Disusun Oleh :
1. SAMETA MARGARETHA Br. Barus (P075241200)
2. DELLA MARISSCA GINTING (P075241200)
3. VINADYA ANGELICA HUTAGALUNG (P0752410092)
4. SEFINA ANNISA KELIAT (P075241200)
5. AMELLINI PRATIWI (P075241200)
Dosen Pembimbing :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur tak lupa dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dankarunia-Nya, sehingga mulai dari kegiatan praktek komunitas lapangan (PKL) sampai
dengan penyusunan laporan semuanya dapat berjalan dengan baik dan tepat waktu tanpa ada
hambatan-hambatan yang prinsip.
Kegiatan praktik komunitas merupakan suatu rangkain tugas dalam perkuliahan
yangwajib bagi semua mahasiswa yang akan menempuh pendidikan diploma untuk
dilaksanakan.Bentuk paktik ini pula merupakan bekal ilmu bagi setiap mahasiswa dalam
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat suatu ketika bekerja dilapangan. Praktik
komunitas kebidanan ini merupakan suatu pengalaman belajar yang terarah dan terpadu
kepada mahasiswa agar tidak hanya mengaplikasikan ilmunya di puskesmas, RS melainkan
juga dimasyarakat.
Namun tidak terlepas dari hal itu, sebagai mahasiswa praktik saya dituntut pula agar
mampu melaporkan segala bentuk kegiatan di lapangan secara baik dan benar. Oleh karena
itu,laporan kegiatan ini disusun sebagai bukti dalam mempertanggungjawabkan kegiatan
PKL dilapangan maupun untuk memenuhi tugas perkuliahan.
Sementara terlaksananya laporan ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai
pihak. Sehingga pada kesempatan ini, saya tidak lupa mengucapkan terima kasih serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Dra. Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Poltekes Kemenkes Medan yang
telah mengijinkan kami untuk menempuh pendidikan DIII Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Medan
2. Ibu Betty Mangkuji, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Medan
3. Ibu Arihta Sembiring, SST, M.Kes selaku Ketua Program Studi Poltekkes
Kemenkes Medan
4. Seluruh Dosen Jurusan Kebidanan
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan
sehinggasangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan.
Semoga laporanini dapat dimanfaatkan bagi pembaca umum dan Mahasiswi khususnya
Program StudiKebidanan.
Sabtu, 29 Oktober 2022
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...2
DAFTAR ISI………………………………………………………………...…...3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..4
1.1.Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………….4
1.2.Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………….…..6
1.3.Tujuan ………………………………………………………………………………………………………………………7
1.4.Manfaat…………………………………………………………………………………………………………………….8
3
BAB I
PENDAHULUAN
berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
lebih dari 24 jam yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik neuron otak
secara berlebihan dan paroksismal serta tanpa provokasi (Engel et al., 2008).
berulang (WHO, 2010). Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa
juta orang di seluruh dunia terutama anak – anak dan orang tua mengalami
bangkitan kejang setidaknya satu kali selama hidup mereka, dan setiap
Indonesia terhitung tinggi yakni sekitar 1,8 juta pasien, dengan angka
kejadian aktif 8,2 per 1000 penduduk dan insidensi 50 per 10.000 penduduk
(PERSI, 2011).
4
atau sawan yang di sebabkan oleh pengaruh roh jahat, guna – guna, atau
stres, kelelahan, kurang tidur, siklus menstruasi dan faktor eksternal seperti
Stres merupakan suatu usaha dari tubuh untuk menyesuaikan diri baik
secara fisik maupun jiwa dengan keadaan sekitarnya, apabila tidak dapat
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 oleh Pinikahana dan Dono
rawat jalan didapatkan bahwa hanya 10 % pasien yang stress dan mengalami
2003).
5
di dapatkan penelitian yang dilakukan oleh Iqbal et al padatahun 2006 bahwa
kontroversi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana
B. Rumusan Masalah
kontroversi.
hubungan antara stres dengan serangan pada pasien epilepsi dipoliklinik Anak
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
serangan pada pasien epilepsi di Poliklinik Anak RSUD DR. H. AMRI TAMBUNAN
epilepsi.
epilepsi.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Epilepsi
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani, Epi yang berarti atas dan Lepsia dari
kata Lambanmein yang berarti serangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa epilepsi
pada mulanya memiliki arti serangan dari atas. Banyak orang menganggap bahwa
epilepsi adalah penyakit kutukan dari surga. Ribuan tahun lalu, masyarakat Babilonia
dan Romawi Kuno meyakini bahwa kejang terjadi karena adanya roh jahat yang
merasuki tubuh seseorang dan akan menular jika menyentuhnya.8 Namun kemudian
bahwa epilepsi bukanlah penyakit karena gangguan roh jahat atau kekuatan nabi
Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang bisa terjadi pada
segala usia terutama pada usia anak.1 Epilepsi merupakan manifestasi gangguan
fungsi otak dengan gejala yang khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal. Epilepsi ditandai dengan
sedikitnya 2 kali atau lebih kejang tanpa provokasi dengan interval waktu lebih dari
24 jam.
9
Deteksi yang terlambat dan tatalaksana yang tidak tepat akan menunjukkan
prognosis yang buruk dan dapat berakhir pada epilepsi intraktabel. Keadaan ini tidak
hanya berdampak pada segi medis tetapi juga berdampak pada neurobiologis,
atau lebih obat anti epilepsi (OAE) secara teratur dan adekuat selama 2 tahun tetapi
Kejang merupakan ciri yang harus ada pada epilepsi, tetapi tidak semua
kejang dapat di diagnosis sebagai epilepsi.4 Kejang epilepsi harus dibedakan dengan
sindrom epilepsi. Kejang epilepsi yaitu timbulnya kejang akibat berbagai penyebab
yang ditandai dengan serangan tunggal atau tersendiri.4 Sedangkan sindroma epilepsi
adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan kejang
berulang, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus,
kronisitas.11
Otak merupakan salah satu organ vital pada tubuh yang berfungsi mengatur
segala aktivitas manusia. Otak memiliki struktur yang relatif kecil dengan berat 1400
gram dan merupakan 2% dari berat badan. Terbagi menjadi 3 subdivisi yaitu
Cerebrum merupakan bagian terbesar otak yang terdiri dari 2 hemisfer, yaitu
hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh fissura longitudinalis. Cerebrum tersusun
dari
9
korteks.12 Satu rigi lipatan korteks disebut gyrus cerebri, sedangkan parit yang
memisahkan gyrus cerebri disebut sulcus cerebri. Berdasarkan gyrus cerebri dan
sulcus cerebri yang konstan maka cerebrum dibagi menjadi 4 lobus besar, yaitu lobus
Lobus frontalis berperan sebagai pusat intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat
penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunteer
di gyrus presentralis (area motor primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus
ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, motivasi dan inisiatif.13
temporalis superior, gyrus temporalis medius, dan gyrus temporalis inferior. Pada sisi
dalam dari sulcus lateralis terdapat beberapa lipatan pendek miring disebut gyrus
temporalis transversi dari Heschl yang merupakan cortex auditoris primer (pusat
pendengaran). Facies inferior lobus temporalis terletak pada fossa cranii media. Pada
daerah ini didapatkan gyrus temporalis inferior, gyrus occipitotemporalis dan gyrus
(pusat penghidu). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal,
10
Hippocampal Sclerosis merupakan keadaan patologis yang paling sering dikaitkan
parietalis superior, dan lobulus parietalis inferior. Sisi posterior dari sulcus sentralis
dan gyrus postcentralis merupakan area somesthetica primer, yang merupakan daerah
pusat rasa taktil dari reseptor superficial dan profunda seluruh tubuh. Pada lobulus
parietalis inferior teradapt region untuk proses pemahaman dan interpretasi signal
sensorik.
cerebelli. Pada lobus occipitalis terdapat cortex visual primer (pusat penglihatan).
Korteks visual dari setiap hemisfer menerima impuls visual dari retina sisi temporal
ipsilateral dan retina sisi nasal kontralateral dimana menangkap persepsi separuh
11
Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesensefalon (otak
tengah). Medulla oblongata merupakan pusat refleks organ vital tubuh berfungsi
menyatukan hemisfer serebri dan cerebellum. Pada pons terdapat nukelus dari
beberapa saraf kranial serta neuron yang menghantarkan sinyal dari korteks serebri ke
serebellum, gangguan sensorik dan motorik serta gangguuan pada saraf kranial
tertentu.17 Mesenfalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
apendikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh. Sebab itu, sebellum disebut sebagai pusat koordinasi
Otak manusia tersusun dari kurang lebih 100 milyar sel saraf otak. Antar sel
saraf berkomunikasi melalui mekanisme perantara listrik dan kimiawi.20 Otak terdiri
dari 2 jenis sel yaitu neuron dan sel glia, dimana neuron berfungsi menghantarkan
sinyal listrik, sedangkan sel glia berfungsi menunjang dan melindungi neuron. Otak
12
menerima 17% dari cardiac output dan menggunakan 20% total oksigen tubuh untuk
sinyal listrik. Listrik dalam digunakan untuk mengontrol saraf, otot, dan organ.
rangsangan atau dari sel lain. Pada dendrit terdapat multisensor yang kemudian akan
mengubah segala rangsangan menjadi sinyal listrik. Setelah dikelola, akson akan
menghantarkan sinyal listrik dari badan sel ke sel lain atau ke organ melalui terminal
akson.22
disebabkan adanya ion negatif yang lebih didalam membran daripada di luar
membran. Keadaan ini neuron dikatakan terpolarisasi. Bagian dalam sel biasanya
mempunyai tegangan 60-90 mV lebih negatif di banding bagian luar sel. Beda
potensial ini disebut potensial istirahat neuron. Ketika ada rangsangan, terjadi
perubahan potensial sesaat yang besar pada potensial istirahat di titik rangsangan,
potensi ini di sebut potensial aksi. Potensial aksi merupakan metode utama transmisi
sinyal dalam tubuh. Stimulasi dapat berupa rangsang listrik, fisik dan kimia seperti
panas, dingin, cahaya, suara, dan bau. Jika ada impuls, ion-ion Na+ akan masuk dari
luar sel kedalam sel. Hal ini menyebabkan dalam sel menjadi lebih positif dibanding
luar sel, dan potensial membrane meningkat, hal ini disebut depolarisasi.23 24
13
Gambar 2. Skema Neuron
2.1.3 Patofisiologi
Epilepsi adalah pelepasan muatan listrik yang berlebihan dan tidak teratur di
otak. Aktivitas listrik normal jika terdapat keseimbangan antara faktor yang
menyebabkan inhibisi dan eksitasi dari aktivitas listrik. Epilepsi timbul karena adanya
kejang. Sinyal yang dikeluarkan dari neuron yang meletup cepat merekrut
yang berlebihan. Sistem inhibisi juga diaktifkan saat kejang, tetapi tidak dapat
14
Excitatory Postsynaptic Potentials (EPSPs) dihasilkan oleh ikatan
molekul pada reseptor yang menyebabkan terbukanya saluran ion Na atau ion
akan tetapi reseptor glutamate yang paling penting dan paling banyak diteliti
susunan saraf pusat adalah Gamma Amino Butiric Acid (GABA). Semua
2. Mekanisme sinkronisasi
yang abnormal. Potensial aksi yang terjadi pada satu sel neuron akan
15
3. Mekanisme epileptogenesis
neurotoksin dan trauma lain secara selektif dapat mengenai subpopulasi sel
tertentu. Bila sel ini mati, akson-akson dari neuron yang hidup mengadakan
aktivitas sel saraf termasuk kedala teori transisi interiktal0-iktal. Dari berbagai
penelitian, mekanisme transisi ini tidak berdiri sendiri melainkan hasil dari
mencetuskan epilepsi.
16
5. Mekanisme neurokimiawi
lain yang juga ikut berperan seperti misalnya golongan opioid yang dapat
zat kimia terbukti dapat memicu terjadinya epilepsi, yaitu alumina hydroxide
dendrit, soma dan astrosit, dan pada tahap akhir menyebabkan kematian sel.
Asam kainat terbukti dapat menginduksi kejang dengan cara memacu reseptor
17
2.1.4 Klasifikasi
18
3 Kejang tidak Motorik
diketahui Tonik klonik
Spasme epileptik
Non motorik
Perubahan perilaku
Tidak terklasifikasi
epilepsi manapun
Struktural Metabolik
Genetik Imun
19
2.1.5 Epidemiologi
Epilepsi merupakan kelainan neurologi kronik dan bisa terjadi pada semua
usia, terutama pada anak anak dan lansia (di atas 65 tahun). Berdasar data, 65%
pasien memiliki onset epilepsi pada usia kanak-kanak. 4-10% anak mengalami
setidaknya satu kali kejang pada 16 tahun pertama kehidupan. Dimana ada di
Saat ini sekitar 50 juta jiwa di dunia mendeita epilepsi. Setiap tahun sekitar
sekitar 2,4 juta jiwa terdiagnosis epilepsi. Perkiraan proporsi populasi dengan epilepsi
aktif (kejang terus menerus atau dengan butuh pengobatan) pada waktu tertentu
adalah 4-10 per 1000 penduduk. Namun, pada beberapa studi menunjukkan bahwa
pada negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki proporsi yang lebih
tinggi yaitu 7-14 per 1000 penduduk. Hampir 80% penderita epilepsi tinggal di
Di Indonesia, belum terdapat studi insidensi dan prevalensi yang pasti untuk
di Indoensia adalah 5-10 kasus per 1000 orang dan insiden 50 kasus per 100.000
orang per tahun.3 Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta terdapat sekitar 175 – 200 pasien baru per tahun dan
20
2.1.6 Etiologi
etiologi dibagi menjadi struktural, genetik, infeksi, metabolik, imun, dan tidak
diketahui.
Secara garis besar penyebab epilepsi di bagi menjadi dua, yaitu struktural dan
non struktural. Etiologi struktural merupakan penyebab epilepsi yang ditandai dengan
adanya kelainan anatomi otak atau adanya lesi pada otak. Kelainan pada otak dapat
terjadi karena adanya trauma kepala, trauma persalinan, demam tinggi, stroke,
eletrolit, infeksi, dan reaksi alergi. Sedangkan etiologi non struktural merupakan
penyebab yang tidak didapatkan kelainan pada otak bahkan penyebab yang tidak
diketahui.
2.1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
21
Anamnesis meliputi sacred seven dan fundamental four
1. Gejala utama
kejang
perkembangan
22
Untuk pasien anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya
unilateral.
c. Pemeriksaan EEG
dalam EEG, kelainan fokal pada EEG meunjukkan adanya lesi struktural pada
di kedua hemisfer.
dibanding seharusnya.
23
3. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
EEG yang abnormal, sedangkan gambaran EEG abnormal ringan atau tidak
d. Neuroimaging
struktur otak dan melengkapi data EEG. Pemeriksaan yang sering dilakukan
adalah CT Scan dan MRI. MRI akan menunjukkan hasil yang lebih rinci,
2.1.8 Tatalaksana
yang adekuat dan mengakhiri kejang sesegera mungkin. Yang pertama dapat
diberikan saat kejang adalah diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat
badan <10 kg atau 10 mg bila berat badan anak >10kg. Jika masih kejang
dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat dan sama.
Jika setelah pemberian 2 kali diazepam, namun masih tetap kejang sesegera
24
b. Terapi medikamentosa
Penyebab genetik
lamotrigine, levetiracetam,
topiramate, zonisamide,
asam valproat
diketahui
West syndrome
tpiramate, stiripentol
25
c. Terapi bedah
mengonsumsi OAE selama 18 bulan secara teratur dan adekuat namun tidak
terhadap OAE yang buruk. Hal itu disebut sebagai epilepsi intraktabel.7
bagian otak yang menjadi fokus sumber serangan epilepsi. Berikut adalah
- Lobektomi temporal
- Eksisi korteks ekstratemporal
- Hemisferektomi
- Callostomi
a. Jenis kelamin
Pada beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa pria lebih berisiko
26
c. Keterlambatan perkembangan
epilepsi, namun tidak semua terjadi keterlambatan perkembangan. Jika hal itu
luhur, dan pemeriksaan refleks khusus. Jika pada salah satu pemeriksaan
semakin tinggi. 9
e. Komplikasi perinatal
khusus (rawat inap), seperti asfiksia, berat badan lahir rendah, kelahiran
27
bangkitan epilepsi. Frekuensi tergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya hipoksia dan iskemia pada otak.
Selain itu pada bayi BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu
Bayi prematur adalah yang lahir kurang dari usia 37 minggu. Pada
menjadi hipoksia. Hai ini menyebabkan alira darah ke otak bertambah, bila
sering timbul dan tiap serangan lebihh dari 20 detik kemungkinan kerusakan
otak permanen lebih besar. Daerah yang retan kerusakan adalah daerah
hipokampus.
Bayi postmatur atau lahir lebih dari 42 minggu juga memiliki risiko
yang sama. Hal itu karena adanya penuaan plasenta yang membuat suplai
pada kepala bayi dan hipoksia pada bayi. Manifestasi dari cidera mekanik
mekanik pada kepala janin, hal ini dapat menyebabkan perdarahan subdural,
28
dapat mengakibatkan kompresi otak sehingga terjadi perdarahan dan udem
Jaringan parut ini dapat menghambar proses inhibisi. Hal ini akan
timbulnya kejang.
kerusakan neuron.
glukosa, oksigen, dan aliran darah otak sehingga terjadi edema sel,
29
g. Riwayat status epilepticus
lebih dari 30 menit terus menerus dan diantara dua kejang terjadi penurunan
memiliki risiko 5 kali lebih bessar dari anak yang ayah dan ibu bukan
penyandang epilepsi. Jika hanya ibu yang menyandang epilepsi maka risiko
pada anak laki- lakinya 2,9% dan risiko pada anak perempuannya 2,3%.
Apabila ayahnya yang menyandang epilepsi, maka risiko epilepsi bagi anak
anaknya adalah anak laki- laki 1,1% dan anak perembuan 0,6%.38
Tipe kejang multipel di tandai dengan lebih dari 1 tipe kejang pada
saat serangan epilepsi. Tipe kejang yang berbeda pada tiap serangan epilepsi
intraktabel.9
30
2.2 Kerangka Teori
Komplikasi Perinatal
Keterlambatan
Perkembangan
Abnormalitas pemeriksaan
neurologi
31
2.3 Kerangka Konsep
Jenis Kelamin
Komplikasi Perinatal
Keterlambatan
Perkembangan
Abnormalitas pemeriksaan
neurologi
Epilepsi Intraktabel pada
pasien anak
Riwayat kejang demam
32
2.4 Hipotesis
Kejadian epilepsi intraktabel dipengaruhi oleh faktor usia onset epilepsi, jenis
komplikasi perinatal, riwayat kejang demam, status epilepticus, etiologi, riwayat keluarga
33
BAB III
STATUS PASIEN DI RUANGAN POLI ANAK RUMAH SAKIT Dr. H. AMRI TAMBUNAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Alif alhafiz sudirja
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 2 Tahun
Tanggal lahir : 07 Februari 2020
Alamat : Jl bakti Gg ukir
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : Belum skolah
Suku Bangsa : WNI
No RM : 392658
Tanggal Kunjungan RS : 14 juni 2022
Poli : Anak
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
Anamnesis dilakukan pada hari Senin, tanggal 26,Oktober2022 pada pukul 10.10 WIB
Keluhan Utama Kejang 3x dirumah
Keluhan Tambahan Sakit Kepala
34
B. STATUS GENERALIS
Kepala Bentuk : normochepali, simetris
Nyeri tekan : (-)
- Rambut : hitam lurus dengan beberapa uban, distribusi merata, allopecia (-) 5
- Wajah : simetris, pucat (+), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor Ø 2 mm|2mm, RCL (+/+) RCTL (+/+)
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)
- Gigi Mulut : Jumlah gigi 29, terdapat gigi tanggal incisivus 2 kanan bawah, karies gigi (-),
perdarahan gusi (-), oral hygiene cukup baik.
- Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)
- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1 Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
JVP : 5+2 cm H20 Thoraks
Paru Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri Batas
jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri Batas
jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-) 6 Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus 2x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen Ekstremitas - atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -
bawah : akral hangat (+/+), oedem (-/-) –
C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Composmentis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang meningeal : Kaku kuduk : - Brudzinsky 1 : - Brudzinsky 2 : -|-Laseque : >700|
>700 Kernig : >1350 | >1350
4) Saraf kranial : 1. N. I (Olfactorius ) Kanan Kiri Keterangan Daya pembau Dbn dbn Dalam batas
normal 2. N.II (Opticus) Kanan Kiri Keterangan Daya penglihatan Lapang pandang Pengenalan
warna Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dalam batas normal 7 3.N.
III (Oculomotorius) Kanan Kiri Keterangan Ptosis
35
Pupil Bentuk Ukuran akomodasi Refleks pupil Langsung Tidak langsung Gerak bola mata
Kedudukan bola mata (-) Bulat Φ2mm baik (+) (+) Dbn ortoforia (-) Bulat Φ2mm baik (+) (+) Dbn
ortoforia Dalam batas normal 4. N. IV (Trokhlearis) Kanan Kiri Keterangan Gerak bola mata Dbn
Dbn Dalam batas normal 5. N. V (Trigeminus) Kanan Kiri Keterangan Motorik Sensibilitas
Opthalmikus Maxilaris Mandibularis Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dalam batas normal 6.
N. VI (Abduscens) Kanan Kiri Keterangan Gerak bola mata Strabismus Dbn (-) Dbn (-) Dalam
batas normal 8 7. N. VII (Facialis) Kanan Kiri Keterangan Motorik Saat diam Mengernyitkan dahi
Senyum memperlihatkan gigi Daya perasa 2/3 anterior lidah simetris Dbn Dbn Dbn Tidak
dilakukan simetris Dbn Dbn Dbn Tidak dilakukan Dalam batas normal 8. N. VIII (Vestibulo-
Kokhlearis) Kanan Kiri Keterangan Pendengaran Tuli konduktif Tuli sensorieural Vestibular
Vertigo Nistagmus (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Dalam batas normal 9. N. IX (Glossofaringeus) Kanan
Kiri Keterangan Arkus farings Daya perasa 1/3 posterior lidah Simetris Tidak dilakukan Simetris
Tidak dilakukan Dalam batas normal 10. N. X (Vagus) Kanan Kiri Keterangan Arkus farings
Disfonia Refleks muntah Simetris - Tidak dilakukan Simetris - Tidak dilakukan Dalam batas
normal 9 11. N. XI (Assesorius) Kanan Kiri Keterangan Motorik Menoleh Mengankat bahu Trofi
dbn dbn Eutrofi dbn dbn Eutrofi Dalam batas normal 12. N. XII (Hipoglossus) Kanan Kiri
Keterangan Motorik Trofi Tremor Disartri dbn eutrofi (-) (-) Dbn Eutrofi (-) (-) Dalam batas
normal 5) Sistem motorik Kanan Kiri Keterangan Ekstremitas atas Kekuatan Tonus Trofi
Ger.involunter 5555 N Eu (-) 5555 N Eu (-) Dalam Batas Ekstremitas bawah Normal Kekuatan
Tonus Trofi Ger.involunter 5555 N Eu (-) 5555 N Eu (-) 6) Sistem sensorik Sensasi Kanan Kiri
Keterangan Raba Nyeri Suhu Propioseptif baik baik Tidak dilakukan Tidak dilakukan baik baik
Tidak dilakukan Tidak dilakukan Dalam batas normal 10 7) Refleks Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis Biseps Triseps Patella Achilles (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) Patologis Hoffman Tromer
Babinski Chaddock Openheim Gordon Schaeffer (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Dalam batas
normal 8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan Jari
tangan – jari tangan Jari tangan – hidung Tumit – lutut Pronasi – supinasi Romberg test Baik
Baik Baik Baik Tidak dilakukan Baik Baik Baik Baik Tidak dilakukan 9) Sistem otonom Miksi : Baik
Defekasi : Baik Keringat : Baik 10)Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur 11) Vertebra :
tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan.
IV. RESUME.
Pasien datang dibawa keluarga dengan keluhan kejang yang dijumpai lima menit sebelum masuk
rs. Lama kejang diatas lima menit, kejang kaku seluruh tubuh . sebelumnya pasien kejang
dirumah sudah 3x dalam 6 jam terakhir. Lama kejang dibawa 10 menit. Riwayat demam tidak
dijumpai , sesak nafas disangksal. BAB dan BAK normal. Batuk berdahak dijumpai sudah sejak 1
bulan terakhir. Menurut keluarga 1 bulan terakhir pasien sering pilek pilek. BAB dan BAK normal.
Riwayat kontak dan perjalanan disangkal.
Riwayat kejang saat usia sekitar 10 tahun, namun hanya beberapa kali. Riwayat hipertensi dan
penyakit jantung. Kakak kandung pasien juga memiliki riwayat kejang berulang. Pasien telah
diberi obat carbamazepim untuk keluhan kejangnya. Pasien juga meminum obat antihipertensi
serta obat untuk penyakit jantungnya namun pasien sudah jarang meminum obat-obat tersebut.
36
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos
Mentis Tanda vital : Tekanan darah : 140/80 mmHg Denyut nadi : 84x/mnt Frekuensi Nafas : 18x
/mnt Suhu : 36,3oC Status generalis : Dalam batas normal Status Neurologis : GCS E4V5M6
Tanda rangsang meningeal : negatif Saraf kranialis : baik Sistem motorik : 12 Lengan kanan/kiri :
5555/5555 Tungkai kanan/kiri : 5555/5555 Sistem sensorik : baik Refleks fisiologis : (+) Refleks
Patologis : (-)
VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Pertolongan pertama Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas
tindakan apa yang harus diambil bila menghadapi serangan.
b. Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa membuka mulut
pasien.
2. Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya akan berakibat
menimbulkan cedera.
c. Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.
d. Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.
e. Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi setengah telungkup
untuk membantu pernafasan pasien dan pemulihan serta berikan bantalan di kepala
dengan sesuatu yang lunak.
f. Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi Setelah suatu serangan pasien harus ditemani
dan diberi dukungan hingga fase bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya
dan pasien memperoleh kembali keseimbangannya.
3. Sabutamol 3x3 Phenobarbital 2x25 mg, Pulvis 13, Cotrimoxazole 2x1 sdt.
37
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang berulang. Kejang
terjadi ketika aktivitas listrik dalam otak tiba-tiba terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan
perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi. Tidak semua kejang disebabkan
epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi tertentu seperti meningitis, ensefalitis atau
trauma kepala. Ada banyak tipe kejang pada epilepsy. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang
parsial dan kejang umum, tergantung pada banyaknya area otak yang terpengaruh. Ada beberapa
komplikasi pada epilepsy seperti status epileptikus dan sudden unexpected death in epilepsy.
Status epileptikus ini terjadi jika terdapat kejang lebih dari 30 menit tanpa adanya pemulihan
kesadaran. Biasanya status epileptikus adalah kedaruratan medis pada kejang tonik klonik.
Sedangkan SUDEP sangat jarang terjadi. Gejala epilepsy dapat dikontrol dengan menggunakan
obat anti kejang. Hamper delapan dari sepuluh orang dengan epilepsy gejala kejang yang mereka
alami dapat dikontrol dengan baik oleh obat anti kejang. Pada awal pengobatan akan diberikan
satu jenis obat untuk mengatasi kejang. Apabila kejang tidak dapat dikontrol maka akan
digunakan dua atau lebih kombinasi dari obat anti kejang.
B. SARAN
1. Bagi pasien epilepsi Pasien epilepsi diharapkan mematuhi aturan minum obat yang telah
diberikan oleh dokter, disamping menghindari faktor-faktor pencetus yang menyebabkan
kekambuhan bangkitan kejang. Diharapakan dengan adanya kepatuhan minum obat anti epilepsi
yang baik, pasien dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
2. Bagi tenaga kesehatan Tenaga kesehatan khususnya dokter dapat memberikan edukasi yang
baik terhadap pasien epilepsi mengenai pentingnya kepatuhan minum obat anti epilepsi dan
efeknya bila tidak mematuhi pengobatan. Diharapkan pula dapat mengetahui faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien epilepsi. Selain itu bagi para tenaga kesehatan di bidang
farmasi diharapkan dapat menjelaskan atau mengingatkan pasien mengenai aturan minum obat
yang diresepkan oleh dokter.
3. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih mengkaji lagi mengenai
faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien epilepsi, seperti faktor
sosial ekonomi, derajat keparahan efek samping yang ditimbulkan dari OAE, dsb. Peneliti
selanjutnya juga dapat menilai kepatuhan minum obat dengan instrumen yang berbeda, seperti
penilain kepatuhan berdasarkan konsentrasi obat dalam serum darah. Selain itu penilaian kualitas
hidup dapat menggunakan kuesioner yang berbeda pula. Penelitian dapat juga dilakukan dengan
menggunakan angket yang dapat diisi sendiri oleh responden secara tertulis sehingga akan lebih
objektif.
38
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
39