CIPTO MANGUNKUSUMO
DISUSUN OLEH:
1. DENI SAHPUTRA
2. DIYAH SARI ANDINI
3. GONDO ARINTOKO
4. HANA MUTIA
5. RIZKI PUSPITA SARI
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Laporan
Kasus Combined Spinal Epidural (CSE) pada Ny. T dengan Mioma Uteri di Instalasi Pusat
Bedah Terpadu (IPBT) RSCM” ini sesuai dengan waktu yang diharapkan. Laporan kasus
ini disusun sebagai syarat untuk pemenuhan tugas pelatihan yang nantinya akan
dipresentasikan pada sesi presentasi kasus. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini
dapat diselesaikan berkat adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memfasilitasi adanya pelatihan ini.
2. Departemen Anestesi dan Terapi Intensif RSCM yang telah memfasilitasi,
membimbing dan berbagi ilmu kepada penulis.
3. Perawat dan penata anestesi di CCC, ULB, Kencana, IPBT, PESC dan PJT yang
telah bersedia membimbing, berbagi pengalaman dan ilmu kepada penulis.
4. Dokter residen anestesi di lahan praktik yang selalu memberikan arahan, masukan
dan ilmu kepada penulis.
5. Pak Jajang perawat anestesi IPBT selaku pembimbing yang telah bersedia
memberikan masukan, arahan dan saran dalam proses pembuatan laporan ini.
6. Teman-teman pelatihan keperawatan perioperatif anestesia batch II yang telah
saling memberikan dukungan, bantuan, hiburan dan semangat selama periode
pelatihan ini.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
khususnya ilmu keperawatan anestesi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR SKEMA...............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................vi
BAB 1.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
TINJAUAN TEORI..............................................................................................................5
PENUTUP............................................................................................................................36
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................36
4.2 Saran...........................................................................................................................36
DAFTAR REFERENSI…………………………………………………………………………..67
LAMPIRAN
iii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR SKEMA
v
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang ada di sekitar uterus. Mioma uteri merupakan
suatu pertumbuhan abnormal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menyertainya.
Benih-benih keabnormalan otot polos menyebar pada myometrium, yang kemudian secara
lambat akan terus membesar untuk membentuk suatu tumor yang bahkan beratnya bisa
mencapai 10 kg atau melebihinya (Syahnaufal et al., 2017).
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa setiap tahun jumlah penderita mioma
bertambah mencapai 6,25 juta orang dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang
akan meninggal setiap tahun akibat mioma di dunia akan berada dinegara-negara yang
sedang berkembang. Prevalensi mioma uteri sebanyak 44,41% pada wanita dengan usia 31-
40 tahun dengan usia rata-rata terjadi pada wanita usia produktif. Di Indonesia mioma uteri
ditemukan 2,39%-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat dan paling sering
ditemukan pada wanita umur 35- 45 tahun kurang lebih 25%) serta jarang terjadi pada
wanita umur 20 tahun dan pasca menopause (Syahnaufal et al., 2017).
Penderita mioma uteri di dunia mencapai 226 juta kasus sedangkan di Indonesia 3,7
juta kasus. Jumlahpenderita mioma uteri di Indonesia menempati urutan kedua
setelah kanker serviks. Mioma uteri ditemukan pada 2,39%-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat, sering ditemukan pada wanita nulipara atau kurang subur daripada
wanita yang sering melahirkan (Anggraini, 2022).
Salah satu penanganan mioma uteri di Indoneisa pada umunya ialah tindakan bedah berupa
histerektomi (pengangkatan uterus) dan miomektomi (pengangkatan mioma) pada wanita
yang masih ingin memiliki keturunan. Pada operasi miomektomi, beberapa peluang dapat
menyebabkan mioma uteri akan tumbuh lagi pada wanita tersebut. Mioma uteri sebenarnya
akan tuntas pengobatannya apabila seluruh Rahim dari penderita tersebut diangkat, namun
1
2
hal ini tentu menimbulkan kecemasan pada wanita karena harus merasakan menopause dini
(Syahnaufal et al., 2017).
Anastesi berasal dari bahasa yunani ‘an’ tidak atau tanpa dan ‘aesthetos’ persepsi, kekuatan
untuk merasa. Secara umum suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
pembedahan yang memunculkan rasa sakit pada tubuh. Anesthesia mengandung makna
“hilangnya sensasi”, terutama terhadap stimulus sentuh.Saat ini, anestesi telah berkembang
menjadi sangat luas. “Anesthesia agent” yang dulu hanya eter kini memiliki puluhan
variasi, baik inhalasi, intravena maupun obat-obat lain. Fasilitas untuk melakukan prosedur
pembedahan maupun prosedur lain juga berkembang. Blok neuraksial (anestesi spinal dan
epidural) dan blok saraf perifer telah dipraktikkan sehari-hari dengan berbagai
keuntungannya. Anestesi umum pun dapat dicapai mulai dari sedasi ringan hingga
narkosis (Soenarto, 2020).
Anestesia mengacu pada suatu praktik pemberian medikasi secara injeksi maupun inhalasi
yang dapat menghalangi sensasi nyeri dan sensasi lainnya, atau dapat pula menciptakan
keadaan tidak sadar yang mengeliminasi segala sensasi, sehingga memungkinkan prosedur
medis dan operasi untuk dilakukan tanpa menyebabkan rasa sukar atau tidak nyaman yang
tidak diharapkan. Anestesi regional membuat bagian spesifik tubuh mati rasa sehingga
menghilangkan sensasi nyeri dan memungkinkan untuk dilakukan operasi. Jenis-jenis
anestesi regional meliputi anestesi spinal, anestesi epidural, dan blok saraf (Torpy, 2011).
Pada prinsipnya kombinasi dua rute pemberian anestesi yang berbeda pada pasien yang
sama meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping. Anestesi spinal memberikan
3
anestesi segmental yang cepat dan andal dengan risiko minimal untuk toksisitas, sedangkan
anestesi epidural memberikan anestesi perioperatif diikuti dengan analgesia yang sangat
baik pada pasca operasi periode. Combined spinal epidural (CSE) anestesi mengurangi
potensi masalah, seperti tingkat blokade yang tidak terduga setelah anestesi spinal, dan
masalah segmen yang hilang, blok motorik tidak lengkap. Saat ini, anestesi CSE banyak
digunakan di bedah ortopedi, urologi, dan ginekologi. Manfaat anestesi CSE utama adalah
kebutuhan untuk dosis obat yang rendah, insidensi blokade motorik yang rendah, blokade
sensorik yang adekuat, kemampuan untuk memperluas area blokade jika bidang bedah
perlu diperpanjang,dan sangat baik untuk analgesia. Namun CSE juga dapat
menimbulkan potensi komplikasi, seperti kegagalan teknis, perubahan penyebaran obat
epidural pada pasien yang juga mengalami pungsi lumbal, dan penyebaran yang
berubah obat subarachnoid karena efek injeksi epidural (Stamenkovic, 2014).
Anestesi regional baik spinal maupun epidural merupakan pilihan utama untuk operasi
obstetri ginekologi dengan keadaan COVID-19 yang ada pada saat ini, untuk menghindari
manipulasi jalan napas dan meminimalkan tindakan aerosol serta mengurangi risiko
transmisi virus antara pasien dan tenaga Kesehatan (Rizki & Isngadi, 2021).
2.1.2 Etiologi
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik
makapatogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu insiator dan promotor. Faktor-
faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti.
Dari penelitian menggunakan glucose-6 phospatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma
berasal dari jaringan yang uniselular. Transformasineoplastik dari miometrium menjadi
mioma melibatkan mutasi somatik dari miometriumnormal dan interaksi kompleks dari
hormonsteroid seks dan growth factor lokal.
2.1.3 Fisiologi
Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, yang sedikit
gepeng ke arah muka belakang terletak di dalam pelvis antara rektum di belakang dan
kandung kemih di depan. Ukuran uterus sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Setelah Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjng uterus adalah 7 – 7,5cm lebar
diatas 5,25 cm tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih kurang 57 gram. Pada masa
kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama dibawah pengaruh estrogen
dan progesterone yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh
Universitas Indonesia
6
hipertropi otot polos uterus, disamping itu serabut-serabut kolagen yang ada menjadi
higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti
pertumbuhan janin . Setelah menopause uterus wanita nullipara maupun multipara,
mengalami atrofi dan Kembali ke ukuran pada masa prodolesen.
Pembagian Uterus
1. Fundus Uteri (dasar rahim): bagian uterus yang proksimalyang terletak antara
keduapangkal saluran telur.
2. Korpus Uteri: Bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri
mempunyai fungsi utama Sebagian tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga Rahim.
3. Serviks Uteri: Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan
antara kavum uteri dan servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian serviks yang ada
di atas vagina.
Universitas Indonesia
8
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus mioma uteri yaitu:
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah syndrome abdomen
akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma
dalam rongga peritoneum.
Universitas Indonesia
10
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang menyebabkan
perdarahan berupa metroragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan
a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan
b. Infeksi
c. Abortus
d. Persalinan premature dan kelaianan letak
e. Infeksia uteria
f. Gangguan jalan persalinan
g. Retensi plasenta
5. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai
a) Penanganan konservatif
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb <8 gr/dl transfuse PRC
3) Pemberian zat besi
b) Penanganan operatif
Dilakukan penanganan operatif bila ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-
14 minggu, pertumbuhan tumor cepat, mioma subserosa bertangkai dan torsi, bila
dapat menjadi penyulit pada kehamilan selanjutnya, hipermenorea pada mioma
submucosa, dan penekanan pada organ sekitarnya
1) Enukleasi mioma
Dilakukan pada penderita infertil yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya
aman , efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarcoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan.tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat
dijepit dan diikat.
2) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan penderita yang
memiliki leiomyoma yg simptomatik atau yang sudah bergejala
3) Miomektomi
Universitas Indonesia
12
a) Anestesi Epidural
Anestesi Epidural merupakan pemberian obat pada ruang epidural. Ruangan ini berada
diantara ligamentum flavum dan durameter. Bagian atas berbatasan dengan foramen
magnumdi dasar tengkoral dan bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal.
Kedalaman ruang rata-rata 5mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal terletak
pada daerah lumbal.onset kerja anestesi epidural lebih lambat disbanding anestesi
spinal. Kualitas blockade sensoris dan motoriknya lebih lemah.
b) Anestesi Kaudal
Anestesi Kaudal hampir sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah
kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal. Ruang kaudal berisi
saraf sacral, pleksus venosus, felum terminale, dan kantong dura. Teknik ini biasanya
dilakukan pada pasien anak – anak karena bentuk anatominya yang lebih mudah
ditemukan dibandingkan daerah sekitar perineum dan anorectal, misalnya hemoroid
dan fistula perianal.
Universitas Indonesia
14
c) Anestesi Spinal
Anestesi spinal/regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai
analgetik. Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam
keadaan sadar. Regional anestesi juga salah satu teknik anestesi yang dilakukan
dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid dan
untuk mendapatkan analgesia setinggi dermatome tertentu dan relaksasi otot rangka.
Untuk dapat memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok simpatis, blok
sensoris dan blok motoris maka perlu diketahui neurofisiologi saraf.
Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendahnya lokasi penyuntikan,
untuk dapat blockade sesoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas dan hal ini
tergantung banyak faktor, antara lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikan
serta berat jenis obat. Pada tulang belakang sendiri terdiri dari 31 pasang saraf tulang
brlakang yg terbagi atas 8 serviks ( C ), 12 thorak (T), 5 lumbal (L), 5 sakral (S) dan
1 tulang ekor. Di bawah dari L1 atau L2, saraf lumbal dan sacral membentuk cauda
equine (akar saraf), dan memiliki tingkat sensitivitas dengan agen anestesi local.. oleh
karena itu, spinal cord yang menjadi area penusukan spinal anestesi ini dari lumbal 2
sampai sacral 2 dan paling sering digunakan yakni L3-L4 sampai L4-L5. Pada
penyuntikan intratekal yang dipengaruhi terlebih dulu ialah saraf simpatis dan
parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba dan tekan serta
motorisnya. Setelah anestesi selesai, proses pemulihan terjadi dengan urutan
sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama akan pulih.
Anatomi fisiologi lumbal vertebra
Pengetahuan yang baik tentang anatomi kolumna vertebralis merupakan salah satu
faktor keberhasilan tindakan anestesi spinal, selain itu pengetahuan tentang
penyebaran analgesia local dalam cairan serebrospinal dan level analgesia diperlukan
untuk menjaga keamanan Tindakan anestesi spinal. Sementara tulang belakang
memiliki 5 segmen lumbal, vertebra lumbalis merupakan vertebra yang paling
penting dalam spinal anestesi, karena Sebagian besar penusukan pada spinal anestesi
Universitas Indonesia
16
dilakukan pada daerah ini. Pada saat berbaring daerah tertinggi adalah L3, sedangkan
daerah terendah adalah T5.
1) Saraf Spinal
Nervus lumbal bawah, sakral dan koksigea Bersama-sama dengan filum terminale
membentuk kauda equine, dibagian bawah berakhirnya medulla spinalis. Pada
bagian ini anestesi spinal dilakukan karena jarum spinal tidak akan merusak
medulla spinalis karena saraf-saraf yang membentuk kauda equine dapat bergerak
bebas dalam LCS.
Sementara di dalam ruang subarachnoid, saraf terbagi menjadi serabut-serabut
saraf yang lebih kecil dan dibungkus hanya dengan sebuah lapisan piameter. Ini
berbeda dengan yang diruang epidural yang berupa gabungan saraf besar dangan
banyak jaringan penghubung di dalam maupun diluar sarafnya. Hal ini
menunjukkan perlunya dosis anestesi yang lebih besar pada epidural dari pada
spinal anestesi.
2) Saraf somatik
Saraf somatik mengatur semua gerak sadar, seperti berjalan, berbicara. Semua
aktivitas tubuh diatur pada dasarnya melalui jaringan saraf dengan
menghubungkan serabut saraf yang berasal dari sistem saraf pusat dan membuat
sistem saraf parifer. Ada tiga jenis serabut saraf meliputi saraf sensorik, saraf
motorik, dan saraf penghubung. Pada saraf ini diperbolehkan untuk mentransfer
impuls sensorik dan motorik dalam sistem saraf.
3) Saraf simpatis
Sistim saraf simpatis memiliki gangglin yang terletak di sepanjang tulang
belakang yang menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memiliki
serabut pra-gangglian pendek dan serabut post ganglion yang Panjang. Serabut
pra-ganglion adalah serabut saraf yang menuju ganglion dan serabut saraf yang
keluar dari ganglion yang disebut serabut post-ganglion. Saraf simpatis terletak
disepanjang thorakolumbal yang bekerja mempertahankan tonus otot sadar dan
aktivitas motorik.
4) Saraf parasimpatis
Saraf afferent dan efferent dari system saraf parasimpatis berjalan melalui nervus
kranial atau nervus sakralis ke 2, 3, 4. Nervus vagus merupakan saraf kranial
paling penting yang membawa saraf efferent parasimpatis. Saraf parasimpatis
terletak di kraniosakral. Selama proses spinal anestesi, saraf parasimpatis
memiliki peranan dominan sehingga hemodinamik pasien cenderung menurun
sehingga perlu diperhatikan.
2.2.2 Indikasi
Indikasi spinal anestesi yaitu pembedahan abdominal bawah atau dibawah umbilicus,
inguinal, urogenital, rektal, dan ekstremitas bawah, baik dipakai saat prosedur bedh elektif
maupun darurat. Teknik spinal tinggi sekarang sangat jarang digunakan, untuk pembedahan
diatas umbilicus terkait monitoring ventilasi spontan dan terdapat rangsangan nyeri akibat
traksi antara peritonium dan tekanan yang ditimbulkan diafragma
2.2.3 Kontraindikasi
Kontraindikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
Universitas Indonesia
18
- Penolakan pasien
- Lokasi penyuntikan terdapat infeksi
- Tekanan intracranial meningkat
- Pasien mengalami hipovolemi berat
- Gangguan hemostasis
b. Kontraindikasi relatif
- Sepsis/bacteremia
- Pasien tidak kooperatifdefisit neurologi
- Tulang belakang pasien mengalami deformitas
- Adanya penyakit jantung stenosis
Pada pasien yang mengalami stenosis mitral, stenosis hipertrofik idiopatik dan stenosis
aorta yang tidak mampu mentolerasi penurunan resistensi vascular sistemik secara derastis
dan mendadak akibat blok neuraksial. Meskipun hal tersebut bukan termasuk
kontraindikasi Tindakan spinal anestesi tetapi harus berhati-hati, karena anestesi spinal
menurunkan resistensi vaskuler sistemik lebih cepat dibandingkan dengan epidural anestesi.
Beberapa efek yang mungkin muncul karena anestesi spinal, seperti efek pada saraf
somatic, efek saraf otonom, efek system kardiovaskuler, efek pada system respirasi, efek
system metabolic, efek sistem endokrin, efek system pencernaan, dan efek system
urinarius.
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi dari spinal anestesi menurut rahetta (2019) diakibatkan respon fisiologi
terhadap obat yang diinjeksikan seperti agen cedera yang disebabkan penempatan jarum
dan khateter dan toksisitas dari agen anestesi local. Komplikasi yang muncul kebanyakan
bersifat sementara, tetapi jika dibiarkan akan menjadi cedera permanen dan bisa
mengakibatkan kematian.
Beberapa diantara komplikasi yang muncul diantaranya seperti :
1) High Spinal
High Spinal merupakan blok neuraksial yang dilakukan dan tersebar lebih dari
ketinggian dermatome yang diinginkan. Penyebabnya salah satunya pemberian
anestesi local dengan dosis yang tidak disesuaikan terhadap pasien (lansia, ibu hamil,
pasien obesitas, hipersensitivitas). Manifestasi yang muncul biasanya seperti sesak
nafas, baal, atau kelemahan pada ekstremitas atas, mual hipotensi, bradikardi,
penurunan kesadaran, dan bahkan pasien bisa mengalami henti nafas.
2) Henti jantung
Pada anestesi spinal Sebagian besar komplikasi henti jantung ditandai dengan
bradikardi dan biasanya disebabkan oversedasi, hipoventilasi tidak terdetaksi dan
hipoksi. Hal tersebut dapat dicegah dengan mangatasi hypovolemia, hipotensi, dan
bradikardi secara cepat setelah terdeteksi.
3) Post Dural Puncture Headache (PDPH)
PDPH (Post Dural Puncture Headache) merupakan nyeri kepala yang muncul akibat
bocornya cairan Cerebrospinal (CSF) melalui lokasi injeksi jarum spinal saat prosedur
spinal anestesi, hal ini biasanya diikuti kekakuan leher sampai gangguan fungsi
pendengarah. Beberapa predisposisi PDPH diantaranya jenis kelamin Wanita, usia 31-
59 tahun, kehamilan, Riwayat PDPH, dan terkait pada ukuran dan jenis jarum pada
prosedur.
4) Meningitis
Pada meningitis infeksi ini terjadi setelah Tindakan spinal anestesi ataupun epidural,
biasanya diakibatkan kontaminasi peralatan ataupun larutan dalam procedure injeksi.
Kadang juga disebabkan organisme dari darah ataupun kulit pasien, jalur kontaminasi
tentunya melalui kateter spinal atau epidural. Meningitis biasanya ditandai dengan
demam, sakit kepala, nyeri punggung, dan mual muntah. Hal ini muncul setelah
beberapa jam sampai satu bilan setelah procedure Tindakan.
5) Menggigil
Menggigil merupakan Gerakan otot secara tidak sadar yang membuat Gerakan osilasi,
hal ini difungsikan agar tubuh dapat menghasilkan panas. Saat menggigil pada pasien
dengan anestesi spinal diakibatkan distribute panas ke perifer yang disebabkan proses
vasodilatasi perifer. Dampak yang ditimbulkan menggigil sendiri sehingga dapat
Universitas Indonesia
20
meningkatkan konsumsi oksigen sampai lima kali lipat dari kebutuhan normal yang di
ikuti hiperventilasi dan jantung akan merespon dengan cara peningkatan curah jantung
dalam usaha meningkatkan metabolisme. Pencegahannya biasanya dengan cara
diberikan penghangat atau cairan hangat melalui IV pasien.
Spinal anestesi atau regional anestesi bisa menjadi agen anestesi tunggal maupun
digabungkan dengan anestesi umum. Hal ini bisa mengurangi morbiditas dan mortalitas
perioperative. Misalnya saja morbiditas dan mortalitasnya karena aspirasi paru dan gagal
intubasi pada anestesi umum. Akan tetapi spinal anestesi juga dapat dikombinasikan
dengan epidural anestesi atau disebut Combine Spinal Epidural (CSE).
Obat intratekal memberikan kontrol nyeri yang hampir segera dan mempunyai efek yang
minimal, dimana epidural kateter memberikan jalur untuk analgesia. Penambahan dosis
kecil dari obat anestesi lokal ke injeksi opioid intratekal berpotensiasi secara baik efek
analgesic dan dapat mengurangi kebutuhan opiod. Dosis intratekal untuk CSE adalah
fentanyl 4-5 mcg atau sufentanyl 2-3mcg. Penambahan dari 0,1 mg dari epineprin
memperlama efek analgesia dengan campuran obat seperti diatas, tetapi tidak bila hanya
opioid intratekal sendiri.Beberapa penelitian menyarankan bahwa teknik CSE sering
dihubungkan dengan kepuasan yang hebat dari pasien daripada hanya epidural sendiri.
Sedangkan Jarum spinal dan epidural ditempatkan pada tempat yang berbeda, tetapi
kebanyakan klinisi melakukan tempat yang sama. Penggunaan daripada saline untuk
identifikasi pada ruang epidural sebaiknya dihindari karena kemungkinan tercamurnya
saline dengan cairan serebrospinal, dengan Teknik needle-through-needle jarum epidural
diletakkan di ruang epidural dan kemudian jarum spinal yang Panjang dimasukkan
melaluinya dan lebih lanjut kedalam ruang subarachnoid. Sensasi menembus dura
dirasakan ketika jarum menembus lapisan dura.
Teknik needle-beside-needle biasanya memerlukan desain khusus dari jarum epidural yang
mempunyai jalur khusus untuk jarum spinal. Setelah injeksi intratekal dan pengeluaran
daripada jarum spinal, kateter epidural dimasukkan pada posisinya dan jarum epidural
dikeluarkan. Resiko untuk terjadi masuknya epidural kateter ke dalam lubang dura yang
disebabkan oleh jarum spinal sangat kecil Ketika jarum yang digunakan adalah 25Gauge
atau jarum yang lebih kecil. Kateter epidural, bagaimanapun seharusnya diaspirasi secara
hati-hati dan obat anestesi local harus selalu diberikan secara perlahan dan pada dosis
inkremental yang kecil untuk menghindari injeksi intratekal yang tidak diinginkan.
Selanjutnya, obat epidural harus diberikan dan dititrasi secara hati-hati karena lubang dura
dapat meningkatkan aliran dari obat epidural kedalam cairan serebrospinal dan
meningkatkan efeknya. Beberapa penelitian menyarankan bahwa insiden dari bocornya
dura karena jarum epidural lebih sedikit dengan teknik CSE dibandingkan teknik epidural
saja.
a. Keuntungan dari pada teknik CSE
Blok yang terjadi dalam waktu yang singkat, memberikan analgesi yang lengkap,
tidak pernah satu sisi, dan memberikan penyebaran yang berimbang
Lebih aman, karena dosis yang digunakan pada sub arachnoid lebih sedikit
sehingga kemungkinan terjadi keracunan anestesi lokal atau total spinal dapat
dihindari tau bahkan tidak dijumpai.
b. Kelemahan dari Teknik CSE
Penurunan tekanan darah, mual dan depresi respirasi
Nyeri pada area penusukan
Infeksi daerah penusukan
Universitas Indonesia
22
c. Komplikasi
sakit kepala dan nyeri punggung
chronic adhesive arachnoiditis
Universitas Indonesia
24
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut-nakuti atau
dibuat-buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus
lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang identitas yang dikenakan pasien. Pasien
ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian
khusus, misalnya alergi, mual muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi berikutnya dengan lebih baik. Kita
harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek
samping.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi system kardiosirkulasi dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan antara 1-2 minggu untuk
mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus dicurigai akan
adanya penyakit hepar.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskop
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskop intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tertentu
tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua
system organ tubuh pasien.
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai.Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya
pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit,masa perdarahan dan masa pembekuan
darah) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan
EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat
biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).
Kalsifikasi fisik ini bukanlah alat prakiraan resiko anestesia, karena dampak
samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan
meliputi :
ASA I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktifitas rutin
terbatas.
ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktifitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
ASA V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
28
TGL PERENCANAAN
DITEGAK
NO
DIAGNOSA KAN dan KRITERIA RENCANA RASIONAL
DX TUJUAN
NAMA HASIL TINDAKAN
PERAWAT
I Pre operasi Setelah Nyeri Berikan Menurunkan
Nyeri akut dilakukan hilang/ periode aktifitas dan
DS : tindakaan berkurang istirahat konsumsi O2
Klien keperawatan Kriteria hasil selama nyeri
mengatakan selama Klien Ajarkan klien Meningkatkan
nyeri didaerah ..... x ...... mengatakan teknik napas asupan O2 ke
tertentu jam nyeri hilang/ dalam daerah nyeri
DO : diharapkan berkurang, Ajarkan klien Meningkatkan
Expresi wajah nyeri dapat skala nyeri 2-3, massase di kenyamanan
tampak tegang teratasi klien dapat daerah yang dalam tubuh
Tampak klien beristirahat dan nyeri sehingga
kesakitan tidur menurunkan nyeri
Skala nyeri Kolaborasi Analgetik
………… pemberian memblok
Sikap tubuh analgetik rangsang nyeri
yang kaku sehingga
Sulit tidur / membantu
istirahat menghilangkan
nyeri
Pantau Melihat
kondisi & keberhasilan
TTV klien intervensi dan
tiap 2 jam mencegah depresi
setelah pernapasan akibat
pemberian pemberian
analgetik analgetik
II Pre op Setelah Tanda vital Kaji tingkat Mendefinisikan
Ansietas dilakukan dalam batas ansietas, catat masalah dan
DS : tindakan normal perilaku klien pengaruh pilihan
....... keperawatan Pasien (gelisah, tidak intervensi
DO : selama menunjukk ada kontak
Tanda-tanda ..... x ...... an rileks mata)
vital……. jam Melaporkan Berikan Menenangkan dan
Ekspresi wajah diharapkan ansietas lingkungan menurunkan
klien tampak ansietas dapat yang tenang ansietas
tegang pasien dapat ditangani dan nyaman
Klien bertanya berkurang Pasien Berikan Menenangkan dan
tentang operasi atau hilang menyatakan kesempatan menurunkan
yang akan siap untuk untuk klien ansietas karena
dilakukan dioperasi mengungkap ketidaktahuan dan
kan pertanyaan atau takut menjadi
kesepian
III Intra Operasi Setelah Pasien Kaji apakah Mendefinisikan
Risiko Cidera dilakukan bebas dari pasien masalah dan
DS : tindakan cidera mempunyai pengaruh pilihan
TGL PERENCANAAN
NO DITEGAK
DIAGNOSA KRITERIA RENCANA RASIONAL
DX KAN dan TUJUAN
HASIL TINDAKAN
NAMA
…… keperawatan selama factor resiko intervensi.
DO : selama operasi sebelumnya,
Adanya luka ..... x ...... seperti luka
bakar pada jam pada bakar, Pindahkan Menghindari
bagian fase intra injury, pasien dengan terjadinya jatuh
…………… operatif, dislokasi brankart
Kehilangan diharapkan sendi,dll sesuai
sensori pada resiko tidak prosedur
bagian .......... terjadi Pasang alat Menghindari
Terdapat elektromedik terjadinya cedera
kelemahan pada sesuai dengan
organ ......... protocol
Terpasangnya Selalu minta Menghindari
alat- alat ijin kepada terjadinya cedera
elektromedik ahli anestesi,
Posisi klien saat untuk
operasi memindahkan
Pasien /
merubah
posisi pasien
yang sudah
dianestesi
Jelaskan ke Mengetahui salah
pasien efek satu resiko dari
daripenekanan pembedahan
yang lama saat
pembaringan
Libatkan
keluarga saat Keluar tahu tentang
penjelasan kondisi pasien pasca
efek anasthesi anathesi
IV Post op Setelah Nyeri Berikan Menurunkan
Nyeri Akut dilakukan hilang/ periode aktifitas dan
DS : tindakaan berkurang istirahat konsumsi O2
Klien keperawatan Kriteria hasil selama nyeri
mengatakan selama Klien Ajarkan klien Meningkatkan
nyeri didaerah ..... x ...... mengatakan teknik napas asupan O2 ke
tertentu jam nyeri hilang/ dalam daerah nyeri
DO : diharapkan berkurang, Ajarkan klien Meningkatkan
Expresi wajah nyeri dapat skala nyeri 2-3, massase di kenyamanan
tampak tegang teratasi klien dapat daerah yang dalam tubuh
Tampak klien beristirahat dan nyeri sehingga
kesakitan tidur menurunkan nyerI
Skala nyeri Kolaborasi Analgetik
………… pemberian memblok
Sikap tubuh analgetik rangsang nyeri
yang kaku sehingga
membantu
menghilangkan
nyeri
Universitas Indonesia
30
TGL PERENCANAAN
NO DITEGAK
DIAGNOSA KRITERIA RENCANA RASIONAL
DX KAN dan TUJUAN
HASIL TINDAKAN
NAMA
Pantau Melihat
kondisi & keberhasilan
TTV klien intervensi dan
tiap 2 jam mencegah depresi
setelah pernapasan akibat
pemberian pemberian
analgetik analgetik
V Post op Setelah Tanda-tanda Kaji tanda Untuk mengetahui
Risiko Infeksi dilakukan vital dalam vital klien perkembangan
DS : tindakan batas secara rutin kesehatan klien
.............. keperawatan normal Observasi Untuk mengetahui
DO : selama Dapat adanya tanda-tanda infeksi
Tanda-tanda ..... x ...... mencapai inflamasi
vital ………… jam penyembuh Anjurkan Mencegah atau
Tanda infeksi diharapkan an luka klien untuk membantu
pada luka Risiko tinggi sesuai memberi tahu mengobati infeksi
operasi terhadap dengan apabila ada
Hasil infeksi tidak waktu keluhan tanda
laboratorium terjadi Bebas infeksi
meningkat drainase Beri Perawatan luka yang
purulen atau penjelasan benar mencegah
edema pada klien dan terjadinya infeksi
keluarga
tentang
perawatan
luka
VI Post operatif Setelah TTV dalam Observasi Untuk mengetahui
Intoleransi Aktivitas dilakukan batas normal, Tanda-tanda perkembangan
DS : …………… tindakan konjungtiva vital dan KU kesehatan klien
keperawatan ananemis, Libatkan Dukungan kelurga
DO : selama ... X.... urine dalam keluarga untuk dapat Mempercepat
Ektremitas bawah klien jam batas normal membantu klien proses penyembuhan
tidak dapat digerakan diharapkan kaki sudah dalam pada klien
Pergerakan klien masih intoleransi bisa mobilisasi
terbatas aktifitas digerakkan bertahap
teratasi kolaborasi Dapat memberikan
sebagian dengan tim intervensi yang tepat
medis bila pada klien
terjadi hal yang
tidak diharapkan
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS: ASUHAN KEPERAWATAN
PRE OPERASI
Riwayat Pasien Sebelumnya
Keluhan Utama/alasan masuk : Perut membesar sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat penyakit sekarang : Rujukan dari RSUD Budi Asih dengan Ca
endometrium, perut mebesar sejak setahun. Riwayat
flek dari jalan lahir disangkal, Pasien mengatakan
nyeri pada saat menstruasi kurang lebih selama 1
Universitas Indonesia
32
Riwayat Psikososial/Spiritual
a. Status Emosional
□ Tenang Bingung Kooperatif □ Tidak Kooperatif
□ Menangis □ Menarik diri
b. Data Kecemasan Pasien/Orang Tua terhadap kondisi pasien
Tingkat Kecemasan : □ Tidak Cemas Cemas
c. Tingkat pengetahuan :
□ Ps jarang bertanya tentang kondisi pasien
Ps sering bertanya tentang kondisi pasien
□ Ps sering mengulang-ulang pertanyaan
□ Ps tampak terlihat bingung
Universitas Indonesia
34
Genitalia
Integumen
Ekstremitas
INTRA OPERASI
POST OPERASI
Pasien pindah ke :
Universitas Indonesia
36
Pre Operasi
I (D.0080) Ansietas Setelah dilakukan tindakan (I.09314) Reduksi Ansietas
keperawatan selama 1 x 4 jam Observasi:
DS : diharapkan Tingkat Ansietas Identifikasi tingkat ansietas,
Pasien mengatakan gugup Menurun dengan kriteria catat perilaku kliien (gelisah,
sebelum tindakan dimulai hasil: tidak ada kontak mata)
Pasien mengatakan kurang Verbalisasi khawatir Monitor tanda ansietas (verbal
mengerti tentang tindakan akibat kondisi yang dan nonverbal)
pembedahan yang akan dihadapi menurun (3-4) Terapeutik:
dilakukan Frekuensi nadi menurun Ciptakan suasana terapeutik
(3-4) untuk menumbuhkan
DO : Setelah dilakukan tindakan kepercayaan
Pasien tampak tegang keperawatan selama 1 x 4 jam Temani pasien untuk
Pasien sering bertanya dengan diharapkan Tingkat mengurangi ansietas, jika
pertanyaan yang sama Pengetahuan Membaik memungkinkan
TD: 120/70mmHg dengan kriteria hasil: Dengarkan dengan penuh
Nadi: 100x/menit Kemampuan menjelaskan perhatian
Respirasi: 16x/menit pengetahuan suatu topik Gunakan pendekatan yang
meningkat (3-4) tenang dan meyakinkan
Suhu : 36.5 C
Edukasi:
Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang dialami
Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
(I.09256) Dukungan Emosional
Terapeutik:
Fasilitasi mengungkapkan
perasaan cemas, marah atau
sedih
Lakukan sentuhan untuk
memberikan dukungan (mis.
merangkul, menepuk-nepuk)
Tetap bersama pasien dan
pastikan keamanan selama
ansietas, jika perlu
PERENCANAAN
NO
DIAGNOSA
DX LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Intra Operasi
I (D.0136) Risiko Cidera Setelah dilakukan tindakan (I.14537) Pencegahan Cedera
keperawatan selama 1 x 4 jam Observasi:
DS: pada fase intra operatif, Identifikasi obat yang
Pasien mengatakan kaki tidak diharapkan Tingkat Cedera berpotensi menyebabkan
bisa digerakkan menurun dengan kriteria hasil: cedera
Kejadian cidera tidak terjadi. Identifikasi area lingkungan
DO: yang berpotensi menyebabkan
Kehilangan sensori dan motorik cedera
pada bagian ekstremitas bawah. Terapeutik:
Terpasangnya (patient plate) Sediakan pencahayaan yang
Penggunaan obat-obatan anestesi memadai
Posisi klien saat operasi Pastikan roda tempat tidur
berlangsung terkunci
Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien
(I.02062) Pemberian Obat
Observasi:
Identifikasi kemungkinan
alergi, interaksi dan
kontraindikasi obat
Periksa tanggal kadaluarsa obat
Monitor tanda vital dan nilai
laboratorium sebelum
pemberian obat
Monitor efek samping,
toksisitas dan interaksi obat
Terapeutik:
Perhatikan prosedur pemberian
obat yang aman dan akurat
lakukan prinsip 6 benar
Perhatikan jadwal pemberian
obat jenis hipnotik , narkotika
dan antibiotik
Buang obat yang tidak terpakai
atau kadaluarsa.
Dokumentasikan pemberian
obat dan respon terhadap obat
Edukasi:
Jelaskan jenis obat , alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efeksamping
sebelum pemberian.
Universitas Indonesia
38
PERENCANAAN
NO
DIAGNOSA
DX LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Post Operasi
VI (D.0056) Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan tindakan (I.05178) Manajemen energi
keperawatan selama 1 x 1jam Edukasi:
DS : diharapkan intoleransi aktifitas Anjurkan tirah baring
Klien mengatakan kakinya kebas meningkat dengan kriteria hasil: Anjurkan melakukan aktifitas
dan tidak bisa digerakan Frekuensi nadi dalam secara bertahap
batas normal (5-5) Kolaborasi:
DO : Kekuatan tubuh bagian Kolaborasi dengan ahli gizi
Ektremitas bawah klien tidak dapat bawah meningkat (1-2) tentang cara meningkatkan
gerak Tekanana darah dalam asupan makanan
batas normal (5-5)
PERENCANAAN
NO
DIAGNOSA
DX LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Universitas Indonesia
40
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Blabakabal
4.2 Saran
Balabakalak
DAFTAR REFERENSI
Adam, A. (2019, Januari 23). Skripsi, Depresi, dan Bunuh Diri: "Everybody Hurts".
Retrieved from Tirto.id: http://tirto.id/skripsi-depresi-dan-bunuh-diri-everybody-
hurts-deW8
Ahern, N. R., Kiehl, E. M., Sole, M. L., & Byers, J. (2006). A Review of Instruments
Measuring Resilience. Issues in Comprehensive Pediatric Nursing, 103-125.
Alela, J. (2017, Maret 31). Meski Salah Jurusan, 4 Orang Ini Terbukti Sukses. Dunia
Belum Berakhir Kok Saat Passion Kamu Berubah. Retrieved from hipwee:
http://hipwee.com/sukses/4-orang-ini-terbukti-sukses-meski-salah-jurusan-minat-
mengikuti-jejaknya/
Alligood, M. R. (2018). Nursing Theorists and Their Work. United States of America:
Elsevier.
Ambarwati, P. D., Pinilih, S. S., & Astuti, R. T. (2017). Gambaran Tingkat Stre
Mahasiswa. Jurnal Keperawatan Volume 5 No 1, 40-47.
Amelia, S., Asni, E., & Chairilsyah, D. (2014). Gambaran Ketangguhan Diri (Resiliensi)
pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Retrieved
from Allen Instutute for AI: www.semanticscholar.org/paper/GAMBARAN-
KETANGGUHAN-DIRI-(RESILIENSI)-PADA-TAHUN-Amelia-Asni/
American Psychiatric Association. (2019, Mei 20). Americans' Overall Level of Anxiety
about Health, Safety and Finances Remain High . Retrieved from American
Psychiatric Association: http://www.psychiatry.org/newsroom/news-releases/
Universitas Indonesia
42
Azwar. (2018). 4 Pilar Jurnalistik: Pengetahuan dasar belajar jurnalistik edisi pertama.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Badan Pusat Statistik. (2019, Mei 6). Februari 2019: Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) sebesar 5,01 persen. Retrieved from Badan Pusat Statistik:
http://www.bps.go.id/pressrealese/2019/05/06/1564/februari-2019--tingkat-
pengangguran-terbuka--TPT--sebesar-5-01-persen.html
Beard, S. M., & Langlais, M. R. (2018). Saying "I Do" in College: Examining Marital
Status and Academic Performance. International Journal of Psychological Studies
Vol 10 No 4, 34-41.
Berman, A. (2016). Kozier & Erb's Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice 10th ed. United States of America: Julie Levin Alexander.
Cacioppo, J., & Freberg, L. (2012). Discovering psychology: The science of mind briever
version. Wadsworth: Cengage Learning.
Campbell-Sills, L., & Stein, M. B. (2007). Psychometric Analysis and Refinement of the
Connor–Davidson Resilience Scale (CD-RISC): Validation of a 10-Item Measure of
Resilience. Journal of Traumatic Stress, 1019-1028.
Campbell-Sills, L., Forde, D., & Stein, M. (2009). Demographic and childhood
environmental predictors of resilience in a community sample. Journal of
Psychiatric Research, 43 (12), 1007–1012.
CNN Indonesia. (2019). Mahasiswa S2 ITB Gantung Diri, Diduga Karena Depresi.
Bandung: Trans Media.
Collins, S. (2015). Most Americans Don't Know The True Danger of Anxiety. Retrieved
from Think Progress: http://thinkprogress.org/most-americans-dont-know-the-true-
danger-of-anxiety-85bc4a08dd2f/amp/
Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). Development of A New Resilience Scale: The
Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Depression and Anxiety , 76-82.
Crimson Education. (2019, Juni). The college majors with the lowest unemployment rates.
Retrieved from Crimson Education: http://crimsoneducation.org/us/blog/the-
college-majors-with-the-lowest-unemployment-rates
Deb, A., & Arora, M. (2008). Resilience in children and adolescents: An overview.
Psychological Studies, 114-121.
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of Nursing: Standards & practice
fourth edition. USA: Delmar Cengage Learning.
Duffin, E. (2019, April 29). Unemployment rate of U.S colege graduates January 2019, by
major. Retrieved from Satista:
Universitas Indonesia
44
http://www.statista.com/statistics/642043/unemployment-rate-of-us-colege-
graduates-by-major/
Dwi, A. (2014). Hubungan Kualitas Tidur dengan Tingkat Stres, Kecemasan, dan Depresi
pada Mahasiswa Keperawatan. Retrieved from Universitas Indonesia Library:
lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20388119-S56475-AnnisaDwiM.pdf
Erdogan, E., Ozdogan, O., & Erdogan, M. (2015). University Students Resilience Level:
The Effect of Gender and Faculty. Procedia - Social and Behavioral Sciences ,
1262-1267.
Everly, G. S., McCormack, D. K., & Strouse, D. A. (2012). Seven Characteristics of Highly
Resilient People: Insight from Navy SEALs to the "Greatest Generation".
International Journal of Emergency Mental Health, 137-134.
Fathanah. (2014). Hubungan antara resiliensi dan bersyukur pada mahasiswa penerima
bidikmisi di Universitas Indonesia. Retrieved from Universitas Indonesia:
http://lib.u.ac.id/file?file=digital/2015-8/20387690-S57375-Fathanah.pdf
Fauziya, L. I., & Daulima, N. H. (2017). Hubungan Kecerdasam emosi dengan Resiliensi
Penyintas Banjir. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 20 No 3, 148-157.
Hamidi, R. (2017). Hubungan Optimisme dan Resiliensi pada Mahasiswa yang Menempuh
Skripsi. Retrieved from Universitas Muhammadiyah Malang:
http://eprints.umm.ac.id/43746/1/jiptummpp-gdl-reyzahamid-49779-1-skripsi-x.pdf
Hammad, M. A. (2016). Future Anxiety and its Relationship to Students’s Attitude toward
Academic Specialization. IISTE Journal of Education and Practice, 54-65.
HeyTutor. (2020). College majors with the highest & lowest unemployment rates. Retrieved
from HeyTutor Blog: http://heytutor.com/blog/college-majors-with-the-highest-
lowest-unemployment-rates/
Hijrana. (2017). Skripsi UIN Alauddin. Retrieved from Repositori UIN Alauddin:
https://www.repositori.uin-alauddin.ac.id/7674/1/HIJRANA.pdf
Hjemdal, O., Vogel, P. A., Solem, S., Hagen, K., & Stiles, T. C. (2010). The Relationship
between Resilience and Levels of Anxiety, Depression, and Obsessive-Compulsive
Symptoms in Adolescents. Clinical Psychology and Psychotherapy, 314-321.
Hossein, L., & Khazali, H. (2013). Comparing The Level of Anxiety in Male and Female
School Students. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 84, 41-46.
Humas UGM. (2019, Januari 29). Mahasiswa Rentan Alami Kecemasan Sosial. Retrieved
from Universitas Gadjah Mada: https://ugm.ac.id/id/berita/17629-mahasiswa-
rentan-alami-kecemasan-sosial
Jones, P. J., Park, S. Y., & Lefevor, G. T. (2018). Contemporary College Student Anxiety:
The Role of Academic Distress, Financial Stress, and Support. Journal of College
Counseling Volume 21, 252-264.
Universitas Indonesia
46
Kelly, J. (2019, November 14). Recent College Graduates Have The Highest
Unemployment Rate In Decades - Here's Why Universities Are To Blame. Retrieved
from Forbes: http://www.forbes.com/sites/jackkelly/2019/11/14/recent-college-
graduates-have-the-highest-unemployment-rate-in-decadesheres-why-universities-
are-to-blame/
Kemenristekdikti. (2020, Januari 9). Pangkalan Data Pendidikan Tinggi. Retrieved from
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi:
http://forlap.ristekdikti.go.id/prodi/detail/MTU4QzY0RUYtRTg1Qi00RkE5LUI0N
kYtQ0IxRURFNDc0Q0My
Kementerian Kesehatan RI. (2014, Oktober 10). Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap
ODGJ. Retrieved from Kementerian Kesehatan RI:
www.depkes.go.id/article/print/201410270011/stop-stigma-dan-diskriminasi-
terhadaporang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html
Kementerian Kesehatan RI. (2018, Juni 8). Pengertian Kesehatan Mental. Retrieved from
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI:
http://promkes.kemkes.go.id/pengertian-kesehatan-mental
Levine, S. (2003). Psychological and social aspects of resilience: a synthesis of risks and
resources. Dialogues Clin Neurosci, 273-280.
Luthar, S. S., Cicchetti, D., & Becker, B. (2000). The Construct of Resilience: A Critical
Evaluation and Guidelines for Future Work. Child Dev Author Manuscript National
Institute of Health 71(3), 542-562.
Maddi, S. (2013). Personal Hardiness as the Basis for Resilience. Hardiness:
Springerbriefs in Psychology, 7-17.
Matarneh, A. J., & Altrawneh, A. (2014). Constructing A Scale of Future Anxiety for The
Students At Public Jordanian Universities. International Journal of Academic
Research, 180-188.
Mosley, E., & Laborde, S. (2016). Chapter 18 - Perfoming under Pressure: Influence of
Personality-Trait-Like Individual Differences. Performance Psychology, 291-314.
Mourougan, S., & Sethuraman, K. (2017). Hypothesis Development and Testing. IOSR
Journal of Business and Management, 34-40.
Nadira, A. (2013). Hubungan antara Penerimaan DIri dan Kecemasan Menghadapi Masa
Depan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Retrieved from
Universitas Indonesia Library: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20347023-
S45866ArifaNadira.pdf
Olson, K., Kemper, K. J., & Mahan, J. D. (2015). What Factors Promote Resilience and
Protect Against Burnout in First-Year Pediatrc and Medicine-Pediatric Residence?
Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine Vol 20 (3), 192-
198.
Universitas Indonesia
48
Potter, P., Perry, A., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals of Nursing 8th
edition. Canada: Elsevier.
Putra, W. (2019, Maret 12). Tiga Mahasiswa Unpad Bunuh Diri, Psikiater Ungkap
Penyebabnya. Retrieved from detiknews: m.detik.com/news/berita-jawa-barat/d-
4463416/tiga-mahasiswa-unpad-bunuh-diri-psikiater-ungkap-penyebabnya
Ritchie, H., & Roser, M. (2019). Mental Health. Retrieved from Our World in Data:
http://ourworldindata.org/mental-health
Sarini, I. L. (2018). Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Makan Mahasiswa FIK UI
Saat Menjalani Praktik Klinik Di Rumah Sakit. Retrieved from Universitas
Indonesia Library: lib.ui.ac.id/file?file=digital/2018-11/20472693-S-Pdf-
IrmaListiaSarini.pdf
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi
Media Publishing.
Smitas, A., & Gustainiene, L. (2016). Is resilience related to depression, anxiety and
energy? European Social Survey Results. The European Proceedings of Social &
Behavioural Sciences, 125-131.
Stellarosa, Y., & Silaban, M. W. (2019). Perempuan, media dan profesi jurnalis. Jurnal
Kajian Komunikasi Volume 7, 97-109.
Stuart, G. W. (2013). Princples and Practice of Psychiatric Nursing Tenth Edition. China:
Elsevier.
The American Institute of Stress. (2019, Februari 21). Anxiety in College Students: Causes,
Statistics & How Universities Can Help. Retrieved from The American Institute of
Universitas Indonesia
50
Stress: https://www.stress.org/anxiety-in-college-students-causes-statistics-how-
universities-can-help
Tugade, M. M., Fredrickson, B. L., & Barrett, L. F. (2004). Psychological Resilience and
Positive Emotional Granularity: Examining the Benefits of Positive Wmotion on
Coping and Heatlh. National Institutes of Health-J Pers 72 (6), 1161-1190.
UIKA. (2018). Komunikasi dan Penyiaran Islam. Retrieved from Universitas Ibn Khaldun
Bogor: http://uika-bogor.ac.id/halaman/komunikasi-peyiaran-islam
UIKA. (2018). Profil Singkat UIKA. Retrieved from Universitas Ibn Khaldun Bogor:
http://uika-bogor.ac.id/halaman/profil-singkat
Uriadi, A. (2011). Respon Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam terhadap Program
Damai Indonesiaku di TV ONE. Retrieved from Repository UIN JKT:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5112/1/ALI
%2520URIADI-FDK.PDF
Utami, R. N. (2013). Gambaran tingkat kecemasan saat melakukan tindakan invasif pada
mahasiswa reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia angkatan
2010. Retrieved from Universitas Indonesia, Skripsi: http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20346487-S46487-RensitaNoormaUtami.pdf
Vivian, Gesselman, A. N., Perry, B. L., Fisher, H. E., & Garcia, J. R. (2017). Stress of
Singlehood: Marital status, domain-specific stress, and anxiety in a national U.S
sample. Journal of Social dan Clinical Psychology Vol 36 No 6, 461-485.
Wagnild, G. M., & Young, H. M. (1993). Development and Psychometric Evaluation of the
Resilience Scale. Journal of Nursing Measurement, 165-178.
Windle, G., Bennett, K. M., & Noyes, J. (2011). A Methodological Review of Resilience
Measurement Scales. Health and Quality Life Outcomes, 1-18.
World Health Organization. (2017). Depression and other common mental disorders:
global health estimates. Switzerland: WHO Document Production Services.
Yikealo, D., Tareke, W., & Karvinen, I. (2018). The Level of Stress among College
Students: A Case in the College of Education, Eritrea Institute of Technology. Open
Science Journal 3(4), 1-18.
Yuniar, R. W. (2020). Covid-19: 'Indonesia berpotensi resesi' dampak ekonomi jauh lebih
berat ketimbang krisis moneter 1998. Jakarta: BBC News Indonesian.
Zaleski, Z., Kwapinska, S. M., Przepiorka, A., & Meisner, M. (2017). Development and
Validation of the Dark Future Scale. Time & Society, 1-17.
http://repository.unimus.ac.id/1423/3/Bab%202.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3589/4/CHAPTER%202.pdf
Universitas Indonesia