Anda di halaman 1dari 96

Unggul dalam IPTEK

Kokoh dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENGARUH TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM


TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASKA
OPERASI APENDIK DI RUMAH SAKIT TUGU IBU DEPOK

OLEH :

YUNI EKOWATI

NIM : 2011727105

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Penelitian, Januari 2013


YUNI EKOWATI
Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Pada Pasien Paska Operasi Apendik Di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok Tahun 2013.

VII BAB + 58 Halaman + 2 Tabel + 6 Lampiran

ABSTRAK

Nyeri pasca operasi disebabkan oleh adanya luka operasi dan nyeri merupakan sensasi
yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibagikan dengan orang lain. Tehnik relaksasi
nafas dalam merupakan terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk
menurunkan nyeri. Yaitu latihan pernafasan untuk menurunkan konsumsi oksigen,
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, ansietas dan ketegangan otot. Dari hasil survey
yang dilakukan oleh peneliti di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tugu Ibu Depok, bahwa
tehnik relaksasi belum menjadi perhatian perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk menangani nyeri pada pasien pasca operasi, tetapi langsung
melaksanakan instruksi dokter berupa pemberian analgetik.
Penelitian ini bertujuan diketahuinya pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi apendik. Desain penelitian ini
adalah quasi ekspresimen (one groups pre test dan post test design). Hasil penelitian ini
diolah dengan menggunakan uji T-dependen yang menunjukkan bahwa rata-rata
intensitas nyeri sebelum intervensi adalah 6,67 dan SD 1,506 dan setelah intervensi di
dapat rata-rata intensitas nyeri adalah 4,17 dan SD 0,753.
Hasil uji statistik didapatkan nilai P value = 0,002 ( p < 0,05 ), maka dapat disimpulkan
ada perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri sebelum intervensi dan intensitas
nyeri setelah intervensi.
Untuk itu peneliti menyarankan agar pelayanan keperawatan mendahulukan tindakan
mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dalam menangani
nyeri yaitu tindakan non farmakologi, pada pasien pasca operasi apendik dengan
melakukan teknik relaksasi nafas dalam.

Kata kunci : Nyeri, Paska Operasi Apendik, Tehnik Relaksasi Nafas Dalam
Daftar Pustaka = 28 ( 2002 – 2012 )

iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sangat besar

nikmat Allah dan sangat besar kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Demikian pula sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasssulloh

Muhammad Shalallahu ‘ alaihi wassalam, beserta keluarga beliau, sahabat

dan para tabi’in.

Penulis menyadari bahwa selesainya laporan penelitian ini tidak lepas dari

bantuan , bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Ibu Hj. Misparsih, SKp.MKes selaku pembimbing pertama pembuatan

laporan penelitian ini.

2. Bpk Muhammad Hadi, SKM.MKep Selaku pembimbing kedua

pembuatan laporan penelitian ini.

3. Keluargaku (suamiku Budi Sambodo dan anakku tersayang Bogi Zhafran

B.A ) serta yang paling kusayang dan kucintai kedua orang tuaku yang

telah memberikan dukungan moril dan materil serta doanya.

4. Dr Peppy.R.Firaidie,MM selaku Direktur Rumah Sakit Tugu Ibu yang

telah memberikan izin tempat untuk melakukan penelitian.

5. Para sahabatku dan rekan-rekan Perawat di Rumah Sakit Tugu Ibu, yang

telah memberikan semangat dan bantuan serta doa.

iv
6. Teman – teman Mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta Angkatan 2011 semuanya yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, teman senasib dan seperjuangan yang telah

memberikan motivasi dukungan serta waktu dan tenaga selama

penyelesaian laporan ini.

Terima kasih atas segala yang diberikan kepada penulis baik materil maupun

immaterial. Dan penulis mohon maaf kepada pihak- pihak yang tak bisa

disebutkan.

Penulis sadar akan kemampuan, sehingga apabila ada kekurangan maupun

ketidak sempurnaan datang dari penulis. Dan sesungguhnya kebenaran selalu

datang dari Allah SWT. Dan penulis mengharapkan saran dan kritik untuk

memperbaiki penulisan laporan penelitian dikemudian hari.

Jakarta, Januari 2013

Yuni Ekowati

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

ABSTRAK ........................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................... 5

C. Pertanyaan Penelitian ................................................................. 6

D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri ............................................................................. 8

1) Definisi Nyeri .................................................................... 8

2) Klasifikasi Nyeri ............................................................... 9

3) Jenis-jenis Nyeri ................................................................ 11

4) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri ........................ 13

5) Fisiologi Nyeri .................................................................. 15

6) Teori Nyeri ........................................................................ 17

7) Pengukuran Skala Nyeri .................................................... 19

vi
B. Konsep Tehnik Relaksasi Nafas Dalam ..................................... 23

1) Pengertian .......................................................................... 23

2) Fisiologi Relaksasi Nafas Dalam ...................................... 24

3) Tujuan Relaksasi Nafas Dalam .......................................... 25

4) Prosedur Tehnik Relaksasi Nafas Dalam ........................... 26

C. Konsep Apendiksitis .................................................................. 29

1) Pengertian .......................................................................... 29

2) Penyebab ........................................................................... 29

3) Klasifikasi ......................................................................... 29

4) Patofisiologi ...................................................................... 30

5) Manifestasi Klinis ............................................................. 31

6) Pemeriksaan Penunjang .................................................... 31

7) Komplikasi ......................................................................... 32

8) Asuhan Keperawatan Pasien Apendiktomi ....................... 32

D. Penelitian Terkait ....................................................................... 38

E. Kerangka Teori ........................................................................... 38

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFISINI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep ....................................................................... 40

B. Hipotesis Penelitian .................................................................... 41

C. Definisi Operasional ................................................................... 41

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ........................................................................ 44

B. Tempat Penelitian ....................................................................... 44

C. Waktu Penelitian ........................................................................ 44


vii
D. Populasi dan Sampel .................................................................. 44

E. Pengumpulan Data ..................................................................... 45

F. Etika Penelitian .......................................................................... 47

G. Pengolahan Data ......................................................................... 48

H. Analisa Data ............................................................................... 49

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat ....................................................................... 51

B. Analisa Bivariat .......................................................................... 53

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian .............................................................. 55

B. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... 55

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 58

B. Saran ........................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii
DAFTAR TABEL

NO NAMA TABEL HALAMAN


1. Tabel 5.1 51
Distribusi responden berdasarkan karakteristik
demografi pasien paska operasi apendik di
ruang rawat inap Rumah Sakit Tugu Ibu Depok
Tahun 2013

2. Tabel 5.2 53
Distribusi rata-rata intensitas nyeri responden
sebelum intervensi dan setelah intervensi pada
pasien paska operasi apendik di ruang rawat
Inap Rumah Sakit Tugu Ibu Depok tahun 2013

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mengimbangi pesatnya perkembangan IPTEK dibidang kesehatan

serta tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin menuntut upaya

penyelenggaraan kesehatan yang lebih bermutu. Profesi keperawatan diupayakan

untuk memenuhi pelayanan kearah kesatuan upaya peningkatan (promotif),

pencegahan (preventif), penyembuhan (curatif) dan pemulihan (rehabilitatif),

yang bersifat menyeluruh dan berkesinambungan. Menanggapi hal tersebut,

salah satu tindakan keperawatan diarahkan pada menghilangkan nyeri dan

pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera

membantu pasien dalam mengembalikan fungsi optimalnya dengan cepat, aman

dan senyaman mungkin (Smeltzer and Bare, 2010)

Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri

merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Nyeri

sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu

penyakit manapun. Nyeri adalah suatu fenomena yang sering dijumpai oleh

petugas kesehatan terutama perawat ( Smeltzer and Bare, 2010 ). International

Association for the Study of Pain, IASP (2011) mendefinisikan nyeri sebagai

suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam

kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Nyeri merupakan keluhan yang

paling sering diungkapkan dan salah satu ketakutan terbesar pasien dengan
2

tindakan pembedahan atau operasi, padahal nyeri setelah pembedahan adalah hal

yang normal ( Potter & Perry, 2006 ).

Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupan

dengan nyaman. Pada kondisi ini perawat sebagai tenaga professional yang

paling banyak berinteraksi dengan pasien bertanggung jawab melakukan

manajemen nyeri yang tepat. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri

yang klien rasakan, Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang

mengalami nyeri yang sama menghasilkan respon atau perasaan yang identik

pada individu. Nyeri merupakan sumber frustasi, baik klien maupun tenaga

kesehatan (Potter & Perry, 2006). Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan

yang paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri (Potter & Perry, 2005)

Menurut MC Caffery ( diambil dari Tamsuri, 2007 ) tehnik yang

diterapkan dalam mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam dua kelompok utama,

yaitu tindakan pengobatan ( Farmakologis ) dan tindakan nonfarmakologis

( tanpa pengobatan ). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis adalah cara

yang efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat

yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer and

Bare, 2002). Biasanya untuk menghilangkan nyeri digunakan analgesik, yang

terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik ( aspirin,

asetaminofen dan ibu profen ) dan analgesik narkotik ( morfin, kodein ).

Golongan analgetik non narkotik untuk nyeri sedang atau ringan sedangkan

golongan analgetik narkotik untuk nyeri hebat ( Tamsuri 2007 ). Pilihan obat

tergantung dari rasa nyeri, namun penggunaan obat sering menimbulkan efek

samping dan kadang obat tidak memiliki kekuatan efek yang diharapkan
3

(Potter & Perry, 2006). Sedangkan penatalaksanaan nyeri secara non

farmakologis antara lain tehnik distraksi dan relaksasi. Tehnik non farmakologis

mempunyai resiko yang sangat rendah, meskipun tindakan tersebut bukan

merupakan pengganti obat-obatan. Salah satu cara yang efektif untuk

menghilangkan nyeri adalah tehnik relaksasi napas dalam, tehnik relaksasi ini

dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan ketegangan

otot yang menunjang nyeri (Smeltzer and Bare, 2010). Perawat mengajarkan

kepada pasien bagaimana melakukan napas dalam, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara

perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, tehnik relaksasi napas dalam

juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenisasi darah

(Smeltzer & Bare, 2010 ). Ada banyak bukti bahwa tehnik relaksasi ini efektif

dalam meredakan nyeri, dari salah satu tindakan non infasif lainnya. Mungkin

memerlukan latihan sebelumnya, sehingga pasien menjadi trampil

menggunakannya (Potter & Perry, 2006). Periode relaksasi yang teratur dapat

membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan

nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Arif Muttaqin, 2008). Maka itu

mengkombinasikan tehnik non-Farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara

yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer and Bare, 2010).

Rumah sakit Tugu Ibu Depok adalah Rumah Sakit tipe C yang telah

banyak melayani tindakan operasi. Dari data Rekam Medik Rumah Sakit Tugu

Ibu Depok pada tiga tahun terakhir, operasi Apendik menduduki urutan pertama

pada kasus Medikal Bedah dan jumlah pertahunnya tampak terjadi peningkatan,

yaitu pada tahun 2010 berjumlah 107 pasien, tahun 2011 berjumlah 110 pasien
4

dan pada tahun 2012 berjumlah 112 pasien. Untuk itu perlu perhatian khusus

baik pada saat pra operasi maupun paska operasi apendik, terutama dalam hal

meminimalkan intensitas nyeri saat paska operasi apendik.

Nyeri paska operasi dikelompokkan sebagai nyeri akut yang memiliki

awitan yang cepat atau mendadak dan berlangsung dalam waktu yang singkat,

dijelaskan dalam Tamsuri, 2007. Intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan

sampai nyeri berat namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan (Potter

& Perry, 2006). Jika nyeri akut tidak dikontrol dapat menyebabkan proses

rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi menjadi lama. Hal ini karena pasien

memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer & Bare,

2002). Nyeri setelah pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi

dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk

perbaikan alamiah jaringan yang rusak ( Potter & Perry, 2006 ).

Dari hasil survey sementara melalui wawancara 15 orang perawat dan

melihat rencana keperawatan pada Rekam Medis pasien sebanyak 15 buah, yang

dilakukan oleh peneliti pada beberapa unit rawat inap di Rumah Sakit Tugu Ibu

Depok, bahwa tehnik relaksasi belum menjadi perhatian perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan untuk menangani nyeri pada pasien paska

operasi, tetapi langsung melaksanakan instruksi dokter berupa pemberian

analgetik yang diprogramkan rutin pada pasien paska operasi, yang pada

kenyatannya ada beberapa pasien yang nyerinya belum dapat teratasi setelah

pemberian analgetik sehingga menggunakan tambahan analgetik diluar program

pemberian analgetik seharusnya karena rasa nyeri masih dirasakan pasien.


5

Penelitian Tunner dan Jansen, Almatsier dkk dalam Smeltzer dan Bare

(2002), menyimpulkan bahwa relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri

dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri, hal ini

dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam

menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi. Penelitian Lorenzi, Miller & Perry

dalam Smeltzer dan Bare (2002), telah menunjukkan tehnik relaksasi dapat

menurunkan nyeri pasca operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-

otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan

tehnik relaksasi agar efektif. hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh

Syahriyani (2010), setelah dilakukan perlakuan pada kelompok eksperimen

paska operasi apendik terdapat penurunan tingkat nyeri yang sangat signifikan.

Hal ini dikarenakan pelaksanaan tehnik relaksasi yang cukup efektif.

Dari beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan tehnik relaksasi dapat

menurunkan nyeri paska operasi, akan tetapi belum ada penelitian yang

dilakukan di RS Tugu Ibu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “

pengaruh tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan intensitas

nyeri pada pasien Paska Operasi apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok

tahun 2013 “.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas, bahwa data medical record Rumah Sakit Tugu

Ibu Depok mengalami peningkatan jumlah operasi dan tindakan nonfarmakologi

(tehnik relaksasi) belum menjadi perhatian perawat, Maka peneliti merasa perlu

untuk melakukan penelitian mengenai “ Pengaruh tehnik relaksasi terhadap


6

penurunan intensitas nyeri pada pasien Paska Operasi apendik di Rumah Sakit

Tugu Ibu Depok “.

C. Pertanyaan penelitian

Apakah tehnik relaksasi napas dalam efektif terhadap penurunan nyeri

paska operasi apendik ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh tehnik relaksasi

napas dalam untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien Paska Operasi

apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Diketahui gambaran karakteristik demografi pasien paska operasi apendik

di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok tahun 2013

b. Diketahuinya gambaran skala nyeri Pretest – posttest pada pasien paska

operasi apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok tahun 2013

c. Diketahui pengaruh tehnik relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri

pada pasien paska operasi apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok tahun

2013

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dikeperawatan dan

menjadi informadi tambahan pada pembuatan intervensi keperawatan dalam


7

memberikan Asuhan Keperawatan khususnya penatalaksanaan nyeri paska

operasi pada pasien apendiktomi.

2. Bagi pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta sumber

pengetahuan di pendidikan keperawatan

3. Bagi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar yang dapat digunakan

untuk penelitian lebih lanjut dan menambah referensi tentang tehnik relaksasi

napas dalam.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri

adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan

( Kozier, 2011). International Association for the Study of Pain (IASP)

mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional

yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan

(Potter & Perry, 2005).

Coffery sebagaimana dikutip oleh Potter & Perry (2005), menyatakan

nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan

terjadi kapan saja ketika seseorang mengatakan bahwa is merasa nyeri. Nyeri

merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian

tubuh. Nyeri seringkali dijelaskan dalam istilah proses destruktif jaringan seperti

ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual

dan mabuk. Terlebih lagi, setiap perasaan nyeri dan intensitas sedang sampai

kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan dan atau

meniadakan perasaan itu.

Nyeri dapat memenuhi pikiran seseorang, mengalahkan semua aktifitas

dan mengubah kehidupan seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sulit
9

untuk dikomunikasikan oleh seorang klien. Seorang perawat tidak dapat merasa

ataupun melihat nyeri yang dialami klien ( Kozier, 2011 ).

Intensitas nyeri gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan individu.

Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan

nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang

berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin

adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2007).

2. Klasifikasi Nyeri

Menurut Arif Muttaqin, 2008 nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Nyeri akut

Nyeri akut biasanya awitannya tiba - tiba dan umumnya berkaitan

dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau

cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri

ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi

serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama

terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun

sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari

enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri

akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dan beberapa detik

hingga enam bulan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu


10

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan

penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan

yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya

nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan

pads penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat

penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis

biasanya menjadi masalah yang berat bagi pasien.

Berdasarkan pengertian tersebut maka antara nyeri akut dan kronik,

dapat dibedakan berdasarkan karakteristik tertentu, hal ini dapat dilihat pada

table dibawah ini ( Mohamad Judha dkk, 2012 ) :

KARAKTERISTIK NYERI AKUT NYERI KRONIK


Tujuan / keuntungan Memperingatkan adanya Tidak ada
cedera atau masalah
Awitan Mendadak Terus / menerus atau intermiten
Letaknya Supersial, pada permukaan Dapat bersifat supersifisal
kulit, bersifat local ataupun dalam, dapat berasal
dari organ-organ dalam mulai
dari otot, dan bagian lain
Manajemen tatalaksana Obat analgetik sebagai Mengobati dan memperbaiki
alternative penyebab sebagai alternative
utama
Intensitas Ringan – berat Ringan – berat
Durasi Singkat (beberapa detik – 6 Lama ( > 6 bulan)
bulan)
Respon atonom  Konsisten dengan System tubuh mulai beradaptasi
respon stress simpatis dapat. Dapat berupa lokal
11

 Frekuensi jantung adaptasi sindrom ataupun


meningkat general adaptasi sindrom
 Volume sekuncup
meningkat
 Tekanan darah
meningkat
 Dilatasi pupil
 Otot-otot menegang
 Matilitas usus turun
 Saliva berkurang
Komponen Psikologis Ansietas  Depresi
 Mudah marah
 Menarik diri
 Gangguan tidur
 Libido turun
 Nafsu makan turun
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, neuralgia
trigeminal
Diikuti dari Brunner & Sudddarth; (2002), Buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah,

Edisi 8 (terjemahan), Jakarta : EGC.

3. Jenis-jenis Nyeri

Price & Wilson (2005) dalam mohamad judha dkk (2012),

mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau sumber, antara lain:

a. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan

subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat

berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit hanya
12

yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis atau

seperti terbakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan

nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.

b. Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendan ,

ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih

sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit dan cenderung menyebar

ke daerah sekitarnya.

c. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organorgan tubuh.

Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri

somatik dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga.

Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau

distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan peradangan.

d. Nyeri alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh

tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke

dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis yang

sama dengan viksus yang nyeri tersebut berasal dari masa mudingah, tidak

hanya di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.

e. Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari

sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan

perasaan nyeri. Dengan demikian, less di SST atau SSP dapat menyebabkan
13

gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki

kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Dengan

demikian, nyeri sering bertambah parah oleh stress emosi atau fisik (dingin,

kelelahan) dan mereda oleh relaksasi.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Perry &

Potter (2005), antara lain:

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri , khususnya pada

anak dan lansia Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara

kelompok usia ini.

b. Jenis kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon

terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor bi-

okimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa

memperhatikan jenis kelamin.

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Menurut Clancy dan Vicar ( Perry & Potter, 2005 ), menyatakan bahwa

sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang.

d. Makna nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda apabila nyeri

tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan


14

tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan klien berhubungan

dengan makna nyeri.

e. Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat

sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri.

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali

meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu

perasaan ansietas (Perry, Potter 2005).

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan sensasi

nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat

menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam

jangka lama.

h. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan

menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila

individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa

pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya.

i. Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa

kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.


15

j. Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran

orang-orang terdekat klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang

bermakna bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

5. Fisiologi Nyeri

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat

kimia (substansi P (peptida), bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian

menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah

yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai

impuls elektroldmia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah

pada spinal yang menerima sinyal dan seluruh tubuh). Pesan kemudian

dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas,

dingin, nyeri, dan sentuhan dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di

mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai

sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat

kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang

terluka.

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan receptor dan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nosiceptor, merupakan ujung saraf bebas

dalam kulit, yang terbagi dalam dua komponen yaitu serabut A (delta) yang

merupakan serabut komponen cepat dan serabut C yang merupakan komponen

lambat ( Tamsuri, 2007 )

Sigit Nian, 2010 mengatakan, Serabut A mengirim sensasi yang tajam,


16

terlokalisasi, dan jelas dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi

intensitas nyeri. Serabut C menyampaikan impuls yang tidak terlokalisasi

(bersifat difusi), viseral dan terusmenerus. Sebagai contoh mekanisme kerja

serabut A-delta dan serabut C dalam suatu trauma adalah ketika seseorang

menginjak paku, sesaat kejadian orang tersebut dalam waktu kurang dari 1 detik

akan merasakan nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan transmisi

serabut A., dan beberapa detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai seluruh kaki

terasa sakit karena persarafan serabut C.

Tahap selanjutnya impuls nyeri kemudian ditransmisikan sarat afferen

(A-delta dan C) ke medulla spinalis melalui dorsal horn, di mana impuls akan

bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan III). Impuls kemudian

menyeberang keatas melewati traktus spinothalamus anterior dan lateral.

Beberapa impuls yang melewati traktus spinothalamus lateral diteruskan

langsung ke thalamus. Di bagian thalamus dan korteks serebri inilah individu

kemudian dapat mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi,

menginterpretasikan dan mulai berespon terhadap nyeri.

Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus

pada bagian tengah medulla spinalis, yang mengatur perilaku emosi dan kognitif,

serta integrasi dari sistem saraf otonom. akan membangkitkan emosi, sehingga

timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar keringat

dingin dan jantung berdebar-debar


17

Secara singkat proses terjadinya nyeri ( Sigit Nian, 2010 )

Stimulus
Stimulus nyeri:
nyeri: Biologis,
Biologis, zat
zat kimia,
kimia, panas,
panas, listrik
listrik serta
serta mekanik.
mekanik.

Stimulus nyeri
Stimulus nyeri menstimumulasi
menstimumulasi nosiseptor
nosiseptor di
di perifer
perifer

ImpulsImpuls
nyeri diteruskan oleh serat
nyeri diteruskan olehafferent (A-delta
serat afferent & C) ke
(A-delta medulla
& C) spinalis
ke medulla melalui
spinalis dorsal horn
melalui

Impuls berinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan III)

Impuls melewati traktur spinothalamus.

Impuls masuk ke formation retikularis Impuls langsung masuk ke thamulus

Sistem limbic fast pain

Slow pain

- Timbul respon emosi


- Respon otonom: TD meningkat, keringat dingin

6. Teori Nyeri

Terdapat berbagai teori untuk menghasilkan rangsang nyeri ( Tamsuri, 2007 ) :

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory)

Teori ini digambarkan oleh “Descartes” pada abad ke-17. teori ini didasarkan

Dada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus

mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri

dan mentransmisikanya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke

thalamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi

sehingga timbul respons nyeri.


18

b. Teori Pola (Pattern theory).

Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang

mampu menghantarkan rangsangan dengan cepat dan lambat. Kedua

serabut saraf tersebut bersinapsis pada medulla spinalis dan meneruskan

informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input sensori nyeri

yang menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri.

Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla

spinalis dan merangsang aktivitas sel T. hal ini mengakibatkan suatu

respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri,

serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga

menimbulkan nyeri.

c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Melzack & Wall pada tahun 1965 pertama kali mengusulkan teori

mekanisme nyeri yakni teori “Gate Controt” mereka menjelaskan teori

gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat semacam "pintu gerbang"

yang dapat memfasilitasi atau memperlambat trausmisi sinyal nyeri.

Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat syaraf besar dan kecil

yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat

syaraf besar akan meningkatkan aktivitas substansi gelatinosa yang

mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T

terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.

Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri Hasil

persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat

eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. rangsangan pada serat


19

kecil akan menghambat aktivitas substansi gelatinosa dan membuka pintu

mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan

menghantarkan rangsangan nyeri.

Endorphin juga mempengaruhi transmisi impuls yang diartikan

sebagai nyeri. Endorphin dapat berupa neourotransmitter atau neuro

modulator yang menghambat transmisi pesan nyeri Tingkat endorphin

berbeda setiap orang yang menghambat transmisi pesan nyeri

7. Pengukuran Skala Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah

nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007).

a. Face Pain Rating Scale

Skala wajah Wong dan Baker, pengukuran skala nyeri untuk anak usia

pra sekolah dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain

Rating Scale yaitu terdiri dan 6 wajah kartun mulai dari wajah yang

tersenyum untuk "tidak ada nyeri" hingga wajah yang menangis untuk "nyeri

berat".
20

b. Graphic Rating Scale (Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana)

Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri,

biasanya dipakai untuk 4 – 17 tahun. Grapic rating scale di kembangkan oleh

Vas untuk menambah kata-kata atau angka diantara awal dan akhir skala.

0 1 2 3 4 5
Tidak ada Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri
nyeri ringan sedang hebat sangat hebat paling hebat

c. Skala Intensitas Nyeri Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri
Nyeri sedang
nyeri hebat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri berat
Tidak
tidak
nyeri P Nyeri ringan Nyeri sedang
Nyeri berat
terkontrol
terkontrol
Perawat dapat menanyakan kepada klien tentang nilai nyerinya dengan

menggunakan skala 0 sampai 10 atau skala yang serupa lainnya yang

membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Nyeri yang

ditanyakan pada skala tersebut adalah sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi nyeri untuk mengevaluasi keefektifannya (Tamsuri, 2007).


21

d. Visual Analog Scale (VAS)

Skala Analog visual

Tidak ada Nyeri Nyeri Paling Hebat

Visual analog scale tidak melabel subsidi VAS merupakan suatu garis

lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki skala

pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat

merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka.

Visual Analog Scale digunakan dengan garis horizontal 10 cm dengan

menambahkan kata-kata pada garisnya seperti tidak ada nyeri, dan nyeri

sangat beret. Pasien membuat sebuah tanda sepanjang garis untuk

mengungkapkan intensitas nyeri, angka diperoleh dengan mengukur

millimeter dan awal sampai akhir pengukuran dan pasien akan langsung

menandainya (Sigit Nian, 2010 ).

e. Penilaian Skala Nyeri secara obyektif

Penilaian nyeri secara obyektif (obyektif Tool for Measuremant of

pain) diambil dari W. Chambers and Prince (Syahriyani,2010), dimana terdiri

dari sembilan item penilaian yaitu : perhatian, ansietas, verbal, respirasi,

suara, nausea, muskuloskletal, ketegangan otot dan ekspresi wajah. Dengan


22

nilai pengukuran 1-9 : tidak ada nyeri, 10-18 : Nyeri ringan, 19-27: nyeri

sedang, 2836 : nyeri berat dan 37-45 : nyeri berat sekali. Untuk penilaian

respon pasien terhadap nyeri dapat dilihat pads tabel sebagai berikut:

Tabel
Penilaian intensitas nyeri secara obyektif (obyektif Tool for Measurement of pain)
ITEM 5 4 3 2 1
Hampir
Sebagian Sedikit Tidak ada
sepenuhnya Lebih
perhatian perhatian perhatian
tertuju pada memperhatikan
PERHATIAN pada nyeri, pada nyeri, nyeri,
nyeri, sangat nyeri, agak sulit
mudah mudah gampang
sulit dialihkan
dialihkan dialihkan dialihkan
dialihkan
Sangat Sedikit
Tidak tegang
tegang, Tegang, mudah Agak tegang, tegang,
tidak mudah
ANSIETAS mudah marah dan mudah marah mudah
marah dan
marah dan khawatir dan khawatir marah dan
khawatir
khawatir khawatir
Tidak
Ada nyeri tegang, tidak
Sedikit
VERBAL yang sangat Ada nyeri hebat Agak nyeri mudah
nyeri
hebat marah dan
khawatir
Respirasi Agak Sedikit Respirasi
RESPIRASI Ada Respirasi
sangat jelas respirasi respirasi normal
Berteriak Berbicara
Merintih Mengeluh
atau Merintih dengan dengan
SUARA dengan dengan
menangis keras tekanan
lembut lembut
tersedu normal
Tidak
Mengatakan Perasaan Merasa
NAUSEA Muntah merasa mual
ingin muntah sakit perut mual

MUSKOLOS Sangat Gelisah Agak gelisah Sedikit Tenang


23

KLETAL gelisah gelisah


KETEGANGA Sangat Sedikit
Tegang Agak tegang Relaks
N OTOT tegang tegang
EKSPRESI Bermuka Agak Sedikit Tidak
Mengerut
WAJAH masam mengerut mengerut mengerut
Diambil dari W. Chambers and Prince.

B. Konsep Teknik Relaksasi Napas Dalam

1. Pengertian

Teknik relaksasi adalah suatu tekhnik merilekskan ketegangan otot yang

mendukung rasa nyeri.Teknik relaksasi napas dalam merupakan metode yang

dapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis, merupakan

latihan pernapasan yang menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernapasan,

frekuensi jantung dan ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri, ansietas

dan ketegangan otot (Tamsuri, 2007).

Tindakan relaksasi napas dalam dapat dipandang sebagai pembebasan fisik

dan mental dari tekanan dan stress. Dengan relaksasi, klien dapat mengubah

persepsi terhadap nyeri. Kemampuannya dalam melakukan relaksasi fisik dapat

menyebabkan relaksasi mental. Relaksasi dapat memberikan efek secara langsung

terhadap fungsi tubuh seperti : ( Tamsuri, 2007 )

a. Penurunan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan.

b. Penurunan konsumsi oksigen oleh tubuh.

c. Penurunan ketegangan otot.

d. Meningkatkan kemampuan konsentrasi.

e. Menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan


24

Teknik relaksasi merupakan tindakan pereda nyeri non invasif, teknik

relaksasi yang teratur dapat bermanfaat untuk mengurangi keletihan dan

ketegangan otot yang dapat meningkatkan kualitas nyeri (Smeltzer & Bare, 2010)

Indikasi dari pemberian teknik relaksasi :

a. Teknik relaksasi dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stres psikologis

b. Teknik relaksasi efektif dilakukan pada pasien-pasien yang mengalami nyeri

kronis ataupun pasca operasi

Menurut Smelterzer & Bare ( 2010 ) dapat disimpulkan bahwa teknik

relaksasi napas dalam merupakan suatu intervensi keperawatan secara mandiri

dimana perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas

dalam, napas lambat menahan ( menahan inspirasi secara maksimal ) dan

bagaimana menghembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, tehnik tarik napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru

dan meningkatkan oksigenasi dan menurunkan ketegangan otot.

2. Fisiologi Relaksasi Napas Dalam

Smelzer & Bare ( 2010 ) juga menjelaskan dengan relaksasi napas dalam

dapat meningkatkan sirkulasi lokal dan menurunkan ketegangan otot. Pelepasan

substansi oleh karena adanya luka menyebabkan sensasi nyeri . Relaksasi ini bisa

mengurangi pelepasan bahan kimia yang menyebabkan respon inflamasi pada

jaringan lokal sehingga timbul penurunan sirkulasi lokal. Spasme atau

peningkatan tonus otot disebabkan dari efek syaraf simpatis, dengan relaksasi

rangsangan simpatis dapat meminimalkan sehingga tonus bisa menurun.


25

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh tehnik relaksasi terletak

pada fisiologi system syaraf otonom yang merupakan bagian dari system syaraf

perifer yang mempertahankan homeostasis lingkungan internal individu. Pada

saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan

substansi P akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan

vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan

berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,

mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolism otot yang

menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan di

peresepsikan sebagai nyeri.

3. Tujuan relaksasi napas dalam

Tujuan napas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih

terkontrol dan efisiensi serta untuk mengurangi kerja napas, meningkatkan inflasi

alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas,

menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak

terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang

terperangkap serta mengurangi kerja bernapas ( suddart & Brunner, 2002 )

Napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi

alveoli atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan

efisiensi batuk dan mengurangi stress (A.Aziz Alimul, 2007 )

Menurut Anas Tamsuri, 2007, Tehnik relaksasi napas dalam efektif untuk

membantu dalam menurunkan respon terhadap nyeri, memberi control situasi,

menghilangkan ketidaknyamanan, memperbesar efek terapi, memfokuskan


26

perhatian, menurunkan ketegangan otot.

Oleh Sebab itu pengarahan pada individu untuk dapat melakukan dengan

benar dan perawat menjelaskan secara detail serta menggambarkan sensasi

umum yang akan dirasakan oleh klien, perawat bertindak sebagai pembimbing

untuk melakukan setiap tahapan latihan (Potter and Perry, 2005)

Supaya teknik relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan

partisipasi individu dan kerja sama. Teknik relaksasi diajarkan hanya pada saat

klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut, hal ini dikarenakan

ketidakmampuan berkonsentrasi membuat latihan menjadi tidak efektif.

4. Prosedur Tehnik Relaksasi Napas Dalam

a. Pengertian

Merupakan metode efektif dengan teknik relaksasi sederhana terdiri

atas nafas abdomen menggunakan diafragma dengan frekuensi lambat,

berirama dan terkontrol serta latihan kontraksi relaksasi kelompok otot.

sehingga memungkinkan abdomen terangkat berlahan dan dada

mengembang penuh untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang

mengalami nyeri. Ada tiga hal utama dalam tehnik relaksasi,

( perawat.blogspot.com/2012/06/SPO tehnik mengatasi nyeri )

1) Posisikan pasien dengan tepat

2) Pikiran beristirahat

3) Lingkungan yang tenang


27

b. Tujuan

 Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

 Meningkatkan rasa nyaman.

 Merelaksasikan otot-otot pernapasan

c. Prosedur Pelaksanaan

1) Tahap Prainteraksi

 Membaca status pasien

 Menyiapkan alat

 Mencuci tangan

2) Tahap Orientasi

 Memberikan salam terapeutik

 Validasi kondisi pasien

 Menjaga privasi pasien

 Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien


dan keluarga

3) Fase Kerja

 Berikan kesempatan kepada pasien bertanya jika ada yang kurang


jelas

 Atur posisi pasien dengan rileks tanpa beban fisik

 Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam melalui hidung dengan


mulut tertutup sehingga rongga paru berisi udara

 Instruksikan pasien secara perlahan menghembuskan udara


28

membiarkannya keluar dari setiap bagian anggota tubuh melalui


mulut dengan bentuk mulut mencucu atau seperti orang meniup, pada
waktu bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhatian betapa
nikmat rasanya.

 Instruksikan pasien untuk bernapas dengan irama normal beberapa


saat ( 1-2 menit ).

 Instruksikan pasien untuk bernapas dalam, kemudian


menghembuskan secara perlahan dan merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru kemudian mengalir
keseluruh tubuh dan rasakan kehangatannya.

 Instruksikan pasien untuk mengulangi tehnik ini apabila rasa nyeri


kembali lagi

 Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan


secara mandiri

4) Tahap Terminasi

 Evaluasi hasil kegiatan ( kognitif dan psikomotor )

 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

 Akhiri kegiatan dengan baik ( salam terapeutik )

 Cuci tangan

5) Dokumentasi

 Catat waktu pelaksanaan tindakan

 Catat respon pasien

 Paraf dan nama perawat jaga


29

C. Konsep Apendisiksitis

1. Pengertian

a. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai

semua umur balk laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang

laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2008).

b. Apendisitis adalah peradangan pada verformisis apendiks (Danis Difa, 2003).

2. Penyebab

a. Appendiksitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai

faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe,

fekalit, tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendiksitis ialah

erosi mukosa appendiks akibat parasit seperti E.histolyca.

(Sjamsuhidajat,2010)

b. Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma (Mansjoer, 2008).

3. Klasifikasi

Klasifkasi apendisitis terbagi kedalam 3 jenis yaitu

a. Apendisitis akut terbagi atas : apendisitis akut fokalis atau segmentalis yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis purulenta difusi yaitu
30

apendisitis dimana terdapat tumpukan nanah

b. Apendisitis kronis dibagi atas apendisitis kronis fokalis atau parsial yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis kronis obliteritiva yaitu

apendiks miring, biasanya ditemukan pads usia tua.

c. Apendisitis perporata : perforasi apendiks yang akan mengakibatkan

peritonitis yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat dengan

menyebar ke seluruh area, perut menjadi tegang, nyeri tekan.

4. Patofisiologi

Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri

abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam

terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya apendiks yang

terinflamasi berisi pus (Smeltzer and bare, 2002).

Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya atau neoplasma, obstuksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang

meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa, pada saat inilah terjadi apendisitis akut

fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium (Mansjoer, 2008).

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
31

menembus dinding apendiks, peradangan yang timbul akan meluas dan

mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan

bawah, keadaan ini disebut dengan apendisiti supuratif akut, bila kemudian aliran

darah arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangren, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa, bila dinding tersebut

telah rapuh dan pecah disebut apendisitis perforasi (Mansjoer, 2008).

5. Manifestasi Klinis

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,

muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila

dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila

tekanan dilepaskan, (Brunner&sundart 2002). Gejala khas apendisitis ialah nyeri

samar- samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium

isekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.

Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah

kekanan bawah ketitik McBurney. (Sjamsuhidajat,2010).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit 10.000-

20.000/m1 dengan peningkatan jumlah notrofil. Pemeriksaan urine juga perlu

dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran

kemih, pada kasus akut tidak dibolehkan melakukan barium enema, sedangkan

pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan, pemeriksaan USG dilakukan bila

terjadi infiltrat apendikularis (Mansjoer, 2008).


32

7. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10% sampai 32%,

insiden lebih tinggi pads anak kecil dan lansia, perforasi secara umum terjadi 24

jam setelah awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu 37,7°C atau

lebih tinggi, penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu

(Smeltzer, 2002).

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding

perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umu atau terjadi abses yang

terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi

dengan peritonitis umum atau pembentukan abses sejak pasien pertama kali

datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi abses apendiks akan

teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah

rektum atau vagina (Mansjoer, 2008).

8. Asuhan Keperawatan pasien Apendiktomi

Apendiktomi adalah eksisi pada apendiks yang mengalami peradangan atau

apendiks vermiforsis (Danis Difa, 2003). Penatalaksanaan apendisitis adalah

dengan tindakan pembedahan (Smeltzer, 2002).

a. Pengkajian :

Pre Operatif Apendik :

Untuk kelancaran pembedahan , klien dan keluarganya perlu mengetahui

beberapa informasi yang berkaitan dengan prosedur pembedahan. Informasi

tersebut penting mengingat klien mempunyai hak untuk menyetujui atau

menolak intervensi yang akan diberikan. Disamping itu perawat juga


33

mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan

proses penyembuhan klien sesuai dengan standar keperawatan. Beberapa

prosedur yang perlu disiapkan secara kolaboratif antara dokter dengan

perawat sebelum klien menjalani pembedahan antara lain melakukan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan persiapan lainnya seperti

melakukan enema, cukur, memberi dukungan psikologi dan spiritual, serta

memberikan pendidikan kesehatan (Kozier, dkk,2004). Menurut potter &

perry, 2006 Pembedahan, terapi, dan posisi dapat menimbulkan nyeri

pascaoperatif pada klien. Perawat perlu mengkaji pengalaman nyeri klien

sebelumnya, metode pengontrolan nyeri yang biasa digunakan, penggunaan

obat-obatan penghilang rasa nyeri, pengetahuan klien, harapan dan metode

manajemen nyeri yang dipilih serta harapan atau perhatian keluarga tentang

manajemen nyeri. Untuk itu pendidikan kesehatan menjadi sangat penting

untuk dipersiapkan sebelum pembedahan mengingat pengalaman menjalani

operasi merupakan peristiwa kompleks yang sangat menegangkan. Informasi

melalui pendidikan kesehatan yang perlu disampaikan sebelum apendiktomi

diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan dan rasa nyeri, salah

satunya adalah diajarkan latihan napas dalam. (Kozier dkk, 2004 ).

Paska Operatif Apendik :

Menurut potter & perry, 2006 setelah pembedahan, perawatan klien dapat

menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk

mengkaji kondisi pasca operatif perawat mengandalkan informasi yang

berasal dari hasil pengkajian keperawatan preoperative. Informasi ini

membantu perawat mendeteksi adanya perubahan. Pemeriksaan yang


34

pertama kali perawat lakukan meliputi pemeriksaan kondisi umum klien

termasuk tanda-tanda vital, Respiratori ( kepatenan jalan napas adalah

kedalaman, frekuensi dan bunyi dnapas ),sirkulasi ( TD, N, SH, RR, warna

kulit, kapilari refill, kulit teraba dingin atau tidak ), tingkat kesadaran

(Penilaian kesadaran secara kualitatif dan kuantitatif ), kondisi balutan dan

drain, status infuse cairan, tingkat rasa nyaman ( tipe nyeri dan lokasi, mual,

muntah, perubahan posisi yang dibutuhkan ), integritas kulit dan psikologis.

Perawat mengkaji klien secara rutin minimal setiap 15 menit pada 1 jam

pertama, setiap 30 menit selama 1 sampai 2 jam berikutnya, setiap 1 jam

selama 4 jam berikutnya dan selanjutnya setiap 4 jam.

b. Diagnosa Keperawatan ( Nanda 2011, NIC dan NOC 2007 )

Pre Operatif apendik :

1) Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya

berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi, terbatasnya

kognitif

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri ( proses penyakit )

Pasca Operatif apendik :

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ( insisi pembedahan

pada apendiktomi )

2) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake nutrisi inadekuat ditandai dengan factor biologis ( mual,

muntah, puasa )
35

3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive, insisi post

pembedahan

4) Resiko Perdarahan

Dari diagnosa keperawatan diatas, penelitian ini akan berfokus pada

diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ( insisi

pembedahan pada apendiktomi ). Diagnosa keperawatan gangguan rasa

nyaman nyeri ini menjadi fokus dalam penelitian ini, karena Menurut Mustawan

(2008) nyeri merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan dan salah satu

ketakutan terbesar pasien pada tindakan pembedahan atau operasi, padahal nyeri

setelah pembedahan adalah hal yang normal ( Potter, 2005 ).

c. Intervensi Keperawatan ( Nanda 2011, NIC dan NOC 2007 )

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ( insisi pembedahan pada

apendiktomi )

Tujuan :

 Tingkat kenyamanan klien meningkat

 nyeri terkontrol

Khriteria Hasil :

 Klien melaporkan nyeri berkurang

 Skala nyeri 2 – 3

 Expresi wajah tenang

 Klien mampu istirahat

 Vital sign TD:120/80 mmhg , N:60/100 x/mt , RR:16-20 x/mt


36

Intervensi :

 Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

 Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan.

 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

klien sebelumnya

 Kontrol factor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan.

 Kurangi factor presipitasi nyeri.

 Pilih dan lakukan penangan nyeri (Farmakologis atau non Farmakologis)

 Ajarkan tehnik non farmakologis ( relaksasi, distraksi dan lain-lain ) untuk

mengatasi nyeri

 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

 Cek program pemberian analgetik : jenis, dosis dan frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

 Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik

 Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul

 Evaluasi evektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping

Discharge Planning :

Dalam persiapan pulang, perawat perlu menentukan kebutuhan klien dan

keluarga, kekuatan dan sumber-sumbernya saat membuat perencanaan pulang.


37

Dengan menggunakan data pengkajian, perawat menyesuaikan rencana

penyuluhan untuk klien dan keluarga ( Kozier, 2011 ), antara lain :

 Ajarkan klien untuk membuat catatan harian nyeri untuk memantau awitan

nyeri, aktivitas sebelum nyeri, penggunaan analgesic atau tindakan pereda

lain dan seterunya.

 Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologi tehnik relaksasi napas dalam

 Diskusikan kerja, efek samping, dosis dan frekuensi pemberian obat

analgetik yang telah diresepkan.

 Berikan informasi akurat mengenai toleransi, ketergantungan fisik dan

ketagihan jika analgetik diresepkan dan topic-topik ini perlu diperhatikan.

 Instruksikan klien untuk menggunakan upaya pengendalian nyeri sebelum

nyeri menjadi berat

 Menggunakan tindakan pereda nyeri yang diyakini klien efektif, karena

klien adalah orang yang berwenang atas nyerinya sendiri

 Informasikan klien mengenai efek nyeri yang tidak di atasi

 Bina hubungan saling percaya, dapat meningkatkan ekspresi pikiran dan

perasaan klien serta meningkatkan efektifitas terapi nyeri yang sudah

direncanakan
38

D. Penelitian Terkait

Penelitian menunjukkan dengan menggunakan tehnik relaksasi napas dalam 60%

sampai 70% klien dengan nyeri dianggota tubuhnya yang disertai dengan

ketegangan dapat mengurangi aktivitas nyeri sampai 50% (Potter & Perry, 2005).

Menurut penelitian Endah Estria (2011) yang berjudul “Pengaruh Tehnik Relaksasi

Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Post Op Laparatomi” dengan sampel 20

responden didapatkan hasil ada perbedaan antara pre dan post perlakuan tehnik

relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri dengan p value 0,000. Hasil penelitian

Ernawati (2010) yang berjudul “Terapi Relaksasi Terhadap Nyeri Dismenore”

dengan sampel 50 responden didapatkan hasil ada perbedaan yang bermakna antara

nyeri dismenore sebelum dan sesudah dilakukan tehnik relaksasi napas dalam

dengan p value 0,000. Adapula menurut penelitian Fifi Nuraeni (2006) yang

berjudul “Tehnik Relaksasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Yang Terjadi Pada

Pasien Hipertensi” dengan sampel 10 responden di dapat hasil ada hubungan tehnik

relaksasi dengan penurunan tekanan darah dengan p value 0.003. dengan demikian

dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruk tehnik relaksasi napas dalam untuk

menurunkan nyeri pada klien post op laparatomi, dismenore dan hipertensi ternyata

cukup bermakna dan keberhasilan tehnik relaksasi ini sangat dipengaruhi oleh

keterlibatan perawat dalam memberikan penjelasan, arahan dan bimbingan pada

klien.

E. Kerangka Teori

Tehnik Relaksasi napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri ( Smeltzer &

Bare, 2010 ). Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh tehnik relaksasi, terletak
39

pada fisiologi system syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf

perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat

terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin, dan substansi,

akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang

akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme

otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan

meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls

nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.

Dengan Merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme, terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami spasme dan iskemik. Tehnik relaksasi napas dalam dipercaya mampu

merangsang tubuh melepaskan opiate endogen yaitu endorphin atau enkefalin

(Smeltzer & Bare, 2010) yaitu analgesik alami yang dimiliki oleh tubuh manusia

yang merupakan neurohormon. Endorphin akan meningkat di dalam darah saat

seseorang mampu dalam keadaan rileks atau tenang dan endorphin tersebut dapat

menurunkan intensitas nyeri.


40

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pada bab ini akan menguraikan kerangka konsep penelitian, Hipotesa, Definisi

operasional. Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan berfikir untuk

melakukan suatu penelitian yang dikembangkan dari tujuan teori yang telah dibahas

sebelumnya. Hipotesis alternatif dan definisi operasional diperlukan untuk memperjelas

maksud dari suatu penelitian yang dilakukan.

A. Kerangka Konsep

Nyeri paska operasi sering menjadi masalah bagi pasien dan merupakan hal

yang paling mengganggu, sehingga perlu dilakukan intervensi keperawatan untuk

menurunkan nyeri. Salah satu bentuk intervensi tersebut adalah tehnik relaksasi tarik

napas dalam, perawat menghabiskan lebih banyak waktu bersama pasien

dibandingkan dengan tenaga perawatan professional lainnya, maka perawat

mempunyai kesempatan untuk menghilangkan nyeri dan efek yang membahayakan

(Smeltzer & Bare, 2002).

Dengan tehnik Relaksasi Tarik napas dalam tersebut, diharapkan dapat

menurunkan rasa nyeri pada pasien dengan paska Operasi apendik, kerangka konsep

untuk penelitian ini akan digambarkan dalam skema berikut:

Pre Intervensi Intervensi Post Intervensi


Mengetahui skala nyeri Diberikan tehnik Mengetahui skala nyeri
Pre Intervensi Relaksasi tarik napas dalam Post Intervensi
Pada pasien paska operasi Pada pasien paska operasi Pada pasien paska operasi
Apendik Apendik Apendik
41

Berdasarkan kerangka konsep diatas, tindakan apendiktomi dapat menyebabkan nyeri

pasca operasi. Bilamana diberikan tehnik relaksasi tarik napas dalam, diharapkan terjadi

penurunan nyeri yang dirasakan pasien.

B. Hipotesa Penelitian

Sesuai dengan studi kepustakaan maka perlu diformulasikan hipotesa pada

penelitan ini sebagai berikut: “Ada pengaruh tehnik Relaksasi tarik napas dalam

terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien paska operasi apendik di Rumah

Sakit Tugu Ibu Depok tahun 2013.

C. Definisi Operasional

Definisi
Variabel Alat cara Hasil Ukur Skala
Operasional

Tehnik Latihan napas dalam Standar Pasien Sesuai atau Ordinal

Relaksasi merupakan cara Prosedur menarik napas tidak sesuai

Napas bernapas yang dapat Operasional dalam melalui dengan SPO

Dalam digunakan untuk Tehnik hidung dengan Tehnik

merileksasikan Relaksasi mulut tertutup Relaksasi

ketegangan otot yang napas dalam dan napas Dalam

dapat menunjang dan lembar menghembusk dan

nyeri, dan untuk observasi an udara pelaksanaan

memperbaiki keluar nya dibimbing

ventilasi alveoli atau perlahan atau mandiri

memelihara melalui mulut

pertukaran gas, dan dengan bentuk


42

dapat membantu mulut

mengontrol saat mencucu

terjadi nyeri pada seperti orang

pasien paska operasi meniup.

apendik

Nyeri Pre Suatu sensasi yang Lembar Mengobserva Nilai 0 : Tidak Interval

intervensi tidak menyenangkan Observasi si tingkat nyeri nyeri

dimana pasien pasien dengan Nilai 1-3 :

merasakan tingkat menggunakan nyeri ringan

nyeri sebelum skala nyeri Nilai 4-6 :

dilakukan intervensi numerik, Nyeri sedang

tehnik relaksasi dengan cara Nilai 7-9 :

napas dalam. menanyakan Nyeri berat

kepada klien terkontrol

tentang rasa Nilai 10 :

nyerinya Nyeri berat

tidak
berada pada
terkontrol
angka berapa

jika

menggunakan

angka 0

sampai 10.
43

Nyeri Post Suatu sensasi yang Lembar Mengobserva Nilai 0 : Tidak Interval

intervensi tidak menyenangkan Observasi si tingkat nyeri nyeri

dimana pasien pasien dengan Nilai 1-3 :

merasakan tingkat menggunakan nyeri ringan

nyeri setelah skala nyeri Nilai 4-6 :

dilakukan intervensi numerik, Nyeri sedang

tehnik relaksasi dengan cara Nilai 7-9 :

napas dalam. menanyakan Nyeri berat

kepada klien terkontrol

tentang rasa Nilai 10 :

nyerinya Nyeri berat

tidak
berada pada
terkontrol
angka berapa

jika

menggunakan

angka 0

sampai 10.
44

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitan ini dilakukan menggunakan desain Quasi Eksperimen, dengan

menggunakan rancangan One Groups Pre Test dan Post Test Design, yaitu penelitian

yang menggunakan satu kelompok subyek, yang bertujuan untuk memperoleh

gambaran tentang pengaruh tehnik relaksasi tarik nafas dalam terhadap penurunan

intensitas nyeri pada pasien paska operasi apendik. Pasien diberikan penjelasan

mengenai tujuan, manfaat serta cara/langkah tehnik relaksasi tarik napas dalam.

Setelah itu dilakukan pengukuran pre dan post intervensi tehnik relaksasi tarik napas

dalam untuk mengetahui adanya pengaruh terhadap penurunan skala nyeri.

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap ( Ruang Flamboyan dan Ruang

Mawar ) Rumah Sakit Tugu Ibu Depok tahun 2013.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari Tahun 2013.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitia adalah Subjek penelitian yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitan ini adalah pasien
45

paska operasi apendik yang ada di ruang rawat inap Rumah Sakit Tugu Ibu

Depok, pada Bulan Januari 2013, berjumlah 6 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian ini di ambil dengan metode purposive sampling yaitu tehnik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan

kriteria inklusi, sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik populasi yang

telah ditentukan sebelumnya. Dan sampel ini juga merupakan sampel jenuh yang

mengambil semua populasi menjadi sampel yaitu berjumlah 6 responden,

Dengan Kriteria Sampel sebagai berikut :

- Pasien yang telah menjalani tindakan apendiktomi selama penelitian

berlangsung.

- Pasien sudah bebas dari anastesi

- Pasien sudah kooperatif dan dapat berkomunikasi dengan baik

- Usia 15 – 45 tahun

- Kesadaran Compos mentis dan dalam keadaan relaks.

- Bersedia menjadi responden tanpa ada unsur paksaan dari siapapun.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan data karakteristik Subjek yang diperlukan dalam satu penelitian

(Hidayat, 2008).
46

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data terdiri dari :

- Lembar observasi yang terdiri dari identitas responden dan untuk mencatat

intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan Intervensi relaksasi napas

dalam untuk mengetahui penurunan Intensitas nyeri pada pasien paska

operasi apendik.

- Gambar skala nyeri numerik dengan menggunakan skala nyeri 0 – 10, untuk

mengukur tingkat nyeri pre dan post intervensi relaksasi tarik napas dalam

- Lembar standar prosedur operasional relaksasi tarik napas dalam

- SAP ( satuan acara pembelajaran ) sebagai panduan untuk memberikan

pengetahuan pada pasien terkait tehnik relaksasi napas dalam

2. Cara Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan ditempat penelitan dengan cara/alur

sebagai berikut :

Mendatangi kelompok sampel yang dikehendaki sesuai kriteria dan


menjelaskan maksud serta tujuan kedatangan peneliti

Kelompok sampel yang dikehendaki setuju lalu menandatangani lembar


persetujuan responden, kemudian mengisi identitas responden menggunakan
lembar observasi yang telah disediakan
47

Menjelaskan dan mengajarkan prosedur pelaksanaan tehnik relaksasi napas


dalam sebanyak 3 kali yang akan dilakukan responden pada saat setelah
operasi apendik

Mendatangi kelompok sampel paska operasi apendik lalu melakukan Pre test
intensitas nyeri dengan menggunakan lembar observasi penilaian intensitas
nyeri.

Melaksanakan tehnik relaksasi bersama pasien paska operasi apendik

observasi penilaian Post test perubahan intensitas nyeri dengan


menggunakan lembar Intensitas nyeri

Analisa data dengan menggunakan uji T – Dependen

Interpretasi data dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

F. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitan ini, peneliti mengajukan permohonan izin

tertulis dari program studi ilmu keperawatan FKK UMJ yang diserahkan kepada

pihak Rumah Sakit Tugu Ibu Depok. Setelah mendapatkan persetujuan maka peneliti

akan menekankan masalah etik yang meliputi antara lain:


48

1) Lembar Persetujuan menjadi responden

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, subjek bersedia diteliti maka mereka

menandatangi lembar persetujuan tersebut, bila subjek menolak, maka peneliti

tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2) Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak mencantumkan nama responden, cukup

dengan memberi inisial nama pasien.

3) Confidentiality (Kerahasian)

Kerahasian informasi responden yang telah dikumpulkan dijamin oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

penelitian.

G. Pengolahan Data

1. Editing

Pada tahap editing peneliti melakukan pengecekan isian lembar observasi tentang

kelengkapan isian, kejelasan dan konsistensi data yang telah diperoleh.

2. Coding

Pada tahap coding adalah mengubah data berbentuk huruf menjadi angka

sehingga mempermudah pada tahap analisa data dan mempercepat saat entry

data kemudian dengan jumlah variasi hasil pengukuran sehingga mempermudah

pengolahan data dan analisa data melalui komputer.


49

3. Processing

Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah memproses data yang telah terisi secara

lengkap dan telah melewati tahap pengkodean dengan memasukkan seluruh

lembar observasi yang terkumpul kedalam paket program komputer yaitu SPSS

dengan hasil terlampir

4. Cleaning

Proses akhir dalam pengolahan data adalah dengan melakukan pengecekan

kembali data yang sudah di entry untuk melihat ada tidaknya kesalahan terutama

kesesuaian pengkodean yang telah ditetapkan dengan pengetikan melalui

komputer. Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data telah selesai.

Data yang terkumpul dilakukan pengolahan data dan dianalisa menggunakan

program computer ( SPSS ).

H. Analisa Data

Agar lebih bermakna data yang telah dibuat skor dianalisa dengan uji

statistik. Analisa Dilakukan dua tahap, yaitu:

1) Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari data

demografi pasien (umur, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan) dan hasil

observasi mengenai tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan tehnik relaksasi

tarik napas dalam, untuk mengetahui pengaruh tehnik relaksasi tarik napas

dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pasca operasi apendik.


50

2) Analisa Bivariat

Metode analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah Quasi eksperimen,

untuk menguji efektifitas suatu perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang

ingin ditentukan dengan menggunakan uji paired t – test ( Sutanto, 2006 ).

Adapun rumus T- dependent adalah :

T = d
SD
√n

Keterangan :

d : Rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dan sampel 2

SD : Standar Deviasi

n : Jumlah sampel
51

BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada 6 responden paska operasi apendik pada bulan

Januari 2013, diruang rawat inap RS Tugu Ibu Depok. Dengan menggunakan rancangan

one groups pre test dan post test design yaitu penelitian yang menggunakan satu

kelompok subyek, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah pemberian tehnik

relaksasi. Penilaian nyeri dilakukan menggunakan skala numerik.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu

memilih sampel diantara populasi sesuai kriteria inklusi dengan jumlah sampel 6

responden, setelah data terkumpul kemudian data diolah dan disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi dari variabel yang telah diteliti, kemudian dilakukan analisa

terhadap variabel tersebut. Adapun data hasil penelitian ini sebagai berikut:

A. Hasil Analisa Univariat

Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi meliputi umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan adalah sebagai berikut:


52

Tabel 5.1
Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi pasien paska
operasi apendik di ruang rawat inap Rumah Sakit Tugu Ibu Depok Tahun 2013
Karakteristik n %
17 – 25 tahun 3 50,0
Umur 26 – 35 tahun 2 33,3
36 – 45 tahun 1 16,7

Laki - laki 2 33,3


Jenis kelamin
Perempuan 4 66,7

IRT (ibu rumah tangga) 3 50,0

Pelajar 3 50,0

Pekerjaan PNS - -

Wiraswasta - -

Swasta - -

SD - -

SMP - -

Pendidikan SMU 3 50,0

Perguruan Tinggi 3 50,0

Jumlah 6 100,00

Distribusi responden menurut kelompok usia, terbanyak yaitu usia rentang 17

– 25 tahun berjumlah 3 orang ( 50%), sedangkan untuk rentang 26 – 35 tahun

sebanyak 2 orang (33,3%) dan rentang usia 36 – 45 tahun hanya 1 orang (16,7%).

Distribusi responden menurut jenis kelamin, responden lebih banyak perempuan


53

dibanding laki-laki. Perempuan sebanyak 4 orang (66,7%) sedangkan laki-laki

berjumlah 2 orang (33,3%). Distribusi menurut pekerjaan responden juga merata,

yaitu sebagai ibu rumah tangga 3 orang (50,0%) dan responden sebagai pelajar

sebanyak 3 orang (50,0%) Distribusi tingkat pendidikan responden merata untuk

masing-masing tingkat pendidikan. Responden yang berpendidikan SMU yaitu 3

orang (50,0%) sedangkan untuk pendidikan perguruan tinggi sebanyak 3 orang

(50,0%).

B. Hasil Analisa Bivariat

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah intensitas nyeri, dimana akan

dilihat, distribusi variabel tersebut sebelum dan sesudah pemberian tehnik relaksasi

dengan uji T dependent dengan tabel sebagai berikut:

Tabel 5.2
Distribusi rata-rata intensitas nyeri responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi pada pasien paska operasi apendik di ruang rawat Inap Rumah Sakit
Tugu Ibu Depok tahun 2013
Variabel Mean SD SE P Value N

nyeri sebelum intervensi 6,67 1,506 0,615 O,002 6

nyeri sesudah intervensi 4,17 0,753 0,307

Rata-rata intensitas nyeri sebelum intervensi adalah 6,67 dan SD 1,506. Pada

pengukuran setelah intervensi didapat rata-rata intensitas nyeri adalah 4,17 dan SD

0,753. Hasil uji statistik didapatkan nilai P value 0,002 (P < 0,05), maka dapat
54

disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri sebelum

intervensi dan intensitas nyeri setelah intervensi.


55

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Ketersediaan subjek penelitian ( populasi ) relatif kecil sehingga sampel yang

diambil juga sedikit sehingga dimungkinkan kurang representative.

2. Adanya perbedaan tingkat nyeri dan kemampuan memperesepsikan nyeri

berbeda karena banyak foaktor yang mempengaruhi sikap individu dalam

merespon dan mempersepsikan nyeri yang dialami.

3. Alat ukur skala nyeri numerik ini tidak konsisten, secara angka mengalami

penurunan tetapi secara rentang intensitanya tetap ( contoh : skala 4,5,6 masuk

kedalam rentang intensitas nyeri sedang ).

4. Konsentrasi responden terpecah tidak bisa fokus, akibat lingkungan yang kurang

mendukung akibat banyaknya pengunjung.

5. Sulit menilai berapa lama waktu yang dibutuhkan saat relaksasi napas dalam

yamg pertama, kemudian diulang kembali, hal ini disebabkan peresepsi dan

respon setiap individu berbeda.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Analisa Bivariat

Berdasarkan tabel 5.5 distribusi frekuensi dari 6 responden pasien paska

operasi apendik yang menjadi sampel peneliti dan telah dilakukan pengukuran

intensitas nyeri menggunakan penilaian nyeri dengan skala numerik yang artinya
56

nilai 0 = tidak nyeri, nilai 1 – 3 = nyeri ringan, nilai 4 – 6 = nyeri sedang, nilai 7 – 9

= nyeri berat terkontrol, nilai 10 = nyeri berat tidak terkontrol.

Dari hasil uji T didapatkan hasil nilai P value sebesar 0,002 dengan nilai α

sebesar 0,05, maka dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian tehnik relaksasi

terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien paska operasi apendik. Hal ini

dikarenakan tehnik relaksasi napas dalam yang dilakukan dengan baik dan benar

dapat membuat pasien menjadi rileks dan lebih tenang, pernapasan menjadi teratur,

meningkatkan relaksasi otot dan menghilangkan kecemasan, sehingga merangsang

tubuh untuk melepaskan analgesic alami yang dimiliki tubuh yang merupakan

neurohormon yaitu endorphin yang mampu menurunkan rasa nyeri pasien.

Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Potter 2005, agar tehnik relaksasi dapat

efektif, maka diperlukan partisipasi individu, konsentrasi dan lingkungan harus

bebas dari keributan atau stimulus yang menganggu, setelah diberi teknik relaksasi

yang terdiri dari nafas abdomen, dengan frekuensi lambat yang terlebih dahulu

responden diberi posisi yang nyaman dengan memejamkan kedua matanya. Dengan

Merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme, terjadi vasodilatasi

pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami

spasme dan iskemik. Tehnik relaksasi napas dalam dipercaya mampu merangsang

tubuh melepaskan opiate endogen yaitu endorphin atau enkefalin (Smeltzer & Bare,

2010) yaitu analgesik alami yang dimiliki oleh tubuh manusia yang merupakan

neurohormon. Endorphin akan meningkat di dalam darah saat seseorang mampu


57

dalam keadaan rileks atau tenang dan endorphin tersebut dapat menurunkan

intensitas nyeri.

Penelitian Tunner dan Jansen, Almatsier dkk dalam Smeltzer dan Bare (2002),

menyimpulkan bahwa relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri dengan

merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri, hal ini dibuktikan pada

penderita nyeri punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri

pada pasien pasca operasi. Penelitian Lorenzi Miller & Perry ( dalam Smeltzer

2002), telah menunjukkan tehnik relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca operasi,

hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca

operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi agar efektif. hal ini

didukung penelitian yang dilakukan oleh Syahriyani (2010) setelah dilakukan

perlakuan pada kelompok eksperimen paska operasi apendik terdapat penurunan

tingkat nyeri yang sangat signifikan.

Menurut penelitian Endah Estria (2011) yang berjudul “Pengaruh Tehnik

Relaksasi Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Post Op Laparatomi” dengan sampel

20 responden didapatkan hasil ada perbedaan antara pre dan post perlakuan tehnik

relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri. Hasil penelitian Ernawati (2010) yang

berjudul “Terapi Relaksasi Terhadap Nyeri Dismenore” dengan sampel 50

responden didapatkan hasil ada perbedaan yang bermakna antara nyeri dismenore

sebelum dan sesudah dilakukan tehnik relaksasi napas dalam.


58

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang pengaruh tehnik

relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi

apendik diruang rawat inap Rumah Sakit Tugu Ibu Depok Tahun 2013, dapat

disimpulkan :

1. Univariat

 Gambaran karakteristik demografi pasien pasca operasi apendik di

Rumah Sakit Tugu Ibu Depok Tahun 2013 adalah usia termuda 17

tahun dan tertua 42 tahun, dengan pendidikan rata-rata SMU dan

perguruan tinggi, dan Pekerjaan pelajar serta ibu rumah tangga.

 Intensitas nyeri pasien pasca operasi apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu

Depok Tahun 2013 sebelum pemberian tehnik relaksasi adalah dalam

rentang skala nyeri berat terkontrol dengan rata-rata skala nyeri 7

 Intensitas nyeri pasien pasca operasi apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu

Depok Tahun 2013 setelah pemberian tehnik relaksasi adalah dalam

rentang skala nyeri sedang dengan rata-rata skala nyeri 4


59

2. Bivariat

 Ada pengaruh tehnik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri

pada pasien pasca operasi apendik diruang rawat inap Rumah Sakit

Tugu Ibu Depok Tahun 2013, hasil ini sesuai dengan uji statistik,

didapatkan nilai P value = 0,002 (P < 0,05).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan :

1. Bagi Rumah Sakit ( Pelayanan Keperawatan )

Perawat dapat meningkatkan perannya dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan khususnya pelaksanaan tindakan nonfarmakologi tehnik

relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri, dan dibuat menjadi

prosedur tetap di Rumah sakit.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian dapat menjadi sumber referensi khususnya pelayanan

keperawatan, serta sumber pengetahuan di pendidikan keperawatan

3. Bagi Penelitian

Dapat dikembangkan variable nonfarmakologi lain untuk menambah

referensi dalam upaya menurunkan intensitas nyeri.


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Alimul, A.(2006). Keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah, edisi 2 riset keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Arif M, (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Aziz A (2008). Metode penelitian keperawatandan tehnik analisis data. Jakarta :
Salemba Medika
Danis D. (2003), Kamus Istilah Kedokteran. Jakarta : Gita Media Press

Endah Estria (2011). Pengaruh tehnik distraksi relaksasi terhadap penurunan intensitas
nyeri post op laparatomi. Gombong Jawa Tengah, diambil pada tanggal 2 januari
2013 dari jurnal ilmiah kesehatan keperawatan, volume 7,no 1 februari 2011
Ernawati (2010) Terapi relaksasi terhadap nyeri dismenore. Semarang Jawa Tengah,
diambil pada tanggal 2 januari 2013 dari prosiding seminar nasional UNIMUS
2010
Fifi Nuraeni (2006) Tehnik relaksasi terhadap penurunan tekanan darah. Jakarta,
diambil pada tanggal 2 januari 2013 dari http://lib.ugm.ac.id/data/pupdata/
relaksasi.pdf
Judith M.Wilkinson. (2007). Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
NOC. Jakarta : EGC
Kozier & Barbara et al. (2004). Fundamental of Nursing: Consepts, Proses, and
Practice. New Jersey: Pearson Education,Inc.
Kozier & Barbara et al. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses
dan Praktik. Jakarta : EGC
Mansjoer. (2008). Kapita selekta Kedokteran, Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Mohamad J, Sudarti, Afroh F. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Nanda, (2011). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Nursalam.(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Vol .1), Alih bahasa
Komalasari, R., Evriyani, D.,Novieastari, E.,Hany, A., Kurnianingsih, S.
Jakarta:EGC
Perry & Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Vol .2), Alih bahasa
Komalasari, R., Evriyani, D.,Novieastari, E.,Hany, A., Kurnianingsih, S.
Jakarta:EGC
Perry & Potter. (2009). Fundamentals of Nursing seventh edition. Mosby Elsevier

Perawatgk.blogspot.com/2012/06/SPO-Tehnik-mengatasi nyeri.html.: diakses tanggal 1


Januari 2012
Smeltzer & Suzanne C.(2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart.
Edisi 8, vol.2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Smeltzer & Suzanne C.(2010). Textbook of Medical – Surgical Nursing Brunner dan
Suddart. vol.1 . Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Sjam Suhidayat, R & Jong De Wim. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Jakarta:EGC

Sigit N. ( 2010 ). Kosep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta : Yogyakarta : Graha
Ilmu
Saryono. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Nuha Medika

Syahriyani.(2010). Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas nyeri


pada pasien post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU
Pelamonia makasar
Sutanto.(2006). Modul pengolahan data uji istrumen. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Tamsuri. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Wahid, N (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori & Aplikasi Dalam
Praktek. Jakarta ; EGC
Lampiran IV

SATUAN ACARA PEYULUHAN

Pokok pembahasan : Diabetes Mellitus

Sub pokok bahasan : - Pengertian DM

- Macam dan Penyebab DM

- Tanda dan Gejala DM

- Resiko terkena DM

- Komplikasi DM

- Pencegahan dan pengobatan DM

- Cara pemberian injektie insulin

Hari / tanggal : ...............

Tempat : Ruang Cempaka Bawah

Waktu :  30 menit

Sasaran : Pasien Diabetes Melitus

Petugas Penkes : Educator Diabet

1. TIU (Tujuan Intruksional Umum)

Setelah mengikuti penyuluhan tentang Diabetes Mellitus selama  30menit,

Pasien/keluarga mampu memahami tentang Diabetes Mellitus.

2. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus)

Setelah mengikuti penyuluhan tentang Diabetes Mellitus selama 30menit

diharapkan Pasien/ Keluarga mampu :

a. Menjelaskan kembali tentang Pengertian DM

b. Menyebutkan kembali Penyebab DM


c. Mengerti tentang Tanda dan gejala DM

d. Mengerti Komplikasi DM

e. Menjelaskan kembali pengobatan dan pencegahan DM

f. Mampu menggunakan insulin injektie

3. Materi

Terlampir

4. Metode

- Ceramah

- Diskusi

- Tanya Jawab

5. Media

- Flipchart

- Leaflet
Kegiatan belajar mengajar

Tahap Waktu Kegiatan Pemberi Kegiatan sasaran Media


Materi
Pendahuluan 5 menit 1. Memberi salam 1. menjawab salam Flichart
(Orientasi) 10 2. Memperkenalkan diri 2. mendengarkan Leaflet
Tahap kerja menit 3. Menjelaskan TIU,TIK 3. memperhatikan
Penutup 4. Kontak waktu dan 4. Menjawab
(Terminasi) 5menit bahasa
5. Apersepsi 5. menjawab apa yang
diketahui

1. Menjelaskan materi 1. Mendengarkan/


tentang Memperhatikan
- Pengertian DM
- Penyebab DM
- Tanda dan Gejala
DM
- Resiko terkena
DM
- Komplikasi DM
- Pengobatan DM
Dan Pencegahan
DM
- Gizi Seimbang
DM

2. Memberikan 2. Mendengarkan
reinforcement
positif
3. Memberikan 3. Oudien
kesempatan untuk mengajukan
bertanya pertanyaan
4. Menjelaskan atau 4. Mendengarkan
menjawab
pertanyaan
5. Memberi evaluasi 5. Menjawab pertanyaan
apa yang diberikan
presentator

1. Menyimpulkan 1. Mendengarkan
2. Kontrak waktu 2. Mendengarkan
3. Menutup dengan 3. Menjawab salam
salam
Perihal : Permohonan Menjadi Responden

Kepada Yth :
………………………….
Di Rumah Sakit Tugu Ibu

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan saya sedang melanjutkan pendidikan sarjana

keperawatan di Universitas Muhammadiyah Jakarta Cempaka Putih dan saat ini telah

sampai pada semester terakhir yang wajib melakukan sebuah penelitian maka dengan

kerendahan hati, saya :

Nama : Yuni Ekowati

NPM : 2011727105

Alamat : Jl. Raya Bogor Km.29 RS Tugu Ibu Depok

Meminta Bpk/Ibu/Sdr agar dapat membantu saya menjadi responden dalam

penelitian saya yang berjudul “ Pengaruh tehnik relaksasi napas dalam terhadap

penurunan intensitas nyeri pada pasien paska operasi apendik “

Besar harapan saya agar Bpk/Ibu/Sdr bersedia menjadi responden, dan

semoga kesediannya dapat turut membantu kemajuan perkembangan ilmu

Pengetahuan khususnya dibidang kesehatan yang nantinya ilmu tersebut akan

diterapkan untuk menolong dan membantu pasien lain dalam memberikan intervensi

keperawatan.
Atas kerjasama dan kesediaannya menjadi responden, saya ucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT senantiasa memberikan

rahmatnya kepada Bpk/Ibu/Sdr dengan memberikan kesembuhan dari sakit yang

diderita, amin ya robalalamin.

Hormat Saya

Yuni Ekowati
Peneliti
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini saya memberikan persetujuan untuk

mengisi identitas responden pada lembar observasi dan mengadakan penelitian

terhadap saya tentang “ Pengaruh tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan

intensitas nyeri pada pasien pasca operasi apendik di Rumah Sakit Tugu Ibu Depok

tahun 2012 “. Yang diberikan pada peneliti :

Nama : Yuni Ekowati

NPM : 2011727105

Alamat : Jl. Raya Bogor Km.29 RS Tugu Ibu Depok

Saya mengerti bahwa menjadi bagian dari penelitian ini dan saya tahu resiko yang

terjadi sangat kecil serta diberitahukan bahwa jawaban terhadap identitas saya

bersifat sukarela dan tidak akan diberitahukan kepada siapapun.

Partisipasi saya untuk mengisi identitas ini tidak berakibat negatif terhadap saya. Dan

saya mengerti bahwa penelitian ini akan menambah pengetahuan saya dan keluarga

dalam mengatasi nyeri. Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya dalam

penelitian ini. Tanda tangan saya dibawah ini, sebagai bukti kesediaan saya menjadi

responden tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Depok, Januari 2012


Responden
LEMBAR OBSERVASI

Petunjuk Pengisian :

1. Baca Kuisioner dengan teliti sebelum Bapak / Ibu menjawab pertanyaan

2. Jawablah dengan benar dan jujur

3. Beri tanda ceklist ( v ) pada kotak yang tersedia, pada jawaban yang menjadi

pilihan Bapak / Ibu

4. Jika Bapak / Ibu ingin mengganti jawaban yang salah beri tanda sama dengan

(=), lalu beri tanda ceklist ( v ) pada jawaban yang dianggap benar

Identitas Responden

1. Nama Klien (Inisial) :

2. Usia :

3. Jenis kelamin :

Laki – laki Perempuan

4. Pekerjaan:

Pegawai Negeri Sipil (PNS) Swasta

Wiraswasta Lain - lain

5. Pendidikan Formal:

SD SMU

SMP Perguruan tinggi

Lain-lain
Skala Intensitas Nyeri Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyeri
Tidak
Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat berat tidak
nyeri terkontrol terkontrol

Keterangan :

0 : Tidak ada nyeri

1–3 : Nyeri ringan ( dapat ditoleransi dan tidak mengganggu aktifitas )

4–5 : Nyeri sedang ( dapat ditoleransi dan nyeri mengganggu sedikit aktifitas )

7–9 : Nyeri berat terkontrol ( tidak dapat ditoleransi tetapi nyeri tidak mengganggu

aktifitas seperti menelpon, menonton tv dan membaca )

10 : Nyeri berat tidak terkontrol ( tidak dapat ditoleransi dan nyeri mengganggu

aktifita seperti menelpon, menonton tv dan membaca serta mengganggu

komunikasi verbal )
OBSERVASI SKALA NYERI

SKALA INTENSITAS SKALA NYERI

NYERI NUMERIK SEBELUM INTERVENSI SESUDAH INTERVENSI

10

Keterangan :

Beri tanda ceklis pada kolom observasi diatas yang menunjukkan angka pada skala nyeri

masing-masing responden, sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.


SAP (Satuan Acara Pembelajaran)

Topik : Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Sasaran : Pasien Paska Operasi Apendik

Waktu : 30 menit

Tempat : Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tugu Ibu Depok

1. Tujuan Umum :

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien mampu melaksanakan tehnik

relaksasi nafas dalam.

2. Tujuan Khusus :

Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit, pasien dapat :

- Menjelaskan kembali pengertian tehnik relaksasi nafas dalam

- Menyebutkan kembali manfaat melakukan tehnik relaksasi nafas dalam

- Mempraktekkan tehnik relaksasi nafas dalam dengan benar

3. Materi Penyuluhan

a. Pengertian tehnik relaksasi nafas dalam

b. Manfaat tehnik relaksasi nafas dalam dan kapan digunakan

c. Kiat-kiat melakukan tehnik relaksasi nafas dalam

d. Cara melakukan tehnik relaksasi nafas dalam

4. Kegiatan Belajar Mengajar

a. Metode : Ceramah, tanya jawab, demonstrasi


b. Langkah-langkah kegiatan :

Tahap Waktu Kegiatan Pemberi Kegiatan sasaran Media


Materi
Orientasi 5 Menit 1. Memberikan salam  menjawab salam
Leaflet
terapeutik  mendengarkan
2. Validasi kondisi pasien  memperhatikan
3. Menjaga privasi
 Menjawab
pasien
 menjawab apa yang
4. Menjelaskan tujuan
diketahui
dan prosedur yang
akan dilakukan
5. Kontrak waktu
6. Apersepsi

Tahap 20 menit  Menjelaskan tentang  Mendengarkan Leaflet


Kerja pengertian tehnik  memperhatikan
relaksasi nafas dalam  Mendemonstrasikan
 Menjelaskan manfaat  Mengajukan
tehnik relaksasi nafas pertanyaan
dalam dan kapan  Menjawab apa yang
digunakan ditanyakan
 Menjelaskan kiat-kiat
melakukan tehnik
relaksasi nafas dalam
 Mendemonstrasikan
tehnik relaksasi nafas
dalam
 Membimbing
pelaksanaan tehnik
relaksasi nafas dalam
Tahap Waktu Kegiatan Pemberi Kegiatan Media
Materi sasaran

 Beri kesempatan
pasien bertanya jika
ada yang kurang jelas
 Menjawab pertanyaan
 Memberi evaluasi

Terminasi 5 menit 1. Menyimpulkan materi  Mendengarkan Leflet


yang telah disampaikan  Memperhatikan
2. Kontrak waktu  Menjawab
selanjutnya salam
3. Memberi
salam penutup
MATERI

LATIHAN RELAKSASI NAFAS DALAM

1. Pengertian

Tehnik relaksasi adalah suatu tehnik merilekskan ketegangan otot yang mendukung

rasa nyeri. Metode ini merupakan latihan pernafasan secara perlahan, teratur dan

terkontrol.

2. Manfaat

a. Menurunkan ketegangan otot

b. Menurunkan tekanan darah, nadi dan frekuensi pernafasan

c. Meningkatkan rasa nyaman

d. Meningkatkan kemampuan konsentrasi

e. Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

3. Kiat-kiat melakukan tehnik relaksasi nafas dalam :

a. Dilakukan pada saat kita merasakan nyeri

b. Dilakukan dengan santai dan konsentrasi, dengan lingkungan yang tenang

c. Pikiran tidak terfokus pada penyakit atau perasaan anda

d. Cari tempat yang nyaman seperti sofa atau tempat tidur

e. Longgarkan pakaian yang sempit

f. Hilangkan pikiran yang mengganggu

g. Libatkan semua panca indra untuk berkonsentrasi


4. Cara melakukan teknik relaksasi nafas dalam

a. Atur posisi pasien dengan rileks tanpa beban fisik

b. Tarik nafas dalam melalui hidung dengan mulut tertutup sehingga rongga paru

berisi udara

c. Secara perlahan menghembuskan udara membiarkannya keluar dari setiap bagian

anggota tubuh melalui mulut dengan bentuk mulut mencucu atau seperti orang

meniup, pada waktu bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhatian betapa

nikmat rasanya.

d. Bernapas dengan irama normal beberapa saat ( 1-2 menit ).

e. Bernapas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan dan merasakan saat

ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru kemudian mengalir

keseluruh tubuh dan rasakan kehangatannya.

f. Ulangi tehnik ini apabila rasa nyeri kembali lagi

g. Setelah merasakan ketenangan, lakukan secara mandiri


DATA PERTANYAAN VARIABEL

Petunjuk pengisian :

1. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut ibu/bapak benar, dengan member tanda

(x) pada huruf a,b,c atau d

2. Bila ingin memperbaiki jawaban yang salah, berilah tanda sama dengan (=) pada

jawaban yang salah, kemudian beri tanda (x) pada jawaban yang dianggap benar.

I. Pengetahuan

1. Apakah menurut ibu/bapak yang dimaksud dengan tehnik relaksasi napas dalam

a. Merileksasikan otot-otot pernafasan

b. Pernafasan teratur

c. Pernafasan terkontrol

d. Semua benar

2. Apakah menurut bapak/Ibu manfaat dari latihan relaksasi napas dalam

a. Untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri

b. Bernapas melalui perut

c. Untuk pengobatan penyakit

d. Senam asma

3. Kapan menurut bapak/ibu tehnik relaksasi napas dalam dapat dilakukan

a. Setelah sembuh dari sakit

b. Saat kita merasakan nyeri

c. Saat nyeri sudah sembuh

d. Sebelum operasi
4. Menurut bapak/ibu tehnik relaksasi napas dalam dapat dilakukan dalam posisi

a. Berjalan

b. Berlari

c. Di sofa atau tempat tidur

d. Semua salah

5. Menurut bapak/ibu tehnik relaksasi napas dalam dapat dilakukan pada

lingkungan yang

a. Tenang dan nyaman

b. Ramai

c. Banyak pengunjung

d. Gelap

6. Menurut bapak/ibu kiat-kiat melakukan tehnik relaksasi napas dalam antara lain

a. Dilakukan pada saat kita merasakan nyeri

b. Dilakukan dengan santai dan konsentrasi, dengan lingkungan yang tenang

c. Longgarkan pakaian yang sempit

d. Semua benar

7. Menurut bapak/ibu cara melakukan tehnik relaksasi napas dalam antara lain

a. Menghirup napas melalui mulut

b. Bernapas sambil tersenyum

c. Tarik nafas dalam melalui hidung dengan mulut tertutup sehingga rongga

paru berisi udara

d. Pernyataan diatas salah


8. Menurut bapak/ibu pernyataan yang benar tentang tehnik relaksasi napas dalam

a. Ada efek samping

b. Tidak ada efek samping

c. Pengganti obat-obatan dari dokter

d. Digunakan pada penyakit yang parah

9. Menurut bapak/ibu pada siapa tehnik relaksasi ini bisa digunakan

a. Orang tua

b. Remaja

c. Dewasa

d. Semua benar

10. Menurut bapak/ibu saat setelah dilakukan operasi kapan bisa dilakukan relaksasi

napas dalam

a. Saat kondisi belum sadar

b. Saat setengah sadar

c. Saat diruang operasi

d. Saat kondisi telah sadar, dirasakan nyeri dan sudah mampu

melaksanakannya
II. Psikomotor

LEMBAR OBSERVASI KEMANDIRIAN PASIEN


DALAM PELAKSANAAN TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM

Petunjuk Pengisian :
 Beri tanda ceklis (√) nilai skor yang dipilih pada masing-masing
indikator penilaian

SKOR
PENILAIAN
KEGIATAN INDIKATOR PENILAIAN
1 2

Tehnik  Posisi rileks tanpa beban fisik dan mata

Relaksasi terpejam

Napas Dalam  Menarik nafas dalam melalui hidung dengan


mulut tertutup

 Menghembuskan udara melalui mulut


dengan bentuk mulut mencucu atau seperti
orang meniup

 Bernapas dengan irama normal beberapa


saat ( 1-2 menit )

 Dapat mengulang kembali

Total Skor :
Penilaian :
Skor 1 : Dapat melakukan dengan bimbingan
Skor 2 : Dapat melakukan secara mandiri
Keterangan Skor :
Jika total skor : < 10 : Pasien belum mampu melakukan dengan baik
Jika total Skor : 10 : Pasien mampu melakukan dengan baik
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM

1. Pengertian

Merupakan metode efektif dengan teknik relaksasi sederhana terdiri

atas nafas abdomen menggunakan diafragma dengan frekuensi lambat,

berirama dan terkontrol serta latihan kontraksi relaksasi kelompok otot.

sehingga memungkinkan abdomen terangkat berlahan dan dada

mengembang penuh untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang

mengalami nyeri. Ada tiga hal utama dalam tehnik relaksasi :

a. Posisikan pasien dengan tepat

b. Pikiran beristirahat

c. Lingkungan yang tenang

2. Tujuan

a. Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

b. Meningkatkan rasa nyaman.

c. Merelaksasikan otot-otot pernapasan

3. Prosedur Pelaksanaan

a. Tahap Prainteraksi

 Membaca status pasien

 Menyiapkan alat

 Mencuci tangan
b. Tahap Orientasi

 Memberikan salam terapeutik

 Validasi kondisi pasien

 Menjaga privasi pasien

 Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien


dan keluarga

c. Fase Kerja

 Berikan kesempatan kepada pasien bertanya jika ada yang kurang


jelas

 Atur posisi pasien dengan rileks tanpa beban fisik dengan


memejamkan mata

 Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam melalui hidung dengan


mulut tertutup sehingga rongga paru berisi udara

 Instruksikan pasien secara perlahan menghembuskan udara


membiarkannya keluar dari setiap bagian anggota tubuh melalui
mulut dengan bentuk mulut mencucu atau seperti orang meniup, pada
waktu bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhatian betapa
nikmat rasanya.

 Instruksikan pasien untuk bernapas dengan irama normal beberapa


saat ( 1-2 menit ).

 Instruksikan pasien untuk bernapas dalam, kemudian


menghembuskan secara perlahan dan merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru kemudian mengalir
keseluruh tubuh dan rasakan kehangatannya.
 Instruksikan pasien untuk mengulangi tehnik ini apabila rasa nyeri
kembali lagi

 Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan


secara mandiri

d. Tahap Terminasi

 Evaluasi hasil kegiatan

 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

 Akhiri kegiatan dengan baik ( salam terapeutik )

 Cuci tangan

e. Dokumentasi

 Catat waktu pelaksanaan tindakan

 Catat respon pasien

 Paraf dan nama perawat jaga


parenteral ( IM, IV, SC ) untuk
mengurangi nyeri secara cepat

2. Non Farmakologis
a. Stimulasi dan pijatan
Nyeri adalah sensasi apapun yang
Skala Intensitas Numerik Pasien jauh lebih nyaman karena otot
menyakitkan tubuh yang dikatakan oleh
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 relaksasi, sensasi tidak nyeri
individu yang mengalaminya, yang ada
memblokir menurunkan transmisi
kapanpun individu mengatakannya.
Skala Intensitas Deskriptif Sederhana nyeri, menggosok kulit, punggung,
bahu.
b. Kompres Es dan Panas
 Es : menurunkan prostaglandin,
Tidak Ringan Hebat Sangat Paling
Ada sensitivitas reseptor nyeri kuat,
Hebat Hebat
Sedang menghambat inflamasi
 Panas : melancarkan aliran darah,
nyeri berkurang

c. Distraksi
Suatu metode yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri dengan cara
1. Nyeri Akut
1. Farmakologis mengalihkan perhatian pasien pada
2. Nyeri Kronik
Kolaborasi dengan dokter, obat-obatan hal - hal lain sehingga pasien akan
analgesia, narkotik cute oral atau lupa terhadap nyeri yang di alami.
 Pejamkan mata, bernafas perlahan
Trik-trik : teratur konstan
 Memfokuskan sesuatu selain  Menghitung dalam hati saat udara
nyeri masuk dan keluar
 Persepsi nyeri berkurang  Perlu latihan dulu.
 Melihat film, musik, kunjungan e. Imajinasi Terbimbing
teman–teman atau keluarga,  Membayangkan setiap energi
permainan, aktivitas tertentu dalam menarik nafas adalah
(misal : catur) energi kesembuhan.
Beberapa teknik distraksi :  Bayangkan saat mengeluarkan
 Bernafas secara pelan – pelan, nafas, nyeri keluar dan tegang
massase sambil menarik nafas berkurang.
pelan–pelan, mendengarkan lagu,  Sebagai tambahan dari bentuk
sambil menepuk – nepukkan pengobatan. Dibuat Oleh :
jari/kaki. YUNI EKOWATI
 Membayangkan hal – hal yang NIM : 2011727105
indah sambil menutup mata
 Menonton TV atau acara
kegemaran
d. Relaksasi SEKOLAH TINGGI ILMU
 Ketegangan otot berkurang, nafas KEPERAWATAN MUHAMMADDIYAH
abdomen, frekuensi lambat, JAKARTA CEMPAKA PUTIH
berirama 2013
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yuni Ekowati

Tempat / tanggal lahir : Bogor, 11 Juni 1976

Agama : Islam

Alamat : Jl. Raya RTM Gg.H.Salim Rt05/10 no.120 Kelapa dua

Cimanggis – Depok

No. Telp : 021-93009666 / 0817135671

Pendidikan :

1. AKPER POLRI RS.Sukanto Kramat Jati Jakarta Timur

2. Mahasiswa PSIK Universitas Muhamadiyah Jakarta

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Instansi : Rumah Sakit Tugu Ibu Depok

Anda mungkin juga menyukai