Anda di halaman 1dari 41

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS : 17 Juli 2021 Jam Masuk :-


Tanggal Pengkajian : 19 Juli 2021 No. RM :1554xx
Jam Pengkajian :- Diagnosa : Cedera Kepala Berat
Hari Rawat ke :2

IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Tn. S
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 49 th
4. Status Kawin : Kawin
5. Suku/ Bangsa : Jawa
6. Agama : Islam
7. Pendidikan : SD
8. Pekerjaan : Petani
9. Alamat : Surabaya
10. Sumber Biaya : Keluarga

KELUHAN UTAMA
Keluhan utama: penurunan kesadaran post KLL

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan diri ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit
karena kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di jalan, keluarga mengatakan keadaan
klien muntah- muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Lalu klien
segera dibawa ke RSUD Dr.Sutomo untuk mendapatkan pertolongan. Sesampainya di
RS klien dengan penurunan kesadaran GCS 3 (E1M1V1) langsung masuk keruangan RES
IRD Lantai 1 dan dilakukan tindakan membersihkan jalan nafas dan memasang ETT serta
alat bantu nafas ventilator pada tanggal 17 Juli 2021 jam 09.00 WIB.Pada tanggal 17
Juli 2021 pukul 14:30 dan dipindahkan ke ruang ICU GBPT. Di lakukan pengkajian kasus
keperawatan dan didapatkan hasil klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2
(E1VtM1), terpasang IVFD Ringerfundin gtt 20x/menit, terpasang kateter, TD= 160/100
mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,50C, HR= 65x/menit, adanya jejas di daerah mata, pipi,
luka di bagian kepala belakang sebelah kanan berukuran 3cm dan terdapat darah.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : ya tidak  kapan :…… diagnosa :…………
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak  jenis……………………
Riwayat kontrol : -
Riwayat penggunaan obat : -
Obat ya tidak  jenis……………………
Makanan ya tidak  jenis……………………
Lain-lain ya tidak  jenis……………………
3. Riwayat operasi: ya tidak
- Kapan : ……………………
- Jenis operasi : ……………………
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ya  tidak
- Jenis
:

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan:
Alkohol ya tidak  keterangan……….....................
Merokok ya  tidak
keterangan ± 5 batang rokok/hari
Obat ya tidak 
keterangan…..............................................................
………………
Olah raga ya tidak 
keterangan…..........................................................
…………………
Genogram

Keterangan:
: Klien Laki laki

: Perempuan

: Meninggal dunia
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital
S : 36,5̊C N : 65 x/mnt T : 160/100 mmHg
Kesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma 
a. Keluhan nyeri: ya tidak √ 
P:...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S : Skala nyeri menggunakan CPOT : ...........................
T : ……………………………………………….

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. RR dari pasien : 30x/menit
Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuproduktif tidak produktif
Sekret: ada Konsistensi : kental
Warna: putih Bau :..................................
b. Penggunaan otot bantu nafas:
tidak ada......................................................................................................................
................................................
c. PCH ya  tidak ................................................
d. Irama nafas teratur  tidak teratur
f. Pleural Friction rub:.....................................................................................................................
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Cracles  Ronki Wheezing
i. Alat bantu napas  ya tidak
Jenis. Ventilator Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr
press: 16 SPO2 : 98% ETV:258

3. Sistem Kardio vaskuler (B2)


a. Nadi karotis : teraba
b. Nadi perifer : lemah
c. Perdarahan : tidak ada
d. Keluhan nyeri dada: ya  tidak
e. Irama jantung:  reguler ireguler
f. Suara jantung:  normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-
lain.....
g. Ictus
Cordis: -
h. CRT < 2 detik
i. Akral: dingin
m. ECG : iskemik

4. Sistem Persyarafan (B3)


a. GCS : E1,M1,Vett
b. Refleks fisiologis patella triceps biceps
c. Refleks patologis babinsky brudzinsky
kernig Lain-lain
d. Keluhan pusing ya
tidak
P :...........................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................

e. Pemeriksaan saraf kranial:


N1 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N2 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N3 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N4 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N5 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N6 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N7 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N8 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N9 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N10 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N11 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
N12 : normal tidak Ket.: -……..............................................................
f. Pupil  Isokor Diameter: 2/2.
g. Sclea  ikterus

Konjunctva anemis
h.
Isitrahat/Tidur : tidur terus
i.
\Gangguan tidur :
-..............................................................
j. Lain-lain:
5. Sistem perkemihan (B4)
a. Kebersihan genetalia:  Bersih Kotor
b. Sekret: Ada  Tidak
c. Ulkus: Ada  Tidak
d. Kebersihan meatus uretra:  Bersih Kotor
e. Keluhan kencing: Ada
Tidak Bila ada, jelaskan:
Kemampuan berkemih:
Spontan  Alat bantu,
sebutkan: kateter
Hari ke :3
f. Produksi urine : 1200cc/hari Warna : kuning
g. Bau : seperti bau obat
h. Kandung kemih : Membesar ya  tidak
i. Nyeri tekan ya  tidak
j. Intake cairan oral : ……… cc/hari parenteral..........cc/hari
k. Balance cairan:
Tidak terkajiLain-lain:
6. Sistem pencernaan (B5)

a. TB : 173 cm :. . ...BB
. . . . .:...63
. . . .kg
. ... . . . . . . ... . .
b. Mulut: bersih Kotor √ berbau
c. Membran mukosa: Lembab √ kering stomatit

d. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
e. Abdomen: tegang √ kembung ascites

Nyeri tekan: ya tidak√


Luka operasi: ada tidak , √
Jenis operasi :
Lokasi :
Keadaan :................
h. Peristaltik 20 x/menit
i. BAB: 1 x/hari
j. Konsistensi: keras lunak cair √ lendir/darah
k. Diet: padat lunak cair √
l. Nafsu makan: baik √ menurun Frekuensi 3 x/hari
m. Porsi makan:
Habis √ tidak
7. Sistem muskuloskeletal (B6)
a. Pergerakan Bebas Terbatas √
sendi:
b. Kekuatan otot: 2
2
2 0
c. Kelainan ekstremitas: ya √ (post trepanasi) tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak √

e. Fraktur: ya tidak √
- Jenis fraktur rusuk
f. Traksi: ya tidak √
- Jenis :-
- Beban :-
- Lama pemasangan :-
g. Penggunaan spalk/gips: ya tidak √ .
h. Kompartemen syndrome : ya tidak √
i. Kulit: ikterik sianosis √ kemerahan hiperpigmentasi
j. Turgor baik k rang √ jelek
k. Luka operasi: ada √ tidak
Jenis operasi : trepanasi
Lokasi kepala bagian kanan
Keadaan : baik
Drain : ada tidak √
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi : -
PEMERIKSAAN RISIKO
JATUH Morse Fall Scale (MSF)
Faktor Risiko Skal Poin Skor Kesimpul
a Pasien an/
Masalah
Riwayat Jatuh Ya 25
Tidak
Diagnosis Sekunder (≥ Ya
diagnosis medis) Tidak
Alat Bantu Perabot
Tongkat/ Alat
Penopang
Tidak Ada/ kursi
roda/
perawat/ tirah
baring
Terpasang Infus Ya
Tidak
Gaya Berjalan Terganggu
Lemah
Normal/ tirah
baring/
imobilisasi
Status Mental Sering lupa
akan
keterbatasan
yang
Dimiliki
Orientasi baik
terhadap
kemampuan diri
sendiri
Catatan Total

4. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid: ya tidak √
b. Pembesaran kelenjar getah bening: tidak
c. Hipoglikemia: tidak
d. Hiperglikemia: tidak

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN

Jelaskan : klien dibantu total oleh perawat untuk seka 2 kali sehari, mengkramasi klien 1
minggu sekali, mengganti sprei,
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit Sering √ kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah√

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll) tanggal 18 Juli


2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Glukosa sewaktu 150 mg/dl 70-140

Urea 32 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,00 mg/dl 0,5-1,2

SGOT 23 u/L 0-31

SGPT 14 u/L 0-32

Kalium 41 Mmol/L 3,4-5,4

Natrium 145 Mmol/L 135-155

Klorida 99 Mmol/L 95-108

HbsAg Negatif

WBC 14,59 [10^3/uL] 4,8-10,8

RBC 3,99 [10^6/uL] 4,2-5,4

HGB 10,3 [g/dL] 12-16

HCT 32,6 [%] 37-47


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Analisa Gas Darah
pH 7,28 7,35-7,45
pCO2 13,5 mmHg 33-44
pO2 175,6 mmHg 71-104
Bicarbonat 6,5 mmol/L 22-29
(HCO3)
Kelebihan Basa -17,7 mmol/L 150.000-400.000
(BE)
SaO2 99,3 94-98

TERAPI

Cara
No Nama Terapi Dosis Golongan Obat
Pemberian

1 Ceftriaxone 2x1 Gr I.V Antibiotik

2 Paracetamol 3x1 gr I.V Antipiretik

3 Omeperazole 1x40 ml I.V Analgetik

4 Dobutamin 150 gr Kontinyu I.V Obat jantung

5 Phenytoin 50 mg I.V Obat anti kejang

6 Ringer Fundin 500cc/24 jam I.V Elektrolit


Kontinyu
ANALISA DATA

Nama Pasien : Tn.S


Umur : 49 Th
Hari/
Tgl/ DATA ETIOLOGI MASALAH
Jam
Senin, 19 DS : tidak terkaji Cidera kepala Bersihan Jalan
Juli 2021 DO : Napas Tidak
08:00 Ku:penurunan kesadaran Cidera otak primer Efektif
1) GCS :E1VtM1 (D.0001) Hal.18
2) Terpasang Ventilator Kerusakan sel otak meningkat
Mode :PCV
EMV : 7,5 Peningkatan rangsangan
Total Rate : 30 simpatis
PEEP : 5
FIO2: 30 Peningkatan tahanan vaskuler
Inspirasr press: 16 sistemik
SPO2 : 98%
ETV:258 Penurunan tekanan pembuluh
3) N : 65x/menit darah pulmonal
4) Terdapat secret di
selang ETT dan mulut Peningkatan tekanan hidrostatik
5) Suara nafas
tambahan ronchi Kebocoran cairan kapiler

Odema paru

Penumpukan cairan/secret

Difusi O2 terhambat

Bersihan jalan nafas

Senin, 19 DS : tidak terkaji Cidera kepala Resiko Perfusi


Juli 2021 Cerebral Tidak
08:00 DO : Cidera otak primer efektif (D.0017)
1) Ku:penurunan Hal.51
kesadaran Kerusakan sel otak meningkat
2) GCS :E1VtM1
3) TD: 160/100 mmHg gangguan autoregulasi
4) pCO2 =13,5 (n =33-
44) aliran darah ke otak menurun
5) pO2 =175,6 (n=71-
104) oksigen menurun
6) E1,M1,Vett
7) Kebiruan sekitar gangguan metabolisme
mata (jejas)
8) Kepala bengkak dan asam laktat meningkat
asimetris
Resiko Perfusi Jaringan
Cerebral
Senin, 19 Ds:Tidak terkaji Cidera kepala Pola nafas tidak
Juli 2021 Do :terpasang ventilator efektif
08:00 1. Mode :PCV EMV : 7,5 Cidera otak sekunder (D.0005) Hal.26
Total Rate : 30 PEEP : 5
FIO2: 30 Inspirasr press: Kerusakan sel otak meningkat
16 SPO2 : 98% ETV:258
2. Irama nafas tidak teratur, peningkatan rangsangan
kedalam teratur, suara simpatis
nafas ronkhi
peningkatan tahanan vaskuler
sistemik

penurunan tekanan pembuluh


darah pulomonal

peningkatan tekanan hidrostatik

kebocoran cairan kapiler

odema paru

penumpukan cairan/secret

Pola Nafas Tidak Efektif


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S


Umur : 49

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam jalan nafas di
buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001) Hal.18
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakarnial
dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot
pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) Hal.26
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

No TANGGAL TANGGAL TANDA


DX MUNCUL DIAGNOSA KEPERAWATAN TERATASI TANGAN
1. 19 Juli 2021 Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan adanya benda
asing dalam jalan nafas di buktikan
dengan terdapat secret kental
berwarna putih (D.0001) Hal.18
1. 19 Juli 2021 Resiko perfusi serebral tidak
efektif berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakarnial
dibuktikan dengan cedera kepala
(D.0017) Hal.51
2. 19 Juli 2021 Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan
upaya napas (kelemahan otot
pernafasan) dibuktikan dengan
pola nafas abnormal (D.0005)
Hal.26
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S
No. Register :
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
KEPERAWATAN (SDKI) (SLKI)
1. (D0001) Hal.18 Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen jalan napas (1.01011)
Bersihan jalan napas tidak selama 1x1 jam klien menunjukkan Observasi
efektif bersihan jalan nafas meningkat,  1. Monitor pola napas
dengan kriteria hasil(L.01001) 2. Monitor bunyi napas tambahan
Hal.18: 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Produksi sputum menurun: Teapeutik
Sputum mencair 100ml/hari 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Batuk efektif meningkat 2. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
3. Ronkhi menurun 3. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
4. Siaonosis menurun: detik
Akral hangat kemerahan, CRT Edukasi
< detik 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak
5. Frekuensi napas membaik 12- kontraindikasi
20x/menit Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. (D.0017) Hal.51 Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial
Risiko perfusi serebral tidak selama 1x24 jam perfusi serebral (1.06194)
efektif meningkat,  dengan kriteria Observasi
hasil(L.02014) Hal.86: 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
1. Tekanan intra kranial menurun 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
7-15 mmHg 3. Monitor MAP
2. Tingkat kesadaran meningkat 4. Monitor ICP
Composmentis E4,M5,V6 5. Monitor status pernafasan
3. Gelisah menurun 6. Monitor intake dan output cairan
4. Tekanan darah membaik Terapeutik
120/80 mmHg 1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan
3. (D0005) Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi (1.01014)
Pola napas tidak efektif keperawatan selama 1x6 jam Observasi
diharapkan inpirasi atau ekspirasi yg 1. Monitor pola napas, monitor saturasi oksigen
tidak memberikan ventilasi adekuat 2. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya
membaik : nafas
1. Dyspnea menurun suara nafas 3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
vasikuler Terapeutik
2. Tidak ada penggunaan otot 4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
bantu nafas kondisi pasien.
3. Frekuensi napas membaik 12- 5. Berikan posisi semi fowler
20x/mnt Edukasi
4. Kedalaman napas membaik 6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
IMPLEMENTASI

HARI/ NO. DX JAM IMPLEMENTASI


TGL/
SHIFT
Senin, 19 Juli Manajemen jalan napas
1.
2021 08:20 Observasi
1. Memonitor pola napas
 pola napas tidak teratur
2. Memonitor bunyi napas tambahan
ronkhi
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
kental, putih
Teapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
 px terpasang ventilator Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr
press: 16 SPO2 : 98% ETV:258
5. Melakukan fisioterapi dada
 dilakukan fioterapi dada sebelum suction
6. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 melakukan suction steril
Edukasi
7. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi
 Ringer Fundin 500ml/24 jam pasien terpasang NGT
Senin, 19 Juli Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial (1.06194)
2.
2021 08:30 Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
post KLL dan adanya luka berdarahan di kepala bagian belakang kanan
2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
kesadaran menurun = GCS E1VetttM1 TD = 160/100 mmHg
3. Monitor MAP
S+ (2xD) : 3 = 160 + (2x100) : 3 =160 +200:3=120 , N = 70-99 mmHg
4. Monitor ICP
 TD = 160/100 mmHg, N =65x/menit
5. Monitor status pernafasan
menggunakan otot bantu pernafasan (ventilator) Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30
PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258
6. Monitor intake dan output cairan
intake = ± 2700 cc
Output =± 2900 cc
Terapeutik
7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
8. Mengantur ventilator agar PaCO2 optimal
9. Pertahankan suhu tubuh normal
 S = 36,5̊C
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Phenytoin
50 mg per 6 jam
Senin, 19 Juli Pemantauan respirasi
3.
2021 08:40 Observasi
1. Memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen
 pola napas tidak teratur, SPO2 96%
2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas
terdapat suara tambahan ronkhiRR: 30x/mnt,
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
ada secret kental berwarna putih, dilakukan suction
Terapeutik
4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
 pemantauan TTV 1 jam sekali
4. Memberikan posisi semi fowler
 pasien kooperatif
Edukasi
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pada keluarag pasien.
Selasa,20 Juli Manajemen jalan napas
4.
2021 08:00 Observasi
1. Memonitor pola napas
 pola napas tidak teratur
2. Memonitor bunyi napas tambahan
ronkhi
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
kental, putih
Teapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
 px terpasang ventilator Mode :PCV EMV : 7,3 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 29 Inspirasr
press: 19 SPO2 : 99% ETV:261
5. Melakukan fisioterapi dada
 dilakukan fioterapi dada sebelum suction
6. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 melakukan suction steril
Edukasi
7. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi
 Ringer Fundin 500ml/24 jam pasien terpasang NGT, jika perlu
Selasa,20 Juli Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial (1.06194)
5.
2021 08:00 Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
post KLL dan adanya luka perdarahan di kepala bagian belakang kanan
2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
 GCS E1VettM1 TD = 148/92 mmHg
3. Monitor MAP
S+ (2xD) : 3 = 148+ (2x92) : 3 =148 +184:3=111 , N = 70-99 mmHg
4. Monitor ICP
 TD = 148/92 mmHg, N =74x/menit
5. Monitor status pernafasan
menggunakan otot bantu pernafasan (ventilator), RR = 28x/menit
6. Monitor intake dan output cairan
intake = ± 2700 cc
Output =± 2850 cc
Terapeutik
7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
8. Memberikan posisi semi fowler
9. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal
10. Pertahankan suhu tubuh normal
 S = 36,7̊C
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Phenytoin
50 mg per 6 jam
Selasa,20 Juli Pemantauan respirasi
6.
2021 08:00 Observasi
1. Memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen
 pola napas tidak teratur, SPO2 99
%
2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas
 terdapat suara tambahan ronkhiRR: 28x/mnt,
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
ada secret kental berwarna putih, dilakukan suction
Terapeutik
4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
 pemantauan TTV 1 jam sekali
5. Memberikan posisi semi fowler
 pasien kooperatif
Edukasi
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pada
keluarag pasien
Rabu,21 Juli Manajemen jalan napas
7.
2021 14:10 Observasi
4. Memonitor pola napas
 pola napas tidak teratur
5. Memonitor bunyi napas tambahan
ronkhi
6. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
cair, putih
Teapeutik
7. Pertahankan kepatenan jalan napas
 px terpasang ventilator Mode :PCV EMV : 7,7 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 29 Inspirasr
press: 19 SPO2 : 98% ETV:283
8. Melakukan fisioterapi dada
 dilakukan fioterapi dada sebelum suction
9. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 melakukan suction steril
Edukasi
10. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi
 Ringer Fundin 500ml/24 jam pasien terpasang NGT, jika perlu
Rabu,21 Juli Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial (1.06194)
8.
2021 14:25 Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
post KLL dan adanya luka perdarahan di kepala bagian belakang kanan
2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
 GCS E3V1M2 TD = 144/90 mmHg, RR=22x/menit
3. Monitor MAP
S+ (2xD) : 3 = 144+ (2x90) : 3 =144 +180:3=108 , N = 70-99 mmHg
4. Monitor ICP
 TD = 144/90 mmHg, N =72x/menit
5. Monitor status pernafasan
menggunakan ventilator, RR = 28x/menit
6. Monitor intake dan output cairan
intake = ± 2650 cc
Output =± 2900 cc
Terapeutik
7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
8. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal
9. Pertahankan suhu tubuh normal
 S = 36,2̊C
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Phenytoin
50 mg per 6 jam

Rabu,21 Juli Pemantauan respirasi


9.
2021 14:40 Observasi
1. Memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen
 pola napas tidak teratur, SPO2 98%
2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas
 terdapat suara tambahan ronkhiRR: 28x/mnt,
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
ada secret kental berwarna putih, dilakukan suction
Terapeutik
4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
 pemantauan TTV 1 jam sekali
5. Memberikan posisi semi fowler
 pasien kooperatif
Edukasi
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pada
keluarag pasien
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. S


No. Register :
Hari/ Diagnosa Jam Evaluasi Paraf
Tgl/ Keperawatan
Shift
Senin,19 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan S : tidak dapat dikaji
Juli 2021 adanya benda asing dalam jalan nafas di buktikan O:
14:00 dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001) - Pola nafas tidak teratur
Hal.18 - Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,7
Total Rate : 27 PEEP : 5 FIO2: 29 Inspirasr press: 16 SPO2
: 99% ETV:251
- Terdapat seputum kental berwarna putih
- Terdapat suara ronkhi
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan


Senin,19 Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan S : tidak dapat dikaji
Juli 2021 dengan peningkatan tekanan intrakarnial dibuktikan
14:00 O:
dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51
-Klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM1
- TD: 155/63 mmHg MAP 93
- Nadi 65x/mnt
- Terdapat luka di kepala bagian kanan
- pCO2 =13,5 (n =33-44)
- pO2 =175,6 (n=71-104)
A : Masalah Belum Teratasi

P : Intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial dilanjutkan


Senin,19 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan S : Tidak dapat dikaji
Juli 2021 hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan)
14:00 O:
dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) -SPO2 97%
-Terdapat suara ronkhi
Hal.26
-RR 27x/mnt
-Terdapat secret di mulut dan bagian eetputih kental
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi pemantauan respirasi dilanjutkan


Selasa,20 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan S : tidak dapat dinilai
Juli 2021 dengan obstruksi jalan napas di tandai dengan O:
14:00 - Pola nafas tidak teratur
terdapat secret kental berwarna putih
- Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,8
Total Rate : 25 PEEP : 5 FIO2: 24 Inspirasr press: 17 SPO2
: 97% ETV:251
- Terdapat seputum kental berwarna putih
- Terdapat suara ronkhi

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan


Selasa,20 Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan S : tidak dapat dinilai
Juli 2021 dengan peningkatan tekanan intrakarnial ditandai O:
14:00 - Klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM2
dengan cedera kepala
- TD: 161/70 mmHg MAP 100
- Nadi 87x/mnt
- Terdapat luka di kepala bagian belakang kanan
- pCO2 =13,5 (n =33-44)
- pO2 =175,6 (n=71-104)
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial dilanjutkan
Selasa,20 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan S : Tidak dapat terkaji
Juli 2021 hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan)
14:00 O:
ditandai dengan penggunaan otot bantu nafas - SPO2 98%
- Terdapat suara ronkhi
- RR 25x/mnt
- Terdapat secret di mulut dan bagian eet putih cair
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi pemantauan respirasi dilanjutkan
Rabu,21Juli Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan S : tidak dapat dinilai
2021 21:00 dengan obstruksi jalan napas di tandai dengan O:
- Pola nafas tidak teratur
terdapat secret kental berwarna putih
- Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,5
Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 24 Inspirasr press: 17 SPO2
: 96% ETV:249
- Terdapat seputum cair berwarna putih
- Terdapat suara ronkhi
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi manajemen jalan napas dihentikan pasien meninggal


Rabu,21Juli Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan S : tidak dapat dinilai
2021 21:00 dengan peningkatan tekanan intrakarnial ditandai O:
- Klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM2
dengan cedera kepala
- TD: 160/70 mmHg MAP 100
- Nadi 79x/mnt
- Terdapat luka di kepala bagian belakang kanan
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial dihentikan
pasien meninggal
Rabu,21Juli Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan S : tidak dapat dinilai
2021 21:00 hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan)
O:
ditandai dengan penggunaan otot bantu nafas - SPO2 96%
- Terdapat suara ronkhi
- RR 28x/mnt
- Terdapat secret di mulut dan bagian eet putih cair

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi pemantauan respirasi dihentikan pasien meninggal
PEMBAHASAN

Penulis akan membahas persamaan dan kesenjangan yang ada pada “Asuhan

Keperawatan Kritis pada Tn.S dengan Cedera Kepala Berat/Cedera Otak Berat (COB) di R.

ICU RSUD Dr.sutomo”. Dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.S selama 3 hari

di R. ICU pada tanggal 19 Juli 2021 sampai dengan tanggal 21 Juli 2021.

I. Pengkajian Keperawatan

Pada tahap pengkajian pada Tn.S dengan Cedera Kepala Berat yang masuk rumah

sakit pada 17 Juli 2021, merupakan hari kedua klien dirawat di ruang ICU RSUD dr.

Sutomo surabaya. Saat dikaji Tn.S mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2ett

(E1,M1,Vett). Keluarga mengatakan klien mengalami kecelakaan lalu lintas 2 hari yang

lalu dan tidak sadarkan diri ± 2 jam. Klien dibawa ke RSUD Dr. Sutomo dengan keadaan

klien muntah- muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Pada

Pemeriksaan Fisik Tn.S didapatkan kesadaran : koma, GCS: E1 Vett M1. Klien terpasang

ETT serta alat bantu nafas ventilator.

Kasus yang dialami oleh Tn.S merupakan Cedera Kepala Berat/Cedera Otak Berat

(COB). Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak

disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2015)

Dalam kasus yang dialami oleh Tn.S Cedera Kepala Berat/Cedera Otak Berat (COB)

yang dialami disebabkan oleh adanya odema serebri. Tanda dan gejala yang muncul pada

Tn.S sesuai dengan teori dalam Ar. Irwan (2015), yang menyatakan bahwa gejala yang

sering ditemukan pada cedera kepala adalah Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit

atau lebih, pucat, mual dan muntah, pusing kepala dan terdapat hematoma. Menurut

Brain Injury Assosiation of America (2012), cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh

serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran

yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Dalam kasus

Tn.S, klien mengalami kecelakaan tertabrak oleh motor yang mengakibatkan klien

mengalami benturan pada kepala/fisik klien dan berdampak pada adanya jejas di daerah

mata, pipi, luka di bagian kepala belakang sebelah kanan berukuran 3 cm dan terdapat

darah dari mulut klien.

II. Diagnosis Keperawatan

Pada konsep dasar teori ada beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul

pada kasus Tn.S dengan Cedera Kepala Berat menurut Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (2016), yaitu:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam

jalan nafas di buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih

2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot

pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal

Untuk masalah Bersihan jalan napas tidak efektif, didapatkan data objektif yaitu

keadaan umum klien mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran

coma, GCS (E1VtM1), suara nafas tambahan ronchi, Terdapat secret di selang

ETT dan mulut.

Kemudian untuk masalah Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif,

didapatkan data objektif yaitu keadaan umum klien mengalami penurunan kesadaran

dengan tingkat kesadaran coma, GCS (E1VtM1), terpasang Mode :PCV EMV : 7,5
Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258 Nadi :

65x/menit, S : 36,50C, TD: 160/100 mmHg,, pCO2=13,5 (n =33-44), pO2

=175,6 (n=71-104). Pupil anisokor, kebiruan sekitar mata (jejas), kepala bengkak

dan asimetris.

Kemudian untuk masalah Pola nafas tidak efektif, didapatkan data objektif RR:

30x/menit, N : 65x/menit, S : 36,50C, TD: 160/100 mmHg. Respirasi memakai

ventilator dengan settingan Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2:

30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258. Irama nafas tidak teratur, kedalam

teratur, suara nafas ronkhi.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi untuk masalah bersihan jalan napas tidak effektif adalah Manajemen jalan

napas yaitu dengan monitor pola napas, monitor bunyi napas tambahan, monitor sputum

(jumlah, warna, aroma), Pertahankan kepatenan jalan napas, posisikan semi fowler atau

fowler, lakukan fisioterapi dada, (jika perlu), lakukan penghisapan lender kurang dari 15

detik, berikan oksigen, kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, (jika

perlu), anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu.

Sedangkan intervensi untuk masalah risiko perfusi serebral tidak efektif adalah

Manajemen peningkatan tekanan intrakarnial yaitu dengan mengidentifikasi penyebab

peningkatan TIK, monitor tanda dan gejala peningkatan TIK, monitor MAP, onitor ICP,

onitor status pernafasan, onitor intake dan output cairan, minimalkan stimulus dengan

menyediakan lingkungan yang tenang, berikan posisi semi fowler, hindari maneuver valsava,

cegah terjadinya kejang, hindari pemberian cairan IV hipotonik, atur ventilator agar PaCO2

optimal, pertahankan suhu tubuh normal, kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan,
kolaborasi pemberian diureik osmosis.

Intervensi untuk masalah pola napas tidak efektif adalah Pemantauan respirasi

dengan memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen, monitor frekuensi, irama, kedalam

dan upaya nafas, monitor adanya sumbatan jalan napas, atur interval waktu pemantauan

sesuai dengan kondisi pasien, jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, informasikan hasil

pemantauan, jika perlu.

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi dilakukan 3 hari yakni pada tanggal 19 Juli 2021 hingga tanggal 21 Juli

2021. Pada 3 hari itu, semua perencanaan telah dilaksanakan sesuai sebagaimana

mestinya. Implementasi pada Tn.S tidak tidemukan kesenjangan dengan teori yang ada.

Pada kasus nyata, implementasi dilakukan sesuai dengan diagnosa dan intervensi yang

telah ditetapkan berdasarkan teori. Pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif telah

dilakukan implementasi manajemen jalan napas. Sedangkan pada diagnosa risiko perfusi

serebral tidak efektif telah dilakukan implementasi Manajemen peningkatan tekanan

intra kranial. Dan pada diagnosa pola nafas tidak efektif dilakukan intervensi

pemantauan respirasi. Pada pelaksanaan tindakan keperawatan tidak ditemukan

hambatan dikarenakan pasien dan keluarga kooperatif dengan perawat, sehingga rencana

tindakan dapat dilakukan.

V. EVALUASI KEPERAWATAN

Sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan pengkajian,


merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan perencanaan dan implementasi. Catatan
perkembangan dilakukan sebagai bentuk evaluasi menggunakan (SOAP) (Wijaya, 2013).
Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat dilaksanakan karena merupakan kasus semu
sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilaksanakan karena dapat diketahui
keadaan pasien dan masalahnya secara langsung.
Evaluasi dilakukan 3 hari yakni pada tanggal 15 Juni 2021 hingga tanggal 17 Juni
2021. Dari tiga diagnose yang dilakukan intervensi serta implementasi, maslah belum
teratasi. Untuk diagnose pertama pola nafas tidak teratur, Pasien menggunakan ventilator
Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 24 Inspirasr press: 17 SPO2 :
96% ETV:249, terdapat seputum cair berwarna putih, terdapat suara ronkhi. Untuk
diagnosa yang kedua, klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM2, TD:
160/70 mmHg MAP 100, Nadi 79x/mnt, Terdapat luka di kepala bagian belakang
kanan. Dan utuk diganosa yang ketiga didapatkan haisl evaluasi: SPO2 96%, terdapat,
suara ronkhi, RR 28x/mnt, terdapat secret di mulut dan bagian eet putih cair.
DAFTAR JURNAL

No. Judul Jurnal Kutipan


1. Pengaruh Variasi Tekanan Negatif HASIL :
Suction Endotracheal Tube (ETT) Hasil penelitian menujukan terdapat pengaruh
Terhadap Nilai Saturasi Oksigen variasi tekanan negatif 25 dan 25 kPa terhadap
(SpO2) nilai saturasi oksigen pada analisis masing-
Peneliti : Sri Suparti masing kelompok dengan perbedaan nilai mean
Herb-Medicine Vol 2, No 2 (2019) | yang signifikan p value 0,001<0,05, tetapi tidak
terdapat perbedaan signifikan diantara dua
ISSN: 2620-567X kelompok dengan p value 0,284>0,05.
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan tekanan
negatif 25 kPa lebih efektif dalam mengeluarkan
sekresi sekret pada jalan nafas dan
memungkinkan penigkatan saturasi oksigen
setelah tindakan suction pada pasien dengan
ventilator dibandingkan dengan tekanan 20 kPa.
PEMBAHASAN :
Pasien kritis adalah pasien yang berpotensial
terancam jiwaanya terutama masalah kesehatan.
Semakin kritis kondisinya, menjadi sangat
rentan, tidak stabil dan kompleks, juga
membutuhkan asuhan perawatan yang intensif.
Pasien yang mengalami penurunan kesadaran
umumnya mengalami gangguan jalan nafas,
gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi.
Perawat mendignosis dengan masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif yang merupakan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi
serta penyempitan jalan nafas oleh sekret atau
obstruksi untuk mempertahankan jalan nafas.
Pasien kritis yang terpasang endotracheal tube
(ETT) dan ventilasi mekanik di Intensive Care
Unit (ICU) membutuhkan tindakan suction
untuk membersihkan dan mempertahankan
kepatenan jalan nafas. Suction ETT selain
manfaatnya juga bisa menyebabkan dampak
negatif seperti penurunan saturasi oksigen,
trauma, hipoksemia, bronkospasme, kecemasan
bahkan menstimulasi peningkatan tekanan
intravaskular. Penggunaan tekanan negatif,
ukuran dan durasi suction yang sesuai dapat
meminimalkan komplikasi. Berbagai penelitian
terkait pengaruh tindakan suctioning sebelumnya
telah membahas jenis tekanan negatif yang
bervariatif dari 100, 120, 150, 200 mmHg dan
lama suction 10-15 detik dengan hasil sudut
pandang yang berbeda. Kebaruan penelitian ini
adalah peneliti akan mengkombinasikan tekanan
negatif suction 20 kPa durasi 7 detik dan
tekanan 25 kPa durasi 10 detik, dan peneliti akan
mengevaluasi atau melihaat dampaknya terhadap
nilai saturasi oksigen termasuk sekresinya.
2. Pengaruh Tindakan Suction HASIL :
Terhadap Perubahan Saturasi Hasil kesimpulan dalam penelitian ini Terdapat
Oksigen Pada Pasien Penurunan rata-rata Saturasi Oksigen sebelum tindakan
Kesadaran Diruangan Icu Rumah suction pada kelompok intervensi adalah 99,48
Sakit Islam Siti Rahmah Padang dengan Standar Deviasi 0,330 Saturasi Oksigen
Tahun 2019 yang rendah 99 dan tertinggi 100. Sedangkan
Peneliti : Rebbi Permata Saria & Rata-rata Saturasi Oksigen sebelum tindakan
Revi Neini Ikbalb Jurnal Abdimas suction pada kelompok intervensi adalah 94,02
Prosiding SainsTeKes, Semnas dengan Standar Deviasi 0,489 Saturasi Oksigen
yang rendah 92 dan tertinggi 95. Terdapat rata-
MIPAKes UMRi Vol: 1 / Agustus
rata Saturasi Oksigen sebelum tindakan suction
2019 | E-ISSN : 2714-7991
pada kelompok kontrol adalah 98,60 dengan
standar deviasi 0,580 saturasi oksigen yang
rendah 97 dan tertinggi 99. Sedangkan rata-rata
Saturasi Oksigen Sesudah tindakan suction
pada kelompok kontrol adalah 94,77 dengan
standar deviasi 0,599 saturasi oksigen yang
rendah 93 dan tertinggi 95. Ada pengaruh antara
saturasi oksigen sebelum dan sesudah
pemberian tindakan suction hasil uji statistik
didapakan nilai P Value 0,000.
PEMBAHASAN :
Kegawatdaruratan neurologi yang ditandai
dengan adanya gangguan integritas otak dan
menjadi manifestasi klinis akhir pada kasus
kegagalan fungsi organ yang mengarah pada
gagal otak dan kematian. Di amerika serikat
pervelensi pasien kritis dari tahun 2004-2009
sebanyak 3.235.741 pasien yang dirawat di ICU
dan 246.151 (7,6%) merupan pasien kritis
kronis. Pada umumnya pasien kritis yang
mengalai ketidaksadaran akan mempengaruhi
produksi saliva sehingga bisa meningkatkan
sekret. Sekret merupakan bahan yang
dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea
melalui mulut. Produksi sekret yang berlebih
dimana dapat menghambat aliran udara dari
hidung masuk ke paru-paru. Peningkatan
produksi sekret ini mengakibatkan
ketidakmampuan dalam mengeluarkan sekresi
atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan jalan nafas maka diagnosa
keperawatan yang muncul ketidakefektifan
bersihan jalan nafas. Sekret yang terprodusi
tersebut harus di suction untuk mempertaankan
jalan nafas pasien. Suction merupakan suatu cara
untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas
dengan menggunakan kateter yang dimasukkan
melalui hidung atau rongga mulut
kedalampharyng atau trachea. Salah satu alat
ukur yang dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan terapi oksigen dapat dinilai dari
respiratori rate ( RR), Heart Rate (HT) dan
Saturasi Okigen dengan mengunakan oksimetri.
3 Analisis Dampak Penggunaan HASIL :
Varian Tekanan Suction Hasil penelitian didapatkan semakin tinggi
Terhadap Pasien Cedera Kepala penggunaan tekanan suction maka akan semakin
Berat. terjadi penurunan saturasi oksigen. Hasil
Penelitis: Hendy Lesmana1, Tri penelitian ini diharapkan menjadi panduan
Wahyu Murni2 & Anastasia dalam melakukan suction pada pasien cedera
Anna kepala berat dengan memerhatikan saturasi
Jurnal Keperawatan Padjadjaran oksigen. Terdapat perbedaan yang bermakna
Vol.3, No.3 (2015) | ISSN : 2338 nilai saturasi oksigen setelah suction dengan
-5324, E-ISSN : 2442 - 7276 tekanan 100 mmHg, 120 mmHg dan 150 mmHg.
Penggunaan tekanan suction 100 mmHg terbukti
menyebabkan penurunan saturasi oskigen yang
paling minimal bila dibandingkan dengan
tekanan 120 mmHg dan 150 mmHg. Ketiga
penggunaan tekanan suction (100 mmHg, 120
mmHg dan 150 mmHg) tidak menyebabkan
penurunan saturasi oksigen > 5 %, sehingga
dapat digunakan pada pasien cedera kepala yang
memiliki nilai saturasi oksigen 100 % (setelah
tindakan hiperoksigenasi). Penggunaan ketiga
tekanan tersebut suction memertimbangkan
kondisi pasien terutama nilai saturasi oksigen
dan jumlah produksi mukus. Penggunaan
tekanan suction dilahan praktik dapat diterapkan
berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan
tekanan suction 100 mmHg dapat menurunkan
saturasi oksigen yang minimal, sehingga lebih
tepat digunakan pada pasien cedera kepala yang
membutuhkan suctioning dengan saturasi
oksigen setelah hiperoksigenasi < 95 %.
PEMBAHASAN :
Pasien yang mengalami penurunan kesadaran
umumnya mengalami gangguan jalan nafas,
gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi.
Gangguan pernafasan biasanya disebabkan oleh
gangguan sentral akibat depresi pernafasan pada
lesi di medula oblongata atau akibat gangguan
perifer, seperti : aspirasi, edema paru, emboli
paru yang dapat berakibat hipoksia dan
hiperkapnia. Tindakan yang dapat dilakukan
pada kondisi di atas adalah pemberian oksigen,
cari dan atasi faktor penyebab serta pemasangan
ventilator. Pada pasien cedera kepala berat dan
sudah terjadi disfungsi pernafasan, di rawat di
ruang perawatan intensif dan terpasang selang
endotrakheal dengan ventilator dan sampai
kondisi klien menjadi stabil. Pasien yang
terpasang ventilator membutuhkan rencana
keperawatan yang khusus. Perawatan jalan nafas
terdiri dari pelembapan adekuat, tindakan
membuang sekret, perubahan posisi dan
suctioning. Suction dilakukan bila terdengar
suara ronki atau sekresi terdengar saat
pernafasan. Peningkatan tekanan inspirasi
puncak pada ventilator dapat mengindikasikan
adanya perlengketan atau penyempitan jalan
nafas oleh sekret, juga menunjukkan kebutuhan
untuk dilakukan suction. Peningkatan sekresi
dan kekentalan dari mukus pada pasien yang
terpasang ventilator dapat menyebabkan
penyumbatan pada lumen selang endotrakeal
(ETT) sehingga menyebabkan pasien kritis
mengalami masalah pada status respirasinya.
Tindakan keperawatan dibutuhkan segera untuk
mengeluarkan sekret dari jalan nafas dengan
suctioning atau pembersihan pada lumen ETT.
4 Literatur Reviews Manajemen HASIL :
Medis Dan Keperawatan Untuk didapatkan bahwa manajemen medis dan
Penanganan Peningkatan manajemen keperawatan dalam penanganan
Tekanan Intrakranial Pada peningkatan tekanan intrakranial dapat
Pasien Kritis Di Intensive Care mempertahankan efek penekanan intrakranial
Unit serta manajemen keperawatan dalam pemantuan
Peneliti : Ardhia Putri Pramesti, penekanan intrakranial dalam peningkatan
Beti Kristinawati Universitas kepala serta pemberian intervensi keperawatan
Aisyiyah Surakarta 2020 dan observasi di samping tempat tidur serta
koordinasi dan manajemen di asuhan
keperawatan antara lain harus menjadi bagian
dari manajemen keperawatan. Hasil manajemen
keperawatan yang dilakukan dalam pemberian
observasi pasien dengan melihat sekala koma
glas gow, pemberian posisi head up 30o , serta
pemantuan tanda-tanda vital pasien. Manajemen
medis dalam pemberian obat Dexmedetomidine,
obat obatan alteplase, dan pemberian
midozolam. Manajemen yang dilakukan untuk
pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial
dengan pemberian intervensi medis dan non
medis dapat menurunkan/berpengaruh pada
kerusakan lebih lanjut dari efek keparahan yang
terjadi.
PEMBAHASAN :
Dalam penanganan manajemen peningkatan
tekanan intrakranial intervensi medis yang
diberikan kepada pasien dapat melakukan
pemberian obat Dexmedetomidine, obat ini
diberikan untuk memberikan efek sedatif-
analgesik dan ansiolitik tanpa mengakibatkan
gangguan pernapasan, dexmedetomidine juga
telah ditetapkan sebagai obat penenang yang
aman dan efektif untuk pasien kritis.
Dexmedetomidine juga dapat mengurangi
eskalasi dalam penggunaannya. Pemberian
midozolam, midozolam merupakan obat sedatif
yang sering digunakan pada pasien kritis dan
beresiko mengakibatkan akumulasi obat dan
metabolitnya karena volume obat adalah
distribusi yang tinggi dan sifatnya lipofilik,
midozolam digunakan untuk penanganan
pertama pada pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial untuk mengurangi kenaikan
peningkatan tekanan intrakranial selama
penggunaan ventilasi mekanik. Sebelum pasien
dilakukan intubasi endotrakea, pemberian NaCl
pada pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial dapat dilakukan sebagai terapi yang
diinfuskan sebagai pengobatan pertama karena
NaCl yang diperlukan untuk mengendalikan
peningkatan tekanan intrakranial terapi
manajemen medis diatas efektif akan tetapi pada
kasus tertentu, diperlukan tatalaksana yang
agresif, akan tetapi penatalaksanaan ini juga
akan menyebabkan efek samping. Pemberian
intervensi manajemen pasien peningkatan
tekanan intrakranial dengan intervensi
keperawatan intervensi asuhan keperawatan
pada pasien dengan melakukan observasi
keadaan umum pasien untuk menentukan apa
yang harus dilakukan agar terhindar dari cedera
otak. Peningkatan tekanan intrakranial dilakukan
dengan meliputi posisi yang tepat ketinggian
head-of-the-bed sampai 30 derajat, untuk
mencegah cedera kulit ada efek yang signifikan
dari posisi head-up 30° pada perubahan tekanan
intrakranial, khususnya di tingkat kesadaran dan
tekanan arteri rata-rata pada pasien dengan
cedera kepala. Ini merekomendasikan bahwa
bagi petugas kesehatan untuk memberikan
pengetahuan mengenai intervensi ini untuk
mencegah peningkatan tekanan intracranial

5 Hubungan Tekanan Darah HASIL :


Sistolik Dan Frekuensi Napas Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Dengan Mortalitas Pada Pasien pada bulan Juli 2019 didapatkan bahwa kejadian
Cidera Kepala Di Igd trauma kepala yang mendominasi adalah cidera
Peneliti : Mahmuddin Rahma, kepala ringan sebanyak 11 orang (36, 7%),
Bagus Rahmat Santoso sedangkan responden dengan cidera kepala
journal.umbjm.ac.id/index.php/c sedang berjumlah 10 orang (33,3%) dan
aring-nursing Vol. 4 No. 1 responden dengan jenis cidera kepala berat
(April, 2019) ISSN : 2580-0078 berjumlah 9 orang (30%). Responden yang
meninggal sebanyak 8 orang dengan klasifikasi
cidera sedang hingga berat dengan nilai tekanan
darah sistolik 140-160 dan frekuensi napas 28-
48. Adapun hasil analisis Mann-Whitney
variabel nilai tekanan darah sistolik dengan
mortalitas pasien cidera kepala di IGD di yaitu
nilai ρ (0,000) < α (0,05) dan variabel nilai
frekuensi napas dengan mortalitas pasien cidera
kepala di IGD di yaitu nilai ρ (0,003) < α (0,05)
yang artinya dari kedua variable tersebut Ha di
terima karena nilai ρ valuenya lebih kecil dari α
dengan hipotesis Ha yaitu ada hubungan antara
tekanan darah sistolik dan frekuensi napas
dengan mortalitas pasien cidera kepala di IGD.
PEMBAHASAN :
Dari hasil distribusi tekanan darah sistolik pada
trauma kepala dalam table 2 menunjukkan
bahwa 12 dari 30 pasien cidera kepala
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik,
di mana diantaranya 10 dari 12 pasien yang
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
juga disertai dengan peningkatan tekanan intra
kranial dan 8 dari 12 pasien yang mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik dinyatakan
meninggal. Dalam penelitian Fuller et al (2014)
menyatakan bahwa TDS > 130 mmHg
berpengaruh dengan tingkat mortalitas sehingga
TDS harus dipertahankan antara 110-130
mmHg, pada keadaan TDS yang tinggi,
walaupun tidak terjadi pada semua pasien,
fungsi autoregulasi akan terganggu. Fungsi
autoregulasi ini penting untuk pencegahan cidera
kepala sekunder terutama ischemic neuronal
damage. perubahan pada tekanan intrakranial
akan berakibat terjadinya iskemia otak. Perfusi
otak yang kurang dapat menyebabkan kerusakan
sel-sel otak secara menyeluruh. Jika hal ini
terjadi, maka otak akan mengalami swelling
(pembengkakan secara menyeluruh), dengan
hasil akhir peningkatan tekanan intra kranial.
Terdapatnya cidera sistemik ganda terutama
yang berhubungan dengan hipoksia sistemik dan
hipertensi (tekanan sistolik > 130 mmHg) yang
dapat memperburuk prognosis penyembuhan.
Diantara cidera kepala, hipertensi biasanya
disebabkan kehilangan darah karena cidera
sistemik ataupun cidera langsung pada pusat
refleks kardiovaskuler di medulla oblongata
(Arnold, 2013). Dari hasil distribusi tekanan
darah sistolik pada cidera kepala dalam table 3
menunjukkan bahwa 10 dari 30 pasien cidera
kepala mengalami peningkatan frekuensi napas,
di mana diantaranya 9 dari 10 pasien yang
mengalami peningkatan frekuensi napas juga
disertai dengan peningkatan tekanan intra
kranial yang dimana pasien tersebut mengalami
keadaan hiperventilasi. Perubahan frekuensi
pernapasan menyebabkan saturasi oksigen dalam
darah menurun yang diikuti perfusi jaringan
yang menurun juga. Perfusi jaringan otak yang
rendah pada otak dapat menyebabkan
perburukan kondisi pasien cidera kepala,
sehingga pasien memiliki outcome yang buruk.
Semakin tinggi perfusi oksigen ke otak maka
outcome pasien cidera kepala semakin baik
(Safrizal et al., 2013). Frekuensi napas yang
cepat dapat memperburuk prognosis tingkat
disabilitas pasien. Terjadinya hiperventilasi
dapat disebabkan oleh gangguan intracranial.
Hiperventilasi menurunkan tekanan parsial
karbon dioksida (PaCO2) arteri yang
menyebabkan vasokonstriksi, penurunan aliran
darah serebral, dan tekanan intrakranial.
Kekurangan oksigen akan menyebabkan
terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan
terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan
menghasilkan asam laktat sebagai sisa
metabolisme.
6 Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala HASIL :
30 Derajat Terhadap Nilai Tekanan Hasil penelitian menunjukkan rerata tekanan
Parsial Oksigen (Po2) Pada Pasien parsial oksigen (pO2) pretest (sebelum
Dengan Ventilasi Mekanik intervensi) sebesar 177 mmHg (SD ± 30,848),
Peneliti : Karmiza, Muharriza, Emil dimana nilai tertinggi pO2 sebesar 228 mmHg
Huriani. Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April dan nilai terendah pO2 adalah 119 mmHg. Hasil
2014: 59–65 ini diperoleh melalui pemeriksaan analisa gas
darah yang diambil pada posisi pasien terlentang
(supine) dengan elevasi kepala 30 derajat, yang
ditujukan untuk mencegah aspirasi dan
pneumonia. Data posttest menunjukkan nilai
tekanan parsial oksigen (pO2) setelah dilakukan
intervensi berada pada rentang 132–269 mmHg,
dengan SD ± 33,909. Hasiluji T berpasangan
diperoleh nilai p=0,040 (p
PEMBAHASAN :
Posisi pasien yang terpasang ventilasi mekanik
di ruang intensif adalah posisi supine dengan
elevasi kepala sebesar 30 derajat. Elevasi kepala
30 derajat dapat memperbaiki ventilasi dan
menurunkan resiko aspirasi pada pasien dengan
ventilasi mekanik. Namun, menurut Price dan
Wilson (2006) adekuat tidaknya ventilasi paru
ditentukan oleh volume paru, resistensi jalan
nafas, compliance paru dan kondisi dinding
dada. Penurunan compliance paru dapat terjadi
pada pasien dengan posisi telentang yang
berdampak terhadap penurunan lingkar dinding
thorak dan peningkatan frekuensi pernafasan
sehingga dapat menimbulkan atelektasis (kolaps
alveolus) pada pasien dengan ventilasi mekanik
(Charlebois dan Wilmoth, 2004). Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan sebagian
besar responden mengalami peningkatan tekanan
parsial oksigen (pO2) setelah diberikan
intervensi. Perubahan posisi lateral kiri dan
elevasi kepala 30 derajat dilakukan oleh peneliti
dan dibantu petugas ruang intensif. Berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan peneliti, selama
posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat pasien
terlihat lebih nyaman, tidak gelisah,
hemodinamik stabil, saturasi meningkat
mencapai 100%, dan sekret mudah disuction.
Kondisi seperti ini menyebabkan bersihan jalan
nafas efektif dan pasien dapat bernafas dengan
baik sehingga oksigenasi adekuat. Menurut
Osborn dan Adam (2009) posisi lateral kiri dapat
memfasilitasi pergerakan sekret dibantu oleh
gaya grafi tasi dari paruparu ke saluran nafas
bagian atas, sehingga sekret dapat dengan
mudah dikeluarkan dengan tindakan suction.
Tekanan parsial oksigen (pO2) jaringan
ditentukan oleh keseimbangan antara (a)
kecepatan transpor oksigen dalam darah ke
jaringan dan (b) kecepatan pemakaian oksigen
oleh jaringan (Ober, Garrison, dan Silverthorn,
2001). Menurut Gravenstein dan Paulus (2004),
tekanan parsial oksigen (pO2) dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain hemoglobin, jenis
kelamin, umur, berat badan, tidal volume dan
kondisi patalogis seperti penyakit paru. Diantara
15 responden terdapat 3 responden yang
mengalami penurunan nilai tekanan parsial
oksigen (pO2), yaitu 2 responden dengan tumor
otak, post craniotomy, serta usia > 55 tahun, dan
1 responden dengan post laparatomy eksplorasi
luka, sepsis, serta terjadi perdarahan masif. Price
dan Wilson (2006) menyatakan tumor otak dapat
menyebabkan penekanan pada saraf pernafasan
sehingga refl ek batuk lemah dan terjadi retensi
jalan nafas yang disebabkan adanya
penumpukan sekret di jalan nafas. Selain itu,
seiring dengan penambahan usia akan terjadi
penurunan fungsi ventilasi paru. Pada kondisi
normal, sekitar usia 50 tahun, alveoli mulai
kehilangan elastisitas dan perlahan terjadi
kemunduran fungsi organ tubuh termasuk paru-
paru (Smeltze et al., 2008; Guyton dan Hall,
2006). Martin et al. (2002) juga mengatakan
bahwa klien dengan usia lebih muda
membutuhkan perawatan lebih singkat dan
memiliki survival lebih tinggi, sedangkan usia
lebih tua memiliki ketergantungan terhadap
ventilator lebih tinggi. Menurut Guyton dan Hall
(2006) usia dan riwayat penyakit akan
berdampak pada gangguan organ dan
berpengaruh terhadap penurunan kemampuan
fungsional paru

Status Hemodinamik Pasien Yang HASIL :


7. dasarkan tabel 3 diperoleh hasil pada kelompok
Terpasang Ventilasi Mekanik Dengan
Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala intervensi terdapat perbedaan yang signifikan
300 Peneliti : Yuswandi, Anwar antara nilai sebelum dan 120 menit sesudah
Wardi Warongan, Fitrian Rayasari. diberikan posisi lateral kiri elevasi kepala 300
JOURNAL OF ISLAMIC NURSING pada tekanan darah sistolik (p= 0,045;= 0,05),
Volume 5 Nomor 2 Desember 2020 tekanan darah diastolik (p=0,001;=0,05), MAP
(p=0,000;=0,05), Heart Rate (p=0,001;=
0,05) dan Respiratory Rate (p=0,009;=0,05),
sedangkan pada SPO2 tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p= 0,334;=0,05). Maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh posisi lateral
kiri elevasi kepala 300 pada tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik, MAP, Heart
Rate) dan Respiratory Rate, akan tetapi tidak ada
pengaruh terhdapat SPO2. Pada kelompok
kontrol diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara nilai sebelum dan sesudah
120 menit pada posisi selain posisi lateral kiri
elevasi kepala 300 pada tekanan darah sistolik
(p= 0.739;= 0,05), tekanan darah diastolik
(0.601;=0,05), MAP (p=0.621;=0,05), dan
Respiratory Rate (p=0.062;=0,05), dan SPO2
(p= 0.164;=0,05). sedangkan pada Heart Rate
terdapat perbedaan yang signifikan Heart Rate
(p=0.029;= 0,05).

PEMBAHASAN :
Ada pengaruh yang signifikan antara posisi lateral
kiri elevasi kepala 30 derajat dengan status
hemodinamik pada tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolic, MAP, Heart Rate dan
Respiratory rate. Tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara posisi lateral kiri elevasi kepala
30 derajat dengan status hemodinamik pada
SPO2. Terjadi peningkatan nilai rata-rata yang
signifikan selama 120 menit, sedangkan pada
SPO2 terjadi penurunan nilai rata-rata SPO2.
Sehingga dapat disimpulkan pada posisi posisi
lateral kiri elevasi kepala 30 derajat memberikan
dampak yang negative terhadap status respirasi,
aka tetapi dapat memberikan
dampak peningkatan status kardiovaskular
khususnya pada pasien-pasien yang mengalami
penurunan tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai