Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

EFEKTIFITAS TUINA UNTUK MENINGKATKAN RANGE OF MOTION (ROM) PADA


ENDERITA STROKE DI KLINIK VELDA

PENYUSUN:

Juliani Tanu Widjaja, BCM.,MCM

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Ketua Tim Peneliti

Juliani Tanu Widjaja, BCM., MCM

NIDN : 0422078805

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN


2021
LAPORAN AKHIR PENELITIAN

EFEKTIFITAS TUINA UNTUK MENINGKATKAN RANGE OF MOTION (ROM) PADA


ENDERITA STROKE DI KLINIK VELDA

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Ketua Tim Peneliti

Juliani Tanu Widjaja, BCM., MCM

NIDN : 0422078805

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN


2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Efektifitas Tuina Untuk Meningkatkan Range Of Motion (Rom) Pada
Enderita Stroke Di Klinik Velda

Peneliti / :
Pelaksana
Nama Lengkap : Juliani Tanu Widjaja, BCM.,MCM
NIDN : 0422078805
Jabatan : Tenaga Pengajar
Fungsional
Program Studi : Sarjana Terapan Pengobatan Tiongkok
Nomor HP :-
Alamat surel :-
(e-mail)
Tahun : Tahun ke 1 dari rencana 1tahun
Pelaksanaan
Biaya Tahun : Rp 9.700.000,-
Berjalan
Biaya : Rp 9.700.000,-
Keseluruhan

Mengetahui Cikarang, Januari 2019


Ketua LPPM IMDS Ketua Peneliti,

(Ns Angga Saeful Rahmat., M.Kep., Sp.Kep.Kom) (Juliani Tanu Widjaja,


BCM.,MCM)
NIDN 0422078805
NIK 50100330

iii
RINGKASAN

Latar Belakang: Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius
dalam kehidupan modern saat ini. Prevalensi stroke bertambah seiring bertambahnya
usia. World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa stroke merupakan suatu
sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara global yang dapat
menimbulkan kematian atau kelainan menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain
kecuali gangguan vaskular yang menyebabkan dapat berkurangnya daya gerak seseorang
karena kekuatan otot yang menurun. Dengan menggunakan tuina untuk meningkatkan
range of motion (ROM), untuk meningkatkan mobilitas gerak pasien penderita stroke.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Efektifitas Tuina
Untuk Meningkatkan Range Of Motion (Rom) Pada Enderita Stroke Di Klinik Velda.
Metode: Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectoinal untuk melihat variabel independen yaitu tuina. Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah pasien penderita stroke dan keluarganya
yang berjumlah 695 siswa dan jumlah sample 254 responden. Teknik pengambilan
sample yang di gunakan adalah proportonate stratifid random sampling. Instumen yang
di gunakan adalah kuesioner yang di uji validitas dan reabilitasnya. Teknik analisis data
dengan analisa bivariat. Target luaran dalam penelitian ini adalah publikasi hasil
penelitian di jurnal nasional.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Tui Na lebih efektif dalam mengurangi
ketegangan otot pada kelompok intervensi setelah intervensi empat minggu, dan
beberapa manfaat dipertahankan pada follow-up tiga bulan kedepan. Artinya terdapat
perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian Tuina. Nilai signifikansi
kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian Tuina sebesar 0,000. Artinya terdapat
perbedaan kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian Tuina. Hal ini
membuktikan bahwa Tuina berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot tangan dan
kaki (ROM) responden. Rumah sakit sebaiknya menetapkan standar operasional
prosedur untuk penanganan khusus menggunakan Tuina agar hasil yang diperoleh dapat
maksimal dan seragam untuk semua masalah kekuatan otot.
Kesimpulan: Adapun kesimpulan dalam penelitian ini antara lain, Nilai signifikansi
kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian Tuina sebesar 0,000. Artinya
terdapat perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian Tuina untuk
iv
mneningkatkan ROM. Hal ini membuktikan bahwa Efektifitas Tuina berpengaruh dalam
meningkatkan kekuatan otot tangan (ROM) responden. Nilai signifikansi kekuatan otot
kaki sebelum dan sesudah pemberian Tuina sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan
kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian Tuina untuk meningkatkan ROM.
Hal ini membuktikan bahwa Efektifitas Tuina berpengaruh dalam meningkatkan
kekuatan otot kaki (ROM) responden.

Kata Kunci: Massage, Pijat Tui Na, Stroke

v
PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas segala karunia dan ridhaNya sehingga
laporan akhir penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan
Remaja tentang HIV/AIDS di SMKN 1 Cikarang Barat dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Laporan Penelitian ini merupakan bentuk pertanggungjawaban dari unsur penelitian
dalam kegiatan tri dharma yang wajib dilakukan oleh semua dosen di lingkungan Institut
Medika Drg. Suherman.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan akhir penelitian ini tidak lepas dari
bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Drg. Eddy Suharso, SH, MH.Kes, selaku Ketua Yayasan Medika Bahagia
2. dr. Willyanti Rahardjo, Sp.KK, selaku Ketua Satuan Pengawas Internal
3. dr. Triseu Setianingsih, SKM, MKM, selaku Rektor Institut Medika Drg. Suherman
4. Amrullah Ibnu Khaldun, SE, MM, selaku Ketua Senat Akademik
5. Ns. Angga Saeful Rahmat, M.Kep, Sp.Kep.Kom, selaku Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IMDS
6. Ermaya Sari Bayu Ningsih, SST, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Sarjana Kebidanan
dan Pendidikan Profesi Bidan UMS.
7. Semua pihak yang telah memberikan dorongan semangat dan membantu penulis
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Dengan keterbatasan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa Laporan Akhir
Penelitian ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan serupa di masa yang
akan datang. Semoga Laporan Akhir Penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan
sumbangan pikiran untuk kemajuan perkembangan kebidanan khususnya dalam pelayanan
keluarga
berencana.

Cikarang, Juni 2021

vi
Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
RINGKASAN....................................................................................................iii
PRAKATA.........................................................................................................iv
DAFTAR ISI......................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.....................................12
BAB IV METODE PENELITIAN..................................................................13
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................16
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................23

vii
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Stroke merupakan suatu keadaan darurat medis yang disebabkan oleh gangguan
pasokan darah ke bagian otak. Menurut WHO stroke adalah terputusnya aliran darah
ke otak, umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena
tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke otak
berkurang. Efek dari stroke tergantung pada bagian mana dari otak yang terluka dan
seberapa parah itu dipengaruhi. Secara global, pada Tahun 2013 ada 6,5 juta
kematian akibat stroke, menjadikan stroke sebagai penyebab kematian kedua di
dunia. Rata-rata, setiap 40 detik seseorang mengalami stroke di Amerika Serikat, dan
rata-rata setiap 4 menit, seseorang meninggal karena stroke, kematian akibat stroke
menyumbang 11,8% dari total kematian di seluruh dunia. Kasus stroke di Indonesia
prevalensinya mengalami peningkatan dari tahun 2013 prevalensinya hanya 7‰
meningkat menjadi 10, 9‰ pada tahun 2018. Nyeri adalah keluhan umum setelah
stroke, dilaporkan pada 11-55% penderita stroke. Nyeri terjadi akibat hemiplegia
(kelumpuhan) atau hemiparase (kelemahan), dimana pasien mengalami paralisis otot
dan imobilisasi bagian-bagian tubuh yang akan Stroke merupakan suatu keadaan
darurat medis yang disebabkan oleh gangguan pasokan darah ke bagian otak.
C. Menurut WHO stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, umumnya akibat
pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena tersumbatnya pembuluh darah ke otak
sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke otak berkurang. Efek dari stroke tergantung
pada bagian mana dari otak yang terluka dan seberapa parah itu dipengaruhi. Secara
global, pada Tahun 2013 ada 6,5 juta kematian akibat stroke, menjadikan stroke
sebagai penyebab kematian kedua di dunia. Rata-rata, setiap 40 detik seseorang
mengalami stroke di Amerika Serikat, dan rata-rata setiap 4 menit, seseorang
meninggal karena stroke , kematian akibat stroke menyumbang 11,8% dari total
kematian di seluruh dunia. Kasus stroke di Indonesia prevalensinya mengalami
peningkatan dari tahun 2013 prevalensinya hanya 7‰ meningkat menjadi 10, 9‰
pada tahun 2018. Sementara itu kasus stroke di Jakarta tahun 2013, jumlah penderita
stroke yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan/gejala di wilayah DKI Jakarta
sebanyak 92.833 orang (12,2‰) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
D. Komplikasi setelah stroke yaitu penyakit kardiovaskular (20,0%), pneumonia

9
(13,1%), tromboemboli vena (16,4%), demam (8,0%), nyeri (62,0%), inkontinensia
(30,8%), dan kecemasan (23%). (8) Nyeri adalah keluhan umum setelah stroke,
dilaporkan pada 11-55% penderita stroke. Nyeri terjadi akibat hemiplegia
(kelumpuhan) atau hemiparase (kelemahan), dimana pasien mengalami paralisis otot
dan imobilisasi bagian-bagian tubuh yang akan menyebabkan munculnya nyeri dan
membatasi kegiatan sehari-hari. Salah satu nyeri yang paling sering terjadi yaitu
Hemiplegic Shoulder Pain (HSP). HSP ini berhubungan dengan berkurangnya
pemakaian fungsi lengan, dapat mempengaruhi rehabilitasi, memperpanjang masa
rawat serta berdampak pada pemulihan fungsional ekstremitas atas, aktivitas kinerja
kehidupan sehari-hari, dan kualitas hidup dan dikaitkan dengan insiden kecemasan
yang lebih tinggi baik selama dan setelah rehabilitasi. Pada bahu hemiplegia, kepala
humerus digantikan secara inferior dan anterior saat hilangnya aktivitas otot bahu
yang normal, khususnya otot supraspinatus dan deltoid posterior, dan ekstremitas atas
meregangkan kapsul sendi, otot, tendon, dan ligamen yang menyebabkan iskemia
yang menyakitkan di jaringan periartikular sendi bahu.
E. Selanjutnya saat mengalami nyeri bahu pasien merasa tidak ada yang menyokong
area lengan karena kelemahan otot atau kelumpuhan. Biasanya, kondisi ini muncul
karena disebabkan tangan yang mengalami kelemahan menjadi menggantung,
menyebabkan area lengan tersebut menarik otot di area bahu. Menurut penelitian
Fabunmi et al., menentukan prevalensi dan pola nyeri bahu pada penderita stroke.
Hasil studi ini mengungkapkan bahwa dari 102 pasien dengan stroke terdapat 75
(73,53%) pasien dengan stroke mengalami nyeri bahu. Diantara nya 37 (36,27%) dan
38 (37,26%) pasien mengalami nyeri masing-masing di bahu kiri dan kanan. Pola
timbulnya nyeri menunjukkan bahwa 33,33% mengembangkan nyeri dalam minggu
pertama pasca-stroke dan 8,00% mengembangkan nyeri bahu 1 tahun pasca-stroke.
Mayoritas juga mengalami rasa nyeri dalam minggu pertama onset stroke. Nyeri
bahu hemiplegia dikaitkan dengan penurunan cengkeraman dan kekuatan
mengangkat bahu, dengan tonus otot yang abnormal yang dikaitkan dengan
ketegangan otot. Ketegangan otot adalah kondisi umum pada penderita stroke, dan
terkait dengan nyeri dan kontraktur sendi, yang menyebabkan kualitas hidup yang
buruk. Hal itu karena gangguan keseimbangan penghambatan supra-spinal dan input
sensorik rangsang yang diarahkan ke sumsum tulang belakang, yang menyebabkan
keadaan disinhibisi refleks peregangan. Menurut Thibaut et al., ketegangan otot
disebabkan oleh disosiasi atau disintegrasi respon motorik dari masukan sensorik,

10
yang menyebabkan hipereksitabilitas sistem saraf pusat segmental (SSP). Ini
berkorelasi dengan intensitas input sensorik (misalnya, derajat peregangan) dan
mungkin tergantung pada lokasi lesi SSP.
F. Menurut hasil penelitian Kuo & Hu ketegangan otot sering terjadi setelah stroke,
dengan prevalensi berkisar antara 30% sampai 80% penderita stroke. Insiden
ketegangan otot di antara pasien paretik telah dilaporkan menjadi 27% pada 1 bulan,
28% pada 3 bulan, 23% dan 43% pada 6 bulan, dan 34% pada 18 bulan setelah
stroke. Tidak ada penelitian besar pada riwayat alami ketegangan otot dan
perkembangan kontraktur, tetapi kehilangan jangkauan sendi secara permanen telah
dilaporkan terjadi dalam 3-6 minggu setelah stroke. Ketegangan otot lebih sering
ditemukan pada otot fleksor tungkai atas (jari, pergelangan tangan, dan siku fleksor)
dan otot ekstensor tungkai bawah (ekstensor lutut dan pergelangan kaki). Lundström
et al., menyimpulkan bahwa ketegangan otot lebih sering diamati pada ekstremitas
atas dibandingkan ekstremitas bawah, dan Urban et al menemukan derajat
ketegangan otot yang lebih tinggi pada otot ekstremitas atas yang menyebabkan
fungsi tangan menurun sehingga kebutuhan sehari-hari tidak dapat terpenuhi dan
dapat menimbulkan respon psikologis (kecemasan). Kecemasan pasca stroke masih
merupakan masalah yang belum terselesaikan yang mempengaruhi hasil kesehatan
jangka panjang dari pasien dengan stroke. Dapat mengganggu pemulihan fungsional
pasien, rehabilitasi dan reintegrasi masyarakat. Lebih khusus lagi, kecemasan yang
tidak diobati dapat menyulitkan pasien untuk mengelola pengobatan stroke secara
efektif. Mereka dapat merasa sulit untuk berkonsentrasi, tetap termotivasi, menepati
janji dan tetap berpegang pada rencana perawatan, termasuk obat-obatan.
G. Untuk itu, mengelola masalah nyeri bahu, ketegangan otot hingga masalah psikologis
pasca stroke dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemulihan pasien. Pengelolaan
pasien dapat dilakukan dengan menggunakan terapi modalitas yang tepat. Dalam hal
ini, dikemukakan bahwa terapi komplementer nonfarmakologis mungkin tidak hanya
membantu pemulihan dan rehabilitasi, tetapi juga dapat membantu mencegah
terulangnya nyeri bahu yang dapat menyebabkan kekakuan pada otot sehingga terjadi
ketegangan otot dan semakin meningkatkan kecemasan. Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk meningkatkan mobilitas gerak atau Range of motions (ROM).
Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan pergerakkan sendi secara normal
dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Melakukan mobilisasi

11
persendian dengan latihan ROM dapat mencegah berbagai komplikasi seperti nyeri
karena tekanan, kontraktur, tromboplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi dini
penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM secara dini
dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat menstimulasi motor unit sehingga
semakin banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan
otot, kerugian pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan terjadi
kecacatan yang permanen (Potter & Perry, 2009).
H. Dengan menggunakkan efektifitas dari Tuina untuk meningkatkan Rnge of motions
(ROM). Pijat tuina adalah teknik pijat menggunakan tangan dan penerapan tekanan
pada titik pijat untuk meredakan gejala, mengobati penyakit, atau membantu
memulihkan kesehatan pasien. Pijat tuina merupakan teknik pengobatan yang murni
menggunakan tangan, sehingga tidak memerlukan sedasi atau anestesi. Pijat tuina
memberikan tekanan kuat pada tubuh pasien dengan menggunakan teknik
meremasdan menekan kulit. Titik pijat tuinaakan diberi tekanan dengan tenaga yang
lebih besar untuk melepaskan penyumbatan dan melancarkan aliran darah sehingga
lancar, proses ini diulang hingga prosedur selesai (Amalia, 2015). Pijat tuina tidak
sekedar pijat refleksi biasa, pijat ini merupakan bagian integral pengobatan
tradisional China. Biasanya pijat ini dilakukan bersama dengan pengobatan
tradisional china lainnya seperti akupunktur, kop, tai chi, dan obat herbal. Pijat tuina
ini tidak hanya bekerja di otot dan sendi melainkan di level yang lebih tinggi yaitu
"qi" atau energi vital hidup manusia. pijat ini dipercaya mampu melancarkan energi
"qi" dalam tubuh manusia untuk menciptakan keseimbangan dan penyembuhan
karena banyak penyakit dalam tubuh yang disebabkan oleh ketidakseimbangan enegi
qi ini (Azza, 2014).
I. Pijat Tuina melancarkan energi dalam tubuh dalam mencapai keseimbangan dalam
tubuh dalam mencapai keseimbangan dan penyembuhan karena di percaya bahwa
penyakit datang karena aliran darah tidak lancar. Pada umumnya, pijat tuina ini
digunakan untuk penyembuhan penyakit yang berhubungan dengan tulang seperti
sakit pinggang karena reamatik, pengapuran, nyeri kaki, nyeri pundak, dan sakit
kepala dan juga untuk meningkatkan mobilitas gerak pada penderita stroke. Beberapa
jenis terapi massage yang termasuk dalam tinjauan yaitu terapi pijat yang dilakukan
secara tunggal atau kombinasi, dan melibatkan kontak fisik langsung tanpa
penggunaan mesin, perangkat, peralatan atau perkakas termasuk. Teknik terapi
manual yang biasa digunakan oleh terapis pijat termasuk terapi titik pemicu,

12
pelepasanmyofascial, gesekan transversal dalam juga disertakan kepada penderita
stroke untuk mengelola masalah nyeri bahu, ketegangan otot dan kecemasan.
Beberapa penelitian menyatakan massage ini merupakan teknik sederhana, mudah
diberikan, tidak mengancam, tidak invasif, dan efektif biaya. Mekanisme kerja
massage menurut beberapa ahli sesuai dengan teori endorphin, yaitu menghilangkan
rasa nyeri. Bioelektrik yaitu rangsangan pada titik atau bagian tubuh tertentu yang
akan meningkatkan daya elektrik tubuh sehingga menimbulkan efek berkurangnya
rasa nyeri. Sebuah penelitian juga menjelaskan dimana pasien stroke yang menerima
pijatan taktil dilaporkan dapat merilekskan dan meredakan kekhawatiran dan
kecemasan. Hasil penelitian Husna & Dewi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
Slow Stroke Back Massage (SSBM) terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien
LBP akut dengan uji paired t test didapatkan p = 0,0001 (p <0,05) yang berarti ada
perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah SSBM. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perawat sebagai pemberi perawatan dapat melakukan SSBM
untuk terapi non farmakologis. Penelitian lainnya menemukan bukti bahwa Soft
Tissue Massage efektif untuk menghasilkan perbaikan rentang gerak dan nyeri bahu
yang dilaporkan (rata-rata tertimbang = 9,8 dari 100, 95% CI 0,6 hingga 19,0).
Menurut hasil penelitian lainnya rerata kecemasan setelah intervensi SSBM pada
kelompok intervensi adalah 21,37 ± 6,24 dan pada kelompok kontrol 26,1 ± 6,27
yang menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan sebelum
intervensi (p < 0,001) yang dapat menurunkan kecemasan secara signifikan pada
pasien wanita dengan gagal jantung. Melihat penjelasan di atas dapat diasumsikan
bahwa massage mempunyai dampak positif terhadap perbaikan fungsi tubuh,
sehingga dapat dikatakan terapi massage merupakan salah satu terapi alternatif yang
bisa dimanfaatkan keluarga untuk mempercepat keberhasilan rehabilitasi pasien post
stroke terutama dalam menurunkan intensitas nyeri bahu, ketegangan otot dan
kecemasan. Meskipun terapi pijat direkomendasikan dan diberikan dalam berbagai
tingkatan oleh praktisi perawatan kesehatan dan pasien. Penelitian di Indonesia masih
belum banyak yang melakukan riset mengenai massage terhadap intensitas nyeri
bahu, ketegangan otot dan kecemasan post stroke, oleh karena itu penelitian
diperlukan untuk menentukan kemanjuran dan keamanannya. Studi ini bertujuan
untuk menganalisis Efektifitas Tuina untuk Meningkatkan Rains Of Motions (ROM)
pada penderita Stroke Di Klinik Velda.

13
J. Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan tersebut penulisi tertarik untuk meneliti tentang Efektifitas
Tuina untuk Meningkatkan Range Of Motion (ROM) pada Penderita Stroke di Klinik
Velda. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh Efektifitas Tuina untuk Meningkatkan Range Of Motion (ROM) pada
Penderita Stroke di Klinik Velda.

14
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

1. STROKE
a. Pengertian Stroke
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak mengalami gangguan atau
berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke
hemoragik). Tanpa pasokan darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi,
sehingga sel-sel pada sebagian area otak akan mati. Kondisi ini menyebabkan bagian tubuh yang
dikendalikan oleh area otak yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik. Stroke merupakan
kondisi gawat darurat yang perlu ditangani secepatnya, karena sel otak dapat mati hanya dalam
hitungan menit. Tindakan penanganan yang cepat dan tepat dapat meminimalkan tingkat
kerusakan otak dan mencegah kemungkinan munculnya komplikasi.
b. Penyebab Stroke
Berdasarkan penyebabnya, stroke terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Stroke iskemik
Terjadi ketika pembuluh darah arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami
penyempitan, sehingga menyebabkan aliran darah ke otak sangat berkurang. Kondisi ini
disebut juga dengan iskemia. Stroke iskemik dapat dibagi lagi ke dalam 2 jenis, stroke
trombotik dan stroke embolik.
2. Stroke hemoragik
Terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan perdarahan. Pendarahan
di otak dapat dipicu oleh beberapa kondisi yang memengaruhi pembuluh darah. Misalnya
hipertensi yang tidak terkendali, dinding pembuluh darah yang lemah, dan sedang menjalani
pengobatan dengan pengencer darah. Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu
perdarahan intraserebral dan subarachnoid.
c. Gejala penyakit stroke
Setiap bagian otak bertugas mengendalikan bagian tubuh yang berbeda, sehingga
gejala stroke bergantung pada bagian otak yang terserang dan tingkat kerusakannya.
Itulah sebabnya, gejala stroke bisa bervariasi pada tiap pengidap. Namun, biasanya
stroke terjadi secara mendadak. Setidaknya, ada tiga gejala utama stroke yang mudah
untuk dikenali, yaitu:
15
 Salah satu sisi wajah akan terlihat lebih turun dan pengidap tidak mampu
tersenyum karena mulut atau mata tampak terkulai.
 Pengidap tidak mampu mengangkat salah satu lengan karena terasa lemas atau
mati rasa. Tidak hanya lengan, tungkai yang berada pada sisi yang sama dengan
lengan juga mengalami kelemahan.
 Ucapan menjadi tidak jelas, kacau, atau bahkan tidak mampu berbicara sama
sekali meski pengidap terlihat sadar.
Sementara itu, gejala dan tanda stroke lainnya adalah:
 Mual dan muntah.
 Sakit kepala hebat yang datang secara tiba-tiba, disertai kaku pada leher dan
pusing seperti berputar (vertigo).
 Mengalami penurunan kesadaran.
 Sulit menelan (disfagia) sehingga mengakibatkan tersedak.
 Mengalami gangguan pada keseimbangan dan koordinasi.
 Mengalami hilang penglihatan secara tiba-tiba atau penglihatan ganda.
d. Pencegahan Stroke
Cara utama mencegah stroke adalah menerapkan gaya hidup sehat. Selain itu, kenali dan hindari
faktor risiko yang ada serta ikuti anjuran dokter. Berbagai tindakan pencegahan stroke, antara
lain:
 Menjaga pola makan
Terlalu banyak mengonsumsi makanan asin dan berlemak dapat meningkatkan jumlah kolesterol
dalam darah dan risiko hipertensi yang memicu terjadinya stroke. Hindari konsumsi garam yang
berlebihan. Selanjutnya, makanan yang disarankan adalah makanan yang kaya akan lemak tidak
jenuh, protein, vitamin, dan serat. Seluruh nutrisi tersebut bisa diperoleh dari sayur, buah, biji-
bijian utuh, dan daging rendah lemak seperti dada ayam tanpa kulit.
 Rutin berolahraga
Olahraga secara teratur dapat membuat jantung dan sistem peredaran darah bekerja lebih efisien.
Olahraga juga dapat menurunkan kadar kolesterol dan menjaga berat badan serta tekanan darah
pada tingkat yang sehat.
 Berhenti merokok

Perokok berisiko dua kali lipat lebih tinggi terkena stroke. Sebab rokok dapat mempersempit
pembuluh darah dan membuat darah mudah menggumpal. Tidak merokok berarti turut
mengurangi risiko berbagai masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit paru-paru dan jantung.
 Hindari konsumsi minuman beralkohol

16
Minuman keras mengandung kalori tinggi. Jika dikonsumsi secara berlebihan, seseorang rentan
terhadap berbagai penyakit pemicu stroke, seperti diabetes dan hipertensi. Konsumsi minuman
beralkohol berlebihan juga dapat membuat detak jantung menjadi tidak teratur.
 Hindari penggunaan NAPZA
Beberapa jenis Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif (NAPZA) dapat menyebabkan
penyempitan arteri dan mengurangi aliran darah.
2. RANGE OF MOTION (ROM)
a. Pengertian Range of motion (Rom)
Pengertian Range of motion (ROM) pada penderita stroke adalah sejumlah pergerakan yang
mungkin dilakukan pada bagian-bagian tubuh pada penderita stroke untuk menghindari adanya
kekakuan sebagai dampak dari perjalanan penyakit ataupun gejala sisa. Ada dua jenis latihan
ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif yaitu pasien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan secara mandiri, sedangkan ROM pasif adalah latihan yang dilakukan dengan
bantuan orang lain. ROM pasif dilakukan karena pasien belum mampu menggerakkan anggota
badan secara mandiri.
b. Manfaat dan Tujuan ROM Pasif
1. Mengkaji kemampuan otot, tulang, dan sendi dalam melakukan pergerakan
2. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot
3. Memelihara mobilitas persendian
4. Merangsang sirkulasi darah
5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur
6. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
c. Waktu dan Frekuensi ROM Pasif
1. Idealnya latihan ini dilakukan sekali sehari.
2. Lakukan masing-masing gerakan sebanyak 10 hitungan, latihan dilakukan dalam waktu 30
menit.
3. Mulai latihan secara perlahan, dan lakukan latihan secara bertahap.
4. Usahakan sampai mencapai gerakan penuh tetapi jangan memaksakan gerakan.
5. Jangan memaksakan suatu gerakan pada pasien, gerakan hanya sampai pada batas yang
ditoleransi pasien.
6. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota badan menyokong seluruh gerakan.
7. Hentikan latihan apabila pasien merasa nyeri, dan segera konsultasikan ke tenaga kesehatan.
8. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hatihati dengan melihat respon/keadaan pasien.

17
3. Tuina
a. Pengertian Tuina
Tuina merupakan metode pijat tradisional Cina yang berarti “menekan dan menggenggam”. Ini
adalah bentuk metode pijat tradisional Cina yang diaplikasikan pada jaringan lunak. Terapi ini
banyak digunakan pada beberapa penyakit termasuk nyeri persendian, kelemahan otot, bell’s
palsy, permasalahan area perut dan penyakit Parkinson Disease (PD). Tuina tidak muncul dalam
literatur Cina sampai Dinasti Ming (1368-1644 M) dimana tuina pertama kali disebutkan dalam
sebuah buku tentang pediatri tuina. Tetapi bukan berarti tuina tidak dapat diterapkan pada orang
dewasa seperti pada pasien anak-anak. Kemudian di dinasti Ming (1368-1644 M) tuina pediatri
menjadi bidang studi independen. Sekolah tuina pertama didirikan di Shanghai, Cina (Al-Bedah
et al., 2017).
b. Teknik dasar Tuina
Setiap pengobatan dengan modalitas memiliki teknik dasar untuk penggunaan yang efektif. Pada
tuina memakai tiga teknik pemijatan yaitu yang pertama pijatan pada jaringan lunak dan
menstimulasi akupoin pada sistem meridian. Meridian merupakan jalur aliran qi yang tersebar di
seluruh tubuh. Teknik tuina termasuk gerakan mendorong (Tui) dan gerakan menggenggam (Na)
pada jaringan lunak dan teknik lainnya seperti gerakan meremas (kneading), menggulung
(rolling), menekan (pressing), mencubit (plucking atau picking-up), dan relaksasi atau
pengenduran (Al-Bedah et al., 2017). Teknik pediatric tuina diawali dengan pemijatan pada area
wajah, setelah itu pada area ekstremitas atas setelah itu area anterior dan posterior tubuh berakhir
pada pemijatan di area ekstremitas bawah. Durasi pemberian tuina tergantung pada jenis kondisi
tertentu. Pada praktik klinis, teknik yang paling sering digunakan adalah gerakan mendorong dan
meremas (Wei, 2004). Dosis yang digunakan dalam pemberian tuina dalam setiap sesi berdurasi
15-30 menit, disesuaikan dengan teknik yang digunakan dan durasi di setiap akupoin yang
distimulasi. Selain itu penentuan dosis atau durasi dalam pemberian tuina dilihat dari umur
pasien, kondisi fisik tubuh, dan jenis penyakitnya (Yuan et al., 2018). Meskipun kualitas
perawatan stroke seringkali tinggi, penurunan kesehatan umum dan kemandirian sering terjadi
pada penderita stroke, dan ada kebutuhan untuk lebih meningkatkan pengobatan dan rehabilitasi.
Berdasarkan hasil uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa Tui Na mungkin lebih
efektif dalam mengurangi ketegangan otot pada beberapa kelompok otot pada pasien dengan
ketegangan otot pasca stroke. Hasilnya berdasarkan Skala Ashworth yang dimodifikasi,
instrumen tervalidasi yang umum digunakan untuk penilaian ketegangan otot, setelah empat
minggu intervensi, dan beberapa manfaat dipertahankan pada akhir tiga bulan tindak lanjut. Tui
Na merupakan terapi massage yang aman dan efektif dengan efek pendek (empat minggu) dan

18
panjang (tiga bulan) untuk mengurangi ketegangan otot beberapa kelompok otot, terutama
fleksor siku, fleksor pergelangan tangan. Terapi massage Tui Na meregangkan kompleks otot-
tendon dan merangsang organ tendon Golgi yang dapat menghambat neuron motorik alfa. Tui Na
dapat memperkuat rangsangan sensorik dan mengaktifkan serat eferen gamma dari reseptor
regangan otot yang membuat reseptor lebih sensitif terhadap otot stretch. Nyeri dan distensi yang
disebabkan oleh Tui Na akan merangsang korteks sensorik, sehingga menghambat pembentukan
retikuler batang otak dan menurunkan tonus otot.

19
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Mengetahui Efektifitas Tuina untuk Meningkatkan Range Of Motion (ROM) pada Penderita
Stroke di Klinik Velda.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui bagaimana pengaruh Efektifitas Tuina untuk Meningkatkan Range Of Motion
(ROM) pada Penderita Stroke di Klinik Velda.
B. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Sebagai bahan referensi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan


khususnya di bidang kesehatan pengobatan tradisional tiongkok.
2. Aspek Praktis

Sebagai bahan referensi dan bahan masukan bagi pemangku kebijakan


dalam menentukan arah program/kebijakan program terkait Efektifitas Tuina
untuk Meningkatkan Range Of Motion (ROM) pada Penderita Stroke di Klinik
Velda.

20
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan desain randomized


controlled trial (RCT) yaitu desain yang paling kuat untuk mengevaluasi intervensi yang
digunakan untuk menunjukan bahwa intervensi yang digunakan benar-benar layak.
(Monsen & Van Horn, 2008). Penelitian mengenai Efektifitas Tuina untuk
Meningkatkan Range Of Motion (ROM) pada Penderita Stroke di Klinik Velda.
Dilaksanakan pada bulan Juni 2021 lokasi yang dipilih untuk tempat penelitian adalah
Klinik Velda.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti


(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah 45 pasien dengan ketegangan
otot pasca stroke. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel diambil dari total
populasi yang sesuai dengan kriteria penelitian sehingga sampel penelitian ini adalah
seluruh keluarga penderita stroke di Klinik Velda yang berjumlah 45 Orang.

C. Teknik Sampling
Adapun cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan proportonate stratified
Random Sampling. Pada penelitian ini, peneliti mendapat surat izin survey penelitian dari institusi
pendidikan, kemudian peneliti memberikan surat izin tersebut kepada Klinik Velda. Setelah
mendapatkan izin penelitian dari tempat tersebut, kemudian peneliti melakukan penelitian sesuai
dengan jadwal yang telah disepakati oleh peneliti dan pihak Klinik Velda.

D. Teknik Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data pada penelitian ini, dengan cara membagikan kuesioner kepada
responden yang telah di random yang ditentukan oleh peneliti dalam waktu bersamaan. Sebagai uji
kelayakan instrumen, kuesioner yang dibuat dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui
validitas dan reliabilitasnya. Uji coba instrumen dilakukan pada bulan 25 Juni di Klinik Velda yang
mempunyai karakteristik sama dengan tempat penelitian.

21
E. Uji Validitas

Validitas diartik sebagai ukuran seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsi
ukurnya. Uji validitas didimaksudkan untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut valid,
valid artinya ketepatan mengukur, atau alat ukur tersebut tepat untuk mengukur sebuah
variabel yang akan diukur. Sedangkan reliabilitas adalah keajegan alat ukur, artinya
konsistensitas alat ukur, alat ukur digunakan saat ini pada waktu dan tempat tertentu akan
sama bila digunakan pada waktu dan tempat yang berbeda. (Handoko Riwididko, 2009).
Untuk menguji validitas dan reliabilitas di Klinik Velda pengujian dilkaakukan
dengan menggunakan SPSS ( Statistic program for social sciences ) versi 23. Untuk
menguji validitas menggunakan Pearson Product Moment.
Uji Kuesioner dilakukan degan menyebarkan kuesioner pada orang yang
mempunyai karakteristik hampir sama dengan responden. Uji coba dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap pernyataan-pernyataan yang
ada dalam kuesioner dan validitas pernyataan kuesioner yang telah dibuat dari hasil
kuesioner tersebut maka dapat ditentukan pertanyaannya dan disesuaikan. Uji Validitas
adalah suatu langkah yang dilakukan untuk menguji isi (content) suatu instrumen, yang
bertujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian.
(Sugiono 2006) Untuk mengetahui validitas kusioner dilakukan dengan membandingkan
nilai r tabel dengan hitung. Reliabilitas adalah serangkaian alat ukur atau pengukuran
yang memiliki konsistensi bila pengukuran dilakukan dengan alat ukur secara berulang.
Sugiono (2005) dalam Suharto (2009) Uji reliabilitas adalah suatu instrumen penelitian
mengindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien alpha Cronbach lebih
besar atau sama dengan 0,70. (Zulganef, 2006). Untuk menguji reliabilitas adalah dengan
menggunakan metode Alpha Cronbach. Stadar yang digunakan dalam menentukan
reliabel atau tidaknya suatu instrumen penelitian, umumnya perbandingan nilai r hitung
diwakili alpha dengan r tabel.

F. Analisis Data

Analisis data yang yang dilakukan untuk memperoleh gambaran dari hasil
penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, menguji hipotesis penelitian

22
yang telah dirumuskan, serta memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian
yang merupakan kontribusi dalam pengembangan ilmu yang bersangkutan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dan
analisis Bivariat yang dilakukan untuk menguji hipotesa untuk mengetahui hubungan
dari kedua variabel dengan menggunakan uji statistic Chi Square.

23
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Univariat

Tabel 5.1 Hasil Univariat

Variabel F %
Tingkat Kekuatan Otot
Rendah 22 24.4
Tinggi 23 25.6
Kaki
Sebelum 16 32.3
Sesudah 29 36.7
Tangan
Sebelum 15 30.0
Sesudah 30 52.2

Dari hasil analisi univariat diatas dapat dilihat bahwa 45 responden yang tingkat
kekuatan otot rendah sebanyak 22 orang dan yang pengetahuan tinggi 23 orang. Dari
45 responden, sebanyak 16 orang dan 29 orang yang seblum diberikan terapi tuina
pada kaki dan sesudah diberikan tuina di kaki responden. Dari 45 responden
mendapatkan terapi tuina di tangan sebanyak 30 orang sedangkan yang sesudah
diberikan terapi tuina sebanyak 15 orang.
Gambaran nilai rata-rata kondisi pasien stroke sebelum dan sesudah diberikan terapi Tui Na

Kondisi pasien stroke Mean Min-maks P value

Sebelum diberikan terapi 150,00 150-220


0,000
Sesudah diberikan terapi 145,50 145-220

24
Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa pasien dengan kekuatan otot rendah sebanyak 22
orang (24.4%) dan Kekuatan otot tinggi 23 (25.6%). Jumlah pasien yang sebelum diberikan terapi tuina di
kaki sebanyak 16 orang (32.3%) dan pasien sesudah diberikan terapi tuina di kaki ada 29 orang (36.7%).
Jumlah pasien yang sebelum pemberian tuina di tangan sebanyak 15 orang (30.0%) dan pasien dengan yang
sesudah diberikan terapi tuina di tangan sebanyak 30 orang (52.2%). Berdasarkan uji statistik dengan Chi
Square didapatkan nilai P Value = 0,00 (P <0,05), uji hipotesis H0 ditolak yang artinya Artinya terdapat
perbedaan kekuatan otot kaki dan tangan sebelum dan sesudah pemberian Tuina untuk meningkatkan ROM.
Hal ini membuktikan bahwa efektifitas tuina berpengaruh dalam meningkatkan ROM responden.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan uji statistik data, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa pasien dengan kekuatan otot
rendah sebanyak 22 orang (24.4%) dan Kekuatan otot tinggi 23 (25.6%). Jumlah
pasien yang sebelum diberikan terapi tuina di kaki sebanyak 16 orang (32.3%) dan
pasien sesudah diberikan terapi tuina di kaki ada 29 orang (36.7%). Jumlah pasien
yang sebelum pemberian tuina di tangan sebanyak 15 orang (30.0%) dan pasien
dengan yang sesudah diberikan terapi tuina di tangan sebanyak 30 orang (52.2%).
2. Artinya terdapat perbedaan kekuatan otot kaki dan tangan sebelum dan sesudah
pemberian Tuina untuk meningkatkan ROM.
3. Hal ini membuktikan bahwa efektifitas tuina berpengaruh dalam meningkatkan
ROM pada pasien penderita stroke di klinik velda.
B. Saran

1. Keluarga dapat meningkatkan tingkat pengetahuan keluarga tentang pelatihan


Tuina pada penderita stroke. Pengetahuan yang baik dapat meminimalisir
terjadinya stroke akibat intensitas nyeri bahu yang meningkat, oleh karena itu
keluarga sebisa mungkin selalu meningkatkan pengetahuan dari berbagai sumber
informasi, mampu mendekatkan diri pada Tuhan YME, serta dapat menerapkan
perilaku yang baik untuk menghindari terjadinya penurunan mobilitas gerak
akibat stroke.

2. Setiap orang mempunyai kecerdasan yang begitu hebat, terkadang ada saja yang
25
tidak menggunakan kecerdasan itu untuk mengingat nikmat allah yang telah di
berikan pada dirinya dikarnakan tidak ada kemauan dan akhirnya tidak mau

26
mempalajarinya, sehingga tak sempurna terhadap ilmu yang dipelajarinya.
Semoga dengan penelitian ini menambah pengalaman dan wawasan bertambah,
banyak membaca buku dan membuka wawasan luas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Garrison, Susan J, 1996; Dasar – Dasar Terapi & Rehabilitasi Fisik; Hipocrates, Jakarta.
World Health Organization. World Health Statistics 2014. 2014.
American Heart Association, American Stroke Association. Heart Disease and Stroke Statistics 2018. Am
Hear Assoc. 2018;
Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, Cushman M, Das SR, Deo R, et al. Heart Disease and Stroke
Statistics2017 Update: A Report From the American Heart Association. HHS Public Access.
2017;135(10).(Nurdinah et al., 2021)
American Stroke Association. Heart Disease and Stroke Statistics 2018. Am Hear Assoc. 2018 Balitbangkes,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. 2013;
Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu. Profil Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2017. 2018
Rekam Medik RSUD Indrasari Rengat. Jumlah Penderita Stroke yang Dirawat di Ruang Interna RSUD
Indrasari Rengat. 2020;
Kneebone II, Lincoln NB. Psychological Problems after Stroke and Their Management: State of Knowledge.
Neurosci Med. 2012;2012(March):83–9.
Klit HM, Finnerup NB, Jensen TS. Diagnosis, Prevalence, Characteristics, and Treatment of Central
Poststroke Pain. Int Assoc Study Pain. 2015;XX(April).
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Widjajakusumah M, Tanzil A, editors.
Singapore: Elsevier; 2014.
Polie YJ, Sengkey LS, Marpaung E. Pengaruh Kinesio Taping Terhadap Nyeri dan Kemampuan Fungsional
Pada Hemiplegic Shoulder Pain Pasca Stroke. e-conversion - Propos a Clust Excell. 2020;2(1):1–6.
Lee SC, Kim AR, Chang WH, Kim J, Kim DY, Lee SC, et al. Hemiplegic Shoulder Pain in Shoulder
Subluxation after Stroke : Associated with Range of Motion Limitation Hemiplegic Shoulder Pain in
Shoulder Subluxation after Stroke : Associated with Range of Motion Limitation. 2018;11(1).
Fabunmi A, Awolola E, Fowodu O, Amusat S. Shoulder pain among stroke survivors: prevalence and pattern.
J Pain. 2012;15(4):S37.
Ward AB. Hemiplegic shoulder pain. 2014;
Kuo CL, Hu GC. Post-stroke Spasticity: A Review of Epidemiology, Pathophysiology, and Treatments. Int J
Gerontol. 2018;12(4):280–4.
Thibaut A, Chatelle C, Ziegler E, Bruno MA, Laureys S, Gosseries O. Spasticity after stroke: Physiology,
assessment and treatment. Brain Inj. 2013;27(10):1093–105.
Opheim A, Danielsson A, Murphy MA, Persson HC, Sunnerhagen KS. Upper-limb spasticity during the first
year after stroke: Stroke arm longitudinal study at the University of Gothenburg. Am J Phys Med

28
Rehabil. 2014;93(10):884–96.
Lundström E, Smits A, Terént A, Borg J. Time-course and determinants of spasticity during the first six
months

29

Anda mungkin juga menyukai