PENDAHULUAN
Anjing adalah salah satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan manusia. Hubungan
anjing dan manusia sudah terjalin cukup lama sejak ratusan tahun silam. Manusia primitif
bahkan memanfaatkan anjing untuk teman berburu (Davis, 2006). Seiring dengan
meningkatnya taraf kehidupan, minat masyarakat untuk memelihara hewan kesayangan
semakin meningkat. Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara
orang.
Oleh karena itu kesehatan hewan perlu diperhatikan agar senantiasa sehat, lincah, dan dapat
melanjutkan keturunan. Untuk menjaga kelestarian hewan, maka manusia perlu
memperhatikan pemeliharaan yang baik dengan cara memberikan makanan yang cukup dan
bergizi serta memberikan perhatian terhadap kesehatan hewan. Salah satu cara untuk menjaga
kesehatan hewan adalah dengan pencegahan penyakit (preventif) dan pengobatan yang sesuai
dengan penyebab penyakit (Maya, 2006).
Berbagai jenis penyakit dapat menyerang anjing, baik yang bersifat infeksius maupun non-
infeksius. Banyak diantara penyakit tersebut yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan,
sehingga untuk penanganannya dibutuhkan tindakan pembedahan. Untuk keberhasilan dan
kelancaran bedah, anestesi umum memegang peranan penting. Anestesi umum dapat diberikan
secara inhalasi.
1
BAB II
2.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan tulisan ini adalah sebagai
berikut:
2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anjing
Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala abu-abu (canis
lupus) sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu
berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian lain mengungkap
sejarah domestikasi anjingyang belum begitu lama (Dharmawan, 2009). Anjing adalah salah
satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan manusia. Hubungan anjing dan manusia sudah
terjalin cukup lama sejak ratusan tahun silam. Seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan,
minat masyarakat untuk memelihara hewan kesayangan semakin meningkat. Anjing
merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara orang. Selain sebagai hewan
kesayangan anjing juga berguna untuk berburu, menjaga rumah ladang dan kebun.
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Subfilum: Vertebrata
Kelas: Mamalia
Ordo: Carnidae
Genus: Canis
Species: Canis lupus
Subspecies: Canis lupus familiaris
3
tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat
khusus seperti ketamin. (Munaf,2008).
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi
volunteer), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran.
Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi
dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang
tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midrasis,
hipertensi, dan takikardia. Stadium III (Pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yiatu;
Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe
pernafasan thoraco-abdominal, reflex pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra,
konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan
bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi keuali otot perut. Plane III, ditandai
dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi
kecuali otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis), ditandai
denga paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrial (Munaf,2008).
Anestetika umum inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu
pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil klorida, halotan,
metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Anestetika umum inhalasi
yang umum digunakan saat ini adalah halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan
xenon. Obat obat anestesi yang lain ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak
dikehendaki. Misalnya, eter mudah terbakar dan meledak, menyebabkan sekresi bronkus
berlebihan, mual dan muntah, kerusakan hati, dan baunya yang sangat merangsang. Kloroform
menyebabkan aritmia dan kerusakan hati. Metoksifluran menyebabkan kerusakan hati, toksik
terhadap ginjal, dan mudah terbakar.
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan
dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi. Terjadi anestesi karena uap yang dihirup
masuk dari alveoli mendifusi membrane alveoli dan melarut ke dalam darah paru-paru yang
4
selanjutnya dari paru-paru mendifusi masuk ke jaringan tubuh terutama otak (Sudisma et al.
2016).
Kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam
menentukan induksi dan pemulihan anestesi inhalasi. Induksi dan pemulihan akan berlangsung
cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut. Kadar alveolus minimal atau
minimum alveolar concentration (MAC) adalah kadar minimal zat anestesi dalam alveolus
pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang
dilakukan rangsangan insisi standar. Immobilisasi tercapai pada 95% pasien apabila kadar
anestetikum dinaikkan di atas 30% nilai MAC.
Pada subjek normal, penggunaan anestesi inhalasi sangat tinggi pada menit pertama
dan menurun dengan cepat sesudahnya; setelah 20 menit, karena jaringan dengan kapasitas
rendah dan laju aliran tinggi mencapai kesetimbangan, penyerapannya dapat dianggap konstan.
Eliminasi anestesi inhalasi dari seseorang biasanya ditentukan oleh penurunan konsentrasi
alveolar relatif terhadap konsentrasi alveolar terakhir yang ditentukan pada akhir anestesi
(FA/FAo). Semakin rendah kelarutan anestesi, semakin cepat penurunan FA/FAo dan semakin
cepat waktu pemulihan (Torri, 2010).
5
BAB IV
PEMBAHASAN
6
per inhalasi memberikan nilai saturasi oksigen yang lebih stabil dibandingkan anestesi per
injeksi yang disebabkan karena adanya pemasukan oksigen.
4.1.2 Desflurane
Desflurane adalah eter terhalogenasi yang telah diperkenalkan relatif baru-baru ini ke
dalam praktik anestesi manusia. Agen ini memiliki kelarutan darah : gas terendah dari semua
agen inhalasi, memungkinkan perubahan cepat dalam kedalaman anestesi dan mendorong
pemulihan yang cepat. Secara teoritis, itu juga sangat berguna untuk memberikan 'masker
induksi' anestesi yang cepat, tetapi itu menyebabkan iritasi saluran pernapasan, yang
menghasilkan batuk pada pasien yang sadar dan membatasi penggunaannya dengan teknik ini
(Welsh, 2009).
Efek desflurane pada sistem kardiovaskular dan pernapasan relatif mirip dengan
isoflurane dan sevoflurane. Desflurane memiliki nilai MAC yang relatif tinggi dibandingkan
dengan agen inhalasi lainnya (8-11%), tetapi ini tidak bermasalah karena mudah diuapkan, dan
konsentrasi tinggi mudah dicapai. Titik didih desflurane mendekati suhu kamar. Akibatnya,
agen ini membutuhkan penguap khusus yang dipanaskan dan diberi tekanan listrik, untuk
memastikan output yang konstan (Welsh, 2009).
Pengeliminasian desflurane dan waktu pemulihan lebih cepat jika dibandingkan dengan
agen inhalasi lainnya. Anestesi berkepanjangan (delapan jam atau lebih) meningkatkan waktu
pemulihan dari agen yang sangat larut, dan hal tersebut merupakan efek yang terbatas untuk
anestesi dengan kelarutan rendah, terutama untuk desflurane (Torri, 2010). Sebuah studi
dilakukan oleh Altug et al. (2009) untuk meneliti efek post-anastetik recovery desflurane
terhadap karakteristik fungsi hati dan ginjal pada anjing. Penelitian ini mengungkapkan 2 hasil
penting. Pertama, desflurane memberikan induksi anestesi yang lebih cepat, pemulihan dengan
7
lebih sedikit eksitasi dan waktu pemulihan yang cepat (p <0,05) dan anjing-anjing berdiri
dalam waktu yang lebih singkat daripada isoflurane. Kedua, penelitian ini menunjukkan baik
desflurane maupun isoflurane tidak memiliki efek samping yang berbahaya pada fungsi ginjal
dan hati pada anjing.
4.1.3 Sevoflurane
Sevoflurane adalah agen inhalasi eter terhalogenasi yang sekarang banyak digunakan
dalam anestesi manusia dan hewan. Kelarutan darah: gas masih jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan isoflurane, sehingga memfasilitasi perubahan lebih cepat dari kedalaman anestesi dan
pemulihan yang lebih cepat. Selain itu, tidak seperti isoflurane, sevoflurane tidak menyebabkan
iritasi pada saluran pernapasan dan memiliki bau yang kurang tajam, sehingga cocok untuk
induksi anestesi inhalasi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Basha et al (2018) menunjukkan
bahwa kelompok anjing yang diberikan anestesi sevoflurane untuk ovariohysterectomy
memiliki tingkat induksi dan pemulihan yang lebih cepat secara signifikan daripada kelompok
anjing yang diberikan isoflurane yang mungkin disebabkan oleh kelarutan gas darah paling
sedikit dari sevoflurane.
Nilai MAC sevoflurane relatif sama dengan kebanyakan agen inhalasi lainnya (MAC
2,36 pada anjing dan koefisien partisi gas darah 0,68), meskipun agak lebih tinggi daripada
halothane dan isoflurane. Konsekuensi utama dari potensi yang dikurangi ini adalah bahwa
pengaturan vaporiser yang lebih tinggi diperlukan dengan sevoflurane (Welsh, 2009).
8
Gambar 3. Sevoflurane Untuk Anestesi Inhalasi
4.1.4 Isoflurane
Isoflurane merupakan halogenasi eter dan secara kimia sangat mirip dengan
metoksifluran dan sevofluran. Rentang keamanan isofluran lebih lebar dibandingkan halotan
dan metoksifluran, sehingga sangat umum digunakan pada hewan terutama anjing dan kuda
walaupun dengan harga yang lebih mahal.
Potensi isofluran lebih kecil dibandingkan halotan karena mempunyai nilai MAC lebih tinggi
dibandingkan halotan. 1 MAC pada anjing adalah 1,3%. Uap diatur pada 3-4% pada anjing
yang diinduksi dengan aliran oksigen 60 ml/ kg/menit dan berkurang antara 1,5-3% selama
pemeliharaan dengan aliran oksigen 20 ml/kg/menit (Lee, 2012).
Penggunaaan isofluran pada dosis anestesi atau subanestesi menurunkan metabolisme
otak terhadap oksigen, tetapi akan meningkatkan aliran darah di otak dan tekanan intrakranial,
9
sehingga menjadi pilihan pada pembedahan otak. Namun, sebuah studi dilakukan oleh Caines
et al. (2014) untuk melihat perbandingan isoflurane dan propofol untuk pemeliharaan anestesi
pada anjing dengan penyakit intracranial. Anjing yang dipelihara dengan propofol selama
pencitraan MRI memiliki tekanan arteri yang lebih tinggi, penurunan dopamin, dan skor
pemulihan yang lebih baik, dibandingkan dengan anjing yang dipelihara dengan isofluran.
Pengaruh terhadap jantung dan curah jantung (cardiac output) sangat minimal, sehingga dapat
digunakan pada pasien dengan kelainan jantung.
10
Prinsip: Sama seperti metode terbuka, kecuali sungkup ditutup kain tebal
sehingga gas anestesi bisa bertahan lebih lama
Keuntungan:
• Sama seperti metode terbuka
• Konsentrasi obat lebih tinggi
• Induksi lebih cepat
Kekurangan:
• Sama open method, dan
• Bisa terjadi akumulasi CO2 dalam sungkup (mudah terjadi hipoksia)
• Metode Tertutup
Prinsip: Obat inhalasi setelah diuapkan diinhalasikan melalui suatu sistem
tertutup. Udara ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2,
sehingga udara yang mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Jadi, terjadi
100% rebreathing dari udara ekshalasi yang CO2-nya sebelumnya diikat oleh
suatu absorbed. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga
alatnya cukup mahal.
11
Gambar 5. Pipa Endotracheal
12
• Kedalaman anestesi selama perawatan mudah dikontrol dengan menyesuaikan output
vaporizer, pola ventilasi dan laju aliran total.
• Oksigen yang diinspirasikan tinggi biasanya diberikan anestesi inhalan selama
perawatan. Ini akan menambah kandungan oksigen dalam darah. Ini sangat membantu
pasien dengan kapasitas pembawa oksigen rendah (pasien dengan anemia atau
disfungsi pernapasan).
• Pemulihan cepat bila dibandingkan dengan sebagian besar kombinasi yang dapat
diinjeksi. (Anestesi inhalasi sebagian besar dihilangkan melalui ventilasi, sedang kan
anestesi yang diinjeksi bergantung pada hati dan ginjal untuk metabolisme/eliminasi)
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang dilakukan
dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi. Terjadi anestesi karena uap yang dihirup
masuk dari alveoli mendifusi membrane alveoli dan melarut ke dalam darah paru-paru yang
selanjutnya dari paru-paru mendifusi masuk ke jaringan tubuh terutama otak. Beberapa zat atau
obat yang sering digunakan pada anestesi inhalasi pada anjing diantaranya isoflurane,
halothane, sevoflurane, desflurane. Tentu diantara empat jenis anestesi inhalasi ini memiliki
tingkat anestesi, daya recovery serta MAC yang berbeda-beda. Semakin rendah nilai MAC,
semakin kuat agen anestesi. Halothane, isoflurane dan sevoflurane berada di antara satu sama
lain. Sevoflurane kurang kuat daripada halotan dan isoflurane.
5.2 Saran
Anestesi inhalasi merupakan salah satu dari sekian banyak anestesi yang ada, dalam
penerapannya tentu seorang dokter hewan harus melihat resiko dari pemberian masing-masing
jenis anestesi inhalasi. Seorang dokter hewan juga harus memilih jenis anestesi inhalasi yang
tepat ketika melakukan tindakan pembedahan mulai dari tingkat anestesi, daya recovery dan
MAC karena ketika salah memilih akan menimbulkan dampak yang bisa menyebabkan
kerugian pada pasien dan owner.
14
DAFTAR PUSTAKA
Altug, M.E. Gonenci, R. Durgut, R., Karasu, A., Abdulhayoglu. B. 2009/. Effects of
Desflurance and Isoflurance on Postanaesthetic Recovery Characteristics with Hepatic
and Renal Functions in Dogs. Journal of Animal and Veterinary Advances; 8(2): 350-
357. ISSN: 1680-5593.
Basha, K, M, A., Lingappa, R., Nagaraja, B., Kamran, C., & Swamy, M. 2018. Induction and
Recovery Characteristics of Isoflurane and Sevoflurane Anesthesia for
Ovariohysterectomy in Dogs. International Journal of Livestock Research; 8(7): 122-
130. doi: 10.5455/ijlr.20171206072401
Caines, D., Sinclair, M., Valcerde, A., Dyson, D., Galtero, L., Woodt, D. 2014. Comparison of
isoflurane and propofol for maintenance of anesthesia in dogs with intracranial disease
undergoing magnetic resonance imaging. Formerfy the Journal of Veterinary
Anaesthesia; 41: 468-479.
Dharmawan NS. 2009. Anjing Bali dan Rabies. Penerbit Buku Arti: Denpasar.
Dharmayuda, A.A.G., Gorda, I.W., Wardhita, A.A.G.J. 2012. Perbandingan Anestesi Xylazin-
Ketamin Hidroklorida dengan Anestesi Tiletamin-Zolazepam terhadap Frekuensi
Denyut Jantung dan Pulsus Anjing Lokal. Buletin Veteriner Udayana; 4(1): 9-15.
Erwin, Nuzul, A., Zuraida, Hadi, E.S. 2013. Kadar Hemoglobin Selama Induksi Anestesi Per
Inhalasi dan Anestesi Per Injeksi pada Anjing Lokal (Canis lupus familiaris). Jurnal
Medika Veterinaria; 7(2): 98-100.
Lee, L. 2012. Canine and Feline Anaesthesia. Veterinary Surgery I, VMED 7412.
Maya, E. 2006. Pengaruh Anestesi Per-injeksi dan Anestesi Per-inhalasi terhadap Nilai
Saturasi Oksigen dan Nilai Fisiologis Lainnya pada Kucing Lokal (Felis domestica)
selama Enterotomi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
15
McKelvey D, Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia 3rd Ed.
California, USA: Mosby.
Welsh, L. 2009. Anaesthesia for Veterinary Nurses. Blackwell Publishing Ltd: United
Kingdom.
16