Anda di halaman 1dari 11

PARADIGMA BARU DALAM PENANGANAN PASIEN ASMA

Abstract:

Asthma affects an estimated 300 million individuals worldwide. It is a serious global


health problem affecting all age groups, with increasing prevalence in many developing
countries.
The long-term goals of asthma management are risk reduction and symptom
control.The new recommendations represent the culmination of a 12-year campaign by
GINA (The Global Initiative for Asthma) to obtain evidence for new strategies for
treatment of mild asthma.
Patients with mild asthma often rely on inhaled short-acting β2-agonists for symptom
relief, now GINA no longer recommends starting with SABA-only treatment. GINA
recommends that all adults and adolescent with asthma should receive ICS-containing
controller treatment, to reduce their risk of serious exacerbations and to control
symptoms.
Keyword: Asthma, Inhalation corticosteroid, Exacerbation
BAB I

LATAR BELAKANG

Asma adalah penyakit kronik saluran napas yang dijumpai pada 1-18 % populasi
di berbagai Negara maju maupun berkembang. Prevalensnya meningkat di banyak
negara, meskipun beberapa negara telah mengalami penurunan rawat inap dan
kematian akibat asma. Sekitar 300 juta manusia di dunia menderita asma dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun 2025. (1)

Asma menduduki sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia.


Hal ini tergambar dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menyatakan
bahwa prevalensi asma mencapai 4,5%. Prevalens asma tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), Yogyakarta (6,9%) dan Sulawesi
Selatan (6,7%).(2)

Pengertian

Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya memiliki karakteristik inflamasi


kronik saluran napas. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala pernapasan seperti
mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang bervariasi dalam hal waktu dan
intensitas, disertai variasi hambatan aliran udara ekspirasi. (3)
BAB II

ASMA SEBAGAI PENYAKIT INFLAMASI

Asma merupakan gangguan kronik saluran napas yang menimbulkan obstruksi


berkaitan dengan hiperreaktivitas bronkus. Inflamasi saluran napas merupakan pusat
dari patofisiologi asma yang berakibat disfungsi saluran napas melalui mekanisme
penglepasan mediator-mediator inflamasi dan remodeling dinding saluran napas.
Semakin berat penyakit,semakin berat perubahan saluran napas berupa peradangan
kronik, yang berakibat meningkatnya kepekaan saluran napas terhadap berbagai
rangsangan dari lingkungan seperti allergen, virus, polusi udara, obat-obatan dan
bahan kimia yang memicu peradangan berikutnya serta menimbulkan proses perbaikan
berupa sekresi berbagai growth factor menyebabkan metaplasia sel kelenjar mukus,
proliferasi otot polos bronkus, angiogenesis, fibrosis dan proliferasi serabut saraf. (2)

Peradangan kronik saluran napas pada asma tidak hanya sebatas inflamasi
alergik, akan tetapi merupakan proses respons imun yang melibatkan imun innate dan
adaptive. Selain itu peradangan kronik saluran napas tersebut tidak hanya melibatkan
sel-sel inflamasi dengan mediator-mediator inflamasinya, tetapi juga melibatkan
jaringan dan sel tubuh seperti otot polos bronkus (airway smooth muscles/ASM), dan
sel epitel saluran napas.Konsep awal mekanisme asma adalah inflamasi alergik dengan
sel utama sel mast dan sel eosinophil. Kemudian dipahami bahwa proses inflamasi juga
melibatkan sel limfosit T yang akan mendorong terjadinya kaskade inflamasi melalui
aktivasi dan kemotaktik sel inflamasi serta interaksi diantaranya.Inflamasi asma
melibatkan berbagai sel inflamasi dan mediator-mediatornya. (2)
BAB III

TATALAKSANA ASMA

Paradigma baru dalam tatalaksana asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit menjadikan asma


terkontrol. Pada prinsipnya tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
asma jangka panjang dan tatalaksana asma eksaserbasi/ saat serangan. (2)

Tiga kategori obat yang digunakan untuk tatalaksana asma jangka panjang
adalah:(1)

a. Obat pengontrol (controller): diberikan secara rutin setiap hari. Dapat


mengurangi inflamasi, mengontrol gejala dan mengurangi risiko
eksaserbasi serta penurunan fungsi paru.
b. Obat pelega (reliever): hanya diberikan bila timbul eksaserbasi untuk
mengurangi gejala.Tujuan lain dari tatalaksana asma adalah
mempertahankan penggunaan obat pelega seminimal mungkin.
c. Add-on therapies: diberikan pada pasien asma berat dengan gejala atau
eksaserbasi yang persisten walaupun telah diberikan dosis tinggi
kombinasi terapi kortikosteroid inhalasi (ICS) dan agonis β2 kerja lama
(LABA) serta modifikasi faktor risiko.

(1)
Pemberian awal terapi pengontrol

Untuk hasil terbaik, terapi pengontrol yang mengandung ICS harus dimulai
sesegera mungkin setelah di diagnosis asma, karena:

• Pemberian awal ICS dosis rendah pada pasien asma menyebabkan peningkatan
fungsi paru yang lebih besar daripada jika gejala telah muncul selama lebih dari 2-
4 tahun.
• Pasien yang tidak mendapat ICS dan mengalami eksaserbasi berat, memiliki
penurunan fungsi paru yang lebih besar dalam jangka panjang daripada pasien
yang sudah mendapat ICS terlebih dahulu.

Sejak 2007, GINA telah aktif mencari inovasi untuk asma ringan dengan tujuan
untuk mengurangi risiko eksaserbasi dan kematian terkait asma, memberikan pesan
yang konsisten tentang tujuan pengobatan asma, termasuk pencegahan eksaserbasi, di
seluruh spektrum keparahan asma serta menghindari ketergantungan pasien pada
SABA di awal perjalanan penyakit. (9)

Hingga pada tahun 2014 dengan inisiasi studi SYGMA, diterbitkan pada tahun
2018 (O'Byrne NEJMed 2018; Bateman NEJMed 2018) Dalam suatu studi terbatas
pada pasien yang tidak merokok, Fractioned exhaled nitric oxide (FENO) > 50 bagian
per miliar (ppb) telah dikaitkan dengan respons jangka pendek yang baik terhadap ICS.
(3)(8)
Namun, tidak ada penelitian yang meneliti keamanan jangka panjang sehubungan
(7)
dengan eksaserbasi terhadap ICS pada pasien dengan FENO awal yang rendah.
Akibatnya, pada pasien dengan diagnosis atau dugaan diagnosis asma, FENO dapat
mendukung keputusan untuk memulai ICS. Berdasarkan bukti saat ini, GINA
merekomendasikan pengobatan dengan ICS harian dosis rendah untuk sebagian besar
pasien dengan asma, atau formoterol ICS dosis rendah yang diperlukan bagi mereka
dengan gejala yang jarang terjadi, untuk mengurangi risiko eksaserbasi serius. (4) (10)

Tabel 1. Terapi awal asma yang disarankan untuk orang dewasa dan remaja. (1)

Gejala klinis Terapi awal


Seluruh pasien Terapi SABA tunggal
( tanpa ICS) tidak
direkomendasikan
Gejala asma yang jarang terjadi, mis. kurang  ICS-formoterol dosis
dari dua kali sebulan rendah, jika diperlukan (Bukti
B)
Pilihan lain termasuk
terapi dengan ICS setiap kali
SABA diberikan, dalam
kombinasi atau inhaler
terpisah (Bukti B)
Gejala asma atau butuh obat pelega, dua kali  ICS dosis rendah **
sebulan atau lebih dengan SABA jika diperlukan
(Bukti A), atau
 ICS-formoterol dosis
rendah yang diperlukan
(Bukti A).
Pilihan lain termasuk
LTRA (kurang efektif
daripada ICS, Bukti A), atau
terapi dengan ICS setiap
kali SABA diberikan dalam
kombinasi atau inhaler
terpisah (Bukti B).
Pertimbangkan kemungkinan
kepatuhan dengan obat
pengontrol jika obat pereda
adalah SABA.
Gejala asma yang muncul hampir setiap hari;  ICS-LABA dosis
atau bangun karena asma seminggu sekali atau lebih, rendah sebagai terapi
terutama jika ada faktor risiko pemeliharaan dan pereda
dengan ICS-formoterol (Bukti
A) atau sebagai perawatan
pemeliharaan konvensional
dengan SABA (Bukti A),
ATAU
 ICS dosis menengah
dengan SABA jika
dibutuhkan (Bukti A)
Tampilan awal adalah asma yang sangat tidak  Kortikosteroid oral
terkontrol, atau dengan eksaserbasi akut jangka pendek DAN mulai
pengobatan pengontrol
reguler dengan ICS dosis
tinggi (Bukti A), atau ICS-
LABA dosis menengah
(Bukti D)
Sebelum memulai terapi awal obat
pengontrol
 Catat bukti diagnosis asma, jika
memungkinkan
 Catat tingkat kontrol gejala dan faktor risiko
pasien, termasuk fungsi paru-paru
 Pertimbangkan faktor yang mempengaruhi
pilihan antara opsi perawatan yang tersedia.
 Pastikan pasien menggunakan inhaler dengan
benar
 Jadwalkan untuk follow-up berikutnya
Setelah memulai terapi awal obat pengontrol
 Tinjau ulang respons pasien setelah 2-3 bulan,
atau lebih awal tergantung pada urgensi klinis
 Step down terapi setelah kontrol yang baik
dipertahankan selama 3 bulan

ICS: inhaled corticosteroids; LABA: long-acting beta 2-agonist; LTRA: leukotriene receptor antagonist;
OCS: oral corticosteroids; SABA: short-acting beta 2-agonist
Gambar 1.Strategi pengobatan asma berdasarkan GINA tahun 2019. (1)

Demi keamanan, GINA tidak lagi merekomendasikan terapi SABA dosis tunggal
untuk Step 1. Keputusan ini didasarkan pada bukti bahwa pengobatan SABA dosis
tunggal meningkatkan risiko eksaserbasi berat, dan menambahkan ICS secara
signifikan dapat mengurangi risiko eksaserbasi. GINA sekarang merekomendasikan
bahwa semua orang dewasa dan remaja dengan asma harus menerima terapi
pengontrol yang mengandung ICS, untuk mengurangi risiko eksaserbasi serius. (1)

Ada dua opsi terapi pengontrol yang dapat digunakan :

1. ICS dosis rendah reguler dengan SABA sesuai kebutuhan. (1)

Bukti ilmiah

 Sejumlah besar bukti dari RCT dan penelitian observasional bahwa ICS dosis
rendah secara substansial mengurangi risiko eksaserbasi parah, rawat inap dan
kematian (Suissa, NEJMed 2000; Suissa, Thorax 2002; Pauwels, Lancet 2003;
O'Byrne, AJRCCM 2001)
 Eksaserbasi serius berkurang setengahnya bahkan pada pasien dengan gejala
0-1 hari per minggu (Reddel, Lancet 2017)
 Kontrol gejala yang ditingkatkan dan pengurangan bronkokonstriksi yang
diinduksi olahraga

Nilai dan preferensi

 Sangat penting diberikan untuk mencegah kematian asma dan eksaserbasi


parah
 Namun, kami menyadari bahwa kepatuhan yang buruk adalah umum pada asma
ringan di masyarakat, dan bahwa ini akan membuat pasien berisiko terhadap
pengobatan SABA dosis tunggal.

2. ICS dosis rendah sesuai kebutuhan-formoterol dosis rendah (off-label; semua


bukti dengan budesonide-formoterol). (1)

Bukti ilmiah

 Bukti langsung dari dua penelitian besar non-inferioritas untuk eksaserbasi berat
vs ICS dosis rendah harian + sesuai kebutuhan SABA (O'Byrne, NEJMed 2018,
Bateman, NEJMed 2018)
 Bukti langsung dari satu studi besar pengurangan 64% dalam eksaserbasi parah
vs pengobatan SABA saja (O'Byrne, NEJMed 2018)
 Mengurangi gejala harian asma

Nilai dan preferensi

 Sangat penting diberikan untuk mencegah eksaserbasi berat, menghindari


kebutuhan ICS harian pada pasien dengan gejala ringan atau jarang
BAB IV

RINGKASAN

Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya memiliki karakteristik inflamasi


kronik saluran napas. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala pernapasan seperti
mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang bervariasi dalam hal waktu dan
intensitas, disertai variasi hambatan aliran udara ekspirasi. Penatalaksanaan asma
bertujuan untuk mengontrol penyakit menjadikan asma terkontrol. Pada prinsipnya
tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana asma jangka panjang dan
tatalaksana asma eksaserbasi/ saat serangan.

Inhalasi SABA telah menjadi pengobatan lini pertama untuk asma selama 50
tahun, namun GINA tidak lagi merekomendasikan terapi SABA dosis tunggal
Keputusan ini didasarkan pada bukti bahwa pengobatan SABA dosis tunggal
meningkatkan risiko eksaserbasi berat, dan menambahkan ICS secara signifikan dapat
mengurangi risiko eksaserbasi. GINA sekarang merekomendasikan bahwa semua
orang dewasa dan remaja dengan asma harus menerima terapi pengontrol yang
mengandung ICS, untuk mengurangi risiko eksaserbasi serius

Ada dua opsi terapi pengontrol yang dapat digunakan :

1. ICS dosis rendah reguler dengan SABA sesuai kebutuhan.


2. ICS dosis rendah sesuai kebutuhan-formoterol dosis rendah (off-label; semua
bukti dengan budesonide-formoterol).
DAFTAR PUSTAKA

1. Reddel HK, FitzGerald JM, Bateman ED, Bacharier LB, Becker A, Brusselle G, et
al. GINA 2019: a fundamental change in asthma management: Treatment of
asthma with short-acting bronchodilators alone is no longer recommended for
adults and adolescents. Eur Respiratory Soc; 2019.

2. PDPI. ASMA : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. 2018.

3. O’Byrne PM, FitzGerald JM, Bateman ED, Barnes PJ, Zhong N, Keen C, et al.
Inhaled combined budesonide–formoterol as needed in mild asthma. New
England Journal of Medicine. 2018;378(20):1865-76.

4. Bateman ED, Reddel HK, O’Byrne PM, Barnes PJ, Zhong N, Keen C, et al. As-
needed budesonide–formoterol versus maintenance budesonide in mild asthma.
New England Journal of Medicine. 2018;378(20):1877-87.

5. Bel EH. Clinical phenotypes of asthma. Curr Opin Pulm Med 2004;10:44-50.

6. National Heart Lung and Blood Institute N. Global initiative for asthma. Global
strategy for asthma management and prevention. NHBLI/WHO workshop.
1995:NIH Publication no. 95-3659.

7. Moore WC, Meyers DA, Wenzel SE, Teague WG, Li H, Li X, D'Agostino R, Jr., et
al. Identification of asthma phenotypes using cluster analysis in the Severe
Asthma Research Program. Am J Respir Crit Care Med 2010;181:315-23.

8. Reddel H, Ware S, Marks G, Salome C, Jenkins C, Woolcock A. Differences


between asthma exacerbations and poor asthma control [erratum in Lancet
1999;353:758]. Lancet 1999;353:364-9.

9. Aaron SD, Vandemheen KL, FitzGerald JM, Ainslie M, Gupta S, Lemiere C, Field
SK, et al. Reevaluation of diagnosis in adults with physician-diagnosed asthma.
JAMA 2017;317:269-79.

10. Belda J, Giner J, Casan P, Sanchis J. Mild exacerbations and eosinophilic


inflammation in patients with stable, well-controlled asthma after 1 year of follow-
up. Chest 2001;119:1011-7.

Anda mungkin juga menyukai