawatan diri (I.11348)
Observasi
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang
terapeutik (mis: suasana hangat,
rileks, privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi (mis:
parfum sikat gigi, dan sabun
mandi)
3. Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
4. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi

29
1. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
4. Implementasi
Pada tahan ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nasrul
Effendy, 1995 dalam Judha & Rahil, 2011). Pencatatan pendokumentasian
ini terfokus pada metode DAR yaitu data (D) adalah data yang berisi tentang
data subjektif dan objektif yang mendukung dokumentasi asuhan
keperawatan, action/tindakan (A) adalah tindakan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan masalah, dan response (R) adalah menyediakan
keadaan respon klien terhadap tindakan keperawatan. (Judha & rahil,2011).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat. Tujuan dari evaluasi
adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau
muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP
dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi
menggunakan:
S: Subjek adalah informasi yang berupa ungkapan yang di dapat dari pasien
setelah tindakan dilakukan.
O: Objek adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan.
A: Analisa adalah membandingkan antara insormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa

30
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, muncul
masalah baru.
P: Planing adalah rencana keperawatan lanjutan yangakan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencaa diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai). (Kemenkes, 2017).

31
BAB III
LAPORAN STUDI KASUS

Pada bab ini menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada Ny.
S dengan stroke non hemoragik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit Tk. II
Kartika Husada Pontianak. Asuhan keperawatan dilakukan selama 3 hari
yakni dimulai tanggal
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Inisial klien : Ny. S

Tempat / Tanggal Lahir : 23/07/1969

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Pendidikan : SMP/Sederajat

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)

Alamat : Gg. Cahya Harapan, Sungai Kakap,


Kubu Raya

Saudara yang bisa dihubungi

Nama : Tn. S

Alamat : Gg. Cahya Harapan, Sungai Kakap,


Kubu Raya

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak kapan serangan datang:
Klien mengatakan mengalami kelemahan pada anggota gerak tubuh
sebelah kiri sejak 4 hari yang lalu disertai nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual
dan muntah satu kali. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 2

32
Oktober 2023, didapatkan hasil bahwa klien mengatakan mengalami
kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kiri, klien mengatakan pada saat
ini tangan dan kaki sebelah kiri tidak bisa digerakkan. Klien dan keluarga
juga mengatakan kurang memahami menganai penyakit dan juga
perawatan serta pengobatan untuk penyakit sroke, karena belum pernah
diberikan penjelasan.
Lamanya:
Klien mengatakan sejak 4 hari yang lalu mengalami kelemahan pada
anggota gerak tubuh sebelah kiri.
Gejala:
Klien mengatakan gejala awal yang muncul dan dirasakan adalah tiba-tiba
klien merasakan lemah pada anggota gerak tubuh sebelah kiri.
Faktor predisposisi:
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit jantung. Penyakit jantung
menjadi salah satu kondisi yang sangat berkaitan dengan penyakit stroke.
Salah satu penyakit jantung yang berisiko menyebabkan stroke adalah
gangguan pembuluh darah. Tidak hanya itu, aterosklerosis juga menjadi
penyakit jantung yang menyebabkan stroke. Hal ini terjadi akibat adanya
penumpukan plak dalam pembuluh darah, sehingga menyumbat seluruh
atau sebagian pembuluh darah. Kondisi ini dapat terjadi di mana saja. Nah,
ketika aterosklerosis terjadi pada arteri yang memasok darah menuju otak,
kondisi ini dapat memicu penyakit stroke.
Tindakan pengobatan:
Klien mengatakan sebelum masuk RS terlebih dahulu memeriksa kemantri
desa di dekat rumahnya.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
a. Penyakit
1) Kecelakaan dan Hospotalisasi
Klien mengatakan pada saat ini tidak pernah mengalami kecelakaan
dan klien mengatakan sudah pernah dirawat di Rumah Sakit dengan
penyakit jantung.

33
2) Operasi
Klien mengatakan sampai saat ini belum pernah menjalani prosedur
operasi.
3) Penyakit yang Sering Diderita
Klien mengatakan pada saat ini memiliki riwayat penyakit jantung
yang sudah dialami lebih dari satu tahun.
b. Alergi
Klien mengatakan pasa saat ini tidak memiliki riwayat alergi obat-
obatan dan makanan.
c. Imunisasi
Klien mengatakan tidak mengingat mengenai riwayat imunisasi yang
diterima namun klien mengatakan telah menerima vaksin Covid-19.
d. Kebiasaan
1) Alcohol
Klien mengatakan pada saat ini tidak pernah mengkonsumsi
alcohol.
2) Merokok
Klien mengatakan pada saat ini tidak pernah mengkonsumsi rokok.
e. Pola tidur
Sebelum sakit:
Klien mengatakan pada saat sebelum sakit, klien dapat tidur dengan
nyenyak dimalam hari dan jarang terbangun dengan lama tidur kurang
lebih 8 jam.
Selama sakit:
Klien mengatakan pada saat sakit, klien mengalami penurunan
intensitas tidur malam menjadi kurang 6-7 jam karena disebabkan oleh
perbedaan lingkungan yan dirasakan klien.
f. Pola latihan
Sebelum sakit:
Klien mengatakan pada saat sebelum sakit, klien melakukan aktivitas
dirumah seperti bermain dengan cucu.

34
Selama sakit:
Klein mengatakan pada saat sakit, klien tidak dapat melakukan aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti mandi dan makan, serta
berpakaian.
g. Pola nutrisi
Sebelim sakit:
Klien mengatakan pada saat sebelum sakit, klien mengatakan makan 3
kali sehari dengan porsi 1 piring penuh ditambah lauk pauk serta pada
pagi hari klien mengatakan selalu minum segelas kopi.
Selama sakit:
Klien mengatakan pada saat sakit, klien mengatakan bahwa klien tetap
makan 3 kali sehari dan harus dibantu oleh keluarga.
h. Pola kerja
Sebelum sakit:
Klien mengatakan pada saat sebelum sakit, klien mengatakan
melakukan aktivitas dirumah seperti berberes rumah.
Selama sakit:
Klien mengatakan pada saat sakit, klien tidak dapat melakukan aktivitas
seperti biasa, hanya ditempat tidur saja.

35
4. Riwayat Keluarga
a. Kesehatan anggota keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga klien tidak ada yang menderita
penyakit yang sama seperti yang dialami oleh klien. Klien merupakan
anak kedua dari 4 bersaudara dengan 3 saudara permpuan dan 1 saudara
laki-laki. Klien menikan dengan suami dan memiliki 3 orang anak
dengan 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
Geogram:

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

36
b. Factor risiko penyakit dalam kelurga:
Keturunan klien berisiko mengalami penyakit genetik atau keturunan
yaitu penyakit jantung karena klien mengatakan riwayat penyakit
tersebut.
5. Riwayat Lingkungan
a. Kebersihan:
Kliem mengatakan selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
sekitar
b. Bahaya Kesehatan:
Tidak ada bahaya Kesehatan yang ditimbulkan
c. Polutan
Tidak terdapat polutan pada area lingkungan klien, karena jauh dari
jalan raya serta tidak membakar sampah dan pula tidak berdekatan
dengan pabrik ataupun tempat pembungan sampah.
6. Riwayat Psikososial
a. Bahasa yang digunakan
Klien menggunakan Bahasa melayu Pontianak untuk berkomunikasi.
b. Organisasi di Masyarakat
Klien mengatakan pada saat ini, klien tidak mengikuti organisasi
dimasyarakat.
c. Sumber dukungan dimasyarakat
Klien mengatakan mendapatkan respon baik dan dukungan dari
tetangga sekitar.
d. Suasana hati
Klien mengatakan suasana hati saat ini sedih mengenai penyakit yang
dideritanya.
e. Tingkat Perkembangan
Tahap perkembangan keluarga klien adalah keluarga dengan anak
dewasa (launching center families).

37
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Kesadaran Composmentis (E:4, M:6, V:5)
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/95 mmHg
Nadi : 105 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,80 C
SpO2 : 97 %
b. Kepala
Inspeksi:
Bentuk kepala tampak simetris, tidak terdapat lesi, kebersihan rambut
terjaga, warna rambut hitam putih, distribusi rambut merata.
Palpasi:
Tidak teraba pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
kelainan kepala.
c. Mata
Inspeksi:
Kedua mata tampak simetris, konjungtiva anemis, respon cahaya pupil
baik, skelra tidak ikterik , pupil normal.
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan pada area mata.
d. Hidung
Inspeksi:
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat polip, tidak terdapat pernapasan
cuping hidung, serta tidak ada secret.
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan pada hidung.

38
e. Telinga
Inspeksi:
Telinga tampak simetris kanan dan kiri, tidak terdapat serumen, tidak
ada jejas dan lesi.
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan pada telinga.
f. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi:
Bibir tampak simetris, pesebaran gigi tampak tidak merata, lidah
tampak berwarna putih dan mukosa bibir kering serta tidak ada
peradangan pada area tonsil.
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan pada area lidah.
g. Leher
Inspeksi:
Bentuk leher simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak
terdapat distensi venajubularis dan deviasi trakea
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan pada area leher.
h. Kelenjar Limfe
Inspeksi:
Tidak tampak pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan pada kelenjar limfe.
i. Paru-paru
Inspeksi:
Dada tampak simetris, tidak terdapat jejas maupun lesi pada dada klien,
tidak terdapat oto bantu pernapasan.
Auskultasi:
Terdengar suara vesikuler pada paru dan tidak ada bunyi napas
tambahan.

39
Perkusi:
Terdengar bunyi sonor.
Palpasi:
Gerakan dada kiri kanan simetris, tidak ada nyeri tekan, dan vocal
premitus normal getaran dapat dirasakan serta getaran sama.
j. Jantung
Inspeksi:
Tidak tampak adanya jejas dan lesi pada area dada.
Auskultasi:
Bunyi jantung normal S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung
tambahan S3 dan S4.
Perkusi:
Terdapat bunyi redup/ dullnes.
Palpasi:
Nadi karotis teraba kuat, ictus cordis teraba pada ics 5 midclavikula
sinistra.
k. Abdomen
Inspeksi:
Tidak tampak distensi abdomen dan tidak ada jejas maupun lesi.
Auskultasi:
Bising usus terdengar normal (10x/menit)
Perkusi:
Terdengar suara tympani dan hepar terdengar pekak.
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran pada hepar.
Eliminasi Bowel:
Tidak ada keluhan BAK, frekuensi BAK 1-2 x sehari, BAB normal,
Tidak terpasang folley cateter
l. Ekstremitas Atas
Tangan kiri terdapat kelemahan otot dan tidak dapat digerakan, serta
tangan kanan masih dapat bergerak.

40
m. Ekstrimitas Bawah
Kaki kiri terdapat kelemahan otot dan tidak dapat digerakan, serta kaki
kanan masih dapat bergerak
n. Tonus Otot:
5|5|1|1
Keterangan tonus otot:
0: Tidak ada kontraksi sama sekali
1: Kontraksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan.
2: Ada Gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi).
3: Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi.
4: Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar dan dapat
melawan gravitasi.
5: Kekuatan normal dan seluruh gerakan dapat dilakukan berulang-
ulang tanpa terlihat adanya kelelahan.
o. Kulit
Pada saat dilakukan terdapat edema pada tangan kiri, warna kulit
merata, tidak terdapat lesi dan tidak adanya jejas.
p. Genetalia
Pada saat dilakukan pengkajian klien menolak untuk dikaji, tetapi saat
diwawanca klien mengatakan tidak ada masalah di daerah genetalia.

41
q. Saraf
Saraf Kranial Jenis Fungsi Fungsi

I Olfaktorius Sensorik Pasien dapat membedakan bau


minyak wangi dan bauk teh

II Optikus Sensorik Tidak ada gangguan penglihatan,


lapang pandang baik.

III Okulomotor Motorik Dilatasi reaksi pupil normal,


terjadi pengecilan pupil ketika
ada pantulan cahaya

IV Troklearis Motorik Tidak ada gangguan dalam


pergerakan bola mata

V Trigeminalis Sensorik Wajah simetris


Motorik Tidak ada gangguan pada saat
mengunyah

VI Abdusens Motorik Dapat menggerakkan bola mata


ke samping.

VII Fasiali Motorik Tidak terdapat gangguan pada


saat bicara, bicara jelas

VIII Vestibulokoklear Sensorik Tidak ada gangguan


pendengaran

IX Glosofaringeus Sensorik Tidak terdapat kesulitan dalam


Motorik menelan.

X Vagus Sensorik Terdapat refleks muntah dan


Motorik batuk

42
XI Asesorius Spinal Sensorik Anggota badan sebelah kiri susah
digerakkan dan dapat
mengangkat bahu sebelah kanan

XII Hipoglosus Motorik Respon lidah baik, klien bisa


menggerakkan lidah dari sisi
yang satu ke yang lain, tidak
terdapat kesulitan dalam menelan

8. Data Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap tanggal 1 oktober 2023
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Darah Rutin (3-DIFF)

WBC 11,2 10^9/L 3,50-10,00

Lym% 27,0 % 15,0-50,0

Mid% 8,3 % 2,0-15,0

Gra% 64,7 % 35,0-80,0

HGB 12,0 g/dl 11,5-16,5

RBC 5,34 10^9/L 3,50-5,50

HCT 36,7 % 35,0-55,0

PLT 543 10^g/L 150-400

Glukosa Darah Sewaktu 166 Mg/dl 100-180

Ureum 48 Mg/dl 15-45

Creatinin 0,8 Mg/dl 0,6-1,1

b. CT-Scan

43
Hasil CT-Scan didapatkan kesimpulan:
- ICH dengan perifocal Edema digaglia basalis kanan
- IVH dengan hydrosephalus non komunikan
c. EKG
Hasil pemeriksaan EKG didapatkan kesimpulan yaitu sinus tachycardia
dengan I derajat AV Block.
d. Terapi/ pengobatan
Nama obat Dosis Rute Indikasi
RL 20tpm IV Sumber elektrolit

Ranitidine 2x50 IV Masalah lambung

Citicolin 2x500 IV Masalah


Celebrovaskuler

ondancentron 3x4mg IV Mengatasi mual dan


muntah

Ketorolac 3x30 mg IV Pereda nyeri

Sucralfate syrup 3x1 oral Masalah lambung

Manitol 200cc IV Mengurangi tekanan


selanjutnya intracranial
4x120 cc
Asam trnexamat 3x500 mg IV Menghentikan
pendarahan

Vit.K 3x1 IV Mencegah klasifikasi


pembuluh darah

Phenitoin 3x100 mg Oral Mengendalikan kejang


pada penderita epilepsi

Bisoprolol 1x 2,5 mg Oral Hipertensi, angina,


gagal jantung kronik

44
B. Analisa Data
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan maka didapat hasil Analisa data
sebagai berikut :
Data Subjektif:
Data Objektif:
Data (Tanda dan Gejala) Problem Etiologi
Data Subjektif: Gangguan Peningkatan tingkatan intra
- Klien mengatakan mobilitas fisik kranial
mengalami kelemahan pada ↓
tangan kiri dan kaki kiri Arteri vertebra basialis atau
- Klien mengatakan tangan arteri cerebri media
kiri dan kaki kiri tidak dapat ↓
digerakkan Disfungsi nervus XI asesorius
- Klien mengatakan tidak ↓
dapat melakukan aktivitas Penurunan fungsi motoric dan
bisa dan hanya ditempat musculoskeletal
tidur ↓
Kelemahan pada satu atau
Data Objektif:
keempat anggota gerak tubuh
- Klien tampak lemah
!|# ↓
- Kekuatan tonus otot !|#
Hemiparase atau plegi kanan
- Klien hanya berbaring atau kiri
ditempat tidur

- Kesadaran composmentis
Gangguan mobilitas fisik
dengan GCS 15 (E: 4, M: 6,
V: 5)
- Terdapat kelainan pada
nervus XI asesorius ditandai
dengan anggota badan
sebelah kiri mengalami

45
kelemahan dan tidak bisa
digerakkan
- Hasil CT-Scan
menunjukkan terdapat ICH
dengan perifocal edema
diganglia basalis kanan dan
IVH dengan hydrocephalus
non komunikan
- Tanda-tanda vital:
TD: 140/95 mmHg
N: 105 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,8oC
SpO2: 97%
Data Subjektif: Defisit perawatan Disfungsi nervus XI asesorius
- Klien mengatakan diri ↓
kelemahan tangan kiri dan Penurunan fungsi motoric dan
kaki kiri musculoskeletal
- Klien mengatakan tidak ↓
dapat melakukan aktivitas Kelemahan pada satu atau
untuk memenuhi kebutuhan keempat anggota gerak tubuh
dasar seperti mandi dan ↓
berpakaian Defisit perawatan diri
- Klien mengatakan tidak
dapat melakukan aktivitas
seperti biasa dan hanya
ditempat tidur
Data Objektif
- Klien tampak lemah
- Klien hanya berbaring
ditempat tidur

46
- Klien tampak tidak mampu
untuk mandi dan berpakaian
- Acitiviy Daily Living (ADL)
tampak dibantu oleh
keluarga
!|#
- Kekuatan tonus otot !|#

- Terdapat kelainan pada


nervus XI asesorius ditandai
dengan anggota badan
sebelah kiri mengalami
kelemahan dan tidak bisa
digerakkan
Data Subjektif: Defisit Kurang terpaparnya informasi
- Klien dan keluarga pengetahuan ↓
mengatakan kurang Defisit pengetahuan
memahami tentang penyakit
stroke
- Klien dan keluarga
mengatakan kurang
memahami tentang
pengobatan dan perawatan
stroke
- Klien dan keluarga
mengatakan belum pernah
dijelaskan tentang penyakit
stroke
Data Objektif
- Klien dan keluarga tampak
bingung

47
- Klien dan keluarga tampak
bertanya-tanya dengan
perawat
- Pendidikan terakhir klien
SMP/sederajat

C. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisis, maka
didapatlah beberapa masalah keperawatan pada Ny. S dengan stroke non
hemoragik sebagai berikut:
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan kiri
dan kaki kiri, klien mengatakan tangan kiri dan kaki kiri tidak dapat
!|#
digerakkan, kekuatan tonus otot !|# , hasil CT-Scan menunjukkan terdapat

ICH dengan perifocal edema diganglia basalis kanan dan IVH dengan
hydrocephalus non komunikan (D.0054).
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan kelemahan tangan kiri dan kaki kiri, klien
mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti mandi dan berpakaian, klien tampak tidak mampu untuk mandi
dan berpakaian, terdapat kelainan pada nervus XI asesorius ditandai dengan
anggota badan sebelah kiri mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan
(D.0109).
3. Defisit pengetahuan berhubungan kurangnya terpaparnya informasi
ditandai dengan klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
penyakit stroke, klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
pengobatan dan perawatan stroke, klien dan keluarga tampak bingung serta
bertanya-tanya kepada perawat (D.0111).
D. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan kiri

48
dan kaki kiri, klien mengatakan tangan kiri dan kaki kiri tidak dapat
!|#
digerakkan, kekuatan tonus otot !|# , hasil CT-Scan menunjukkan terdapat

ICH dengan perifocal edema diganglia basalis kanan dan IVH dengan
hydrocephalus non komunikan (D.0054).
Setelah dilakukan tindakkan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan mobilitas fisik (L.05042) meningkat dengan kriteria hasil:
DS: klien mengatakan dapat menggerakkan kaki dan tangan sebelah kiri
secara bebas, klien mengatakan dapat bergerak secara bebas.
!|$
DO: kekuatan tonus otot meningkat menjadi !|$

Intervensi Keperawatan : Dukungan Mobilitas (I.05173)


a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Rasional: mengetahui nyeri/ keluhan fisik
b. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum mobilisasi
Rasional : mengetahui frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memenuhi mobilisasi dalam keadaan normal
c. Monitor kondisi umum selama mobilisasi
Rasional : mengetahui kondisi pasien selama dilakukan mobilisasi
d. Fasilitasi melakukan Range Of Motion (ROM)
Rasional : mengembalikan kemampuan klien menggerakkan otot
e. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakkan
Rasional : agar keluarga bisa melakukan scara mandiri
f. Fasilitasi melakukan pergerakkan jika perlu
Rasional : melakukan pergerakkan kepada pasien
g. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Rasional : memberikan informasi kepada klien dan keluarga terkait
tujuan dan prosedur mobilisasi
h. Anjurkan mobilisasi dini
Rasional :untuk mempertahankan tonus otot

49
i. Ajarkan obilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk ditempat
tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
Rasional : agar klien dan keluarga dapat melakukan mobilisasi
sederhana
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan kelemahan tangan kiri dan kaki kiri, klien
mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti mandi dan berpakaian, klien tampak tidak mampu untuk mandi
dan berpakaian, terdapat kelainan pada nervus XI asesorius ditandai dengan
anggota badan sebelah kiri mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan
(D.0109).
Setelah dilakukan tindakkan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perawatan diri (L.11103) meningkat dengan kriteria hasil :
DS: Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti mandi dan berpakaian secara mandiri, klien
mengatakan akan melakukan perawatan diri secara konsisten.
DO: Tampak kemampuan mandi meningkat, tampak kemampuan
mengenakan pakaian meningkat, minat melakukan perawatan diri
meningkat, tampak melakukan perawatan diri secara konsisten.
Intervensi Keperawatan: Dukungan perawatan diri (I.11348) :
a. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Rasional : mengetahui kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
b. Monitor tingkat kemandirian
Rasional : menilai tingkat kemandirian klien
c. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
dan makan
Rasional :mengetahui kebutuhan alat bantu keberhasilan diri,
berpakaian, berhias, dan makan
d. Sediakan lingkungan yang teraeutik (mis: suasana hangat, rileks,privasi)
Rasional :menyediakan lingkungan yang terapeutik
e. Siapkan keperluan pribadi (mis: parfume, sikat gigi, dan sabun mandi

50
Rasional : menyiapkan keperluan pribadi
f. Fasilitasi kemandidian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan
diri
Rasional :memfasilitasi kemandirian, bantu klien jika tampak tidak
mampu
g. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Rasional : agar perawatan diri klien terjadwal dan teratur
h. Anjurkan melakukan perawatan diri scara konsisten sesuai kemampuan
Rasional : menjaga konsistensi klien dalam melakukan perawatan diri
3. Defisit pengetahuan berhubungan kurangnya terpaparnya informasi
ditandai dengan klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
penyakit stroke, klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
pengobatan dan perawatan stroke, klien dan keluarga tampak bingung serta
bertanya-tanya kepada perawat (D.0111). Setelah dilakukan tindakkan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat pengetahuan
(L.12111) meningkat dengan kriteria hasil :
DS : Klien dan keluarga mengatakan memahami tentang penyakit,
pengobatan serta perawatan stroke.
DO : Klien dan keluarga tampak mampu menjelaskan pengetahuan tentang
penyakit stroke, tampak perilaku yang mendukung kesembuhan, bertanya
kepada perawat terkait penyakit stroke berkurang.
Intervensi keperawatan : Edukasi Kesehatan (I12383)
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : mengetahui kesiapan dan kemampuan menerma informasi
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
c. Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
Rasional : dapat membantu menyampaikan informasi secara lebih
jelaskan dan visual

51
d. Jadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : untuk mengetaui batas waktu yang telah ditentukan klien
e. Berikan kesempatan bertanya
Rasional : dapat memudahkan klien untuk mengeksplor lebih dalam
tentang penyakitnya
f. Jelaskan faktor resiko yang dapat memperngaruhi kesehatan
Rasional : memberikan informasi terkait faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
g. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : klien dapat menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat
h. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat
Rasional : klien dapat mengetahui strategi yang tepat digunakan untuk
meningkatkan prilaku hidup bersih dan sehat
E. Implementasi (DAR)
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan klien mengatakan mengalami
kelemahan pada tangan kiri dan kaki kiri, klien mengatakan tangan
𝟓|𝟏
kiri dan kaki kiri tidak dapat digerakkan, kekuatan tonus otot 𝟓|𝟏 , hasil

CT-Scan menunjukkan terdapat ICH dengan perifocal edema


diganglia basalis kanan dan IVH dengan hydrocephalus non
komunikan (D.0054).
Implementasi pada tanggal 2 Oktober pukul 08.00 WIB
didapatkan hasil:
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
sebelah kiri.
2) Klien mengatakan tangan dan kaki kiri tidak dapat digerakkan.
3) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa dan
hanya ditempat tidur.

52
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemah.
2) Klien hanya berbaring ditempat tidur.
3) Kesadaran composmentis (E: 4, M: 6, V:5)
!|#
4) Kekuatan tonus otot !|#

5) Tanda-tanda vital:
TD: 140/95 mmHg
N: 105 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,8oC
SpO2: 97%
c. Action dan Respon
1) Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
R: Klien mengatakan ada tidak terdapat nyeri lain.
2) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
R: TD: 140/95 mmHg N: 105 x/menit
3) Memonitor kondisi umum selama mobilisasi
R: Klien tampak dalam kondisi stabil.
4) Memfasilitasi melakukan pergerakan dengan Range Of Motion
(ROM)
R: Klien tampak tidak dapat menggerakkan tangan dan kaki sebelah
kiri, namun tangan dan kaki sebelah kanan masih dapat digerakkan.
5) Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
R: Keluarga berpartisipasi untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
6) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
R: Klien dan keluarga memahami tujuan dan prosedur mobilisasi.
7) Menganjurkan mobilisasi dini

53
R: Klien dan keluarga mengerti untuk melakukan mobilisasi dini.
8) Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan yaitu
duduk ditempat tidur dan saat berbaring untuk miring kanan dan
miring kiri.
R: klien dan keluarga memahami cara mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan yaitu duduk ditempat tidur dan klien belum bisa
duduk di tempat tidur dan belum bisa miring kanan dan miring kiri
saat berbaring.
Implementasi pada tanggal 3 Oktober pukul 08.00 WIB
didapatkan hasil:
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
sebelah kiri.
2) Klien mengatakan tangan dan kaki kiri mulai dapat digerakkan.
3) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa dan
hanya ditempat tidur.
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemah.
2) Klien hanya berbaring ditempat tidur.
3) Kesadaran composmentis (E: 4, M: 6, V:5)
!|$
4) Kekuatan tonus otot menjadi !|$

5) Tanda-tanda vital:
TD: 120/70 mmHg
N: 78 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,2oC
SpO2: 98%
c. Action dan Respon
1) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi

54
R: TD: 120/70 mmHg N: 78 x/menit
2) Memonitor kondisi umum selama mobilisasi
R: Klien tampak dalam kondisi stabil
3) Memfasilitasi melakukan pergerakan dengan Range Of Motion
(ROM)
R: Klien tampak mulai dapat menggerakkan tangan dan kaki sebelah
kiri secara perlahan
4) Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
R: Keluarga berpartisipasi untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
5) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
R: Klien dan keluarga memahami tujuan dan prosedur mobilisasi
6) Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan yaitu
duduk ditempat tidur dan saat berbaring untuk miring kanan serta
miring kiri
R: Klien dan keluarga memahami cara mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan yaitu duduk ditempat tidur dan saat berbaring
melakukan miring kanan dan miring kiri. Klien belum bisa duduk di
tempat tidur secara sendiri dan harus dipegangi, serta belum bisa
melakukan miring kanan dan miring kiri secara sendiri saat
berbaring.
Implementasi pada tanggal 4 Oktober pukul 08.30 WIB
didapatkan hasil:
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
sebelah kiri.
2) Klien mengatakan tangan dan kaki kiri mulai dapat digerakkan.
3) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa dan
hanya ditempat tidur.
b. Data Objektif

55
1) Klien tampak lemah.
2) Klien hanya berbaring ditempat tidur.
3) Kesadaran composmentis (E: 4, M: 6, V:5)
!|$
4) Kekuatan tonus otot !|$

5) Tanda-tanda vital:
TD: 130/90 mmHg
N: 85 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,7oC
SpO2: 98%
c. Action dan Respon
1) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
R: TD: 130/90 mmHg N: 85 x/menit
2) Memonitor kondisi umum selama mobilisasi
R: Klien tampak dalam kondisi stabil
3) Memfasilitasi melakukan pergerakan dengan Range Of Motion
(ROM)
R: Klien tampak mulai dapat menggerakkan tangan dan kaki sebelah
kiri secara perlahan
4) Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
R: Keluarga berpartisipasi untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
5) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
R: Klien dan keluarga memahami tujuan dan prosedur mobilisasi
6) Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan yaitu
duduk ditempat tidur dan saat berbaring untuk miring kanan serta
miring kiri

56
R: Klien dan keluarga memahami cara mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan yaitu duduk ditempat tidur dan saat berbaring
melakukan miring kanan dan miring kiri. Klien belum bisa duduk di
tempat tidur secara sendiri dan harus dipegangi, serta belum bisa
melakukan miring kanan dan miring kiri secara sendiri saat
berbaring.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan kelemahan tangan kiri dan kaki
kiri, klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti mandi dan berpakaian, klien
tampak tidak mampu untuk mandi dan berpakaian, terdapat kelainan
pada nervus XI asesorius ditandai dengan anggota badan sebelah kiri
mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan (D.0109).
Implementasi pada tanggal 2 Oktober pukul 09.30 WIB
didapatkan hasil:
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
sebelah kiri.
2) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti mandi dan berpakaian.
3) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa dan
hanya ditempat tidur.
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemah.
2) Klien hanya berbaring ditempat tidur.
3) Klien tampak tidak mampu untuk mandi dan berpakaian
4) Acitiviy Daily Living (ADL) tampak dibantu oleh keluarga
!|#
5) Kekuatan tonus otot !|#

6) Terdapat kelainan pada nervus XI asesorius ditandai dengan anggota


badan sebelah kiri mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan.

57
c. Action dan Respon
1) Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
R: Klien mengatakan mandi biasanya dua kali sehari.
2) Memonitor tingkat kemandirian
R: Klien tampak tidak dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri.
3) Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri seperti sabun,
pasta gigi, air hangat, dan perlengkapan seperti baju, diapers dan
lain-lain.
R: Keluarga klien mengatakan sudah menyiapkan pakaian bersih,
diapers baru, dan menyiapkan alat mandi untuk klien.
4) Menyediakan lingkungan yang terapeutik yaitu menjaga privasi
klien
R: Klien mengatakan dengan terjaganya privasi merasa lebih
nyaman saat perawatan diri.
5) Memfasilitasi untuk menyiapkan keperluan pribadi seperti parfum,
sikat gigi, dan sabun mandi
R: Keluarga telah menyiapkan keperluan pribadi klien.
6) Membantu klien dalam melakukan perawatan diri
R: Tampak keluarga keluarga klien membantu klien dalam
perawatan diri yaitu mandi di pagi hari dan sore hari serta membantu
dalam mengganti diapers.
7) Menjelaskan rutinitas perawatan diri
R: Klien dan keluarga mengerti dan memahami mengenai rutinitas
yang akan dilakukan dalam perawatan diri.
8) Menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
R: Klien dan keluarga mengatakan akan konsisten untuk melakukan
perawatan diri.
Implementasi pada tanggal 3 Oktober pukul 09.30 WIB
didapatkan hasil:

58
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
sebelah kiri.
2) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti mandi dan berpakaian.
3) Klien mengatakan mandi dan berpakaian dibantu oleh keluarga.
4) Klien mengatakan secara teratur melakukan perawatan diri.
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemah.
2) Klien hanya berbaring ditempat tidur.
3) Klien tampak tidak mampu untuk mandi dan berpakaian
4) Acitiviy Daily Living (ADL) tampak dibantu oleh keluarga
!|$
5) Kekuatan tonus otot !|$

6) Terdapat kelainan pada nervus XI asesorius ditandai dengan anggota


badan sebelah kiri mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan.
c. Action dan Respon
1) Memonitor tingkat kemandirian
R: Klien tampak tidak dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri.
2) Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri seperti sabun,
pasta gigi, air hangat, dan perlengkapan seperti baju, diapers dan
lain-lain.
R: Keluarga klien mengatakan sudah menyiapkan pakaian bersih,
diapers baru, dan menyiapkan alat mandi untuk klien.
3) Menyediakan lingkungan yang terapeutik yaitu menjaga privasi
klien
R: Klien mengatakan dengan terjaganya privasi merasa lebih
nyaman saat perawatan diri.
4) Memfasilitasi untuk menyiapkan keperluan pribadi seperti parfum,
sikat gigi, dan sabun mandi

59
R: Keluarga telah menyiapkan keperluan pribadi klien.
5) Membantu klien dalam melakukan perawatan diri
R: Tampak keluarga keluarga klien membantu klien dalam
perawatan diri yaitu mandi di pagi hari dan sore hari serta membantu
dalam mengganti diapers.
6) Menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
R: Klien dan keluarga mengatakan akan konsisten untuk melakukan
perawatan diri.
Implementasi pada tanggal 4 Oktober pukul 09.00 WIB
didapatkan hasil:
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
sebelah kiri.
2) Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti mandi dan berpakaian.
3) Klien mengatakan mandi dan berpakaian dibantu oleh keluarga.
4) Klien mengatakan secara teratur melakukan perawatan diri.
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemah.
2) Klien hanya berbaring ditempat tidur.
3) Klien tampak tidak mampu untuk mandi dan berpakaian
4) Acitiviy Daily Living (ADL) tampak dibantu oleh keluarga
!|$
5) Kekuatan tonus otot !|$

6) Terdapat kelainan pada nervus XI asesorius ditandai dengan anggota


badan sebelah kiri mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan.
c. Action dan Respon
1) Memonitor tingkat kemandirian
R: Klien tampak tidak dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri.

60
2) Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri seperti sabun,
pasta gigi, air hangat, dan perlengkapan seperti baju, diapers dan
lain-lain.
R: Keluarga klien mengatakan sudah menyiapkan pakaian bersih,
diapers baru, dan menyiapkan alat mandi untuk klien.
3) Menyediakan lingkungan yang terapeutik yaitu menjaga privasi
klien
R: Klien mengatakan dengan terjaganya privasi merasa lebih
nyaman saat perawatan diri.
4) Memfasilitasi untuk menyiapkan keperluan pribadi seperti parfum,
sikat gigi, dan sabun mandi
R: Keluarga telah menyiapkan keperluan pribadi klien.
5) Membantu klien dalam melakukan perawatan diri
R: Tampak keluarga keluarga klien membantu klien dalam
perawatan diri yaitu mandi di pagi hari dan sore hari serta membantu
dalam mengganti diapers.
6) Menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
R: Klien dan keluarga mengatakan akan konsisten untuk melakukan
perawatan diri.
3. Defisit pengetahuan berhubungan kurangnya terpaparnya informasi
ditandai dengan klien dan keluarga mengatakan kurang memahami
tentang penyakit stroke, klien dan keluarga mengatakan kurang
memahami tentang pengobatan dan perawatan stroke, klien dan
keluarga tampak bingung serta bertanya-tanya kepada perawat
(D.0111).
Implementasi pada tanggal 2 Oktober pukul 11.00 WIB
didapatkan hasil:
a. Data Subjektif:
1) Klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang penyakit
stroke.

61
2) Klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
pengobatan dan perawatan stroke.
3) Klien dan keluarga mengatakan belum pernah dijelaskan tentang
penyakit stroke.
b. Data Objektif
1) Klien dan keluarga tampak bingung
2) Klien dan keluarga tampak bertanya-tanya dengan perawat
3) Pendidikan terakhir klien SMP/sederajat
c. Action dan Respon
1) Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
R: Klien dan keluarga tampak siap serta memiliki kemampuan
dalam menerima informasi
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
R: Klien dan keluarga mengatakan keinginan untuk sembuh
merupakan motivasi untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan
sehat.
3) Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan
R: Klien dan keluarga tampak melihat media yang telah diberikan.
4) Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
R: Klien dan keluarga mengatakan mempersilahkan datang kapan
saja untuk pendidikan kesehatan.
5) Memberikan kesempatan untuk bertanya
R: Klien dan keluarga tampak aktif bertanya.
6) Menjelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
R: Klien dan keluarga mengatakan sudah mengetahui dan
memahami tentang penyakit stroke dan cara pengobatan serta
perawatannya.
7) Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
R: Klien dan keluarga memahami bagaimana cara penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat.

62
F. Evaluasi (SOAP)
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan mengalami kelemahan pada tangan kiri
dan kaki kiri, klien mengatakan tangan kiri dan kaki kiri tidak dapat
!|#
digerakkan, kekuatan tonus otot !|# , hasil CT-Scan menunjukkan terdapat

ICH dengan perifocal edema diganglia basalis kanan dan IVH dengan
hydrocephalus non komunikan (D.0054).
a. Evaluasi pada tanggal 2 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB didapatkan
hasil:
S (Subjektif) :
Klien mengatakan masih mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
kiri, klien mengatakan tangan dan kaki kiri masih belum dapat
digerakkan, klien mengatakan masih belum dapat melakukan aktivitas
dan hanya berbaring di tempat tidur.
O (Objektif) :
Klien tampak lemah, klien hanya berbaring di tempat tidur, kesadaran
!|#
composmentis (E: 4, M: 6, V:5), kekuatan tonus otot , Tanda-tanda
!|#

vital TD: 140/95 mmHg, N: 105 x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8oC


SpO2: 97%.
A (Analysis) :
Masalah belum teratasi
P (Planning) :
Intervensi dilanjutkan
Dukungan mobilisasi
1. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
2. Monitor kondisi umum selama mobilisasi.
3. Fasilitasi melakukan pergerakan dengan range of motion (ROM).
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.

63
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
6. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan yaitu duduk
ditempat tidur dan saat berbaring untuk miring kanan serta miring
kiri.
b. Evaluasi pada tanggal 3 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB didapatkan
hasil:
S (Subjektif) :
Klien mengatakan tangan dan kaki kiri masih lemah, klien mengatakan
tangan dan kaki kiri mulai dapat digerakkan, klien dan keluarga
mengatakan sudah memahami tujuan dan prosedur mobilisasi, klien dan
keluarga mengatakan memahami cara mobilisasi sederhana seperti
duduk ditempat tidur dan berbaring dengan miring kanan dan kiri
O (Objektif) :
!|$
Klien tampak lemah, tonus otot meningkat !|$ klien tampak melakukan

ROM pasif, klien tampak mulai menggerakkan tangan dan kaki kiri,
kesadaran composmentis dengan GCS 15, keluarga klien tampak
koperatif membantu meningkatkan pergerakkan, klien tampak belum
bisa duduk ditempat tidur dan berbaring dengan miring kanan dan kiri
scara mandiri, Tanda-tanda vital : TD 120/70, N: 78, S: 36, 2, RR: 70,
sPO2: 98%
A (Analysis) :
Masalah teratasi sebagian
P (Planning) :
Intervensi dilanjutkan
1. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
2. Monitor kondisi umum selama mobilisasi.
3. Fasilitasi melakukan pergerakan dengan range of motion (ROM).
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.

64
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan yaitu duduk
ditempat tidur dan saat berbaring untuk miring kanan serta miring
kiri.
c. Evaluasi pada tanggal 4 Oktober 2023 pukul 09.30 WIB didapatkan
hasil:
S (Subjektif) :
Klien mengatakan tangan dan kaki kirinya masih lemah, klien
mengatakan tangan dan kaki kirinya mulai dapat digerakkan, klien dan
keluarga mengatakan memahami tujuan dan prosedur mobilisasi, klien
dan keluarga mengatakan sudah memahami cara mobillisasi sederhana
seperti duduk ditempat tidur dan berbaring dengan miring kanan dan
miring kiri.
O (Objektif) :
Klien tampak lemah, klien tampat mulai menggerakkan tangan dan kaki
!|$
kiri, tonus !|$
, klien tampak melakukan ROM Pasif, kesadaran

composmentis dengan GCS 15, keluarga klien tampak koperatif


membantu klien meningkatkan pergerakkan, klien belum mampu duduk
ditempat tidur dan berbaring dengan miring kanan dan kiri scara
mandiri, Tanda-tanda vital TD: 130/90, N: 85, S: 36,7, RR: 20, sPO2:
98%
A (Analysis) :
Masalah teratasi sebagian
P (Planning) :
Intervensi dilanjutkan
1. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
2. Monitor kondisi umum selama mobilisasi.
3. Fasilitasi melakukan pergerakan dengan range of motion (ROM).

65
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
6. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan yaitu duduk
ditempat tidur dan saat berbaring untuk miring kanan serta miring
kiri.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan klien mengatakan kelemahan tangan kiri dan kaki kiri, klien
mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti mandi dan berpakaian, klien tampak tidak mampu untuk mandi
dan berpakaian, terdapat kelainan pada nervus XI asesorius ditandai dengan
anggota badan sebelah kiri mengalami kelemahan dan tidak bisa digerakkan
(D.0109).
a. Evaluasi pada tanggal 2 Oktober 2023 pukul 10.30 WIB didapatkan
hasil:
S (Subjektif) :
Klien mengatakan tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri klien,
klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperrti mandi dan
berpakaian scara mandiri, klien mengatakan mandi sehari 2 kali dibantu
keluarga, keluarga klien mengatakan sudah menyiapkan pakaian bersih,
diapers baru, alat mandi dan parfume klien, klien dan kelaurga
mengatakan sudah mengerti dan memahami rutinitas yang akan
dilakukan dalam perawatan diri, klien dan keluarga mengatakan
konsisten dalam melakukan perawatan diri.
O (Objektif) :
Klien tampak lemah, klien tampak hanya berbaring di tempat tidur,
!|$
kekuatan tonus otot !|$
, activity daily living (ADL) tampak dibantuk

keluarga, keluarga klien tampak membantu klien mandi pagi dan sore
serta mengganti diapers.

66
A (Analysis) :
Masalah teratasi sebagian.
P (Planning) :
Intervensi dilanjutkan
Dukungan perawatan diri
1. Monitor tingkat kemandirian.
2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri seperti sabun, pasta
gigi, air hangat dan perlengkapan seperti baju baru, diapers, dan lain-
lain.
3. Sediakan lingkungan yang terapeutik yaitu menjaga privasi klien.
4. Fasilitiasi untuk menyiapkan keperluan pribadi seperti parfume,
sikat gigi, dan sabun mandi.
5. Bantu klien dalam melakukan perawatan diri.
6. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten.
b. Evaluasi pada tanggal 3 Oktober 2023 pukul 10.30 WIB didapatkan
hasil:
S (Subjektif) :
Klien mengatakan masih lemah pada tangan kiri dan kaki kiri, klien
mengatakan aktivitas seperti mandi dan berpakaian dibantu kelurga,
keluraga dan klien mengatakan konsisten melakukan perawatan diri,
klien dan keluara mengatakan sudah menyiapkan pakaian, alat mandi,
diaper, dan parfume untuk klien
O (Objektif) :
!|$
Klien tampak lemah, tonus otot !|$
, klien tampak tidak mampu

melakukan aktivitas seperti mandi dan berpakaian scara mandiri, ADL


klien tampak dibantu oleh keluarga, keluarga klien tampak koperatif
dalam membantu klien melakukan perawatan diri
A (Analysis) :
Masalah teratasi sebagian.

67
P (Planning) :
Intervensi dilanjutkan
Dukungan perawatan diri
1. Monitor tingkat kemandirian.
2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri seperti sabun, pasta
gigi, air hangat dan perlengkapan seperti baju baru, diapers, dan lain-
lain.
3. Sediakan lingkungan yang terapeutik yaitu menjaga privasi klien.
4. Fasilitiasi untuk menyiapkan keperluan pribadi seperti parfume,
sikat gigi, dan sabun mandi.
5. Bantu klien dalam melakukan perawatan diri.
6. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten.
c. Evaluasi pada tanggal 4 Oktober 2023 pukul 11.00 WIB didapatkan
hasil:
S (Subjektif) :
Klien mengatakan masih lemah pada tangan kiri dan kaki kiri, klien
mengatakan aktivitas seperti mandi dan berpakaian dibantu kelurga,
keluraga dan klien mengatakan konsisten melakukan perawatan diri,
klien dan keluara mengatakan sudah menyiapkan pakaian, alat mandi,
diaper, dan parfume untuk klien
O (Objektif) :
!|$
Klien tampak lemah, tonus otot !|$
, klien tampak tidak mampu

melakukan aktivitas seperti mandi dan berpakaian scara mandiri, ADL


klien tampak dibantu oleh keluarga, keluarga klien tampak koperatif
dalam membantu klien melakukan perawatan diri
A (Analysis) :
Masalah teratasi sebagian
P (Planning) :
Intervensi dilanjutkan
Dukungan perawatan diri

68
1. Monitor tingkat kemandirian.
2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri seperti sabun, pasta
gigi, air hangat dan perlengkapan seperti baju baru, diapers, dan lain-
lain.
3. Sediakan lingkungan yang terapeutik yaitu menjaga privasi klien.
4. Fasilitiasi untuk menyiapkan keperluan pribadi seperti parfume,
sikat gigi, dan sabun mandi.
5. Bantu klien dalam melakukan perawatan diri.
Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten.
3. Defisit pengetahuan berhubungan kurangnya terpaparnya informasi
ditandai dengan klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
penyakit stroke, klien dan keluarga mengatakan kurang memahami tentang
pengobatan dan perawatan stroke, klien dan keluarga tampak bingung serta
bertanya-tanya kepada perawat (D.0111).
Evaluasi pada tanggal 2 Oktober 2023 pukul 11.00 WIB didapatkan hasil:
S (Subjektif) :
Klien dan keluarga mengatakan sudah mengetahui dan memahami tentang
penyakit stroke dan cara pengobatan serta perawatannya, klien dan keluarga
mengatakan sudah memahami cara penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat, klien dan keluarga mengatakan keinginan untuk sembuh merupakan
motivasi untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat.
O (Objektif) :
Klien dan keluarga tampak memahami penjelasan yang diberikan perawat,
klien dan keluarga tampak mampu menjelaskan pengetahuan tentang
penyakit stroke, tampak perilaku yang mendukung kesembuhan, bertanya
kepada perawat terkait penyakit stroke berkurang.
A (Analysis) :
Masalah teratasi.
P (Planning) :
Intervensi dihentikan.

69
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien Ny.S
dengan diagnosa medis stroke non hemoragik di Ruang Sambiloto Rumah Sakit
Tk. II Kartika Husada Pontianak dari tanggal 2 Oktober 2023 sampai dengan 4
Oktober 2023. Dalam laporan studi kasus asuhan keperawatan ini menggunakan
metode pendekatan proses yang terjadi dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, Implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis menggunakan format pengkajian
asuhan keperawatan medikal bedah (KMB) yang sudah ada. Pengkajian
dilakukan kepada pasien dan keluarga. Pada proses pengkajian penulis
mengumpulkan data atau informasi dimulai dari kediaman atau rumah klien
yang beralamat di Gg. Cahya Harapan, Sungai Kakap, Kuburaya. Pengumpulan
data tersebut dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2023, di Ruang Sambiloto
Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada Pontianak. Penulis melakukan pengkajian
kepada klien, tanpa hambatan, klien dan keluarga menerima dan kooperatif
dalam menyampaikan data atau informasi yang ditanyakan. Penulis mengkaji
mulai dari aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual.
Pada kasus Ny. S didapatkan tanda dan gejala seperti klien mengatakan
mengalami kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kiri, klien mengatakan
pada saat ini tangan dan kaki sebelah kiri tidak bisa digerakkan. Klien dan
keluarga juga mengatakan kurang memahami menganai penyakit dan juga
perawatan serta pengobatan untuk penyakit sroke, karena belum pernah
diberikan penjelasan.. Klien tampak memiliki kesadaran compos mentis (E: 4,
!|#
M: 6, V: 5) berbicara dengan jelas, kekuatan tonus otot !|# dan Tanda-tanda vital

TD: 140/95 mmHg, N: 105 x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8oC SpO2: 97%.

70
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien hasil dari pengkajian atau
pengumpulan data yaitu penulis mengangkat 3 diagnosa terdiri atas pertama
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular, defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular, dan defisit
pengetahuan berhubungan kurangnya terpaparnya informasi.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Pada (SDKI, 2017) terdapat tanda
dan gejala pada diagnosa gangguan mobilitas fisik yaitu mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak ROM
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas,dan
fisik lemah.
kasus yang terjadi pada Ny. S didapatkan tanda dan gejala seperti klien
mengatakan mengalami kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kiri, klien
mengatakan pada saat ini tangan dan kaki sebelah kiri tidak bisa digerakkan.
Klien dan keluarga juga mengatakan kurang memahami menganai penyakit dan
juga perawatan serta pengobatan untuk penyakit sroke, karena belum pernah
diberikan penjelasan. Klien tampak memiliki kesadaran compos mentis (E: 4,
!|#
M: 6, V: 5) berbicara dengan jelas, kekuatan tonus otot !|# dan Tanda-tanda vital

TD: 140/95 mmHg, N: 105 x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,8oC SpO2: 97%.
Menurut Haryono, Utami, & Sari (2019) terdapat 6 diagnosa yang
mungkin muncul pada kasus dengan stroke non hemoragik yaitu resiko perfusi
jaringan serebral tidak efektif, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparase hemiplagia, gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah otak, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan, gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis dan
defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular.

71
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sama antara teori yang
dibahas dengan kasus yang ada dilapangan. Adapun diagnose yang diangkat
pada kasus ini yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular, defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
neuromuscular dan defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpaparnya informasi.
Adapun diagnosa yang tidak diangkat pada kasus ini adalah risiko
perfusi jaringan serebral, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh karena saat dikaji tidak terdapat kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Dari 3 masalah keperawatan yang sudah penulis bahas diatas, maka
penulis mengangkat prioritas sesuai dengan kondisi klien pada saat itu yakni
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
C. Intervensi
Rencana keperawatan atau intervensi dibuat penulis berdasarkan standar
intervensi keperawatan indonesia atau (SIKI, 2018) berupa tindakan observasi,
terapeutik dan kolaborasi. Pada tahap perencanaan, penulis membuat rencana
keperawatan pada Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik bedasarkan diagnosa
keperawatan yang di rumuskan menetapkan prioritas masalah, kriteria hasil, dan
rencana keperawatan pada pasien.
Intervensi utama diagnosa ini adalah dukungan ambulasi yaitu
identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum mobilisasi, monitor kondisi umum selama
mobilisasi, fasilitasi melakukan range of motion (rom), libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan pergerakkan, fasilitasi melakukan
pergerakkan jika perlu, jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, anjurkan
mobilisasi dini, dan ajarkan obilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis:
duduk ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi.
D. Implementasi
Selama proses pelaksanaan tindakan keperawatan tidak ada hambatan
yang berarti. Keluarga dan klien memberikan respon positif terhadap tindakan

72
keperawatan yang dilakukan oleh penulis. Hal tersebut juga dibuktikan dengan
sikap kooperatif dari klien serta keluarga dalam segala proses keperawatan.
Secara umum tindakan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik sesuai
rencana. Implementasi yang dilakukan oleh penulis, dapat dilakukan sesuai
dengan intervensi yang direncanakan. Pada setiap implementasi yang dilakukan
oleh penulis dapat terealisasi dengan baik dan efektif ini dibuktikan dengan
tercapaian kriteria hasil yang penulis buat selama 3 hari. Diagnosa utama pada
kasus ini yaitu gangguan mobilitas fisik dan intervensi utama yaitu melakukan
pergerakan range of motion (ROM). Penelitian yang dilakukan oleh Amalia &
Yudhono (2022) menyatakan bahwa range of motion (ROM) dapat
memperbaiki masalah mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Aryanti et al., (2023) menyatakan bahwa
pemberian terapi range of motion (ROM) pasif selama 1 kali per hari dengan
waktu 15-30 menit dapat meningkatkan kekuatan oto pada pasien stroke non
hemoragik. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Maljuliani et al., (2023)
juga menyatakan bahwa pemberian terapi range of motion (ROM) yang tepat
memberikan peran penting dalam peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke
non hemoragik.

E. Evaluasi
Penulis melakukan penulisan terhadap asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada Ny. S dari tanggal 2 Oktober 2023 sampai 4 Oktober 2023.
Evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S yang terdiri 2 diagnosa
teratasi sebagian dan 1 diagnosa teratasi. Evaluasi diagnose pertama gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular yang dilakukan
selama 3 hari didapatkan hasil masalah teratasi sebagian dengan klien
mengatakan tangan kiri dan kaki kiri mulai dapat bergerak namun masih lemah,
nilai kekuatan tonus otot 5|5|2|2. Evaluasi diagnosa kedua defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan neuromuscular yang dilakukan selama 3 hari
didapatkan hasil masalah teratasai sebagian dengan klien mengatakan akan
konsisten melakukan perawatan diri dan keluarga klien tampak kooperatif
membantu aktivitas yang diperlukan oleh klien. Evaluasi diagnosa ketiga defisit

73
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi yang
dilakukan selama 1 hari didapatkan hasil masalah teratasai dengan klien dan
keluarga mengatakan sudah memahami dan mengerti tentang penyakit stroke,
pengobatan serta perawatan pasien yang mengalami penyakit stroke.

74
BAB V
PENUTUP

Pada bab ini merupakan akhir dari penyusunan hasil laporan kasus, dimana
berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya pesan penulis akan menarik
kesimpulan dan akan memberikan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat
dalam meningkatkan kualitas dalam pemberian asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan gangguan mobilitas fisik akibat stroke non hemoragik di Ruang Sambiloto
Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada Pontianak.
A. Kesimpulan
Data yang didapatkan dari hasil pengkajian penulis mengangkat
beberapa masalah keperawatan terdiri atas pertama gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuscular, kedua defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan neuromuscular, dan ketiga defisit pengetahuan
berhubungan kurang terpaparnya informasi. Diagnosa dibuat rencana tindakan
oleh penulis sesuai dengan kebutuhan klien berdasarkan masalah yang
dialaminya. Secara umum tindakan yang dilakukan penulis berjalan dengan
baik. Konsep asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny.S sudah diterapkan
penulisan seoptimal mungkin demi mencapai tujuan yang diinginkan melalui
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian,
dimana pada tahap pengkajian merupakan tahap dari pengumpulan data yang
akan dilakukan oleh penulis untuk menentukan masalah keperawatan yang
diperlukan oleh klien stroke pada saat itu.tahap selanjutnya adalah tahap dimana
penulis menentukan diagnosa keperawatan yang didapatkan dari kesimpulan
yang telah didapatkan dari kesimpulan yang telah didapat dari proses
pengkajian yang dilakukan oleh penulis. Tahap selanjutnya adalah tahap
perencanaan dimana perawatan ditahap ini merencanakan tindakan apa saja
yang akan dilakukan kepada klien sesuai dengan masalah keperawatan dan
kebutuhan klien dengan penyakit stroke non hemoragik tahap selanjutnya tahap
pelaksanaan atau implementasi. Pada tahap ini merupakan tahap dimana
perawat melakukan tindakan atau melaksanakan tindakan dari apa yang sudah

75
direncanakan pada tahap perencanaan kepada klien dengan stroke non
hemorogik tahap evaluasi dimana pada tahap ini perawat melihat hasil yang
didapat setelah melakukan tindakan yang dilakukan kepada klien stroke.
B. Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi setiap institusi
Pendidikan institusi pendidikan dapat memperbanyak literasi tentang kasus
stroke, serta dapat memberikan seminar, kuliah pakar maupun lainnya
tentang kasus stroke yang terjadi guna menambah wawasan mahasiswa.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi gambaran bagi pihak rumah sakit untuk
pelaksanaan asuhan keperawatan kepada klien dengan stroke non
hemoragik.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan menjadi acuan untuk lebik baik dalam meningkatkan
mutu pelayanan, dengan cara menambah wawasan dan praktik pelayanan
kesehatan khususnya pada kasus pasien pasien dengan stroke.
4. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Diharapkan dapat menjadi referensi dan gambaran untuk mahasiswa
keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
stroke non hemoragik.

76
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, J. K., & Yudhono, D. T. (2022). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Non
Hemoragik dengan Masalah Pola Nafas Tidak Efektif, Nyeri Akut dan
Gangguan Mobilitas Fisik. JKM: Jurnal Keperawatan Merdeka, 2(2), 108-112.
Aryanti, A., Rohmah, M., & Saputra, R. (2023). Studi Kasus: Pasien Stroke Non
Hemoragik dengan Intervensi Rom Pasif untuk Meningkatkan Kekuatan
Otot. Jurnal Keperawatan, 1(1), 23-27.
Brunner, & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Haryono, Utami, R., & Sari, M. P. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 2.
yogyakarta: pustaka baru press.
Judha, m., & rahil (2011). Sistem Persyarafan ( dalam asuhan keperawatan ).
Yogyakarta: gosyen publishing.
Khariri, K., & Saraswati, R. D. (2021). Transisi Epidemiologi Stroke Sebagai
Penyebab Kematian Pada Semua Kelompok Usia di Indonesia. Jurnal
Kedokteran, Edisi II.
Kemenkes RI. (2018). Profil kesehatan Indonesia 2018.
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2018.pdf
Maljuliani, D., Harun, H., & Fitri, S. U. R. A. (2023). Latihan Range Of Motion
(Rom) Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Hemoragik: Studi Kasus. Sentri:
Jurnal Riset Ilmiah, 2(9), 3896-3906.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan
Nanda Nic Noc. Jakarta: CV Trans Info Media.
Mardalena, I. (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Martini, S. (2014). Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Stroke.
jurnal berkala pidemiologi, vol (2).
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2.
Yogyakarta: Mediaction.
PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan ke-3.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan ke-2.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan ke-2.
Jakarta: DPP PPNI.
Setiadi (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8. Jakarta : EGC
Susilo, C. B. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Persyarafan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Yulianto, A. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Penerimaan Diri
Pasien Stroke Di Rawat Jalan Poli Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak. Jurnal Untan, 3.

Anda mungkin juga menyukai