Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SOP (SPACE OCCUPAYING PROCCES) CEREBRY


A. DEFINISI
SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor
intracranial (Long C , 1996 : 130).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi
ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya
vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai
timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan
produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi
kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan
gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau
yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk
melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan
jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat
peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan
keluhan yang umum.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit ini belum dapat diketahui secara pasti, namun faktor resiko terjadinya
tumor otak antara lain:
1. Riwayat trauma kepala.
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital
(Hardhi kusuma, 2015)
C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak
dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak.

Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara
akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi
invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak.
Peningkatan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi serebrospinal.
Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan
ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena
oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak semuanya menimbulkan kenaikan volume
inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub
arakhnoid menimbulkan hidrosephalus.
Peningkatan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat akibat salah satu
penyebab yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memrlukan waktu
berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna bila
apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan
cerebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus/ serebulum. herniasi timbul
bila girus medalis lobus temporalis bergeser keinterior melalui insisura tentorial oleh massa
dalam hemister otak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan
menekan saraf ke tiga.
Pada herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa poterior (Suddart, Brunner., cit. Rahman, 2001).
D. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari
setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval
tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering
dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita
batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga
bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini
diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau
serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di
daerah lobus oksipitalis.

Muntah

Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa
didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.
Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop.
Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan
dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk
mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal
terlcbih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan
terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya
menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.
Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang
yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang
yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila
kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai
kemungkinan adanya tumor otak. ( Hardhi kusuma, 2015)
E. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi:
a. Jinak
Acoustic neuroma
Meningioma
Pituitary adenoma
Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
Oligodendroglioma
Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural
Ekstramedular
Cleurofibroma
Meningioma intramedural
Apendimoma
Astrocytoma
Oligodendroglioma
Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer. ( Hardhi kusuma, 2015)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan

Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otakdan daerah
hipofisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi ( EEG )
Mendeteksi gelombang otak abnormal.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan
stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi.
Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas (Barbara L. Bullock 2000).
a. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk
mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi
umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan
di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari
tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan
tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup
sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di
bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi
darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala
atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat
diberikan obat sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah
menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema).
Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua
mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah
tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke
bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadangkadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien
mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami

perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya
waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi
fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.
b. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor
otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang
tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut
untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau
akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien
dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan
tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat
terjadi setelah radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau
daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa
merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan
lainnya.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan
pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke
syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang
mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi
pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien.
Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
d. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan
biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin), barubaru ini telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan
memiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama.
Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan
operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat
kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut
kemudian membunuh sel kankernya.
H. KOMPLIKASI
a. Gangguan Fungsi Luhur

Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur.
Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan
dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan
maupun radioterapi.
Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di
otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif,
gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan berbagai tes. Di
antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI),
dan Mini mental State Examination (MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah
kesadaran, orientasi lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan
kemampuan berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
b. Ganguan Wicara
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal
istilah disartria dan aphasia.
Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam terapi
disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki
suara normal.
Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau sensorik tergantung
dari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah
kelancaran (fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi
untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi ketergantungan pada
lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan peralatan yang
mendukung terapi dan metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara
prefocal dan latihan menelan.
c. Ganguan Pola Makan

Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan
makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau
oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita
serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah
parese nervus glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.

Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering bersamaan dengan


dispepsia karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera
makan serta iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk
pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan (makanan yang dipilih
lebih cair/lunak).
d. Kelemahan Otot

Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya
ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang dilakukan
menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan
EMG biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.
e.

Gangguan Penglihatan Dan Pendengaran


Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari otak yang
memproses informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti
penglihatan ganda atau penurunan lapang pandang.

Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama neuromas akustik - dapat
menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.
f. Stroke

Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area otak, yang
menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap setiap gangguan dalam aliran
darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.

Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua mekanisme, yaitu
hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah kecil yang memasok darah
ke otak dan Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran darah
melalui arteri yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke trombotik
stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam
arteri otak. stroke emboli disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di luar pembuluh
darah otak, kemudian gumpalan darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada
pembuluh darah otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak.

Pada tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa Hemorrhagic stroke yang
terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak yang tertekan akibat pembesaran tumor.
g. Epilepsi

Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan karena
rangsangan langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan listrik pada otak dan
juga tumor otak dapat menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang.
h. Depresi

Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau karena
keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut, Gejala yang timbul dapat berupa menangis
terus-menerus, kesedihan yang mendalam, social withdrawal, Mudah marah, kecemasan,
penurunan libido, gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek steroid :
mood and sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).
i. Hidrosephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS, akibatnya aliran
LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya hidrosephalus. Selain itu peningkatan
tekanan intrakranial juga dapat menghambat aliran LCS.
j. Cerebral Hernia

Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa melalui pembukaan
dalam tengkorak.

Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian


menyebabkan penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial.
k. Ganguan Seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor melibatkan daerah
otak yang mengontrol pelepasan hormon yang mempengaruhi libido, termasuk estrogen,

progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi,
yang yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula menyababkan
menopouse dini.
l. Terbentuknya Gumpalan Darah
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah. Pembekuan ini
disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT
meliputi nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi
tanpa gejala. Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran darah ke
paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru" (PTE) pembekuan darah di
arteri paru.

KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
a. Data dasar :
Nama
Umur
jenis kelamin
status perkawinan

pekerjaan
agama
alamat
tanggal MRS

b. Diagnosa Medis
c. Keluhan utama
d. Riwayat penyakit sekarang
e. RIwayat penyakit lalu
f. Riwayat penyakit keluarga
g.pola aktivitas sehari hari
Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam
keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur
seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan

Sirkulasi, gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas.


Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.

Integritas Ego, Gejal : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian,
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.

Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.

makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur keluar,
disfagia )

Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,


tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil,
deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak
simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia,
hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan

Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya
lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa istirahat / tidur.

Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruks

keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar


matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi

( kepuasan

Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan


rumah tangga, dudkungan ), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )
Pemeriksaan fisik :
a. BI (Breathing)

Inspeksi : pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata
didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi napas tambahan.
b.

B2 (Blood)

Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata didapatkan
adanya kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa kompresi medula oblongata pada pengkajian tidak
ada kelainan. Tekanan darah biasanya normal, dan tidak ada peningkatan heart rate.
c.

B3 (Brain)

Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada gangguan
fokal dan adanya peningkatan intrakranial . pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias Klasik tumor otak
adalan nyeri kepala, muntah, dan papiledema. Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tmor intrakranial biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dann semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, dan
lobus frontal:
Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intarkranial tahap lanjut biasanya status mental klien
menglami perubahan.

Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
Lobus Frontal. Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan menta, hemiparesis, ataksia,
dan gangguan bicara. Perubahan mental bermanifestasi sebagai perubahan ringan daam
kepribadian. Beberapa klien mengalami periode depresi, bingung, atau periode ketika tingkah
laku klien menjadi aneh. Perubahan yang paling sering adalah perubahan dalam memberi
argumentasi yang sulit dari perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan salah.
Hemiparesis disebabkan oleh tekanan pada area dan lintasan motorik di dekat tumor.
Jika area motorik terlibat, akan terjadi epilepsi Jackson dan kelemahan motorik yang jelas.
Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentalis menyebabka kelemahan pada wajah,
lidah, dan ibu jari, sedangkan tumor pada lobulus parasentralis menyebabkan kelemahan pada
kaki dan ekstermitas bawah. Tumor pada lobus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan
yang tidak mantap, sering menyerupai ataksia serebelum. Jika lobus frontalis kiri atau yang
dominan terkena, akan terihat adanya afasia dan aparaksia.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
Saraf I. Pada klien dengan tumor intrakranial yang tidak mengalami kompresi saraf ini tidak
memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual.
Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.
Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau b V. Pada ilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiformis.
Saraf V. Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada
kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neorolema yang menekan saraf ini akan di dapatkan adanya
paralisis wajah ulilateral.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik
ke bagian sisi sehat.
Saraf VIII. Pada neorolema di dapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis
menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkiin diakibatkan iritasi korteks
pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.

Saraf XI dan X. Kemampuan menelan kurang baik, dan terdapat kesulitan membuka mulut.

Saraf XI. Tidk ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesiuz.

Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada suatu sisi dan fasikulasi. Indra pengecap
normal.

2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan obstruksi ventrikel
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

3. Rencana asuhan Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan obstruksi ventrikel
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal
dengan KH :
TTV normal
Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
Gelisah hilang
Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. KIE pasien dan keluarga tentang sakit dan proses sakit pasien
2. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya
seperti GCS
3. Pantau frekuensi dan irama jantung
4. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan
lakukan kompres hangat jika terjadi demam
5. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan
membrane mukosa
6. Kolaborasi pemberian terapi farmakaologi dengan dokter sesuai indikasi.
Rasional :
1. Untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan pada pasien dan keluarga
2. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK adalah
sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan perkembangan dari
kerusakan
3. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma atau
tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit
4. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan
komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6. untuk mempercepat proses penyembuhan
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam nyeri hilang dengan KH :

Nyeri berkurang dan hilang


Pasien tenang
Tidak terjadi mual muntah
Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang nyaman
2. Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien
3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
4. Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman
5. ajarkan teknik nafas dalam dan relaksasi
6. Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advise dokter seperti asetaminofen, kodein
sesuai indikasi.
Rasional :
1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menurunkan nyeri
4. membantu pasien untuk mendapat istirahat
5. membantu mengurangi nyeri dan membantu merelaksasi ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri
6. Menurunkan rasa sakit, menghilangkan nyeri yang hebat dan mempercepat proses
penyembuhan
3. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.
KH :
Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,
mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 4)
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antara waktu
Rasional :
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan.
2. Seseorang dalam semua kategori sama sama mempunyai risiko kecelakaan namun
katagori 2 4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb sehubungan dengan
imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.

4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali
normal dengan KH :
Pasien dapat melihat dengan jelas dan mengerti apa yang pasien lihat
Intervensi :
1. Pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali pasien secara
teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya
terganggu
2. anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas disaat waktu istirahat tidur
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakukan aktivitas
4. Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional :
1. Membantu pasien untuk memberitahu perubahan persepsi, gangguan fungsi kognitif dan
atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas.
2. Mengurangi kelelahan,mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori)
3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan respon
4. mempercepat proses penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, H. 2015. Askep berdasarkan diagnose medis dan nanda. Yogyakarta.
Mediaction Publishing
Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk. 2000. Perawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Brunner & Sudarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3. EGC. Jakarta.
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih. 2002. Diagnosa Keperawatan. ed 6.
EGC.Jakarta.
Marilyn E. Doenges, et al. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma. 2006. Patofisiologi, konsep klinik proses- proses
penyakit vol 2 ed. 6. EGC. Jakarta.
Wilkinson, M. 2012. Nuku saku diagnose keperawatan ed 9. EGC. jakarta
.

Anda mungkin juga menyukai