Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BEDAH DAN RADIOLOGI

(ANASTESI)

Disusun oleh:
Resty Chandra Dwiparina (17830037)
Vicka Ayu Yusman (17830011)
Filadelvia Nauw (17830065)

KOASISTENSI BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
PENDAHULUAN

Latar belakang

Perkembangan teknologi saat ini semakin mendukung dalam pengobatan

dan operasi di bidang kedokteran hewan. Tindakan operasi yang dilakukan tentu

membutuhkan pada anestesi yang dapat memberikan keamanan yang baik, serta

mendukung operasi dengan memberikan waktu yang sesuai dengan jenis operasi

yang dilakukan. Tujuan hewan dianestesi sebelum operasi adalah untuk

memastikan hewan tida merasakan nyeri ataupun sakit, sehingga dapat mengurangi

penderitaan bagi hewan tersebut.

Pemelihan obat anastesi harus didasarkan atas beberapan pertimbangan,

yaitu jenis operasi,, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan, dan

spesies hewan. Efek samping yang tidak diharapkan dari suatu pembiusan dapat

diatasi dengan mengkombinasikan obat-obatan dan mengambil kelebihan masing-

masing sifat yang diharapkan. Salah satu kombinasi anestesi yang digunakan pada

hewan, terutama hewan kecil adalah kombinasi ketamine dan acepromazine.

Kombinasi ini dianggap aman untuk digunakan dan beberapa keuntungan, yaitu

ekonomis, mudah dalam pemebrian, induksi cepat, mempunyai relaksasi yang baik,

serta jarang menimbulkan komplikasi klinik. Kombinasi kedua obat ini pernah

dilaporkan penggunaanya pada kucing.

Ketamin merupakan disosiatif anestetikum yang mempunyai sifat analgesic,

anastetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Ketamin dapat menimbulkan efek

yang berbahayakan, yaitu takikardia, hipersalivasi, meningkatkan keteganggan

otot, nyeri pada tempat penyuntikan dan bila dosis berlebihan akan menyebabkan

pemulihan berjalan lamban dan bahkan membahayakan. Acepromazine merupakan


analgesic dan sedatif yang mempnyai efek relaksasi otot yang baik, sehingga dapat

mengurangai kekakuan otot yang dihasilkan oleh agen disosiatif.

Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui teknik anestesi, dosis,

administrasi, onset on action, efek samping, tempat anestesi dan jenis anestesi pada

pembedahan.
PEMBAHASAN

A. Teknik anestesi

Teknik pemakaian obat anestesi di bagi menjadi beberapa kelompok yaitu :

1. Anestesi lokal

Anestesi lokal bertujuan mempengaruhi sel – sel saraf dengan kontak

langsung pada sitoplasma dan membran sel, terjadi peningkatan nilai ambang

terhadap rangsangan, sehingga akan menghambat transisi impuls sensoris dan

motoris. Untuk pembedahan ringan, misalnya kastrasi, potong ekor,

pencabutan gigi, enukleasi bulbi.

2. Anestesi umum

Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran disertai atau tanpa disertainya

hilangnya rasa sakit, hamper semua obat anestetik menghambat aktifitas

system syaraf pusat secara bertahap diawali fungsi yang kompleks

Dicapai dengan inhalasi gas ataupun cairan volatil, selain itu dapat diberikan

secara parentral, peroral, per rektal dan obat – obatan non volatil, dengan

kombinasi metode – metode tersebut.

3. Anestesi Regional

Tujuan pemberian regional anetesi adalah menghambat atau memblokade

saraf sensoris atau saraf-saraf yang menginervasi daerah yang akan di bedah.

Untuk anelgesi spinal, obat anestetik lokal disuntikan ke dalam canalis spinalis

yang akan menimbulkan paralisa sementara pada bagain – bagian tubuh

tretentu yang memperoleh inervasi saraf sensoris dan motoris.


4. Anestesi Epidural

Anestesi ini bertujuan dengan memblokade posterior , pemberian anestesi

ini tidak berpengaruh pada control motoris dari kaki belakang berpengaruh

sebagai analgesia. pemberian dilakukan melalui canalis spinalis dimana jarum

masuk melalui canalis spinalis tetapi tidak menembus meningen sehingga obat

anestetik lokal menyebar di luar durameter. Pada Sub-arrachnoid blokade,

pemberian dilakukan melalui durameter dan arachnoid dimana jarum

menembus durameter dan arachnoid. Anestesi ini mempengaruhi pada kontrol

motoris dan sensoris yang bersifat analgesia.

Anestesi caudal epidural

Metode ini mudah dilakukan dan relatif aman. Lokasi ditentukan dengan cara

mengangkat dan menurunkan pangkal ekor untuk meraba pertemuan antar sendi

vertebre. Yang paling jelas pergerakannya adalah sendi antara vertebre coccygea

pertama dan kedua disusul sendi antara vertebre sacral terakhir dan vertebre

coccygea pertama.
Anestesi lumbal epidural

Pada ruminansia atau sapi diantara lumbal pertama dan kedua, biasanya

dilakukan untuk operasi caesar dan prosedur pembedahan daerah flank dan

mamae

Pada anjing, lokasinya di daerah limbosacral dengan indikasi

pembedahan untuk di daerah abdomen dan pembedahan fraktura kaki

belakang.
B. Tahapan Anestesi

Kedalaman mengikuti pola standar pada mamalia yang terdiri dari beberapa

tahap

1. Stadium I: stadium induksi

Hewan masih sadar dan kadang – kadang hewan masih berusaha melawan.

Respirasi masih teratur dan psontan, terjadi pebngeluaran feses dan urin.

2. Stadium II : stadium eksitasi

Kesadaran mulai hilang, respirasi lebih dalam reflex laring hilang dan dapat

terjadi gerakan-gerakan ekstrimitas yang tidak terkendali.

3. Stadium III: stadium anestesi

(terbagi dalam 4 tahap, yaitu)

Tahap 1 : respirasi mulai teratur dan bersifat thoracoabdominal, refkeks cahaya

positif, tonus muskulus mulai menurun, reflek palpabre, konjungtiva

dan kornea menghilang.

Tahap 2 : respirasi teratur dan bersifat abdominalthoracal, frekuensi respirasi

meningkat, pupil midriasis, reflek cahaya menurun dan reflek kornea

negative

Tahap 3 : respirasi teratur dan tipenya abdominal karena terjadi kelumpuhan

syaraf intercostal, dilatasi pupil, tonus muskulus semakin menurun.

Tahap 4 : respirasi tidak teratur, pupil midriasis, tonus muskulus menurun,

refleks sphincter ani dan kelenjar air mata negative.

4. Stadium IV: stadium overdosis

Respirasi abdominal disertsi paralisa muskulus intercostal, tekanana darah

menurun, dilatasi pupil respirasi akhirnya berhenti disusul dengan kematian

hewan.
C. Administrasi pemberian

Pemberian secara peroral

Pemberian secara peroral mempunyai keuntungan yaitu tanpa depresi

respirasi setelah pemberian, serta memiliki efek samping dapat mengiritasi

lambung dan manifestasi toksisitas akut lainnya.

Pemberian secara parentral.

Tujuan pemberian : induksi anestesia, pemeliharaan anestesia pada tindakan

bedah singkat, menambah efek hypnosis pada anestesia atau analgesia lokal, sedai

pada tindakan medik. Keuntungan pemberian secara parentral cepat menghasilkan

hipnosis, menimbulkan efek analgesia, cepat di eliminasi tubuh, sedikit

menimbulkan depresi fungsi respirasi dan kardiovaskular, farmakokinetiknya tidak

tergantung pada fungsi organ. Contohnya : Intravena, Intramuscular, Subkutan


Pemberian secara inhalasi

Anestesi inhalasi yang sempurna adalah masa induksi dan masa pemulihan

singkat, peralihan stadium anestesi terjadi cepat, relaksasi otot sempurna,

berlangsung cukup aman, tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping berat

dalam dosis anestetik yang lazim. Kerugian menggunakan anetesi inhalasi karena

menimbuklan bau, dan sifatnya mengiritasi saluran pernafasan.


D. Obat Anestesi

Pemberian obat ini dalam dua golongan, yang pertama digunakan sebagai

induksi anstesi seperti golongan barbiturat yang kedua untuk penggunan dosis

tunggal maupun dosis kombinasi untuk memperoleh keadaan seperti pada

neuroleptanalgesia, misalkan dorperidol, dan obat anastesi disosiasi seperti ketamin

serta obat sedatif seperti diazepam.

Obat ini diberikan dengan cara sebagai dosis tunggal untuk induksi anastesi

dan pemberian berulang bilamana tidak digunakan anastesi inhalasi, yang dalam

hal ini pemberian dosis ulang lebih kecil dari dosis awal dan disesuaikan dengan

kebtuhan. Obat juga dapat diberikan dengan infus dengan maksud untuk

menambahkan daya anastesi inhalasi.

Ketamin

 Sebagai obat induksi untuk hewan eksotik

 Sebagai kombinasi obat premedikasi.

Obat ini dikenal sebagai rapid acting non barbirat general anastetic yang

termasuk golongan phentyl cyclo hexylamine dengan rumus kimia 2-(0-

chlorophenicol)-2(methylaminol) cyclohexanone hydrichloride. Ketamin

mempengaruhi susunan syaraf pusat. Ketamin mempunyai efek analgesia yang

sangat kuat dan khususnya pada golongan hewan felidia, sedangkan pada efek

hypnoticnya kurang dan kesadrannya kembali relatif cepat dapat dicapai ± 15 menit.

Ketamin sering menimbulkan sorientasi, halusinasi, gelisah, dan tidak terkendali.

Efek pada kardiovaskuler terjadi meningkat tekanan darah baik sistolik maupun

diastolik yang mencapai 2-25%, demikian juga terjadi peningkatan denyut jantung.

Keadan ini disebabkan aktivitas syaraf simpatik yang meningkat. Efek lain adalah
depresi pernafasan kecil dan bersifat sementra pada sistem pernafasan,

menyebabkan dilatasi bronkus dan mengurangi spsmn bronkus. Indikasi pemakain

ketamin, adalah sebagai obat tunggal maupun sebagai indikasi pada anastesi umum.

Sebagai obat pilihan untuk digunakan pada hewan penderita beresiko tinggi dan

sering digunakan untuk tindakan operasi kecil. Kontraindikasi pemakain obat ini

adalah pada hewan penderita dengan hipertensi dan penderita penyakit jantung.

Dosis pemberian pada anjing 5-8 mg/kg BB melalui IV atau 10-20 mg/kg BB IM.

Lidocaine

Lidokain adalah anestetik lokal yang kuat yang digunakan secara luas dengan

pemberian topical dan suntikan. Efek dari obat tersebut adalah reaksi lebih cepat,

lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif. Anestetik ini efektif bila di gunakan tanpa

vasokonstriktor. Lidocaine dapat di sekresi melalui urin. Efek samping mengantuk,

kedutan otot, gangguan mental, dan koma, pada dosis kecil dapat memperlambat

denyut jantung akibat perangsangan pusat vagus.

Dosis 1- 2 mg/kg untuk anjing dan kucing. Kucing sangat sensitif terhadap

efek samping dari lidokine, jadi sebaiknya menggunakan dosis terendah jika

memungkinkan. Anjing bisa mentoleril dosis hingga 4 mg/kg jika benar-benar

diperlukan, kecuali injeksi diberikan pada daerah penyerapan tinggi vaskular,

seperti daerah interkostal atau daerah yang meradang.

E. Premadikasi

Sebelum pemberian obat anastesi perlu diberikan obat-obat preanestetik

atau biasa disebut premedikasi. Premedikasi adalah pemberian zat kimia sebelum

tindakan anastesi umum dengan tujuan utama meneangkan pasien, menghasilkan

induksi anestesi yang halusinasi, mengurangi nyeri selama operasi maupun halus
maupun pasca operasi. Pemilihan premedikasi dipertimbangkan sesuai dengan

spesies, status fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam

pemberian anestetikum.

Pemberian premedikasi juga bertujuan untuk mengurangi metabolisme

basal sehingga induksi dan pemberian anastesi menjadi lebih mudah dan

memerlukan obat anastesi yang lebih sedikit dengan mengurangi dosis anastesi,

akan membuat hewan penderita sadar lebih cepat setelah operasi selesai. Trauma

pembedahan sering menyebabkan gerak reflek dari hewan penderita sehingga

pemberian analgestika dapat diberikan untuk menekan reflek yang tidak dinginkan

atau mencegah gerak tubuh yang tidak disadari. Obat-obatan yang digunakan untuk

premedikasi adalah golongan narkotikseperti morfin yang bekerja sebagai depresan

susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus serta

menimbulkan reaksi muntah pasca bedah, karena efek dari pemberian obat ini maka

harus diikuti dengan pemberian obat antikolinergik seperti atropine untuk

mengurangi efek dari obat premedikasi.

Premedikasi yang paling umum digunakan pada hewan kucing adalah

acepromazin, xylazin, diazepam, midazolam dan opioid atau narkotik. Tujuan

premidakasi adalah: (1) tenangkan pasien dan kurangi stres, (2) menurunkan dosis

obat induksi dan pemeliharaan, (3) meningkatkan kualitas induksi dan pemulihan,

(4) berikan aspek awal manajemen nyeri.

Atropin

Atropin atau alkolid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap respon

muskarinik, obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah Asetilkolin

terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Pemberian atropin sebagai obat


antikolinergik digunakan untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

serta mencegah bradiakardia yang diberikan sebelum pemberian anatesi,

meningkatkan sekresi bronkhial berlangsung selama anestesi. Kontraindikasi

golongan ini pada sapi menyebabkan sekresi makin kental sehingga sulit

dikeluarkan dari mulit dan saluran pernafasan. Demikian juga pada anjing dan

kucing yang masih muda dapat mempererat tacycardial. Obat antikonergik seperti

atropin diberikan pada anjing dan kucing 0,02 mg/kg BB sc.

Acepromazine

 Phenotiazine untuk penenang

 kerja obat cukup lambat. Efek obat dapat terlihat pada 30-60 menit pasca

pemberian

 Durasi kerja obat 6 – 8 jam

 99% terikat dengan protein

 Metabolisme dalam hati, dengan metabolit terkonjunggasi dan tidak

terkonjunggasi di ekskresikan lewat urin

 Menyediakan tindakan anti emetik

 Tidak memberikan kontrol nyeri

 Hindari penggunaan pada hewan peliharaan yang rentan karena dapat

menyebabkan sindrom epineprin reversal

Pemberian acepromazine dalam dosis rendah (0.025-0.05)mg/kg BB) secara

intramuscular memberikan hasil yang sangat baik untuk sedatif premedikasi,


namun perlu diperhatikan, jika dosis premedikasi dikurangi dan jumlah obat

anastesi serta induksi meningkat maka dapat memberikan efek buruk pada hewan

peliharaan.

Acepromazine memberikan hasil sedasi yang ringan dan dapat dipercaya

pada hewan berumur tua merupakan pemberian medikasi yang aman bagi penderita.

Namun demikian pemberian obat terebut harus dihindari pada hewan penderita

dengan gangguan kardiovaskuler seperti kongestive cardiac failure, endocardiosis

atau cardiomyopathy. Pada hewan penderita ini @-adrenoceptor blockade efek dari

acepromazine menyebabkan penurunan yang tajam dalam tekanan darah.

Pemberian Acepromazine dihindari pada penderita yang mengalami penurunan

treshold convulsif cerebral.

Anda mungkin juga menyukai