Anda di halaman 1dari 4

Epidural Hemmorhage DEFINISI Perdarahan epidural adalah perdarahan yang terjadi diantara tengkorak dan selaput dura.

Pada anak dan dewasa muda lebih sering terjadi perdarahan epidural, dikarenakan pada usia tersebut lapisan dura tidak seberapa lengket dengan tengkorak, dibandingkan pada usia tua. EDH terjadi di potential space antara duramater dan cranium. EDH merupakan akibat dari pecahnya pembuluh darah duramater, antara lain arteri meningea media, vena, sinus venosus duramater, dan pembuluh darah yang berada di jaringan lunak kepala. Perdarahan massif dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat.

CT Scan dari EDH akut sebelah kiri. Tampak lesi hiperdens bentuk tipikal convex. Hematom membentuk demikian karena berada di bawah permukaan cranium, dibatasi dengan sutura. Tampak juga midline shift sistem ventricular. Frekuensi Sekitar 10-20% dari pasien dengan trauma kepala diperkirakan mengalami EDH, 17% pasien yang sebelumnya sadar lalu kemudian memburuk sampai koma, mengalami EDH Etiologi Trauma merupakan penyebab tipikal dari EDH. Trauma biasanya merupakan trauma tumpul pada kepala akibat suatu serangan, jatuh, atau kecelakaan. Distosia, kelahiran dengan forceps dan trauma kepala saat melalui jalan lahir dapat mengakibatkan EDH pada bayi baru lahir Perjalanan Penyakit Tidak seperti Subdural Hematoma, contusio cerebri, atau trauma difus pada kepala (otak), EDH tidak dihasilkan akibat gerakan kepala sekunder atau akselerasi kepala. EDH utamanya disebabkan oleh ganguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena

fraktur calvaria. Laserasi (robeknya) arteri meningea media dan sinus venosus duramater yang menyertainya merupakan etiologi terbanyak. Pada fossa posterior, kelainan sinus venosus duramater (misalnya: sinus transversus atau sinus sigmoid) karena fraktur dapat memicu EDH. Kelainan sinus sagitalis superior dapat menyebabkan EDH vertex. Sebab non-arterial lain dari epidural hemorrhage termasuk pelebaran vena, vena diplo, granulationes arachnidales, dan sinus pertrosus. Sebagian kecil epidural hematom telah dilaporkan tanpa adanya trauma. Etiologinya dapat suatu penyakit infeksi pada kepala, malformasi vaskuler dari duramater, dan akibat suatu metastasis dari tumor ganas tertentu. EDH spontan dapat pula terjadi pada pasien dengan koagulopati akibat masalah medis primer lain (seperti: fase terminal penyakit hati, peminum alkohol kronis, atau penyakit lain yang berkaitan dengan disfungsi platelet). Banyak hematoma epidural melibatkan kasus trauma, sering juga pada kasus benturan benda tumpul pada kepala. Pasien mungkin memiliki tanda eksternal berupa cidera kepala seperti laserasi kulit kepala, cephalohematoma, atau memar. Cidera sistemik mungkin juga dapat dijumpai. Tergantung dari kekuatan benturan, pasien dapat tanpa hilang kesadaran, penurunan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran. Klasik lucid interval terjadi pada 20-50% pasien dengan EDH. Pada awalnya, suatu benturan yang menyebabkan cidera kepala sedikit mempengaruhi kesadaran, setelah perbaikkan kesadaran, EDH berlanjut meluas sampai mengakibatkan efek massa dari perdarahan itu sendiri sehingga meningkatkan tekanan intrakranial (TIK), penurunan kesadaran, dan dapat mengalami sindrom herniasi. Dengan kenaikan TIK, sebuah respon Cushing dapat terjadi. Trias Cushing klasik antara lain hipertensi sistemik, bradikardi, dan depresi nafas. Respon ini biasanya terjadi ketika perfusi cerebri, sebagian batang otak berkurang karena peningkatan TIK. Terapi antihipertensi selama ini dapat memicu iskemik cerebri dan kematian sel yang kritis. Evakuasi lesi massa meringankan Cushing Respon. Penilaian neurologi sangat penting. Perhatian sudah seharusnya dilakukan terhadap tingkat kesadaran, aktivitas motorik, respon membuka mata, verbalisasi, reaksi pupil dan ukurannya, dan tanda lateralisai seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS sangat penting dalam penilaian kondisi klinis terbaru dari pasien. GCS memiliki korelasi positif dengan outcome. Pada pasien sadar dengan lesi massa, fenomena pronator drift mungkin membantu untuk menilai klinis signifikasi klinis. Drifting ekstrimitas ketika pasien diminta untuk memegang kedua lengan terentang dengan telapak tangan menghadap ke atas menunjukkan efek massa halus namun signifikan. Anatomi klinik Di bawah tulang tengkorak terdapat duramater, yang melapisi struktur leptomeningeal, araknoid, dan piamater, yang pada gilirannya melapisi otak. Duramater terdiri dari 2 lapisan, dengan lapisan luar berfungsi sebagai lapisan periosteal untuk permukaan dalam tengkorak. Sesuai dengan usia seseorang, duramater menjadi lebih melekat ke tengkorak, mengurangi frekuensi terjadinya EDH. Pada bayi, tengkorak lebih lentur dan kecil kemungkinannya untuk fraktur. EDH dapat terjadi ketika duramater terkelupas dari tengkorak karena benturan. Duramater sangat melekat pada sutura, yang menghubungkan berbagai tulang tengkorak. Sutura mayor antara lain sutura coronalis (os frontal dan parietal, sutura sagitalis (antara kedua os parietal, dan sutura lambdoidea (os. parietal dan occipital). EDH jarang meluas melewati sutura. Regio yang paling sering terjadi EDH adalah regio temporal (70-80%). Pada regio temporal, tulangnya relatif lebih tipis dan arteri meningea media dekat dengan tabula interna tulang tengkorak. Insiden EDH di area temporal sedikit pada pasien anak-anak arteri meningea media belum terbentuk sempurna dalam sulcus yang dekat dengan tabula interna tulang

tengkorak. EDH terjadi pada region frontal, occipital dan fossa posterior dengan frekuensi kira-kira sama. EDH terjadi jarang terjadi pada region vertex atau parasagital. Berdasarkan studi anatomi, arteri meningea media disertai oleh 2 sinus duramater yang berada di masing-masing sisi pembuluh darah. Oleh karena itu, laserasi arteri ini kemungkinan akan menyebabkan campuran perdarahan arteri dan vena. TATA LAKSANA Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimalmungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit (1). Untuk penatalaksanaan penderita cedera kepala, Adveanced Cedera Life Support (2004) telah menepatkanstandar yang disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang dan berat (3).Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain : A (airway), B (breathing), C(circulation), D (disability), dan E (exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkandengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak skunder dan menjaga homeostasis otak (3).Kelancaran jalan napas (airway) merupakan hal pertama yang harus diperhatikan. Jika penderitadapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napassering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jawthrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan makadapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat(breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasiyang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal (1).Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi(circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahaneksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secarakasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanansistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanansistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka (1).Setelah survei primer, hal selanjutnya yang

dilakukan yaitu resusitasi. Cairan resusitasi yangdipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberiancairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cederaotak dibandingkan keadaan udem otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karenadapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intracranial (1).Pada penderita cedera kepala berat cedera otak sekunder sangat menentukan keluaran penderita.Survei sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil yang berupa pemeriksaankeseluruhan fisik penderita. Pemeriksaan neurologis pada penderita cedera kepala meliputi respos buka mata, respon motorik, respon verbal, refleks cahaya pupil, gerakan bola mata (dolls eye phonomenome, refleks okulosefalik), test kalori dengan suhu dingin (refleks okulo vestibuler) danrefleks kornea (3,29).Tidak semua pederita cedera kepala harus dirawat di rumah sakit. Indikasi perawatan di rumah sakitantara lain; fasilitas CT scan tidak ada, hasil CT scan abnormal, semua cedera tembus, riwayathilangnya kesadaran, kesadaran menurun, sakit kepala sedang-berat, intoksikasi alkohol/obat-obatan, kebocoran liquor (rhinorea-otorea), cedera penyerta yang bermakna, GCS<15>(3).Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yangoptimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairanintravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan (3).Indikasi pembedahan pada penderita cedera kepala bila hematom intrakranial >30 ml, midline shift>5 mm, fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm (3,29).

Daftar pustaka Epidural Hematom in emergency medicine.2013. available at: http://emedicine.medscape.com/article/824029-treatment#a1126 Extradural hemmorhage. Heller, jacob. MedlinePlus.2012. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001412.htm Emergency in brain injury.Medscape.2012. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/248840-overview

Anda mungkin juga menyukai