EPIDURAL HEMATOMA
RUANG PERAWATAN LONTARA 3 BEDAH SARAF
DI RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO
CI LAHAN CI INSTITUSI
A. Definisi
Epidural Hematoma (EDH) merupakan salah satu cedera sistem saraf pusat.
Epidural hematoma, yang disebut juga hematoma ekstradural, terbentuk diantara
tengkorak dan duramater [ CITATION Bla143 \l 14345 ]. Hematoma ini terjadi pada sekitar
10% dari cedera kepala yang parah dan biasanya berhubungan dengan fraktur tengkorak.
EDH merupakan gejala sisa serius yang terjadi akibat trauma kepala dan dapat
menyebabkan kematian.
Angka mortalitas EDH dapat mencapai 50% dan paling sering terjadi pada bagian
parietotemporal. EDH yang terjadi pada bagian frontal dan epidural sering kali tidak
menunjukkan tanda-tanda yang tidak jelas dan tidak dicurigai. Hematoma epidural terjadi
akibat cedera pada pembuluh darah serebral, paling sering arteri meningeal tengah.
Perdarahan biasanya kontinu dan membentuk bekuan besar yang memisahkan dura dari
tengkorak Gumpalan darah pada EDH biasanya dapat terjadi akibat robekan dari arteri
meningea akibat fraktur pada tulang tengkorak [ CITATION Kow171 \l 14345 ].
B. Etiologi
Menurut Brunner, & Suddarth. (2013) EDH umumnya disebabkan oleh gangguan
struktur duramater dan pembuluh darah kepala yang terjadi akibat fraktur. Cedera kepala
yang dapat menyebabkan keretakan pada tengkorak umunya terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas di jalan raya. Penyebab lain yang mungkin menyebabkan cedera kepala seperti
terjatuh, pukulan yang sangat keras, atau kontak fisik ketika olahraga. Keretakan ini
kemudian membuat lapisan dura terlepas dari tengkorak dan merusak pembuluh darah
utama hingga terjadi perdarahan di area epidural. Seseorang yang mengalami benturan
keras atau tiba-tiba, juga bisa membuat otak bergeser atau bersinggungan dengan bagian
dalam tengkorak hingga terjadi memar atau robekan. Benturan dapat merobek lapisan,
jaringan, atau pembuluh darah yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan di area
epidural. Darah yang dihasilkan dari benturan ini kemudian mengumpul dan membentuk
hematoma yang kemudian menciptakan tekanan pada jaringan otak. Hal ini menyebabkan
otak akan mulai kekurangan asupan darah.
C. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda pada penderita EDH dapat bervariasi, namun gejala yang khas
yaitu adanya periode tidak sadar yang dialami secara singkat dan diikuti oleh periode
lusidum. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa interval lusidum bukan merupakan
tanda diagnostic yang dipercaya pada EDH. Hal ini terjadi akibat interval lusidum yang
mungkin berlalu tanpa diketahui terutama jika interval lusidum hanya terjadi sekejap saja.
Selain itu penderita dengan cedera otak berat tambahan dapat tetap berada dalam keadaan
stupor [ CITATION Bla143 \l 14345 ].
Hematoma yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya lobus
temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
(unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi dibawah tepi tetorium.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis yaitu tanda refleks okulosefalik (gerakan mata boneka) dan refleks kornea.
Tekanan herniasi unkus pada sikulasi arteria ke formasio etikularis edula oblongata
menyebabkan hilangnya kesadaran.
Ditempat ini juga terdapat nuklei saraf kranial III (okulomotorius). Tekanan pada
saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras
kortikospinalis asendens pada area ini menyebabkan kelemahan respons motorik
kontralateral (yaitu berlawanan dengan tempat hematoma), refleks hiperaktif atau sangat
cepat, dan tanda babinsky positif. Dengan semakin meluasnya hematoma, seluruh isi otak
akan terdorong kearah yang berlawanan sehingga terjadi peningkatan intracranial
preassure (ICP), termasuk kekakuan deserebrasi dan ganggan tanda vital serta fungsi
pernafasan.
Lewis, Dirksen, Heitkemper & Bucher (2014) menyebutkan Gejala yang sangat
menonjol pada epidural hematoma adalah kesadaran menurun secara progresif. Pasien
dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar disekitar mata dan dibelakang
telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung dan telinga. Gejala
yang paling sering muncul adalah :
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut [ CITATION Kow171 \l 14345 ] diagnosis perdarahan epidural dapat
ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta beberapa pemeriksaan penunjang
lain yang dapat dilakukan meliputi:
4. Pemeriksaan diagnostic
a. CT- SCAN sebagai dasar dalam menentukan diagnosa dengan memperlihatkan
lokasi hematoma dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan.
b. MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis
pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2018-2020 (Herdman & Kamitsuru,
2015) adalah :
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakanial
4. Hambatan mobilitas fisik behubungan dengan penurunan kekuatan otot
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi/makanan
6. Defisien volume cairan berhubungan dengan gangguan yang memengaruhi asupan
cairan
7. Risiko infeksi
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, &
Swanson (2013). dan Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai
berikut:
Diagnosa : Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Faktor risiko NOC NIC
a. Gangguan Setelah perawatan selama 2x24 Monitor neurologis
serebrovaskular jam, nyeri kronis klien a. Monitor tingkat kesadaran
b. Trauma berkurang dengan kriteria hasil: dengan menggunakan skala
Koma Glasgow
Status neurologi b. Monitor tanda-tanda vital:
a. Kesadaran (GCS meningkat) tekanan darah, nadi,
b. Tekanan darah dalam pernapasan, dan suhu
rentang normal (Dewasa= c. Monitor status pernapasan:
100-140/60-90 mmHg) pola napas, kedalaman, irama,
c. Pola pergerakan mata dan usaha bernapas
d. Hindari kegiatan yang dapat
Perfusi serebral meningkatkan tekanan
intrakranial
a. Tekanan darah sistolik (100- e. Beri jarak kegiatan
140 mmHg) keperawatan yang diperlukan
b. Tekanan darah diastolik (60- yang bisa meningkatkan
90 mmHg) tekanan intracranial
c. Kesadaran (GCS meningkat). f. Beritahu Dokter mengenai
perubahan kondisi pasien
Manajemen Edema Serebral
a. Monitor tanda-tanda vital
pasien (tekanan darah, nadi,
pernapasan, dan suhu)
b. Tentukan tekanan nadi
proporsional dengan cara
mengurangkan tekanan darah
sistolik dan diastolik lalu dibagi
dengan tekanan darah diastolik
untuk pemeriksaan risiko gagal
jantung
c. Monitor status pernapasan:
frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan, PaO2, PCO2, pH,
HCO3
d. Posisikan tinggi kepala tempat
tidur 30º
e. Monitor intake dan output
cairan
f. Hindari fleksi leher, atau fleksi
ekstrem pada lutut/panggul
Diagnosa : Ketidakefektifan pola napas b/d hiperventilasi
Batasan NOC NIC
Karakteristik
a. Bradipnea Setelah perawatan selama 3x24 Monitor pernapasan
b. Dyspnea jam, diagnosa dapat teratasi a. Monitor kecepatan, irama,
c. Penggunaan otot dengan kriteria: kedalaman, dan kesulitan
bantu pernafasan bernapas
d. Penurunan Status pernapasan b. Catat pergerakan dada, catat
kapasitas vital a. Frekuensi ketidaksimetrisan, penggunaan
e. Penurunan pernapasan (16-24 ×/menit) otot-otot bantu pernapasan, dan
tekanan ekspirasi b. Irama retraksi pada otot
f. Penurunan pernapasan regular atau supraclavicularis dan interkosta
tekanan inspirasi teratur c. Monitor suara napas tambahan
g. Pernapasan bibir c. Kedalaman seperti ngorok atau mengi
h. Pernapasan inspirasi normal d. Monitor pola napas (misalnya:
cuping hidung d. Suara bradipneu, takipneu,
i. Pola napas auskultasi napas: trakeal, hiperventilasi, pernapasan
abnormal bronkovesikuler, dan kussmaul
vesikuler e. Monitor saturasi oksigen seperti
SaO2, SvO2, SpO2 untuk pasien
dengan penurunan tingkat
kesadaran
Monitor neurologis
a. Monitor tingkat kesadaran
dengan menggunakan skala
Koma Glasgow
b. Monitor tanda-tanda vital:
tekanan darah, nadi,
pernapasan, dan suhu
c. Monitor status pernapasan:
pola napas, kedalaman, irama,
dan usaha bernapas
d. Hindari kegiatan yang dapat
meningkatkan tekanan
intrakranial
e. Beri jarak kegiatan
keperawatan yang diperlukan
yang bisa meningkatkan
tekanan intrakranial
f. Beritahu Dokter mengenai
perubahan kondisi pasien
Dianosa : Nyeri akut b/d agen cedera fisik trauma kepala
Batasan NOC NIC
Karakteristik
a. Ekspresi wajah Setelah perawatan selama 3x24 Manajemen Nyeri
meringis jam, diagnosa dapat teratasi a. Lakukan pengkajian nyeri
b. Keluhan tentang dengan kriteria: secara komprehensif
nyeri b. Observasi adanya petunjuk
menggunakan Tingkat Nyeri nonverbal terkait nyeri maupun
NRS a. Nyeri yang ketidaknyamanan terutama pada
c. Keluhan tentang dilaporkan berkurang dari pasien yang tidak dapat
karakteristik level berat/1 menjadi level berbicara
nyeri ringan/4 c. Pastikan perawatan analgesik
d. Laporan tentang b. Panjangnya episode pada pasien dilakukan dengan
perubahan nyeri berkurang dari level tepat
aktivitas akibat berat/1 menjadi level d. Gunakan strategi komunkasi
nyeri ringan/4 terapeutik untuk mengetahui
e. Perilaku distraksi c. Iritabilitas berkurang pengalaman klien terkait nyeri
f. Perubahan pada dari level berat/1 menjadi dan penerimaan klien terhadap
parameter level ringan/4 nyeri
fisiologis (tanda- e. Gali bersama pasien faktor-
tanda vital) Keparahan cedera fisik faktor yang dapat memperberat
g. Perubahan posisi a. Cedera kepala berkurang maupun mengurang nyeri
untuk dari level berat/1 menjadi f. Evaluasi bersama klien
menghindari level ringan/4 efektifitas tindakan
nyeri b. Perdarahan berkurang pengurangan nyeri yang pernah
h. Dilatasi pupil dari level berat/1 menjadi dilakukan sebelumnya jika ada
level ringan/4 g. Bantu keluarga untuk
menyediakan dukungan bagi
klien
h. Berikan informasi mengenai
nyeri seperti penyebab nyeri
dan berapa lama nyeri akan
dirasakan
i. Kendalikan faktor lingkunan
yang dapat mempengaruhi nyeri
dan ketidaknyamanan
j. Pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam seperti
farmakologis dan non
farmakolois untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
k. Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri sesuai dengan
kebutuhan
l. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
m. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis seperti
relaksasi nafas dalam, aplikasi
panas/dingin dan pijatan jika
memungkinkan.
n. Kolaborasikan dengan tim
kesehatan unntuk menggunakan
teknik farmakologi jika
memungkinkan
o. Evaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrol nyeri
selama pengkajian nyeri
dilakukan
p. Mulai modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan
respon klien
q. Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
r. Informasikan dengan tim
kesehatan lain dan keluarga
tentang strategi nonfarmakologi
yang sedang digunakan untuk
mendorong preventif terkait
dengan manajemen nyeri
Fraktur tulang
tengkorak Perdarahan pada ruang
interna kranii antara
durameter dan bagian
Terjadi robekan arteri meningeal media inferior tengkorak
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Buku Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3. Singapore: Elseiver.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Nanda- I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-Surgical
Nursing Ninth edition. Canada: Elsevier.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.